BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. KONSEP PERPAJAKAN 1. Pengertian Pajak Menurut Waluyo (2013: 2) pembangunan nasional adalah kegiatan yang berlangsung secara terus menerus dan berkesinambungan yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat. Salah satu usaha untuk mewujudkan kemandirian suatu negara dalam pembiayaan pembangunan yaitu menggali sumber dana yang berasal dari dalam negeri berupa pajak. Pajak digunakan untuk membiayai pembangunan yang berguna bagi kepentingan bersama. Menurut Undang Undang Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2009 tentang Ketentuan Umum dan Tatacara Perpajakan, Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan undang undang, dengan tidak mendapat imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar besarnya kemakmuran rakyat.
2. Fungsi Pajak Menurut Mardiasmo (2011: 1-2) ada dua fungsi pajak, yaitu: a.
Fungsi budgetair pajak sebagai sumber dana bagi pemerintah untuk membiayai pengeluaran pengeluarannya;
b. Fungsi mengatur (regulerend) pajak sebagai alat untuk mengatur atau melaksanakan kebijaksanaan pemerintah dalam bidang sosial dan ekonomi Contoh : 1) Pajak yang tinggi dikenakan terhadap minuman keras untuk mengurangi konsumsi minuman keras; 2) Pajak yang tinggi dikenakan terhadap barang barang mewah untuk mengurangi gaya hidup konsumtif; 3) Tarif pajak untuk ekspor sebesar 0%, untuk mendorong ekspor produk Indonesia di pasar dunia. 1
3. Pengelompokan Pajak Menurut Mardiasmo (2011: 5-6) pajak dikelompokkan menjadi beberapa macam, yaitu: a. Menurut Golongannya 1) pajak langsung, yaitu pajak yang harus dipikul sendiri oleh wajib pajak dan tidak dapat dibebankan atau dilimpahkan kepada orang lain; Contoh : Pajak penghasilan. 2) pajak tidak langsung, yaitu pajak yang pada akhirnya dapat dibebankan atau dilimpahkan kepada orang lain Contoh : Pajak Pertambahan Nilai. b. Menurut Sifatnya 1) pajak subjektif, yaitu pajak yang berpangkal atau berdasarkan pada subjeknya, dalam arti memperhatikan keadaan diri wajib pajak Contoh : Pajak penghasilan. 2) pajak objektif, yaitu pajak yang berpangkal pada objeknya, tanpa memperhatikan keadaan wajib pajak Contoh : Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah. c. Menurut lembaga pemungutnya 1) pajak pusat, yaitu pajak yang dipungut oleh pemerintah pusat dan digunakan untuk membiayai rumah tangga negara Contoh : Pajak penghasilan, Pajak Pertambahan Nilai, Pajak Penjualan atas Barang Mewah, dan Bea Materai. 2) pajak daerah, yaitu pajak yang dipungut oleh Pemerintah Daerah dan digunakan untuk membiayai rumah tangga daerah. Pajak Daerah terdiri atas: (a) pajak provinsi, contoh : Pajak Kendaraan Bermotor dan Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor; (b) pajak kabupaten/kota, contoh : Pajak Hotel, Pajak Restoran, dan Pajak Hiburan.
4. Syarat Pemugutan Pajak
2
Menurut Mardiasmo (2011: 6-8) agar pemungutan pajak tidak menimbulkan hambatan dan perlawanan, maka pemungutan pajak harus memenuhi syarat sebagai berikut: a. Pemungutan Pajak harus adil (Syarat Keadilan) Sesuai dengan tujuan hukum, yaitu mencapai keadilan, undang undang dan pelaksanaan pemungutan harus adil. Adil dalam perundang undangan diantaranya mengenakan pajak secara umum dan merata, serta disesuaikan dengan kemmpuan masing masing. Sedangkan adil dalam pelaksanaannya yaitu dengan memberikan hak bagi wajib pajak untuk mengajukan keberatan, penundaan dalam pembayaran dan mengajukan banding kepada Majelis Pertimbangan Pajak. b. Pemungutan pajak harus berdasarkan Undang Undang (Syarat Yuridis) Di Indonesia, pajak diatur dalam UUD 1945 pasal 23 ayat 2. Hal ini memberikan jaminan hukum untuk menyatakan keadilan, baik bagi negara maupun warganya. ]
c. Tidak mengganggu perekonomian (Syarat Ekonomis) Pemungutan pajak tidak boleh mengganggu kelancaran kegiatan produksi maupun perdagangan, sehingga tidak menimbulkan kelesuan perekonomian masyarakat; d. Pemungutan ajak harus efisien (Syarat Finansiil) Sesuai fungsi budgetair, biaya pemungutan pajak harus dapat ditekan sehingga lebih rendah dari hasil pemungutannya. e. Sistem pemungutan pajak harus sederhana Sistem pemungutan pajak yang sederhana akan memudahkan dan mendorong masyarakat dalam memenuhi kewajiban perpajakannnya. Syarat ini telah dipenuhi oleh undang undang perpajakan yang baru.
