BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Sanitasi Makanan Sanitasi makanan adalah merupakan salah satu usaha pencegahan yang
menitik beratkan kegiatan dan tindakan yang perlu untuk membebaskan makanan dan minuman dari segala bahaya yang dapat mengganggu kesehatan, mulai dari sebelum makanan diproduksi, selama dalam proses pengolahan, penyimpanan, pengangkutan, sampai pada saat dimana makanan dan minuman tersebut siap untuk dikonsumsikan kepada masyarakat atau konsumen. Dimana sanitasi ini bertujuan untuk menjamin keamanan dan kemurnian makanan, mencegah konsumen dari penyakit, mencegah penjualan makanan yang akan merugikan pembeli, mengurangi kerusakan atau pemborosan makanan (Sumantri, 2010). Sanitasi makanan adalah untuk mencegah kontaminasi makanan dengan zatzat yang dapat mengakibatkan gangguan kesehatan diperlukan penerapan sanitasi makanan. Sanitasi makanan adalah usaha untuk mengamankan dan menyelamatkan, Sanitasi makanan yang buruk bisa menyebabkan faktor kimia karena adanya zat-zat kimia yang digunakan untuk mempertahankan kesegaran bahan makanan, obat-obat penyemprot hama, penggunaan wadah bekas obatobatan pertanian untuk kemasan makanan dan lain-lain. Sanitasi makanan yang buruk disebabkan oleh faktor mikrobiologi karena adanya kontaminasi oleh bakteri, virus, jamur, dan parasit. Akibat buruknya sanitasi makanan dapat timbul gangguan kesehatan pada orang yang mengkonsumsi makanan tersebut
(Aswar,
2010).
Universitas Sumatera Utara
2.2
Bahan Tambahan Pangan (BTP) Bahan tambahan pangan adalah senyawa yang sengaja ditambahkan ke
dalam makanan dengan jumlah dan ukuran tertentu dan terlibat dalam proses pengolahan, pengemasan dan atau penyimpanan. Bahan ini berfungsi untuk memperbaiki warna, bentuk, cita rasa, dan tekstur, serta memperpanjang masa simpan, dan bukan merupakan bahan (ingredient) utama. Bahan Tambahan Pangan adalah bahan yang lazim dikonsumsi sebagai makanan, yang dicampurkan secara sengaja pada proses pengolahan makanan. Bahan ini ada yang memiliki nilai gizi ada yang tidak (Cahyadi, 2006). Pengertian Bahan Tambahan Pangan dalam Peraturan Menteri Kesehatan RI No.772/Menkes/Per/IX/88 dan No.1168/Menkes/PER/X/1999 secara umum adalah bahan yang biasanya tidak digunakan sebagai makanan dan biasanya bukan merupakan komponen khas makanan, mempunyai atau tidak mempunyai nilai gizi, yang dengan sengaja ditambahkan ke dalam makanan untuk maksud teknologi pada pembuatan, pengolahan, penyiapan, perlakuan dan pengepakan, pengemasan dan penyimpanan. Penggunaan bahan tambahan pangan (BTP) dalam proses produksi pangan perlu diwaspadai bersama, baik oleh produsen maupun oleh konsumen. Dampak penggunaan
dapat
berakibat
positif
maupun
negatif
bagi
masyarakat.
Penyimpangan dalam penggunaannya akan membahayakan kita bersama, khususnya generasi muda sebagai penerus pembangun bangsa. Dibidang pangan kita memelurkan sesuatu yang lebih baik untuk masa yang akan datang, yaitu
Universitas Sumatera Utara
pangan yang aman untuk dikonsumsi, lebih bermutu, bergizi, dan lebih mampu bersaing dalam pasar global (Cahyadi, 2009). Tujuan penggunaan bahan tambahan pangan adalah mempertahankan nilai gizi dan kualitas daya simpan, membuat bahan pangan lebih mudah dihidangkan, serta mempermudah prepasi bahan pangan. Pada umumnya bahan tambahan pangan dapat dibagi menjadi dua golongan, yaitu : a.
Bahan Tambahan Pangan yang ditambahkan dengan sengaja ke dalam makanan, dengan mengetahui komposisi bahan tersebut dan maksud penambahan itu dapat mempertahankan kesegaran, cita rasa dan membantu pengolahan sebagai contoh pengawet, pewarna, dan pengeras.
b.
Bahan Tambahan Pangan yang tidak sengaja ditambahkan, yaitu bahan yang tidak mempunyai fungsi dalam makanan tersebut, terdapat secara tidak sengaja, baik dalam jumlah sedikit maupun cukup banyak akibat perlakuan selama proses produksi, pengolahan, dan pengemasan. Bahan ini dapat pula merupakan residu atau kontaminan dari bahan yang sengaja ditambahkan untuk tujuan produksi bahan mentah. Contoh bahan tambahan pangan dalam golongan ini adalah residu pestisida herbisida, fungisida, dll), dan antibiotik
(termasuk insektisida, (Cahyadi, 2009).
Penggunaan bahan tambahan pangan sebaiknya dengan dosis dibawah ambang batas yang teah ditentukan. Jenis BTP ada 2 yaitu GRAS (Generally Recognized as Safe), zat ini aman dan tidak berefek toksik misalnya gula (glukosa).Sedangkan jenis lainnya yaitu ADI (Acceptable Daily Intake), jenis ini selalu ditetapkan batas penggunaan hariannya (dailyintake) demi menjaga /melindungi kesehatan konsumen (Cahyadi, 2006).
Universitas Sumatera Utara
2.3
Tujuan Bahan Tambahan Pangan (BTP)
2.3.1 Tujuan Penambahan Bahan Tambahan Pangan (BTP) a.
Meningkatkan nilai gizi makanan,
b.
Memperbaiki nilai estetikadan sensori makanan, dan
c.
Memperpanjang umur simpan (shelf life) makanan. Produsen menambahkan bahan tambahan pangan ke dalam produk makanan
dengan latar belakang yang berdeda-beda.Namun sebenarnya bagi konsumen, penambahan bahan tersebut tidak semuanya diperlukan.Bahkan seringkali ada bahan yang justru membahayakan kesehatan konsumen
(Cahyadi, 2006).
Pengunaan BTP seringkali berakibat buruk terhadap kesehatan. Beberapa faktor penyebab adalah sebagai berikut: a.
