BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.8
Pengertian Pemasaranz Pemasaran merupakan salah satu dari kegiatan-kegiatan pokok yang
dilakukan oleh para pengusaha dalam usahanya untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya, untuk berkembang dan mendapatkan laba. Berhasil tidaknya dalam pencapaian tujuan bisnis tergantung pada keahlian mereka di bidang pemasaran, produksi, keuangan, maupun dibidang lain. Selain itu juga tergantung pada kemampuan mereka untuk mengkombinasikan fungsi-fungsi tersebut agar organisasi dapat berjalan lancar. Pemasaran mempunyai arti yang sangat luas, tetapi untuk mengetahui pengertian yang jelas, maka penulis akan mengemukakan beberapa pendapat para ahli. Menurut Kotler dan Keller (2007:6) dalam bukunya yang berjudul Manajemen Pemasaran adalah sebagai berikut : Pemasaran adalah suatu proses sosial yang di dalamnya individu dan kelompok mendapatkan apa yang mereka butuhkan dan inginkan dengan menciptakan, menawarkan, dan secara bebas mempertukarkan produk yang bernilai dengan pihak lain . Sedangkan dari sudut pandang manajerial yang dikutip oleh Kotler dan Keller (2007:6) Menurut Asosiasi Pemasaran Amerika : Pemasaran adalah suatu fungsi organisasi dan seperangkat proses untuk menciptakan, mengkomunikasikan dan menyerahkan nilai kepada pelanggan dan mengelola hubungan pelanggan dengan cara yang menguntungkan organisasi dan para pemilik sahamnya . Berdasarkan definisi tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa pemasaran merupakan suatu aktivitas manusia untuk memenuhi kebutuhan dan keinginan melelui proses pertukaran dimana dalam pemasaran ini kegiatan bisnis dirancang untuk mendistribusikan barang-barang kepada konsumen untuk mencapai sasaran serta tujuan organisasi.
2.8.1
Pengertian Manajemen Pemasaran Pada dasarnya, manajemen itu terdiri atas perancangan dan pelaksanaan
rencana-rencana. Fungsi yang pertama harus dilakukan oleh manajer adalah fungsi perencanaan. Bagi perusahaan yang penjualannya sangat berfluktuasi harus lebih matang dalam membuat rencananya. Jadi secara umum manajemen itu mempunyai tiga tugas pokok yaitu : a. Mempersiapkan rencana atau strategi umum bagi perusahaan b. Melaksanakan rencana tersebut c. Mengadakan evaluasi, menganalisa dan mengawasi rencana tersebut dalam operasinya. Adapun definisi Manajemen Pemasaran menurut Kotler dan Keller (2007: 6) adalah sebagai berikut : Manajemen Pemasaran sebagai seni dan ilmu memilih pasar sasaran dan mendapatkan, menjaga, dan menumbuhkan pelanggan dengan menciptakan, menyerahkan dan mengkomunikasikan nilai pelanggan yang unggul . Menurut Saladin (2003:3) dalam bukunya Intisari Pemasaran dan Unsur-unsur Pemasaran mendefinisikan sebagai berikut : Manajemen Pemasaran adalah proses perencanaan dan pelaksanaan pemikiran, penetepan harga, promosi, serta penyaluran gagasan, barang dan jasa untuk menciptakan pertukaran yang memenuhi sasaran-sasaran individu dan organisasi . Dari definisi di atas dapat dikatakan bahwa manajemen pemasaran merupakan suatu proses yang dimulai dari proses perencanaan, pengarahan, pengendalian produk atau jasa, penetapan harga, distribusi dan promosinya sesuai dengan tujuan membantu organisasi dalam mencapai sasarannya.
2.8.2
Pengertian Bauran Pemasaran Para pemasar menggunakan sejumlah alat untuk mendapatkan tanggapan
yang diinginkan dari pasar sasaran mereka. Alat-alat itu membentuk suatu bauran pemasaran. Definisi bauran pemasaran menurut Philip Kotler dan Gary Armstrong (2006:48) dalam Principle of Marketing adalah sebagai berikut :
Marketing Mix is the set of controllable, tactical marketing tools that the firm blends to produce the response it wants in the target market . Sedangkan definisi bauran pemasaran menurut Fandy Tjiptono (2005:30) dalam bukunya Pemasaran Jasa mendefinisikan sebagai berikut : Bauran Pemasaran merupakan seperangkat alat yang dapat digunakan pemasar untuk membentuk karakteristik jasa yang ditawarkan kepada pelanggan Dari definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa bauran pemasaran merupakan suatu perangkat yang terdiri dati produk, harga, promosi, dan distribusi yang didalamnya menentukan tingkat keberhasilan pemasaran dan semua itu ditujukan untuk mendapatkan respon yang diinginkan dari pasar sasaran. Bauran pemasaran terdiri atas segala sesuatu yang dapat dilakukan perusahaan untuk mempengaruhi permintaan produknya. Bauran pemasaran tersebut dikelompokkan menjadi empat kelompok variabel yang dikenal dengan 4P
kelompok variabel bauran pemasaran menurut Kotler dan Armstrong
(2006:79) adalah : 1. Product (produk) Segala sesuatu yang dapat ditawarkan oleh individu, rumah tangga maupun organisasi ke dalam pasar untuk diperhatikan, digunakan, dibeli maupun dimiliki. Kebijakan dan prosedur yang berkaitan dengan produk, misalnya jenis produk yang akan dijual seperti kualitas, desain, kemasan dan lain sebagainya serta pelayanan yang akan dijual bersama produk. 2. Price (harga) Sejumlah nilai yang dipertukarkan untuk memperoleh suatu produk. Biasanya harga dihitung dengan nilai uang. Kebijakan dan prosedur yang berkaitan dengan harga, antara lain tingkat harga yang direncanakan, kebijakan, pemberian harga dan sebagainya.
3. Place (tempat atau saluran distribusi) Esensi dari istilah tempat dalam bauran pemasaran adalah menyediakan produk kepada konsumen pada tempat yang tepat, waktu yang tepat, jumlah yang tepat. 4. Promotion (promosi) Promosi adalah aktivitas mengkomunikasikan keunggulan dan kelebihankelebihan produk serta membujuk pelanggan sasaran untuk membelinya. Kebijakan dan prosedur yang menyangkut upaya memperkenalkan produk kepada konsumen tersebut, misalnya cara-cara promosi yang akan ditempuh, penetapan anggaran untuk promosi. Keempat unsur dalam bauran pemasaran tersebut berkaitan satu sama lain, keputusan dalam satu elemen akan mempengaruhi tindakan pada elemen lain. Dari berbagai elemen bauran pemasaran yang ada, manajemen harus memilih kombinasi yang sesuai dengan lingkungannya. Menurut Fandy Tjiptono (2005:32) menjelaskan bahwa dalam konsep bauran pemasaran 4P tradisional diperluas dan ditambahkan dengan empat unsur lainnya, yaitu : 1. People (orang) Bagi sebagian besar jasa, orang merupakan unsur vital dalam bauran pemasaran. Dalam industri jasa, setiap orang merupakan part-time marketer yang tindakan dan perilakunya memiliki dampak langsung pada output yang diterima pelanggan. 2. Process (proses) Proses produksi atau operasi merupakan faktor penting bagi konsumen highcontact service, yang seringkali juga berperan sebagai co-producer jasa bersangkutan.misalnya, Pelanggan restoran sangat terpengaruh oleh cara staf melayani mereka dan lamanya menunggu selama proses produksi. 3. Physical Evidence (bukti fisik) Merupakan bukti fisik dari karakteristik jasa. Bukti fisik ini bisa dalam berbagai bentuk, misalnya brosur paket liburan yang atraktif dan memuat foto lokasi liburan dan tempat menginap; penampilan staf yang rapi dan sopan;
seragam pilot dan pramugari yang mencerminkan kompetensi mereka; dekorasi internal dan eksternal bangunan yang atraktif; ruang tunggu yang nyaman dan lain-lain. 4. Customer Service (layanan pelanggan) Dalam sektor jasa layanan pelanggan dapat diartikan sebagai kualitas total jasa yang dipersepsikan oleh pelanggan. Oleh sebab itu, tanggung jawab atas unsur bauran pemasaran ini tidak bisa diisolasi hanya pada departemen layanan pelanggan, tetapi menjadi perhatian dan tanggung jawab semua personel produksi, baik yang dipekerjakan oleh organisasi jasa maupun oleh pemasok.
