BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian Space Syntax Space syntax menurut website mengenai space syntax merupakan sekumpulan teknik untuk menganalisis susunan segala jenis ruang. Teknik ini ditemukan oleh Profesor Bill Hiller dan koleganya yang tergabung dalam The Bartletts dari University College London (UCL) pada tahun 1980-an. Menurut website ini, cakupan kompleks yang dapat dianalisis melalui space syntax cukup luas, meliputi: 1. Sistem transportasi, baik transportasi antar kota seperti transportasi darat (jalan raya atau kereta api), transportasi udara (kapal terbang), dan transportasi perairan (perahu/kapal laut) maupun transportasi dalam kota yaitu berupa jalan raya atau kereta api. 2. Suatu
kompleks
bangunan,
misalnya
kompleks
perumahan,
kompleks
perkantoran, atau kompleks institusi pendidikan seperti Institut Teknologi Bandung. 3. Sebuah bangunan yang hanya terdiri atas ruangan-ruangan beserta penghubungpenghubungnya (dapat berupa tangga, lorong/koridor, atau lift). Dengan demikian, cakupan ini merupakan cakupan kompleks terkecil jika dibandingkan dengan cakupan-cakupan yang telah disebutkan di atas.
Bab 2 Tinjauan Pustaka 7
Bahkan, lebih jauh lagi, teknik dalam space syntax dapat digunakan dalam bidang-bidang seperti arkeologi, teknologi informasi, geografi perkotaan dan manusia, serta antropologi. Sesuai dengan judul Tugas Akhir ini, yaitu “Space Syntax dalam Bidang Arsitektur”, maka kompleks yang menjadi kajian Tugas Akhir ini adalah cakupan yang ketiga, yaitu sebuah bangunan.
2.2 Berbagai Istilah yang Digunakan Beberapa istilah dalam space syntax yang sering digunakan adalah sebagai berikut: 1. Alfa merupakan penggambaran dua dimensi terhadap bentuk yang sebenarnya dari kompleks. Yang termasuk dalam alfa adalah peta dan denah. 2. Peta gamma merupakan bentuk graf dari alfa. Dalam peta gamma, istilah-istilah graf secara umum berlaku. 3. Sel merupakan suatu bagian terkecil dari suatu kompleks yang memiliki kontrol tersendiri atau fungsi tertentu. Dengan kata lain, setiap sel memiliki batasan daerah yang jelas. 4. Carrier merupakan ruang di luar kompleks. 5. Permeabilitas merupakan penghubung antar ruang yang dapat dilalui secara wajar. 6. Langkah merupakan pergerakan dari suatu sel ke sel lainnya. 7. Nilai kedalaman (depth) merupakan langkah terkecil yang harus ditempuh dari suatu sel ke sel lainnya.
Bab 2 Tinjauan Pustaka 8
8. Ring merupakan cycle (siklus) yang tidak memiliki lintasan di dalamnya.
2.3 Transformasi dari Alfa Menuju Peta Gamma Untuk melakukan transformasi dari alfa menuju peta gamma, hal-hal yang harus dilakukan adalah sebagai berikut: 1. Sel digambarkan sebagai sebuah titik (vertex). 2. Permeabilitas digambarkan sebagai sebuah sisi (edge). 3. Carrier digambarkan sebagai sebuah titik dengan tanda silang di dalamnya. 4. Penghubung seperti tangga, lorong/koridor, atau lift digambarkan secara manual sebagai sebuah titik berwarna hitam. 5. Jika terdapat lebih dari satu sisi antara dua buah sel, maka secara manual semua sisi tersebut tetap digambarkan. Tetapi jika digunakan komputer dalam menggambarkan peta gamma, maka sisi-sisi tersebut berubah menjadi sebuah saja. Dalam perhitungannya pun sisi-sisi tersebut hanya dianggap sebagai sebuah sisi. 6. Untuk mempermudah dalam melihat nilai kedalaman suatu sel, biasanya secara manual peta gamma digambarkan sebagai peta gamma terjustifikasi, yaitu peta gamma yang titik-titiknya tersusun berdasarkan nilai kedalaman yaitu titik-titik yang memiliki nilai kedalaman yang sama diletakkan secara horizontal di atas carrier.
Bab 2 Tinjauan Pustaka 9
Alfa
Peta Gamma Terjustifikasi
Gambar 1 Contoh Alfa dan Peta Gamma Terjustifikasi
2.4 Asumsi yang Digunakan Dalam melakukan transformasi dari Alfa menuju peta gamma serta dalam melakukan analisis terhadap peta gamma, asumsi yang digunakan adalah sebagai berikut: 1. Hal yang diperhatikan hanyalah permeabilitas antar sel dan permeabilitas antara kompleks dengan carrier tanpa memperhatikan faktor-faktor sekunder baik yang terdapat dalam sel maupun yang terdapat pada carrier. Faktor-faktor tersebut diantaranya desain interior sel, tingkat ketinggian (elevasi) sel atau carrier, serta luas sel. 2. Karena digunakan batasan sebuah bangunan sebagai kompleks yang akan dianalisis, maka sisi yang digunakan dalam peta gamma merupakan sisi tak berarah. Hal ini dilakukan mengingat permeabilitas yang digunakan biasanya berupa pintu yang dapat dilalui bolak-balik. 3. Karena setiap sel pasti memiliki permeabilitas, maka tidak mungkin terdapat titik terisolir dalam peta gamma.