5. Hukum Perpajakan Menurut Mardiasmo (2011: 5) hukum pajak mengatur hubungan antara pemerintah (fiscus) selaku pemungut pajak dengan rakyat sebagai wajib pajak. Ada dua macam hukum pajak, yaitu: a. Hukum Pajak Materiil
3
Hukum Pajak materiil memuat norma norma yang menerangkan antara lain keadaan, perbuatan, peristiwa hukum yang dikenai pajak (objek pajak), siapa yang dikenakan pajak (subjek), berapa besar pajak yang dikenakan (tarif), segala sesuatu tentang timbul dan hapusnya utang pajak, dan hubungan hukum antara penerimaan dan wajib pajak. Contoh : Undang Undang Pajak Penghasilan. b. Hukum Pajak Formil Hukum Pajak Formil memuat bentuk atau tatacara untuk mewujudkan hukum materiil menjadi kenyataan (cara melaksanakan hukum pajak materiil). Hukum ini memuat antara lain. 1) tatacara penyelenggaraan (prosedur) penetapan suatu utang pajak; 2) hak hak fiscus untuk mengadakan pengawasan terhadap para wajib pajak mengenai keadaan , perbuatan dan peristiwa yang menimbulkan utang pajak; 3) kewajiban
wajib
pajak
misalnya
menyelenggarakan
pembukuan/pencatatan, dan hak hak wajib pajak misalnya mengajukan keberatan dan banding. Contoh : Ketentuan Umum dan Tatacara Perpajakan.
6. Tatacara Pemungutan Pajak a. Stelsel Pajak Menurut Mardiasmo (2011: 6) pemungutan pajak dapat dilakukan berdasarkan tiga stelsel: 1) Stelsel Nyata (riel stelsel) pengenaan pajak didasarkan pada objek (penghasilan yang nyata), sehingga pemungutannya baru dapat dilakukan pada akhir tahun pajak, yaitu setelah penghasilan yang sesungguhnya diketahui. Kelebihan stelsel ini adalah pajak yang dikenakan lebih realistis. Sedangkan kelemahannya adalah pajak baru dapat dikenakan pada akhir periode (setelah penghasilan riil diketahui). 2) Stelsel Anggapan (fictieve stelsel) pengenaan pajak didasarkan pada suatu anggapan yang diatur oleh undang undang. Misalnya, penghasilan suatu tahun dianggap sama dengan tahun
4
sebelumnya, sehingga pada awal tahun pajak sudah dapat ditetapkan besarnya pajak yang terutang untuk tahun pajak berjalan. Kebaikan stelsel ini adalah pajak dapat dibayar selama tahun berjalan, tanpa harus menunggu pada akhir tahun. Sedangkan kelemahannya adalah pajak yang dibayar tidak berdasarkan pada keadaan yang sesungguhnya. 3) Stelsel Campuran stelsel ini merupakan kombinasi antara stelsel nyata dan stelsel anggapan pada awal tahun besar pajak dihitung berdasarkan suatu anggapan, kemudian pada akhir tahun besarnya pajak disesuaikan dengan kadaan yang sebenarnya. Apabila besarnya pajak menurut kenyataan lebih besar daripada pajak menurut anggapan, maka wajib pajak harus menambah. Sebaliknya, jika lebih kecil kelebihannya dapat diminta kembali.
b. Asas Pemungutan Pajak Menurut Mardiasmo (2011: 7) Asas pemungutan pajak ada tiga macam, yaitu: 1) Asas Domisili (asas tempat tinggal) negara berhak mengenakan pajak atas seluruh penghasilan wajib pajak yang bertempat tinggal di wilayahnya, baik penghasilan yang berasal dari dalam maupun dari luar negeri. Asas ini berlaku untuk wajib pajak dalam negeri; 2) Asas Sumber negara berhak mengenakan pajak atas penghasilan yang bersumber diwilayahnya tanpa memperhatikan tempat tinggal wajib pajak. 3) Asas Kebangsaan Pengenaan pajak dihubungkan dengan kebangsaan suatu negara. Sedangkan menurut Waluyo (2013: 15-16) asas pemungutan pajak dibagi menjadi beberapa asas, yaitu sebagai berikut: 1) Asas menurut Falsafah Hukum Hukum pajak harus mendasarkan pada keadilan. Selanjutnya keadilan ini sebagai asas pemungutan pajak. Untuk menyatakan keadilan kepada negara, muncul beberapa teori dasar mengenai pemungutan pajak, yaitu : (a) Teori Asuransi Dalam perjanjian asuransi diperlukan pembayaran premi. Premi tersebut dimaksudkan sebagai pembayaran atas usaha melindungi 5
orang dari segala kepentingannya. Misalnya keselamatan atau keamanan
harta
bendanya.
Teori
asuransi
ini
menyamakan
pembayaran premi dengan pembayaran pajak. (b) Teori Kepentingan Teori kepentingan ini memperhatikan beban pajak yang harus dipungut dari masyarakat. Pembebanan ini harus didasarkan pada kepentingan
setiap
orang
pada
tugas
pemerintah
termasuk
perlindungan jiwa dan hartanya. Oleh karena itu, pengeluaran negara untuk melindunginya dibebankan kepada masyarakat. (c) Teori Gaya Pikul Teori ini mengandung maksud bahwa dasar keadilan pemungutan pajak terletak pada jasa jasa yang diberikan oleh negara kepada masyarakat berupa perlindungan jiwa dan harta bendanya. Oleh karena itu, untuk kepentingan perlindungan, maka masyarakat akan membayar pajak menurut gaya pikul seseorang. (d) Teori Bakti Teori ini disebut juga teori kewajiban pajak mutlak. Teori ini berdasarkan pada negara mempunyai hak mutlak untuk memungut pajak. Dilain pihak, masyarakat menyadari bahwa pembayaran pajak sebagai suatu kewajiban untuk membuktikan tanda baktinya kepada negara. Dengan demikian dasar hukum pajak terletak pada hubungan masyarakat terhadap negara.