2.9
Ruang Lingkup Pemasaran Jasa
2.9.1
Pengertian Jasa Banyak para ahli pemasaran yang mengemukakan definisi jasa, dimana
masing-masing memiliki pendapat berdasarkan sudut pandang masing-masing. Beberapa definisi jasa yang dikemukakan oleh ahli pemasaran tersebut adalah sebagai berikut : Pengertian jasa menurut Mursid (2005:116) dalam bukunya Manajemen Pemasaran yaitu : Jasa adalah kegiatan yang dapat diidentifikasikan secara tersendiri, pada hakekatnya bersifat tidak teraba, untuk memenuhi kebutuhan dan tidak harus terikat pada penjualan produk atau jasa lain . Sedangkan menurut Freddy Rangkuti (2003:26) dalam bukunya Measuring Customer Satisfaction mendefinisikan jasa sebagai berikut : Jasa merupakan pemberian suatu kinerja atau tindakan tak kasat mata dari satu pihak kepada pihak lain. Pada umumnya jasa diproduksi dan dikonsumsi secara bersamaan, dimana interaksi antara pemberi jasa mempengaruhi hasil jasa tersebut . Dari pengertian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa jasa melibatkan unsur tindakan, proses dan unsur kerja dari suatu pihak yang ditawarkan pada pihak lain yang bersifat intangible tidak dapat menimbulkan perubahan
kepemilikan dimana jasa tersebut bisa terlepas dari produk fisik atau terikat dengan produk fisik.
2.9.2
Karakteristik Jasa Jasa memiliki sejumlah karakteristik unik yang membedakannya dari
barang dan berdampak pada cara memasarkannya. Secara garis besar, karakteristik tersebut terdiri atas : intangibility, inseparability, variability atau heterogeneity, perishability, dan lack of ownership. Fandy Tjiptono (2005:18) mengemukakan mengenai 5 karakteristik jasa tersebut yaitu : 1. Intangibility (Tidak Berwujud) Jasa berbeda dengan barang. Bila barang merupakan suatu objek, alat atau benda, maka jasa adalah suatu perbuatan, tindakan, pengalaman, proses, kinerja (performance), atau usaha. Oleh sebab itu jasa tidak dapat dilihat, dirasa, dicium, didengar, atau diraba sebelum dibeli atau dikonsumsi. 2. Inseparability (Tidak Dapat Dipisahkan) Barang biasanya diproduksi, kemudian dijual lalu dikonsumsi. Sedangkan jasa umumnya dijual terlebih dahulu, baru kemudian diproduksi dan dikonsumsi pada waktu dan tempat yang sama. Implikasi karakteristik inseparability bagi penyedia jasa meliputi tiga aspek utama yaitu : a. Melatih staf agar dapat berinteraksi secara efektif dengan para klien. b. Mengupayakan berbagai cara untuk mencegah agar jangan sampai ada pelanggan yang mengganggu atau menghambat kepuasan pelanggan lainnya. c. Pertumbuhan dapat difasilitasi dengan berbagai cara seperti pelatihan (semakin
banyak
staf
berkualitas,
semakin
besar
kemungkinan
merealisasikan pertumbuhan yang lebih cepat); melayani kelompok pelanggan yang lebih besar; bekerja lebih cepat; mendirikan multi-site locations (misalnya membentuk waralaba atau franchising). 3. Variability (Bervariasi) Jasa bersifat sangat variabel karena merupakan non-standardized output, artinya banyak variasi bentuk, kualitas, dan jenis, tergantung kepada siapa,
kapan, dan
dimana jasa tersebut diproduksi. Penyedia jasa dapat
mengupayakan pengurangan dampak variabilitas melalui tiga strategi utama. Pertama, berinvestasi dalam seleksi, motivasi, dan pelatihan karyawan, dengan harapan bahwa staf yang terlatih baik dan bermotivasi tinggi lebih mampu mematuhi prosedur standard an menangani permintaan yang sifatnya unpredictable. Kedua, melakukan industrialisasi jasa, misalnya dengan cara memberikan penawaran alternatif lewat mesin ATM, vending machine, internet dan sejenisnya. Ketiga, melakukan service customization, artinya meningkatkan interaksi antara penyedia jasa dan pelanggan sedemikian rupa sehingga jasa yang diberikan dapat disesuaikan dengan kebutuhan dan keinginan individual. 4. Perishability (Daya Tahan) Jasa tidak tahan lama dan tidak dapat disimpan. Dengan demikian bila suatu jasa tidak digunakan, maka jasa tersebut akan berlalu atau hilang begitu saja. Kondisi di atas tidak akan menjadi masalah jika permintaannya konstan tetapi kenyataannya permintaan pelanggan akan jasa umumnya sangat bervariasi dan dipengaruhi oleh faktor musiman. Oleh karena itu perusahaan jasa harus mengevaluasi
kapasitasnya
(subtitusi
dan
persediaan
jasa)
guna
menyeimbangkan penawaran dan permintaan. Dalam hal ini perlu dilakukan analisis terhadap biaya dan pendapatan bila kapasitas ditetapkan terlalu tinggi atau terlampau rendah. 5. Lack of Ownership (Berkurangnya Hak Kepemilikkan) Merupakan perbedaan dasar antara jasa dan barang. Pada pembelian barang, konsumen memiliki hak penuh atas penggunaan dan manfaat produk yang dibelinya. Mereka bisa mengkonsumsi, menyimpan atau menjualnya. Di lain pihak, pada pembelian jasa, pelanggan mungkin hanya memiliki akses personal atas suatu jasa untuk jangka waktu yang terbatas (misalnya kamar hotel, bioskop, jasa penerbangan, dan pendidikan). Pembayaran biasanya ditujukan untuk pemakaian, akses atau penyewaan item-item tertentu berkaitan dengan jasa yang ditawarkan. Untuk mengatasi masalah ini, penyedia jasa bisa melakukan tiga pendekatan pokok. Pertama, menekankan
keunggulan atau keuntungan non-ownership (seperti syarat pembayaran yang lebih gampang, resiko kehilangan modal yang lebih kecil). Kedua, menciptakan asosiasi keanggotaan untuk memperlihatkan kepemilikan. Ketiga, memberikan insentif bagi para pengguna rutin, misalnya diskon, tiket gratis, dan prioritas dalam reservasi.
