13
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Kualitas
2.1.1 Pengertian Kualitas Ketika istilah “kualitas” digunakan, maka biasanya kita hanya akan berpikir tentang kesempurnaan dari suatu produk ataupun jasa yang melewati dari apa yang kita harapkan. Harapan-harapan ini berdasarkan tingkat kegunaan dan harga penjualan. Sebagai contoh, seorang konsumen mengharapkan kemampuan yang berbeda dari komputer yang prosessor-nya pentium 4 dengan pentium 2 karena kedua komputer tersebut berada pada kelas yang berbeda. Ketika suatu produk atau jasa
melewati/melebihi
dari
apa
yang
kita
harapkan
maka
kita
harus
mempertimbangkan kualitas tersebut. Dengan demikian, ini merupakan sesuatu yang tidak dapat dinyatakan secara jelas berdasarkan persepsi. (Gasperz, 2001) Kata kualitas memiliki banyak definisi yang berbeda dan bervariasi dari yang konvensional sampai yang lebih strategik. Definisi konvensional dari kualitas biasanya menggambarkan karakteristik langsung dari suatu produk seperti:
performansi
(performance),
keandalan
(reliability),
mudah
dalam
penggunaan (ease of use), estetika (esthetics), dan sebagainya. Sedangkan menurut definisi yang strategik menyatakan bahwa: kualitas adalah segala sesuatu yang
14
mampu memenuhi keinginan atau kebutuhan pelanggan (meeting the needs of customers). Keistimewaan atau keunggulan produk dapat diukur melalui tingkat kepuasan pelanggan. Keistimewaan suatu produk dapat dibagi ke dalam dua bagian, yaitu: keistimewaan langsung dan keistimewaan atraktif. Keistimewaan langsung berkaitan dengan kepuasan pelanggan yang diperoleh secara langsung dengan mengkonsumsi produk yang memiliki karakteristik unggul seperti produk tanpa cacat, keterandalan (reliability), dan lain-lain. Sedangkan keistimewaan atraktif berkaitan dengan kepuasan pelanggan yang diperoleh secara tidak langsung dengan mengkonsumsi produk itu. Keistimewaan atraktif sering memberikan kepuasan yang lebih besar pada pelanggan dibandingkan keistimewaan langsung. Beberapa keistimewaan atraktif, misalnya: Bank yang buka pada hari minggu, pelayanan 24 jam tanpa tambahan biaya, pembelian produk melalui telpon dan penyerahan di rumah, dan sebagainya. Keistimewaan atraktif dapat meningkatkan kepuasan pelanggan secara cepat, meskipun untuk itu membutuhkan inovasi dan pengembangan secara terusmenerus. Dalam ISO 8402 (Quality Vocabulary) kualitas didefinisikan sebagai totalitas dari karakteristik suatu produk yang menunjang kemampuannya untuk memuaskan kebutuhan yang dispesifikasikan dan ditetapkan. Kualitas seringkali diartikan sebagai kepuasan pelanggan (customer satisfaction) atau konformansi terhadap kebutuhan atau persyaratan (conformance to the requirements).
15
2.1.2 Definisi Manajemen Kualitas (Gasperz,2001) Pada dasarnya Manajemen Kualitas (Quality Management) didefinisikan sebagai suatu cara meningkatkan performansi secara terus-menerus (continuous performance improvement) pada setiap level operasi atau proses, dalam setiap area fungsional dari suatu organisasi, dengan menggunakan semua sumber daya manusia dan modal yang tersedia. ISO 8402 (Quality Vocabulary) mendefinisikan Manajemen Kualitas sebagai semua aktivitas dari fungsi manajemen secara keseluruhan yang menentukan kebijaksanaan
kualitas,
tujuan-tujuan
dan
tanggung
jawab,
serta
mengimplementasikannya melalui alat-alat seperti perencanaan kualitas (quality planning), pengendalian kualitas (quality control), jaminan kualitas (quality assurance) dan peningkatan kualitas (quality improvement). Tanggung jawab untuk manajemen kualitas ada pada semua level dari manajemen, tetapi harus dikendalikan oleh manajemen puncak (top management), dan implementasinya harus melibatkan semua anggota organisasi. Dari definisi tentang manajemen kualitas diatas, ISO 8402 (Quality Vocabulary) juga mengemukakan beberapa definisi tentang: Perencanaan kualitas (quality planning) adalah penetapan dan pengembangan tujuan dan kebutuhan untuk kualitas serta penerapan sistem kualitas. Pengendalian kualitas (quality control) adalah teknik-teknik dan aktivitas operasional yang digunakan untuk memenuhi persyaratan kualitas. Jaminan kualitas (quality assurance) adalah semua tindakan terencana dan sistematik yang diimplementasikan dan didemonstrasikan guna
16
memberikan kepercayaan yang cukup bahwa produk akan memuaskan kebutuhan untuk kualitas tertentu. Peningkatan kualitas (quality improvement) adalah tindakantindakan yang diambil guna meningkatkan nilai produk untuk pelanggan melalui peningkatan efektivitas dan efisiensi dari proses dan aktivitas melalui struktur organisasi.
2.1.3 Peningkatan Kualitas (Gasperz, 2001) Pada dasarnya Klausal 8 ISO 9001: 2000 menyatakan bahwa organisasi harus menetapkan rencana-rencana dan menerapkan proses-proses pengukuran, pemantauan, analisis dan peningkatan yang diperlukan agar menjamin kesesuaian dari produk, menjamin kesesuaian dari system manajemen kualitas, dan meningkatkan terus-menerus efektivitas dari sistem manajemen kualitas. Hal ini dapat dicapai melalui penentuan metode-metode yang dapat diterapkan salah satunya adalah metode peningkatan kualitas Six Sigma, termasuk teknik-teknik statistika, dan lainnya. Peningkatan kualitas merupakan aktivitas teknik dan manajemen, melalui mana kita mengukur karakteristik kualitas dari produk (barang dan/atau jasa), kemudian membandingkan hasil pengukuran itu dengan spesifikasi produk yang diinginkan pelanggan, serta mengambil tindakan peningkatan yang tepat apabila ditemukan perbedaan diantara kinerja aktual dan standar. Peningkatan kualitas didefinisikan sebagai suatu metodologi pengumpulan dan analisis data kualitas, serta menentukan dan mengintepretasikan pengukuran-
17
pengukuran yang menjelaskan tentang proses dalam suatu sistem industri, untuk meningkatkan kualitas produk, guna memenuhi kebutuhan dan ekspektasi pelanggan. Pengertian kualitas dalam konteks peningkatan proses adalah bagaimana baiknya kualitas suatu produk (barang dan/atau jasa) itu memenuhi spesifikasi dan toleransi yang ditetapkan oleh bagian desain dan pengembangan dari suatu perusahaan.
2.1.4 Pandangan Tradisional dan Modern Terhadap Kualitas (Gasperz,2001) Secara tradisional, para pembuat produk biasanya melakukan inspeksi terhadap produk setelah produk itu selesai dibuat dengan jalan menyortir produk yang baik dari yang jelek, kemudian mengerjakan ulang bagian-bagian produk yang cacat itu. Dengan demikian pengertian tradisional tentang konsep kualitas hanya berfokus pada aktivitas inspeksi untuk mencegah lolosnya produkproduk cacat ke tangan pelanggan. Kegiatan inspeksi ini dipandang dari perspektif sistem kualitas modern adalah sia-sia, karena tidak memberikan kontribusi pada peningkatan kualitas. Pada dasarnya, sistem kualitas modern dapat dicirikan oleh lima karakteristik, sebagai berikut: 1. Berorientasi pada pelanggan (customer orientation) 2. Adanya partisipasi aktif yang dipimpin oleh manajemen puncak (top management) dalam proses peningkatan kualitas secara terus-menerus.
18
3. Adanya pemahaman dari setiap orang terhadap tanggung jawab spesifik untuk kualitas. 4. Adanya aktivitas yang berorientasi pada tindakan pencegahan kerusakan, bukan berfokus pada upaya untuk mendeteksi kerusakan saja. 5. Adanya suatu filosofi yang dapat merubah cara berpikir seseorang menjadi selalu mengarah pada kualitas.
Tabel 2.1 Perbedaan Pandangan Tradisional dan Modern Terhadap Kualitas Item
Pandangan Tradisional 1. Ukuran berdasarkan bagian per
Pandangan Modern 1. Ukuran berdasarkan bagian
seratus (persen) Kualitas
2. Jika produk tidak rusak, tidak
per sejuta (ppm) 2. Perbaikan produk/ proses
perlu memperbaikinya.
Keterlibatan Karyawan
secara terus-menerus
3. Inspeksi = kualitas
3. Manajemen kualitas terpadu
1. Sistem saran secara pasif
1. Tim kualitas proaktif
2. Strategi menang-kalah
2. Strategi menang-menang
3. Paling banyak satu perbaikan
3. Selusin atau lebih perbaikan
per karyawan per tahun Fokus
Keuntungan jangka pendek
per karyawan per tahun Keuntungan jangka panjang
2.1.5 Pengukuran Karakteristik Kualitas (Gasperz, 2002) Pada dasarnya pengukuran karakteristik kualitas dapat dilakukan pada tiga tingkat, yaitu: 1. Pengukuran pada tingkat proses adalah mengukur setiap langkah atau aktivitas dalam proses dan karakteristik kualitas input yang diserahkan oleh pemasok
19
(supplier) yang mengendalikan dan mempengaruhi karakteristik kualitas output yang
diinginkan.
Tujuan
dari
pengukuran
pada
tingkat
ini
adalah
mengidentifikasi perilaku yang mengatur setiap langkah dalam proses, dan menggunakan ukuran-ukuran ini untuk mengendalikan dan meningkatkan proses operasional serta memperkirakan output yang akan dihasilkan sebelum output itu diproduksi atau diserahkan kepada pelanggan. Beberapa contoh pengukuran pada tingkat proses yang mendeskripsikan kinerja kualitas adalah: lama waktu menjawab panggilan telepon, banyaknya panggilan telepon yang tidak dikembalikan ke pelanggan, konformansi terhadap waktu penyerahan yang dijanjikan, cycle time, lama waktu belajar mahasiswa untuk persiapan menghadapi suatu ujian, dan lain-lain. 2. Pengukuran pada tingkat output adalah mengukur karakteristik kualitas output yang dihasilkan dari suatu proses dibandingkan terhadap spesifikasi karakteristik kualitas yang diinginkan oleh pelanggan. Beberapa contoh pengukuran pada tingkat output adalah banyaknya unit produk yang tidak memenuhi spesifikasi tertentu yang ditetapkan (banyak produk cacat), diameter dari produk yang dihasilkan, nilai mahasiswa ketika menempuh suatu ujian, dan lain-lain. 3. Pengukuran pada tingkat outcome adalah mengukur bagaimana baiknya suatu produk (barang dan/atau jasa) itu memenuhi kebutuhan spesifik dan ekspektasi rasional dari pelanggan, jadi mengukur tingkat kepuasan pelanggan dalam menggunakan produk (barang dan/atau jasa) yang diserahkan. Pengukuran pada tingkat outcome merupakan tingkat tertinggi dalam pengukuran kinerja kualitas. Beberapa contoh pengukuran pada tingkat outcome adalah: banyaknya keluhan
20
pelanggan yang diterima, banyaknya produk yang dikembalikan oleh pelanggan, tingkat kepuasan pelanggan, dan lain-lain.
2.2
Produktivitas
2.2.1 Pengertian Produktivitas Produktivitas adalah rasio dari keluaran suatu organisasi ( barang dan jasa ) terhadap masukannya ( manusia, modal, material dan energi ) ( werther et al,1986 ). Produktivitas meningkat bersamaan dengan ditemukannya cara-cara baru oleh suatu organisasi untuk menggunakan sumber daya yang lebih sedikit untuk memproduksi keluarannya. Dalam lingkungan bisnis, meningkatkan produktivitas adalah penting untuk kesuksesan jangka panjang. Melalui peningkatan produktivitas manager dapat mengurangi biaya, menghemat sumber daya yang langka dan meningkatkan profit. Pada gilirannya, peningkatan profit membuat organisasi bisa memberikan bayaran, manfaat, dan kondisi kerja yang lebih baik. Hasilnya bisa berupa kualitas kehidupan kerja yang lebih tinggi bagi para pekerja, yang lebih cenderung dtermotivasi ke arah peningkatan yang lebih jauh dalam produktivitas. Definisi lain mengatakan bahwa produktivitas pada kebanyakan organisasi merupakan suatu fungsi pengaturan yang memiliki paling sedikit 3 variabel, yaitu : teknologi, modal dan sumber daya manusia. Banyak organisasi memiliki kesempatan dalam pengembangan teknologi dan investasi modal.
21
Banyak dari perusahaan tersebut gagal dalam meningkatkan produktivitas oleh karena gagal memperoleh keuntungan optimal dari karyawannya ( Laudon & Laudan, 1995 ).
2.2.2 Pengukuran Produktivitas Peningkatan kinerja baik dari investasi modal atau teknologi dapat diukur dengan mendasarkan pada laba dan biaya, yang diukur dengan keluaran dibagi masukan. Pengaruh individu karyawan dalam produktivitas pada kebanyakan tugas sulit untuk diukur seperti di atas. Pengaruh dari sumber daya manusia dalam organisasi terhadap produktivitas bagaimanapun juga dapat diukur dengan mendasarkan pada apa yang dilakukan individu pada pekerjaannya. Apa yang dilakukan individu dapat dinilai dengan pengukuran berdasarkan kehadiran, kecelakaan kerja, bawahan dan pelanggan sebagai frekuensi yang telah dilakukan pekerja terhadap pekerjaannya yang menyangkut kesuksesan pekerjaannya. Jika orang yang mempunyai pengetahuan dan ketrampilan untuk melakukan suatu pekerjaan, tetapi diperlakukan dengan cara yang tidak memuaskan, masalah yang dihadapi kemungkinan besar adalah motivasi. Kunci keberhasilan dari strategi efektif motivasi termasuk umpan balik seperti pengontrolan diri sendiri, yang memberikan kesempatan pada pekerja untuk mempelajari seberapa baik pekerjaan yang telah dilakukannya. Untuk mengukur produktivitas kerja dapat menggunakan dua pendekatan berikut :
22
1. Skala sifat Pendekatan yang sering digunakan untuk mengukur produktivitas pekerja adalah menggunakan sifat acuannya, seperti kesetiaan, kepercayaan, ketegasan dan pengaturan diri sendiri. Keuntungan dari pendekatan ini adalah dapat digunakan untuk mengukur pada skala yang sama dari tingkatan CEO ( Chief Executive Officer ) sampai ke posisi entry level sekalipun dan dapat dengan mudah diterapkan secara cepat, karena tidak adanya pertimbangan waktu atau imaginasi untuk bertukar pikiran. 2. Biaya-biaya yang berkaitan dengan hasil. Pendekatan kedua ini menitikberatkan pada tingkatan manager senior, para pemegang saham, dan pelanggan, karena pertimbangan mereka terhadap kesejahteraan perusahaan. Mereka mempertimbangkan dan mengukur secara kuantitatif atau produktivitas dari hasil, seperti laba, biaya dan tingkatan pengembalian investasi, yang kebanyakan merupakan tanggung jawab dari manager.
