BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1
Pusat Kesehatan Masyarakat (PUSKESMAS)
2.1.1
Pengertian Puskesmas Puskesmas merupakan organisasi kesehatan fungsional yang merupakan
pusat pengembangan kesehatan masyarakat yang juga membina peran serta masyarakat di samping memberikan pelayanan secara menyeluruh dan terpadu kepada masyarakat diwilayah kerjanya dalam bentuk kegiatan pokok. Menurut Permenkes No. 75 tahun 2014, puskesmas merupakan fasilitas pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan upaya pelayanan kesehatan masyarakat dan upaya pelayanan kesehatatan perorangan tingkat pertama, dengan lebih mengutamakan upaya kesehatan perorangan tingkat pertama, dengan lebih mengutamakan upaya promotif dan peventif, untuk mencapai derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya di wilayah kerjanya. Puskesmas dibangun untuk menyelenggarakan pelayanan kesehatan dasar, menyeluruh dan terpadu bagi seluruh masyarakat yang tinggal di wilayah kerjanya. Program kesehatan yang diselenggarakan oleh puskesmas merupakan program pokok (public health essential) yang wajib dilaksanakan oleh pemerintah untuk melindungi penduduknya, termasuk mengembangkan program khusus untuk penduduk miskin (Muninjaya, 2011). Pelayanan kesehatan yang diberikan puskesmas merupakan pelayanan yang menyeluruh yang meliputi pelayanan kuratif (pengobatan), preventif (pencegahan), promotif (peningkatan kesehatan), dan rehabilitatif (pemulihan kesehatan). Pelayanan tersebut ditujukan kepada semua penduduk dengan tidak
10
Universitas Sumatera Utara
11
membedakan jenis kelamin, golongan umur, sejak dari pembuahan dalam kandungan sampai tutup usia (Permenkes No. 75 Tahun 2014). 2.1.2
Tujuan Puskesmas Pembangunan kesehatan yang diselenggarakan di Puskesmas bertujuan
untuk mewujudkan masyarakat yang: 1.
memiliki perilaku sehat yang meliputi kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat;
2.
mampu menjangkau pelayanan kesehatan bermutu;
3.
hidup dalam lingkungan sehat; dan
4.
memiliki derajat kesehatan yang optimal, baik individu, keluarga, kelompok dan masyarakat (Permenkes No.75 Tahun 2014).
2.1.3
Prinsip Penyelenggaraan Puskesmas Sebagaimana tertera di Permenkes No.75 Tahun 2014 tentang Puskesmas,
prinsip penyelenggaraan puskesmas meliputi: 1.
Paradigma Sehat Puskesmas mendorong seluruh pemangku kepentingan untuk berkomitmen dalam upaya mencegah dan mengurangi resiko kesehatan yang dihadapi individu, keluarga, kelompok dan masyarakat.
2.
Pertanggungjawaban Wilayah Puskesmas menggerakkan dan bertanggung jawab terhadap pembangunan kesehatan di wilayah kerjanya.
Universitas Sumatera Utara
12
3.
Kemandirian Masyarakat Puskesmas mendorong kemandirian hidup sehat bagi individu, keluarga, kelompok, dan masyarakat.
4.
Pemerataan Puskesmas menyelenggarakan Pelayanan Kesehatan yang dapat diakses dan terjangkau oleh seluruh masyarakat di wilayah kerjanya secara adil tanpa membedakan status sosial, ekonomi, agama, budaya dan kepercayaan.
5.
Teknologi Tepat Guna Puskesmas menyelenggarakan pelayanan kesehatan dengan memanfaatkan teknologi tepat guna yang sesuai dengan kebutuhan pelayanan, mudah dimanfaatkan dan tidak berdampak buruk bagi lingkungan.
6.
Keterpaduan dan Kesinambungan. Puskesmas mengintegrasikan dan mengoordinasikan penyelenggaraan UKM dan UKP lintas program dan lintas sektor serta melaksanakan sistem rujukan yang didukung dengan manajemen puskesmas.
2.1.4
Fungsi Puskesmas Menurut Permenkes No.75 Tahun 2014 tentang Puskesmas, dalam
melaksanakan tugasnya puskesmas menyelenggarakan fungsi: 1.
penyelenggaraan UKM tingkat pertama di wilayah kerjanya, puskesmas berwenang untuk: a. melaksanakan perencanaan berdasarkan analisis masalah kesehatan masyarakat dan analisis kebutuhan pelayanan yang diperlukan; b. melaksanakan advokasi dan sosialisasi kebijakan kesehatan;
Universitas Sumatera Utara
13
c. melaksanakan komunikasi, informasi, edukasi, dan pemberdayaan masyarakat dalam bidang kesehatan; d. menggerakkan masyarakat untuk mengidentifikasi dan menyelesaikan masalah kesehatan pada setiap tingkat perkembangan masyarakat yang bekerjasama dengan sektor lain terkait; e. melaksanakan pembinaan teknis terhadap jaringan pelayanan dan upaya kesehatan berbasis masyarakat; f. melaksanakan peningkatan kompetensi sumber daya manusia puskesmas; g. memantau pelaksanaan pembangunan agar berwawasan kesehatan; h. melaksanakan pencatatan, pelaporan, dan evaluasi terhadap akses, mutu, dan cakupan Pelayanan Kesehatan; dan i. memberikan rekomendasi terkait masalah kesehatan masyarakat. 2.
penyelenggaraan UKP tingkat pertama di wilayah kerjanya, puskesmas berwenang untuk: a. menyelenggarakan Pelayanan Kesehatan dasar secara komprehensif, berkesinambungan dan bermutu; b. menyelenggarakan Pelayanan Kesehatan yang mengutamakan upaya promotif dan preventif; c. menyelenggarakan Pelayanan Kesehatan yang berorientasi pada individu, keluarga, kelompok dan masyarakat; d. menyelenggarakan Pelayanan Kesehatan yang mengutamakan keamanan dan keselamatan pasien, petugas dan pengunjung;
Universitas Sumatera Utara
14
e. menyelenggarakan Pelayanan Kesehatan dengan prinsip koordinatif dan kerja sama inter dan antar profesi; f. melaksanakan rekam medis; g. melaksanakan pencatatan, pelaporan, dan evaluasi terhadap mutu dan akses Pelayanan Kesehatan; h. melaksanakan peningkatan kompetensi Tenaga Kesehatan; i. mengoordinasikan dan melaksanakan pembinaan fasilitas pelayanan kesehatan tingkat pertama di wilayah kerjanya; dan j. melaksanakan penapisan rujukan sesuai dengan indikasi medis dan sistem rujukan.
