BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Auditing 2.1.1. Pengeritian Auditing
Dalam menentukan apakah suatu perusahaan telah menjalankan proses operasinya sesuai dengan tujuan yang ditetapkan, perlu diadakan suatu pemeriksaan terhadap segala sesuatu yang berhubungan dengan kekayaan perusahaan termasuk pemeriksaan terhadap jalannya proses operasional perusahaan. Proses pemeriksaan tersebut dikenal dengan istilah auditing. Hal ini seperti dikemukakan oleh Sukrisno Agoes (2004:3) dalam bukunya, “Auditing (Pemeriksaan Akuntan Publik)” yang mengatakan bahwa: “Auditing adalah suatu pemeriksaan yang dilakukan secara kritis dan sistemastis oleh pihak yang independen terhadap laporan keuangan yang telah disusun oleh manajemen beserta catatan-catatan pembukuan dan bukti-bukti pendukungnya, dengan tujuan untuk dapat memberikan pendapat mengenai kewajaran laporan keuangan tersebut”. Menurut Alvin A. Arens (2008:4) “Auditing adalah pengumpulan dan evaluasi bukti tentang informasi untuk menentukan dan melaporkan derajat kesesuaian antara informasi itu dan kriteria yang telah ditetapkan”. Pandangan lainnya mengenai auditing dikemukakan oleh Willian F. Messier (2006:16) dalam bukunya, “Auditing &Assurance Service” mengatakan bahwa: “Auditing adalah suatu proses sistematis mendapatkan dan mengevaluasi bukti-bukti secara objektif sehubungan dengan asersi atas tindakan dan peristiwa ekonomi untuk memastikan tingkat kesesuaian anatara asersi-asersi 19
20
tersebut dengan menetapkan kriteria serta mengkomunikasikan hasilnya kepada pihak-pihak yang berkepentingan”.
Dari beberapa pendapat para ahli mengenai auditing maka dapat
disimpulkan bahwa auditing adalah suatu proses pengumpulan, pemeriksaan, serta
mengevaluasi bukti-bukti secara objektif oleh pihak-pihak yang independen tentang informasi maupun pernyataan-pernyataan mengenai kegiatan dan kejadian
ekonomi untuk menentukan dan melaporkan tingkat kesesuaian antara informasi
tersebut dengan kriteria yang telah ditetapkan, serta menyampaikan hasilnya kepada pihak-pihak yang berkepentingan. Suatu pemeriksaan yang dilakukan terhadap seluruh atau suatu aktivitas perusahaan terhadap laporan keuangan atau ketaatan terhadap kebijakan manajemen dilakukan oleh seorang Auditor Internal, yang merupakan auditor yang bekerja pada suatu perusahaan dan oleh karenanya berstatus sebagai pegawai pada perusahaan tersebut. Tugas utamanya ditujukan untuk membantu manajemen perusahaan tempat dimana ia bekerja.Kegiatan pemeriksaan yang dilakukan oleh Auditor internal tersebut dinamakan dengan Internal Audit.
Hal ini seperti
dikemukakan oleh Sukrisno Agoes (2004:221) bahwa: “Internal Audit (pemeriksaan intern) adalah pemeriksaan yang dilakukan oleh bagian internal audit perusahaan, baik terhadap laporan keuangan dan catatan akuntansi perusahaan, maupun ketaatan terhadap kebijakan manajemen puncak yang telah ditentukan dan ketaatan terhadap peraturan pemerintah dan ketentuan-ketentuan dari ikatan profesi yang berlaku”. Untuk meningkatkan efektivitas dan efisiensi dari setiap kegiatan usahanya, suatu perusahaan sangat memerlukan adanya internal audit departemen yang efektif, terutama diperusahaan menengah dan besar termasuk BUMN (Badan Usaha Miliki Negara).
21
Menurut Amin Widjaja Tunggal (2012:3), “Beberapa auditor merasa bahwa mereka harus menjadi polisi untuk menjaga perusahaan, sedangkan yang lainnya yakin bahwa mereka harus memeriksa keakuratan catatan akuntansi. Yang lain, ada pula yang mengatakan bahwa mereka berkewajiban menemukan cara baru / perbaikan dalam penggunaan sumber daya yang ada.”
Hal tersebut menggambarkan bahwa internal auditing dilakukan dengan
berbagai cara, masing-masing dengan pendekatan dan gayanya yang berbeda beda. Cakupan sesungguhnya dari internal auditing secara jelas memisahkan tanggung jawab manajemen dalam mengendalikan risiko untuk memastikan
tujuan perusahaan tercapai, sedangkan cakupan kerja audit didasarkan pada penelaahan manjemen risiko dan pengendalian. 2.1.2
Jenis-Jenis Audit Suatu pemeriksaan tentang informasi tertentu dalam suatu perusahaan
memiliki jenis yang berbeda-beda sesuai dengan kebutuhan dan lingkup yang akan diaudit.
Berikut ini adalah jenis-jenis audit menurut Alvin A. Arens
(2008:16)yaitu: 1. Audit Operasional Audit Operasional mengevaluasi efisiensi dan efektivitas setiap bagian dari prosedur dan metode operasi organisasi.
Pada akhir audit operasional,
manajemen biasanya mengharapkan saran-saran untuk memperbaiki operasi. Dalam audit operasional, review atau penelaahan yang dilakukan tidak terbatas pada akuntansi, tetapi dapat mencakup evaluasi atas struktur organisasi, operasi komputer, metode produksi, pemasaran dan semua bidang lain dimana auditor menguasainya.
22
2. Audit Ketaatan (Complience Test) Audit Kepatuhan dilaksanakan untuk menentukan apakah pihak yang diaudit
mengikuti prosedur, aturan, atau ketentuan tertentu yang ditetapkan oleh
otorisasi yang lebih tinggi. Hasil dari audit ketaatan biasanya dilaporkan
kepada manajemen, bukan kepada pemakai luar, karena manajemen adalah kelompok utama yang berkepentingan dengan tingkat ketaatan terhadap prosedur dan peraturan yang digariskan.