2.3
Six Sigma
2.3.1 Sejarah Six Sigma (Pyzdek, 2002) Pada permulaan tahun 1980-an, Motorola, Inc secara terus menerus dikalahkan di pasar yang kompetitif yang pada akhirnya mereka kehilangan market-nya karena perbedaan kualitas dibandingkan dengan perusahaan Jepang saat itu.
Saat
perusahaan
Jepang
mengambil-alih
perusahaan
Motorola
yang
23
memproduksi pesawat televisi di Amerika Serikat, mereka dengan cepat menetapkan perubahan yang drastis dalam menjalankan perusahaan. Di bawah manajemen Jepang, perusahaan segera memproduksi televisi dengan jumlah kerusakan satu dibanding dua puluh yang mereka pernah produksi di bawah manajemen Motorola. Pada tahun 1981 Motorola menghadapi tantangan tersebut dengan mengevaluasi kualitasnya hingga 5 kali dalam 5 tahun namun tetap saja tidak berhasil. Kemudian Motorola dengan Bob Galvin sebagai CEO-nya memutuskan untuk menekuni kualitas dengan serius dengan mengembangkan suatu proses yang konsisten berdasarkan pendekatan statistik. (Brue, 2002) Akhirnya pada tahun 1986, Bill Smith, seorang ahli dan senior engineer di Divisi Komunikasi Motorola yang juga seorang ahli statistik, menyimpulkan bahwa bila suatu produk cacat dan diperbaiki pada waktu produksi maka cacat-cacat lain mungkin akan terabaikan. Dengan kata lain, rata-rata kegagalan proses jauh lebih tinggi ketimbang yang ditunjukkan oleh tes-tes akhir produk. Maksudnya? Bila produk dirakit secara sama sekali bebas cacat, mungkin produk itu kelak tidak akan mengecewakan pelanggan. Dari sinilah Six Sigma bertolak, Dr. Mikel J Harry, pendiri Motorola Six Sigma Research Institute, selanjutnya memperhalus metodologinya, bukan saja untuk menghapus pemborosan tetapi juga mengubahnya menjadi pertumbuhan. Kemudian ide tersebut diajukan kepada CEO Motorola yaitu Bob Galvin, yang kemudian ide tersebut dijadikan sebagai pedoman/acuan untuk menyelesaikan permasalahan kualitas yang ada di Motorola pada saat itu. Six Sigma dijadikan sebagai strategi utama Motorola untuk dapat menghasilkan produk-produk yang
24
sesuai/cocok dengan keinginan konsumen. Pendekatan yang biasa digunakan oleh Motorola adalah (measure, analyze, improve dan control). Lalu di tahun 1987, Motorola berhasil menerapkannya
sebagai kunci sukses. Sebagai hasilnya pada
tahun 1988 Motorola memenangkan penghargaan paling bergengsi dalam bidang kualitas yaitu The Malcolm Baldrige National Quality Award (MBNQA). Tahun 1990, Motorola bersama dengan beberapa perusahaan seperti IBM, texas Instruments dan Xerox – membuat konsep Black belts (BBs), yang dijadikan sebagai ahli (expert) dalam mempergunakan metode statistik. Lalu, Allied Signal (sekarang Honeywell International Inc.) dan General Electric Co. berhasil menggunakan dan mempopulerkan metodologi Six Sigma Motorola tersebut.
2.3.2 Apakah Six Sigma itu? (Harry dan Schroeder, 2000) Six Sigma adalah sebuah proses bisnis yang dapat membuat perusahaan-perusahaan secara drastis meningkatkan laba mereka dengan meningkatkan dan memonitor aktivitas bisnis harian dengan cara meminimasi pemborosan dan sumber daya bersamaan dengan meningkatkan kepuasan pelanggan. Tujuan dari Six Sigma sendiri adalah bukannya untuk meningkatkan kualitas hingga tingkat kualitas Six Sigma, namun untuk meningkatkan profitabilitas perusahaan meskipun meningkatnya kualitas dan effisiensi merupakan hasil antara dari Six Sigma itu sendiri. Sehingga hal tersebut membuat banyak perusahaan
25
tertarik untuk mengimplementasikan Six Sigma pada perusahaannya dengan harapan memperoleh margin laba yang lebih tinggi dari sebelumnya. (Anonim, 2002) Jadi Six Sigma sebenarnya mencakup beberapa hal, diantaranya adalah: 1. Pengukuran statistik Memberikan informasi tentang seberapa bagus produk dan pelayanan serta proses yang ada. 2. Metodologi Langkah-langkah yang dijadikan sebagai Improvement Tool (Alat Perbaikan) yang lengkap yang dapat dipergunakan dan diaplikasikan pada Design, Manufacturing, Sales, Service, dll. 3. Strategi bisnis Dapat membantu dalam meraih keuntungan pada suatu persaingan. Bila dapat memperbaiki sigma level pada proses, berarti kualitas produk akan lebih baik dan biaya yang tidak perlu akan berkurang dan hasilnya yang pasti konsumen akan semakin puas. 4. Philosophy a. Kelangsungan Perusahaan bergantung kepada kemajuan bisnis b. Perusahaan bertambah besar berdasarkan kepuasan pelanggan c. Kepuasan pelanggan ditentukan oleh Quality, Price dan delivery d. Quality, Price dan delivery dikontrol oleh process capability e. Process Capability tergantung dari variasi f. Variasi proses menentukan kenaikan defect, cost dan cycle time
26
g. Untuk mengurangi variasi, kita harus mengaplikasikan pengetahuan yang benar. h. Untuk mengaplikasikan pengetahuan yang benar, langkah pertama adalah dengan mengukur. i. Dengan mengukur permasalahan, kita akan dapat pengetahuan yang benar.
(Anonim, 2002) Terdapat tiga bentuk umum permasalahan hasil/output dari suatu proses yang menjadi sasaran Six Sigma, yaitu: 1. Tepat Namun Tidak Akurat Artinya rata-rata dari output (keluaran) yang dihasilkan oleh proses melenceng/ menyimpang dari target yang telah ditentukan berdasarkan suara customer (pelanggan) atau mungkin jauh dari target tersebut sehingga kemungkinan sebagian atau seluruh hasil output-nya berada di luar spesifikasi. Dengan begitu pada masalah ini Six Sigma diharapkan dapat menggeser rata-rata hasil proses tersebut hingga tidak terjadi penyimpangan dari target yang telah ditetapkan, melalui langkah-langkah perbaikan yang sistematis dibantu dengan alat statistik. 2. Akurat Namun Tidak Tepat Artinya output (keluaran) yang dihasilkan oleh proses adalah sangat bervariasi atau beragam sehingga kemungkinan hasil dari proses tersebut ada yang keluar dari spesifikasi yang telah ditentukan. Sehingga tujuan dari Six Sigma disini adalah untuk mengurangi jumlah variasi tersebut hingga minimal hasil dari proses tidak ada yang keluar dari batas spesifikasi yang telah ditetapkan berdasarkan suara dari pelanggan (customer).
27
3. Tidak Tepat dan Akurat Artinya bahwa output yang dihasilkan oleh proses tersebut adalah bervariasi dan juga tidak akurat/menyimpang hasilnya dengan target yang telah ditentukan. Disini dengan Six Sigma diharapkan dapat menggeser rata-rata proses ke target dan juga meminimasi variasi dari proses hingga mendekati level 6 sigma. Untuk lebih jelasnya mengenai penjelasan diatas dapat dilihat pada Gambar 2.1 yang menunjukkan ilustrasi dari permasalahan pokok dari hasil/output proses yang ditangani oleh Six Sigma.
Akurat namun tidak tepat
Tepat namun tidak akurat LSL
LSL
USL
USL
µ=T
µ≠T
X X X X X X X X X
X XX XX
Shifting/bergeser ke Target dan mereduksi variasi LSL USL
Penggeseran µ Menuju Target
µ=T
Penurunan Variasi
XXX XXX
Gambar 2.1 Masalah Variasi dan Pergeseran Hasil Proses
28
2.3.3 Konsep Six Sigma Motorola (Gasperz, 2002) Pada dasarnya pelanggan akan puas apabila mereka menerima nilai sebagaimana yang mereka harapkan. Apabila produk (barang dan/atau jasa) diproses pada tingkat kualitas Six Sigma, perusahaan boleh mengharapkan 3,4 kegagalan per sejuta kesempatan (DPMO) atau mengharapkan bahwa 99,99966 persen dari apa yang diharapkan pelanggan akan ada dalam produk itu. Dengan demikian Six Sigma dapat dijadikan ukuran target kinerja sistem industri tentang bagaimana baiknya suatu proses transaksi produk antara pemasok (industri) dan pelanggan (pasar). Semakin tinggi target sigma yang dicapai, kinerja sistem industri akan semakin baik. Sehingga 6-sigma otomatis lebih baik daripada 4-sigma, 4-sigma lebih baik daripada 3-sigma. Six Sigma juga dapat dianggap sebagai strategi terobosan yang memungkinkan perusahaan melakukan peningkatan luar biasa (dramatic) di tingkat bawah. Six Sigma juga dapat dipandang sebagai pengendalian proses industri berfokus pada pelanggan, melalui penekanan pada kemampuan proses (process capability). Pendekatan pengendalian proses six sigma Motorola (Motorola’s Six Sigma process control) mengijinkan adanya toleransi penyimpangan atau pergeseran nilai rata-rata (mean) sebesar + 1.5 sigma.
29
Long Term
Short Term
Gambar 2.2 Konsep Six Sigma Motorola
(Swinney, 2003) Kebanyakan tabel distribusi normal standard yang ada hanya berakhir pada nilai z sama dengan 3. Lalu pada tahun 1992, Motorola menerbitkan sebuah buku dengan judul “Six Sigma Producibility Analysis and Process Characterization”, ditulis oleh Mikel J Harry dan J Ronald Lawson. Pada buku itu terdapat satu-satunya tabel yang memperlihatkan tabel distribusi normal standard dengan nilai z hingga sama dengan 6. Apabila menggunakan tabel tersebut maka akan didapat bahwa 6 sigma sesungguhnya dapat diubah ke dalam dua bentuk yaitu: 1. Terdapat 2 cacat (defects) per satu milyar kesempatan atau 0,002 DPMO, untuk data yang short-term. 2. Terdapat 3,4 cacat (defects) per sejuta kesempatan atau 3,4 DPMO, untuk data yang long-term.
30
Sehingga kalau diterjemahkan ke dalam tabel distribusi normal standard maka 0,002 DPMO sama dengan 6 sigma, sedangkan 3,4 DPMO sama dengan 4,5 sigma. Dapat dilihat bahwa terjadi penyimpangan dan untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 2.3 dan Tabel 2.2 dibawah.
Original/True Six Sigma = 0.002 ppm
Applicable Six Sigma = 3.4 ppm
Gambar 2.3 Original/True Six Sigma dengan Applicable Six Sigma
Tabel 2.2 Nilai DPMO True Six Sigma dan Applicable Six Sigma True Six Sigma Process (Normal Distribution Centered) Batas Spesifikasi (USL – LSL)
Persentase yang memenuhi spesifikasi (USL - LSL)
+ 1σ + 2σ + 3σ + 4σ + 5σ + 6σ
68,27 % 94,45 % 99,73 % 99,9937 % 99,999943 % 99,9999998 %
Applicable Six Sigma Proces (Normal Distribution Shifted 1,5 sigma)
Batas DPMO (Defect per Spesifikasi (USL – LSL) million opportunity) 317.300 45.500 2.700 63 0,57 0,002
+ 1σ + 2σ + 3σ + 4σ + 5σ + 6σ
Persentase yang memenuhi spesifikasi (USL - LSL)
DPMO (Defect per million opportunity)
30,8538 % 68,1462 % 93,3193 % 99,3790 % 99,9767 % 99,99966 %
691.462 308.538 66.807 6.210 233 3,4
31
DPMO dapat dilakukan dengan tiga cara : 1. 0,5σ off-centering dengan 5σ process controll 2. 1,0σ off-centering dengan 5,5σ process controll 3. 1,5σ off-centering dengan 6σ process controll
Dalam Original Six Sigma, 6σ berarti 0,002 DPMO, namun hal ini sulit sekali direalisasikan. Pendekatan pengendalian proses Six Sigma mengijinkan adanya pergeseran nilai rata-rata (mean) dari proses industri sebesar + 1,5 s sehingga akan menghasilkan tingkat kegagalan sebesar 3,4 DPMO (Defect per Million Opportunities). Artinya dalam setiap satu juta kesempatan akan terdapat kemungkinan 3,4 kegagalan. Seperti yang kita tahu bahwa sangat jarang sesuatu akan terjadi tepat sama seperti intinya. Sebagai contoh adalah ketika kita akan menggunakan garasi untuk memasukkan mobil, tidak mungkin kita membuat garasi sama luasnya dengan mobil tetapi diperlukan toleransi untuk dapat memasukkannya. Dan sangatlah jarang dalam memasukkan mobil kita dapat tepat memposisikan titik tengah mobil dengan titik tengah garasi. Demikian juga dalam toleransi 1.5 sigma, hal ini dibuat untuk mengatasi error atau kesalahan yang tidak diharapkan. Dari hasil pooling yang diadakan akhir-akhir ini menunjukkan bahwa lebih dari 50% ahli kualitas tidak mengetahui kenapa proses bisa bergeser sebesar 1,5 sigma. Dari mana perbedaan 1.5 sigma muncul? Motorola menetapkannya melalui proses dan pengumpulan data yang bertahun-tahun, bahwa proses akan berubah-ubah dan mengalami penimpangan dari waktu ke waktu. Sebaran (variasi) ini biasanya jatuh pada kisaran 1,4 dan 1,6 sigma. Setelah proses diperbaiki dengan menggunakan metodologi DMAIC Six Sigma, barulah mulai diperhitungkan standard deviasi dan
32
nilai sigma dari proses dengan menggunakan nilai short term sebagai acuan nilai sigmanya karena data short term tersebut hanya mengandung variasi penyebab umum, sedangkan data long term mengandung variasi penyebab umum dan variasi penyebab khusus. Karena data short-term tidak mengandung variasi penyebab khusus, maka memiliki kapabilitas proses (process capability) yang lebih tinggi daripada data long-term. Short-term biasanya dalam periode yang pendek misalnya bulanan sedangkan long-term biasanya dalam periode yang panjang seperti periode tahunan. Short Term Capability menggambarkan masalah penyebaran (spread) pada proses kita. Long Term Capability menggambarkan permasalahan penyebaran (spread) dan lokasi rata-rata (centering). Perbedaan yang diijinkan untuk terjadinya penyimpangan adalah sebesar 1.5 sigma apabila melebihi maka dapat dikatakan bahwa proses tersebut perlu diperbaiki atau ditingkatkan pengawasan/kontrolnya.