2.2
Demam Berdarah Dengue (DBD)
2.2.1
Pengertian Demam Berdarah Dengue (DBD) Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah penyakit menular yang
disebabkan oleh virus Dengue dan ditularkan oleh nyamuk Aedes aegypti. Penyakit ini ditandai dengan demam mendadak 2 sampai dengan 7 hari tanpa penyebab yang jelas, lemah/lesu, gelisah, nyeri ulu hati, disertai dengan tanda perdarahan di kulit berupa bintik perdarahan (petechiae), lebam (echymosis) atau ruam (purpura). Kadang-kadang mimisan, berak darah, muntah darah, kesadaran menurun atau renjatan (shock) (Kepmenkes RI No 581/Menkes/SK/1992). 2.2.2
Vektor Penularan Demam Berdarah Dengue (DBD) Di Indonesia nyamuk penular (vektor) penyakit Demam Berdarah Dengue
(DBD) adalah Aedes aegypti dan Aedes albopictus, tetapi saat ini yang menjadi
Universitas Sumatera Utara
15
vektor utama dari penyakit DBD adalah Aedes aegypti. Demam Berdarah Dengue (DBD) disebabkan oleh virus Dengue dengan tipe DEN 1, DEN 2, DEN 3, dan DEN 4. Virus tersebut termasuk dalam grup B Arthropoda borne viruses (arboviruses). Keempat tipe virus tersebut telah ditemukan diberbagai daerah di Indonesia. Virus yang banyak berkembang di masyarakat adalah virus Dengue dengan tipe satu dan tiga (Zulkoni, 2010) Nyamuk Aedes aegypti dikenal dengan sebutan black-white mosquito atau tiger mosquito karena tubuhnya memiliki ciri yang khas yaitu adanya garisgaris dan bercak-bercak putih keperakan di atas dasar warna hitam. Sedangkan yang menjadi ciri khas utamanya adalah ada dua garis lengkung yang berwarna putih keperakan di kedua sisi lateral dan dua buah garis putih sejajar di garis median dari puggungnya yang berwarna dasar hitam (lyre shaped marking). Dalam siklus hidupnya Aedes aegypti mengalami empat stadium yaitu telur, larva pupa, dan dewasa. Stadium telur, larva, dan pupa hidup di dalam air tawar yang jernih serta tenang. Genangan air yang disukai sebagai tempat perindukannya (breeding place) adalah genangan air yang terdapat di dalam suatu wadah atau container, bukan genangan air di tanah. Tempat-tempat perindukan yang paling potensial adalah tempat penampungan air (TPA) yang digunakan untuk keperluan sehari-hari: drum, bak mandi, bak WC, gentong/ tempayan, ember, dan lain-lain. Tempat perindukan lainnya yang non-TPA adalah vas bunga, pot tanaman hias, ban bekas, kaleng bekas, botol bekas, tempat minum burung, dan lain-lain, serta tempat penampungan air alamiah: lubang pohon, pelepah daun pisang, pelepah daun keladi, lubang batu, dan lain-lain. Tempat perindukan yang
Universitas Sumatera Utara
16
paling disukai adalah yang berwarna gelap, terbuka lebar dan terlindung dari sinar matahari langsung (Soegijanto, 2006). 2.2.3
Ciri-ciri Nyamuk Aedes aegypti Nyamuk Aedes aegypti memiliki ciri-ciri yang khas antara lain:
a. Sayap dan badannya belang-belang atau bergaris-garis putih. b. Berkembangbiak di air jernih yang tidak beralaskan tanah seperti bak mandi, WC, tempayan drum, barang-barang penampung air seperti kaleng, ban bekas, pot tanaman air, tempat minum burung dan lain-lain. c. Jarak terbang ± 100 meter. d. Nyamuk betina bersifat ‘multiple biters‘ (menggigit beberapa orang karena sebelum nyamuk tersebut kenyang sudah berpindah tempat) e. Tahan dalam suhu panas dan kelembaban tinggi (Widoyono, 2011). 2.2.4
Taksonomi dan Morfologi Nyamuk Aedes aegypti
A.
Taksomoni Nyamuk Aedes aegypti disebut black-white mosquito, karena tubuhnya
ditandai dengan pita atau garis-garis putih keperakan di atas dasar hitam. Di Indonesia nyamuk ini sering disebut sebagai salah satu dari nyamuk-nyamuk rumah. Menurut Richard dan Davis (1977) dalam Soegijanto (2006), kedudukan nyamuk Aedes aegypti dalam klasifikasi animalia adalah sebagai berikut : Filum : Arthropoda Kelas : Insecta Bangsa : Diptera
Universitas Sumatera Utara
17
Suku : Culicidae Marga : Aedes Jenis : Ae. aegypti L. B.
Morfologi
1. Telur Telur Aedes aegypti berwarna hitam dengan ukuran + 0,80 mm, berbentuk oval yang mengapung satu persatu pada permukaan air yang jernih atau menempel pada dinding tempat penampungan air. Telur dapat bertahan sampai dengan enam bulan di tempat yang kering. Telur nyamuk dapat tetap menetas di iklim dingin sekalipun. Perbedaaannya dengan di air yang beriklim panas hanya dalam hal laju waktu menetasnya. Di iklim yang lebih dingin, perlu waktu yang lebih lama dibandingkan dengan telur yang menetas di air yang beriklim lebih panas (Nadesul, 2007). 2. Jentik (larva) Pertumbuhan larva (jentik) nyamuk Aedes aegypti dibagi dalam 4 tingkat (instar) sesuai dengan pertumbuhan larva tersebut, yaitu: 1. Instar I : berukuran paling kecil, yaitu 1-2 mm 2. Instar II : berukuran 2,5 - 3,8 mm 3. Instar III : memiliki ukuran sedikit lebih besar dari larva instar II 4. Instar IV : berukuran paling besar 5 mm 3. Kepompong
Universitas Sumatera Utara
18
Pupa Aedes aegypti berukuran lebih kecil jika dibandingkan dengan ratarata pupa nyamuk lain. Kepompong (pupa) berbentuk seperti “koma”. Bentuknya lebih besar namun lebih ramping dibanding larva (jentik)nya. 4. Nyamuk dewasa Nyamuk dewasa berukuran lebih kecil jika dibandingkan dengan rata-rata nyamuk lain dan mempunyai ciri khas warna dasar hitam dengan bintik-bintik putih pada bagian badan dan kaki. Vektor penyakit DBD adalah nyamuk Aedes aegypti betina. Perbedaan antara nyamuk Aedes aegypti jantan dan betina terletak pada morfologi antenanya.Aedes aegypti jantan memiliki antena berbulu lebat sedangkan antena pada nyamuk betina berbulu agak jarang/tidak lebat (Ditjen PP & PL, 2014). 2.2.5
Siklus Hidup Nyamuk Aedes aegypti Nyamuk Aedes aegypti mengalami metamorfosis sempurna yaitu : telur-
