5 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Landasan Teori 1.
Cake Cake adalah produk makanan semi basah yang mempunyai rasa manis dari gula yang diperoleh dari proses pembakaran. Dalam pembuatan adonan cake memerlukan lima macam bahan dasar yang paling utama digunakan yaitu tepung terigu, telur, dan susu. Serta menggunakan bahan yang berfungsi mengempukkan seperti gula halus dan lemak (Iriyanti, 2012). Berdasarkan komposisi bahan-bahan yang digunakan dan cara pengolahannya, cake dibedakan menjadi 4 jenis, yaitu angel food cake, sponge cake, chiffon cake, dan pound cake. Angel food cake merupakan cake yang dibuat tanpa menggunakan lemak dan hanya menggunakan putih telur. Sponge cake merupakan cake yang dibuat dengan menggunakan telur utuh, dimana telur dan gula dikocok terlebih dahulu sampai mengembang kemudian tepung terigu dimasukkan dan terakhir margarin atau mentega dimasukkan. Chiffon cake merupakan cake yang dibuat dengan menggunakan putih telur dan kuning telur yang dikocok terpisah. Pound cake merupakan cake yang jumlah telur, gula, dan terigunya sama yakni masing-masing 1 pound (250 gram) (Bogasari, 2002). Bahan baku pembuatan cake antara lain tepung terigu, telur, gula, margarin/ lemak, bahan pengembang, dan susu. a. Tepung Terigu Tepung terigu adalah tepung atau bubuk halus yang berasal dari bulir gandum, dan digunakan sebagai bahan dasar pembuat kue, mi dan roti. Kata terigu dalam bahasa Indonesia diserap dari bahasa Portugis, trigo, yang berarti "gandum". Tepung terigu juga berasal commit to user dari gandum, bedanya terigu berasal dari biji gandum yang
6 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
dihaluskan, sedangkan tepung gandum utuh (whole wheat flour) berasal dari gandum beserta kulit arinya yang ditumbuk (Iriyanti, 2012). Tepung terigu berdasarkan kandungan protein digolongkan pada tiga (3) macam yaitu: 1) Hard Flour (terigu protein tinggi) Tepung terigu yang mempunyai kadar gluten antara 12% – 13%. Tepung ini diperoleh dari gandum keras (hard wheat). Tingginya kadar protein menjadikan sifatnya mudah dicampur, difermentasikan, daya serap airnya tinggi, elastis dan mudah digiling. Karakteristik ini menjadikan tepung terigu hard wheat sangat cocok untuk bahan baku roti, mie dan pasta karena sifatnya elastis dan mudah difermentasikan. Kandungan glutennya yang tinggi akan membentuk jaringan elastis selama proses pengadukan. Pada tahap fermentasi gas yang terbentuk oleh ragi akan tertahan oleh jaringan gluten, hasilnya adonan roti akan mengembang besar dan empuk teksturnya. 2) Medium Flour (terigu protein sedang) Jenis terigu medium wheat mengandung 10%-11%. Sebagian orang mengenalnya dengan sebutan all-purpose flour atau tepung serbaguna. Dibuat dari campuran tepung terigu hard wheat dan soft wheat sehingga karakteristiknya diantara kedua jenis tepung tersebut. Tepung ini cocok untuk membuat adonan fermentasi dengan tingkat pengembangan sedang, seperti donat, bakpau, wafel, panada atau aneka cake dan muffin. 3) Soft Flour (tepung protein rendah) Tepung ini dibuat dari gandum lunak dengan kandungan protein gluten 8%-9%. Sifatnya, memiliki daya serap air yang rendah sehingga akan menghasilkan adonan yang sukar diuleni, tidak elastis, lengket dan daya pengembangannya rendah serta commit to userCocok untuk membuat cake, kue penggunaan ragi yang banyak.
7 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
kering (cookies/ biskuit), pastel dan kue-kue yang tidak memerlukan proses fermentasi. Jenis tepung lunak memiliki persentase gluten yang rendah, adonan kurang elastis dan tidak baik menahan gas. Tetapi tepung lunak ini memerlukan energi yang lebih
kecil
dalam
pencampuran
dan
pengocokan
adonan
dibandingkan dengan jenis tepung keras (Iriyanti, 2012). Tepung terigu mengandung banyak zat pati, yaitu karbohidrat kompleks yang tidak larut dalam air. Tepung terigu memiliki kandungan protein yang dapat membentuk suatu massa yang lengket dan elastis ketika dibasahi air dan berperan dalam menentukan kekenyalan makanan yang terbuat dari bahan terigu. Protein utama tepung terigu adalah gluten yang terdiri dari glutenin dan gliadin. Glutenin memberikan sifat-sifat yang tegar (elastis) sedangkan gliadin memberikan sifat yang lengket sehingga mampu memerangkap gas yang terbentuk selama proses pengembangan adonan dan membentuk struktur remah produk (Manley, 1983). Cake tidak memerlukan tepung terigu dengan kandungan protein tinggi (hard wheat). Tepung dengan kandungan protein yang rendah membantu selama proses pencampuran karena lebih mudah menyatu dengan bahan-bahan lain. Selain itu, terigu jenis ini lebih mudah terdispersi. Bila yang digunakan adalah tepung terigu keras akan menimbulkan inefisiensi karena semakin keras tepung terigu maka semakin banyak lemak dan gula yang harus ditambahkan untuk mendapatkan
tekstur
yang
baik.
