BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1.
Landasan Teori
2.1.1. Kinerja Manajerial Kinerja manajerial merupakan hasil dari proses aktivitas manajerial yang efektif mulai dari proses perencanaan, pelaksanaan, penatausahaan, laporan pertanggungjawaban, pembinaan, dan pengawasan. Kinerja manajerial yang dimaksud dalam penelitian ini yakni kinerja kepala dinas, kepala bidang, kepala bagian, kepala seksi, dan kepala sub bidang, kepala sub bagian, kepala sub seksi. Dalam
kegiatan
manajerial
yang
mencakup
perencanaan,
pelaksanaan,
penatausahaan, laporan, pertanggungjawaban, pembinaan dan pengawasan. Variabel kinerja manajerial diukur dengan menggunakan instrumen self rating yang dikembangkan oleh Mahoney (1963) dalam Alfar (2006), di mana setiap responden diminta untuk mengukur kinerja sendiri ke dalam delapan dimensi, yaitu perencanaan, investigasi, pengkoordinasian, evaluasi, pengawasan, pemilihan staf, negosiasi, dan perwakilan, serta satu dimensi pengukuran kinerja seorang kepala dinas, kepala bagian dan kepala bidang secara keseluruhan. Kinerja manajerial merupakan seberapa jauh manajer melaksanakan fungsifungsi manajemen, Kinerja manajerial ini diukur dengan mempergunakan indikator (Mahoney et.al, 1963):
Universitas Sumatera Utara
1. Perencanaan adalah penentuan kebijakan dan sekumpulan kegiatan untuk selanjutnya dilaksanakan dengan mempertimbangkan kondisi waktu sekarang dan yang akan datang. Perencanaan bertujuan untuk memberikan pedoman dan tata cara pelaksanaan tujuan, kebijakan, prosedur, penganggaran dan program kerja sehingga terlaksana sesuai dengan sasaran yang telah ditetapkan. 2. Investigasi
merupakan
kegiatan
untuk
melakukan
pemeriksaan
melalui
pengumpulan dan penyampaian informasi sebagai bahan pencatatan, pembuatan laporan, sehingga mempermudah dilaksanakannya pengukuran hasil dan analisis terhadap pekerjaan yang telah dilakukan. Pengkoordinasian merupakan proses jalinan kerjasama dengan bagian-bagian lain dalam organisasi melalui tukarmenukar informasi yang dikaitkan dengan penyesuaian program-program kerja. 3. Koordinasi, menyelaraskan tindakan yang meliputi pertukaran informasi dengan orang-orang dalam unit organisasi lainya, guna dapat berhubungan dan menyesuaikan program yang akan dijalankan. 4. Evaluasi adalah penilaian yang dilakukan oleh pimpinan terhadap rencana yang telah dibuat, dan ditujukan untuk menilai pegawai dan catatan hasil kerja sehingga dari hasil penilaian tersebut dapat diambil keputusan yang diperlukan. 5. Supervisi, yaitu penilaian atas usulan kinerja yang diamati dan dilaporkan. 6. Staffing, yaitu memelihara dan mempertahankan bawahan dalam suatu unit kerja, menyeleksi pekerjaan baru, menempatkan dan mempromosikan pekerjaan tersebut dalam unitnya atau unit kerja lainnya.