3. Audit Laporan Keuangan (Financial Statement Audit) Audit laporan keuangan dilakukan untuk menentukan apakah laporan keuangan (informasi yang diverifikasi) telah dinyatakan sesuai dengan kriteria tertentu.Biasanya, kriteria yang berlaku umum menurut Generally Accepted Accounting Principles (GAAP), walaupun auditor mungkin saja melakukan audit atas laporan keuangan yang disusun dengan mengunakan akuntansi dasar kas atau beberapa dasar lainnya yang cocok untuk organisasi itu. Dalam menentukan apakah laporan keuangan telah dinyatakan secara wajar sesuai dengan GAAP, auditor mengumpulkan bukti untuk menetapkan apakah laporan keuangan itu mengandung kesalahan yang material atau salah saji.
2.2 Audit Kinerja 2.2.1
Pengertian Audit Kinerja ASOBAC (A Statement of Basic Auditing Concepts) mendefinisikan audit
sebagai suatu proses yang sistematik untuk menghimpun dan mengevaluasi buktibukti secara objektif mengenai asersi-asersi tentang berbagai tindakan dan
23
kejadian ekonomi untuk menentukan tingkat kesesuaian antara asersi-asersi tersebut dengan kriteria yang telah ditentukan dan menyampaikan hasilnya kepada
para pemakai yang berkepentingan. Kondisi yang ada dalam pelaksanaan audit
atau proses audit yang berjalan harus sesuai dengan kriteria audit yang ditetapkan
sehingga audit operasional mampu menunjang efektivitas pengendalian, penggunaan dan pengelolaan persediaan bahan baku. Untuk mengetahui apakah kebijakan yang dirancang telah berjalan dengan efektif dan efisien dalam
mencapai tujuan, perlu dilakukan pemeriksaan terstruktur yang disebut audit kinerja atau sering disebut sebagai audit operasional. Para ahli umumnya menyebut audit kinerja sebagai audit operasional selama tujuannya adalah menilai tingkat efektivitas dan efisiensi dari suatu fungsi atau aktivitas tertentu dalam suatu perusahaan. Berikut adalah beberapa pendapat para ahli mengenai audit operasional: Menurut Sawyer’s (2005:27), “Audit operasional adalah telaah komprehensif atas fungsi yang bervariasi dalam perusahaan untuk menilai efisiensi dan ekonomi operasi dan efektivitas fungsi-fungsi tersebut dalam mencapai tujuannya”. Pendapat lainnya mengenai audit operasional dikemukakan oleh Amin Widjaja Tunggal (2012:1) bahwa: “Audit operasional (sering juga disebut manjemen) merupakan audit atas operasi yang dilaksanakan dari sudut pandang manajemen untuk menilai ekonomi, efisien, dan efektivitas dari setiap dan seluruh operasi, terbatas hanya pada keinginan manajemen”. Hal yang sama dikemukakan oleh Sukrisno Agoes (2004) bahwa: “Audit operasional adalah suatu pemeriksaan terhadap kegiatan operasi perusahaan, termasuk kegiatan akuntansi dan kebijakan operasional yang telah ditentukan oleh pihak manajemen, untuk mengetahui tingkat efektivitas, efisiensi, dan ekonomis”
24
Dari beberapa pengertian mengenai audit operasional atau adit kinerja
yang dikemukaan oleh para ahli, maka dapat disimpulkan bahwa audit operasional
atau audit kinerja adalah suatu kegiatan penelaahan atau pemeriksaan atas operasi
suatu organisasi baik seluruh maupun suatu bagian dalam perusahaan tersebut
dengan tujuan untuk menilai tingkat efektivitas fungsi-fungsi tersebut dalam mencapai tujuan, efisiensi dan ekonomi perusahaan, terbatas hanya pada keinginan manajemen.
Tujuan dari audit kinerja adalah untuk menentukan tingkat efektivitas, efisiensi dan ekonomis dari tiap bagian suatu organisasi. Efektivitas mengacu pada pencapaian tujuan perusahaan terhadap seluruh aspek yang terkait dalam proses operasi tersebut. Efisiensi mengacu pada sumber daya yang digunakan dalam mencapai tujuan, sedangkan ekonomis mengacu pada biaya yang dikeluarkan dalam mencapai tujuan. Berikut ini dijelaskan pengertian efektivitas, efisiensi dan ekonomis menurut Sukrisno Agoes (2004:182): 1. Jika suatu goal, objective, program dapat tercapai dalam batas waktu yang ditargetkan, tanpa memperdulikan biaya yang dikeluarkan, maka hal tersebut disebut efektif. 2. Jika dengan biaya (input) yang sama bisa dicapai hasil (output) yang lebih besar, maka hal tersebut disebut efisien. 3. Jika suatu hasil (output) bisa diperoleh dangan biaya (input) yang lebih kecil/ murah, dengan mutu output yang sama, maka hal tersebut disebut ekonomis. Sebelum audit operasional untuk efektivitas dan efisiensi dapat dilaksanakan, harus ada kriteria tertentu mengenai bagaimana suatu pekerjaan dapat dikatakan efektif dan apa yang dimaksud dengan melakukan secara lebih efisien. Sukrisno Agoes (2004:180) mengemukakan bahwa “Criteria merupakan standar yang harus dipatuhi oleh setiap bagian dalam perusahaan. Standar bisa
25
berupa kebijakan yang telah ditetapkan manajemen, kebijakan perusahaan sejenis atau kebijakan industry, dan peraturan pemerintah”.
Menurut Arens & Loebbeck (2008:771) sumber-sumber kriteria yang
dapat digunakan untuk menentukan efektivitas dan efisiensi suatu sistem atau
prosedur, mencakup: 1. Kinerja Historis Seperangkat kriteria yang sederhana dapat didasarkan pada hasil sebenarnya
(atau hasil audit) dari periode sebelumnya.Gagasan dibalik penggunaan kiteria ini adalah untuk membandingkan apakah yang telah dilakukan menjadi “lebih baik” ata “lebih buruk”.Manfaat kriteria ini adalah bahwa kriteria tersebut mudah dibuat, tetapi mungkin tidak memberikan pandangan mendalam mengenai seberapa baik atau buruk sebenarnya unit usaha yang diperiksa dalam melakukan sesuatu. 2. Kinerja yang Dapat Diperbandingkan Sebagian besar kesatuan yang menjalani audit operasional tidak bersifat unik, terdapat banyak kesatuan yang sama di dalam keseluruhan organisasi atau di luarnya.