jentik-kepompong-nyamuk. Stadium telur, jentik dan kepompong hidup/berada di dalam air. Pada umumnya telur akan menetas menjadi jentik dalam waktu + 2 hari setelah telur terendam air. Stadium jentik biasanya berlangsung 6-8 hari dan stadium kepompong (pupa) berlangsung antara 2-4 hari. Pertumbuhan dari telur sampai menjadi nyamuk dewasa selama 9-10 hari. Umur nyamuk Aedes aegypti betina dapat mencapai 2-3 bulan (Ditjen PP & PL, 2014). Menurut Soegijanto (2006) telur nyamuk Aedes aegypti didalam air dengan suhu 20-40°C akan menetas menjadi larva dalam waktu 1-2 hari. Kecepatan pertumbuhan dan perkembangan larva dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu temperatur, tempat, keadaan air kandungan zat makanan yang ada di
Universitas Sumatera Utara
19
dalam tempat perindukan. Pada kondisi optimum, larva berkembang menjadi pupa dalam waktu 4-9 hari, kemudian pupa menjadi nyamuk dewasa dalam waktu 2-3 hari. Jadi pertumbuhan dan perkembangan telur, larva, pupa, sampai dewasa memerlukan waktu kurang lebih 7-14 hari. 2.2.6
Tempat Perkembangbiakan Nyamuk Aedes aegypti Nyamuk Aedes aegypti memiliki tempat perkembangbiakan utama adalah
tempat-tempat penampungan air berupa genangan air yang tertampung di suatu tempat atau bejana di dalam atau sekitar rumah. Nyamuk ini biasanya tidak dapat berkembang biak di genangan air yang langsung berhubungan dengan tanah. Jenis tempat perkembangbiakan nyamuk Aedes aegypti dapat dikelompokkan sebagai berikut : 1. Tempat penampungan air (TPA) untuk keperluan sehari-hari, seperti : drum, tangki, reservoir, tempayan, bak mandi/wc dan ember. 2. Tempat penampungan air bukan untuk keperluan sehari-hari, seperti : tempat minum burung, vas bunga, perangkap semut dan barang-barang bekas (ban, kaleng, botol, plastik dan lain-lain). 3. Tempat penampungan air alamiah seperti : lobang pohon, lobang batu, pelepah daun, tempurung kelapa, pelepah pisang dan potongan bambu. 2.2.7
Penyebaran Nyamuk Aedes aegypti
Nyamuk Aedes aegypti betina mampu terbang rata-rata 40 meter, maksimal 100 meter, namun secara pasif misalnya karena angin atau terbawa kendaraan, nyamuk dapat berpindah lebih jauh. Aedes aegypti sebagai vektor DBD tersebar luas di daerah tropis dan subtropis. Di Indonesia, nyamuk ini dapat
Universitas Sumatera Utara
20
tersebar dan berkembang biak sampai ketinggian daerah 1.000 m dari permukaan laut. Nyamuk tidak dapat berkembang biak di atas ketinggian 1.000 m karena pada ketinggian tersebut suhu udara terlalu rendah, sehingga tidak memungkinkan kehidupan bagi nyamuk tersebut (Ditjen PP & PL, 2014). 2.2.8
Ekologi Vektor Penyakit DBD melibatkan tiga organisme yaitu virus Dengue, nyamuk
Aedes aegypti dan host manusia. Untuk memahami penyakit yang ditularkan vektor dan untuk pengendalian penyakit sebagai ekosistem alam dimana subsistem yang terkait dalam ekosistem ini adalah virus, nyamuk Aedes aegypti, manusia, lingkungan fisik dan lingkungan biologi (Depkes, 2007). a. Virus Dengue. Virus ini termasuk dalam genus Flavivirus dari family Flaviviridae terdiri dari 4 serotipe yaitu DEN 1, DEN 2, DEN 3 dan DEN 4. b. Nyamuk Aedes aegypti merupakan vektor yang menularkan virus Dengue melalui gigitan nyamuk dari orang sakit ke orang sehat. c. Manusia merupakan sebaran inang (organisme dimana parasit hidup dan mendapatkan makanan) untuk penyakit DBD. d. Lingkungan fisik meliputi : 1. Tempat Penampungan Air (TPA) baik di dalam maupun di luar rumah sebagai tempat perindukan nyamuk Aedes aegypti. 2. Ketinggian tempat, dengan ketinggian 1000 meter di atas permukaan laut tidak ditemukan nyamuk Aedes aegypti. 3. Curah hujan menambah genangan air sebagai tempat perindukan dan kelembaban udara terutama untuk daerah pantai.
Universitas Sumatera Utara
21
4. Kecepatan angin juga mempengaruhi pelaksanaan pemberantasan vektor dengan cara fogging. 5. Suhu udara mempengaruhi perkembangan virus di dalam tubuh nyamuk (Depkes, 2007).
2.3
Program Penanggulangan Demam Berdarah Dengue (DBD) Berdasarkan Lampiran Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor :
581/MENKES/SK/VII/1992 tentang Pemberantasan Penyakit Demam Berdarah Dengue, pemberantasan penyakit DBD adalah semua upaya untuk mencegah dan menangani kejadian DBD. Adanya keputusan tersebut bertujuan untuk memberikan pedoman bagi masyarakat, tokoh masyarakat, petugas kesehatan, dan sektor-sektor terkait dalam upaya bersama mencegah dan membatasi penyebaran penyakit sehingga program Penanggulangan dan Pemberantasan penyakit DBD (P2DBD) dapat tercapai. Program P2DBD mempunyai tujuan utama diantaranya adalah untuk menurunkan angka kesakitan, menurunkan angka kematian, dan mencegah terjadinya KLB penyakit DBD. Upaya pemberantasan penyakit DBD berdasarkan Kepmenkes No. 581/MENKES/SK/VII/1992,
dilaksanakan
dengan
cara
tepat
guna
oleh
pemerintah dengan peran serta masyarakat yang meliputi: a. Pencegahan, dengan melakukan PSN. b. Penemuan, pertolongan, dan pelaporan. c. Penyelidikan epidemiologi dan pengamatan penyakit. d. Penanggulangan seperlunya.
Universitas Sumatera Utara
22
e. Penanggulangan lain. f. Penyuluhan kesehatan.
2.4 1.
Kegiatan Pokok Pengendalian Demam Berdarah (DBD) Surveilans Epidemiologi Surveilans
pada pengendalian DBD meliputi kegiatan surveilans kasus
secara aktif maupun pasif, surveilans vektor, surveilans laboratorium dan surveilans terhadap faktor resiko penularan penyakit seperti pengaruh curah hujan, kenaikan suhu dan kelembaban serta surveilans akibat adanya perubahan iklim (climate change). 2.
Penemuan dan Tatalaksana Kasus Penyediaan sarana dan prasarana untuk melakukan pemeriksaan dan penanganan penderita di puskesmas dan rumah sakit.
3.