(e) Teori Asas Daya Beli. Teori
ini
mendasarkan
bahwa
penyelenggaran
kepentingan
masyarakat yang di anggap sebagai dasar keadilan pemungutan pajak yang bukan kepentingan individu atau Negara, sehingga lebih menitik beratkan pada fungsi mengatur. 2) Asas Yuridis Untuk menyatakan suatu keadilan, hukum pajak harus meberikan jaminan hukum kepada Negara atau warganya. Oleh karena itu, pemungutan pajak harus di dasarkan pada undang undang. Landasan hukum pemungutan
6
pajak di Indonesia adalah pasal 23A Amandemen Undang Undang Dasar 1945. 3) Asas Ekonomis Pajak mempunyai fungsi regular dan fungsi budgeter. Asas Ekonomi ini lebih menekankan pada pemikiran bahwa Negara menghendaki agar kehidupan ekonomi masyarakat agar terus meningkat. Untuk itu, pemungutan pajak harus diupayakan tidak menghambat kelancaran ekonomi, sehingga kehidupan ekonomi tidak terganggu. 4) Asas Pemungutan Pajak Lainnya Terdapat tiga asas yang digunakan untuk memungut pajak dalam pajak penghasilan, adalah sebagai berikut: (a) Asas Tempat Tinggal Negara-negara mempunyai hak untuk memungut atas seluruh penghasilan wajib pajak berdasarkan tempat tinggal wajib pajak. Wajib pajak yang bertempat tinggal di Indonesia dikenai pajak atas penghasilan yang diterima atau diperoleh yang berasal dari Indonesia atau yang berasal dari luar negeri (Pasal 4 Undang-Undang Pajak Pengahasilan). (b) Asas Kebangsaan Pengenaan pajak dihubungkan dengan suatu Negara. Asas ini diberlakukan kepada setiap orang asing yang bertempat tinggal di Indonesia untuk membayar pajak. (c) Asas Sumber Negara mempunyai hak untuk memungut pajak atas penghasilan yang bersumber pada suatu Negara yang memungut pajak. Dengan demikian Wajib pajak menerima atau memperoleh penghasilan dari Indonesia di kenakan pajak di Indonesia tanpa memperhatikan tempat tinggal wajib pajak.
c. Sistem Pemungutan Pajak Menurut Mardiasmo (2011: 7-8) sistem pemungutan pajak terdapat tiga macam cara: 1) Official Assessment System
7
Official Assesment system adalah suatu sistem pemungutan yang memberi wewenang kepada pemerintah (fiscus) untuk menentukan besarnya pajak yang terutang oleh wajib pajak. Ciri cirinya: (a) wewenang untuk menentukan besarnya pajak terutang ada pada fiscus; (b) wajib pajak bersifat pasif; (c) utang pajak timbul setelah dikeluarkan surat ketetapan pajak oleh fiscus. 2) Self Assessment System Self Assessment System adalah suatu sistem pemungutan pajak yang member wewenang kepada wajib pajak untuk menentukan sendiri besarnya pajak yang terutang. Ciri cirinya: (a) wewenang untuk menentukan besarnya pajak terutang ada pada wajib pajak sendiri. (b) wajib pajak aktif, mulai dari menghitung, menyetor dan melaporkan sendiri pajak yang terutang. (c) fiscus tidak ikut campur dan hanya mengawasi. 3) With Holding System With Holding System adalah sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang pihak ketiga (bukan fiscus dan bukan wajib pajak yang bersangkutan) untuk menentukan besarnya pajak yang terutang oleh wajib pajak. Ciri ciri : wewenang menentukan besarnya pajak yang terutang ada pada pihak ketiga, pihak selain fiscus dan wajib pajak.
7. Tarif Pajak Menurut Mardiasmo (2011: 9-10) Terdapat empat macam tarif pajak: a. Tarif Sebanding/proporsional Tarif sebanding/proporsional adalah tarif berupa presentase yang tetap, terhadap berapapun jumlah yang dikenai pajak sehingga besarnya pajak yang terutang sebanding terhadap besarnya nilai yang dikenai pajak. b. Tarif Tetap 8
Tarif tetap adalah tarif berupa jumlah yang tetap (sama) terhadap berapapun jumlah yang dikenai pajak sehingga besarnya pajak yang terutang tetap. c. Tarif Progresif Tarif progresif adalah presentase tarif yang digunakan semakin besar bila jumlah yang dikenai pajak semakin besar. d. Tarif Degresif Tarif degresif adalah presentasi tarif yang di gunakan semakin kecil bila jumlah yang dikenai pajak semakin besar.
B. KEPATUHAN WAJIB PAJAK 1. Pengertian Kepatuhan Pajak Menurut Widodo (2010: 68) Kepatuhan pajak merupakan persoalan laten dan aktual yang sejak dulu ada di perpajakan. Tingkat kepatuhan pajak digunakan untuk mengukur kinerja sebuah kantor pajak. Kepatuhan perpajakan adalah suatu keadaan dimana wajib pajak memenuhi kewajiban perpajakannya sesuai dengan ketentuan dalam undang undang perpajakan.