Tepung
terigu
keras
juga
mengandung protein tinggi dan akan menyebabkan tekstur produk (khususnya cake) menjadi liat dan penampakannya kasar (Matz, 1992). b. Telur Telur adalah suatu bahan makanan sumber zat protein hewani yang bernilai gizi tinggi. Telur dalam pembuatan cake berfungsi untuk commit to yang user bertugas sebagai pembentuk membentuk suatu kerangka
8 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
struktur. Telur juga berfungsi sebagai pelembut dan pengikat. Fungsi lainnya adalah untuk aerasi, yaitu kemampuan menangkap udara pada saat adonan dikocok sehingga udara menyebar rata pada adonan. Telur dapat mempengaruhi warna, aroma, dan rasa. Lesitin pada kuning telur
mempunyai
daya
pengemulsi
sedangkan
lutein
dapat
membangkitkan warna produk. Pembentukan adonan yang kompak terjadi karena daya ikat dari putih telur (Penfield dan Campbell, 1990). c. Gula Dalam pembuatan cake, gula berfungsi sebagai pemberi rasa manis dan membentuk aroma yang khas. Aroma wangi gula terbentuk dari proses karamelisasi selama pembakaran. Bersamaan dengan proses karamelisasi, akan terbentuk reaksi browning atau warna kuning kecoklatan, reaksi ini menjadikan kerak dan remah cake menjadi lebih baik. Gula halus sangat mudah larut dengan bahanbahan lain seperti lemak dan telur, yang nantinya akan menghasilkan cake yang halus dan teksturnya empuk. Dalam pembuatan cake, gula dapat melembutkan karena gula menghambat absorpsi air oleh komponen tepung terutama protein. Gula pasir juga dapat digunakan, hal yang perlu diperhatikan jika menggunakan gula ini adalah perbandingan yang sama antara telur dan gula. Hasil kocokan perbandingan 1:1 antara telur dan gula akan menghasilkan kekentalan adonan yang baik. Jika presentase penggunaan gula lebih tinggi, biasanya cake akan turun bagian tengahnya. Gula juga berfungsi memperpanjang kesegaran dengan cara mengikat air (Subarna, 1992). Gula yang ditambahkan dapat berfungsi sebagai pengawet karena dapat mengurangi aw bahan pangan sehingga dapat menghambat pertumbuhan mikroorganisme (Buckle et al., 1981). d. Lemak (Margarin) Margarin merupakan emulsi air dalam minyak, dengan commit to user persyaratan mengandung tidak kurang 80% lemak. Lemak yang
9 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
digunakan dapat berasal dari lemak hewani maupun nabati. Margarin dari lemak nabati yang umumnya dalam bentuk cair harus dihidrogenasi lebih dahulu menjadi lemak padat, yang berarti margarin harus bersifat plastis, padat pada suhu ruang, agak keras pada suhu rendah, dan segera mencair dalam mulut (Winarno, 1992). Margarin atau lemak biasa ditambahkan ke dalam adonan untuk memberikan rasa gurih, melembutkan dan memberikan flavor. Penggunaan lemak dalam proses pembuatan produk-produk bakery dapat meningkatkan rasa, menyebabkan produk tidak cepat menjadi keras dan lebih empuk. Margarin berfungsi sebagai pelembut. Pengocokan margarin dilakukan untuk menangkap udara sebelum bersama-sama dengan dikocok dengan bahan lain membentuk adonan. Adonan dipanggang dalam oven, margarin akan mencair dan membuat gelembung udara yang akan memberikan reaksi terhadap bahan pengembang kue dan memindahkan uap panas. Margarin yang sudah dilelehkan berada di sekeliling dinding sel pada struktur cake yang menggumpal sehingga akan memberikan pengaruh tekstur yang lembut (Potter, 1973 dalam Aftasari, 2003). e. Bahan Pengembang Leavening agent atau bahan pengembang merupakan senyawa kimia yang akan terurai menghasilkan gas di dalam adonan (Winarno, 1992). Leavening agent berfungsi untuk mengembangkan dan memperbaiki tekstur dan penampakan cake. Leavening agent dapat mengembangkan produk karena dapat menghasilkan CO2. Leavening agent yang banyak digunakan pada pembuatan cake antara lain baking powder. Baking powder merupakan campuran natrium bikarbonat (NaHCO3) dengan asam misalnya asam sitrat atau asam tartarat. Baking powder bersifat cepat larut pada suhu kamar dan tahan selama pengolahan (Matz, 1978). commit to user
10 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
f. Susu Penggunaan susu pada pembuatan cake selain sebagai sumber protein juga untuk memperbaiki tekstur, memberikan aroma, dan memperbaiki warna permukaan. Susu yang banyak digunakan dalam pembuatan cake adalah susu skim. Susu skim adalah bagian susu yang tertinggal sesudah krim diambil sebagian atau seluruhnya. Susu skim mengandung semua zat gizi susu kecuali lemak dan vitamin yang larut lemak (Buckle et al., 1981). g. Emulsifier Emulsifier berfungsi untuk meningkatkan stabilitas emulsi dan melembutkan tekstur cake yang dihasilkan. Emulsifier yang dapat digunakan dalam pembuatan cake antara lain “SP” atau “ovalet”. Ciri khas dari emulsifier adalah gugus hidrofilik dan lipofilik yang dapat mengikat air dan lemak menjadi satu kesatuan yang lebih stabil. Komposisi SP atau ovalet adalah ryoto ester atau gula ester dimana esternya merupakan asam lemak seperti asam stearat, palmitat dan oleat. Fungsi SP atau ovalet yaitu untuk melembutkan tekstur cake (Fennema, 1985). 2.