Penggunaan bahan yang sebenarnya bukan untuk pangan, kerena alasan ekonomi. Sebagai contoh, penggunaan pewarna tekstil untuk bahan makanan karena harganya lebih murah daripada pewarna makanan.
b.
Kurangnya sosialisasi tentang dosis, manfaat, dan bahaya akibat penggunaan bahan tambahan pangan secara salah. Adapun tujuan lainnya dalam penggunaan bahan tambahan pangan adalah
dapat meningkatkan atau mempertahankan nilai gizi dan kualitas daya simpan, dan membuat bahan pangan lebih mudah dihidangkan. Pada umumnya bahan tambahan pangan dapat dibagi menjadi dua golongan, yaitu sebagai berikut :
Universitas Sumatera Utara
1.
Bahan tambahan pangan yang ditambahkan dengan sengaja kedalam makanan, dengan mengetahui komposisi bahan tersebut dan maksud penambahan itu dapat mempertahankan kesegaran, cita rasa, dan membantu pengolahan, sebagai contoh pengawet, pewarna, dan pengeras.
2.
Bahan tambahan pangan yang tidak sengaja ditambahkan, yaitu bahan yang tidak mempunyai fungsi dalam makanan tersebut, terdapat secara tidak sengaja, baik dalam jumlah sedikit atau cukup banyak akibat perlakuan selama proses produksi, pengolahan, dan pengemasan. Bahan ini dapat pula merupakan residu atau kontaminan dari bahan yang sengaja ditambahkan untuk tujuan produksi bahan mentah atau penanganannya yang masih terus terbawa ke dalam makanan yang akan dikonsumsi. Contoh bahan tambahan pangan dalam golongan ini adalah residu pestisida dan sebagainya (cahyadi, 2006).
Penggunaan bahan tambahan pangan dapat dibenarkan apabila: a.
Dimaksudkan untuk mencapai masing-masing tujuan penggunaan dalam pengolahan.
b.
Tidak digunakan untuk menyembunyikan pengunaan bahan yang salah atau tidak memenuhi persyaratan.
c.
Tidak digunakan untuk menyembunyikan cara kerjaa yang bertentangan dengan cara produksi yang baik untuk makanan, dan
d.
Tidak digunakan untuk menyembunyikan kerusakan makanan.
2.4
Bahan Tambahan Pangan Yang Diizinkan dan Dilarang Pengunaannya
Universitas Sumatera Utara
Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 722/MenKes/Per/IX/88, tentang Golongan Bahan Tambahan Pangan yang diizinkan diantaranya sebagai berikut : 1.
Antioksidan (Antioxidant) Antioksidan merupakan senyawa yang dapat memperlambat oksidasi di
dalam bahan. Penggunaan meliputi bahan antara lain lemak hewani, minyak nabati, produk pangan dengan lemak tinggi, produk daging, produk ikan, dan lainlain. Persyaratan (sesuai peraturan /undang-undang ): antioksidan sebagai bahan tambahan pangan batas maksimum penggunaannya telah diatur oleh Peraturan Menteri Kesehatan No.722/Menkes/Per/IX/88 tertulis pada lampiran1, antioksidan yang diizinkan peggunaannya antara lain asam askorbat, asam eritrobat, askorbat palminat dan lain-lain. 2.
Antikempal (Anticaking Agent) Antikempal adalah bahan tambahan pangan yang dapat mencegah
mengempalnya pangan berupa serbuk juga mencegah mengempalnya pangan yang berupa tepung. 3.
Pengatur Keasaman (Acidity Regulator) Pengaturan keasaman (asidulan) merupakan senyawa kimia yang bersifat
asam dan merupakan salah satu dari bahan tambahan pangan yang sengaja ditambahkan ke dalam pangan dengan berbagai tujuan. Sifat asam senyawa ini da pat mencegah pertumbuhan mikroba dan bertindak sebagai bahan pengawet.
Universitas Sumatera Utara
4.
Pemanis Buatan (Artificial Sweeterner) Bahan tambahan pangan yang dapat menyebabkan rasa manis pada
makanan yang tidak atau hampir tidak mempunyai nilai gizi. Contoh: sakarin dan siklamat. 5.
Pemutih dan Pematang Tepung (Flour TreatmentAgent) Bahan tambahan pangan yang seringkali digunakan pada bahan tepung dan
produk olahannya, dengan maksud karakteristik warna putih yang merupakan ciri khas tepung yang bermutu baik tetap terjaga, begitu halnya dimaksudkan untuk memperbaiki
mutu
selama
proses
pengolahannya,
seperti
dalam
hal
pengembangan adonannya selama pemanggangan. 6.
Pengemulsi, Pemantap, dan Pengental (Emulsifier, Stabilizer, Thickener) Bahan tambahan pangan yang dapat membantu terbentuknya atau
memantapkan sistem dispersi yang homogen pada makanan. Biasa digunakan untuk makanan yang mengandung air atau minyak. Contoh: polisorbat untuk pengemulsi es krim dan kue, peltin untuk pengental pada jamu, jeli, minuman ringan dan es krim, gelatin pemantap dan pengental untuk sediaan keju, karagenen dan agar-agar untuk pemantap dan pengental produk susu dan keju. 7.
Pengawet (Preservative) Bahan pengawet umumnya digunakan untuk mengawetkan pangan yang
mempunyai sifat mudah rusak. Bahan ini dapat menghambat atau memperlambat proses fermentasi, pengasaman, atau penguraian yang disebabkan oleh mikroba.
Universitas Sumatera Utara
8.
Pengeras (Firming Agent) Bahan tambahan pangan yang dapat memperkeras atau mencegah lunaknya
makanan. Contoh: Al sulfat, Al Na sulfat untuk pengeras pada acar ketimun dalam botol, Ca glukonat dan Ca sulfat pada buah kaleng seperti tomat dan kaleng. 9.
Pewarna (Colour) Bahan tambahan pangan yang dapat memperbaiki atau memberi warna pada
makanan warna juga dapat digunakan sebagai indikator kesegaran dan kematangan 10.
Penyedap rasa dan aroma, Penguat rasa (Flavour, Flavour Enhancer) Bahan tambahan pangan yang dapat memberikan, menambahkan atau
mempertegas rasa dan aroma. Contoh: monosodium glutamat pada produk daging. 11.