2.3.4 Karakteristik Six Sigma (Anonim, 2002) Terdapat beberapa hal yang dapat mencirikan Six Sigma, diantaranya adalah: 1. Metode peningkatan kualitas yang dapat diaplikasikan disegala bidang, diantaranya Design, Manufacturing, Sales, Service, dll. 2. Fokus terhadap 3 P (Product, Process, People). 3. Berdampak terhadap penghematan biaya (cost saving) dengan meminimasi pemborosan (waste) yang ada di dalam proses.
33
4. Membuat keputusan berdasarkan data, bukan berdasarkan ide-ide yang salah dan praduga. 5. Pengolahan data menggunakan statistik dibantu dengan Statistic Software (Minitab) sehingga mempermudah untuk yang awam terhadap statistik. Dan beberapa hal yang membedakan pendekatan Six Sigma dengan pendekatan tradisional dapat dilihat pada Tabel 2.3 berikut.
Tabel 2.3 Perbedaan Pendekatan Tradisional vs 6σ Issue
Pendekatan Tradisional
Pendekatan 6σ
Index
% (Defect Rate)
σ (sigma)
Data
Data diskret (tidak terukur)
Data Diskret + Kontinu
Target
Kepuasan thd Mfg Process
Kepuasan konsumen
Range
Spec. Outlier
Variation Improvement
Method
Pengalaman
Pengalaman + Kemampuan Statistik
Action
Bottom Up
Top Down
Application
Mfg Process
Design, Mfg, Sales, Service, etc
2.3.5 Dampak Six Sigma (Gasperz, 2002) Beberapa keberhasilan Motorola yang telah diperoleh hingga sekarang diantaranya adalah: 1. Peningkatan produktivitas rata-rata 12,3% per tahun. 2. Penurunan COPQ (cost of poor quality) lebih dari 84%. 3. Eliminasi kegagalan dalam proses sekitar 99,7%. 4. Penghematan biaya manufakturing lebih dari $11 miliar.
34
5. Peningkatan tingkat pertumbuhan tahunan rata-rata 17% dalam penerimaan, keuntungan, dan harga saham Motorola. Beberapa survei yang dilakukan di Amerika telah menunjukkan keberhasilan aplikasi program Six Sigma di beberapa perusahaan contoh, dimana perusahaanperusahaan yang beroperasi pada tingkat 3-sigma akan mampu memperoleh manfaat secara rata-rata per tahun setelah beroperasi pada tingkat 4-sigma (peningkatan kualitas sebesar 1-sigma) adalah: 1. Peningkatan keuntungan (contibution margin improvement) rata-rata 20%. 2. Peningkatan kapasitas sekitar 12%-18%. 3. Penghematan tenaga kerja sekitar 12%. 4. Penurunan penggunaan modal operasional sekitar 10% - 30%.
2.3.6 Metodologi Six Sigma (Simon, 2003) Untuk melakukan peningkatan terus menerus menuju target Six Sigma dibutuhkan suatu pendekatan yang sistematis, berdasarkan ilmu pengetahuan dan fakta (systematic, scientific and fact based) dengan menggunakan peralatan, pelatihan dan pengukuran sehingga ekspektasi dan kebutuhan pelanggan dapat terpenuhi. Saat ini terdapat dua pendekatan yang biasa digunakan dalam Six Sigma, yaitu: 1. DMAIC (Define, Measure, Analyze, Improve, and Control)
35
Metodologi DMAIC digunakan pada saat sudah terdapat produk atau proses di perusahaan namun belum dapat mencapai spesifikasi yang ditentukan oleh pelanggan. a. Define, menentukan tujuan proyek dan ekspektasi pelanggan. b. Measure, mengukur proses untuk dapat menentukan kinerja sekarang atau sebelum mengalami perbaikan. c. Analyze, menganalisa dan menentukan akar permasalahan dari suatu cacat atau kegagalan. d. Improve memperbaiki proses menghilangkan atau mengurangi jumlah cacat/kegagalan. e. Control, mengawasi kinerja proses yang akan datang setelah mengalami perbaikan
2. DMADV (Define, Measure, Analyze, Design, and Verify) Metodologi DMADV dapat digunakan pada tempat/perusahaan yang belum terdapat produk maupun proses atau pada perusahaan yang sudah memiliki produk maupun proses dan sudah dilakukan optimasi (menggunakan DMAIC atau pun metode yang lain) namun tetap saja tidak bisa mencapai level spesifikasi yang ditetapkan berdasarkan pelanggan atau sigma level. a. Define, menentukan tujuan proyek dan ekspektasi pelanggan. b. Measure, mengukur dan memutuskan spesifikasi dan kebutuhan pelanggan. c. Analyze, menganalisa beberapa proses pilihan yang sesuai dengan kebutuhan pelanggan.
36
d. Design, merancang proses secara terperinci yang sesuai dengan kebutuhan pelanggan. e. Verify, menguji kemampuan dan kekuatan hasil rancangan agar sesuai dengan kebutuhan pelanggan.
Gambar 2.4 Flow Chart Pemilihan Metodologi Six Sigma
2.4
Metode DMAIC DMAIC (Define, Measure, Analyze, Improve, and Control) merupakan
sebuah proses untuk peningkatan yang dilakukan secara terus menerus, bersifat sistematis, ilmiah, dan berdasarkan pada kenyataan yang ada. DMAIC meliputi langkah-langkah yang perlu dilakukan secara berurutan, yang masing-masing
37
langkah/tahapan amat penting guna mencapai hasil yang diinginkan. Dan juga DMAIC biasa disebut sebagai metodologi Six Sigma yang dijadikan sebagai metode penyelesaian masalah atau kunci pemecahan masalah. Agar dapat lebih memahami proses DMAIC secara umum dapat dilihat pada Gambar 2.5, dan untuk sub tahapan dari tiap tahapan DMAIC menggunakan acuan atau pedoman yang ada di perusahaan tempat penelitian dan juga Basic Six Sigma Handbook sedangkan untuk uraiannya dapat dilihat di bawah.
The Six Sigma DMAIC Process DEFINE What is the scope of the problem? MEASURE
What is the frequency of defects?
ANALYZE
Where and why do defects occur?
IMPROVE
How can we fix the process?
CONTROL
How can we make the process stay fixed?
Gambar 2.5 Proses DMAIC Six Sigma
2.4.1 Tahap Define Ini merupakan tahapan awal dalam menjalankan metode DMAIC yang merupakan salah satu metode dalam six sigma. Tahap ini akan memfokuskan pada untuk menemukan CTQ (Critical to Quality), yaitu sebuah fokus permasalahan yang
38
menjadi hal yang paling penting untuk memenuhi keinginan customers. Dalam tahap ini akan dibagi ke dalam beberapa tahapan lagi, namun sub-tahapan di dalam metode DMAIC sendiri belum baku sehingga belum ada persamaan persepsi mengenai langkah-langkah yang ada di dalamnya. Disini peneliti akan mencoba untuk menggunakan tahapan yang biasa digunakan oleh perusahaan tempat penelitian yang juga banyak dipakai di berbagai perusahaan yang telah mengembangkan Six Sigma.
1. Menentukan Proyek Six Sigma Pada bagian ini terdiri dari pemilihan critical line dan critical model. Untuk menentukan line dan model yang akan dipilih akan digunakan Diagram Pareto sebagai alat statistik (statistical tool) untuk menemukannya.
2. Menentukan CTQ (Critical To Quality) Disini akan ditentukan CTQ (critical to quality) yang merupakan unsur yang terdapat pada proses yang secara signifikan akan mempengaruhi output dari proses, dalam hal ini adalah peningkatan laju produksi (kebutuhan/ kepuasan konsumen). Dan yang terpenting adalah CTQ ini harus terukur (measurable) dan dapat diamati.
3. Project Team Disini akan dipilih beberapa orang yang kompeten dan berkaitan dengan masalah peningkatan laju produksi dan akan dijadikan sebagai team member, 6σ support,
39
team leader dan seorang FSE Supporting & Executor, yang nantinya orang-orang tersebut yang akan bertanggung-jawab terhadap keberhasilan proyek tersebut.
4. Project Schedule Setelah terbentuk project team barulah dirancang sebuah project schedule yang akan dijadikan sebagai bahan acuan oleh project team dalam pelaksanaan proyek. Project Schedule tersebut dibuat dengan menggunakan Gantt Chart.
5. Process Mapping Untuk lebih mengenal process yang telah ditetapkan sebagai project maka dibuatlah sebuah peta proses yang terdiri dari gambaran alur proses dengan keterangan lengkap untuk setiap stasiun kerja (work station) sehingga dapat digunakan dengan mudah dan informatif sebagai bahan acuan team proyek dalam menganalisis setiap penyebab masalah yang ada di dalam proses tersebut.
6. Menentukan Critical to Process (CTP) Tujuan dari tahap ini adalah untuk menemukan workstation/sub proses yang menyebabkan masalah, dengan menggunakan data terakhir yang ada pada ST (Standard Time) Leader yang menangani waktu standar yang dibutuhkan setiap stasiun kerja setiap waktu sehingga data tersebut lebih up to date dan dapat mewakili kondisi yang ada. Dari data-data tersebut kemudian ditampilkan dalam bentuk grafik untuk memudahkan dalam menentukan workstation yang bermasalah sehingga dapat dilakukan perbaikan pada work station tersebut
40
sehngga kebutuhan konsumen dapat terpenuhi dan perusahaan pun memperoleh penghematan biaya dari perbaikan tersebut.
2.4.2 Tahap Measure Tahap Measure merupakan tahapan kedua dari metode DMAIC, yang pada tahap ini lebih difokuskan untuk mengetahui kapabilitas proses yang ada saat ini (current process capability) sehingga dapat dijadikan sebagai tolak ukur dalam peningkatan proses, dan dapat diketahui sudah seberapa jauh kemajuan yang telah dicapai dari suatu proses yang telah mengalami perbaikan dari kondisi awalnya. Namun sebelumnya harus dilakukan pengujian terhadap sistem pengukuran yang akan dilakukan agar semua hasil pengukuran yang dilakukan dapat dinyatakan valid/sah dan kesimpulan yang diambil dari data pengukuran tersebut dapat sesuai dengan kenyataan yang ada pada proses tersebut. 1. Menguji Sistem Pengukuran Hal ini dilakukan untuk mengesahkan sistem pengukuran yang dipakai sehingga tidak terjadi kesalahan dalam pengukuran berikutnya, yang pada akhirnya mempengaruhi hasil kesimpulan yang telah dibuat berdasarkan sistem pengukuran yang tidak sah. Dan untuk melakukan analisisnya dapat menggunakan Gage R&R sebagai alat bantunya. 2. Mengukur Kapabilitas Proses Sekarang Pada tahap ini kita ingin mengatahui seberapa besar indeks kapabilitas proses yang dapat dicapai oleh proses kita baik untuk yang Short Term maupun Long
41
Term. Indeks kapabilitas proses dapat dikatakan bagus apabila tidak memiliki masalah di dalam prosesnya dan dikatakan tidak bagus apabila terjadi masalah di dalam proses tersebut. Maka dapat disimpulkan bahwa untuk mengetahui apakah ada masalah dengan proses kita, dapat diketahui melalui indeks kapabilitas prosesnya.
2.4.3 Tahap Analyze Tahap ini merupakan tahapan yang ketiga dalam DMAIC dimana konsentrasinya pada pemilihan faktor-faktor yang paling berpengaruh terhadap CTQ (masalah). Disini akan banyak dibutuhkan pengujian-pengujian yang tujuannya untuk mengetahui faktor yang paling berpengaruh terhadap masalah (vital factors). Namun sebelumnya dilakukan pengumpulan faktor-faktor yang potensial (potential factors) untuk mempengaruhi CTQ (masalah) dengan menggunakan fishbone diagram (diagram sebab akibat) lalu dipilih lagi diantara faktor-faktor potensial tersebut yang layak untuk dilakukan pengujian.
Y = f (X) ■ Y
■ X1, X2, X3,....Xn
■ Variabel Tak Bebas
■ Variabel Bebas
■ Output
v■ Input
■ Gejala/Akibat
■ Masalah/Penyebab
■ Harus Diamati
■ Harus Dikontrol
Gambar 2.6 Persamaan Proses Output
FAKTOR
42
Y adalah hasil dari suatu proses; itu sebuah fungsi dari X, variabel kunci (beberapa faktor vital) dalam suatu proses. Y adalah karakteristik kualitas yang hendak dicapai. Dengan mengidentifikasi X, kita dapat mencapai hasil yang optimal dalam waktu yang singkat dan juga dapat memprediksi hasil yang akan dicapai melalui pengujian-pengujian hipotesis. Jadi melalui rumusan itu memungkinkan kita untuk dapat mengidentifikasi apa yang tidak diketahui. 1. Menentukan Potensial Faktor Pada bagian ini akan dicari beberapa faktor yang mempunyai kemungkinan untuk dapat mempengaruhi Y (masalah) atau biasa disebut sebagai potential factor. Alat statistik yang digunakan untuk menganalisisnya adalah Fishbone Diagram (diagram sebab-akibat). Pada tahap ini pun harus hati-hati karena akan mempengaruhi hasil yang diperoleh bila pemilihannya tidak tepat maka hasil yang dicapainya pun tidak akan optimal. Untuk itu dibutuhkan beberapa orang yang ahli di bidangnya untuk dapat memilah-milah faktor-faktor apa saja yang kemungkinan dapat mempengaruhi Y tersebut secara signifikan.
2. Menentukan Vital Faktor Setelah ditemukannya beberapa faktor yang potensial dari langkah sebelumnya, lalu langkah berikutnya adalah menentukan faktor-faktor yang sangat berpengaruh terhadap Y (masalah) dengan melakukan pengujian hipotesis terhadap faktor-faktor tersebut, apakah faktor tersebut benar-benar berpengaruh terhadap masalah yang ada? Sehingga improvement yang akan kita lakukan tidak
43
akan sia-sia dilakukan dan juga tidak banyak keluar biaya yang besar untuk melakukan perbaikan masalah tersebut.