Dalam hal demikian, data kinerja dari kesatuan yang dapat
diperbandingkan merupakan sumber yang sangat baik untuk mengembangkan kriteria. 3. Standar Rekayasa Dalam banyak jenis penugasan audit operasional, adalah mungkin dan layak untuk mengembangkan kriteria berdasarkan standar rekayasa. Kriteria ini seringkali memakan waktu dan biaya yang besar dalam pengembangannya,
26
karena memerlukan banyak keahlian, akan tetapi hal itu mungkin sangat efektif dalam memecahkan masalah opersaional yang utama dan biaya yang
dikeluarkan akan berharga.
4. Diskusi dan Kesepakatan Kadang-kadang kriteria objektif sangat sulit didapat dan sangat memakan biaya, tetapi adakalanya kriteria dapat dikembangkan melalui diskusi dan kesepakatan yang sederhana. Pihak-pihak yang terlibat dalam proses ini harus
meliputi manajemen kesatuan yang diperiksa, auditor operasional dan kesatuan atau orang-orang yang akan mendapat laporan tentang temuantemuan yang didapat. 2.2.2
Tujuan Audit Kinerja Audit operasional dilakukan untuk mengungkapkan kekurangan dan
ketidakberesan dalam setiap unsur yang diuji oleh Auditor operasional untuk menunjukkan perbaikan apa yang dimungkinkan untuk memperoleh hasil yang terbaik dari operasi yang bersangkutan. Hal ini seperti dikemukakan oleh Amin Widjaja Tunggal (2012:1) bahwa tujuan umum dari audit operasional dapat dinyatakan sebagai berikut: 1. Menilai kinerja Menilai kinerja adalah membandingkan cara suatu organisasi melaksanakan aktivitasnya dengan a) tujuan yang ditetapkan oleh manajemen seperti kebiijakan organisasional, standar, tujuan dan rencana detail, b) perbandingan dengan fungsi lain yang sama atau individual dalam organisaasi.
27
2. Mengidentifikasi untuk perbaikan Meningkatkan ekonomi, efisiensi dan efektivitas merupakan kategori luas
dengan mana kebanyakan perbaikan diklasifikasikan.
peluang-peluang
khusus
(praktik
Auditor dapat
mengidentifikasi
terbaik)
dengan
menganalisis, wawancara dengan individual (dalam atau diluar organisasi), mengamati operasi, menelaah data masa lalu dan sekarang, menganalisis transaksi, melakukan perbandingan internal dan eksternal, dan melakukan
pertimbangan profesional berdasarkan pengalaman dengan organisasi tertentu atau yang lain. 3. Mengembangkan rekomendasi untuk perbaikan atau tindakan lebih lanjut Sifat dan lingkup dari rekomendasi yang dikembangkan dalam pelaksanaan audit operasional beraneka ragam. Dalam banyak hal, auditor mungkin dapat melakukan rekomendasi khusus.Dalam hal ini, studi lebih lanjut yang tidak dalam lingkup audit mungkin diperlukan.Auditor operasional harus terus menerus mencari praktik-praktik yang terbaik (baik internal ataupun eksternal) dalam suatu program untuk perbaikan berkesinambungan. Tujuan audit kinerja lainnya dikemukakan oleh Sukrisno Agoes (2004:175) dalam bukunya “Pemeriksaan Akuntan” mengemukakan bahwa tujuan umum dari manajemen audit adalah: 1. Untuk menilai kinerja (performance) dari manajemen dan berbagai fungsi dalam perusahaan.
28
2. Untuk menilai apakah berbagai sumber daya (manusia, mesin, dana, harta lainnya) yang dimiliki perusahaan telah digunakan secara efisien dan
ekonomis.
3. Untuk menilai efektivitas perusahaan dalam mencapai tujuan (objective) yang telah ditetapkan oleh top management. 4. Untuk dapat memberikan rekomendasi kepada top management untuk memperbaiki
kelemahan-kelemahan
pengendalian intern,
yang
sistem pengendalian
terdapat
dalam
penerapan
manajemen, dan prosedur
operasional perusahaan, dalam rangka meningkatkan efisiensi, keekonomisan dan efektivitas dari kegiatan operasi perusahaan. Berdasarkan tujuan audit kinerja yang dikemukakan oleh para ahli diatas, dapat disimpulkan bahwa audit kinerja bertujuan untuk menilai kinerja, efektivitas, efisiensi maupun tingkat ekonomis dari manajemen dan berbagai fungsi perusahaan dalam melaksanakan aktivitasnya sesuai dengan tujuan yang ditetapkan oleh manajemen, untuk dapat memberikan rekomendasi kepada top management sebagai tindakan untuk memperbaiki kelemahan-kelemahan yang ada. 2.2.3
Ruang Lingkup Audit Kinerja Audit kinerja dapat diarahkan terhadap berbagai bidang nonfinansial.
Berbeda dengan audit keuangan yang hanya memeriksa kesesuaian laporan keuangan dalam periode tertentu. Hasil dari audit kinerja tidak hanya sebatas pada hasil pemeriksaan atau penemuan bukti-bukti yang mendukung asersi pihak auditor, tetapi juga harus
29
mampu memberikan solusi atau rekomendasi untuk melakukan perbaikan pada masa mendatang.
Audit kinerja bersifat potensial dalam merealisasikannya
karena audit operasional berorientasi pada urusan operasional pada masa lalu,
sekarang dan masa mendatang.