Pengendalian Vektor Upaya pengendalian vektor dilaksanakan pada fase nyamuk dewasa dan jentik nyamuk. Pada fase nyamuk dewasa dilakukan dengan cara pengasapan untuk memutuskan rantai penularan antara nyamuk yang terinfeksi kepada manusia. Pada fase jentik dilakukan upaya PSN dengan kegiatan 3M Plus: a)
Secara fisik dengan menguras, menutup dan memanfaatkan barang bekas.
b)
Secara kimiawi dengan larvasidasi.
c)
Secara biologis dengan pemberian ikan.
Universitas Sumatera Utara
23
d)
Cara lainnya (menggunakan obat nyamuk bakar, kelambu, memasang kawat kasa, dll)
Kegiatan pengalaman vektor di lapangan dilakukan dengan cara: a)
Mengaktifkan peran dan fungsi Juru Pemantau Jentik (Jumantik) dan di monitor oleh petugas pukesmas.
b)
Melaksanakan bulan bakti “Gerakan 3M” pada saat sebelum musim penularan.
c)
Pemeriksaan Jentik Berkala (PJB) setiap tiga bulan sekali dan di laksanakan oleh petugas puskesmas.
d)
Pemantauan Wilayah Setempat (PWS) dan dikomunikasikan kepada pimpinan wilayah pada rapat bulanan Kelompok Kerja Operasional (POKJANAL) DBD, yang menyangkut hasil pemeriksaan Angka Bebas Jentik (ABJ).
4.
Peningkatan Peran Serta Masyarakat Sasaran peran serta masyarakat terdiri dari keluarga melalui peran PKK dan organisasi Kemasyarakatan atau LSM, murid sekolah melalui UKS dan pelatihan guru, tatanan institusi (kantor, tempat-tempat umum dan tempat ibadah).
5.
Sistem Kewaspadaan Dini (SKD) dan Penanggulangan KLB Upaya SKD DBD ini sangat penting dilakukan untuk mencegah terjadinya KLB dan apabila telah terjadi KLB dapat segera ditanggulangi dengan cepat dan
tepat.Upaya
dilapangan
yaitu
dengan
melaksanakan
kegiatan
Penyelidikan Epidemiologi (PE) dan penanggulangan seperlunya meliputi
Universitas Sumatera Utara
24
fogging fokus, penggerakan masyarakat dan penyuluhan untuk PSN serta larvasidasi 6.
Penyuluhan Promosi kesehatan tentang penyakit DBD tidak hanya menyebarkan leaflet atau poster tetapi juga kearah perubahan perilaku dalam pemberantasan sarang nyamuk sesuai dengan kondisi setempat.
7.
Kemitraan/Jejaring Kerja Didasari bahwa penyakit DBD tidak dapat diselesaikan hanya oleh sektor kesehatan saja, tetapi peran lintas program dan lintas sektor terkait sangat besar. Wadah kemitraan telah terbentuk melalui KEPMENKES 581/1992 dan KEPMENDAGRI 44/1994 dengan nama kelompok kerja operasional (POKJANAL). Organisasi ini merupakan wadah koordinasi dan jejaring kemitraan dalam pengendalian DBD.
8.
Capacity Building Peningkatan kapasitas dari sumber daya baik manusia maupun sarana dan prasarana sangat mendukung tercapainya target dan indikator dalam pengendalian
DBD.
Sehingga
sosialisasi/penyegaran/pelatihan
secara
kepada
rutin
petugas
dari
perlu
diadakan
tingkat
kader,
puskesmas sampai dengan pusat. 9.
Penelitian dan Survei Penelitian dan upaya pengembangan kegiatan pengendalian tetap terus dilaksanakan oleh berbagai pihak antara lain: Universitas, Rumah Sakit, Litbang, LSM, dll. Penelitian ini menyangkut beberapa aspek yaitu
Universitas Sumatera Utara
25
bionomik vektor, penanganan kasus, laboratorium, perilaku, obat herbal, dan saat ini sedang dilakukan uji coba terhadap vaksin DBD. 10.
Monitoring dan Evaluasi Monitoring dan evaluasi ini dilaksanakan secara berjenjang dari tingkat kelurahan atau desa sampai ke pusat yang menyangkut pelaksanaan pengendaliaan DBD, dimulai dari input, proses, ouput, dan outcome yang dicapai pada setiap tahun (Ditjen PP & PL, 2014).
2.5
Tata Laksana Penanggulangan Demam Berdarah Dengue (DBD) Setiap diketahui adanya penderita DBD, segera ditindaklanjuti dengan
kegiatan Penyelidikan Epidemiologi (PE) dan KLB dapat dicegah.Selanjutnya dalam melaksanakan kegiatan pemberantasan DBD sangat diperlukan peran serta masyarakat,
baik
untuk
membantu
kelancaran
pelaksanaan
kegiatan
pemberantasan maupun dalam memberantas jentik nyamuk penularnya. 2.5.1
Penyelidikan Epidemiologi (PE) Penyelidikan Epidemiologi adalah kegiatan pencarian penderita DBD atau
tersangka DBD lainnya dan pemeriksaan jentik nyamuk penular DBD di tempat tinggal penderita dan rumah/bangunan sekitar, termasuk tempat-tempat umum dalam radius sekurang-kurangnya 100 meter. Tujuan umum dari Penyelidikan Epidemiologi adalah untuk mengetahui potensi
penularan
dan
penyebaran
DBD
lebih
lanjut
serta
tindakan
penanggulangan yang perlu dilakukan di wilayah sekitar tempat tinggal penderita, dan tujuan khususnya adalah untuk mengetahui adanya penderita dan tersangka
Universitas Sumatera Utara
26
DBD lainnya, mengetahui ada/tidaknya jentik nyamuk penular DBD, dan menentukan jenis tindakan (penanggulangan fokus) yang akan dilakukan. (Ditjen PP & PL, 2014). 2.5.2
Penanggulangan Fokus Penanggulangan Fokus adalah kegiatan pemberantasan nyamuk penular
DBD yang dilaksanakan dengan melakukan pemberantasan sarang nyamuk demam berdarah dengue (PSN DBD), larvasidasi, penyuluhan dan pengabutan panas (pengasapan/fogging) dan pengabutan dingin (ULV) menggunakan insektisida. Penanggulangan fokus dilaksanakan untuk membatasi penularan DBD dan mencegah terjadinya KLB di lokasi tempat tinggal penderita DBD dan rumah/bangunan sekitar serta tempat-tempat umum berpotensi menjadi sumber penularan DBD lebih lanjut. 2.5.2.1 Kriteria Penanggulangan Fokus 1. Bila ditemukan penderita DBD lainnya (1 atau lebih) atau ditemukan 3 atau
lebih
tersangka
DBD
dan
ditemukan
jentik
≥
5%
dari
rumah/bangunan yang diperiksa, maka dilakukan penggerakan masyarakat dalam PSN DBD, larvasidasi, penyuluhan dan pengasapan dengan insektisida dirumah penderita DBD dan rumah/bangunan sekitarnya radius 200 meter sebanyak dua siklus dengan interval satu minggu. 2. Bila tidak ditemukan penderita lainnya seperti tersebut di atas, tetapi ditemukan jentik, maka dilakukan penggerakan masyarakat dalam PSN DBD, larvasidasi dan penyuluhan.