2.4.4 Tahap Improve Pada tahap ini akan dipilih setting yang paling baik untuk setiap vital factor yang didapat dari langkah sebelumnya sehingga menghasilkan Y yang Optimum. Dilanjutkan dengan membuat prosedure yang baru dan menghitung kapabilitasnya setelah tahap implementasi serta akan dihitung perkiraan jumlah penghematan biaya yang dapat diperoleh.
1. Menentukan setting factor yang optimal Disini akan dicari kombinasi level dari setiap faktor yang akan menghasilkan hasil yang optimal bagi proses. Untuk menentukannya dapat menggunakan DOE (Design of Experiment) sebagai salah satu alternatifnya, yang fasilitasnya juga sudah tersedia di software Minitab.
2. Membuat Prosedure Baru Setelah ditemukan setting factor yang paling optimal, maka langkah berikutnya adalah membuat prosedure yang baru (yang telah diperbaiki) sehingga dapat dijadikan
sebagai
pengimplementasian.
acuan
oleh
operator
pada
saat
melakukan
tahap
44
3. Mengukur Kapabilitas Proses setelah Implementasi Disini akan digunakan cara yang sama dengan perhitungan Kapabilitas Proses yang ada di tahapan Measure. Namun disini data yang digunakan adalah sampel data setelah mengalami perbaikan atau sudah diimplementasikannya konsep yang baru agar hasil yang dicapai dapat optimal.
4. Menghitung Cost Saving Langkah ini dilakukan untuk mengetahui perkiraan besarnya penghematan biaya yang dapat diperoleh perusahaan sesuai dengan tujuan dari Six Sigma itu sendiri yaitu meningkatkan profitabilitas perusahaan melalui peningkatan terus-menerus di seluruh bagian. Dan untuk penghematan biaya disini hanya terfokus pada besarnya biaya tenaga kerja yang dapat diminimasi atau dihemat, dikarenakan keterbatasan data yang diperoleh.
2.4.5 Tahap Control Pada tahap akhir ini akan lebih terfokus
pada bagaimana caranya untuk
dapat menjaga dan mempertahankan kondisi dari hasil ide-ide perbaikan agar tidak berubah lagi atau kembali lagi pada kondisi awal. Sehingga dibutuhkan seperangkat prosedure yang akan digunakan sebagai alat untuk menjaga dan mengawasinya. 1. Merancang Sistem Kontrol Disini akan dirancang sistem kontrol apa yang kira-kira cocok dengan kondisi yang ada. Sistem kontrol disini maksudnya adalah seperangkat langkah-langkah
45
yang akan dilakukan untuk melakukan pengontrolan terhadap proses yang telah mengalami perbaikan. 2. Mengaplikasikan Sistem Kontrol Sedangkan
mengaplikasikan
sistem
kontrol
disini
dimaksudkan
untuk
menjalankan proses kontrol dengan menggunakan rancangan sistem kontrol yang telah dibuat sebelumnya. Namun untuk penelitian ini hanya terbatas pada waktu tertentu saja untuk melakukan pengontrolan.
2.5
Statistika
2.5.1 Pengertian Statistika (Anonim, 2002) Statistika adalah ilmu yang membahas tentang pengumpulan, penyusunan, analisa, interpretasi dan penyajian data. Tujuan penggunaan statistika dalam six sigma adalah bukan sekedar untuk inspeksi dan deteksi namun juga untuk memprediksi dan mencegah sesuatu. Agar tujuan dari statistik tersebut dapat terlaksana dengan baik maka dibutuhkan data yang lengkap dan akurat sebagai bahan acuan untuk melakukan improvement.
2.5.2 Macam-macam Statistik (Sugiyono, 2003) Dalam arti sempit statistik dapat diartikan sebagai data, tetapi dalam arti luas statistik dapat diartikan sebagai alat. Alat untuk analisis dan alat untuk membuat keputusan. Statistik dapat dibedakan menjadi dua, yaitu: 1. Statistik Deskriptif
46
Adalah statistik yang digunakan untuk menggambarkan atau menganalisis suatu statistik hasil penelitian, tetapi tidak digunakan untuk membuat kesimpulan yang lebih luas (generalisasi/inferensi). 2. Statistik Inferensial Adalah statistik yang digunakan untuk menganalisis data sampel, dan hasilnya akan digeneralisasikan (diinferensikan) untuk populasi dimana sampel diambil. Terdapat dua macam statistik inferensial, yaitu: a. Parametris Digunakan untuk menganalisis data interval atau rasio, yang diambil dari populasi yang berdistribusi normal. b. Non Parametris Digunakan untuk menganalisis data nominal, dan ordinal dari populasi yang bebas distribusi, jadi tidak harus normal.
2.5.3 Pengumpulan Data (Anonim, 2002) Data adalah catatan tentang sesuatu, baik yang bersifat kualitatif maupun kuantitatif yang digunakan sebagai petunjuk untuk bertindak. Berdasarkan data, kita dapat mempelajari fakta-fakta yang ada dan kemudian mengambil tindakan yang tepat berdasarkan pada fakta tersebut. Di dalam six sigma data-data yang digunakan dapat berupa data defects, waktu, biaya (cost), effisiensi, ataupun kinerja (performance). (Anonim, 2002) Data-data dikumpulkan dengan tujuan seperti berikut:
47
1. Untuk mendapatkan fakta-fakta yang dapat dijadikan sebagai landasan kuat untuk memilih suatu masalah yang akan dijadikan sebagai project. 2. Untuk dijadikan sebagai bahan acuan yang akan menunjukkan kemajuan suatu proses. JENIS DATA
DATA KUALITATIF (Berupa Kategori)
DATA KUANTITATIF (Berupa Bilangan)
DATA DISKRIT (Hasil Penjumlahan)
DATA KONTINYU (Hasil Pengukuran)
Gambar 2.7 Jenis Data
Berdasarkan jenisnya, data dapat dibagi menjadi: 1. Data Kualitatif Yaitu data yang berbentuk kategori atau kualitas (tidak berbentuk bilangan). Contoh: Bagus, Manis, Pahit, Cantik, Tinggi, dll.
2. Data Kuantitatif Yaitu data yang berbentuk bilangan (angka) baik hasil penghitungan maupun hasil pengukuran. Contoh: 150 anak, 30 derajat, 40 motor, dll. (Gasperz, 2002) Berdasarkan cara memperoleh datanya, maka data kuantitatif dapat dibagi menjadi :
48
1. Data Atribut (Attributes Data) merupakan data kualitatif yang dihitung menggunakan daftar pencacahan atau tally untuk keperluan pencatatan dan analisis. Data atribut bersifat diskrit. Jika suatu catatan hanya merupakan suatu ringkasan atau klasifikasi yang berkaitan dengan sekumpulan persyaratan yang telah ditetapkan, maka catatan itu disebut sebagai “atribut”. Contoh data atribut karakteristik kualitas adalah: ketiadaan label pada kemasan produk, kesalahan proses administrasi buku tabungan nasabah, banyaknya jenis cacat pada produk, banyaknya produk kayu lapis yang cacat karena corelap, dan lain-lain. Data atribut biasanya diperoleh dalam bentuk unit-unit nonkonformans/ketidaksesuaian atau cacat/kegagalan terhadap spesifikasi kualitas yang telah ditetapkan. 2. Data Variabel (Variables Data) merupakan data kuantitatif yang diukur menggunakan alat pengukuran tertentu untuk keperluan pencatatan dan analisis. Data varibel bersifat kontinyu. Jika suatu catatan dibuat berdasarkan keadaan aktual, diukur secara langsung, maka karakteristik kualitas yang diukur itu disebut sebagai variabel. Contoh data variabel karakteristik kualitas adalah: diameter pipa, ketebalan produk kayu lapis, berat semen dalam kantong, konsentrasi elektrolit dalam persen, waktu yang dibutuhkan untuk melakukan satu proses, dan lain-lain. Ukuran-ukuran berat, panjang, tinggi, diameter, waktu, dan volume merupakan data variabel.
49
2.5.4 Populasi dan Sampel
Sampling
Populasi
Sampel Statistical Inference
Gambar 2.8 Hubungan antara Populasi dan Sampel
(Sugiyono, 2003) Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas; obyek/subyek yang mempunyai kuantitas dari karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya. Jadi populasi bukan hanya orang, tetapi juga benda-benda alam yang lain. Populasi juga bukan sekedar jumlah yang ada pada obyek/subyek yang dipelajari, tetapi meliputi seluruh karakteristik/sifat yang dimiliki oleh obyek atau subyek itu. Sampel adalah sebagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut. Bila populasi besar, dan peneliti tidak mungkin mempelajari semua yang ada pada populasi, misalnya karena keterbatasan dana, tenaga, dan waktu, maka peneliti dapat menggunakan sampel yang diambil dari populasi itu. Apa yang dipelajari dari sampel itu, kesimpulannya akan diberlakukan untuk populasi. Untuk itu sampel yang diambil dari populasi harus betul-betul representatif (mewakili). Bila sampel tidak representatif, ibarat orang yang tidak bisa melihat disuruh menyimpulkan karakteristik gajah. Satu orang memegang telinga gajah, maka ia akan menyimpulkan bahwa gajah itu seperti kipas. Orang kedua memegang badan gajah, maka ia akan menyimpulkan bahwa gajah itu seperti tembok besar.
50
Orang ketiga memegang ekornya, maka ia akan menyimpulkan bahwa gajah itu kecil bulat seperti seutas tali. Begitulah kalau sampel yang dipilih tidak representatif, maka ibarat 3 orang yang tidak bisa melihat itu yang membuat kesimpulan yang salah tentang gajah. Apabila kandungan dari suatu sampel berfluktuasi atau berubah-ubah maka perhitungan statistik pun akan menjadi lebih besar atau kecil dari nilai populasi yang sebenarnya atau parameternya. Pengambilan sampel diperlukan juga ketika diperlukannya inspeksi dengan jalan menghancurkan/ merusak produk yang akan diinspeksi; atau ketika pengujian pada seluruh populasi menjadi sangat berbahaya. Sebenarnya, kemungkinan analisis terhadap seluruh populasi tidak seakurat dengan cara sampling. Karena apabila rasa bosan dan lelah dirasakan oleh inspektor maka akan membuat pemeriksaan yang dilakukannya menjadi tidak akurat lagi.
2.5.5 Distribusi Normal (Sugiyono, 2003) Suatu data yang membentuk distribusi normal bila jumlah data di atas dan di bawah rata-rata adalah sama, demikian juga simpangan bakunya.luas kurva normal dapat terbagi berdasarkan jumlah standard deviasi dari data kelompok yang membentuk distribusi normal itu. Luas antara rat-rata (mean) terhadap satu standard deviasi (1s) ke kiri dan ke kanan masing-masing 34,13%, luas antara satu standard deviasi (1s) ke dua standard deviasi (2s) masing-masing adalah 13,59%, dan luas antara dua standard deviasi (2s) sampai tiga standard deviasi (3s) masing-masing adalah 2,27%. Jumlah standard deviasi dari suatu kelompok tidak
51
terhingga. Oleh karena itu secara teoritis kurva normal tidak akan pernah menyentuh garis dasar sehingga luasnya pun tidak sampai 100% hanya mendekati 100% (99,999999999%) Nilai rata-rata (X-bar) dan simpangan baku (s) yang ada pada kurva normal umum ini tergantung pada nilai yang ada dalam kelompok itu yang telah diperoleh melalui pengumpulan data. Bentuk kurva adalah simetris sehingga luas rata-rata (mean) Xbar ke kanan dan kiri masing-masing mendekati 50% (dalam prakteknya langsung dinyatakan 50%). Selain terdapat kurva normal umum, juga terdapat kurva normal yang lain, disebut dengan Kurva Normal Standard. Dikatakan standard, karena nilai rataratanya adalah 0 dan simpangan bakunya adalah 1,2,3,4, dst. Nilai simpangan baku selanjutnya dinyatakan dalam simbol z. Kurva normal umum dapat dirubah ke dalam kurva normal standard dengan menggunakan rumus, seperti berikut: Z = (Xi – Xbar) s Dimana, Z
=
Simpangan baku untuk kurva normal standard
Xi
=
Data ke i dari suatu kelompok data
Xbar =
Rata-rata kelompok
s
Simpangan baku
=
52
2.6
Pengukuran Waktu (Sutalaksana, 1979) Pengukuran waktu adalah pekerjaan mengamati dan
mencatat waktu-waktu kerjanya baik setiap elemen ataupun siklus dengan menggunakan alat-alat yang diperlukan. Pengukuran waktu kerja adalah pengukuran lamanya waktu yang diperlukan untuk menyelesaikan satu jenis pekerjaan. Pada dasarnya pengukuran waktu ini dibagi dalam dua jenis pengukuran, yaitu pengukuran langsung dan pengukuran tidak langsung. Pengukuran langsung dilakukan di tempat di mana pekerjaan yang bersangkutan dijalankan. Sedangkan pengukuran tidak langsung adalah perhitungan waktu yang dilakukan tanpa harus berada di tempat pekerjaan. Dengan salah satu dari cara ini, waktu penyelesaian suatu pekerjaan yang dijalankan dengan suatu sistem kerja tertentu dapat ditentukan.
2.6.1 Pengujian Keseragaman Data (Sutalaksana, 1979) Waktu penyelesaian yang dihasilkan dari satu pekerjaan/sistem selalu berubah-ubah. Memang perubahan adalah suatu yang wajar karena bagaimanapun juga sistem kerja tidak dapat dipertahankan tetap terus menerus pada keadaan yang tetap sama. Keadaan sistem yang selalu berubah dapat diterima, asalkan perubahannya masih dalam waktu batas kewajaran atau dengan kata lain harus seragam. Karena ketidak seragaman dapat datang tanpa disadari maka diperlukan suatu alat yang dapat “mendeteksi”. Batas-batas kontrol yang dibentuk dari data merupakan batas seragam atau tidaknya data. Data yang dikatakan seragam, yaitu
53
berasal dari sistem sebab yang sama, bila berada diantara kedua batas kontrol, dan tidak seragam, yaitu berasal dari sistem sebab yang berbeda, jika berada diluar batas kontrol. Jika ada yang terletak diluar batas kontrol, apa yang dilakukan? Misalkan dari ketiga puluh dua harga yang telah terkumpul, didapat bahwa BKA = 13,246, dan sub grup ke enam berharga rata-rata 19,261. jelas sub grup ini berada di luar batas kontrol karena diatas harga BKA. Oleh sebab itu sub grup ini harus “dibuang” karena berasal dari sistem sebab yang berbeda. Dengan demikian untuk perhitunganperhitungan selanjutnya seperti untuk mencari banyaknya pengukuran yang harus dilakukan semua data dalam sub grup ini tidak turut diperhitungkan. Untuk lebih jelasnya mengenai prosedur penggunaan peta kontrol dilihat pada bagian Alat-alat Six Sigma.