Ubi Jalar Kuning Ubi jalar (Ipomoea batatas L.) merupakan salah satu komoditas tanaman pangan yang dapat tumbuh dan berkembang di seluruh Indonesia. Ubi jalar memiliki potensi besar untuk dikembangkan menjadi sumber bahan pangan. Selain karena kandungan gizinya yang baik, juga karena harganya yang relatif terjangkau. Ubi jalar merupakan sumber karbohidrat tertinggi keempat setelah padi, jagung, dan ubi kayu, serta mampu meningkatkan ketersediaan pangan dan diversivikasi pangan dalam masyarakat. Ubi jalar sebagai sumber pangan, mengandung energi, β-karoten, vitamin C, niasin, riboflavin, thiamin, dan mineral (Ambarsari, 2009). Ubi jalar dapat beradaptasi luas terhadap lingkungan tumbuh committerletak to userpada 30º LU dan 30º LS. Daerah karena daerah penyebarannya
11 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
yang paling ideal untuk mengembangkan ubi jalar adalah daerah bersuhu antara 21–27ºC yang mendapat sinar matahari 11–12 jam/hari dengan kelembaban udara (RH) 50–60 % dan curah hujan 750–1500 mm/tahun (Rukmana, 1997). Tanaman ubi jalar dapat tumbuh dengan baik di daerah tropik seperti Indonesia. Produksi rata-rata nasional ubi jalar yaitu sekitar 10 ton per hektar. Penghasil utama ubi jalar di Indonesia adalah pulau Jawa dan Irian Jaya yang menempati porsi sekitar 59 persen (Nisviaty, 2006). Warna daging umbinya sangat tergantung dari jumlah dan proporsi berbagai macam pigmen karotenoid yang terkandung di dalam bahan. Daging umbinya dapat berwarna putih, kuning, jingga/ oranye, sampai keungu-unguan (Nisviaty, 2006). Kenampakan ubi jalar kuning dapat dilihat pada Gambar 2.1.
Gambar 2.1 Ubi Jalar Kuning Taksonomi tanaman ubi jalar yaitu: Kingdom : Plantae (tumbuh-tumbuhan) Divisi
: Spermatophyta (tumbuhan berbiji)
Subdivisi : Angiospermae (berbiji tertutup) Kelas
: Dicotyledonae (biji berkeping dua)
Ordo
: Convolvulales
Famili
: Convolvulaceae commit to user : Ipomoea
Genus
12 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Spesies
: Ipomoea batatas L.
(Rukmana, 1997). Menurut Lingga et al. (1986), pada umumnya ubi jalar dibagi dalam dua golongan, yaitu ubi jalar yang berumbi lunak karena banyak mengandung air dan ubi jalar yang berumbi keras karena banyak mengandung pati. Menurut Handajani (2010), ubi jalar (Ipomoea batatas (L.) Lamb) merupakan salah satu komoditi pertanian sebagai bahan olahan ataupun sebagai bahan baku industri dan juga mempunyai prospek untuk dikembangkan di lahan yang kurang subur. Berdasarkan warna umbi, ubi jalar dibedakan menjadi beberapa golongan sebagai berikut: a. Ubi jalar putih yakni ubi jalar yang memiliki daging umbi berwarna putih. b. Ubi jalar orange, yaitu jenis ubi jalar yang memiliki daging umbi berwarna jingga hingga jingga muda. c. Ubi jalar kuning, yaitu jenis ubi jalar yang memiliki daging umbi berwarna kuning, kuning muda atau putih kekuningan. d. Ubi jalar ungu, yaitu ubi jalar yang memiliki daging umbi berwarna ungu hingga ungu muda. Pada ubi jalar kuning, dengan adanya senyawa karotenoid menyebabkan umbi berwarna kuning atau oranye (kuning kemerahan). Semakin pekat warna jingga pada umbi, maka tinggi kadar beta karotennya. Ubi jalar kuning mengandung 2900 µg (9675 SI) β-karoten. Komposisi kimia ubi jalar kuning dapat dilihat pada Tabel 2.1. Tabel 2.1 Komposisi Kimia Ubi Jalar Kuning per 100 g bahan Komposisi Kimia Jumlah per 100 g (Satuan) bahan Kalori (kal) 136 Protein (g) 1,1 Lemak (g) 0,4 Serat kasar (g) 1,4 Kadar gula (g) 0,3 Beta karoten (µg) 2900 Sumber: Direktorat Gizi Depkes RI (1981) dalam Kumalasari (2008) commit to user