Universitas Sumatera Utara
27
3. Bila tidak ditemukan penderita lainnya seperti tersebut diatas dan tidak ditemukan jentik, maka dilakukan penyuluhan kepada masyarakat. Langkah – Langkah Pelaksanaan Kegiatan: 1. Setelah kades/lurah menerima laporan hasil PE dari puskesmas dan rencana koordinasi penanggulangan fokus, meminta ketua RW/RT agar membantu kelancaran pelaksanaan penanggulangan fokus 2. Ketua RW/RT menyampaikan jadwal kegiatan yang diterima dari petugas puskesmas setempat dan mengajak warga untuk berpartisipasi dalam kegiatan-kegiatan penanggulangan fokus. 3. Kegiatan penanggulangan fokus sesuai hasil PE: a. Penggerakan masyarakat dalam PSN DBD dan larvasidasi 1. Ketua RW/RT, Toma (tokoh masyarakat) dan kader memberikan pengarahan langsung kepada warga pada waktu pelaksanaan PSN DBD 2. Penyuluhan dan penggerakan masyarakat PSN DBD dan larvasidasi dilaksanakan sebelum dilakukan pengabutan dengan insektisida. b. Penyuluhan Penyuluhan dilaksanakan oleh petugas kesehatan/kader atau kelompok kerja (Pokja) DBD Desa/Kelurahan berkoordinasi dengan petugas puskesmas. c. Pengabutan dengan insektisida
Universitas Sumatera Utara
28
1. Dilakukan oleh petugas puskesmas atau berkerjasama dengan dinas kesehatan kabupaten/kota. Petugas penyemprotan adalah petugas puskesmas atau petugas harian lepas terlatih. 2. Ketua RT, Toma atau kader mendampingi petugas dalam kegiatan pengabutam. (dilapangan tidak hanya mendampingi tapi juga melakukan penyuluhan). 4. Hasil pelaksanaan penanggulangan fokus dilaporkan oleh puskesmas kepada dinas kesehatan kabupaten/kota dengan tembusan kepada camat dan kades/lurah setempat. 5. Hasil kegiatan pengendalian DBD dilaporkan oleh puskesmas kepada dinas kesehatan kabupaten/kota setiap bulan dengan menggunakan formulir K-D. (Ditjen PP & PL, 2014)
2.6
Pelaksanaan Program Penanggulangan Demam Berdarah Dengue (DBD) 1. Penyemprotan insektisida (pengasapan/pengabutan)/ Fogging Pelakasana
: Petugas dinas kesehatan kabupaten/kota, puskesmas, dan tenaga lain yang telah dilatih.
Lokasi
: Meliputi seluruh wilayah terjangkit.
Sasaran
: Rumah dan tempat-tempat umum.
Insektisida
: Sesuai dengan dosis.
Alat
: Hot fogger/mesin pengabut atau ULV
Universitas Sumatera Utara
29
Cara
: - Fogging/ULV dilaksanakan dua siklus dengan interval satu minggu. - Pengasapan dimulai dari rumah bagian belakang lalu depan. - Untuk rumah bertingkat dimulai dari lantai atas. - Selanjutnya diluar rumah jangan melawan arah angin. - Penyemprotan dilakukan dua siklus interval 5-7 hari.
Operasional
: - Sasaran fogging; rumah/bangunan dan halaman/pekarangan sekitarnya. - Waktu operasional: pagi hari atau sore (Ae. aegypti). - Kecepatan gerak fogging; seperti orang berjalan biasa (23 km/jam). - Temperatur udara ideal: 18oC, maksimal 28oC. - Fogging di dalam rumah; dimulai dari ruangan yang paling belakang, jendela dan pintu ditutup kecuali pintu depan untuk keluar masuk petugas. - Fogging di luar rumah; tabung pengasap harus searah dengan arah angin, dan petugas berjalan mundur. - Penghuni rumah; selama rumah di fog dengan system thermal, semua penghuni supaya berada diluar, setelah fog dalam ruangan menghilang baru para penghuni boleh masuk kembali. (15-30 menit setelah fogging)
Universitas Sumatera Utara
30
- Binatang peliharaan, makanan dan minuman; untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan, maka dianjurkan semua makanan, bahan makanan dan tempat penampungan air minum agar ditutup. - Berdasarkan pengalaman, lama fogging: dari berbagai studi dan pengalaman selama ini untuk rumah dan halaman di daerah urban di Indonesia memakan waktu fogging antara 2-3 menit/rumah. 2. Pemberantasan Sarang Nyamuk Demam Berdarah Dengue (PSN DBD) Gerakan PSN DBD adalah kegiatan terencana yang dilakukan oleh seluruh masyarakat bersama pemerintah dan pemerintah daerah untuk mencegah penyakit DBD melalui kegiatan PSN secara terus menerus dan berkesinambungan. Gerakan PSN DBD ini merupakan kegiatan yang paling efektif untuk mencegah terjadinya penyakit DBD serta mewujudkan kebersihan lingkungan dan perilaku hidup sehat (Ditjen PP & PL, 2014). Pelaksana
: Masyarakat di lingkungan masing-masing.
Lokasi
: Meliputi seluruh wilayah terjangkit dan wilayah sekitarnya yang merupakan satu kesatuan epidemiologis
Sasaran
: Semua tempat potensial bagi perindukan nyamuk: tempat penampungan air, barang bekas (botol, pecahan gelas, ban bekas, dll) lubang pohon/tiang pagar/pelepah pisang, tempat minum burung, alas pot, dispenser, tempat
Universitas Sumatera Utara
31
penampungan air di bawah kulkas dsb, dirumah/bangunan dan tempat umum. Cara
: Melakukan kegiatan 3 M plus
Contoh
: Menguras dan Menyikat TPA Menutup TPA Memanfaatkan atau mendaur ulang barang bekas yang dapat menjadi TPA PLUS : - Menaburkan bubuk larvasida - Memelihara ikan pemakan jentik - Menanam pohon pengusir nyamuk (sereh, zodia, lavender, geranium). - Memakai obat anti nyamuk - Menggunakan kelambu, pasang kawat kasa, dll. - Menggunakan cara lain disesuaikan dengan kearifan lokal.