2.2.3
Klasifikasi Jasa Sebagai konsekuensi dari adanya berbagai macam variasi bauran antara
barang dan jasa maka sulit untuk mengklasifikasikan jasa bila tidak melakukan pembedaan lebih lanjut. Banyak pakar yang melakukan klasifikasi jasa, dimana masing-masing ahli menggunakan dasar pembedaan yang disesuaikan dengan sudut pandangnya masing-masing. Menurut Lovelock yang dikutip oleh Fandy Tjiptono (2005:26) jasa dapat diklasifikasikan berdasarkan tujuh kriteria yaitu : 1. Segmen Pasar Berdasarkan segmen pasar jasa dapat dibedakan menjadi jasa yang ditujukan kepada konsumen akhir (misalnya taksi, asuransi jiwa, dan pendidikan) dan jasa bagi konsumen organisasional (misalnya biro periklanan, jasa akuntansi dan perpajakan, dan jasa konsultasi manajemen). 2. Tingkat Keberwujudan Kriteria ini berhubungan dengan tingkat keterlibatan produk fisik dengan konsumen. Berdasarkan kriteria ini, jasa dapat dibedakan menjadi tiga macam antara lain : a. Rented-goods Services Dalam jenis ini, konsumen menyewa dan menggunakan produk tertentu berdasarkan tarif yang disepakati selama jangka waktu tertentu. Konsumen hanya dapat menggunakan produk tersebut, karena kepemilikannya tetap berada pada pihak perusahaan yang menyewakannya. Contohnya penyewaan mobil, videogames, VCD atau DVD, villa dan apartemen. b. Owned-goods Services Pada tipe ini, produk-produk yang dimiliki konsumen direparasi, dikembangkan atau ditingkatkan unjuk kerjanya, atau dipelihara atau
dirawat oleh perusahaan jasa. Jenis jasa ini juga mencakup perubahan bentuk pada produk yang dimiliki konsumen. Contohnya jasa reparasi, pencucian mobil, perawatan rumput lapangan golf, perawatan taman, pencucian pakaian. c. Non-goods Services Karakteristik khusus pada jenis ini adalah jasa personal bersifat intangible (tidak berbentuk produk fisik) ditawarkan kepada para pelanggan. Contohnya supir, dosen, babby-sitter, pemandu wisata, penerjemah lisan, ahli kecantikan, pelatih renang, dan lain-lain. 3. Ketrampilan Penyedia Jasa Berdasarkan tingkat ketrampilan penyedia jasa, terdapat dua tipe pokok jasa. Pertama, jasa professional services (seperti konsultasi manajemen, konsultasi hokum, konsultasi perpajakan, konsultasi sitem informasi, pelayanan dan perawatan kesehatan, dan jasa arsitektur). Kedua, non-professional services (seperti jasa sopir taksi, tukang parkir, pengantar surat, dan lain-lain). 4. Tujuan Organisasi Jasa Berdasarkan tujuan organisasi, jasa dapat diklasifikasikan menjadi commersial services atau profit services (misalnya penerbangan, bank, penyewaan mobil, bioskop, dan hotel) dan non-profit services (seperti sekolah, yayasan dana bantuan, panti asuhan, perpustakaan umum, dan museum). Jasa komersial masih dapat dikelompokkan lebih lanjut menjadi beberapa jenis yaitu : a. Perumahan atau penginapan, meliputi penyewaan apartemen, hotel, motel, villa, losmen, cottage, dan rumah. b. Operasi rumah tangga, meliputi utilitas, perbaikan rumah, reparasi peralatan rumah tangga, pertamanan, dan household cleaning. c. Rekreasi dan hiburan, meliputi penyewaan dan reparasi peralatan yang dipergunakan untuk aktivitas-aktivitas rekreasi dan hiburan, serta admisi atau (tiket masuk) untuk segala macam hiburan, pertunjukan, dan rekreasi. d. Perlindungan pribadi, seperti laundry, dry cleaning, dan perawatan kecantikan. e. Perawatan kesehatan, meliputi segala macam jasa medis dan kesehatan.
f. Pendidikan swasta. g. Bisnis dan jasa profesional lainnya, meliputi biro hukum konsultasi pajak, konsultasi akuntansi, konsultasi manajemen, dan jasa komputerisasi. h. Asuransi, perbankan, dan jasa finansial lainnya, seperti asuransi perorangan dan bisnis, jasa kredit dan pinjaman, konseling investasi, dan pelayanan pajak. i. Transportasi, meliputi jasa angkutan barang dan penumpang, baik melalui darat, laut maupun udara, serta reparasi dan penyewaan kendaraan. j. Komunikasi, terdiri atas telepon, telegraf, komputer, internet server providers, dan jasa komunikasi bisnis yang terspesialisasi. 5. Regulasi Dari aspek regulasi, jasa dapat dibagi menjadi regulated services (misalnya jasa pialang, angkutan umum, dan perbankan) dan non regulated services (seperti jasa makelar, katering, kost dan asrama, serta pengecatan rumah). 6. Tingkat Intensitas Karyawan Berdasarkan tingkat intensitas karyawan (keterlibatan tenaga kerja), jasa dapat dikelompokkan menjadi dua macam : a. Equipment-based services (seperti cuci mobil otomatis, jasa sambungan telepon jarak jauh, mesin ATM, internet banking, vending machines). b. People-based services (seperti akuntan, konsultan hukum, konsultan manajemen). 7. Tingkat Kontak Penyedia Jasa dan Pelanggan Berdasarkan tingkat kontak ini, secara umum jasa dapat dibagi menjadi highcontact services (seperti universitas, bank, dokter, dan penggadaian) dan lowcontact services (misalnya bioskop dan jasa layanan pos).
2.3
Pengertian Physical Evidence Physical evidence (bukti fisik) merupakan salah satu unsur penting dalam
elemen bauran pemasaran jasa. Karakteristik utama yang membedakan jasa dari barang adalah intangibilitas relatif dari kebanyakan jasa. Sementara barang dapat dilihat, dirasakan, disentuh; kebanyakan jasa tidak demikian. Oleh karena itu, jasa
harus dialami konsumen terlebih dahulu sebelum jasa dievaluasi. Tetapi karena besarnya kadar intangibilitas pada jasa, konsumen mendapat kesulitan dalam mengevaluasi jasa sebelum membelinya, juga dalam membandingkan alternatifalternatif jasa yang berbeda, serta dalam menilai kualitas jasa meskipun setelah mereka mengalaminya. Pada saat konsumen tidak bisa menilai kualitas aktual suatu jasa, maka mereka bergantung kepada tanda-tanda yang tangible pada jasa, atau mungkin mencari-cari indikator lain dari suatu jasa. Bukti fisik juga bukan hanya penting untuk keperluan mengkomunikasikan jasa yang akan diterima konsumen (seperti reparasi mobil) bukti fisik akan semakin penting untuk jasa-jasa yang derajat keahliannya tinggi seperti hotel, rumah sakit, dan taman hiburan. Adapun definisi Physical Evidence menurut Zeithaml and Bitner (2006:317) dalam bukunya Service Marketing yaitu : Physical evidence as the environment in which the service is delivered and in which the firm and the customer interact, and any tangible commodities that facilitate performance or communication of the service . Sedangkan definisi physical evidence menurut Yazid (2005:18) dalam bukunya Pemasaran Jasa; Konsep dan Implementasi adalah sebagai berikut : Physical evidence merupakan bukti fisik jasa yang mencakup semua hal yang berwujud berkenaan dengan suatu jasa seperti brosur, kartu bisnis, format laporan dan peralatan . Berdasarkan pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa physical evidence (bukti fisik) merupakan elemen-elemen yang dapat mempengaruhi dalam pertukaran dari produk jasa. Bukti fisik menunjukkan kesempatan istimewa bagi perusahaan untuk mengirimkan pesan yang konsisten dan kuat berkenaan dengan upaya organisasi, segmen pasar yang dituju, dan karakteristik jasa. Jadi physical evidence merupakan elemen subtantif dalam konsep jasa, oleh karena itu para pemasar jasa semestinya terlibat dalam proses desain, perencanaan, dan pengawasan bukti fisik. Physical evidence yang unik juga merupakan sumber yang dapat membedakannya dengan para pesaing dan dapat
memancing respon pelanggan sehingga dapat mempengaruhi tingkat kepuasan pelanggan.
2.3.1
Pengelompokkan Unsur Physical Evidence Zeithaml dan Bitner (2006:317) mengelompokkan physical evidence ke
dalam dua bagian pokok yaitu: (1) Servicescape dan (2) other forms of tangible communication.