13 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Dari tabel 2.1 dapat dilihat bahwa senyawa fungsional yang menonjol pada ubi jalar kuning yaitu beta karoten sebesar 2900 µg/100 g bahan. Hal ini menunjukkan bahwa ubi jalar kuning mengandung beta karoten yang merupakan senyawa fungsional yang berfungsi sebagai antioksidan. Ubi jalar biasanya digoreng, direbus, kolak dan keripik. Untuk itu perlu upaya penganekaragaman jenis produk olahan dari ubi jalar sehingga nilai ekonomis dari ubi jalar pun dapat ditingkatkan salah satunya adalah diolah menjadi tepung. Pengolahan ubi jalar menjadi tepung juga merupakan upaya peningkatan daya guna ubi jalar supaya dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku industri pangan. Pengolahan ubi jalar menjadi tepung memberikan beberapa keuntungan seperti meningkatnya
daya
simpan,
praktis
dalam
pengangkutan
dan
penyimpanan serta dapat diolah menjadi beraneka ragam produk makanan (Winarno, 1981). Menurut Kurniawati (2012), pada pembuatan cake dengan substitusi tepung ubi jalar kuning yang semakin banyak, maka kadar β-karotennya cenderung meningkat secara nyata. Pembuatan tepung ubi jalar secara umum meliputi: pembersihan, pengupasan, pencucian dengan air bersih, pengirisan dan pengeringan sampai kadar air tertentu dengan menggunakan oven pengering, penggilingan dengan disc mill dan pengayakan. Kandungan gula yang tinggi pada ubi jalar dapat menyebabkan reaksi pencoklatan sehingga perlu
dilakukan
perlakuan
pendahuluan
berupa
blanching
atau
perendaman sebelum pengeringan dengan menggunakan bahan kimia anti pencoklatan seperti natrium-metabisulfit (Kadarisman, 1993). Keunikan tepung ubi jalar adalah memiliki warna yang sesuai dengan jenis umbi yang digunakan sebagai bahan baku (Ambarsari, 2009). Karakteristik fisikokimia dari tepung ubi jalar dapat dilihat pada Tabel 2.2. commit to user
14 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Tabel 2.2 Karakteristik Fisikokimia Tepung Ubi Jalar Tepung Ubi Jalar Komponen Mutu Kimia Putih Kuning Air (%b/b) 10,99 6,77 Abu (%) 3,14 4,71 Lemak (%) 1,02 0,91 Protein (%) 4,46 4,42 Serat Kasar (%) 4,44 5,54 Karbohidrat (%) 84,83 83,19 Sumber: Ambarsari, 2009
Ungu 7,28 5,31 0,81 2,79 4,72 83,81
Dari tabel 2.2 dapat dilihat bahwa karbohidrat paling banyak terdapat pada tepung ubi jalar putih. Meskipun tepung ubi jalar kuning memiliki kadar karbohidrat terkecil, namun kadar serat kasar yang terdapat pada ubi jalar kuning lebih tinggi dibandingkan tepung ubi jalar putih dan ungu yaitu sebesar 5,54%. Ubi jalar kuning tidak hanya dapat diolah menjadi tepung saja agar dapat digunakan sebagai bahan baku dalam industri pangan, melainkan ubi jalar kuning juga dapat diolah menjadi pasta. Menurut Kumalasari, dkk (2008), pasta adalah produk hancuran umbi ubi jalar yang kemudian dibekukan. Urutan proses pengolahan pasta secara berurutan adalah penyortiran umbi yang berkualitas baik (tidak busuk atau cacat), pencucian dari kotoran yang berasal dari sisa kotoran bekas lahan, pembakaran/pengeringan untuk menghilangkan kadar air hingga di bawah satu persen, pengupasan untuk melepaskan kulit umbi, penyortiran tahap kedua untuk memisahkan bagian umbi yang akan digunakan sebagai pasta, proses pengeluaran air yang masih tersisa dengan cara divakum, penghancuran umbi, perebusan dengan air bersih bebas residu pestisida, dan pembekuan. 3.