3. Penyuluhan Dalam program pengendalian DBD strategi promosi kesehatan yang harus dilakukan adalah pemberdayaan masyarakat, pembinaan suasana lingkungan sosialnya, dan advokasi kepada pihak-pihak yang dapat mendukung terlaksananya program pengendalian DBD. Penyuluhan dilakukan oleh dinas kesehatan kabupaten/kota bersama puskesmas. Adapun materi pesan dalam penyuluhan adalah mengenai waspada Nyamuk Demam Berdarah, Gejala demam berdarah,
Universitas Sumatera Utara
32
Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) dengan bebas jentik nyamuk di rumah dan 3 M Plus dengan menggunakan media antara lain media massa cetak dan elektronik (radio, televisi, koran, majalah, situs internet, dan lainlain) serta media tradisional. Hasil yang ingin dicapai adalah adanya opini positif yang berkembang di masyarakat tentang pentingnya pengendalian DBD, semua kelompok potensial di masyarakat ikut menyuarakan dan mendukung pengendalian DBD serta adanya dukungan sumber daya (SDM, Dana, sumber daya lain) dari kelompok potensial masyarakat. (Ditjen PP & PL, 2014).
2.7
Pendekatan Sistem Suatu sistem adalah suatu kesatuan yang utuh dan terpadu dari
berbagai elemen yang berhubungan serta saling mempengaruhi yang dengan sadar dipersiapkan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Dibentuknya suatu sistem pada dasarnya untuk mencapai suatu tujuan tertentu yang telah ditetapkan. Pembentukan suatu sistem memerlukan berbagai unsur atau elemen sedemikian rupa sehingga secara keseluruhan membentuk suatu kesatuan dan secara bersamasama berfungsi untuk mencapai suatu tujuan. Apabila prinsip pokok atau cara kerja sistem ini diterapkan pada waktu menyelenggarakan pekerjaan administrasi, maka prinsip pokok atau cara kerja ini dikenal dengan nama pendekatan sistem (system approach) (Azwar, 1996). Pendekatan sistem telah dikembangkan sejak awal 1960an. Pendekatan
Universitas Sumatera Utara
33
sistem dalam manajemen dikembangkan untuk membantu manajer mampu berpikir secara holistik dan komprehensif dalam mengantisipasi perubahan lingkungan yang terjadi dengan sangat cepat dan sulit diperkirakan. Perubahan lingkungan manajemen muncul akibat pesatnya perkembangan ilmu dan teknologi (Muninjaya, 2011). Menurut Azwar (1996) prinsip pokok pendekatan sistem dalam manajemen memiliki dua tujuan, yaitu a) Membentuk sesuatu, sebagai hasil dari pekerjaan manajemen. b) Menguraikan sesuatu yang telah ada dalam manajemen, biasanya dikaitkan dengan kehendak untuk mencari jalan keluar yang tepat. Secara sederhana, komponen sebuah sistem terdiri dari masukan (input), proses (process), keluaran (output), umpan balik (feed back), dampak (impact) dan lingkungan (environment). Komponen sistem tersebut berhubungan satu sama lain serta saling mempengaruhi. a. Masukan (input) adalah kumpulan bagian atau elemen yang terdapat dalam sistem dan diperlukan agar dapat berfungsinya suatu sistem. b. Proses (process) merupakan kumpulan bagian atau elemen yang terdapat dalam sistem dan yang berfungsi untuk mengubah masukan menjadi keluaran yang direncanakan. c. Keluaran (ouput) adalah kumpulan bagian atau elemen yang dihasilkan dari berlangsungnya proses dalam sistem. d. Umpan balik (feed back) adalah kumpulan bagian atau elemen yang merupakan keluaran dari sistem dan sekaligus sebagai masukan bagi sistem tersebut.
Universitas Sumatera Utara
34
e. Dampak (impact) merupakan akibat yang dihasilkan oleh keluaran suatu sistem. f. Lingkungan (environment) merupakan dunia di luar sistem yang tidak dikelola oleh sistem tetapi mempunyai pengaruh besar terhadap sistem Hubungan elemen-elemen dalam sistem dapat digambarkan sebagai berikut:
LINGKUNGAN
MASUKAN
PROSES
KELUARAN
DAMPAK
UMPAN BALIK Gambar 2.1 Hubungan Unsur-unsur Suatu Sistem (Azwar, 1996)
Dalam program kesehatan, komponen sebuah sistem terdiri dari masukan (input), proses (process), keluaran (output),
effect dan out-come/impact
(Muninjaya, 2011). a. Masukan (input) dalam program kesehatan terdiri dari 6 M yaitu : Man (staf), Money (dana untuk kegiatan program), Material (peralatan yang dibutuhkan, termasuk
logistik),
Method
(ketrampilan,
prosedur
kerja,
peraturan,
kebijaksanaan, dsb), Minute (jangka waktu pelaksanaan kegiatan program), Market (sasaran masyarakat yang akan diberikan pelayanan program serta persepsinya). b. Proses (process) terdiri dari Perencanaan, Pengorganisasian, Penggerakan dan Pelaksanaan program, pengawasan dan pengendalian untuk kelancaran kegiatan dari program kesehatan.
Universitas Sumatera Utara
35
c. Keluaran (output) dapat berupa cakupan kegiatan program. d. Effect yaitu perubahan pengetahuan, sikap dan perilaku masyarakat yang diukur dengan peran serta masyarakat untuk memanfaatkan pelayanan kesehatan yang tersedia. e. Outcome (impact) merupakan dampak program yang diukur dengan peningkatan status kesehatan masyarakat yaitu : tingkat dan jenis morbiditas (kejadian sakit), mortalitas (tingkat kematian spesifik berdasarkan sebab penyakit tertentu, serta indikator yang paling peka untuk menentukan status kesehatan di suatu wilayah. Beberapa keuntungan menerapkan pendekatan sistem dalam manajemen adalah sebagai berikut : (Azwar, 1996) a) Jenis dan jumlah masukan dapat diatur dan disesuaikan dengan kebutuhan, dengan demikian pemborosan sumber, tata cara, dan kesanggupan yang sifatnya selalu terbatas, akan dapat dihindari. b) Proses yang dilaksanakan dapat diarahkan untuk mencapai keluaran, sehingga dapat dihindari pelaksanaan kegiatan yang tidak diperlukan. c) Keluaran yang dihasilkan dapat lebih optimal serta dapat diukur secara lebih tepat dan objektif. d) Umpan balik dapat diperoleh pada setiap tahap pelaksanaan program.
Universitas Sumatera Utara
36
2.8
Komponen Dalam Program Penanggulangan Demam Berdarah Dengue (DBD).