Seksuestran (Sequestrant) Bahan tambahan pangan yang dapat mengikat ion logam yang ada pada
makanan sehingga dicegah terjadinya oksidasi yang dapat menimbulkan perubahan warna dan aroma.Biasa ditambahkan pada produk lemak dan minyak atau produk yang mengandung lemak atau minyak seperti daging dan ikan. Contoh: asam folat dan garamnya. (Cahyadi, 2009) Beberapa Bahan Tambahan Pangan yang dilarang digunakan dalam makanan, menurut Permenkes RI No. 722/Menkes/Per/IX/88, sebagai berikut : 1. Natrium Tetraborat (Boraks) 2. Formalin (Formaldehyd)
Universitas Sumatera Utara
3. Minyak nabati yang dibrominasi (Brominated Vegetable Oils) 4. Kloramfenikol (Chlorampenicol) 5. Kalium Klorat(Pottasium Chlorate) 6. Dietilpirokarbonat (Diethylpyrocarbonate, DEPC) 7. Nitrofuranzon (Nitrofuranzone) 8. P-Phenetilkarbamida (p-Phenethylcarbamide, Dulcin, 4-ethoxyphenyl urea) 9. Asam Salisilat dan garamnya (salicylic Acid and its salt)
2.5 Bahan Pewarna Makanan 2.5.1 Defenisi Pewarna Makanan Pewarna makanan merupakan bahan tambahan pangan yang dapat memperbaiki penampakan makanan agar menarik, menyeragamkan dan menstabilkan warna, serta menutupi perubahan warna akibat proses pengolahan dan penyimpanan (Riandini, 2008). Pewarna makanan banyak digunakan untuk berbagai jenis makanan, terutama produk jajanan pasar serta berbagai makanan olahan yang dibuat oleh industri kecil ataupun industri rumah tangga meskipun pewarna buatan juga ditemukan pada berbagai jenis makanan yang dibuat oleh industri besar (Yuliarti, 2007). Kualitas bahan makanan ditentukan antara lain oleh cita rasa, warna, tekstur dan nilai gizi. Akan tetapi sebagian besar konsumen sebelum mempertimbangkan cita rasa dan nilai gizi akan lebih tertarik pada tampilan atau warna makanan serta pengolahan bahan makanan (Saparinto, 2006). Biasanya alasan penggunaan zat pewarna lebih banyak ditentukan dari pandangan estetika yait:.
Universitas Sumatera Utara
1.
Memperbaiki penampakan makanan yang warnanya memudar akibat pemanasan atau selama penyimpanan (misalnya sayuran).
2.
Memperoleh warna yang seragam pada komediti yang secara alami tidak seragam (misalnya warna kulit jeruk).
3.
Memperoleh warna yang lebih tegas dan cemerlang dari warna aslinya. Misalnya pada produk minuman ringan dan yoghurt yang diberi aroma tertentu, oleh konsumen sering diasosiasikan sebagai warna buah yang khas, seperti warna ungu dengan bau anggur, dan lain-lain.
4.
Melindungi
zat-zat
vitamin
yang
peka
terhadap
cahaya
selama
penyimpanan. Dalam hal ini pewarna tersebut berfungsi sebagai penyaring cahaya atau tirai yang menghambat masuknya cahaya. 5.
Memperoleh penampakan yang lebih menarik dari bahan aslinya (misalnya warna agar-agar).
6.
Untuk identifikasi produk (misalnya warna kuning adalah margarine) (Fardiaz, 2007).
2.5.2 Jenis Pewarna Makanan Di Indonesia, penggunaan zat pewarna untuk makanan (baik yang diizinkan maupun dilarang) diatur dalam Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 239/Menkes/Per/V/1985 dan direvisi melalui SK Menteri Kesehatan RI No. 722/Menkes/Per/IX/1988 mengenai bahan tambahan makanan. Bahan pewarna makanan terbagi dalam dua kelompok besar yaitu :
Universitas Sumatera Utara
1.
Pewarna alami Bahan pewarna alami dapat diperoleh dari tanaman ataupun hewan. Bahan
pewarna alami ini meliputi pigmen yang sudah terdapat dalam bahan atau terbentuk dalam proses pemanasan, penyimpanan atau pemprosesan. Beberapa pigmen alami yang banyak terdapat di sekitar kita antara lain: Klorofil, Karotenoid, Tanin, Antosianin, dan Antoxantin. Umumnya, pigmen-pigmen ini bersifat tidak cukup stabil terhadap panas, cahaya dan PH tertentu. Walau begitu, pewarna alami umumnya aman dan tidak menimbulkan efek samping bagi tubuh. Tabel 2.1 Contoh-Contoh Bahan Pewarna Alami Kelompok
Warna
Sumber
Karamel
Cokla coklat
Gula dipanaskan
Anthosianin
Jingga Merah
Tanaman
Flavonoid
Tanpa kuning
Tanaman
Leucoantho Sianin
Tidak berwarna
Tanaman
Tannin
Tidak berwarna
Tanaman
Batalain
Kuning, merah
Tanaman
Tanaman
Kuning, hitam
Tanaman Bakteria lumut Xanthon
Kuning
Tanaman
Karotenoid
Tanpa kuning-merah
Tanaman/hewan
Klorofil
Hijau, coklat
Tanaman
Heme
Merah, coklat
Hewan
Universitas Sumatera Utara
Sumber : Tranggono dkk dalam : Yuliarti, 2007. Sesungguhnya tidak ada data yang menunjukkan bahan pewarna alami lebih aman dari yang sintetik atau buatan. Namun umumnya orang percaya bahanbahan tersebut relatif lebih aman dibandingkan dengan bahan kimia karena faktor kelarutannya dalam tubuh yang agak mudah diserap. Meskipun relatif lebih aman akan tetapi jika dibandingkan dengan zat pewarna sintetik, bahan pewarna alami mempunyai kelemahan-kelemahan antara lain : 1. Seringkali memberikan rasa dan aroma khas yang tidak diinginkan 2. Konsentrasi pigmen rendah 3. Stabilitas pigmen rendah 4. Keseragaman warna kurang baik 5. Spektrum warna tidak seluas seperti pada warna sintetik. 2.