2.2.4
Karakteristik Audit Kinerja
Amin Widjaja Tunggal (2012:37) dalam bukunya “Pedoman Pokok
Operational Auditing” mengemukakan bahwa karakteristik audit operasional terdiri dari: 1. Audit operasional adalah prosedur yang bersifat investigatif; 2. Mencakup semua aspek perusahaan, unit atau fungsi; 3. Yang diaudit adalah seluruh perusahaan, atau salah satu unitnya (bagian penjualan, bagian perencanaan, produksi dan sebagainya), atau suatu fungsi, atau salah satu sub-klasifikasinya (pengendalian persediaan, sistem pelaporan, pembinaan pegawai dan sebagainya); 4. Penelitian dipusatkan pada prestasi atau keefektifan dari perusahaan/ unit/ fungsi yang diaudit dalam menjalankan misi, tanggung jawab dan tugasnya; 5. Pengukuran terhadap keefektifan didasarkan pada bukti/ data dan standar; 6. Tujuan utama audit operasional adalah memberikan informasi kepada pimpinan tentang efektif-tidaknya perusahaan, suatu unit, atau suatu fungsi. Diagnosis tentang permasalahan dan sebab-sebabnya, dan rekomendasi tentang
langkah-langkah,
koreksinya
pelaksanaan audit kinerja oleh auditor.
merupakan
tujuan
tambahan
dari
30
2.2.5
Jenis-Jenis Audit Kinerja Suatu kegiatan penelaahan atau pemeriksaan yang dilakukan oleh Auditor,
tergantung pada objek yang diaudit berdasarkan tujuan yang ingin dicapai oleh
manajemen. Audit kinerja memiliki jenis-jenis tertentu, menurut Alvin A. Arens
(2008:492) menyebutnya sebagai jenis audit operasi yang meliputi: a. Audit Fungsional Audit fungsional berkaitan dengan satu atau lebih fungsi dalam suatu
organisasi, misalnya efisiensi dan efektivitas dari fungsi penggajian untuk suatu divisi atau untuk perusahaan secara keseluruhan. b. Audit Organisasi (Organizational Audit) Suatu audit operasi dari suatu organisasi berkenaan dengan unit organisasi keseluruhan, seperti suatu departemen, suatu cabang, atau anak perusahaan. Suatu audit organisasi (organizational audit) menekankan pada seberapa efisien dan efektif fungsi-fungsi organisasi berinteraksi. c. Penugasan Khusus (Special Assignments) Dalam audit operasi, penugasan khusus (special assignments) muncul atas permintaan manajemen untuk berbagai jenis audit, seperti menentukan penyebab dari sistem teknologi informasi yang tidak efektif, menyelidiki kemungkinan dilakukannya kecurangan dalam suatu divisi, dan membuat rekomendasi untuk mengurangi biaya dari produk yang dimanufaktur.
31
2.2.6
Prosedur Audit Kinerja Prosedur audit yang dilakukan dalam suatu audit kinerja tidak seluas audit
prosedur yang dilakukan dalam suatu general audit, karena ditekankan pada
evaluasi terhadap kegiatan usaha perusahaan.
Menurut Sukrisno Agoes
(2004:176) prosedur audit yang dilakukan biasanya mencakup: 1. Prosedur Penelaahan Analitis (Analitycal Review Procedures), yaitu: a) Membandingkan laporan keuangan periode berjalan dengan periode yang
lalu, menghitung kenaikan atau penurunan baik dalam jumlah maupun presentase, serta menyelidiki alasan-alasan penurunan atau kenaikan yang material. b) Membandingkan
anggaran
dengan
realisasinya,
menghitung
dan
menganalisis variance yang terjadi. c) Membuat analisa ratio baik vertikal maupun horizontal. d) Menghitung ratio likuditas, profitabilitas dan aktivitas, baik untuk tahun berjalan maupun tahun lalu, kemudian membandingkannya dengan ratio industri. 2. Evaluasi Atas Management Control System yang Terdapat di Perusahaan Biasanya menggunakanmanagement control quistionnaires atau flow chart atau penjelasan narrative dan pengetesan atas beberapa transaksi perusahaan untuk menguji efektivitas dari penerapan sistem pengendalian manajemen perusahaan.
32
3. Complience Test (Pengujian Ketaatan) Untuk menguji apakah kriteria yang berlaku (bisa berupa kebijakan perusahan,
peraturan pemerintah, standar profesi) sudah ditaati oleh setiap bagian dalam
perusahaan.
2.2.7
Program Audit Kinerja
Sebagian besar program audit kinerja umumnya memiliki dua bagian
pokok diantaranya yaitu: 1. Pernyataan tentang tujuan yang akan dicapai dan cara pendekatan yang digunakan. 2. Prosedur dan langkah kerja audit kinerja yang meliputi pemilihan Auditee, persiapan atau perencanaan audit, pelaksanaan audit, pelaporan dan tindak lanjut hasil audit. Menurut Amin Widjaja Tunggal (2008:104), program audit yang disusun dengan baik dapat memberikan banyak manfaat yang diantaranya: 1. Memberikan rencana sistematis untuk setiap tahap pelaksanaan audit. 2. Menjadi dasar penugasan auditor operasional. 3. Menjadi sarana pengendalian dan evaluasi kemajuan pekerjaan audit karena memuat waktu audit yang dianggarkan. 4. Membantu melatih staf yang belum berpengalaman dalam pelaksanaan audit. 5. Membantu auditor pada audit selanjutnya untuk mengenal lebih dekat jenis pekerjaan audit yang dilakukan pada waktu yang dibutuhkan.