2. Macam-macam Kepatuhan Pajak Menurut Widodo (2010: 70-72), terdapat dua macam tingkat kepatuhan, yaitu: a. Kepatuhan Formal Kepatuhan formal adalah suatu keadaan dimana wajib pajak memenuhi kewajibannya secara formal sesuai dengan ketentuan dalam undang undang perpajakan. Misalnya ketentuan tentang batas waktu penyampaian SPT PPh tahunan adalah selambat lambatnya tiga bulan setelah berakhirnya tahun pajak untuk wajib pajak orang pribadi dan empat bulan untuk wajib pajak badan, yang umumnya adalah tanggal 31 Maret dan 30 April. Jika wajib pajak menyampaikan SPT PPh tersebut sebelum batas waktu tersebut maka dapat dikatakan bahwa WP tersebut telah memenuhi kepatuhan formal. b. Kepatuhan Material Kepatuhan material adalah suatu keadaan dimana wajib pajak secara substantif (hakekat) memenuhi semua ketentuan material perpajakan, yakni sesuai isi dan jiwa undang undang perpajakan. Kepatuhan material dapat juga 9
meliputi kepatuhan formal. Jadi, wajib pajak yang memenuhi kepatuhan material dalam mengisi SPT PPh, adalah wajib pajak yang mengisi dengan jujur, baik, dan benar atas SPT tersebut, sehingga sesuai dengan ketentuan dalam Undang Undang perpajakan dan menyampaikannya ke KPP sebelum batas waktu.
C. PAJAK PENGHASILAN 1. Pengertian Pajak Penghasilan Sebagaimana telah diatur dalam Undang-undang Nomor 7 tahun 1983 yang telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang Undang Nomor 36 Tahun 2008, Pajak Penghasilan mengatur pengenaan Pajak Penghasilan terhadap subjek pajak berkenaan dengan penghasilan yang diterima atau diperoleh dalam tahun pajak. Subjek pajak tersebut dikenai pajak apabila menerima atau memperoleh penghasilan. Subjek pajak yang menerima atau memperoleh penghasilan, dalam Undang-undang PPh disebut wajib pajak. Wajib pajak dikenai pajak atas penghasilan yang diterima atau diperolehnya selama satu tahun pajak atau dapat pula dikenai pajak untuk penghasilan dalam bagian tahun pajak apabila kewajiban pajaknya subjeknya dimulai atau berakhir pada tahun pajak.
2. Subjek Pajak Penghasilan Subjek pajak penghasilan berdasarkan Undang undang Nomor 36 Tahun 2008 yaitu: a. Orang Pribadi b. Warisan yang belum terbagi sebagai suatu kesatuan menggantikan yang berhak c. Badan Usaha terdiri atas perseroan terbatas, perseroan komanditer, perseroan lainnya, BUMN/BUMD dengan nama dan bentuk apapun, firma, kongsi, koperasi, dana pensiun, persekutuan, perkumpulan, yayasan, organisasi massa, organisasi social politik, atau organisasi lainnya, lembaga, dan bentuk badan lainnya d. Bentuk Usaha Tetap (BUT).
3. Macam macam Subjek Pajak a. Subjek pajak dalam negeri 10
Subjek pajak dalam negeri terdiri dari: 1) Orang Pribadi Subjek pajak orang pribadi, yaitu: a) orang pribadi yang bertempat tinggal atau berada di Indonesia lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan. Atau; b) orang pribadi yang dalam satu tahun pajak berada di Indonesia dan berniat bertempat tinggal di Indonesia. 2) Badan Subjek pajak badan yaitu: Badan yang didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia, kecuali unit tertentu dari badan pemerintah yang memenuhi kriteria: a) pembentukannya
berdasarkan
ketentuan
peraturan
perundang
undangan; b) pembiayaannya bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah; c) penerimaannya dimasukkan dalam anggaran pemerintahan pusat atau pemerintah daerah; dan d) pembukuannya diperiksa oleh aparat pengawasan fungsional Negara. b. Subjek pajak luar negeri Subjek pajak luar negeri terdiri atas: a) Orang pribadi orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia, orang pribadi yang berada di Indonesia tidak lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan; b) Badan badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia, yang menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui bentuk usaha tetap di Indonesia.
4. Wajib pajak penghasilan Wajib Pajak adalah a. Wajib pajak penghasilan dalam negeri terdiri dari: 1) Orang pribadi 11
subjek pajak orang pribadi dalam negeri menjadi wajib pajak apabila telah menerima atau memperoleh penghasilan yang besarnya melebihi Penghasilan Tidak Kena Pajak; 2) Badan Subjek pajak badan dalam negeri menjadi wajib pajak sejak saat didirikan, atau bertempat kedudukan di Indonesia. b. Wajib pajak luar negeri subjek pajak luar negeri baik orang pribadi maupun badan sekaligus menjadi wajib pajak karena menerima dan/atau memperoleh penghasilan yang bersumber dari Indonesia atau yang melalui bentuk usaha tetap di Indonesia.