Tabel 2.1 Bagian dari bukti nyata (Elements of Physical Evidence) SERVICESCAPE : Eksterior fasilitas jasa Desain eksterior Signage Tempat parkir Landscape Lingkungan sekitar Interior fasilitas jasa Desain interior Peralatan Signage Layout Kualitas udara /temperature
KOMUNIKASI FISIK LAINNYA : Kartu bisnis (kartu nama) Alat tulis Rekening tagihan Laporan Busana karyawan Seragam Brosur Situs internet Virtual servicescape
(sumber : Zeithaml and Bitner 2006) 1. Servicescape Merupakan semua aspek fasilitas suatu organisasi jasa meliputi atribut-atribut eksterior (signage, parking, landscape) atribut-atribut interior (design, layout, equipment, decor). Dimensi lingkungan fisik yang melatarbelakangi suatu jasa dapat dikategorikan kedalam tiga dimensi komposif sebagai berikut: a. Ambien condition Meliputi latar belakang karakteristik dari lingkungan seperti : temperatur, penerangan, kebisingan, musik, bau, warna. Semua faktor ini sangat
mempengaruhi bagaimana orang merasakan, berpikir dan merespon terhadap keberadaan suatu jasa. b. Spatial Layout and functionality Spatial Layout menunjukkan bagaimana cara mesin, peralatan, dan furniture diatur atau disusun, ukuran dan bentuk dari item tersebut, dan hubungan spesial diantara semuanya. Functionality menunjuk pada kemampuan dari item yang sama untuk memfasilitasi pencapaian tujuan pelanggan dan pegawai. c. Sign, symbol, and Artifacts Item-item ini bertindak sebagai sinyal eksplisit atau implisit yang mengkomunikasikan tempat pada penggunanya. Tanda petunjuk atau keterangan sebagai sinyal eksplisit, dapat digunakan sebagai label (contoh: nama perusahaan, nama departemen). Sebagai keterangan arah atau tujuan (contoh : masuk, keluar), dan untuk mengkomunikasikan atau berperilaku (contoh : dilarang merokok). Tanda petunjuk dan keterangan yang cukup akan mengurangi persepsi kesimpangsiuran dan stress. Symbol dan artifacts memberikan sinyal komunikasi implicit dan menciptakan daya tarik estetis secara keseluruhan. Sign, symbol, dan artifacts sangat penting sebagai
bentuk
first
impression
dari
pelanggan
mengkomunikasikan konsep baru dalam suatu jasa.
dan
untuk
Tabel 2.2 Dimensi Lingkungan Fisik (Servicescape)
Ambient :
Space / function :
Sign, symbol, artifacts :
Temperature (suhu)
Layout
Signage (petunjuk)
Air quality (kualitas udara) Equipment (peralatan) Personal artifacts (benda Noise (suara)
Furnishing
pribadi)
Music (musik)
(perlengkapan)
Style of decor (gaya
Odor (bau)
dekorasi)
(Sumber : Zeithaml and Bitner 2006)
2. Otherforms of tangible communication Adalah aspek selain servicescape yang termasuk dalam penyampaian suatu jasa (seperti material komunikasi yang dicetak, pakaian atau seragam dan sebagainya).
2.3.2
Peran Physical Evidence Physical evidence dapat memainkan berbagai peran pada saat bersamaan.
Perhatian terhadap berbagai macam peran dan bagaimana mereka berinteraksi akan menjadi semakin jelas bahwa penting dan strategis sifatnya untuk mampu menyediakan physical evidence bagi suatu jasa yang memadai. Beberapa peran physical evidence menurut Zeithaml dan Bitner (2006:322) memiliki peran sebagai berikut : 1. Package Bukti fisik jasa berperan sebagai package (kemasan) dari jasa yang ditawarkan dalam suatu cara yang berbeda dengan cara menawarkan barang. Paket produk di desain untuk menggambarkan image tertentu sehingga mampu menyentuh sensor tertentu atau reaksi emosional konsumen. Sementara paket jasa menanamkan image melalui interaksi berbagai stimuli yang kompleks. Bukti jasa membungkus jasa dan menyampaikan image eksternal tentang apa yang
ada
di dalam bungkus
kapada konsumen. Dengan demikian physical
evidence itu merupakan penampilan tangible organisasi dan karenanya menjadi sangat penting dalam membentuk kesan awal atau dalam membentuk harapan konsumen. Peran pengepakan ini khususnya penting dalam menciptakan harapan dari konsumen baru dan untuk perusahaan jasa yang baru berdiri yang sedang mencoba membangun suatu image. 2. Facilitator Unjuk kerja atau tindakan-tindakan individual maupun interdependen dari orang-orang yang berada dalam suatu lingkungan, yaitu konsumen dan karyawan. Fasilitas fungsional yang di desain dengan baik akan mampu menyajikan pengalaman yang menyenangkan kepada konsumen disamping itu akan membuat karyawan merasa nyaman dalam bekerja. Sebaliknya, desain yang jelek dan tidak efisien bisa saja membuat karyawan atau konsumen prustasi. 3. Socializer Desain physical evidence membantu sosialisasi baik konsumen maupun karyawan sehingga dapat membangkitkan dan menuntun konsumen dan karyawan untuk melakukan peran-peran tertentu yang diharapkan, untuk berperilaku sosial tetentu, dan dalam membangun hubungan antara dan diantara mereka. Contoh, karyawan baru dari perusahaan jasa professional akan memahami posisinya dalam hierarki sebagian melalui pengamatannya terhadap tugas-tugas kantor yang diberikan kepadanya. 4. Differentiator Dengan fasilitas fisik dapat membedakan perusahaan dari jasa pesaing serta menjadi tanda dari segmen pasar mana yang dituju. Karena kekuatannya sebagai differentiator (pembeda), perubahan-perubahan dalam lingkungan fisik dapat digunakan untuk memposisikan kembali suatu perusahaan dan atau untuk menarik segmen pasar baru. Contoh, ketika berada di suatu mal besar, seseorang akan dengan cepat melihat perbedaan lingkungan antara toko pakaian yang mengkhususkan diri menyediakan pakaian untuk orang tua.
2.3.3
Strategi-strategi untuk Physical Evidence (Bukti Fisik) Karena sifat dari kebanyakan jasa relatif intangible, strategi untuk
pengelolaan bukti jasa adalah sangat penting. Konsumen bereaksi terhadap bukti perusahaan apakah strategi bukti tersebut ada atau tidak ada. Bahwa bukti tangible jasa akan mengkomunikasikan kepada konsumen, apakah perusahaan mampu mengetahui dan merencanakan untuk menjalankan strategi tersebut atau tidak. Berikut adalah beberapa strategi yang bisa ditempuh perusahaan sehingga mengantarkan perusahaan kepada inti perencanaan strategi bukti yaitu : 1. Memahami dampak strategi physical evidence Physical evidence dapat memainkan peranan yang sangat jelas dalam menentukan kualitas harapan dan persepsi yang diciptakannya di benak konsumen. Oleh karena itu pemahaman akan Physical evidence saja belumlah cukup. Sebelum strategi bukti dapat berjalan efektif, strategi ini harus secara jelas dikaitkan dengan tujuan dan visi perusahaan secara menyeluruh. Hal pertama yang harus dilakukan adalah mengetahui apa tujuan perusahaan dan menentukan bagaimana strategi bukti dapat mendukung tujuan-tujuan perusahaan. 2. Memetakan bukti jasa Langkah selanjutnya adalah membuat peta jasa. Setiap orang harus mengetahui proses jasa dan elemen-elemen bukti yang ada. Salah satu cara yang efektif dalam menggambarkan bukti jasa adalah melalui peta, atau cetak biru jasa. Sementara peta jasa secara jelas mempunyai sejumlah maksud, petapeta tersebut akan berguna khususnya di dalam menangkap secara visual kesempatan-kesempatan bukti. Orang, proses, dan bukti fisik dapat dilihat dalam peta jasa. Dari peta itulah, seseorang dapat mengetahui tindakantindakan yang tercakup dalam penyajian jasa, kompleksitas proses, titik-titik interaksi manusia yang memberi kesempatan-kesempatan bukti, dan representasi tangible yang ada pada setiap langkah. Para karyawan, konsumen, dan para manajer semuanya dapat terlibat dalam pembuatan peta jasa, yang selanjutnya akan menjadi dasar dalam mengidentifikasi. Agar peta tersebut
lebih jelas lagi, foto atau video tentang proses penyajian jasa dapat ditambahkan untuk mengembangkan cetak-biru fotografis. 3. Memperjelas peran servicescape Dari segi pandang konsumen, servicescape tidak mempunyai peran dalam penyajian jasa. Ini merupakan masalah pokok pada jasa komunikasi dan titipan kilat, dimana konsumen jarang melihat fasilitas aktual yang digunakan untuk melayani mereka. Meskipun demikian, dalam banyak kasus, seperti hotel dan perawatan kesehatan, servicescape memainkan peran ganda baik yang menyangkut tindakan-tindakan maupun sikap-sikap dari karyawan dan konsumen. 4. Menilai dan mengidentifikasi kesempatan-kesempatan bukti Begitu bentuk-bentuk bukti dan peran servicescape yang ada dipahami, pada langkah berikutnya kemungkinan perubahan dan perbaikannya dapat diidentifikasi. Contoh, peta jasa asuransi atau jasa utilitas mungkin hanya memperlihatkan sedikit bukti jasa sehingga konsumen mengetahui secara pasti apa yang mereka bayar. 5. Bersedia untuk Meng-update dan Memodernisir Bukti Sejumlah aspek bukti, khususnya servicescape, memerlukan dilakukannya updating atau modernisasi yang sering atau tidak secara periodik. Meskipun visi, tujuan, dan obyektif perusahaan tidak berubah, waktu itu sendiri yang akan merusak bukti fisik, sehingga perubahan modernisasi perlu dilakukan. 6. Fungsionalitas-silang Pekerjaan Dalam memperkenalkan dirinya kepada konsumen, sebuah perusahaan jasa berkepentingan dengan pengkomunikasian image yang diinginkan, dengan cara mengirimkan pesan-pesan yang konsisten dan kompatibel melalui semua bentuk bukti. Juga dengan cara memberikan bukti jasa yang diinginkan dan dapat dipahami oleh beberapa target. Namun demikian, sering terjadi bahwa keputusan tentang bukti dibuat dalam waktu yang lama dan dilakukan oleh berbagai bagian dalam organisasi. Contoh, keputusan-keputusan tentang seragam karyawan dibuat oleh bagian personalia, design servicescape dibuat oleh kelompok yang memfasilitasi manajemen, desain proses sering dibuat
oleh manajer operasi, dan keputusan tentang harga dan periklanan dibuat oleh bagian pemasaran. Karena itu tidak mengherankan bukti fisik pada suatu jasa bisa saja sangat tidak konsisten. Pemetaan jasa, atau proses pembuatan cetakbiru akan sangat berguna dalam proses komunikasi dalam organisasi, mengidentifikasi bukti jasa yang sekarang ada, dan penggambaran fleksibilitas perubahan atau pemberian bentuk-bentuk baru bukti fisik.