Universitas Sumatera Utara
7. Negoisasi, yaitu usaha untuk memperoleh kesepakatan dalam hal pembelian, penjualan atau kontrak untuk barang-barang dan jasa. 8. Representasi, yaitu menyampaikan informasi tentang visi, misi, dan kegiatankegiatan organisasi dengan menghadiri pertemuan kelompok bisnis dan konsultasi dengan kantor-kantor lain. Menurut Indrianto (1993) dan Soepomo (1998), kinerja dinyatakan efektif apabila tujuan anggaran tercapai dan bawahan mendapatkan kesempatan terlibat atau berpartisipasi dalam proses penyusunan anggaran serta memotivasi bawahan, mengidentifikasi dan melakukan negosiasi dengan atasan mengenai target anggaran, menerima kesepakatan anggaran dan melaksanakanya sehingga dapat menghindarkan dampak negatif anggaran yaitu faktor kriteria, sistem penganggaran (reward) dan konflik. Selanjutnya kinerja manajerial menurut Stoner (1992) adalah seberapa efektif dan efisien manajer telah bekerja untuk mencapai tujuan organisasi. Ada dua alasan menurut Brownel (1982) dalam Wasisto dan Sholihin (2004) mengapa partisipasi menjadi topik yang menarik dalam akuntansi manajemen. Pertama, partisipasi pada umumnya merupakan pendekatan manajerial yang dinilai dapat meningkatkan kinerja anggota organisasi, kedua, beberapa penelitian yang menguji hubungan antara partisipasi dengan kinerja menunjukan hasil yang tidak konsisten. Argyris (1952) dalam Fitri (2004) menemukan adanya hubungan yang positif antara partisipasi penganggaran dan kinerja. Ia menyimpulkan, agar partisipasi anggaran mempunyai pengaruh terhadap kinerja, maka yang pertama kali harus ada
Universitas Sumatera Utara
penerimaan atas tujuan anggaran. Dalam hal ini, partisipasi anggaran memainkan peranan sentral dalam mendapatkan penerimaan atas tujuan anggaran. Menurut Mercant (1981), hubungan negatif antara anggaran partisipatif dan kinerja manajerial dapat terjadi akibat tingkat partisipasi yang tinggi berdampak terhadap menurunnya kinerja. Hal ini disebabkan oleh adanya pengaruh budgetary slack yang timbul akibat partisipasi yang tinggi dalam penganggaran tersebut. Budgetary slack yang merupakan disfungsional dalam penganggaran ini adalah usaha yang dilakukan untuk menyelenggarakan anggaran dengan harapan dapat mencapai kinerja yang lebih baik. Manajer membuat slack ini dengan mengestimasikan pendapatan lebih rendah, biaya lebih tinggi atau mengestimasikan terlalu tinggi jumlah out put yang dibutuhkan untuk memproduksi suatu unit out put (Ikhsan dan Ishak, 2005). Dalam kontek organisasi pemerintah daerah, pengukuran kinerja pimpinan SKPD dilakukan untuk menilai seberapa baik Pimpinan SKPD tersebut melakukan tugas pokok dan fungsi yang dilimpahkan kepadanya selama periode tertentu. pengukuran kinerja pimpinan SKPD merupakan wujud dari vertical accountability yaitu pengevaluasian kinerja bawahan oleh atasannya dan sebagai bahan horizontal accountability pemerintah daerah yaitu kepada masyarakat atas amanah yang diberikan kepadanya. 2.1.2. Partisipasi Penganggaran Proses penganggaran pemerintah daerah melibatkan berbagai aparat daerah yakni mulai dari aparat SKPD, Sekretariat Daerah dan masyarakat dalam hal ini
Universitas Sumatera Utara
DPRD diberi kesempatan untuk ambil bagian dalam perencanaan dan pengambilan keputusan melalui negosiasi. Partisipasi aparat pemerintah daerah dalam proses penganggaran pemerintah daerah mengarah pada seberapa besar tingkat keterlibatan aparat pemerintah daerah dalam menyusun anggaran daerah serta pelaksanaannya untuk mencapai target anggaran. Partisipasi anggaran didefinisikan sebagai keterlibatan manajer-manajer pusat pertanggungjawaban dalam penyusunan anggaran (Govindarajan, 1986 dalam Wasisto dan Sholihin, 2004), sedangkan menurut Kenis (1979) dalam Fitri (2004) partisipasi berpengaruh dalam menentukan pencapaian tujuan angggaran di pusat pertanggungjawabannya. Argyris (1952) dalam Fitri (2004) menyatakan bahwa kunci dari kinerja yang efektif adalah apabila tujuan dari anggaran tercapai dan partisipasi dari bawahan memegang peranan penting dalam pencapaian tujuan tersebut. Partisipasi manajer dalam penentuan anggaran mendorong para manajer untuk mengidentifikasikan tujuan atau target, menerima anggaran secara penuh, dan melaksanakanya untuk mencapai target tersebut (Argris 1952 dalam Fitri, 2004), dan (Hanson, 1996 dalam Supriono, 2004). Hofstede (1968) dalam Wasisto dan Sholihin (2004) menyatakan bahwa partisipasi penyusunan anggaran dapat meningkatkan motivasi untuk mencapai target yang ditetapkan dalam anggaran. Anggaran partisipatif menyebabkan sikap respek bawahan terhadap pekerjaan menurut (Milani 1975 dalam Wasisto dan Sholihin, 2004) serta terhadap sistem anggaran yang diberlakukan kantor.