Tepung Mocaf Tepung Mocaf (Modified Cassava Flour) dalam bahasa Indonesia disebut Tepung Singkong Dimodifikasi, dikatakan sebagai proses modifikasi sebab pada pembuatan mocaf dilakukan proses khusus yang disebut dengan fermentasi atau pemeraman yang melibatkan jasa commit to user mikrobia atau enzim tertentu, sehingga selama proses fermentasi
15 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
berlangsung terjadi perubahan yang luar biasa dalam masa ubi baik dari aspek perubahan fisik, kimiawi, dan mikrobiologis serta inderawi. Beberapa informasi mengatakan bahwa selama proses fermentasi berlangsung
tumbuh
berbagai
spesies
mikrobia
antara
lain
Carinebacterium manihot, Geotrichum candidum, Aspergillus sp, Syncephalastrum sp, Leuconostop sp, Alcaligenus sp, Lactobacillus sp, Streptococcus, Acinotobacter dan Bacillus sp. Semua mikrobia tersebut berperan dalam melakukan perubahan pada massa ubi dan medianya (air rendaman) (Sunarsi, 2011). Keuntungan menggunakan tepung mocaf dibanding dengan terigu antara lain produk pangan olahan berbahan baku terigu/ beras dapat diganti dengan bahan mocaf baik dengan sistem substitusi antara 5-75%. Dengan variasi jumlah tepung mocaf yang digunakan untuk pengganti tepung terigu / beras dapat menghasilkan produk pangan olahan dengan sifat fisik dan inderawi seperti produk aslinya (tanpa substitusi). Tepung mocaf juga dapat memberikan peluang pengembangan pangan bebas gluten yang diminati masyarakat (Sunarsi, 2011). Perbandingan komposisi kimia pada mocaf dengan terigu dan beras dapat dilihat pada Tabel 2.3. Tabel 2.3 Perbandingan Komposisi Kimia Komoditi Pangan Sumber Karbohidrat Komponen Mocaf Terigu Beras Kadar air (%) 6,9 12,0 12,0 Kadar protein (%) 1,2 8-13 7,0 Kadar abu (%) 0,4 1,3 0,5 Kadar pati (%) 87,3 60-68 80,0 Kadar serat (%) 3,4 2-2,5 Kadar lemak (%) 0,4 1,5-2 0,5 Sumber: Sunarsi, 2011 Dari tabel 2.3 dapat dilihat bahwa dibandingkan dengan terigu dan beras, mocaf memiliki kadar serat dan kadar pati yang lebih tinggi yaitu sebesar 3,4% dan 87,3%. Selain itu, mocaf juga rendah lemak, dengan kadar lemak yang paling sedikit dibandingkan dengan terigu dan beras. commit to user
16 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
4.
Beta Karoten Beta karoten sama dengan karotenoid yang lain, yaitu pigmen alami yang larut lemak yang secara umum ditemukan pada tanaman, alga (Dunaliella salina, Dunaliella bardawil) dan sintesis mikroorganisme (Kritchevsky, 1999). Sifat ß-karoten yang tidak larut dalam air, menyebabkan vitamin tidak keluar. Sekitar 89% total karoten pada ubi jalar kuning adalah β-karoten yang didominasi oleh bentuk trans-βkaroten sebesar 96,7%. Potensi ß-karoten akan menyusut selama pengolahan ubi jalar, karena sifat ß-karoten yang sensitif terutama pada oksigen dan cahaya. Adanya ikatan rangkap pada struktur kimia ßkaroten menyebabkan bahan ini sensitif terhadap reaksi oksidasi ketika terkena udara, cahaya, peroksida, dan panas selama proses pengolahan. Hal tersebut dapat mengakibatkan berubahnya struktur trans-β-karoten menjadi cis-β-karoten, dimana bentuk cis-β-karoten memiliki aktivitas provitamin A yang lebih rendah (Kurniawati, 2012). Struktur kimia beta karoten dapat dilihat pada Gambar 2.2.
Gambar 2.2 Struktur Kimia Beta Karoten (Sumber: Widhiastuti, 2011) Beta karoten memiliki banyak fungsi yang tidak dimiliki oleh senyawa lain. Beta karoten merupakan provitamin A yang dapat berubah menjadi vitamin A. Beta karoten termasuk antioksidan yang dapat menangkal radikal bebas yaitu zat-zat yang bersifat toksin di dalam tubuh dan mempengaruhi keseimbangan tubuh. Beta karoten juga dapat mencegah penyakit mata misalnya penyakit katarak. Selain itu juga dapat mencegah penyakit jantung, kanker, diabetes, dan meningkatkan daya tahan tubuh terhadap penyakit degeneratif tersebut (Nisviaty, 2006). Kemampuan beta karoten sebagai antioksidan ditunjukkan dalam commit to user
17 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
mengikat oksigen (1O2), “merantas” radikal peroksil dan menghambat oksidasi lipid (Kritchevsky, 1999). 5.