2.6.2 Pengujian Kecukupan Data (Sutalaksana, 1979) Pengujian kecukupan data perlu dilakukan untuk mengetahui cukup atau tidaknya data yang akan dipergunakan dalam analisis selanjutnya. Pengujian kecukupan data ini dilakukan setelah diuji keseragaman datanya. Kalau data-data yang dikumpulkan telah seragam barulah data-data tersebut dapat diuji kecukupan datanya. Karena pada penelitian ini menggunakan tingkat kepercayaan sebesar 95% dengan tingkat ketelitian sebesar 5% maka akan menggunakan rumus sepert berikut:
54
N’ =
40√{N.Σ xj2 – ( Σ xj )2}
2
Σ xj Jika, N’ ≤ N maka Data Cukup N’ > N maka Data Belum Cukup
Dimana, N’
= Jumlah Data yang dibutuhkan.
N
= Jumlah Data yang telah diukur.
xj
= Data ke – j
2.7
Minitab Software (Anonim, 2001) Minitab adalah software statistik yang digunakan untuk
menganalisa data lalu menggambarkannya dalam bentuk grafik. Telah banyak perusahaan-perusahaan yang telah sukses, seperti: Motorola, General Electric, General Motors, Exxon, Honeywell Int’l dan juga beberapa Konsultan Six Sigma yang telah terkemuka, menggunakan Minitab untuk mencapai tingkat kualitas kelas dunia (world-class quality). Hingga sekarang release terakhir yang dikeluarkan oleh Minitab adalah Release 13. Dengan release 13 ini semakin banyak jenis permasalahan statistik tingkat lanjut yang dapat diselesaikan dengan minitab namun
55
tetap memudahkan penggunanya dalam pengoperasiannya dan mudah untuk dipelajari sehingga penggunanya tidak harus mengerti banyak tentang statistik. Ada beberapa metode analisis statistik yang ada di Minitab, diantaranya adalah: 1. Basic and Advanced Statistics 2. SPC (Statistical Process Control) 3. DOE (Design of Experiments) 4. Gage R&R 5. Capability Analysis 6. Regression and ANOVA 7. Manipulation 8. etc.
2.7.1 Komponen Minitab Seperti halnya dengan software-software yang lain, Minitab juga memiliki beberapa komponen yang menyusunnya hingga menjadi seperangkat alat analisa data untuk perbaikan kualitas dan proses. Komponen-komponen yang membentuknya adalah sebagai berikut: 1. Menu Bar 2. Tool Bar 3. Session Window 4. Data Window atau Worksheet
56
5. Graph Window 6. History Window 7. Info Window 8. Shortcut Menus 9. Status Bar Untuk lebih jelasnya mengenai komponen-komponen yang menyususnnya tersebut, dapat dilihat pada Gambar 2.9 di bawah ini.
(Toolbar) (Menu-bar) (Session window)
(History Window)
(Data Window atau Worksheet)
(Info Window) (Status bar)
(Graph window)
(Shortcut menus)
Gambar 2.9 Komponen Minitab
57
2.7.2 Klasifikasi Minitab Minitab diklasifikasikan ke dalam dua bentuk file dokumentasi, yaitu: 1. Project Merupakan seluruh unit yang tersusun dari seluruh komponen pada program Minitab. Adapun cara untuk membuat, membuka, dan menyimpan adalah sebagai berikut: a. Membuat Project baru File > New... > Minitab Project b. Membuka (open) Project File > Open Project...buka file yang ingin dibuka (*.mpj)
c. Menyimpan (save) Project File > Save Project atau Save Project As...dan nama file yang akan disimpan (*.mpj)
2. Worksheet Merupakan suatu unit yang terdiri dari hanya data window pada program Minitab. Adapun cara untuk membuat, membuka,dan menyimpan adalah sebagai berikut: a. Membuat Worksheet baru File > New... > Minitab Worksheet b. Membuka (open) Project
58
File > Open Worksheet...buka file yang ingin dibuka (*.mtw) c. Menyimpan (save) Worksheet File > Save Current Worksheet atau Save Current Worksheet As...dan nama file yang akan disimpan (*.mtw)
2.8
Alat-Alat Six Sigma
2.8.1 Diagram Pareto (Gasperz, 2001) Apa yang menjadi area utama (masalah utama) dalam proses itu? Pertanyaan ini dapat dijawab dengan menggunakan prinsip Pareto, yang menyatakan bahwa sekitar 80% dari masalah yang disebabkan oleh 20% dari penyebab. Vilfredo Pareto, seorang ahli ekonomi Italia pada abad ke-19 menemukan bahwa bagian terbesar dari kesejahteraan dimiliki oleh beberapa orang saja, sehingga menimbulkan maldistribusi dari kesejahteraan (maldistribution of wealth). Kunci peningkatan proses pertama kali adalah mengidentifikasi area utama (masalah utama) dan memfokuskan perhatian pada masalah utama itu. Diagram Pareto adalah grafik batang yang menunjukkan masalah berdasarkan urutan banyaknya kejadian. Masalah yang paling banyak terjadi ditunjukkan oleh grafik batang pertama yang tertinggi serta ditempatkan pada sisi paling kiri, dan seterusnya sampai masalah yang paling sedikit terjadi ditunjukkan oleh grafik batang terakhir yang terendah serta ditempatkan pada sisi paling kanan. Pada dasarnya diagram Pareto dapat dipergunakan sebagai alat interpretasi untuk :
59
a. Menentukan frekuensi relatif dan urutan pentingnya masalah-masalah atau penyebab-penyebab dari masalah yang ada. b. Memfokuskan perhatian pada isu-isu kritis dan penting melalui membuat ranking terhadap masalah-masalah atau penyebab-penyebab dari masalah itu dalam bentuk yang signifikan.
(Anonim, 2002) Langkah-langkah yang harus dilakukan untuk membuat Diagram Pareto dengan menggunakan Minitab, adalah sebagai berikut:
1. Pilih Stat>Quality Tools>Pareto Chart..., lalu akan keluar dialog box seperti pada Gambar 2.10.
Gambar 2.10 Dialog Box: Pareto Chart
60
2. Pilih Chart defects table, kemudian masukkan kategori data yang akan dianalisis pada kolom labels in dan frekuensi data pada frequencies in, lalu tekan tombol OK, maka akan keluar tampilan seperti pada Gambar 2.11 berikut.
Diagram Pareto 100
60
80
40
60
30 40
Percent
Count
50
20 20
10 0
Defect Count Percent Cum %
kap eng ak L Ti d
26 41.9 41.9
P
aan uk er m
17 27.4 69.4
g Ter
es or
ta k Re
11 17.7 87.1
B en
tu
kS i da kT
5 8.1 95.2
s er a
0
i er Oth
s
3 4.8 100.0
Gambar 2.11 Output Graph Window: Pareto Chart
2.8.2 Gage R&R (Pyzdek, 2002) Gage R&R adalah salah satu alat Six Sigma yang digunakan untuk mengukur tingkat kevalidan dan keterandalan dari suatu sistem pengukuran yang akan digunakan. Secara konseptual, pengukuran cukup sederhana; pengukuran adalah penetapan angka-angka untuk mengamati gejala sesuai dengan aturan tertentu. Pengukuran menyampaikan informasi tertentu mengenai hubungan antara elemen tersebut dengan elemen lainnya. Terdapat fungsi pemetaan yang membawa dari sistem empiris ke dalam sistem angka-angka. Sistem angka-angka dimanipulasi dan hasil manipulasi tersebut dipelajari untuk membantu manajer memahami sistem
61
empiris dengan lebih baik. Isi informasi dari suatu angka tergantung pada skala pengukuran yang digunakan. Skala ini menentukan jenis analisis statistikal yang dapat digunakan secara benar dalam mempelajari angka tersebut. (Anonim, 2001) Minitab menyediakan beberapa perintah untuk membantu menentukan seberapa besar variasi dari proses yang timbul akibat variasi pada sistem pengukuran. 1. Gage R&R (Crossed), Gage R&R (Nested), dan Gage Run Chart yang digunakan untuk menguji atau memeriksa ketepatan dari sistem pengukuran (measurement system precision). 2. Gage Linearity and Accuracy yang digunakan untuk menguji atau memeriksa linearitas dan akurasi dari suatu alat ukur.
Variasi Keseluruhan
Variasi Part-to-Part
Variasi Akibat Alat Ukur
Repeatability
Variasi Sistem Pengukuran
Variasi Akibat Operator
Reproducibility
Operator
Operator by Part
Gambar 2.12 Klasifikasi Variasi dalam Sistem Pengukuran
62
(Anonim, 2001) Kesalahan pada sistem pengukuran dapat dikelompokkan menjadi 2 kategori, yaitu: 1. Keakuratan (accuracy), menjelaskan perbedaan antara nilai aktual dari pengukuran dengan part. Untuk menguji dapat menggunakan Gage Linearity and Accuracy yang ada di Minitab. Tingkat keakuratan (accuracy) dari suatu sistem pengukuran biasanya terdiri atas 3 komponen, yaitu: a. Linearitas (linearity), mengukur seberapa besar part mempengaruhi tingkat keakuratan dari suatu sistem pengukuran. b. Akurasi (accuracy), mengukur bias pada sistem pengukuran. c. Stabilitas (stability), mengukur seberapa akuratnya sistem pengukuran selama periode waktu. 2. Ketepatan (precision), menjelaskan variasi yang terlihat ketika mengukur part yang sama secara berulang dengan menggunakan alat ukur yang sama. Untuk mengujinya dapat menggunakan Gage R&R Study yang telah tersedia pada Minitab. Kepresisian dari sistem pengukuran terdiri atas 2 komponen, yaitu: a. Repeatability (kemampuan pengulangan), variasi yang disebabkan oleh alat ukur. Merupakan variasi pengamatan ketika operator yang sama mengukur part yang sama secara berulang dengan alat ukur yang sama. b. Reproducibility (kemampuan dihasilkan kembali), variasi yang disebabkan oleh sistem pengukuran atau operator. Merupakan variasi dari pengamatan ketika operator yang berbeda mengukur part yang sama dengan menggunakan alat ukur yang sama.
63
Gage Repeatability & Reproducibility Studies menentukan variasi dari suatu proses yang diamati yang diakibatkan variasi dari sistem pengukuran. Minitab menyediakan 2 macam Gage R&R Studies, yaitu: 1. Gage R&R Study (crossed), gunakan jenis ini pada saat tiap-tiap part diukur beberapa kali oleh tiap operator. 2. Gage R&R Study (nested), gunakan jenis tersebut pada saat mengukur tiap-tiap part hanya dengan satu orang operator. Seperti melakukan pengujian dengan merusak atau merubah struktur dari produk tersebut ataupun kondisi yang tidak mendukung untuk melakukan pada part yang sama. (Anonim, 2001) Minitab juga menyediakan 2 metode untuk memperkirakan repeatability dan reproducibility: Xbar, R, dan ANOVA (Analysis of Variance). Metode Xbar & R membagi variasi keseluruhan ke dalam 3 kategori: part-to-part, repeatability, reproducibility. Namun metode ANOVA selangkah lebih baik daripada Xbar & R, dan membagi reproducibility ke dalam operator, dan operator dengan part. Metode ANOVA lebih akurat daripada metode Xbar&R, karena mempertimbangkan interaksi antara operator dengan part. Gage R&R Study (crossed) diberikan pilihan antara metode Xbar&R dengan ANOVA. Sedangkan Gage R&R Study (nested) hanya dapat menggunakan metode ANOVA. (Anonim, 2002) Syarat-syarat untuk menguji sistem pengukuran yang akan digunakan, adalah sebagai berikut: 1. Paling sedikit 2 orang operator (biasanya 2 ~ 3 Operator) 2. Paling sedikit 10 unit sampel yang diukur. 3. Setiap unit diukur paling sedikit 2 kali oleh tiap operator
64
4. Kualifikasi operator yang akan mengukur harus sama (Anonim, 2001) Terdapat tiga kriteria untuk menentukan kualifikasi dari sistem pengukuran, yaitu: 1. % Contribution Prosentase kontribusi terhadap seluruh variasi yang dibuat oleh setiap komponen variasi. (setiap komponen yang berbeda dibagi dengan total variasi, kemudian dikalikan
100).
Persentase
masing-masing
komponen
tersebut
apabila
dijumlahkan akan berjumlah 100.
% Contribution = Variance Component x 100 Total Variation
2. % Study Variation Persentase dari study variation untuk setiap komponen (standard deviasi untuk setiap komponen dibagi dengan total standard deviasi). Persentase masingmasing komponen tersebut bila dijumlahkan tidak berjumlah 100.
% Study Variation = Component Standard Deviation Total Standard Deviation
3. Distinct Categories Jumlah kategori yang berbeda didalam data proses yang dapat dilihat oleh sistem pengukuran. Sebagai contoh, bayangkan ketika mengukur 10 part yang berbeda, dan Minitab melaporkan bahwa siatem pengukurannya melihat 4 kategori yang
65
berbeda. Ini artinya bahwa beberapa dari 10 part tersebut ada yang tidak begitu berbeda oleh sistem pengukurannya. Jika ingin memperoleh jumlah dari kategori yang berbedanya tinggi, maka diperlukan alat ukur yang presisi. Jumlah kategori yang berbeda dapat dihitung dengan membagi standard deviasi dari part dengan standard deviasi dari alat ukur (gage), kemudian dikalikan dengan 1,41 dan bulatkan kedalam bilangan bulat yang terdekat.
Number of Distinct Categories = 1,41 x Part-to-Part Standard Deviation Total Gage R&R Standard Deviation
The Automobile Industry Action Group (AIAG) menyarankan agar ketika jumlah kategori lebih kecil dari dua, sistem pengukuran tidak memiliki nilai untuk pengontrolan proses, karena satu part tidak dapat dibedakan dengan yang lainnya. Pada saat jumlah kategorinya adalah dua, data dapat dibagi ke dalam dua kelompok, katakanlah tinggi dan rendah. Ketika jumlah kategori adalah tiga, data dapat dibagi ke dalam tiga kelompok, katakanlah rendah, sedang dan tinggi. Apabila jumlah kategori tersebut adalah lima atau lebih maka merupakan sistem pengukuran yang dapat diterima. Untuk jelasnya untuk masing-masing kategori dapat dilihat pada Tabel 2.4.