Universitas Sumatera Utara
Partisipasi anggaran menurut Brownell (1982) dalam Wasisto dan Sholihin (2004), adalah suatu proses di mana manajemen tingkat bawah diberi kesempatan untuk terlibat, mempunyai pengaruh pada proses penyusunan. Dengan demikian dapat dibedakan antara anggaran partisipatif, dengan non partisipatif, di mana anggaran partisipatif menyebabkan sikap respektif bawahan terhadap pekerjaan dan kantor (Milani, 1975 dalam Wasisto dan Sholihin, 2004), serta terhadap sistem anggaran yang diberlakukan oleh kantor maupun perusahaan. Perbedaan tingkat partisipasi juga dikemukakan oleh Argyris (1952) dalam Fitri (2004), yaitu antara partisipasi sesungguhnya dengan Pseudo participation. Partisipasi sesungguhnya berarti bahwa individu dapat secara spontan atau bebas melakukan
diskusi
atau
memberikan
masukan,
sedangkan
dalam
Pseudo
participation manajer tidak sungguh-sungguh menyetujui tentang apa yang diputuskan, tetapi mereka menyatakan menyetujui karena kantor dan organisasi membutuhkan persetujuan mereka. Brownell dan Mclnnes (1986) dalam Supriono (2004) memasukkan variabel motivasi yang berstandar pada teori ekspektasi sebagai variabel intervening untuk menguji hubungan antara partisipasi anggaran dengan kinerja manajerial. Hasil penelitian tersebut menemukan bukti bahwa motivasi dan partisipasi anggaran memiliki hubungan dengan kinerja manajerial secara langsung. Meskipun demikian, penelitian tersebut ternyata gagal menemukan bukti bahwa partisipasi akan meningkatkan kinerja manajerial melalui peningkatan motivasi. Berdasarkan hasil penelitian Brownell dan Mclnnes tersebut, mereka manganjurkan bahwa penelitian
Universitas Sumatera Utara
di masa mendatang sebaiknya tidak berstandar pada teori ekspektasi, tetapi mungkin berstandar pada teori motivasi alternatif, seperti teori goal setting. Penelitian ini mengacu pada anjuran tersebut. 2.1.3. Komunikasi Organisasi Kata komunikasi berasal dari bahasa latin yaitu communis, yang berarti bersama. Banyak sekali definisi dari komunikasi menurut para ahli, misalnya menurut Herbert (1981) dalam Suranto (2005) mendefinisikan komunikasi sebagai proses yang di dalamnya menunjukkan arti pengetahuan dipindahkan dari seorang kepada orang lain, biasanya dengan maksud mencapai beberapa tujuan khusus. Menurut Rogers (1955) dalam Suranto (2005) menyatakan bahwa komunikasi merupakan proses yang di dalamnya terdapat suatu gagasan yang dikirimkan dari sumber kepada penerima dengan tujuan merubah perilakunya. Jadi dalam hal ini komunikasi memiliki banyak definisi sesuai dengan persepsi dari masing-masing para ahli, dan disesuaikan kontek yang dihadapi dalam komunitas yang dihadapi. Menurut penulis bahwa komunikasi tersebut merupakan ungkapan-ungkapan penyampaian keinginan ataupun pesan-pesan dan informasi antara sesama individu dan kelompok baik secara lisan maupun tulisan dengan maksud dan tujuan tertentu untuk mendapatkan respon tentang keinginan ataupun pesan-pesan dan informasi dimaksud. Komunikasi yang baik dan lancar adalah komunikasi terbuka di mana informasi mengalir secara bebas dari atas ke bawah atau sebaliknya. Dalam suatu organisasi, informasi tersebut sebaiknya harus terbuka, ada umpan balik yang dapat diutarakan dalam suasana saling percaya, orang saling tertarik, saling memperhatikan
Universitas Sumatera Utara