5. Objek Pajak penghasilan Penghasilan merupakan objek pajak. Penghasilan yaitu setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh wajib pajak, baik yang berasal dari Indonesia maupun yang berasal dari luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan wajib pajak yang bersangkutan , dengan nama dan dalam bentuk apapun. Objek Pajak Penghasilan dikelompokkan sebagai berikut: a. penghasilan berkenaan dengan pekerjaan atau jasa yang di terima atau diperoleh seperti gaji, honorarium, tunjangan, bonus, gratifikasi, uang pensiun, penghasilan dari praktik dokter, notaries, akuntan, pengacara, dan sebagainya; b. laba dari usaha atau kegiatan; c. hadiah dari kegiatan atau penghargaan; d. penghasilan dari modal atau penggunaan harta, seperti sewa, bunga, dividen, royalty, keuntungan dari penjualan harta yang tidak digunakan, dan sebagainya; e. penghasilan lain-lain, yaitu penghasilan yang tidak dapat diklasifikasikan ke dalam salah satu dari tiga kelompok penghasilan di atas, seperti: 1) keuntungan karena pembebanan utang; 2) keuntungan karena selisih kurs mata uang asing. 3) selisih lebih karena penilaian kembali aktiva. 4) hadiah undian.
12
6. Tidak termasuk Objek Pajak Penghasilan a. bantuan atau sumbangan; b. harta hibahan yang diterima oleh keluarga sedarah dan instansi lainnya seperti: badan pendidikan, badan keagamaan, badan sosial, koperasi dan sebagainya; c. warisan; d. harta termasuk setoran tunai yang diterima oleh badan sebagai pengganti saham atau penyertaan modal; e. imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang diterima atau diperoleh dalam bentuk natura dan atau kenikmatan dari wajib pajak atau pemerintah; f. pembayaran dari perusahaan asuransi kepada orang pribadi sehubungan dengan asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi dwiguna, dan asuransi beasiswa; g. dividen atau pembagian laba yang diterima atau diperoleh perseroan terbatas sebagai wajib pajak dalam negeri, koperasi, BUMN, atau BUMD, dari penyertaan modal pada badan usaha yang didirikan dan bertempat kedudukan di Indonesia dengan syarat: 1) dividen berasal dari cadangan laba yang ditahan; dan 2) bagi perseoan terbatas, BUMN dan BUMD yang menerima dividen paling rendah 25% dari jumlah modal yang disetor h. dari jumlah modal yang disetor dan harus mempunyai usaha aktif diluar kepemilikan saham tersebut; i. Iuran yang diterima atau dana pension; j. penghasilan dari modal yang telah ditanamkan oleh dana pension; k. bagian laba yang diterima; l. penghasilan yang diterima perusahaan modal berupa laba m. beasiswa n. laba lebih yang diterima atau lembaga nirlaba bidang pendidikan o. bantuan atau santunan.
7. Pemotong Pajak Penghasilan Pasal 21 Pemotong Pajak PPh pasal 21 adalah wajib pajak orang pribadi atau badan, termasuk bentuk usaha tetap, yang mempunyai kewajiban untuk melakukan pemotongan pajak atas penghasilan sehubungan dengan pekerjaan, Jasa, dan 13
kegiatan orang pribadi sebagaimana yang dimaksud dalam pasal 21 Undang Undang Pajak Penghasilan. Pemotong Pajak PPh Pasal 21, yaitu sebagai berikut: a. pemberi kerja yang terdiri dari orang pribadi dan badan, baik merupakan pusat maupun cabang perwakilan atau unit yang membayar gaji, upah, honorarium, tunjangan, dan pembayaran lain dengan nama dan dalam bentuk apapun, sebagai imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang dilakukan oleh pegawai atau bukan pegawai; b. bendahara atau pemegang kas pemerintah, termasuk pemegang kas pada Pemerintah Pusat termasuk institusi TNI/POLRI, Pemerintah Daerah, instansi atau lembaga pemerintah, lembaga lembaga Negara lainnya, dan Kedutaan Besar Republik Indonesia di luar negeri, yang membayar gaji, upah, honorarium, tunjangan dan pembayaran lain dengan nama dan dalam bentuk apapun sehubungan dengan pekerjaan atau jabatan, jasa, dan kegiatan; c. dana pensiun, badan penyelenggara jaminan sosial tenaga kerja, dan badan badan lain yang membayar uang pensiun dan tunjangan hari tua atau jaminan hari tua; d. orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas serta badan yang membayar: 1) honorarium atau imbalan lain sebagai imbalan sehubungan dengan jasa dan ataukegiatan yang dilakukan oleh orang pribadi dengan status Subjek Pajak dalam negeri, termasuk jasa tenaga ahli yang melakukan pekerjaan bebasdan bertindak untuk dan atas namanya sendiri, bukan untuk dan atas nama persekutuannya; 2) honorarium atau pembayaran lain sebagai imbalan sehubungan dengan kegiatan dan jasa yang dilakukan oleh orang pribadi dengan status Subjek Pajak luar negeri; 3) honorarium atau imbalan lain kepada peserta pendidikan, pelatihan, dan magang. e. penyelenggara kegiatan, termasuk badan pemerintah, organisasi yang bersifat nasional dan internasional, perkumpulan, orang pribadi serta lembaga lainnya yang menyelenggarakan kegiatan, yang menyelenggarakan kegiatan, yang membayar honorarium, hadiah, atau penghargaan dalam bentuk apapun kepada Wajib pajak Orang Pribadi dalam Negara berkenaan dengan suatu kegiatan.