33
2.2.8
Tahapan Pelaksanaan Audit Kinerja Tahap-tahap dalam audit kinerja disebut juga sebgai siklus audit kinerja
yang menggambarkan tahapan atau urutan kegiatan yang harus dilalui dalam suatu
audit kinerj. Tahapan audit kinerja digunakan oleh auditor sebagai acuan dalam
pelaksanaan audit terhadap seluruh atau satu bagian dalam suatu perusahaan. Tahap-tahap ini dilakukan agar dapat mencapai tujuan audit yaitu menilai tingkat efektivitas, efisiensi maupun ekonomis dari suatu fungsi maupun aktivitas
perusahaan. Tahap-tahap pelaksanaan atauauditing operasional menurut Arens dan Loebbecke (2008:772) yaitu: 1. Perencanaan Auditor operasional harus menentukan ruang lingkup penugasan dan menyampaikan hal itu kepada unit organisasional.Juga perlu menentukan staf yang tepat dalam penugasan, mendapatkan informasi mengenai latar belakang unit organisasional, memahami struktur pengendalian intern, dan memutuskan bahan bukti yang tepat yang harus dikumpulkan. 2. Pengumpulan dan evaluasi bahan bukti Karena pengendalian intern dan prosedur operasi merupakan bagian yang kritis dalam audit operasional, maka dokumentasi, tanya jawab dengan klien, dan pengamatan sering digunakan secara efektif. 3. Pelaporan dan tindak lanjut Laporan biasanya hanya dikirim untuk pihak manajemen, dan satu salinan untuk unit yang diperiksa.Dalam hal tindak lanjut Kepala bagian audit harus menetapkan tindak lanjut untuk mengawasi dan memastikan secara efektif atau bahwa manajemen senior telah menerima risiko untuk tidak mengambil tindakan. Pendapat lainnya mengenai tahap pelaksanaan audit kinerja dikemukakan oleh I Gusti Agung Rai (2011:75) yang menyebutnya sebagai siklus audit kinerja yang meliputi: 1. Perencanaan atau Survei Pendahuluan Tujuan utama survei pendahuluan adalah untuk memperoleh informasi yang bersifat umum mengenai semua bidang dan aspek dari entitas yang diaudit serta kegiatan dan kebijakan entitas, dalam waktu yang relatif
34
singkat. Kegiatan survei pendahuluan meliputi: (1) memahami entitas yang diaudit; (2) mengidentifikasi area kunci; (3) menetapkan tujuan dan lingkup audit; (4) menetapkan kriteria audit; (5) mengidentifikasi jenis dan sumber bukti; (6) menyusun laporan survei pendahuluan; dan (7) mempersiapkan program pengujian terinci.
2. Pelaksanaan Pelaporan Pelaksanaan audit kinerja juga dikenal sebagai pengujian terninci yang merupakan kelanjutan dari survei pendahuluan. Tujuan utama pengujian terinci adalah menilai apakah kinerja entitas yang diaudit sesuai dengan kriteria, menyimpulkan apakah tujuan-tujuan audit tercapai, dan mengidentifikasi kemungkinan-kemungkinan untuk memperbaiki kinerja entitas yang diaudit, yang akan dituangkan dalam rekomendasi kepada auditee. Pada tahap pengujian terinci, auditor akan (1) mengumpulkan dan menguji bukti audit yang kompeten dan relevan; (2) menyusun kertas kerja; (3) menyusun dan mengkomunikasikan temuan audit; serta (4) menyusun dan mendistribusikan laporan hasil audit. 3. Tindak Lanjut Audit Audit kinerja dilaksanakan untuk mengadakan perbaikan terhadap kinerja entitas yang diaudit melalui pemberian rekomendasi.Auditor bertanggung jawab memantau sejauh mana rekomendasi dilaksanakan oleh auditee. Tujuan utama tindak lanjut audit adalah untuk meyakinkan auditor bahwa auditee telah memperbaiki kelemahan yang telah diidentifikasi. Kegiatan tindak lanjut dapat dibagi kedalam tiga tahapan, yaitu pemutakhiran (update) informasi, tindak lanjut di kantor, dan tindak lanjut di lapangan. 2.2.9
Temuan Audit Kinerja
2.2.9.1 Pengertian Temuan Audit Kinerja Temuan audit kinerja merupakan hasil verifikasi atas audit di lapangan yang dilakukan oleh auditor dalam pemeriksaannya terhadap aktivitas maupun fungsi dari seluruh maupun satu bagian dari suatu organisasi.
Seperti yang
dikemukakan oleh Sawyer’s (2006:329) bahwa "Temuan audit adalah penyimpangan-penyimpangan dari norma-norma atau kriteria yang dapat diterima”. Temuan harus menunjukkan relevansi dari temuan yang material selama audit dan temuan ini juga harus menjelaskan kecukupan serta kelengkapan dari
35
informasi relevan. Laporan temuan seharusnya dapat dimengerti dan kesimpulan yang diambil oleh auditor dapat diterima.Penemuan seharusnya menjadi sumber
rekomendasi untuk tindakan koreksi.Hal ini seperti dikemukakan oleh Sukrisno
Agoes (2004:184) bahwa: “Dalam melaksanakan management audit, auditor biasanya menemukan deficiency findings baik yang merupakan major deficiency findings maupun minor deficiency findings. Findings (temuan-temuan) tersebut dicatat dalam List of Findings yang nantinya akan ditelaah dan dipilih oleh supervisor untuk dimasukkan dalam laporan management audit berisi temuan-temuan dan saran-saran perbaikan untuk menghasilkan efisiensi, efektivitas, dan keekonomisan dari kegiatan operasi perusahaan dan komentar manajemen mengenai temuan-temuan dan saran-saran tersebut. Tidak setiap kelemahan yang ditemukan Auditor Internal harus dilaporkan.Hal ini disebabkan oleh adanya beberapa kelemahan yang bersifat kecil dan tidak membutuhkan perhatian manajemen.
Dalam hal ini Sawyers
(2006:332) mengemukakan bahwa semua temuan audit yang bisa dilaporkan haruslah: 1. Cukup signifikan agar layak dilaporkan ke manajemen; 2. Didokumentasikan dengan fakta, bukan opini, dan dengan bukti yang memadai, kompeten, dan relevan; 3. Secara objektif dibuat tanpa bias atau prasangka; 4. Relevan dengan masalah-masalah yang ada; 5. Cukup
meyakinkan
untuk
memaksa
dilakukannya
tindakan
untuk
memperbaiki kondisi-kondisi yang mengandung kelemahan. Dari
setiap
temuan
yang
diperoleh,
memiliki
penyebab
dari
ketidaksesuaian anatara fakta dengan kriteria yang digunakan. Menurut Sawyer’s (2006:338) “Penyebab (causes) menjelaskan mengapa terjadi deviasi dari kriteria
36
yang ada, mengapa saran-saran tidak tercapai, dan mengapa tujuan tidak dipenuhi”. Identifikasi penyebab merupakan hal penting untuk dilakukan untuk
memperbaiki
ketidaksesuaian
atau
penyimpangan-penyimpangan
yang
ada.Masalah bisa diatasi hanya jika penyimpangan ini diidentifikasikan dan
penyebab-penyebabnya diketahui.