dan saling menghormati. Hal-hal ini yang dapat membuat komunikasi dalam semua organisasi menjadi lancar (Arep dan Tanjung, 2004). Sama halnya dalam penyusunan anggaran di suatu kantor dinas, komunikasi yang baik dan lancar antara pimpinan dengan bawahan atau sebaliknya, sangat dibutuhkan dalam menyamakan persepsi untuk menyusun dan merumuskan serta melaksanakan dengan baik rencana kerja yang ingin dicapai oleh kantor dinas. Sebab begitu cemerlangnya hasil berpikir seseorang baik pimpinan maupun bawahan tidak ada artinya jika tidak dinyatakan dan dikomunikasikan dengan baik. Pemimpin tidak hanya memiliki kemampuan membuat komitmen atau keputusan, tetapi harus diterjemahkan menjadi gagasan, prakarsa, inisiatif, kreativitas, pendapat, saran, perintah, dan lainnya yang sejenis itu melalui komunikasi yang baik. Oleh karena kemampuan mengambil keputusan akan kehilangan artinya tanpa kemampuan mengkomunikasikannya (Namawi dan Martini, 2004). Dengan komunikasi yang baik maka seluruh komponen dalam kantor dapat secara sistematis bekerja dalam satu arah yang sama yaitu untuk meningkatkan produktivitas di setiap kantor dinas (Suranto, 2005). Jika terjadinya miscommunication dalam kantor, khususnya dalam penyusunan anggaran ini, akan menimbulkan dampak negatif yang berakibat buruk bagi kelangsungan hidup di kantor. Anggaran tidak akan berjalan dengan baik tanpa adanya komunikasi yang baik antara pimpinan dan bawahan. Kemampuan berkomunikasi secara efektif bagi seorang pimpinan erat kaitannya dengan kepemimpinan yang berwibawa. Kalau seorang pimpinan ingin memiliki kepemimpinan yang berwibawa, maka ia perlu
Universitas Sumatera Utara
mempunyai kemampuan berkomunikasi secara efektif. Kemahiran berkomunikasi bagi seorang pimpinan dapat memperkecil, bahkan menghilangkan konflik antara kepentingan pribadi dengan kepentingan organisasi (Effendi, 2989). Untuk itulah komunikasi yang baik dan lancar tersebut selalu ditumbuh kembangkan dalam kantor, yang salah satunya dengan cara melibatkan partisipasi para manajerial dan pegawai dalam merumuskan dan memutuskan sesuatu keputusan atau hal-hal penting dalam kantor, terlebih khusus tentang penyusunan anggaran. Untuk mencapai sasaran yang diharapkan dari anggaran dimaksud, maka manajemen hendaknya menggerakkan para pegawai agar mempunyai otoaktivitas dalam melaksanakan fungsi dan tugasnya dengan gairah. Berkurangnya atau ketidak adanya gairah para pegawai dalam melaksanakan tugas mereka, akan merupakan masalah bagi manajemen kantor. Untuk sampai kepada suasana bekerja seperti itu, diperlukan kegiatan komunikasi, persuasi dan motivasi melalui partisipasi, yang sangat erat hubungannya dengan kejiwaan para pegawai dalam mencapai tujuan yang telah digariskan dan direncanakan sebelumnya. Kemampuan berkomunikasi yang akan besar artinya bagi para kepala dinas, kepala Bidang/Bagian/Seksi dalam mengemban tugasnya mengelola dan mencapai tujuan kantor dinas, khususnya dalam upaya melakukan perubahan sikap (attitude change), perubahan pendapat (opinion change), perubahan tingkah laku (behavior change) para pegawai, sehingga sesuai, serasi, selaras, senada dan seirama dengan perilaku organisasi (organizational behavior) (Effendy, 1989). Dengan demikian tujuan dan sasaran organisasi atau
Universitas Sumatera Utara
kantor yang telah dituangkan kedalam anggaran, akan dapat dicapai dengan efektif dan efisien. 2.1.4. Budaya Paternalistik Budaya merupakan konsep yang sulit untuk dirumuskan karena ia tidak berwujud, implisit dan dianggap sudah semestinya ada atau menjadi sesuatu yang baku. Menurut Koberg (1991), budaya organisasi merupakan seperangkat nilai, norma, persepsi dan pola perilaku yang dibuat atau dikembangkan dalam suatu organisasi dengan maksud untuk dapat mengatasi masalah-masalah yang timbul, apakah masalah yang terkait dengan adaptasi secara eksternal atau masalah integrasi secara internal. Pada tingkat organisasi, budaya merupakan serangkaian asumsiasumsi keyakinan (belief), nilai-nilai dan persepsi dari para anggota kelompok organisasi yang mempengaruhi dan membentuk sikap dan perilaku kelompok yang bersangkutan. Menurut Holmend dan Marsden (1996) dalam Poerwati (2002), budaya organisasi mempunyai pengaruh terhadap perilaku, cara kerja dan motivasi para manajer dan bawahannya untuk mencapai kinerja organisasi. Dengan demikian budaya mempunyai pengaruh terhadap partisipasi penyusunan anggaran dalam peningkatan kinerja manajerial. Penelitian yang dilakukan oleh Frucot dan Shearon (1991) dalam Supriono (2004) menunjukkan bahwa perilaku dan budaya manajer berpengaruh terhadap kinerja. Budaya paternalistik menurut Gultom (1994) dalam Mustikawati (1999) adalah budaya di mana atasan berperan sebagai “Bapak” yang lebih tahu akan segala