Antioksidan Antioksidan adalah senyawa kimia yang dapat menyumbangkan satu atau lebih elektron kepada radikal bebas, sehingga reaksi radikal bebas tersebut dapat terhambat. Antioksidan juga dapat diartikan sebagai bahan atau senyawa yang dapat menghambat atau mencegah terjadinya oksidasi pada substrat atau bahan yang dapat teroksidasi, walaupun memiliki jumlah yang sedikit dalam makanan atau tubuh jika dibandingkan dengan substrat yang akan teroksidasi. Senyawa ini memiliki berat molekul yang kecil, tetapi mampu menginaktivasi berkembangnya reaksi oksidasi dengan cara mencegah terbentuknya radikal (Winarsi, 2007). Antioksidan
dapat
dikelompokkan
menjadi
dua
kelompok
berdasarkan sumbernya, yaitu antioksidan alami dan antioksidan sintetik. a. Antioksidan alami merupakan antioksidan hasil ekstraksi dari bahanbahan alami yang ada pada komponen makanan, yang terbentuk dari reaksi-reaksi selama proses pengolahan dan yang diisolasi dari sumber alami dan sebagai bahan tambahan pangan (Winarno, 2008). Jenis senyawa yang memiliki aktivitas antioksidan, yaitu asam-asam amino, asam askorbat, golongan flavonoid, tokoferol, karotenoid, tanin, dll (Pratt, 1992). b. Antioksidan sintetik merupakan antioksidan yang diperoleh dari hasil sintesa reaksi kimia, biasanya ditambahkan ke dalam bahan pangan untuk mencegah terjadinya ketengikan. Beberapa contoh antioksidan sintetik yang diijinkan untuk makanan, yaitu butil hidroksi anisol (BHA), butil hidroksi toluene (BHT), propil galat (PG), tert-butil hidroksi quinon (TBHQ) dan tokoferol (Buck, 1991; Winarno, 2008). Berdasarkan mekanisme kerjanya, antioksidan dapat digolongkan menjadi 3 kelompok, yaitu: commit to user
18 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
a. Antioksidan primer Antioksidan ini disebut juga sebagai antioksidan enzimatis. Suatu senyawa dikatakan sebagai antioksidan primer atau antioksidan enzimatis, apabila dapat memberikan atom hidrogen secara cepat kepada senyawa radikal, kemudian radikal antioksidan yang terbentuk akan berubah menjadi senyawa yang lebih stabil. Tubuh dapat menghasilkan antioksidan berupa enzim yang aktif bila didukung oleh nutrisi pendukung atau mineral yang disebut kofaktor.Antioksidan primer yang berperan sebagai kofaktor yaitu superoksida dismutase (SOD), glutathione peroksidase, dan katalase (Winarsi, 2007). b. Antioksidan sekunder Antioksidan
sekunder
disebut
juga
sebagai
antioksidan
eksogeneus atau non-enzimatis, dimana senyawa ini bekerja dengan cara menangkap radikal bebas/ senyawa oksidan dan mencegah terjadinya reaksi berantai dari radikal bebas sehingga tidak terjadi kerusakan yang lebih besar. Antioksidan ini juga disebut sistem pertahanan preventif, yaitu terbentuknya senyawa oksigen reaktif dihambat
dengan
cara
pengkelatan
metal
atau
dirusak
pembentukannya. Contoh antioksidan sekunder atau antioksidan nonenzimatis adalah vitamin A, vitamin C, β-karoten, flavonoid, asam urat, bilirubin, dan albumin yang dapat diperoleh dari buah-buahan dan sayur-sayuran (Winarsi, 2007). c. Antioksidan tersier Antioksidan tersier bekerja untuk memperbaiki sel-sel dan jaringan yang rusak akibat serangan radikal bebas. Biasanya yang termasuk kelompok ini adalah sistem DNA-repair dan enzim metionin sulfoksida reduktase. Enzim-enzim ini berfungsi dalam perbaikan biomolekuler yang rusak akibat reaktivitas radikal bebas. Kerusakan DNA yang tereduksi senyawa radikal bebas dicirikan oleh rusaknya struktur pada gugus non-basa maupun basa (Winarsi, 2007). commit to user
19 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Antioksidan mampu melindungi tubuh terhadap kerusakan yang disebabkan spesies oksigen reaktif, mampu menghambat terjadinya penyakit degeneratif serta mampu menghambat peroksidase lipid pada makanan (Winarsi,
2007). Selain itu,
berperan penting untuk
mempertahankan mutu produk pangan. Berbagai kerusakan, yaitu ketengikan, perubahan gizi, perubahan warna dan aroma serta kerusakan fisik lain pada produk pangan karena oksidasi dapat dihambat oleh antioksidan (Hernani dan Raharjo, 2005). Radikal bebas adalah atom atau molekul yang kehilangan pasangan elektronnya di permukaan kulit luarnya. Elektron tak berpasangan memiliki konsekuensi berupa kecenderungan untuk memperoleh elektron dari substansi lain, sehingga menjadikan radikal bebas bersifat reaktif. Sumber radikal bebas dapat digolongkan menjadi 2 yaitu dari dalam (endogenus) yang disebabkan karena metabolisme internal, stress, depresi dan cemas, dan dari luar (eksogenus) misalnya seperti polusi, obat-obatan, sinar UV, pestisida, herbisida, insektisida, food additive, virus, dan bakteri (Rejeki, 2010). Beberapa metode pengukuran aktivitas antioksidan yang dapat digunakan antara lain metode DPPH dan metode uji aktivitas kemampuan mereduksi. Metode uji DPPH merupakan salah satu metode yang paling banyak digunakan untuk memperkirakan efektivitas kinerja dari substansi yang berperan sebagai antioksidan. Metode pengujian ini berdasarkan pada kemampuan substansi antioksidan tersebut dalam menetralisir radikal bebas. Radikal bebas yang digunakan adalah 1,1diphenyl-2-picrylhydrazyl (DPPH). Radikal bebas DPPH merupakan radikal sintetik yang stabil pada suhu kamar dan larut dalam pelarut polar yaitu metanol dan etanol. Sifat stabil tersebut dikarenakan radikal bebas ini memiliki satu elektron yang didelokalisir dari molekul utuhnya, sehingga molekul tersebut tidak reaktif sebagaimana radikal bebas lain. Delokalisasi ini akan memberikan warna gelap dengan absorbansi commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