14
8. Tidak termasuk Pemotong PPh Pasal 21 Yang bukan termasuk sebagai pemberi kerja yang mempunyai kewajiban untuk melakukan pemotongan PPh Pasal 21 adalah: a. kantor perwakilan Negara Asing; b. organisasi organisasi Internasional yang telah ditetapkan oleh Menteri Keuangan; c. pemberi kerja Orang Pribadi yang tidak melakukankegiatan usaha atau pekerjaan bebas yang semata mata memperkerjakan orang pribadi untuk melakukan pekerjann rumah tangga atau pekerjaan bukan dalam rangka melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas.
9. Pengenaan dan Pemotongan PPh Pasal 21 Dasar pengenaan dan pemotongan PPh Pasal 21 adalah sebagai berikut: a. Penghasilan Kena Pajak (PKP), yang berlaku bagi: 1) pegawai tetap; Bagi pegawai tetap sebesar penghasilan neto dikurangi Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP). Besarnya penghasilan neto yang dipotong PPH Pasal 21 adalah jumlah seluruh penghasilan bruto dikurangi dengan : a. Biaya jabatan, sebesar 5% dari penghasilan bruto, setinggi tingginya Rp 500.000 sebulan atau Rp 6.000.000 setahun b. Iuran yang terkait dengan gaji yang dibayar oleh pegawai kepada dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan atau badan penyelenggara tunjangan hari tua atau jaminan hari tua yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan. 2) Penerima pensiun berkala; Bagi penerima pensiun berkala, sebesar penghasilan neto dikurangi Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP). Besarnya penghasilan neto adalah seluruh jumlah penghasilan bruto dikurangi dengan biaya pensiun, sebesar 5% dari penghasilan bruto, setinggi-tingginya Rp 200.000 sebulan atau Rp 2.400.000 setahun.
15
3) pegawai tidak tetap yang penghasilannya dibayar secara bulanan atau jumlah kumulatif penghasilan yang diterima dalam satu bulan telah melebihi Rp 3.000.000; Bagi Pegawai Tidak Tetap, PKP nya adalah sebesar penghasilan bruto dikurangi PTKP. 4) bukan
pegawai
yang
menerima
imbalan
yang
bersifat
berkesinambungan. Bagi Bukan Pegawai, PKP nya adalah sebesar 50% dari jumlah penghasilan bruto dikurangi PTKP per bulan 5) pegawai Tidak Tetap atau Tenaga Kerja Lepas yang menerima upah harian, upah mingguan, upah borongan yang jumlah penghasilan melebihi Rp 300.000 sehari, dan selama penghasilan kumulatif yang diterima dalam satu bulan belum melebihi Rp 3.000.000 6) bukan pegawai
yang menerima imbalan yang tidak bersifat
berkesinambungan berlaku 50% dari penghasilan bruto.
b. Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) Pemerintah melalui Menteri Keuangan telah menetapkan penyesuaian besarnya PTKP yang mulai berlaku pada Tahun pajak 2015, Besarnya PTKP sebagaimana ditetapkan dalm peraturan Menteri Keuangan Nomor 122/PMK.010/2015 adalah sebagai berikut: Tabel 2.1 Penghasilan Tidak Kena Pajak PTKP 2014
PTKP 2015
(PMK 162
(PMK 122 Tahun
Tahun 2012)
2015)
Kriteria
Diri WP Orang Pribadi
Rp 24.300.000
Rp 36.000.000
Tambahan untuk Wajib Rp 2.025.000
Rp 3.000.000
pajak Kawin Tambahan untuk istri yang digabung
penghasilannya Rp 24.300.000
Rp 36.000.000
dengan
penghasilan suami Tambahan untuk setiap Rp 2.025.000
16
Rp 3.000.000
tanggungan
c. Tarif Pajak Penghasilan Pajak Penghasilan pasal 21 menggunakan tarif progresif dalam penghitungan pajak yang terutang. Tabel Lapisan Penghasilan Kena Pajak adalah sebagai berikut: Tabel 2.2 Lapisan Tarif PKP Lapisan Penghasilan Kena Pajak Tarif Pajak Sampai dengan Rp 50.000.000
5%
Diatas Rp 50.000.000 s.d Rp 250.000.000
15%
Diatas Rp 250.000.000 s.d Rp 500.000.000
25%
Diatas Rp 500.000.000
30%
D. SURAT PEMBERITAHUAN (SPT) 1. Pengertian Surat Pemberitahuan (SPT) Surat Pemberitahuan (SPT) adalah surat yang oleh wajib pajak (WP) digunakan untuk melaporkan penghitungan dan/atau pembayaran pajak, objek pajak dan/atau bukan objek pajak dan/atau harta dan kewajiban sesuai dengan ketentuan peraturan perundang
undangan
perpajakan.