Universitas Sumatera Utara
hal, sehingga bawahan merasa tidak enak jika menyampaikan usulan apalagi mengkritik kesalahan atasan. Manajemen yang menerapkan budaya seperti ini akan mengurangi inisiatif bawahan atau dengan kata lain akan menghambat adanya partisipasi. Secara umum diketahui bahwa para manajerial level menengah dan bawahan di Indonesia banyak yang masih merasa sungkan untuk mengungkapkan apa yang menjadi pikiran, gagasan dan ide-ide mereka kepada atasanya meskipun para manajerial tersebut tahu bahwa hal itu lebih baik dari pada sekedar menuruti perintah atasan. Literatur menunjukkan bahwa paternalisme lazim terjadi di Negara-negara Timur Tengah. Lock (2005) menjelaskan bahwa paternalisme pernah terjadi pada sejarah pemerintahan zaman dahulu di Amerika dan Eropa. Webber (1958) dalam Lock (2005) menyebutkan akar dari paternalisme adalah pada ideologi agama pada abad 19 dan awal era industrialisasi. Pada
kontek
organisasi,
“Paternalisme
baru”
dikembangkan
untuk
kemanusiaan dan “moralitas” tempat kerja dengan membangun sistem manajemen yang lebih fleksibel sebagai ganti dari hubungan kontrak yang kaku antara pekerja dan pemberi kerja. Anthony (1986) dalam Pellegrini, Scandura (2006) menyatakan bahwa paternalisme menjembatani kemanusiaan dan eksploitasi ekonomi. Pada paternalisme baru, perusahaan atau kantor lebih melibatkan diri pada kehidupan si pekerja dengan membantu mereka dalam masalah-masalah sosial dan keluarga. Menurut Gordon (1998) dalam Pellegrini (2006) “Perusahaan membantu diri pribadi, dan pencapaian promosi dan komitmen. Paternalisme dirasa negatif
Universitas Sumatera Utara
di negara-negara Barat bagi perkembangan masyarakat industri. Meskipun pada kenyataannya bahwa paternalisme dirasa negatif bagi perkembangan dan masyarakat industri hal ini juga menjadi pertimbangan sebagai solusi yang menilai kepada masalah-masalah organisasi dan kemasyarakatan. Kemungkinan keuntungan yang didapat dari paternalisme bagi organisasi adalah pengurangan biaya, peningkatan fleksibilitas, penurunan perputaran dan menambah komitmen, loyalitas dan kerjasama kelompok, khususnya sangat penting adalah pemberian wewenang kepada bawahan. Aycan (2000) dalam Lock (2005) menemukan hubungan positif antara paternalisme dan pemberian wewenang. Secara umum diketahui bahwa para manajerial level menengah dan bawah di Indonesia banyak yang masih merasa sungkan untuk mengungkapkan apa yang menjadi fikiran, gagasan dan ide-ide mereka kepada atasanya meskipun para manajerial tersebut tahu bahwa hal itu lebih baik dari pada sekedar menuruti perintah atasan. Budaya yang seperti ini disebut sebagai budaya Paternalistik sesuai dengan pendapat Gultom (1994) dalam Mustikawati (1999) yang menyebutkan bahwa budaya paternalistik adalah budaya di mana atasan berperan sebagai “Bapak” yang lebih tahu akan segala hal, sehingga bawahan merasa tidak enak jika menyampaikan usulan apalagi mengkritik kesalahan atasan. Manajemen yang menerapkan budaya seperti ini akan mengurangi inisiatif bawahan atau dengan kata lain akan menghambat adanya partisipasi. Dengan demikian apabila suatu kantor dinas memiliki budaya paternalistik yang kuat dapat pula mempengaruhi anggaran. Budaya paternalistik yang cukup kuat
Universitas Sumatera Utara
dianut para manajerial cenderung menghambat adanya partisipasi dan dapat menurunkan kinerja manajerial dan kinerja kantor dinas secara keseluruhan.