2.4 Perilaku Konsumen Konsumen sebagai stakeholder suatu perusahaan yang harus diperhatikan, mempunyai perilaku dan persepsi yang berbeda-beda. Konsumen dapat menentukan kelangsungan hidup suatu perusahaan, karena itu perusahaan harus dapat mengambil hati dan membuat image baik dimata konsumen.
2.4.1
Pengertian Perilaku Konsumen Perilaku konsumen menurut Peter dan Olson (2002; 5) adalah: Consumer behavior as the dynamic interaction of affect and cognition, behavior, and the environment by which human beings conduct the exchange aspects of their live. Pengertian perilaku konsumen menurut Michael R. Solomon dalam buku
yang berjudul Consumer behavior (2004; 7) adalah: Consumer behavior is the study of the processes involved when individuals or groups select, purchase, use, or dispose of product, services, ideas, or experiences, to satisfy needs and desires. Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa perilaku konsumen adalah suatu proses dimana seseorang atau sekelompok orang menentukan sikapnya terhadap suatu produk, pemikiran, atau pengalaman untuk memuaskan kebutuhan dan keinginan. Seseorang atau sekelompok orang tersebut juga melakukan pertukaran tentang aspek-aspek dalam kehidupan (bertukar pikiran).
2.5
Niat Beli Untuk mendorong agar konsumen melakukan pembelian terhadap produk
perusahaan maka pemasar harus berupaya membangkitkan niat beli yang dalam hal ini dikaitkan sebagai behavioural intentions. Mowen dan Minor (2002:125) mengatakan : Behavioural intentions are defined as expectations to behave in a particular way with regard to acquisition, dispotition, and use of product and services . Menurut McCarthy (2002:298), Niat beli adalah: Dorongan yang timbul dalam diri seseorang untuk membeli barang atau jasa dalam rangka pemenuhan kebutuhannya . Sedangkan menurut Leon G. Leslie Sciffman dan Lazar Kanuk (2007;228) dalam bukunya Perilaku Konsumen, yaitu: Suatu model sikap seseorang terhadap objek barang yang sangat cocok dalam mengukur sikap terhadap golongan produk, jasa, atau merek tertentu . 2.5.1
Pembentukan Sikap Melalui Model Sikap Tiga Komponen
Pembentukan sikap melalui model sikap tiga komponen yang mempengaruhi niat beli konsumen menurut Schiffman dan Kanuk (2007:230), sebagai berikut: 1. Kognitif Adalah pengetahuan dan persepsi yang diperoleh berdasarkan kombinasi pengalaman langsung dengan objek sikap dan informasi yang berkaitan dan berbagai sumber. 2
Affektif Adalah merupakan pernyataan ketertarikan emosi atau perasaan mengenai produk atau merek tertentu. Hal ini dapat berupa perasaan senang, tidak senang, bagus, jelek, ataupun pengalaman yang mengharukan juga dimanisvestasi sebagai keadaan yang diliputi emosi (seperti rasa bahagia, kesedihan, rasa malu, kemarahan dan keheranan) yang dapat meningkatkan
atau memperkuat pengalaman tersebut dapat mempengaruhi apa yang timbul di pikiran dan bagaimana individu bertindak. 3
Konatif Adalah
komponen
yang
berhubungan
dengan
kemungkinan
atau
kecenderungan bahwa individu akan melakukan tindakan khusus atau berperilaku dengan cara tertentu. Komponen konasi sering dianggap sebagai pernyataan maksud konsumen untuk membeli. Menurut Barman, Berry, and Joel R Evans, (2004:246) dalam Retail Management. Tumbuhnya niat beli konsumen itu disebabkan oleh unsurunsur yang terdiri dan 3 tahapan, antara lain: 1. Perangsangan (Impulse). Rangsangan merupakan suatu isjarat yang ditujukan uniuk mendorong atau menimbulkan seseorang untuk bertindak. 2. Kesadaran (Awarness). Merupakan sesuatu yang memasuki pikiran seseorang. Kesadaran ini dipengaruhi oleh pertimbangan atas barang atau jasa itu sendiri yang tidak mungkin dapat dipengaruhi oleh konsumen. 3. Pencarian informasi (Information searching) Aspek pencarian informasi dibagi dalam enam bagian yaitu: a. Informasi intern Bersumber dari ingatan konsumen untuk memilih barang dan jasa yang memuaskannya. b. Informasi ekstern Informasi yang melibatkan iklan (media cetak) dan penjualan langsung dan sumber sosial (keluarga, teman, ataupun kolega). c. Memastikan sifat yang khas dari setiap pilihan yang ada Pada tahap ini konsumen mengumpulkan informasi yang berhubungan dengan ciri dan sifat dari sikap pilihan. Setelah diketahui akan pilihannya, maka konsumen memutuskan barang yang akan dibelinya.
d. Pemilihan alternatif Pemilihan ini terjadi jika beberapa barang atau jasa merupakan suatu pilihan yang sulit bagi konsumen untuk mengevaluasi alternatif yang tersedia. e. Pembelian Merupakan tahap dimana Konsumen telah melalui pilihan dan siap untuk mengeluarkan uangnya untuk ditukardengan barang atau jasa tersebut. Di dalam pembelian terdapat faktor atau reaksi yang mempengaruhinya, antara lain:
1) Tempat pembelian 2) Bentuk pembelian 3) Barang atau jasa yang tersedia f. Tempat dimana membeli Tempat pembelian merupakan salah satu pertimbangan di toko mana konsumen akan membeli produk atau jasa tersebut. Sebuah toko atau penyalur yang memiliki citra yang baik akan merangsang konsumen untuk berbelanja lebih lanjut. Sehingga diharapkan konsumen menjadi terbiasa membeli di tempat yang sama.