2.2.9.2 Tingkat Signifikansi Temuan Audit Kinerja
Setiap temuan-temuan yang diperoleh Auditor tidak semua memiliki jenis temuan yang benar-benar sama, karena setiap temuan mencerminkan tingkat kerugian atau risiko aktual atau potensialnya masing-masing. Hal ini seperti dikemukakan oleh Sawyer’s (2006:334) “untuk kebanyakan tujuan, temuantemuan audit bisa diklasifikasikan menjadi temuan-temuan tidak signifikan, temuan kecil, atau temuan besar”. Berikut penjelasan dari ketiga tingkat signifikasi temuan audit kinerja: 1. Temuan-temuan Tidak Signifikan Temuan yang tidak signifikan (insignificant findings) merupakan semacam kesalahan klerikal yang dialami semua organisasi yang tidak memerlukan tindakan formal. 2. Temuan-temuan Kecil Temuan-temuan kecil (minor findings) perlu dilaporkan karena bukan sematamata kesalahan manusiawi yang bersifat acak. Jika tidak diperbaiki, maka akan merugikan, dan walaupun tidak mengganggu tujuan operasi organisasi, namun cukup signifikan untuk diperhatikan oleh manajemen.
37
3. Temuan-temuan Besar
Temuan-temuan besar (major findings) adalah temuan yang akan menghalangi
pencapaian tujuan utama suatu organisasi atau suatu unit dalam organisasi.
Untuk itu temuan audit yang besar harus dilaporkan pada manajemen.
Pemisahan temuan-temuan audit yang besar, kecil, maupun tidak
signifikan membutuhkan pertimbangan audit yang baik untuk membedakan
ketiganya. Jika tolak ukur yang dibuat bisa diterapkan secara wajar, maka auditor internal harus mampu mempertahankan klasifikasi temuan-temuannya.
Oleh
karena melibatkan pertimbangan audit, keputusan akhir mengenai apakah sebuah temuan harus diklasifikaskan sebagai temuan besar, kecil atau tidak signifkan merupakan tanggung jawab auditor internal, bukan manajemen. 2.2.9.3 Laporan Pencatatan Temuan Audit Kinerja Laporan pencatatan temuan audit memberikan fleksibilitas karena bisa diurutkan atau diurut ulang untuk memfasilitasi pelaporan formal.
Laporan
tersebut juga memberikan acuan untuk pembahasan, karena mencakup kebanyakan informasi yang dibutuhkan dalam satu lembar untuk menjelaskan masalah.
Menurut Sawyer’s (2006:342) bahwa “Laporan berfungsi sebagai
pedoman untuk mengingatkan auditor semua yang diperlukan untuk memperoleh informasi untuk temuan yang dibuat secara mendalam”. Laporan biasanya hanya dikirim untuk pihak manajemen dengan satu salinan untuk unit yang diperiksa. Laporan pencatatan audit kinerja digunakan Auditor untuk mengkomunikasikan temuan dengan segera ke Auditee dan
38
mendapat tanggapan tertulis. Dengan cara ini, ketidaksepakatan dapat dipecahkan dengan segera, dan janji tindakan perbaikan bisa dibuat dalam catatan.
2.2.10 Rekomendasi Dari Temuan-Temuan Audit Kinerja
Rekomendasi merupakan saran yang diberikan atas temuan-temuan dari hasil pemeriksaan terhadap suatu kegiatan operasi perusahaan, yang digunakan
untuk
memperbaiki
kesalahan-kesalahan, dan memberikan solusi
untuk
meningkatkan efektivitas maupun efisiensi dari suatu kegiatan perusahaan. Hal ini seperti dikemuakan oleh Sawyer’s (2006:340) bahwa: “Rekomendasi (recommendation) menggambarkan tindakan yang mungkin dipertimbangkan manajemen untuk memperbaiki kondisi-kondisi yang salah, dan untuk memperkuat kelemahan dalam sistem kontrol.Rekomendasi haruslah positif dan bersifat spesifik dan harus mengidentifikasikan siapa yang akan bertindak”. Menurut Sukrisno Agoes (2004:239) ada beberapa prinsip yang harus diikuti agar bisa diperoleh rekomendasi yang efektif yaitu: 1. 2. 3. 4. 5.
Rekomendasi harus komprehensif Rekomendasi harus spesifik Rekomendasi harus disusun dengan baik Rekomendasi harus mudah dijalankan Rekomendasi harus beralasan Saran yang paling memuaskan untuk menyelesaikan temuan audit adalah
membahasnya dengan manajemen operasional sebelum laporan audit tertulis diterbitkan, SukrisnoAgoes (2004:239).
Hal ini dilakukan untuk mencapai
kesepakatan mengenai fakta-fakta dan beberapa tindakan perbaikan untuk memperbaiki kekurangan. Tujuan dari dibuatnya rekomendasi adalah untuk memberikan saran guna memperbaiki
kinerja
perusahaan
agar
dapat
mencapai
efektivitas
dan
39
efisiensi.Untuk itu rekomendasi harus relevan dengan temuan-temuan yang didapat, hal ini akan membantu dalam tindak lanjut atas rekomendasi yang
diberikan, agar kesalahan tersebut dapat diatasi dengan benar dan tepat.