Pewarna Buatan Pewarna buatan untuk makanan diperoleh melalui proses sintesis kimia
buatan yang mengandalkan bahan-bahan kimia, atau dari bahan yang mengandung pewarna alami melalui ekstraksi secara kimiawi. Beberapa contoh pewarna buatan adalah tartazin untuk warna kuning, allura red untuk warna merah, dan sebagainya. Tabel 2.2 Bahan Pewarna Buatan Yang Diizinkan Di Indonesia Nomor Indeks Pewarna
Amaran
Amaranth: Flood
Warna (C.I.No.) CI
16185
Batas Maksimum Penggunaan Secukupnya
Universitas Sumatera Utara
Red 9 Briliant blue FCF: CI Biruberlian
Food red 2
42090
Eritrosin
Eritrosin: CI Food red 14 Fast
45430
Hijau FCF
Green FCF: CI Food green 3
42053
Secukupnya
Hijau S.
Green S: CI Food Green 4
44090
Secukupnya
Indigotin
Indigotin: Food Blue 1
73015
Secukupnya
Penceau 4R: CI Food red 7
16255
Secukupnya
Quineline yellow
74005
Secukupnya
CI. Food yellow 13 Sunset yellow FCF
15980
Secukupnya
Kuning FCF
CI. Food yellow 3
-
Secukupnya
Riboflavina
Tartrazine Riboflavina Tartrazine
19140
Secukupnya
Penceau 4R Kuning Tabel 2.2 Lanjutan Kuinelin
Secukupnya Secukupnya
CI
Sumber : Peraturan Menkes RI. N0. 722/Menkes/Per/IX/88 dalam : Yuliarti, 2007. Kelebihan pewarna buatan dibanding pewarna alami adalah dapat menghasilkan warna yang lebih kuat dan stabil meski jumlah pewarna yang digunakan hanya sedikit. Warna yang dihasilkan dari pewarna buatan akan tetap cerah meskipun sudah mengalami proses pengolahan dan pemanasan. Sedangkan pewarna alami mudah mengalami degradasi atau pemudaran pada saat diolah dan disimpan (Anonimous, 2006).
Universitas Sumatera Utara
Kemajuan teknologi pangan memungkinkan zat pewarna dibuat secara sintesis. Dalam jumlah yang sedikit, suatu zat kimia bisa memberi warna yang stabil pada produk pangan. Dengan demikian, produsen bisa menggunakan banyak pilihan warna untuk menarik minat calon konsumen (Syah, 2005). Tabel 2.3 Bahan Pewarna Buatan Yang Dilarang Di Indonesia Nomor Indeks Warna Bahan Pewarna (C.I.No.) Citrus red No. 2
-
12156
Ponceau 3 R
(Red G)
16155
Penceau SX
(Food Red No. 1)
14700
Rhodamin B
(Food Red No. 5)
45170
Guinea Green B
(Acid Green No. 3)
42085
Magentha
(Basic Violet No. 14)
42510
Chrysoidine
(Basic Orange No. 2)
11270
Butter yellow
(Solveent yellow No. 2)
11020
Sudan I
(Food Yellow No. 2)
12055
Methanil yellow
(Food Yellow No. 14)
13065
Auramine
(Ext. D & C Yellow No. !)
41000
Oil Oranges SS
(Basic Yellow No. 2)
12100
Oil Oranges XO
(Solvent Oranges No. 7)
12140
Oil yellow AB
(Solvent Oranges No. 5)
11380
Oil yellow OB
(Solvent Oranges No. 6)
11390
Lanjutan Tabel 2.3
Sumber : Peraturan Menkes RI. N0. 722/Menkes/Per/IX/88.
Universitas Sumatera Utara
Dari berbagai warna tekstil yang disalahgunakan sebagai pewarna makanan, yang paling banyak digunakan adalah Rhodamin B dan Metanyl Yellow. Padahal keduanya dapat mengakibatkan gangguan kesehatan yang mungkin baru muncul bertahun- tahun setelah 2.5.3
kita
mengkonsumsinya (Yuliarti, 2007).
Tujuan Penambahan Zat Pewarna Beberapa alasan utama menambahkan zat pewarna pada makanan yaitu:
1.
Untuk menutupi perubahan warna akibat paparan cahaya, udara, atau temperatur yang ekstrim akibat proses pengolahan dan penyimpanan.
2.
Memperbaiki variasi alami warna.
3.
Membuat identik produk pangan.
4.
Menarik minat konsumen dengan pilihan warna yang menyenangkan.
5.
Untuk menjaga rasa dan vitamin yang mungkin akan terpengaruhi sinar matahari selama produk disimpan (Wiryanta, 2002).
2.6
Rhodamin B
2.6.1 Defenisi Rhodamin B Rhodamin B merupakan zat warna sintetis berbentuk serbuk kristal, tidak berbau, berwarna merah keunguan, dalam bentuk larutan berwarna merah terang berpendar (Dinkes Jombang, 2005). Rhodamin B (C28N31N2O3CL) adalah bahan kimia sebagai pewarna dasar untuk berbagai kegunaan, semula zat ini digunakan untuk kegiatan histologi dan
Universitas Sumatera Utara
sekarang berkembang untuk berbagai keperluan yang berhubungan dengan sifatnya yang berfluorensi. Rhodamin B semula digunakan untuk kegiatan histologi dan sekarang berkembang untuk berbagai keperluan seperti sebagai pewarna kertas dan tekstil. Rhodamin B seringkali disalah gunakan untuk pewarna pangan dan pewarna kosmetik, misalnya sirup, lipstik, dan lain-lain. Pewarna ini terbuat dari dietillaminophenol dan phatalic anchidria dimana kedua bahan baku ini sangat toksik bagi manusia. Biasanya pewarna ini digunakan untuk pewarna kertas, wol dan sutra (Djarismawati, 2004). 2.6.2 Metabolisme Rhodamin B Rhodamin B secara ekstensif diabsorpsi oleh traktus gastrointestinal dan metabolisme pada anjing, kucing, dan tikus dengan hanya 3-5% dari dosis Rhodamin B yang dimasukan dapat ditemukan dalam bentuk aslinya/tanpa perubahan di urin dan feces. Perjalanan metabolisme Rhodamin B hingga bisa menjadi salah satu penyebab kerusakan organ secara sistematik disebabkan oleh sifatnya yang polar, akibat sifat polar tersebut, Rhodamin B yang tak termetabolisme oleh hepar akan menyebar mengikuti aliran darah dengan berinteraksi dengan asam amino dalam globin darah. 2.6.3 Penyalahgunaan Rhodamin B Pada Makanan Dewasa ini, banyak sekali kasus keracunan makanan mewarnai media cetak maupun televisi.Tidak jarang pula kasus kematian yang berasal dari keracunan makanan turut dilaporkan.Yang lebih mencengangkan lagi, kasus keracunan makanan yang dilaporkan tidak hanya bersumber pada ketidak higienisan