2.5.2
Tahap
Tahap Proses Pembelian Ulang
Menurut Kotler dan Keller dalam bukunya Manajemen Pemasaran edisi kedua belas jilid kesatu (2007:235) sebagai berikut : Ada lima tahap yang dilalui oleh konsumen dalam proses keputusan pembelian. Dan tahap tersebut akan dijelaskan dalam gambar 2.1 sebagai berikut :
Gambar 2.1 Proses Keputusan Pembelian Konsumen Model Lima Tahap Pengenalan Masalah
Pencarian Informasi
Evaluasi Alternatif
Perilaku Pasca Pembelian
Berikut ini adalah penjelasan dari tahap-tahap proses keputusan pembelian konsumen : 1. Pengenalan Masalah Proses pembelian dimulai pembeli mengenali masalah atau kebutuhan. Kebutuhan tersebut dapat dicetuskan oleh ransangan internal atau eksternal. Dalam kasus pertama, salah satu kebutuhan umum seseoranglapar, haus, mencapai ambang batas tertentu dan mulai menjadi pendorong. Dalam kasus kedua, kebutuhan ditimbulkan oleh rangsangan eksternal. Para pemasar perlu mengidentifikasi keadaan yang memicu kebutuhan tertentu, dengan mengumpulkan informasi dari sejumlah konsumen. 2. Pencarian Informasi Konsumen yang terangsang kebutuhannya akan terdorong untuk mencari informasi yang lebih banyak. Kita dapat membaginya ke dalam dua level rangsangan. Situasi pencarian informasi yang lebih ringan dinamakan penguatan perhatian. Pada level
ini, orang hanya sekedar lebih peka
tehadap informasi produk. Pada level selanjutnya, orang itu mungkin mulai aktif mencari informasi: mencari bahan bacaan, menelepon teman, dan mengunjungi toko untuk mempelajari produk tertentu. Yang menjadi perhatian utama pemasar adalah sumber-sumber informasi utama yang menjadi acuan konsumen dan pengaruh relatif tiap sumber
tersebut terhadap keputusan pembelian selanjutnya. Sumber informasi konsumen digolongkan ke dalam empat kelompok berikut ini : Sumber pribadi : keluarga, teman, tetangga, kenalan. Sumber komersial : iklan, wiraniaga, penyalur, kemasan, pajangan di toko. Sumber publik : Media massa, organisasi penentu peringkat konsumen. Sumber pengalaman : Penanganan, pengkajian, dan pemakaian produk. 3. Evaluasi Alternatif Bagaimana konsumen mengolah informasi merek yang bersaing dan membuat penilaian akhir?. Tidak ada proses evaluasi tunggal sederhana yang digunakan oleh semua konsumen atau oleh satu konsumen dalam semua situasi pembelian. Terdapat beberapa proses evaluasi keputusan, dan model-model terbaru yang memandang proses evaluasi konsumen sebagai proses yang berorientasi kognitif. Yaitu, model tersebut menganggap konsumen membentuk penilaian atas produk dengan sangat sadar dan rasional. Beberapa konsep dasar akan membantu kita memahami proses evaluasi konsumen. Pertama, konsumen berusaha memenuhi kebutuhan. Kedua, konsumen mencari manfaat tertentu dari solusi produk. Ketiga, konsumen memandang masing-masing produk sebagai kumpulan atribut dengan kemampuan yang berbeda-beda dalam memberikan manfaat yang digunakan untuk memuaskan kebutuhan itu. Atribut yang diminati oleh pembeli berbeda-beda bergantung jenis produknya, misalnya sebagai berikut:
- Kamera: Ketajaman gambar, kecepatan kamera, ukuran kamera dan harga. - Hotel : Lokasi, kebersihan, suasana dan harga.
-Obat kumur: Warna, efektifitas,kemampuan membunuh kuman, harga dan aroma. -Ban: Keselamatan, umur pemakaian, mutu ketika dikendarai dan harga. 4. Keputusan Pembelian Dalam tahap evaluasi, para konsumen membentuk preferensi atas merekmerek yang ada di dalam kumpulan pilihan. Konsumen juga membentuk niat untuk membeli ,merek yang paling disukai. Dalam melaksanakan maksud pembelian, konsumen bisa mengambil lima sub-keputusan : merek (merek A), dealer (dealer 2), kuantitas (sebuah komputer), waktu (akhir pekan), dan metode pembayaran (kartu kredit). Dalam pembelian produk sehari-hari, keputusannya lebih kecil dan kebebasannya juga lebih kecil. Sebagai contoh, saat membeli gula, seorang konsumen tidak banyak berfikir tentang pemasok atau metode pembayaran. 5. Perilaku Pasca Pembelian Setelah pembelian, konsumen mungkin mengalami ketidaksesuaian karena memerhatikan fitur-fitur tertentu yang menggangu atau mendengar hal-hal yang menyenangkan tentang merek lain, dan akan selalu siaga terhadap informasi yang mendukung keputusannya. Komunikasikan pemasaran harus memasok keyakinan dan evaluasi yang mengukuhkan pilihan konsumen dan membantu dia merasa nyaman dengan merek. Tugas pemasar tidak berakhir begitu saja ketika produk dibeli. Para pemasar harus memantau kepuasan pasca pembelian, tindakan pasca pembelian, dan pemakaian produk pasca pembelian. kepuasan pembeli adalah fungsi dari seberapa sesuainya harapan pembeli produk dengan kinerja yang difikirkan pembeli atas produk tersebut. Jika kinerja produk lebih rendah dari pada harapan, pelanggan akan kecewa. Jika ternyata sesuai harapan, pelanggan akan puas. Jika melebihi harapan, pembeli akan sangat puas. Perasaan perasaan itu akan membedakan apakah pembeli akan membeli kembali produk tersebut dan membicarakan hal-hal yang menguntungkan atau tidak menguntungkan tentang produk tersebut dengan orang lain. Tindakan pasca pembelian, kepuasan dan
ketidakpuasan terhadap produk akan memengaruhi perilaku konsumen selanjutnya. Jika puas, ia akan menunjukkan kemungkinan yang lebih tinggi untuk kembali membeli produk tersebut. Dan pemakaian produk pasca pembelian, Para pemasar juga harus memantau cara pembeli memakai dan membuang produk tertentu. Pendorong utama frekuensi penjualan adalah tingkat konsumsi produk semakin cepat pembeli mengkonsumsi produk, semakin cepat mereka bisa kembali ke pasar untuk membelinya lagi. Menurut Kanuk dalam bukunya Perilaku Konsumen (2007:6), titik tolak model rangsangan tanggapan keputusan pembelian diperlihatkan dalam gambar 2.6 berikut. Rangsangan pemasaran lingkungan mulai memasuki kesadaran pembeli. Karakteristik pembeli dan proses pengambilan keputusan menimbulkan keputusan pembelian tertentu. Tugas pemasar adalah memahami apa yang terjadi dalam kesadaran pembeli mulai dari adanya rangsangan dari luar hingga munculnya keputusan pembelian konsumen.
Gambar 2.2 Model rangsangan-tanggapan
Rangsangan Pemasaran Produk Harga Saluran pemasaran Promosi
Rangsangan Lain Ekonomi Teknologi Politik Budaya
Ciri-ciri Pembeli Budaya Sosial Pribadi Psikologi
Proses Keputusan Pembeli Pengenalan masalah Pencarian informasi Evaluasi sesudah pembelian
Keputusan Pembeli Pemilihan produk Pemilihan merek Pemilihan saluran distribusi Penentuan waktu pembelian Jumlah pembelian
Sumber: Kanuk (2007; 6)
2.5.3 Proses Keputusan Pembelian Kegiatan pembelian merupakan suatu rangkaian tindakan fisik maupun mental yang dialami seorang konsumen dalam melakukan pembelian. Tahaptahap proses keputusan pembelian menurut Paul Peter dan Donnelly (2007; 47):
Gambar 2.3 Consumer decision making Need recognition
Alternative search
Alternative evaluation
Purchase decision
Postpurchase evaluation
Sumber: Paul Peter dan Donnelly (2007; 47)
1. Need recognition. Proses pembelian diawali dengan adanya masalah atau kebutuhan yang belum terpuaskan dan dapat dirasakan oleh konsumen. Konsumen mempersepsikan
perbedaan antara keadaan yang diinginkan dengan situasi saat ini guna membangkitkan dan mengaktifkan proses keputusan. Kebutuhan itu mungkin sudah dikenal dan dirasakan konsumen jauh-jauh hari sebelumnya. 2. Alternative search. Setelah konsumen menyadari adanya kebutuhan suatu barang atau jasa, selanjutnya konsumen mencari informasi baik yang disimpan dalam ingatan (informasi internal) maupun informasi yang didapat dari lingkungan (informasi eksternal). Sumber informasi konsumen terbagi dalam 5 (lima) kelompok yaitu : a) Sumber internal
: informasi ini berasal dari seringnya berbelanja atau kebiasaan berbelanja, sehingga diri kita dapat menentukan pilihannya sendiri.
b) Sumber kelompok
: sumber kedua ialah berasal dari orang lain, seperti keluarga, teman-teman, tetangga dan kenalan.
c) Sumber niaga
: periklanan, petugas penjualan, kemasan dan pemajangan.
d) Sumber umum
: media massa dan organisasi konsumen
e) Sumber pengalaman : pernah menangani, memuji, dan memakai produk atau jasa.