20 digilib.uns.ac.id
maksimum pada panjang gelombang 517 nm dalam larutan metanol ataupun etanol (Molyneux, 2004; Vattem dan Shetty, 2006). Metode uji aktivitas antioksidan menggunakan radikal bebas DPPH dipilih karena metode ini sederhana, mudah, cepat, peka dan hanya memerlukan sedikit sampel. Metanol dipilih sebagai pelarut karena metanol dapat melarutkan kristal DPPH dan memiliki sifat yang dapat melarutkan komponen non polar di dalamnya. Suatu senyawa dikatakan memiliki aktivitas antioksidan apabila senyawa tersebut mampu mendonorkan atom hidrogennya pada radikal bebas DPPH. Hal ini ditandai dengan terjadinya perubahan warna ungu menjadi kuning pucat. Penurunan absorbansi menunjukkan adanya aktivitas scavenging (aktivitas antioksidan) (Molyneux, 2004). Reaksi antara DPPH dengan senyawa antioksidan dapat dilihat pada Gambar 2.3.
6.
Gambar 2.3 Reaksi Peredaman Radikal Bebas DPPH oleh Antioksidan (Sumber: Molyneux, 2004) Serat Pangan Dietary fiber pada umumnya merupakan karbohidrat atau polisakarida. Dengan demikian serat pangan adalah bagian dari makanan yang tidak dapat dicerna secara enzimatis (enzim yang dikeluarkan manusia) sehingga tidak digolongkan sebagai sumber zat gizi makanan (Linder, 1992). Menurut Jahari (2001), konsumsi serat yang dianjurkan perhari untuk orang dewasa adalah 30 gram. Menurut Djuanda (2003), kandungan serat pangan ubi jalar secara umum 1,64 % (bb). Berdasarkan sifat kelarutannya di dalam air, serat pangan (dietary fiber) dibedakan menjadi dua kelompok yaitu yang bersifat larut air (Soluble Dietary Fiber atau SDF) dan bersifat tidak larut air (Insoluble commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
21 digilib.uns.ac.id
Dietary Fiber atau IDF). SDF diartikan sebagai serat pangan yang dapat larut dalam air hangat atau panas serta dapat terendapkan oleh air yang telah tercampur dengan empat bagian etanol. IDF diartikan sebagai serat pangan yang tidak larut dalam air panas atau air dingin. Gabungan dari serat pangan yang larut air dan serat pangan yang tidak larut air disebut total serat pangan (Total Dietary Fiber atau TDF). Termasuk ke dalam serat yang larut air adalah gum, musilase, pektin dan beberapa hemiselulosa larut air sedangkan serat yang bersifat tidak larut air adalah selulosa, lignin, sejumlah kecil lilin dan kitin tanaman dan sebagian besar hemiselulosa. Secara fisiologis serat pangan larut (SDF) mempengaruhi asimilasi glukosa dan mereduksi kolesterol darah. Hal ini berhubungan dengan penurunan secara signifikan terhadap resiko jantung koroner dan tekanan darah tinggi. Selain itu, juga bermanfaat bagi memperlambat kemunculan glukosa darah, sehingga insulin yang dibutuhkan untuk mentransfer glukosa ke sel-sel tubuh dan diubah menjadi energi semakin sedikit sehingga bermanfaat bagi penderita diabetes (Suarni, 2008). Serat pangan tidak larut (IDF) lebih bermanfaat mengatasi gangguan sistem pencernaan seperti sembelit, mempercepat transit bahan makanan di usus dan meningkatkan volume feses sehingga dapat mencegah penyakit kanker kolon dan divertikulosis serta dapat digunakan untuk mengontrol berat badan (Prosky, 1992). Pengertian dietary fiber atau serat pangan berbeda dengan crude fiber (serat kasar). Menurut Winarno (1992), hanya sekitar seperlima sampai setengah dari seluruh serat kasar yang benar-benar berfungsi sebagai dietary fiber. Serat kasar adalah bagian dari pangan yang tidak dapat dihidrolisis oleh bahan-bahan kimia yang digunakan untuk menentukan kadar serat kasar yaitu asam sulfat 1,25% dan natrium hidroksida 1,25%, sedangkan serat pangan adalah bagian dari bahan pangan yang tidak dapat dihidrolisis oleh enzim-enzim pencernaan. commit to userrendah dibandingkan serat pangan Kandungan serat kasar nilainya lebih
22 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
karena asam sulfat dan natrium hidroksida mempunyai kemampuan lebih besar untuk menghidrolisis komponen-komponen pangan dibandingkan dengan enzim-enzim pencernaan (Muchtadi,1989). Salah satu metode analisis serat pangan yaitu metode enzimatis. Metode enzimatis dirancang berdasarkan kondisi fisiologi tubuh manusia. Metode yang dikembangkan adalah fraksinasi enzimatis dengan metode Asp yaitu menggunakan enzim fisiologis yang meliputi enzim amilase, diikuti penggunaan enzim pepsin, kemudian pankreatin. Metode ini dapat mengukur kadar serat makan total, serat larut dan tak larut secara terpisah. Kekurangan metode ini, enzim yang digunakan mungkin mempunyai aktivitas lebih yang bisa saja merusak komponen serat. Kemudian kemungkinan protein yang tidak terdegradasi sempurna dan ikut terhitung sebagai serat (Jelita, 2012). Prosedur hidrolisis pati metode Asp menggunakan enzim α-amilase tahan panas (Termamyl). Enzim yang tahan panas dibutuhkan agar enzim tidak terdenaturasi selama proses gelatinisasi sampel. Selama proses ini, terjadi pemotongan terhadap molekul pati pada ikatan α (1-4). Pemotongan oleh enzim termamyl menghasilkan glukosa, maltosa dan oligosakarida. Enzim termamyl memiliki gugus karboksil dan gugus nitrogen (imidazol) pada sisi aktifnya. Substrat (pati) membentuk kompleks
dengan
enzim
termamyl.