66
Tabel 2.4 Kualifikasi Sistem Pengukuran
Diterima Dipertimbangkan Ditolak
% Contribution < 1% 1% – 9% > 9%
% Study Variation < 10% 10% - 30% > 30%
Distinct Categories >10 4–9 <4
(Anonim, 2002)Langkah-langkah yang harus dilakukan untuk membuat analisis Gage R&R dengan menggunakan Minitab, adalah sebagai berikut:
1. Pilih Stat>Quality Tools>Gage R&R Study (crossed atau nested), lalu akan keluar dialog box seperti pada Gambar 2.13.
Gambar 2.13 Dialog Box: Gage R&R Study
2. Masukkan data part pada kolom part numbers, operator pada kolom operators dan data hasil pengukuran pada kolom measurement data. Lalu pilih metode analisis yang akan digunakan, terakhir tekan tombol OK. Maka hasil analisa dapat dilihat pada session window dan graph window seperti yang terlihat pada Gambar 2.14 dan Gambar 2.15.
67
Gage R&R Source Total Gage R&R Repeatability Reproducibility Operator Operator*Part Part-To-Part Total Variation
VarComp 0.004437 0.001292 0.003146 0.000912 0.002234 0.037164 0.041602
%Contribution (of VarComp) 10.67 3.10 7.56 2.19 5.37 89.33 100.00
Source Total Gage R&R Repeatability Reproducibility Operator Operator*Part Part-To-Part Total Variation
StdDev (SD) 0.066615 0.035940 0.056088 0.030200 0.047263 0.192781 0.203965
Study Var (5.15*SD) 0.34306 0.18509 0.28885 0.15553 0.24340 0.99282 1.05042
Number of Distinct Categories =
> 9% (ditolak)
> 30% (ditolak)
%Study Var (%SV) 32.66 17.62 27.50 14.81 23.17 94.52 100.00
4 – 9 (dipertimbangkan)
4
Kesimpulan : Sistem Pengukuran Ditolak !!!
Gambar 2.14 Output Session Window: Gage R&R Gage name: Date of study: Reported by: T olerance: Misc:
Gage R&R (ANOVA) for Measure Components of Variation
By Part
Percent
100
1.1 1.0 0.9 0.8 0.7 0.6 0.5 0.4
%Contribution %Study Var
50
0 Gage R&R
Repeat
Reprod
Part
Part-to-Part
1
2
3
Sam ple Range
1
2
0.10 0.05
R=0.03833
LCL=0
0.00
Operator
0
1
3
UCL=0.8796 Mean=0.8075 LCL=0.7354
0
Average
Sample Mean
2
6
7
8
9
10
2
3
Operator*Part Interaction
Xbar Chart by Operator 1
5
1.1 1.0 0.9 0.8 0.7 0.6 0.5 0.4
3
UCL=0.1252
1.1 1.0 0.9 0.8 0.7 0.6 0.5 0.4 0.3
4
By Operator
R Chart by Operator 0.15
Telah terjadi penyimpangan pengukuran pada operator 1
Operator
1.1 1.0 0.9 0.8 0.7 0.6 0.5 0.4
Part
1 2 3
1
2
3
4
5
6
7
Gambar 2.15 Output Graph Window: Gage R&R
8
9
10
68
2.8.3 Peta Kendali (Control Chart) (Gasperz, 2001) Metode yang sering digunakan untuk mengetahui sumber variasi dari proses adalah peta-peta kendali atau kontrol (control charts) beserta analisis kapabilitas proses. Peta kontrol pertama kali diperkenalkan oleh Dr. Walter Andrew Shewhart dari Bell Telephone Laboratories, Amerika Serikat, pada tahun 1924 dengan maksud untuk menghilangkan variasi tidak normal melalui pemisahan variasi yang disebabkan oleh penyebab khusus (special-causes variation) dari variasi yang disebabkan oleh penyebab umum (common causes variation). Pada dasarnya semua proses menampilkan variasi, namun manajemen harus mampu mengendalikan proses dengan cara menghilangkan variasi penyebab khusus dari proses itu, sehingga variasi yang melekat pada proses hanya disebabkan oleh variasi penyebab umum. Peta-peta kontrol merupakan alat ampuh dalam mengendalikan proses, asalkan penggunaanya dipahami secara benar. Variasi adalah ketidak seragaman dalam proses operasional sehingga menimbulkan perbedaan dalam kualitas produk (barang dan/atau jasa) yang dihasilkan. Dua sumber atau penyebab timbulnya variasi, diklasifikasikan sebagai berikut: 1. Variasi Penyebab Khusus (Special Causes Variation) adalah kejadian-kejadian di luar sistem manajemen kualitas yang mempengaruhi variasi dalam sistem itu. Penyebab khusus dapat bersumber dari faktor-faktor: manusia, mesin, dan peralatan, material, lingkungan, metode kerja, dll. Penyebab khusus ini mengambil
pola
non
acak
(nonrandom
patterns)
sehingga
dapat
69
diidentifikasikan/ ditemukan. Dalam konteks analisis data menggunakan peta kendali atau kontrol (control charts), jenis variasi ini ditandai dengan titik pengamatan yang melewati atau keluar dari batas-batas pengendalian yang didefinisikan (defined control limits). 2. Variasi penyebab Umum (Common Causes Variation) adalah faktor-faktor di dalam sistem manajemen kualitas atau yang melekat pada proses yang menyebabkan timbulnya variasi dalam sistem itu beserta hasil-hasilnya. Penyebab umum sering disebut juga sebagai penyebab acak (random causes) atau penyebab sistem (system causes). Karena penyebab umum ini selalu melekat pada sistem manajemen kualitas, untuk menghilangkannya kita harus menelusuri elemen
dalam sistem itu
dan
hanya
pihak
manajemen
yang
dapat
memperbaikinya, karena pihak manajemen yang mengendalikan sistem manajemen kualitas itu. Dalam konteks analisis data dengan menggunakan petapeta kendali atau kontrol (control charts), jenis variasi ini sering ditandai dengan titik pengamatan yang berada dalam batas-batas pengendalian yang didefinisikan (defined control limits). Dan untuk lebih jelasnya mengenai keberadaan masing-masing penyebab pada bagan control chart, dapat dilihat pada Gambar 2.16 berikut.
70
Penyebab khusus
Peralatan Rusak
Material NG Seting Mesin
Pengawasa n
Training Kurang
Metode Tidak Bagus
Kesalahan Pengukuran
Penyebab Umum
Penyebab Khusus
Kesalahan Operator
Kesalahan mesin
Perubahan Temp.
Gambar 2.16 Penyebab Umum dan Khusus di Control Chart
Suatu proses yang hanya mempunyai variasi penyebab umum (commoncauses variation) yang mempengaruhi produk atau outcomes merupakan proses yang stabil karena penyebab sistem yang mempengaruhi variasi biasanya relatif stabil sepanjang waktu. Sedangkan apabila variasi penyebab khusus terjadi dalam proses, proses itu akan menjadi tidak stabil. Upaya-upaya menghilangkan variasi penyebab khusus akan membawa proses ke dalam pengendalian proses menggunakan peta-peta kontrol statistikal (statistical control charts). Pada dasarnya peta-peta kontrol dipergunakan untuk beberapa hal, diantaranya adalah:
71
1.
Menentukan apakah suatu proses berada dalam pengendalian? Dengan demikian peta-peta kontrol digunakan untuk mencapai suatu keadaan terkendali, dimana semua nilai rata-rata dan range dari sub-sub kelompok (subgroups) contoh berada dalam batas-batas pengendalian (control limits), maka itu variasi penyebabkhusus menjadi tidak ada lagi dalam proses.
2.
Memantau proses terus-menerus sepanjang waktu agar proses tetap stabil secara statistikal dan hanya mengandung variasi penyebab umum.
3.
Menentukan kemampuan proses (process capability). Setelah proses berada dalam pengendalian, batas-batas dari variasi proses dapat ditentukan. Pada dasarnya setiap peta kontrol memiliki beberapa komponen, diantaranya
adalah: 1. Garis Tengah (Central Line), yang biasa dinotasikan sebagai CL. 2. Sepasang batas kontrol (control limits), di mana satu batas kontrol ditempatkan di atas garis tengah yang dikenal sebagai batas kontrol atas (upper control limit), biasa dinotasikan sebagai UCL, dan yang satu lagi ditempatkan di bawah garis tengah yang dikenal sebagai batas kontrol bawah (lower control limit), biasa dinotasikan sebagai LCL. 3. Tebarkan nilai-nilai karakteristik kualitas yang menggambarkan keadaan dari proses. Jika semua nilai yang ditebarkan (diplot) pada peta itu berada di dalam batas-batas kontrol tanpa memperlihatkan kecendrungan tertentu, maka proses yang berlangsung dianggap sebagai berada dalam keadaan terkontrol atau terkendali, atau dikatakan berada dalam pengendalian. Namun, jika nilai-nilai yang ditebarkan pada peta itu jatuh atau berada di luar batas-batas kontrol atau
72
memperlihatkan kecenderungan tertentu atau memiliki bentuk yang aneh, maka proses yang berlangsung dianggap sebagai berada dalam keadaan di luar kontrol (tidak terkontrol), atau tidak berada dalam pengendalian, sehingga perlu diambil tindakan korektif untuk memperbaiki proses yang ada. Dan untuk lebih mengetahui bentuk umum dari Peta Kendali (control chart) dapat dilihat pada Gambar 2.17 di bawah.
Nilai data
UCL
3σx
2σx CL
LCL
Limit Aksi
Jumlah data
Limit peringatan
Gambar 2.17 Bagan Control Chart
Penggunaan peta-peta kontrol harus menjadi efektif untuk pengendalian proses, sehingga upaya-upaya peningkatan proses terus-menerus yang telah menjadi
73
komitmen manajemen organisasi dapat sukses. Berbagai peta-peta kontrol dapat digunakan sesuai dengan kebutuhan seperti ditunjukkan pada Gambar 2.18.
Tentukan Karakteristik Kualitas Sesuai Keinginan
Apakah Data Variabel?
tida
Apakah Data Atribut Ber bentuk Proporsi atau persentase?
ya
tida
ya
Apakah Proses Homogen Atau Proses Batch Seperti Industri Kimia, dll?
tida
ya
Apakah Ukuran Contoh Konstan?
tida
tida
Apakah Ukuran Contoh Konstan?
ya
ya
Peta Kontrol X-MR
Apakah Data Atribut Ber bentuk Banyaknya Ketidaksesuaian?
Peta Kontrol X-Bar, R
Peta Kontrol p atau np
Peta Kontrol p
Peta Kontrol u
Peta Kontrol c atau u
Gambar 2.18 Diagram Alir Penggunaan Peta-Peta Kontrol
74
Peta Kontrol X-Bar dan R Peta kontrol X-bar (Rata-rata) dan R (Range) digunakan untuk memantau proses yang mempunyai karakteristik berdimensi kontinu, sehingga peta kontrol Xbar dan R sering disebut sebagai peta kontrol untuk data variabel. Peta kontrol X-bar menjelaskan kepada kita tentang apakah perubahan-perubahan telah terjadi dalam ukuran titik pusat (central tendency) atau rata-rata dari suatu proses. Hal ini mungkin disebabkan oleh faktor-faktor seperti: peralatan yang dipakai, peningkatan temperatur secara gradual, perbedaan metode yang digunakan dalam shift, material baru, tenaga kerja baru yang belum dilatih, dll. Sedangkan peta kontrol R (Range) menjelaskan tentang apakah perubahan-perubahan yang telah terjadi dalam ukuran variasi, dengan demikian berkaitan dengan perubahan homogenitas produk yang dihasilkan melalui suatu proses. Hal ini mungkin disebabkan oleh faktor-faktor seperti: bagian peraltan yang hilang, minyak pelumas mesin yang tidak mengalir dengan baik, kelelahan pekerja, dan lain-lain. Langkah-langkah untuk membangun peta kontrol X-Bar dan R dapat dikemukakan sebagai berikut: 1. Tentukan ukuran contoh (n = 4, 5, 6,...). untuk keperluan praktek biasanya ditentukan lima unit pengukuran dari setiap contoh (n=5). 2. Kumpulkan 20 – 25 set contoh (paling sedikit dari data 60 – 100 titik data individu). 3. Hitung nilai rata-rata, X-bar, dan range, R dari setiap set contoh.