3. Alternative evaluation. Setelah informasi diperoleh, konsumen mengevaluasi berbagai alternatif pilihan dalam memenuhi kebutuhan tersebut. Beberapa konsep dasar akan membantu kita memahami proses evaluasi konsumen : a)
Pertama, konsumen mendapatkan informasi tentang berbagai merek dari suatu tingkatan produk.
b)
konsumen berusaha mencari manfaat tertentu dari solusi produk.
c)
Merek-merek tersebut mempunyai sejumlah atribut (warna, kualitas, ukuran, dan lainnya).
d)
konsumen
memandang
masing-masing
produk
sebagai
suatu
sekumpulan atribut dengan kemampuan yang berbeda-beda dalam
memberikan manfaat yang digunakan untuk memuaskan kebutuhan itu konsumen berusaha memenuhi suatu kebutuhan. e)
Mereka akan memberikan perhatian terbesar terhadap atribut yang memberikan manfaat yang dicarinya.
f)
Merek yang sangat disukai akan menjadi merek yang akan dibeli.
4. Purchase decision. Apabila tidak ada faktor lain yang mengganggu setelah konsumen menentukan pilihan yang telah ditetapkannya, pembelian yang aktual adalah hasil akhir dari pencarian dan evaluasi. 5. Postpurchase evaluation. Secara umum, apabila individu merasakan ketertarikan yang sangat atau kepuasan dalam memenuhi kebutuhan, biasanya mereka akan terus mengingat hal tersebut. Perilaku pascapembelian meliputi kepuasan pasca pembelian, tindakan pasca pembelian, dan pemakaian produk pasca pembelian. a. Kepuasan pasca pembelian Kepuasan pembeli merupakan fungsi dari seberapa dekat harapan pembeli atas suatu produk dengan kinerja yang dirasakan pembeli atas produk tersebut. Jika kinerja produk lebih rendah daripada harapan, pelanggan akan kecewa, jika kinerja ternyata sesuai harapan, pelanggan akan puas, jika melebihi harapan, pelanggan akan sangat puas. Perasaan-perasaan itu akan membedakan apakah pembeli akan membeli kembali produk tersebut dan
membicarakan
hal-hal
yang
menguntungkan
atau
tidak
menguntungkan tentang produk tersebut kepada orang lain. Konsumen membentuk harapan mereka berdasarkan pesan yang diterima dari penjual, teman, dan sumber-sumber informasi lain. Semakin besar kesenjangan antara harapan dan kinerja, semakin besar ketidakpuasan konsumen. Beberapa konsumen memperbesar kesenjangan ketika produk yang mereka terima tidak sempurna, dan mereka menjadi sangat tidak puas. b. Tindakan Pasca pembelian
Kepuasan dan ketidakpuasan konsumen terhadap suatu produk akan mempengaruhi perilaku selanjutnya. Jika konsumen puas, ia akan menunjukkan kemungkinan yang lebih tinggi untuk membeli kembali produk tersebut. Para pelanggan yang tidak puas akan berperilaku sebaliknya. c. Pemakaian dan Pembuangan Pasca pembelian Jika konsumen menyimpan produk ke dalam lemari, produk tersebut mungkin tidak begitu memuaskan, dan kabar dari mulut ke mulut tidak akan gencar. Jika konsumen menjual atau mempertukarkan produk tersebut, penjualan produk baru akan menurun.
2.5.4 Faktor yang Mempengaruhi Perilaku Pembelian Konsumen Dalam proses keputusan pembelian konsumen, konsumen dipengaruhi oleh beberapa faktor utama yang berasal dari karakteristik konsumen itu sendiri. Menurut Kotler dalam buku Manajemen Pemasaran (2007:214), menjelaskan faktor-faktor utama tersebut adalah sebagai berikut : 1. Faktor budaya Faktor Budaya ini terdiri dari: a) Budaya Merupakan penentu keinginan dan prilaku yang paling mendasar. Seseorang menciptakan kumpulan nilai, persepsi, preferensi, dan prilaku dari keluarganya serta lembaga-lembaga penting lainnya. b) Sub-budaya Masing-masing budaya terdiri dari sub-budaya yang lebih kecil yang memberikan lebih banyak ciri-ciri dan sosialisasi khusus bagi anggotaanggotanya. Sub-budaya terdiri dari kebangsaan, agama, kelompok ras, dan daerah geografis. Banyak sub-budaya yang membentuk segmen pasar penting dan pemasar sering merancang produk dan program pemasarn yang disesuaikan dengan kebutuhan mereka.
c) Kelas Sosial Pada dasarnya semua masyarakat memeiliki strata sosial. Stratafikasi tersebut kadang-kadang terbentuk sistem kasta dimana anggota kasta yang berbeda dibesarkan dalam peran tertentu dan tidak dapat mengubah keanggotaan kasta mereka. Stratifikasi lebih sering ditemukan dalam kelas sosial. 2. Faktor Sosial Merupakan pembagian masyarakat yang relatif homogen dan permanen yang tersusun secara hirarkis yang anggotanya menganut nilai-nilai, minat, dan prilaku yang serupa. Dan faktor sosial ini kemudian diuraikan lagi menjadi: a) Kelompok acuan Seseorang terdiri dari semua kelompok yang memiliki pengaruh langsung (tatap muka) atau tidak langsung terhadap sikap atau perilaku seseorang. Kelompok yang memiliki pengaruh langsung terhadap seseorang dinamakan kelompok keanggotaan seperti keluarga, teman, tetangga, rekan kerja, kelompok keagamaan, profesional, dan asosiasi perdagangan. b) Keluarga Keluarga merupakan organisasi pembelian konsumen yang paling penting dalam masyarakat dan ia telah menjadi objek penelitian yang luas. Anggota keluarga merupakan kelompok acuan primer yang paling berpengaruh. Keluarga dibedakan menjadi keluarga orientasi dan keluarga proreaksi. Keluarga orientasi terdiri dari orang tua dan saudara kandung seseorang. Dan dari orang tua seseorang mendapatkan orientasi atas agama, politik, dan ekonomi serta ambisi pribadi, harga diri dan cinta. Sedangkan pengaruh yang lebih langsung terhadap prilaku pembelian sehari-hari disebut dengan keluarga proreaksi yang terdiri dari pasangan dan anak-anak seseorang. c) Peran dan Status Seseorang berpartisipasi ke dalam banyak kelompok sepanjang hidup keluarga, klub, organisasi. Kedudukan orang-orang itu di masing-masing
kelompok dapat dibentuk berdasarkan status dan peran. Peran meliputi kegiatan yang diharapkan akan dilakukan oleh seseorang dan masingmasing peran menghasilkan status. 3. Faktor Pribadi Keputusan pembelian juga dipengaruhi oleh karakteristik pribadi, karakteristik tersebut adalah sebagai berikut : a) Usia dan Tahap Siklus Hidup Setiap orang membeli barang-barang yang berbeda pada tingkat usia tertentu dan tingkat manuasia terhadap pakaian, perabot rekreasi juga berhubungan dengan usia. Konsumen juga dibentuk oleh siklus hidup keluarga, konsumsi seseorang pada saat muda dan bujangan akan berbeda dengan konsumsi seseorang yang sudah berkeluarga dan mempunyai anak. b) Pekerjaan dan lingkungan ekonomi Pekerjaan seseorang juga mempengaruhi pola konsumsinya. Seorang direktur perusahaan akan mempunyai pola konsumsi yang berbeda dengan seorang dokter dan lain sebagainya. Dan pilihan produk juga sangat dipengaruhi oleh keadaan ekonomi seseorang. Pemasar barang-barang yang peka terhadap harga harus terus menerus memperhatikan kecenderungan penghasilan pribadi, tabungan, dan tingkat suku bunga. c) Kepribadian dan konsep diri Kepribadian adalah ciri bawaan psikologis manusia yang khas yang menghasilkan tanggapan yang relatif konsisten dan bertahan lama terhadap rangsangan lingkungannya. Kepribadian biasanya digambarkan dengan menggunakan cirri bawaan seperti kepercayaan diri, dominasi, otonomi, kehormatan, kemampuan bersosialisasi, pertahanan diri, dan kemampuan beradaptasi. d) Gaya hidup dan nilai