Universitas Sumatera Utara
makanan, tetapi juga penggunaan bahan-bahan kimia yang dilarang dalam makanan. Seperti halnya Rhodamin B sering di salah gunakan untuk pewarna pangan seperti yang digunakan pada kerupuk dan minuman yang sering dijual di sekolah (Retno, 2007). Balai Besar Pengawasan Obat dan Makanan (BBPOM) Yogyakarta menemukan minuman es buah yang dijual di arena Pasar Malam Pasar Sekaten (PMPS) mengandung Rhodamin B atau pewarna kain. Dalam sidak makanan di PMPS yang dilakukan BBPOM, Dinas Kesehatan Kota, Dinas Perindustrian Perdagangan dan Koperasi dan Pertanian Kota serta Dinas Ketertiban Kota, menemukan seorang pedagang yang menjual es buah dengan pewarna kain atau Rhodamin B untuk campuran sirupnya (Aje, 2009). Pangan yang mengandung Rhodamin B di antaranya makanan ringan, terasi, kembang gula, biskuit, minuman ringan, cendol, manisan, dawet, bubur, gipang dan ikan asap. Produk yang terbanyak ditemukan mengandung Rhodamin B adalah kerupuk, terasi dan makanan ringan (Endang, 2008). Berdasarkan dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) di DKI Jakarta, dalam pembuatan cabe merah giling ditambahkan bahan lain seperti wortel dan kulit bawang putih agar menambah berat, akan tetapi sangat merubah warna merah. Oleh karena itu ditambahkan Rhodamin B ke dalam campuran cabe, wortel dan kulit bawang putih agar warna kembali seperti semula (Djarismawati, 2004). 2.6.4 Manfaat Rhodamin B
Universitas Sumatera Utara
Pemakaian bahan pewarna Rhodamin B dalam pangan mempunyai dampak positif bagi produsen dan konsumen, yang diantaranya dapat membuat suatu pangan lebih menarik, meratakan warna pangan, dan mengembalikan warna dari bahan dasar yang hilang atau berubah selama pengolahan (Cahyadi,2009). Rhodamin B dapat digunakan untuk pewarna kulit, kapas, woll, serat kulit kayu, nilon, serat asetat, kertas, tinta dan pernis, sabun, dan bulu (Merck Indeks, 2006). Rhodamin B biasanya juga digunakan untuk memberikan kesan lebih merah atau lebih terang kepada sifat benda yang dicampur dengan Rhodamin B. 2.6.5 Dampak Rhodamin B Terhadap Kesehatan Menurut WHO, Rhodamin B berbahaya bagi kesehatan manusia karna sifat kimia dan kandungan logam beratnya. Rhodamin B mengandung senyawa klorin (Cl). Senyawa klorin merupakan senyawa halogen yang berbahaya dan reaktif. Jika tertelan, maka senyawa ini akan berusaha mencapai kesetabilan dalam tubuh dengan cara mengikat senyawa lain dalam tubuh, hal inilah yang bersifat racun bagi tubuh. Rhodamin B bisa menumpuk di lemak sehingga lama-kelamaan jumlahnya akan terus bertambah. Rhodamin B diserap lebih banyak pada saluran pencernaan dan menunjukkan ikatan protein yang kuat. Kerusakan pada hati terjadi akibat makanan yang mengandung Rhodamin B dalam konsentrasi tinggi. Paparan Rhodamin B dalam waktu yang lama dapat menyebabkan gangguan fungsi hati dan kanker hati (Joomla, 2009).
Universitas Sumatera Utara
Bila terpapar Rhodamin B dalam jumlah besar maka dalam waktu singkat akan terjadi gejala akut keracunan Rhodamin B. Bila Rhodamin B tersebut masuk melalui makanan maka akan mengakibatkan iritasi pada saluran pencernaan dan mengakibatkan gejala keracunan dengan air kencing yang berwarna merah maupun merah muda. Sedangkan menghirup Rhodamin B dapat mengakibatkan gangguan kesehatan, yakni terjadinya iritasi pada saluran pernafasan. Demikian pula apabila terkena kulit akan mengalami iritasi. Mata yang terkena Rhodamin B juga akan mengalami iritasi yang ditandai dengan mata kemerahan dan timbunan cairan atau oedem pada mata (Yuliarti, 2007). Zat warna diabsorpsi dalam saluran pencernaan makanan dan sebagian dapat mengalami metabolisme oleh mikroorganisme dalam usus. Dari saluran dibawa langsung kedalam hati, melalui vena portal atau melalui sistem limpatik ke vena kava superior. Didalam hati, senyawa dimetabolisme dan atau dikonjugasi lalu ditransportasikan ke ginjal untuk diekskresikan bersama urine. Senyawasenyawa tersebut dibawa dalam aliran darah sebagai berikut: 1.
Sebagai molekul-molekul yang tersebar dan melarut dalam plasma.
2.
Sebagai molekul-molekul yang terikat reversibel dengan protein dan konstituen-konstituen lain dalam serum dan
3.
Sebagai molekul-molekul bebas atau terikat tanpa mengandung eritrosit dan unsur-unsur lain dalam pembentukan darah. Zat warna yang dimetabolisme dan atau dikonjugasi di hati, selanjutnya ada
juga yang ke empedu memasuki jalur sirkulasi enterohepatik. Zat warna Rhodamin B yang larut dalam air diekskresi secara kuantitatif melalui empedu,
Universitas Sumatera Utara
sedangkan yang larut dalam lemak diabsopsi sempurna tanpa metabolisme dalam usus, melainkan dimetabolisme dalam hati, membentuk amin primer yang sesuai, atau dapat juga dihidrolisis oleh enzim mikrosomal hati, atau diikat oleh proteinprotein hati, senyawa yang merupakan metabolit polar cepat di hati sehingga dapat menyebabkan kangker hati (Cahyadi, 2006).