2.8.1
Masukan (Input)
2.8.1.1 Sumber Daya Manusia Dalam menjalankan kegiatan yang telah ditetapkan dibutuhkan sumber daya manusia (SDM)/tenaga yang nantinya akan menjalankan program untuk mencapai tujuan. Menurut Flippo (1996) sumber daya yang terpenting dalam suatu organisasi adalah sumber daya manusia (SDM), yaitu orang-orang yang memberikan tenaga, bakat, kreatifitas untuk keberhasilan organisasi. SDM tersebut akan menentukan apakah program tersebut berjalan dengan baik dan lancar. Sumber Daya Manusia (SDM) untuk penanggulangan DBD meliputi petugas kesehatan dari dinas kesehatan dan puskesmas yang meliputi Pelaksana surveilans
kasus
DBD,
Kader/PKK/Jumantik,
Pengelola
program
DBD
Puskesmas, Pengelola Program DBD di Dinas Kesehatan Kab/Kota, petugas penyemprot untuk fogging serta tokoh masyarakat dan masyarakat umum. (Ditjen PP&PL, 2014). Dalam
Kepemenkes
Nomor:581/MENKES/SK/VII1992,
untuk
memberantas penyakit demam berdarah dengue diperlukan pembinaan peran serta masyarakat guna mencegah dan membatasi penyebaran penyakit. Pembinaan peran serta masyarakat dilaksanakan dengan penyuluhan dan motivasi kepada masyarakat. Oleh karena itu pemberantasan penyakit demam berdarah dengue
Universitas Sumatera Utara
37
dilaksanakan melalui kerjasama lintas program dan sektoral yang dikoordinasikan oleh kepala wilayah/daerah. 2.8.1.2 Dana Menurut Soedjadi uang adalah faktor yang amat penting di dalam setiap proses pencapaian tujuan, semua kegiatan tidak akan terlaksana tanpa adanya penyediaan uang atau biaya yang cukup. Tersedianya anggaran yang memadai untuk pembiayaan berbagai kegiatan yang telah ditetapkan untuk diselenggarakan dapat menunjang keberhasilan organisasi untuk mencapai tujuannya (Siagian, 1996). Menurut KEPMENKES RI NOMOR:581/MENKES/SK/VII/1992 biaya yang diperlukan untuk pemberantasan penyakit demam berdarah dibebankan kepada masing-masing instansi/lembaga terkait, baik melalui APBN, APBD I, APBD II, swadaya maupun sumber-sumber lain yang sah. Salah satu sumber dana lain untuk kegiatan penanggulangan DBD berasal dari dana Bantuan Operasional Kesehatan (BOK). Bantuan Operasional Kesehatan (BOK) merupakan upaya masyarakat dalam bentuk bantuan dana dari pemerintah melalui Kementerian Kesehatan dalam membantu pemerintahan daerah melaksanakan pelayanan kesehatan sesuai dengan Standar Pelayanan Minimal (SPM) Kesehatan. Bantuan Operasional Kesehatan di Puskesmas dan jaringannya tidak lagi menafikan dan mempunyai tujuan meningkatkan akses dan pemerataan pelayanan kesehatan masyarakat melalui kegiatan promotif dan preventif.
Universitas Sumatera Utara
38
2.8.1.3 Sarana dan Prasarana Untuk melaksanakan kegiatan penanggulangan DBD diperlukan berbagai alat dan bahan. Dalam standar penanggulangan DBD alat dan bahan yang harus tersedia antara lain formulir pemeriksaan jentik, bahan penyuluhan seperti leaflet, poster, formulir Penyelidikan Epidemiologi, alat semprot minimal empat buah per Puskesmas Kecamatan, kendaraan roda empat minimal satu unit, solar dan bensin, insektisida sesuai kebutuhan, alat komunikasi minimal satu unit (Depkes RI, 2002). Menurut Siagian (1996) tersedianya sarana dan prasarana kerja yang jenis, jumlah, dan mutunya sesuai dengan kebutuhan dapat juga mendorong keberhasilan organisasi dalam mencapai tujuan. Suatu organisasi tidak dapat berjalan dengan sempurna tanpa adanya sarana maupun prasaran untuk menggerakkan sumber daya lainnya dalam organisasi. (Azwar, 1996). 2.8.2
Proses (Process) Proses (Process) adalah kegiatan penanggulangan yang dilakukan untuk
menurunkan jumlah kasus DBD yaitu Fogging Focus, Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN), dan Penyuluhan. Proses akan dibahas dengan menggunakan pendekatan manajemen dengan metode POAC yaitu Planning, Organizing, Actuating, and Controlling. a. Perencanaan (Planning) Perencanaan tingkat puskesmas akan memberikan pandangan menyeluruh terhadap semua tugas, fungsi dan peranan yang akan dijalankan serta menjadi tuntutan dalam proses pencapaian tujuan
Universitas Sumatera Utara
39
Puskesmas secara efisien dan efektif. Perencanaan puskesmas merupakan inti kegiatan manajemen Puskesmas, karena semua kegiatan manajemen diatur dan diarahkan oleh perencanaan. Dengan perencanaan Puskesmas memungkinkan para pengambil keputusan dan pimpinan Puskesmas untuk menggunakan sumber daya Puskesmas secara berdaya guna dan berhasil guna. Untuk menjadikan organisasi dan manajemen Puskesmas efektif dan berkinerja tinggi diawali dari perencanaan efektif (Sutisna, 2011). Perencanaan dalam sebuah oprganisasi merupakan hal penting yang harus dilakukan agar program-program dalam organisasi tersebut dapat menunjang terlaksananya tujuan dari organisasi yang tentunya ditentukan
bagaimana
cara
seorang
manager
menyusun
sebuah
perencanaan tersebut. Seperti hal yang yang dikatakan oleh Stephen Robins dan Mary Coulter perencanaan adalah sebuah proses yang dimulai dari penetapan tujuan organisasi, menentukan strategi untuk pencapaian tujuan organisasi tersebut secara menyeluruh untuk mengintegrasikan dan mengoordinasikan seluruh pekerjaan organisasi hingga tercapainya tujuan organisasi. Menurut Robbins dan Coulter perencanaan tersebut ada dua macam bentuknya yaitu: Rencana formal adalah rencana tertulis yang telah ditetapkan dan harus dilaksanakan suatu organisasi dalam jangka waktu tertentu dan merupakan rencana bersama anggota korporasi. Maksunya setiap anggota harus mengetahui dan menjalankan rencana itu agar tujuan dapat diwujudkan. Rencana formal ini dibentuk untuk
Universitas Sumatera Utara
40