Bab 2 Tinjauan Pustaka 10
2.5 Sifat-sifat Sel 2.5.1 Macam-macam Sifat Sel Dalam hubungan antara sebuah sel dengan sel lainnya, terdapat dua pasang sifat yang masing-masing saling bertolak belakang yaitu: 1. Simetri-asimetri a. Dua buah sel, yaitu a dan b dikatakan simetri jika a dan b tidak saling mengontrol permeabilitas. b. Dua buah sel, yaitu a dan b dikatakan asimetri jika a mengontrol permeabilitas b atau sebaliknya b mengontrol permeabilitas a. 2. Terdistribusi-tak terdistribusi a. Dua buah sel, yaitu a dan b dikatakan terdistribusi jika terdapat lebih dari satu lintasan bebas dari a menuju b. b. Dua buah sel, yaitu a dan b dikatakan tak terdistribusi jika dari a menuju b harus melalui satu atau lebih sel lain. Untuk lebih jelasnya, dapat dilihat pada contoh-contoh berikut:
Bab 2 Tinjauan Pustaka 11
Gambar 2 Contoh Sifat-Sifat Sel Pada contoh (a), sel A dan C simetri terhadap D, tetapi B asimetri terhadap D karena dari B menuju D harus melalui A atau C. Mengenai masalah distribusi, semua sel pada gambar (a) terdistribusi karena dari sembarang sel menuju sel lainnya terdapat dua buah lintasan. Jadi contoh (a) merupakan contoh kompleks yang mengandung sel yang asimetri dan terdistribusi. Contoh selanjutnya, yaitu (b), menunjukkan sel A dan B yang simetri dan terdistribusi. Sedangkan pada contoh (c), sel A asimetri dan tak terdistribusi terhadap C karena B mengontrol permeabilitas A dan satu-satunya lintasan dari A menuju C hanyalah melalui B.
Bab 2 Tinjauan Pustaka 12
Kegunaan sifat-sifat ini tentu saja tergantung pada fungsi sel. Jika suatu sel ingin dijadikan terbuka terhadap publik, sel tersebut haruslah simetri dan terdistribusi. Sebaliknya jika diinginkan sebagai sel pribadi, sel tersebut haruslah asimetri dan tak terdistribusi,
2.5.2
Besaran-besaran yang Digunakan dalam Analisis
Berdasarkan sifat-sifat yang telah disebutkan di atas, terdapat tiga buah besaran untuk mengukur seberapa simetri dan terdistribusinya suatu sel. Besaran-besaran tersebut adalah: 1. RA (Relative Asymmetry) untuk mengukur kesimetrian sel. 2. RR (Relative Ringiness) of atau RR terhadap untuk mengukur distribusi sel. 3. RR from atau RR dari, sama dengan nomor 2 digunakan untuk mengukur distribusi sel, tetapi besaran ini digunakan relatif terhadap keseluruhan kompleks. Karena RR dari digunakan relatif terhadap keseluruhan kompleks, maka dibutuhkan satu buah besaran lagi yang disebut dengan RR kompleks. Tentu saja besaran ini tidak seperti besaran-besaran lainnya yang dapat berbeda-beda antara titik yang satu dengan titik yang lain, melainkan tetap nilainya untuk sebuah kompleks. Menurut Bill Hiller & Julienne Hanson (1989), cara menghitung besaranbesaran tersebut adalah sebagai berikut: 1. RA dari sebuah titik dapat dihitung dengan memisalkan titik tersebut sebagai carrier. Karena carrier terkait dengan nilai kedalaman, maka di dalam
Bab 2 Tinjauan Pustaka 13
perumusannya tentu tercakup nilai kedalaman titik-titik lain terhadap titik yang akan dicari nilai RA-nya. 2. RR terhadap sebuah titik merupakan jumlah ring bebas yang melewati titik tersebut dibagi dengan jumlah maksimum ring yang dapat melaluinya. Karena tidak terdapat definisi dari ring bebas, maka penulis menganggap semua ring adalah ring bebas, yang selanjutnya akan disebut ring saja. 3. RR dari sebuah titik dapat dihitung tidak hanya jumlah ring di dalam kompleks, tetapi juga jarak dari titik tersebut terhadap ring lain dalam kompleks. 4. RR kompleks dihitung dengan cara membagi jumlah ring yang berbeda dengan ring planar maksimum untuk sejumlah titik dalam kompleks.