Merupakan pola hidup seseorang di dunia yang diekpresikan dalam aktivitas, minat dan opini. Gaya hidup menggambarkan keseluruhan diri seseorang yang berinteraksi dengan lingkungannya. 4. Faktor psikologis Pilihan pembelian seseorang dipengaruhi oleh empat faktor utama yaitu: a) Motivasi Motivasi adalah kebutuhan yang cukup mendorong seseorang untuk bertindak. Kebutuhan bersifat biogenis muncul dari tekanan biologis seperti laper, haus, tidak nyaman. Sedangkan kebutuhan lain bersifat psikogenis yang berasal dari tekana psikologis seperti kebutuhan akan pengakuan, penghargaan, atau rasa keanggotaan kelompok. Abraham Maslow mengatakan bahwa kebutuhan manusia tersusun dalam hirarki paling mendesak. Berdasarkan uraian tingkat kepentingannya, kebutuhankebutuhan tersebut adalah kebutuhan fisik, kebutuhan keamanan, kebutuhan sosial, kebutuhan penghargaan, dan kebutuhan aktualisasi diri. b) Persepsi Merupakan proses yang digunakan oleh individu untuk memilih, mengorganisasin dan menginterprestasi masukan-masukan informasi guna menciptakan gambaran dunia yang memiliki arti. c) Pembelajaran Meliputi perubahan perilaku seseorang yang timbul dari pengalaman. Sebagai besar prilaku manusia adalah hasil dari belajar. Ahli teori pembelajaran yakin bahwa pembelajaran dihasilkan melalui perpaduan kerja antara dorongan, ragsangan, petunjuk bertindak tanggapan dan pengaturan. d) Memori Semua informasi dan pengalaman yang dihadapi orang ketika mereka mengarungi hidup dapat berakhir dalam memori jangka panjang. Konsisten dengan jaringan memori asisiatif, pengetahuan merek konsumen
dalam memori dapat dikonseptualisasikan terdiri dari titik pertemuan dan memori dengan berbagai asosiasi yang terkait. Kekuatan dan organisasi dari asosiasi ini akan menjadi determinan penting atas informasi yang dapat diingat tentang merek. Pemasar dapat terlihat meyakinkan bila para konsumen memiliki jenis pengalaman produk dan layanan yang tepat seperti stuktur pengenalan merek yang diciptakan dan dipertahankan dalam memori.
2.6
Hotel
2.6.1 Pengertian Hotel Pengertian hotel berdasarkan keputusan Dirgen Pariwisata no 14 tahun 1998, yang dikutip oleh Buchari Alma (2004;289) adalah: Hotel adalah suatu jenis akomodasi yang mempergunakan sebagian atau seluruh bangunan untuk menyediakan jasa layanan penginapan, makan, minum serta jasa lain bagi umum dikelola secara komersial, serta memenuhi persyaratan tertentu . Sedangkan Pengertian hotel menurut Proprietors Act dalam Sulastiyono (2006: 5) adalah: suatu perusahaan yang dikelola oleh pemiliknya dengan menyediakan pelayanan makanan, minuman dan fasilitas kamar untuk tidur kepada orang-orang yang sedang melakukan perjalanan dan mampu membayar dengan jumlah yang wajar sesuai dengan pelayanan yang diterima tanpa adanya perjanjian khusus . Sedangkan akomodasi dimaksudkan sebagai sarana untuk menyediakan jasa layanan penginapan yang dapat dilengkapi dengan makanan dan minuman serta jasa lainnya. Melihat pengertian di atas bahwa Hotel adalah suatu akomodasi, dengan menggunakan sebagian atau seluruh bangunan yang ada, menyediakan berbagai fasilitas, restoran, kamar, ruang olahraga, hiburan yang disediakan untuk umum, dan dikelola secara komersial.
2.6.2
Klasifikasi Hotel
Mengenai penggolongan hotel ditetapkan oleh departemen pariwisata, berdasarkan fasilitas yang tersedia serta kondisi fasilitas. Fasilitas yang dimiliki hotel ialah adanya kolam renang, lapangan parkir, restoran, bar, TV, radio, laundry, taxi, hot & cold water, money changer, ruang konfrensi, ruang sidang, dan sebagainya. Berdasarkan kutipan Alma (2004;290) kondisi fasilitas hotel diberi golongan bintang 1, 2, 3, 4, dan 5 (SK Dirjen Pariwisata NO KM 37/pW.304/mppt-86). Penggolongan ini didasarkan atas: Fisik, terdiri dari besar kecil, dan banyak sedikitnya jumlah kamar. Hotel kecil berkisar mempunyai 25 kamar, hotel sedang 25-100 kamar dan hotel besar lebih dari 300 kamar. Kualitas lokasi dan lingkungan hotel. Fasilitas yang tersedia, macam dan kualitasnya. Tata letak ruang dan ukurannya. Juga ada perbedaan dari segi manajemen, cara kerja, pelayanan, dsb. Hotel bintang 1 dan 2 bentuk badan usahanya berupa CV, Firma, Koperasi dan PT, sedangkan bintang 3, 4, dan 5 harus berbentuk PT. Penginapan kecil digolongkan atas melati 1, melati 2, dan melati 3.
2.7 Pengaruh Physical Evidence terhadap Niat Menginap Ulang Kepuasan pelanggan merupakan tujuan akhir dari pemasaran. Tujuan pemasaran bukan lagi hanya mencari laba saja, akan tetapi memberikan kepuasan. Dengan adanya kepuasan akan terjadi pembelian atau pemakaian ulang. Banyaknya frekuensi ulang pembelian atau pemakaian dan banyaknya jumlah pembeli atau pemakaian pada akhirnya akan meningkatkan laba. Kepuasan pelanggan sebagai indikator kesuksesan bisnis di masa depan yang mengukur kecenderungan reaksi pelanggan terhadap perusahaan di masa yang akan datang. Physical evidence bertujuan untuk memperkuat persepsi konsumen selama dan sesudah pelayanan jasa diberikan. Oleh karena jasa merupakan kinerja dan tidak
dapat dirasakan sebagaimana halnya barang, maka konsumen cenderung memperhatikan fakta-fakta tangible yang berkaitan dengan jasa sebagai bukti kualitas jasa tersebut. Menurut Zeithaml and Bitner (2006:317) mengatakan bahwa bukti fisik mengkomunikasikan kepada konsumen dimana dan bagaimana organisasi jasa memainkan peran dalam menciptakan pengalaman jasa, dalam memuaskan konsumen, dan dalam meningkatkan persepsi konsumen tentang kualitas jasa. Dari sudut pandang perusahaan, bukti fisik jasa meliputi segala sesuatu yang di pandang konsumen pada sebuah hotel sebagai indikator, seperti apa jasa diberikan dan seperti apa jasa yang diterima. Bukti fisik jasa bisa berupa fasilitas fisik jasa seperti : gedung, tempat parkir, peralatan dan perlengkapan yang digunakan, penampilan pemberi jasa atau berbagai faktor seperti musik, warna, aroma, temperatur, layout gedung, dan lain-lain. Physical evidence mempunyai pengaruh yang erat dengan niat menginap ulang, yaitu kepuasan pelanggan akan terpenuhi apabila fasilitas yang terdapat dalam sebuah hotel kondisinya baik, sesuai dengan apa yang diharapkan oleh pelanggan. Oleh karena itu dengan kondisi Physical evidence yang baik akan memberikan suatu pengaruh positif terhadap niat menginap ulang, sehingga akan tercipta suatu loyalitas.