75
4. Hitung nilai rata-rata dari semua X-bar, yaitu: X-double bar yang merupakan garis tengah (central line) dari peta kontrol X-bar, serta nilai rata-rata dari semua R, yaitu: R-bar yang merupakan garis tengah (central line) dari peta kontrol R. 5. Hitung batas-batas kontrol 3-sigma dari peta kontrol X-bar dan R. a. Peta Kontrol X-bar (batas-batas kontrol 3-sigma): 1) CL
= X-double bar
2) UCL
= X-double bar + A2.R-bar
3) LCL
= X-double bar – A2.R-bar
b. Peta Kontrol R (batas-batas kontrol 3-sigma): 1) CL
= R-bar
2) UCL
= D4.R-bar
3) LCL
= D3.R-bar
6. Buatkan peta kontrol X-bar dan R menggunakan batas-batas kontrol 3-sigma di atas. Setelah itu plot atau tebarkan data X-bar dan R dari setiap contoh yang diambil itu pada peta kontrol X-bar dan R serta lakukan pengamatan apakah data itu berada dalam pengendalian statistikal? Apabila semua data pengukuran berada dalam peta kontrol itu, yang menunjukkan bahwa proses sedang berada dalam pengendalian statistikal, maka kita dapat menggunakan peta kontrol X-bar dan R yang dibangun itu sebagai peta kontrol untuk memantau proses yang sedang berlangsung dari waktu ke waktu. Apabila semua data pengukuran tidak berada dalam pengendalian statistikal, maka proses harus diperbaiki. Setelah itu dilakukan pengukuran ulang untuk membangun peta kontrol X-bar dan R sampai peta kontrol itu telah menunjukkan bahwa proses telah berada dalam
76
pengendalian statistikal. Peta kontrol yang tidak terkendali, tidak boleh dipergunakan sebagai peta kontrol untuk memantau proses yang sedang berlangsung dari waktu ke waktu. Dengan demikian pemantauan terhadap proses baru dapat dilaksanakan, apabila proses itu telah dianggap stabil secara statistikal (berada dalam pengendalian statistikal).. Peta kontrol seyogyanya hanya dipergunakan sebagai alat untuk menjelaskan apakah suatu proses yang sedang berlangsung itu telah stabil atau belum. Jika belum stabil, proses itu harus diperbaiki dulu, dan baru kemudian membangun peta kontrol terkendali untuk memantau proses yang telah stabil itu. Hal ini berarti kita membawa proses ke dalam pengendalian. 7. Apabila proses berada dalam pengendalian (proses stabil), maka hitung indeks kapabilitas proses. Catatan: Indeks kapabilitas proses baru layak untuk dihitung apabila proses berada dalam pengendalian. 8. Gunakan peta kontrol terkendali dari X-bar dan R itu untuk memantau proses yang sedang berlangsung dari waktu ke waktu, untuk seterusnya segera diambil tindakan perbaikan apabila tampak ada perubahan-perubahan yang tidak diinginkan pada proses itu. Sekali lagi perlu ditekankan bahwa peta kontrol yang tidak terkendali, tidak boleh dipergunakan sebagai peta kontrol untuk memantau proses yang sedang berlangsung dari waktu ke waktu. Dengan demikian pemantauan terhadap proses baru dapat dilaksanakan, apabila proses itu telah dianggap stabil (berada dalam pengendalian). (Anonim, 2002)Langkah-langkah yang harus dilakukan untuk membuat peta kendali Xbar – R dengan menggunakan Minitab, adalah sebagai berikut:
77
1. Pilih Stat>Control Charts>Xbar-R..., lalu akan keluar dialog box seperti pada Gambar 2.19.
Gambar 2.19 Dialog Box: Xbar-R Chart
2. Masukkan data sampel pada single column dan kolom subgroup pada subgroup size. Dan pilih option yang ingin diisi atau dirubah lalu tekan tombol OK, dan akan muncul graph windows seperti Gambar 2.20. Xbar/R Chart for Sample
Sample Mean
42
UCL=41.29
40
Mean=40.00
39 1
38
S ubgroup
5
Sample Range
11
1
41
LCL=38.71
1
1 1
0
10
20
30
40
50
UCL=4.735
4 3 2
R=2.239
1 0
LCL=0
Gambar 2.20 Output Graph Window: Xbar-R Chart
78
2.8.4 Analisis Kapabilitas Proses (Anonim, 2001) Kapabilitas proses dalam ilmu statistik adalah pengukuran kapabilitas suatu proses yang dinyatakan dalam bentuk angka sehingga dapat membandingkan kapabilitas pada proses yang berbeda. Pada dasarnya pengukuran kapabilitas proses adalah rasio antara lebar variasi proses yang diijinkan (specification limits) dengan lebar variasi proses yang aktual (6σ). (Gasperz,
2001)
Sebenarnya
kapabilitas
proses
tidak
dapat
ditentukan/ditetapkan hingga X-bar dan R Chart telah tercapai peningkatan kualitas yang optimal atau dengan kata lain proses tersebut telah berada dalam batas-batas kontrol/terkontrol. Jika hal tersebut tidak dilakukan terlebih dahulu maka akan diperoleh perhitungan kapabilitas proses yang salah. Kapabilitas proses adalah sama dengan 6σ ketika proses berada dalam kontrol statistik. Kapabilitas proses ditentukan oleh variasi yang bersumber dari variasi penyebab umum. Secara umum kapabilitas proses menggambarkan kinerja terbaik (misalnya range minimum) dari proses itu sendiri. (Anonim, 2001) Dengan menggunakan indeks kapabilitas, dapat mengukur kualitas. Semakin besar indeks kapabilitasnya maka semakin baik pula kualitasnya. Oleh karena itu dibutuhkan usaha untuk melakukan perbaikan secara terus-menerus agar dapat membuat indeks kapabilitas tersebut meningkat sebesar mungkin. Untuk itu pada Tabel 2.5 terdapat beberapa indeks kapabilitas yang nantinya akan digunakan dalam penelitian.
79
Tabel 2.5 Analisis Kapabilitas Proses Digunakan ketika spesifikasi.
Cp, Pp
proses
berada
ditengah-tengah
batas
Cpk, Ppk
Digunakan ketika proses tidak berada ditengah-tengah batas spesifikasi, tapi berada diantaranya.
CPU, PPU
Digunakan pada proses yang hanya memiliki USL.
CPL, PPL
Digunakan pada proses yang hanya memiliki LSL.
Short – Term Capability Index Cp = (USL – LSL) 6 sst Cpk = Min(USL – Xbar , LSL – Xbar) 3 sst
Long – Term Capability Index Pp = (USL – LSL) 6 slt Ppk = Min(USL – Xbar , LSL – Xbar) 3 slt
CPU = (USL – Xbar) 3 sst
PPU = (USL – Xbar) 3 slt
CPL = (Xbar – LSL) 3 sst
PPL = (Xbar – LSL) 3 slt
Zst = 3.(Cp, Cpk, CPU, CPL)
Zlt = 3.(Pp, Ppk, PPU, PPL)
Zbench (ST) = ISL – XbarI sst
Zbench (LT) = I SL – XbarI slt
Rumus untuk Short Term maupun Long Term k = 2.(µ - Target) (USL – LSL)
Zbench = Zscore(PUSL+PLSL)
Zshift = Zst – Zlt
Ppk = (1 – k).Cp
80
(Anonim, 2002) Langkah-langkah yang harus dilakukan untuk melakukan menganalisis kapabilitas Proses dengan menggunakan Minitab, adalah sebagai berikut:
1. Pilih Stat>Quality Tools>Capability Analysis (Normal), lalu akan keluar dialog box seperti pada Gambar 2.21.
Gambar 2.21 Dialog Box: Capability Analysis (Normal)
1. Pilih Sample yang ada di kolom kiri ke single column lalu subgroup ke kolom subgroup size. 2. Isi kolom Lower dan Upper spec sesuai dengan yang telah ditetapkan. 3. Tekan OK, dan tampilan outputnya pun akan keluar seperti pada Gambar 2.22 di bawah.
81
Process Capability Analysis for Sample USL
Process Data USL Target
602.000 *
Within
*
Overall
LSL Mean
599.548
Sample N 100 StDev (Within) 0.576429 StDev (Ov erall) 0.620865
Potential (Within) Capability Cp
*
CPU CPL
1.42 *
Cpk
1.42
Cpm
*
Ov erall Capability Pp PPU
598
599
600
Observ ed Perf ormance
* 1.32
PPL
*
Ppk
1.32
Zlt = 3.PPU = 3,96
601
602
Exp. "Within" Perf ormance
Exp. "Ov erall" Perf ormance
PPM < LSL PPM > USL
* 0.00
PPM < LSL PPM > USL
* 10.51
PPM < LSL PPM > USL
* 39.19
PPM Total
0.00
PPM Total
10.51
PPM Total
39.19
Zst = 3.CPU = 4,26
ppm
Gambar 2.22 Output Graph Window: Capability Analysis (Normal)
4 Block Diagram (Anonim, 2002) Setelah proses perhitungan selesai dan nilai yang dibutuhkan untuk memetakan ke 4 Block Diagram telah ditemukan maka langkah berikutnya adalah memetakannya ke dalam 4 Block Diagram agar dapat diketahui status/kondisi dari proses kita. Apakah yang bermasalah adalah kontrolnya, teknologinya, keduaduanya, ataukah tidak ada masalah kedua-duanya. Sehingga dengan begitu dapat memudahkkan kita dalam mengambil keputusan untuk memperbaikinya. Apabila proses tersebut ternyata sudah cukup baik maka untuk apa kita perbaiki lagi karena akan mengeluarkan biaya untuk memperbaiki sesuatu yang sudah baik. Dan ini tidak akan memberikan kita manfaat yang banyak. Pada 4 Block Diagram ini dibagi atas
82
empat daerah yang dari kesemuanya daerah “D”-lah yang menjadi target kita untuk memperbaiki proses. Dimana pada daerah tersebut menunjukkan bahwa kontrol terhadap proses kita sudah bagus dan teknologi yang diterapkan pada proses sudah cukup tinggi. Poor
2.5 2.0 Zshift
A
B
C
D
1.5 1.0 0.5
Good
1 Poor
2
3
4
5
6
Zst
Good
A : Poor Control & Poor Technology B : Poor Control & Good Technology C : Good Control & Poor Technology D : Good Control & Good Technology
Gambar 2.23 4 Block Diagram
2.8.5 Diagram Sebab-Akibat (Fishbone Diagram) (Gasperz, 2001) Kaoru Ishikawa, seorang pakar kualitas berkebangsaan Jepang, menyatakan bahwa tanda pertama dari masalah adalah gejala (symptoms), bukan penyebab (causes). Karena itu perlu dipahami apa yang disebut sebagai: gejala (symptoms), penyebab (causes), dan akar penyebab (root causes). Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada contoh yang ada pada Tabel 2.6 di bawah ini.
83
Tabel 2.6 Contoh Gejala, Penyebab, dan Akar Penyebab Tingkat Gejala
Observasi Mobil tidak hidup (mogok)
Tindakan Memanggil kendaraan derek
Hasil (outcome) Mengeluarkan biaya sebesar Rp. 200.000
Penyebab
Aki tidak berfungsi
Mengganti aki mobil
Akar Penyebab
Perawatan preventif tidak dilakukan secara tepat
Implementasi perawatan mobil sesuai saran pabrik
Tiba terlambat di tempat tujuan Mobil tidak pernah mogok (masalah) hilang)
Diagram sebab-akibat adalah suatu diagram yang menunjukkan hubungan antara sebab dan akibat. Berkaitan dengan pengendalian proses statistikal, diagram sebab akibat dipergunakan untuk menunjukkan faktor-faktor penyebab (sebab) dan karakteristik kualitas (akibat) yang disebabkan oleh faktor-faktor penyebab itu. Diagram sebab-akibat sering juga disebut sebagai diagram tulang ikan (fishbone diagram) karena bentuknya seperti kerangka ikan, atau diagram Ishikawa (Ishikawa’s diagram). Pada dasarnya diagram sebab-akibat dapat dipergunakan untuk kebutuhankebutuhan berikut: 1. Membantu mengidentifikasi akar penyebab dari suatu masalah. 2. Membantu membangkitkan ide-ide untuk solusi suatu masalah. 3. Membantu dalam penyelidikan atau pencarian fakta lebih lanjut. Langkah-langkah dalam pembuatan diagram sebab-akibat dapat dikemukakan sebagai berikut: 1. Mulai dengan pernyataan masalah-masalah utama yang penting dan mendesak untuk diselesaikan.
84
2. Tuliskan pernyataan masalah itu pada kepala ikan, yang merupakan akibat (effect). Tuliskan pada sisi sebelah kanan dari kertas (kepala ikan), kemudian gambarkan tulang belakang dari kiri ke kanan dan tempatkan pernyataan masalah itu dalam kotak. 3. Tuliskan faktor-faktor penyebab utama (sebab-sebab) yang mempengaruhi masalah kualitas sebagai tulang besar, juga ditempatkan dalam kotak. Faktorfaktor penyebab atau kategori-kategori utama dapat dikembangkan melalui: stratifikasi ke dalam pengelompokan dari faktor-faktor: manusia, mesin, peralatan, material, metode kerja, lingkungan kerja, dll, atau stratifikasi melalui langkah-langkah aktual dalam proses. Faktor-faktor penyebab atau kategorikategori dapat dikembangkan melalui brainstorming. 4. Tuliskan penyebab-penyebab sekunder yang mempengaruhi penyebab-penyebab utama (tulang-tulang besar), serta penyebab-penyebab sekunder itu dinyatakan sebagai tulang-tulang berukuran sedang. 5. Tuliskan penyebab-penyebab tersier yang mempengaruhi penyebab-penyebab sekunder (tulang-tulang berukuran sedang), serta penyebab-penyebab tersier itu dinyatakan sebagai tulang-tulang berukuran kecil. 6. Tentukan item-item yang penting dari setiap faktor dan tandailah faktor-faktor penting tertentu yang kelihatannya memiliki pengaruh nyata terhadap karakteristik kualitas. 7. Catatlah informasi yang perlu di dalam diagram sebab-akibat itu, seperti: judul, nama produk, proses, kelompok, daftar partisipan, tanggal, dll.
85
Machine
Man
Problem
Environment
Material
Method
Gambar 2.24 Diagram Sebab-Akibat
2.8.6 Pengujian Hipotesis Merupakan pedoman yang langsung menunjukkan beberapa faktor vital yang paling mempengaruhi proses. Untuk dapat diuji, suatu hipotesis haruslah dinyatakan secara kuantitatif (dalam bentuk angka). Contoh, pendapat yang menyatakan persediaan beras cukup, sukar diuji kebenarannya, sebab apa yang dikatakan cukup itu tidak jelas. Hipotesis statistik (statistical hypothesis) ialah suatu pernyataan tentang bentuk fungsi suatu variabel (apakah Binomial, apakah Poisson, apakah Normal, dan lain sebagainya) atau tentang nilai sebenarnya suatu parameter (µ = rata-rata, P = proporsi/persentase, σ = simpangan baku, dan lain sebagainya). Jadi suatu pengujian hipotesis statistik ialah prosedur yang memungkinkan keputusan dapat dibuat, yaitu keputusan untuk menolak atau tidak menolak hipotesis yang sedang dipersoalkan/diuji. Untuk menguji hipotesis, digunakan data yang dikumpulkan dari sampel, sehingga merupakan data perkiraan (estimate). Itulah sebabnya, keputusan yang dibuat di dalam menolak/tidak menolak hipotesis
86
mengandung ketidakpastian (uncertainly), maksudnya keputusan bisa benar dan bisa juga salah. Adanya unsur ketidakpastian menyebabkan resiko bagi pembuatan keputusan. Besar kecilnya resiko dinyatakan dalam nilai probabilitas. Pengujian hipotesis erat kaitannya dengan pembuatan keputusan.
(Anonim, 2002) Langkah-langkah Uji Hipotesis dengan menggunakan Minitab: 1. Buat Hipotesis a. Untuk menterjemahkan pernyataan seseorang atau sesuatu hal menjadi formula numerik b. Hipotesis 1) Hipotesis Nol (Null Hypothesis) (H0) : Jenis pernyataan ‘sama dengan’ ( = ) 2) Hipotesis
Alternatif
(Alternative
Hypothesis)
(H1)
:
Pernyataan
ketidaksamaan (>,<,≠) 2. Mengumpulkan Data Uji Hipotesis adalah bagian dari Statistical Inference. Data diperlukan untuk kegiatan ini. 3. Input data ke dalam Minitab Worksheet Input data dan pilih metode pengujian yang cocok untuk kondisi yang ada. 4. Perhatikan nilai p-value Perhatikan p-value yang ditunjukkan pada Minitab session dan bandingkan dengan nilai α (tingkat signifikansi). a. Jika p-value LEBIH BESAR dari 0.05, maka kita MENERIMA H0.