2.7
Produk Saos
2.7.1 Pengertian Saos Saos adalah bahan pelengkap yang digunakan sebagai bahan tambahan untuk menambah kelezatan makanan dapat berupa cairan kental (pasta) yang terbuat dari bubur buah berwarna menarik (biasanya merah), mempunyai aroma dan rasa yang merangsang (dengan atau tanpa rasa pedas), mempunyai daya simpan panjang karna mengandung asam, gula, garam dan seringkali pengawet (Saparianto, 2011). Menurut Standar National Indonesia (SNI-01-2891-1992), saos cabai didefenisikan sebagai saos yang diperoleh dari pengolahan bahan utama cabai (Capsicum sp) yang telah matang dan bermutu baik, dengan atau tampa penambahan makanan lain, serta digunakan sebagai penyedap makanan. Saus adalah cairan yang dikentalkan dengan salah satu bahan pengental sehingga menjadi semi liquid (setengah cair), dan disajikan bersama dengan ikan, unggas, daging maupun kue-kue dengan maksud untuk mempertinggi cita rasa dari bahan makanan yang disajikan (Amirasyafina, 2015).
Universitas Sumatera Utara
Agar kita tidak terpedaya oleh kemasan,warna, atau tampilan produkada baiknya untuk selalu mencermati informasi yang tercamtum pada label kemasannya. Hal yang paling perlu diperhatikan adalah Ingriden ( komposisi bahan penyusun), komposisi gizi, tanggal kadaluarsa, berat isi, serta nama dan alamat produsen. Faktor harga juga perlu jadi pertimbangan. Produk yang berkualitas selalu terkait dengan biaya produksi yang lebih mahal, sehingga harga jualnya pun menjadi lebih mahal (Endang, 2008). Saos cabai telah menjadi salahsatu kebutuhan bagi masyarakat moderen saat ini baik yang hidup diperkotaan maupun di pedesaan. Saat ini saos cabai telah digunakan sebagai penyedap sebagai penyedap beragam makanan atau masakan olah berbagai kalangan masyarakat. Rasa, aroma, tekstur serta warna saos cabai yang khas dan menarik menyebabkan masyarakat menjadikannya sebagai bagian dari menu kesehatan, sering juga disebut sebagai sambal cabai, sambal cabai juga sering diberi nama lain seperti pedas, ekstra pedas, atau super pedas. Rasa pedas tersebut bisa berasal dari saos cabe atau sambal botolan, bisa juga hanya dari senyawa flavor (Srikandi, 2007). Keragaman produk saos tersebut dapat ditinjau dari segi harga, kemasan, komposisi bahan, cita rasa dan nilai gizinya sehingga persaingan produsen tidak sehat sering muncul seperti penggunaan bahan- bahan pengawet, zat pewarna, atau proses pengolahan yang kurang memenuhi syarat. Saos sendiri secara umun didefenisikan sebagai suatu produk yang merupakan hancuran dari beberapa bahan pangan yang tergolong sayuran misalnya tomat dan cabe, karena itu secara umum dikenal dua jenis saos yaitu saos cabai dan saos tomat
(Arif, 2005).
Universitas Sumatera Utara
2.7.2 Bahan Pembuatan Saos Cabe Bahan yang diperlukan dalam pembuatan saos cabe adalah cabe merah, air, gula, garam, cuka, bawang putih dan pengental ( tepung ). Kadang-kadang juga ditambahkan zat pewarna, penyedap, dan pengawet makanan. Zat pewarna tekstil dan pengawet non pangan tentu tidak boleh digunakan. Tingkat kekentalan saos cabe sangat ditentukan oleh jumlah pati yang ditambahkan, makin banyak pati yang ditambahkan, makin kental saos yang dihasilkan. Intensitas warna merah pada saos cabai sangat tergantung kepada banyaknya zat pewarna yang ditambahkan. Tingkat keawetannya sangat ditentukan oleh proses pengolahan yang diterapkan dan jumlah bahan pengawet yang digunakan. Jika proses pengolahan ( terutama pemasakan ) dilakukan secara benar, dengan sendirinya produk menjadi awet, sehingga tidak diperlukan bahan pengawet yang berlebih (Djarismawati, 2004) 2.7.3. Proses Pembuatan Proses pembuatan saos cabai meliputi pencucian, pemotongan tangkai, dan pembuangan biji cabai. Cabai tanpa biji selanjutnya dikukus pada suhu 100°C selama 1 menit, untuk mematikan sejumlah besar mikroba pembusuk dan perusak. Selanjutnya dilakukan proses penggilingan sampai halus serta penambahan garam, bahan pengawet, gua, asam cuka 25%, penyedap rasa, tepung, dan air (Suyati, 2007). Proses selanjutnya adalah pengadukan bahan, pemasakan hingga mendidih dan mengental. Dalam keadaan panas saos dimasukan ke dalam batol steril,
Universitas Sumatera Utara
kemudian dilakukan proses exhausting ( pengeluaran sejumlah udara ) dan penutupan botol. Pada skala industri semua rangkain kegiatan diatas dilakukan secara higienis dan terkontrol. Dengan demikian, praktek penggunaan bahan yang tidak layak atau proses pengolahan yang tidak semestinya, tidak mungkin dilakukan pada industri besar. Anggapan bahwa saos dibuat dari buah papaya atau ubi jalar tidaklah selalu benar. Secara teoritis, kedua bahan tersebut dapat digunakan dalam pembuatan saos di tingkat rumah tangga. Namun, pengguanaan buah pepaya atau ubi jalar tentu tidak ekonomis dan praktis dalam skala industri. 2.7.4
Komposisi Gizi Pada Saos Cabe Dengan karakteristiknya yang kental dan berwarna, saos cabai, cukup
menguntungkan untuk difortifikasi dengan beberapa zat gizi. Kedalam saos cabai dapat ditambahkan zat gizi mikro yang sangat penting bagi kesehatan seperti mineral iodium (mencegah gondok, kertinisme dan gangguan kecerdasan) zat besi mencegah anemia gizi, dan vitamin A
mencegah gangguan proses
penglihatan dan kebutaan. Ketiga zat gizi mikro diatas sangat perlu ditambahkan mengingat masih banyaknya masalah gizi kurang akibat kekurangan zat-zat tersebut fortifikasi gizi kedalam berbagai produk pangan hasil industri sangat berarti bagi pengentasan berbagai masalah yang
menyangkut gizi
(Hardinsyah, 2003). 2.7.5
Pewarna Sintesis Pada Saos Cabe Banyak ditemukan pada makanan buatan industri kecil dan jajanan pasar