2.2.11 Tindak Lanjut (Follow Up)
Dalam hal untuk menjawab apakah rekomendasi yang diberikan oleh
Auditor telah dijalankan oleh Auditee sebagai tindakan perbaikan untuk temuan
temuan yang didapat, maka perlu dilakukan tindak lanjut agar auditor dapat memastikan tujuan pelaksanaan audit kinerja tercapai, yaitu meningkatkan efektivitas dan efisiensi dari suatu fungsi atau aktivitas operasi perusahaan. Amin Widjaja Tunggal (2012:199) mendifinisikan follow up audit sebagai “suatu penelaahan untuk menentukan efektivitas tindakan perbaikan yang sudah dilakukan manajemen sebagai hasil dari pemeriksaan sebelumnya”. Pendorong dilakukannya tindakan itu dapat berasal dari keputusan yang diambil manajemen selama periode audit atau dari usulan yang dibuat Auditor Internal. Pihak yang paling bertanggung jawab untuk menindaklanjuti temuan adalah manajemen dan Auditor harus meyakinkan bahwa aturan-aturan yang berlaku sudah dimengerti.Meskipun begitu, jika manajemen gagal untuk mengambil tindakan atau jika para bawahan gagal melaksanakan keputusan manajemen, Auditor internal bertanggung jawab untuk melaporkan kondisi tersebut.
40
2.3 Persediaan 2.3.1
Pengertian Persediaan Pada setiap tingkat perusahaan, baik perusahaan kecil, menengah, maupun
besar, persediaan merupakan hal yang sangat penting bagi kelangsungan hidup
perusahaan. Menurut Rudianto (2009:236) “Persediaan adalah sejumlah barang jadi, bahan baku, barang dalam proses yang dimiliki perusahaan dengan tujuan dijual atau diproses lebih lanjut”. untuk
Persediaan merupakan aset yang
memiliki nilai cukup tinggi dalam suatu perusahaan, maka perlu untuk memberikan perhatian khusus untuk menjaga nilai dan fisik persediaan yang dimiliki. Hal ini seperti dikemukakan oleh Hery (2011:70) bahwa: “Akuntan haruslah ekstra hati-hati terutama pada waktu berurusan dengan pencatatan dan penilaian atas persediaan.Sebuah kesalahan yang terjadi dalam pencatatan dan penilaian atas persediaan akan berakibat fatal, baik pada Neraca maupul Laporan Laba Rugi”. Dalam neraca dari sebuah perusahaan manufaktur, nilai persediaan seringkali merupakan komponen yang sangat signifikan (material) dibandingkan dengan nilai keseluruhan aktiva lancar.Sedangkan dalam laporan laba rugi, besarnya harga pokok persediaan (yang dijual) merupakan komponen utama penentu
kinerja
atau
hasil
kegiatan
operasional
perusahaan
selama
periode.Berdasarkan uraian tersebut, maka penting bagi suatu perusahaan menentukan kebijakan yang tepat dalam pengelolaan persediaan untuk mewujudkan efektivitas dan efisiensi. Menurut Hery (2011:70) persediaan memiliki beberapa fungsi penting bagi perusahaan, yaitu: a. agar dapat memenuhi permintaan yang diantisipasi akan terjadi;
41
b. untuk menyeimbangkan produksi dengan distribusi; c. untuk memperoleh keuntungan dari potongan kuantitas, karena membeli
dengan jumlah banyak, untuk mendapatkan diskon;
d. untuk hedging dari inflasi dan perubahan harga;
e. untuk menghindari kekurangan persediaan yang dapat terjadi karena cuaca, kekurangan pasokan, mutu, dan ketidaktepatan pengiriman;
f. untuk menjaga kelangsungan operasi dengan cara persediaan dalam proses.
2.3.2
Perhitungan Fisik Persediaan Persediaan merupakan suatu istilah yang menunjukkan keadaan barang
dagangan baik secara fisik maupun jumlah yang berasal dari pembelian maupun barang jadi dari proses produksi yang dicatat pada kartu persediaan maupun kartu gudang, untuk mengantisipasi segala kemungkinan yang terjadi baik karena adanya permintaan maupun ada masalah lain. Untuk mengetahui apakah jumlah persediaan dalam catatan kartu persediaan dan kartu gudang telah dicatat dengan jumlah yang benar, maka perlu dilakukan perhitungan fisik terhadap persediaan.Hal ini dilakukan sebagai bentuk pengendalian terhadap jumlah persediaan yang ada di gudang, sebagai dasar untuk mengetahui jumlah minimal persediaan, untuk melakukan pembelian persediaan kembali. Untuk meminimalkan kesalahan dalam melakukan perhitungan fisik persediaan, sebuah perusahaan harus mengikuti prinsip dan kebijakan pengendalian internal (internal control) untuk mengamankan persediaan.
42
Kebijakan internal perhitungan fisik persediaan menurut Jerry J.
Wedygandt (2007:329) meliputi:
1. Perhitungan harus dilakukan oleh pegawai yang tidak bertanggung jawab atas
pemeliharaan persediaan. 2. Masing-masing perhitungan harus dijaga kebenarannya dalam setiap perhitungan persediaan.
3. Diusahakan ada perhitungan ulang oleh pegawai lain.
4. Penggunaan label persediaan yang sudah diberi nomor sebelumnya (prenumbered). Seluruh label hendaknya diberi keterangan yang jelas. 5. Pada akhir perhitungan, supervisor (pengawas) memastikan kembali bahwa semua jenis persediaan diberi label dan tidak ada persediaan yang terhitung dua kali. 2.3.3
Metode Perhitungan dan Pencatatan Persediaan Suatu metode perhitungan dan pencatatan persediaan pada setiap
perusahaan pasti menggunakan metode yang berbeda-beda, yang tentunya relevan dengan persediaan yang dimiliki.Hal ini tergantung pada jenis persediaan yang dimiliki,
tingkat
laba
yang
diinginkan,
dan
sebab-sebab
lain
yang
mendukung.Dalam satu perusahaan mungkin saja menggunakan 2 (dua) metode yang berbeda untuk jenis persediaan yang berbeda pula.Kebijakan penggunaan metode tersebut dibuat untuk menentukan harga pokok penjualan yang diinginkan serta untuk menjaga kualitas persediaan yang dimiliki oleh perusahaan tersebut.