87
b. Jika p-value LEBIH KECIL dari 0.05, maka kita MENOLAK H0
2.8.6.1 Uji Normalitas (Normality Test) (Anonim, 2001) Tes kenormalan menghasilkan plot peluang normal dan melakukan uji hipotesis untuk menentukan apakah sampel yang diobservasi terdistribusi normal atau tidak? Untuk uji kenormalan data, hipotesisnya adalah, H0 : Data terdistribusi normal H1 : Data tidak terdistribusi normal Tolak H0, jika p-value hasil pengujian lebih kecil daripada tingkat α. Terdapat tiga metode yang digunakan oleh Minitab untuk menguji kenormalan data, yaitu: 1. Anderson-Darling Test, dimana pengujiannya berdasarkan ECDF (Empirical Cumulative Distribution Function). 2. Ryan-Joiner Test (sama dengan Shapiro-Wilk Test), dimana pengujian berdasarkan korelasi. 3. Kolmogorov-Smirnov Test, dimana pengujian berdasarkan ECDF. Anderson-Darling dan Ryan-Joiner Test memiliki kekuatan untuk mendeteksi ketidak-normalan. Sedangkan Kolmogorov-Smirnov Test paling lemah diantara ketiga metode tersebut. (Anonim, 2002) Adapun Langkah-langkah yang harus dilakukan untuk melakukan uji kenormalan dengan menggunakan Minitab, adalah sebagai berikut:
88
1. Pilih Stat>Basic Statistics>Normality Test, lalu akan keluar dialog box seperti pada Gambar 2.25.
Gambar 2.25 Dialog Box: Normality Test
2. Kemudian masukkan data ke kolom variable, dan pilih metode yang akan digunakan untuk menguji kenormalan data. Kalau sudah, pilih tombol OK dan akan muncul graph windows seperti pada Gambar 2.26.
Normal Probability Plot .999 .99
Probability
.95 .80 .50 .20 .05 .01 .001 64.0
64.5
65.0
Diameter Average: 64.6167
Anderson-Darling Normality Test
StDev: 0.503653 2.26 Output Graph Window: ANormality -Squared: 0.206 Gambar Test N: 6 P-Value: 0.761
2.8.6.2 Uji Kesamaan Varians (Test for equal variances)
89
(Anonim, 2001) Pengujian ini dapat digunakan untuk melakukan pengujian hipotesis terhadap kesamaan, atau kehomogenan varians yang ada pada dua populasi melalui F-test dan Levene’s test. Banyak prosedur statistik, termasuk prosedure 2sampel t yang butuh untuk mengasumsikan bahwa 2 sampel yang akan diuji tersebut memiliki varians yang sama. Prosedure uji varians akan menguji keabsahan dari asumsi tersebut. F-test versus Levene’s test Minitab menghitung dan menampilkan hasil dari uji statistik (test statistic) dan p-value untuk F-test dan Levene’s test dimana hipotesis nol nya adalah varians kedua sampel sama sedangkan alternatifnya adalah bahwa varians dari kedua sampel tidak sama. Gunakan F-test pada saat datanya terdistribusi normal dan Levene’s test pada saat datanya kontinu dan tidak perlu terdistribusi normal. (Montgomery, 1995) Adapun langkah-langkah untuk melakukan Uji Kesamaan Varians (Test for equal variances), adalah sebagai berikut: 1. Menentukan H0 H0: σ12 = σ22 2. Menentukan H1 H1: σ12 < σ22 H1: σ12 > σ22 H1: σ12
σ2 2
3. Tentukan α 4. Wilayah Kritik : F < F1-α (v 1, v 2) bila alternatifnya H1: σ12 < σ22
90
F > Fα (v 1, v 2) bila alternatifnya H1: σ12 > σ22 F < F1-α/2 (v 1, v 2) atau F > Fα/2 (v 1, v 2) bila alternatifnya H1: σ12
σ2 2
5. Perhitungan : F = s12 s22
v=n-1
6. Kesimpulan : Tolak H0 bila nilai F tersebut jatuh dalam wilayah kritiknya, sedangkan bila nilai F itu jatuh diluar wilayah kritiknya terimalah H0.
(Anonim, 2002) Langkah-langkah yang harus dilakukan untuk melakukan uji kesamaan ragam (test for equal variance) dengan menggunakan Minitab, adalah sebagai berikut:
1. Pilih Stat>ANOVA>Test for equal variance, lalu akan keluar dialog box seperti pada Gambar 2.27.
91
Gambar 2.27 Dialog Box: Test for equal variance 2. Masukkan data yang ingin diuji pada kolom response dan jenis sampel pada
kolom factors. Kemudian isi kolom confidence level lalu tekan tombol OK. Dan hasil dari analisisnya dapat dilihat pada graph window, seperti yang terlihat pada Gambar 2.28. Test for Equal Variances for Weight 95% Confidence Intervals for Sigmas
Factor Levels
1 2 0.0
0.5
1.0
1.5
F-Test Test Statistic: 5.555 P-Value : 0.083
Levene's Test Test Statistic: 3.182 P-Value : 0.105 Boxplots of Raw Data
1
2
64.0
64.5
65.0
Weight
Gambar 2.28 Output Graph Window: Test for equal variance
92
2.8.6.3 Uji – T untuk dua sampel (Two Sample T-Test) (Anonim, 2001) Pengujian ini bertujuan untuk mengetahui bahwa diantara dua sampel mempunyai perbedaan atau untuk mengetahui apakah suatu faktor mempunyai pengaruh terhadap perubahan hasil (masalah). Gunakan 2-sampel t untuk melakukan tes hipotesis dan menghitung CI (confidence interval) dari perbedaan rata-rata dua populasi pada saat standard deviasi populasinya tidak diketahui. (Montgomery, 1995) Adapun langkah-langkah untuk melakukan pengujian hipotesis 2-sampel t dengan σ1=σ2 dan tidak diketahui, adalah sebagai berikut:
1. Menentukan H0 H0: µ1 - µ2 = δ0 2. Menentukan H1 H1: Hipotesis Alternatifnya salah satu diantara (µ1 - µ2 < δ0), (µ1 - µ2 > δ0), 3. Tentukan α 4. Wilayah Kritik : t < -tα bila alternatifnya µ1 - µ2 < δ0 t > tα bila alternatifnya µ1 - µ2 > δ0 t < -tα/2 atau t > tα/2 bila alternatifnya µ1 - µ2 ≠ δ0 5. Perhitungan :
df = (n1 + n2 – 2)
93
(x1bar – x2 bar) + tα/2s t = ((x1bar - x2 bar) - δ0)/s s = sp{(1/n1) + (1/n2)}1/2 sp = ((n1 – 1)s12 + (n2 – 1)s22)/(n1 + n2 – 2)1/2
6. Kesimpulan : Tolak H0 bila nilai t tersebut jatuh dalam wilayah kritiknya, sedangkan bila nilai t itu jatuh diluar wilayah kritiknya terimalah H0. (Anonim, 2002) Langkah-langkah untuk uji 2-sampel t di Minitab, adalah sebagai berikut: 1. Pilih pada tool bar Minitab Stat>Basic Statistics>2-Sample t..., lalu akan muncul dialog box seperti pada Gambar 2.29.
Gambar 2.29 Dialog Box: 2-Sample t
94
2. Pilih Samples in different columns jika data sampelnya berada pada kolom yang berbeda, lalu masukkan data masing-masing sampel pada kotak First dan Second. 3. Pilih Alternatif dari pengujian tersebut dan masukkan confidence levelnya. 4. Pilih Assume equal variances jika variasi kedua sampel dianggap sama. 5. Tekan OK, maka akan keluar tampilan session windows seperti Gambar 2.30.
Two-Sample T-Test and CI: A . Weight, B . Weight Two-sample T for A . Weight vs B . Weight N
Mean
StDev
SE Mean
A . Weig
6
64.617
0.504
0.21
B . Weig
6
64.317
0.214
0.087
Difference = mu A . Weight - mu B . Weight Estimate for difference:
0.300
95% CI for difference: (-0.198, 0.798) T-Test of difference = 0 (vs not =): T-Value = 1.34
P-Value = 0.209
DF = 10
Both use Pooled StDev = 0.387
Gambar 2.30 Output session window: 2-Sample t
2.8.7 Design of Experiments (DOE) (Kiemele, 1997) Agar dapat mengerti DOE secara benar, maka harus mengetahui terlebih dahulu tentang proses dengan baik. Dalam pengertian umumnya proses dapat diterjemahkan sebagai sebuah aktivitas yang terdiri dari beberapa kombinasi input (faktor), seperti manusia, material, peralatan/mesin, kebijakankebijakan, prosedur (tata cara), metode-metode, dan lingkungannya, yang biasanya digunakan secara bersama untuk menghasilkan output (keluaran) yang berhubungan
95
dengan melakukan pelayanan (service), menghasilkan produk, atau menyelesaikan tugas/pekerjaan. Uncontrollable Factor
…
Input
Process
Output (Y)
… Controllable Factor Gambar 2.31 Komponen Proses
(Anonim, 2002) DOE adalah metode penentuan awal mengenai pengambilan data dari proses eksperimen dan analisa data sehingga kita mendapatkan informasi yang akurat melalui eksperimen. DOE merupakan struktur/susunan yang mengatur cara untuk menentukan hubungan antara faktor (X) yang mempengaruhi proses dan output (keluaran) dari proses (Y). DOE dilakukan dengan tujuan untuk 1. Menentukan kombinasi antara beberapa variabel bebas (independent variables) yang dapat mengahsilkan pengaruh yang terbaik terhadap respon/keluaran (Y). 2. Mengukur besarnya pengaruh dari independent variables (X’s) terhadap respon/keluaran (Y). 3. Membuktikan bahwa independent variables (X’s) yang diperkirakan penting akan benar-benar mempengaruhi proses.
96
Faktor, suatu faktor (input) yang mempengaruhi Response (output) dan dapat merupakan variabel terkontrol (controllable) atau tidak terkontrol (uncontrollable). Dan dapat saja bersifat kuantitatif (misal : temperatur, waktu) atau bersifat kualitatif (Perbedaan mesin, Perbedaan Operator, Bersih atau tidak). Level, level suatu faktor adalah nilai-nilai dari faktor dalam suatu eksperimen. Misalkan eksperimen yang dilakukan terhadap 2 perbedaan temperatur (100C dan 200C) maka faktor temperatur mempunyai 2 level.
(Anonim, 2002) Langkah-langkah umum melakukan DOE : 1. Tentukan Level setiap Faktor. 2. Tentukan Design Eksperiment. 3. Kumpulkan data. 4. Analisis data. 5. Simpulkan berdasarkan penggambaran dari hasil analisis statistik. 6. Buat Solusi.
Desain Full Faktorial kn 1. Merupakan desain eksperimen terhadap keseluruhan perlakuan kombinasi dari n faktor dengan level sama dengan k. 2. Jika terdapat r kali eksperimen pada setiap perlakuan kombinasi, maka banyaknya eksperimen dilakukan sebanyak r*kn. 3. Biasanya k adalah 2 atau 3, jadi 2n atau 3n.
97
(Anonim, 2002) Langkah-langkah untuk melakukan DOE dengan Minitab, dapat ditempuh melalui beberapa tahapan, yaitu: 1. Pilih pada tool bar Minitab Stat>DOE>Factorial>Create Factorial Design..., lalu akan muncul dialog box seperti pada gambar 2.32. 2. Pilih option Designs.. dan Factors... lalu isi kolom yang tersedia sesuai dengan rancangan yang ingin dibuat (lihat gambar 2.32). 3. Pilih Jumlah faktor yang akan dipakai pada kolom Numbers of Factors (lihat Gambar 2.32).
Perhatikan jumlah faktor dalam eksperimen
Teliti jumlah replikasi Pada perlakuan kombinasi
Putuskan apakah akan melakukan desain full faktorial atau desain fraksional
Gambar 2.32 Dialog Box: Factorial Design
Tulislah nama faktor dan Nilai dari level faktor
98
4. Setelah semuanya telah diisi lalu tekan tombol OK. Dan akan keluar tampilan seperti pada Gambar 2.33.
Tuliskan nilai dari hasil Eksperimen pada setiap perlakuan kombinasi
Gambar 2.33 Tampilan Worksheet Factorial Design
5. Setelah Factorial Design selesai, dilanjutkan dengan pengambilan data sesuai dengan kombinasi yang telah ada pada output Factorial Design lalu masukkan data tersebut ke dalam kolom yang telah tersedia pada output Factorial Design. 6. Lalu pilihlah Stat>DOE>Factorial>Factorial Plots...., dan akan tampil seperti pada Gambar 2.34.
99
Gambar 2.34 Dialog Box: Factorial Design
7. Pilih Main effects dan masukkan faktor yang akan dianalisis pada tombol setup.... 8. Pilih Interaction dan masukkan faktor yang akan dianalisis pada tombol setup.... 9. Pilih Cube dan masukkan faktor yang akan dianalisis pada tombol setup.... 10. Dan setelah selesai tekan tombol OK, maka akan keluar output graph window dari hasil analisis seperti terlihat pada Gambar 2.35 untuk Main Effects Plot, Gambar 2.36 untuk Interaction Plot, dan Gambar 2.37 untuk Cube Plot.
100
Main Effects Plot (data means) for y
20
25
8.5
9.0
60
70
51.5
y
50.5
49.5
48.5
47.5 A
B
C
Gambar 2.35 Output Graph Window: Main Effects Plot
Interaction Plot (data means) for y 8. 5
9
70
60
53
A 25
49
20 45 53
B 9
49
8.5 45
C
Gambar 2.36 Output Graph Window: Interaction Plot
101
Cube Plot (data means) for y
50.0
9.0
49.5
51.0
B
55.5
47.0
43.5
70
C 8.5
49.5
50.5
20
60
25 A
Gambar 2.37 Output Graph Window: Cube Plot
11. Dan terakhir pada Gambar 2.37 dapat diambil satu kesimpulan sesuai dengan nilai yang diminta, apakah yang minimum ataukah yang maksimum. Sebagai contoh, apabila menginginkan nilai yang minimum maka temukanlah dari setiap titik yang ada pada cube yang memiliki nilai yang terkecil, setelah ditemukan lalu tentukan level yang harus diambil pada setiap faktor agar diperoleh hasil yang minimum.