dan juga industri besar. Rhodamin B dan Metanil Yellow sering dipakai untuk
Universitas Sumatera Utara
mewarnai kerupuk, makanan ringan, terasi, kembang gula, sirup, manisan, tahu kuning. Rhodamin B dan Metanil Yellow adalah pewarna tekstil bukan food grade. Pewarna sintesis terutama rhodamin, juga banyak ditemukan dalam saos. Apalagi saos yang tidak bermerek, yang dijual pada pedagang (Endang, 2008). Sekarang banyak saos yang berwarna sangat mencolok dan warnanya sangat meragukan.Saos sangat disukai anak-anak, terutama anak sekolah yang tergiur pada makanan yang terdapat saosnya. Pada saos tersebut tidak bermerek dan warnanya merah sekali. Sebenarnya pewarna makanan alami sudah sejak lama digunakan seperti kunyit dan daun suji. Tetapi seiring dengan kemajuan teknologi, pewarnan sintesis digunakan. Karena kelebihannya yaitu praktis penggunaannya dan lebih murah harganya. Penelitian menunjukan bahwa pewarna buatan dapat menyebabkan hiperaktif pada anak-anak, infertilitas, cacat bayi, kerusakan liver dan ginjal, kanker, mengangu fungsi otak dan kemampuan belajar, dan kerusakan kromosom (Cahyadi, 2006) 2.8
Pengetahuan
2.8.1 Pengertian Pengetahuan Pengetahuan adalah hasil dari tahu yang terjadi melalui proses sensoris khusunya mata dan telinga terhadap objek tertentu. Pengetahuan merupakan domainyang sangat penting untuk terbentuknya perilaku terbuka (over behavior) (Sunaryo, 2004). Pengetahuan (Knowledge) merupak hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui panca indera manusia, yakni indera penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga. Pengetahuan atau kognitif merupakan domain
Universitas Sumatera Utara
yang sangat penting dalam membentuk tidakan seseorang (over behavior) (Soekidjo, 2003). Pengetahuan adalah kesan di dalam pikiran manusia sebagai hasil penggunaan panca inderanya. Yang berbeda sekali dengan kepercayaan penerangan-penerangan yang keliru. (Soekanto dalam Mubarak, 2007). Prilaku yang disadari oleh pengetahuan akan lebih langgeng dari pada prilaku yang tidak disadari oleh pengetahuan sebab prilaku ini terjadi akibat adanya paksaan atau peraturan yang mengharuskan untuk berbuat. Menurut Mubarak ( 2007 ) factor-faktor yang mempengaruhi pengetahuan seseorang antara lain : 1. Pendidikan, pendidikan berarti bimbingan yang diberikan seseorang pada orang lain terhadap sesuatu hal yang mereka dapat pahami. Semakin tinggi pendidikan seseorang semakin mudah pula mereka menerima informasi, pada akhirnya makin banyak pula pengetahuan yang di milikinya. 2. Pekerja, lingkungan pekerjaan dapat menjadikan seseorang memperoleh pengalaman secara langsung maupun tidak langsung. 3. Umur, dengan bertambahnya umur seseorang akan terjadi perubahan pada aspek fisik dan psikologi ( mental ) yang makin matang dan dewasa 4. Minat, minta seseorang menjadikan seseorang untuk mencoba atau menekuni suatu hal dan akhirnya diperoleh pengetahuan yang mendalam. 5. Pengalaman, jika pengalaman objek menyenangkan maka secara psikologis akan timbul sikap positif dalam kehidupannya.
Universitas Sumatera Utara
6. Kebudayaan lingkungan sekitar, kebudayaan dimana kita hidup mempengaruhi terhadap perubahan sikap kita. 7. Informasi, kemudahan memperoleh suatu informasi akan membantu mempercepat seseorang memperoleh pengetahuan yang baru. Pengetahuan sangat erat hubungannya dengan pendidikan, dimana diharapkan bahwa dengan pendidikan yang tinggi maka orang tersebut akan semakin luas pula pengetahuannya. 2.8.2 Proses Adopsi Perilaku Dari pengalaman dan penelitian yang terbukti bahwa perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan lebih langgeng dari pada perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan. Penelitian Rogers (1974) mengungkapkan bahwa sebelum seseorang mengadopsi perilaku baru (berpilaku baru), di dalam diri orang tersebut terjadi proses yang berurutan, yakni : a.
Awareness, (kesadaran), yakni orang tersebut menyadari dalam arti mengetahui stimulus (objek) terlebih dahulu.
b.
Interest, yakni orang mulai tertarik kepada stimulus.
c.
Evaluation (menimbang-nimbang baik dan tidaknya stimulasi tersebut bagi dirinya). Hal ini berarti sikap responden sudah lebih baik lagi.
d.
Trial, orang telah mulai mencoba perilaku baru.
e.
Adoption, subjek telah berperilaku baru sesuai dengan pengertahuan, kesadaran, dan sikapnya terhadap stimulus. Namun demikian dari penilitian selanjutnya Rongers menyimpulkan bahwa
perubahan perilaku tidak selalu melewati tahap-tahap diatas. Apabila penerimaan
Universitas Sumatera Utara
perilaku baru atau adopsi perilaku melalui proses seperti ini didasari oleh pengetahuan, kesadaran, dan sikap yang postif, maka prilaku tersebut akan bersifat langgeng (longlasting). Sebaliknya apabila prilaku itu tidak didasari pengetahuan dan kesadaran maka tidak akan berlangsung lama (Soekidjo, 2003). 2.8.3 Tingkatan Pengetahuan Tingkatan pengetahuan di dalam domain kognitif, mencakup 6 tingkatan, yaitu: a)
Tahu merupakan tingkatan pengetahuan paling rendah. Tahu artinya dapat mengingat kembali suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya. Ukran bahwa seseorang itu tahu, adalah dia dapat menyebutkan, menguraikan, mendefenisikan, dan menyatakan.
b)
Memahani, artinya kemampuan untuk menjelaskan dan menginterpretasikan dengan benar tentang objek yang diketahui. Seseorang yang telah paham tentang sesuatu harus dapat menjelaskan, memberikan contoh, dan menyimpulkan.
c)
Penerapan, yaitu kemampuan untuk menggunkan materi yang telah dipelajari pada situasi dan kondisi nyata atau dapat menggunakan hukum – hukum, rumus, metode dalam situasi nyata.