Karboksil
anion
kemudian
menyerang substrat pada posisi C1. Produk antara yang terbentuk ialah glukosil-enzim yang selanjutnya dipisahkan melalui reaksi deglukosilasi. Gugus imidazol berperan dalam reaksi deglukosilasi dengan mengikat proton pada air sehingga molekul air menjadi OH- yang menyerang C1 pada kompleks glukosilenzim. Hasil reaksi berupa glukosa, maltosa dan oligosakarida yang memiliki C1 dengan konfigurasi α (Jelita, 2012). Hidrolisis protein pada metode Asp menggunakan enzim pepsin, yaitu enzim proteolitik yang aktif pada pH asam. Oleh karena itu, pada lambung manusia pepsin berperan dalam pencernaan protein tahap awal user yang menghasilkan asamcommit amino to dan polipeptida. Asam amino kemudian
23 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
diserap sementara polipeptida yang ukurannya lebih besar dihidrolisis oleh enzim pankreatin di usus dua belas jari. Mekanisme kerja enzim pepsin, yaitu memecah ikatan peptida pada protein menjadi asam amino. Enzim pepsin terdiri atas dua gugus karboksil, yaitu gugus yang terprotonasi dan gugus yang terionisasi. Tahap pertama dari pemecahan ikatan peptida ialah terbentuknya kompleks enzim-substrat. Tahap selanjutnya ialah penyerangan pada gugus karboksilat pada ikatan peptida. Oksigen karbonil pada gugus terprotonasi kemudian mengikat proton dari gugus hidroksil yang mengakibatkan terbentuknya produk antara berupa kompleks amino-asil-enzim. Kompleks tersebut kemudian bereaksi dengan air sehingga menghasilkan asam amino (Jelita, 2012).
B. Kerangka Berpikir Cake pada umumnya berbahan dasar tepung terigu yang terbuat dari gandum yang merupakan komoditas impor. Ubi jalar kuning dan mocaf merupakan bahan lokal yang memiliki potensi sebagai pensubstitusi terigu pada pembuatan cake. Pembuatan cake dengan penambahan tepung maupun pasta ubi jalar kuning yang mengandung senyawa fungsional seperti betakaroten dan mocaf yang memiliki kandungan serat dan daya kembang mirip terigu akan memberikan nilai gizi dan sifat sensoris yang lebih baik dibandingkan dengan cake yang dibuat dengan bahan terigu saja. Kerangka berpikir pada penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 2.4.
commit to user
24 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Cake
Bahan baku : Tepung terigu
Terbuat dari gandum yang merupakan komoditi impor
Mocaf
Memiliki karakteristik fisik mirip tepung terigu, bahan baku tersedia melimpah, murah, bebas gluten, dan sumber serat
Kandungan gluten tinggi
Perlu alternatif bahan pensubtitusi terigu Substitusi terigu dengan bahan lokal dan bahan yang mempunyai sifat fungsional serta bebas gluten
Ubi jalar kuning Sumber pangan lokal, murah, mudah didapat, sumber betakaroten, dan serat
Pengujian sifat sensoris dan fungsional cake dengan bahan mocaf dan ubi jalar kuning sebagai pensubstitusi terigu Gambar 2.4 Kerangka Berpikir
C. Hipotesa Hipotesa dari penelitian ini adalah dengan penggunaan bahan lokal seperti ubi jalar kuning dan mocaf sebagai bahan dasar dalam pembuatan cake, akan mempengaruhi sensoris atau kesukaan konsumen (panelis) dan meningkatkan sifat fungsional (kadar beta karoten, aktivitas antioksidan, dan serat pangan) cake yang dihasilkan.
commit to user