43
Menurut Rudianto (2009:237) Secara umum terdapat dua metode yang
dipakai untuk menghitung dan mencatat persediaan berkaitan dengan perhitungan
harga pokok penjualan:
1. Metode Fisik Metode fisik atau disebut juga metode periodik adalah metode pengelolaan persediaan, di mana arus keluar masuknya barang tidak dicatat secara rinci sehingga untuk mengetahui nilai persediaan pada suatu saat tertentu harus
melakukan perhitungan barang secara fisik (stock opname) di gudang. Untuk menentukan harga beli sebagai dasar menentukan nilai persediaan yang dimiliki perusahaan pada suatu periode, terdapat beberapa metode yaitu: a. FIFO (First In First Out) Dalam metode ini, barang yang masuk (dibeli atau diproduksi) lebih dahulu akan dikeluarkan (dijual) lebih dahulu. Sehingga yang tersisa pada akhir periode adalah barang yang berasal dari pembelian atau produksi terakhir. b. LIFO (Last In First Out) Dalam metode ini, barang yang masuk (dibeli/ diproduksi) paling akhir akan dikeluarkan/ dijual paling awal. Sehingga yang tersisa pada akhir periode adalah barang yang berasal dari pembelian atau produksi awal periode.
44
c. Average (Rata-rata)
Dalam metode ini, barang yang dikeluarkan/ dijual maupun barang yang tersisa, dinilai berdasarkan harga rata-rata.Sehingga yang tersisa pada akhir periode adalah barang yang memiliki nilai rata-rata.
2. Metode Perpetual Adalah metode pengelolaan persediaan, dimana arus masuk dan arus keluar persediaan dicatat secara rinci.Dalam metode ini setiap jenis persediaan
dibuatkan kartu stok yang mencatat secara rinci keluar masuknya barang di gudang beserta harganya. Metode ini dipilah lagi kedalam beberapa metode antara lain: a. FIFO (First In First Out) Dalam metode ini, barang yang masuk (dibeli atau diproduksi) lebih dahulu akan dikeluarkan (dijual) lebih dahulu. Sehingga yang tersisa pada akhir periode adalah barang yang berasal dari pembelian atau produksi terakhir. b. LIFO (Last In First Out) Dalam metode ini, barang yang masuk (dibeli/ diproduksi) paling akhir akan dikeluarkan/ dijual paling awal. Sehingga yang tersisa pada akhir periode adalah barang yang berasal dari pembelian atau produksi awal periode. c. Moving Average (Rata-rata Bergerak)
45
Dalam metode ini barang yang dikeluarkan/ dijual maupun barang yang
tersisa, dinilai berdasarkan harga rata-rata bergerak.Sehingga barang yang tersisa pada akhir periode adalah barang yang memiliki nilai rata-rata.
2.4 Bahan Baku 2.4.1
Pengertian Bahan Baku Proses produksi sangat tergantung pada ketersediaan bahan baku yang ada
di gudang. Produksi tidak akan berjalan dengan baik apabila tidak didukung dengan ketersediaan bahan baku. Bastian Bustami Nurlela (2006:59) mendefinisikan bahan baku sebagai “bahan dasar yang diolah menjadi produk selesai, bahan baku ini dapat dibagi menjadi: 1) bahan baku langsung yang mempunyai ciri a) mudah ditelusuri ke produk selesai, b) merupakan bahan utama produk selesai, c) dapat diidentifikasikan langsung ke proses produksi setipa produk, dan 2) bahan baku tidak langsung yang digunakan dalam proses produksi dan biaya ini dipandang sebagai biaya overhead”. Sebelum bahan baku tersebut di gunakan untu proses produksi, terlebih dahulu bahan baku tersebut dikumpulkan dan disimpan dalam gudang, sehingga bahan baku tersebut menjadi persediaan untuk nantinya digunakan sesuai dengan kebutuhan dalam aktivitas produksi perusahaan. Hal ini seperti dikemukakan oleh Bastian Bustami Nurlela (2006:59) bahwa “Persediaan bahan baku adalah persediaan yang belum dimasukkan ke dalam proses dan masih tersimpan di dalam gudang”. Persediaan bahan baku merupakan aset penting bagi perusahaan yang menunjang kebutuhan proses produksi.
Tanpa adanya persediaan yang
cukup di gudang, maka proses operasi atau produksi tidak akan berjalan dengan baik atau tidak dapat mencapai target yang ditentukan.
46
2.4.2
Pengendalian Persediaan Bahan Baku Pengendalian bahan baku diwujudkan dengan bagaimana bahan baku
tersebut dikelola dengan benar, baik fisik maupun catatan, ketepatan penerimaan
bahan baku yang diterima dari pemasok, maupun ketepatan pemindahan bahan dari gudang untuk memudahkan proses produksi. baku Menurut William K. Carter (2005:322) “Pengendalian bahan baku harus
memenuhi dua kebutuhan yang saling berlawanan yaitu: (1) menjaga persediaan dalam jumlah dan variasi yang memadai guna beroperasai secara efisien dan (2) menjaga tingkat persediaan yang menguntungkan secara financial”. Pengendalian persediaan bahan baku yang efektif menurut William K.
Carter (2005:322) sebaiknya: 1. Menyediakan pasokan bahan baku yang diperlukan untuk operasi yang efisien dan bebas gangguan. 2. Menyediakan cukup persediaan dalam periode di mana pasokan kecil (musiman, siklus atau pemogokan kerja) dan mengantisipasi perubahan harga. 3. Menyimpan bahan baku dengan waktu penanganan dan biaya minimum serta melindungi bahan baku tersebut dari kehilangan akibat kebakaran, pencurian, cuaca, dan kerusakan karena penanganan. 4. Meminimalkan item-item yang tidak aktif, berlebih, atau usang dengan cara melaporkan perubahan produk yang mempengaruhi bahan baku. 5. Memastikan persediaan yang cukup untuk pengiriman segera ke pelanggan. Dapat disimpulkan bahwa kemajuan perusahaan tergantung dari bagaimana perusahaan mengelola dan mengendalikan persediaan bahan baku nya untuk meningkatkan kinerja perusahaan.