d)
Analisis, artinya adalah kemampuan untuk menguraikan objek ke dalam bagian-bagian lebih kecil, tetapi masih di dalam suatu struktur objek tersebut dan masih terkait satu sama lain. Ukuran kemampuan adalah ia dapat menggambarkan, membuat bagan, membedakan, memisahkan, membuat bagan proses adopsi perilaku, dan dapat membedakan pengertian psikologi dengan fisiologi
Universitas Sumatera Utara
e)
Sintesis, yaitu suatu kemampuan untuk menghubungkan bagian-bagian didalam suatu bentuk keseluruhan yang baru atau kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari formulasi-formulasi yang ada. Ukuran kemampuan adalah ia dapat menyusun, meringkaskan, merencanakan, dan menyesuaikan suatu teori atau rumusan yang telah ada.
f)
Evaluasi, yaitu kemampuan untuk melakukan penilaian terhadap suatu objek. Evaluasi dapat menggunakan kriteria yang telah ada atau di susun sendiri (Sunaryo, 2004). Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau angket
yang menyatakan tentang isi materi yang akan diukur dari subjek penelitian responden. Kedalaman pengetahuan yang igin kita ketahuai atau kita ukur dapat kita sesuaikan dengan tingkatan-tingkat diatas (Soekidjo, 2003). 2.8.4
Sikap Menurut Notoadmojo (2012), sikap merupakan reaksi atau respons yang
masih tertutup dari seseorang terhadap suatu stimulasi atau objek. Sikap secara nyata menunjukkan konotasi adanya kesesuaian reaksi terhadap stimulasi tertentu yang dalam kehidupan sehari-hari merupakan reaksi yang bersifat emosional terhadap stimulus sosial. Sikap adalah penilaian (bisa berupa pendapat) seseorang terhadap stimulasi atau objek (dalam hal ini adalah masalah kesehatan, termasuk penyakit). Setelah sesorang mengetahui stimulasi atau objek, proses selanjutnya akan menilai atau bersikap terhadap stimulasi atau objek kesehatan tersebut. Oleh sebab itu indikator untuk sikap kesehatan juga sejalan dengan pengetahuan kesehatan, yakni :
Universitas Sumatera Utara
a.
Sikap terhadap sakit dan penyakit Adalah bagaimana penilaian atau pendapat sesorang tehadap gejala atau
tanda-tanda penyakit, penyebab penyakit, cara penularan penyakit, cara pencegahan penyakit. Sikap cara pemeliharaan dan cara hidup sehat
b.
Adalah penilain atau pendapat seseorang terhadap cara-cara memelihara dan cara-cara (berprilaku) hidup sehat. Dengan perkataan lain pendapat atau penilaian terhadap makanan, minuman, olah raga, istirahat cukup dll. c.
Sikap terhadap kesehatan lingkungan Sikap terhadap kesehatan lingkungan adalah pendapat atau penilain
sesorang terhadap lingkungan dan pengaruhnya terhadap kesehatan. Misalnya pendapat dan penilaian terhadap air bersih, pembuangan limbah dll (Soekidjo, 2003). 2.8.5 Komponen Pokok Sikap Dalam bagian lain Soekidjo (2012)
menjelaskan bahwa sikap itu
mempunyai tiga komponen pokok. 1. Kepercayaan (keyakinan), ide, dan konsep terhadap suatu objek. 2. Kehidupan emosional atau evaluasi terhadap suatu objek. 3. Kecenderungan untuk betindak (tendto behave) Ketiga komponen ini secara bersama-sama membentuk sikap yang utuh (total attitude). Dalam penentuan sikap yang utuh ini, pengetahuan, pikiran, keyakinan, dan emosi memegang peranan penting (Soekidjo, 2012).
Universitas Sumatera Utara
2.8.6 Tingkatan Sikap Seperti halnya dengan pengetahuan, sikap ini terdiri dari berbagai tingkatan a.
Menerima (receiving) Menerima diartikan bahwa orang (subjek) mau dan memperhatikan stimulus
yang diberikan (objek).Misalnya sikap orang terhadap gizi dapat dilihat dari kesediaan dan perhatian orang terhadap ceramah-ceramah tentang gizi. b.
Merespons (responding) Memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan, dan menyelesaikan
tugas yang diberikan adalah suatu indikasi dari sikap. Karena dengan suatu usaha untuk menjawab pertanyaan atau mengerjakan tugas yang diberikan, terlepas dari pekerjaan itu benar atau salah, adalah berarti bahwa orang menerima ide tersebut. c.
Menghargai (valuing) Mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan suatu masalah
adalah suatu indikasi sikap tingkat tiga. Misalnya seseorang ibu mengajak ibu yang lain (tetangganya, saudaranya) untuk pergi menimbangkan anaknya ke posyandu atau mendiskusikan tentang gizi, adalah suatu bukti bahwa si ibu tersebut telah mempunyai sikap positif terhadap gizi anak. d.
Bertanggungjawab (responsible) Bertanggung jawab atas segala sesuatu yang dipilihnya dengan segala resiko
merupakan sikap yang paling tinggi. Misalnya seorang ibu mau menjadi akseptor KB, meskipun medapatkan tentangan dari mertua atau orang tuanya sendiri.
Universitas Sumatera Utara
2.8.7 Tindakan Tindakan ( practice) tindakan adalah suatu sikap yang belum tentu terwujud dalamsuatu tindakan ( over behavior ). Untuk mewujudkan agar sikap menjadi suatu perbuatan nyata diperlukan factor pendukung atau suatu kondisi yang memungkinkan, antara lain adalah adanya fasilitas ( Maulana, 2009 ). Tindakan dibedakan atas beberapa tingkatan : a.
Persepsi, merupakan mekanisme mengenal dan memilih berbagai objek sehubungan dengan tindakan yang akan diambil.
b.
Respon terpimpin, yaitu dapat melakukan sesuatu sesuai dengan urutan yang benar dan sesuai dengan contoh.
c.
Mekanisme, yaitu dapat melakukan sesuatu sesuai secara otomotis tanpa menunggu perintah atau ajakan orang lain.
d.
Adopsi, merupakan suatu tindakan yang sudah berkembang dengan baik, artinya tindakan itu telah dimodifikasikan tanpa mengurangi kebenaran tindakan tersebut (Notoatmodjo, 2007 )
Universitas Sumatera Utara
2.9 Kerangka Konsep
Karakteristik Pedagang dan Pembeli
Pengetahuan pedagang dan pembeli
UJI KUALITATIF permenkes No. 239/Menkes/Per/V/85
Rhodamin B Pada Saos
Sikap Pedagang dan Pembeli Ada Tindakan Pedagang dan Pembeli
Tidak
Uji kuantitatif
Gambar 4. Kerangka Konsep
Universitas Sumatera Utara