2. Fungsi Surat Pemberitahuan (SPT) Fungsi Surat Pemberitahuan adalah sebagai berikut: a. bagi wajib pajak penghasilan Surat Pemberitahuan (SPT) adalah sebagai sarana untuk melaporkan dan mempertanggungjawabkan penghitungan jumlah pajak yag sebenarnya terutang dan untuk melaporkan tentang: 1) pembayaran atau pelunasan pajak yang telah dilaksanakan sendiri dan atau melalui pemotongan atau pemungutan pihak lain dalam satu Tahun Pajak atau Bagian Tahun Pajak; 2) penghasilan yang merupakan objek pajak dan atau bukan objek pajak; 3) harta dan kewajiban; 4) pembayaran dari pemotong atau pemungut tentang pemotongan atau pemungutan pajak orang pribadi atau Kena Pajak badan lain dalam satu 17
Masa Pajak, yang ditentukan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku. b. bagi pengusaha Surat Pemberitahuan adalah sebagai sarana untuk melaporkan dan mempertanggungjawabkan penghitungan jumlah Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak atas Barang Mewah yang sebenarnya terutang dan untuk melaporkan tentang: 1) pengkreditan Pajak Masukan terhadap Pajak Keluaran; 2) pembayaran atau pelunasan pajak yang telah dilaksanakan sendiri oleh Pengusaha Kena Pajak dan atau melalui pihak lain dalam satu Masa Pajak, yang ditentukan oleh ketentuan perundang undangan perpajakan yang berlaku;
c. bagi pemotong atau pemungut pajak Surat Pemberitahuan adalah sebagai sarana untuk melaporkan dan mempertanggung jawabkan pajak yang dipotong atau dipungut dan disetorkannya.
3. Jenis Surat pemberitahuan (SPT) Surat Pemberitahuan dapat dibedakan menjadi dua, yaitu Surat Pemberitahuan Masa dan Surat Pemberitahuan Tahunan. a. Surat Pemberitahuan Masa adalah Surat Pemberitahuan untuk suatu Masa Pajak, terdiri dari: 1) Surat pemberitahuan Masa Pajak Penghasilan Pasal 21 dan Pasal 26; 2) Surat pemberitahuan Masa Pajak Penghasilan Pasal 22; 3) Surat pemberitahuan Masa Pajak Penghasilan Pasal 23 dan Pasal 26; 4) Surat pemberitahuan Masa Pajak Penghasilan Pasal 25; 5) Surat pemberitahuan Masa Pajak Penghasilan Pasal 4 ayat (2); 6) Surat pemberitahuan Masa Pajak Penghasilan Pasal 15; 7) Surat pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai; 8) Surat pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai bagi pemungut;
18
9) Surat pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai bagi Pengusaha Kena Pajak Pedagang eceran yang menggunakan nilai lain sebagai Dasar Pengenaan Pajak; 10) Surat pemberitahuan Masa Pajak Penjualan atas Barang Mewah.
b. Surat Pemberitahuan Tahunan adalah Surat pemberitahuan untuk suatu Tahun Pajak atau Bagian Tahun Pajak yang terdiri dari : 1) Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan Wajib Pajak Badan (SPT 1771); 2) Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan Wajib Pajak Badan yang diizinkan menyelenggarakan pembukuan dalam bahasa Inggris dan mata uang Dolar Amerika Serikat (SPT 1771/$); 3) Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan Wajib Pajak Orang Pribadi SPT Tahunan Pajak Penghasilan Wajib Pajak Orang Pribadi, terdiri dari 3 jenis yaitu: (a) SPT Tahunan Pajak Penghasilan Wajib Pajak Orang Pribadi Sangat Sederhana (SPT 1770 SS) adalah SPT Tahunan yang digunakan oleh Wajib pajak Orang Pribadi yang mempunyai penghasilan selain dari usaha dan/atau pekerjaan bebas dengan jumlah penghasilan bruto tidak lebih dari Rp 60.000.000 setahun. (b) SPT Tahunan Pajak Penghasilan Wajib Pajak Orang Pribadi Sederhana (SPT 1770 S) adalah SPT Tahunan yang digunakan oleh Wajib pajak Orang Pribadi yang mempunyai penghasilan selain dari usaha dan/atau pekerjaan bebas dengan jumlah penghasilan bruto
lebih dari Rp
60.000.000 setahun. (c) SPT Tahunan Pajak Penghasilan Wajib Pajak Orang Pribadi (SPT 1770) adalah SPT Tahunan yang digunakan oleh Wajib pajak Orang Pribadi yang mempunyai penghasilan dari usaha/ pekerjaan bebas dari satu atau lebih pemberi kerja, yang dikenakan Pajak Penghasilan final dan/ atau bersifat final dalam negeri/luar negeri. 4) SPT Tahunan Pembetulan.
4. Penyampaian SPT Tahunan Wajib pajak dapat menyampaikan SPT Tahunan dengan cara: 19
a. menyampaikan secara langsung penyampaian secara langsung dapat dilakukan di : 1) Tempat Pelayanan Terpadu (TPT) pada Kantor Pelayanan Pajak; 2) Pojok pajak, mobil pajak, atau tempat khusus penerimaan SPT Tahunan, yang disediakan oleh Direktorat Jendral Pajak untuk menerima SPT Tahunan; b. melalui kantor pos dengan bukti pengiriman surat ke Kantor Pelayanan Pajak tempat wajib pajak terdaftar; c. melalui perusahaan jasa ekspedisi atau kurir dengan bukti pengiriman surat ke Kantor Pelayanan Pajak tempat wajib pajak terdaftar; atau d. saluran tertentu yang ditetapkan oleh Direktur Jendral Pajak sesuai dengan perkembangan teknologi informasi.