mengurangi ambiguitas dan menciptakan kesepahaman tentang apa yang harus dilakukan untuk tujuan bersama sebuah organisasi atau perusahaan. Rencana informal adalah rencana yang tidak tertulis dan bukan merupakan tujuan bersama anggota suatu organisasi. Rencana informal ini biasanya mencakup pada kemampuan anggota dalam hubungannya dengan seorang manager. Maksudnya tidak tertulis disini adalah rencana yang tidak ada dalam AD/ART sebuah organisasi, rencana ini bersifat tidak tetap hanya berada pada kondisi tertentu saja. b. Pengorganisasian (Organizing) Pengorganisasian adalah keseluruhan proses pengelompokkan orang-orang, alat-alat, tugas-tugas, tanggung jawab, dan wewenang sedemikian rupa sehingga tercipta suatu organisasi yang dapat digerakkan sebagai suatu kesatuan dalam rangka pencapaian tujuan yang telah ditentukan. Pengorganisasian merupakan langkah pertama ke arah pelaksanaan rencana yang telah tersusun sebelumnya. Pelaksanaan fungsi pengorganisasian menghasilkan suatu organisasi yang dapat digerakkan sebagai suatu kesatuan yang bulat (Siagian, 1997). Melalui fungsi pengorganisasian seluruh sumber daya yang dimiliki oleh organisasi (manusia dan bukan manusia) dapat dipadukan dan diatur untuk dapat digunakan seefisien mungkin untuk mencapai tujuan organisasi yang telah ditetapkan. Disamping itu akan dapat diketahui pembagian tugas untuk perorangan dan untuk kelompok, hubungan organisatoris diantara orang-orang yang ada diorganisaasi,
Universitas Sumatera Utara
41
pendelegasian wewenang, pemanfaatan staf dan fasilitas fisik (Muninjaya, 1999). Pengorganisasian berkaitan dengan struktur organisasi. Struktur organisasi penting dibuat untuk mengetahui tugas-tugas dan kewajiban dari masing-masing staf dan untuk mengetahui mekanisme pelimpahan wewenang (Muninjaya, 199). Struktur organisasi didefinisikan secara luas sebagai ciri-ciri organisasi yang dapat digunakan untuk mengendalikan atau membedakan bagian-bagiannya. Jadi, tujuan struktur organisasi adalah untuk mengendalikan atau membedakan perilaku, menyalurkan dan mengarahkan perilaku untuk mencapai tujuan organisasi (Gibson, 1994). c. Pelaksanaan (Actuating) Pelaksanaan dan penggerakan atau biasa disebut aktuasi Puskesmas merupakan usaha untuk menciptakan iklim kerjasama di antara staf pelaksana program Puskesmas sehingga pelaksanaan program berjalan sesuai rencana dalam rangka pencapaian tujuan Puskesmas. Aktuasi juga merupakan suatu fungsi pembimbingan dan pengarahan pegawai agar pegawai mau dan mampu bekerja dengan rasa tanggung jawab tanpa menunggu perintah dari siapapun. Menurut George R. Terry penggerakan adalah membuat semua kelompok mau bekerjasama dan bekerja secara ikhlas dan bergairah untuk mencapai
tujuan
sesuai
dengan
perencanaan
dan
usaha-usaha
pengorganisasian. Jadi penggerakan merupakan kegiatan yang dilakukan
Universitas Sumatera Utara
42
pimpinan untuk mengatur, membimbing, mengarahkan agar melaksanakan kegiatannya untuk mencapai tujuan (Wijono, 1997). d. Pengawasan (Controlling) Pengawasan adalah proses pengamatan dari pada pelaksanaan seluruh kegiatan organisasi untuk menjamin agar semua pekerjaan yang sedang dilakukan berjalan sesuai dengan rencana yang telah ditentukan sebelumnya. Dari definisi ini jelas terlihat bahwa terdapat hubungan yang erat antara perencanaan dan pengawasan (Siagian, 1997). Melalui fungsi pengawasan, standar keberhasilan program yang telah dibuat dalam bentuk target, prosedur kerja, dan sebagainya harus selalu dibandingkan dengan hasil yang telah dicapai atau yang mampu dikerjakan oleh staf. Pemimpin bisa mendapatkan data pada saat melakukan pengawasan dengan tiga cara: pengamatan langsung, laporan lisan dari staf atau pengaduan masyarakat, dan laporan tertulis dari staf. Menurut Robert J. Mockler dalam Handoko (1999) dengan adanya pengawasan dapat ditetapkan dan diukur penyimpangan-penyimpangan serta mengambil tindakan koreksi yang diperlukan untuk menjamin bahwa sumber daya organisasi digunakan dengan cara yang paling efektif dan efisien dalam pencapaian tujuan organisasi. Jika pengawasan dilakukan secara tepat maka organisasi akan memperoleh banyak manfaat diantaranya dapat mengetahui apakah suatu kegiatan telah dilaksanakan sesuai standar atau rencana yang telah ditetapkan sehingga efisiensi program dapat diketahui, diketahuinya penyimpangan pada pelaksanaan
Universitas Sumatera Utara
43
tugas yang dilakukan oleh para petugas sehingga pimpinan dapat merancang suatu pendidikan dan pelatihan yang akan meningkatkan pengetahuan dan keterampilan dari petugas (Muninjaya, 1999). 2.8.3
Keluaran (Output) Keluaran hasil dari pelaksanaan program penanggulangan DBD,
diharapkan terlaksananya program penanggulangan DBD yang optimal untuk menurunkan jumlah kasus DBD.
2.9
Kerangka Pikir Pada dasarnya keberhasilan pelaksanaan program penanggulangan
DBD dapat diukur melalui indikator masukan, proses, dan keluaran. Oleh karena itu kerangka pikir dapat digambarkan sebagai berikut:
Keluaran (Output) :
Proses (Process) : Masukan (Input) : 1. SDM 2. Pendanaan 3. Sarana dan Prasarana
POAC
Terlaksananya program penanggulangan DBD yang optimal untuk menurunkan jumlah kasus DBD
1. Fogging Focus 2. Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) 3. Penyuluhan
Gambar 2.2 Kerangka Pikir Penelitian
Universitas Sumatera Utara
44
Berdasarkan gambaran diatas maka kerangka pikir penelitian dapat dirumuskan sebagai berikut: 1. Masukan (Input) adalah segala sesuatu yang dibutuhkan untuk melaksanakan program
penanggulangan DBD agar terlaksana dengan optimal, meliputi
SDM, metode, sarana dan prasarana. a. SDM adalah tenaga kesehatan yang telah mendapat pelatihan untuk melaksanakan program penanggulangan DBD serta sumber daya lain yang telah mendapat pelatihan untuk terlibat dalam pelaksanaan program penanggulangan DBD. b. Pendanaan adalah dana yang digunakan untuk melaksanakan program penanggulangan DBD. c. Sarana dan Prasarana yaitu segala sesuatu yang diperlukan untuk mendukung pelaksanaa program penanggulangan DBD. 2. Proses (Process) adalah kegiatan penanggulangan yang dilakukan untuk menurunkan jumlah kasus DBD yaitu Fogging Focus, Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN), dan Penyuluhan. Proses akan dibahas dengan menggunakan pendekatan manajemen dengan metode POAC yaitu Planning, Organizing, Actuating, and Controlling. 3. Keluaran (Output) adalah hasil dari pelaksanaan program penanggulangan DBD, diharapkan terlaksananya program penanggulangan DBD yang optimal untuk menurunkan jumlah kasus DBD.
Universitas Sumatera Utara