5. Batas Waktu Penyampaian SPT Batas waktu penyampaian SPT Tahunan wajib pajak Orang Pribadi, adalah sebagai berikut : Tabel 2.3 Batas Waktu Penyampaian SPT Jenis SPT Tahunan Batas Waktu Penyampaian Wajib pajak Orang Pribadi
Paling lama tiga bulan setelah akhir Tahun Pajak, yang umumnya tanggal 31 Maret
Wajib pajak Badan
Paling lama empat
bulan setelah akhir
Tahun Pajak, yang umumnya tanggal 30 April
6. Sanksi Tidak atau Terlambat Menyampaikan SPT SPT yang tidak disampaikan atau tidak sesuai dengan batas waktu yang ditentukan, dikenakan sanksi administrasi berupa denda: a. SPT Tahunan Pajak Penghasilan Orang Pribadi Rp 100.000; b. SPT Tahunan Pajak Penghasilan badan Rp 1.000.000
20
E. E-FILLING 1. Pengertian E-Filling E-filling adalah suatu cara penyampaian SPT Tahunan secara elektronik yang dilakukan secara online dan rel time melalui internet pada wibesite Direktorat jendral pajak (www.pajak.go.id) atau Penyedia Jasa aplikasi atau Application Service Provider (ASP). Sistem ini dibuat oleh DJP untuk memberikan kemudahan bagi WP dalam pembuatan dan penyerahan laporan SPT kepada Direktorat jendral Pajak (DJP) secara lebih mudah, lebih cepat, dan lebih murah. Melalui sistem e-Filing, wajib pajak tidak perlu lagi menunggu antrian panjang di lokasi Dropbox maupun Kantor Pelayanan Pajak (KPP). E-Filling merupakan sistem baru yang di keluarkan oleh Direktorat jendral Pajak untuk pelaporan SPT Tahunan, khususnya SPT Tahunan Pajak Penghasilan Orang Pribadi.
2. Penyampaian SPT melalui E-filling Pada saat ini, e-Filing melayani penyampaian dua jenis SPT untuk Wajib pajak Orang Pribadi, yaitu: a. SPT Tahunan PPh WP Orang Pribadi Formulir 1770S. Formulir ini digunakan bagi WP Orang Pribadi yang sumber penghasilannya diperoleh dari satu atau lebih pemberi kerja dan memiliki penghasilan lainnya yang bukan dari kegiatan usaha dan/atau pekerjaan bebas. dengan jumlah penghasilan bruto lebih dari Rp60.000.000,00 setahun. Contohnya karyawan, Pegawai Negeri Sipil (PNS), Tentara Nasional Indonesia (TNI), Kepolisian Republik Indonesia (POLRI), serta pejabat Negara lainnya, yang memiliki
penghasilan
lainnya
antara
lain
sewa
rumah,
honor
pembicara/pengajar/pelatih dan sebagainya; b. SPT Tahunan PPh WP Orang Pribadi Formulir 1770SS. Formulir ini digunakan oleh Wajib pajak Orang Pribadi yang mempunyai penghasilan selain dari usaha dan/atau pekerjaan bebas dengan jumlah penghasilan bruto tidak lebih dari Rp60.000.000,00 setahun (pekerjaan dari satu atau lebih pemberi kerja).
21
3. E-FIN (Elektronic Filling Identification Number) Wajib pajak yang menyampaikan SPT Tahunan secara e-Filling melalui website Direktorat Jendral Pajak (www.pajak.go.id) harus memiliki e-FIN. a. Pengertian e-Fin E-FIN (Elektronic Filling Identification Number) adalah nomor identitas yang diterbitkan kepada wajib pajak yang mengajukan permohonan untuk melaksanakan e-Filling. b. Syarat Mengajukan e-Fin Permohonan e-Fin oleh wajib pajak disampaikan secara langsung ke Kantor Pelayanan Pajak dengan persyaratan sebagai berikut: 1) formulir Permohonan e-Fin; 2) asli identitas diri Wajib pajak dan fotokopi NPWP atau Surat Keterangan Terdaftar Wajib pajak; dan 3) Surat Kuasa khusus bermaterai sebagai lampiran formulir permohonan disampaikan oleh kuasa wajib pajak.
4. Tahapan dalam E-Filling Dalam penyampaian SPT Tahunan melalui e-Filing, wajib pajak harus melalui tiga tahapan utama. Dua tahapan yang pertama hanya dilakukan satu kali. Sedangkan tahapan ketiga dilakukan setiap menyampaikan SPT. Ketiga tahapan tersebut meliputi: 1) mengajukan
permohonan e-FIN
(Elektronic
Filling
Identification
Number) ke Kantor Pelayanan Pajak terdekat sebagai nomor identitas wajib pajak bagi pengguna e-Filing. 2) mendaftarkan diri sebagai wajib pajak e-Filing di situs DJP paling lama 30 hari kalender sejak diterbitkannya e-FIN. 3) menyampaikan SPT Tahunan Penghasilan wajib pajak orang pribadi secara e-Filing melalui situs DJP. Penyampaian SPT melalui empat langkah, yaitu: (a) mengisi e-SPT pada aplikasi e-Filing di situs DJP; (b) meminta kode verifikasi untuk pengiriman e-SPT, yang akan dikirimkan melalui email atau SMS; 22
(c) mengirim SPT secara online dengan mengisikan kode verifikasi; dan (d) pemberitahuan status e-SPT dan Bukti Penerimaan Elektronik akan diberikan kepada wajib pajak melalui email.
23