2.2.
Review Penelitian Terdahulu Penelitian yang dilakukan oleh Musyarofah (2003) ditunjukkan untuk melihat
pengaruh penggunaan anggaran dan gaya kepemimpinan terhadap hubungan antara perubahan stratejik dan kinerja organisasi pada perusahaan manufaktur yang terdapat dalam daftar standar Trade dan Industry Directory of Indonesia tahun 2002 yang diterbitkan oleh PT. Kompas. Penelitian Musyarofah mencoba menguji hubungan antara penggunaan anggaran dan gaya kepemimpinan terhadap kinerja manajerial dengan memasukan sistem pengukuran kinerja dan penggunaan anggaran sebagai variabel moderasi hasilnya penggunaan anggaran tidak memoderasi hubungan antara perubahan strategik dan kinerja organisasi. Temuan dalam penelitian ini tidak berhasil mendukung hasil penelitian sebelumnya dari (Abernethy dan Brownell, 1999 dalam Musyarofah, 2003). Penelitian yang dilakukan Kurnia (2002) yang meneliti pengaruh budgetary goal characteristics terhadap kinerja manajerial dengan budaya paternalistik dan komitmen organisasi sebagai moderating variabel pada Perguruan Tinggi Swasta Koperasi wilayah III. Penelitian Kurnia mencoba menguji hubungan antara budgetary goal characteristics terhadap kinerja manajerial dengan memasukan komitmen organisasi sebagai variabel moderating. Data yang diperoleh adalah data primer yang dikumpulkan melalui kuesioner secara personal yang disampaikan oleh peneliti
Universitas Sumatera Utara
melalui mail survey maupun electronic mail. Hasilnya pertama Budgetary goal characteristic tidak mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap kinerja manajerial, kedua menunjukkan bahwa budaya paternalistik bukan merupakan kesesuaian terbaik dan tidak mampu bertindak sebagai variabel moderating terhadap hubungan antara kelima dimensi budgetary goal characteristics dan kinerja manajerial dan hipotesis ketiga menunjukkan bahwa komitmen organisasi bukan merupakan kesesuaian terbaik dan tidak mampu bertindak sebagai variabel moderating terhadap hubungan antara kelima dimensi Budgetary goal characteristics dan kinerja manajerial. Penelitian yang dilakukan Ulupui (2005) yang meneliti pengaruh partisipasi anggaran, persepsi keadilan distributif, keadilan prosedural, dan goal commitment terhadap kinerja dinas. Sebagai variabel dependen kinerja dinas dan sebagai variabel independen partisipasi anggaran, persepsi keadilan distributif, keadilan prosedural dan goal commitment. Hasil dari penelitian tersebut menyimpulkan bahwa partisipasi dalam penyusunan anggaran menunjukkan hasil yang positif dan signifikan terhadap kinerja. Dan keadilan distributif menunjukkan hasil yang positif namun tidak signifikan terhadap kinerja, persepsi keadilan prosedural menunjukkan ada pengaruh terhadap kinerja dinas, dan hasil pengujian terhadap goal commitmen dengan kinerja menunjukkan hasil yang negatif dan signifikan. Penelitian yang dilakukan oleh Supriyono (2004) mengenai pengaruh komitmen organisasi dan keinginan sosial terhadap hubungan antara partisipasi penganggaran dengan kinerja manajer. Unit analisis dalam penelitian ini adalah para
Universitas Sumatera Utara
manajer perusahaan-perusahaan go public di Indonesia. Hasilnya menunjukkan bahwa partisipasi penganggaran mempunyai hubungan positif dan signifikan dengan kinerja manajer, dan menyatakan hubungan antara partisipasi penganggaran dengan kinerja dipengaruhi secara positif dan signifikan oleh komitmen organisasi. Penelitian yang dilakukan oleh Sinambela (2003) mengenai pengaruh partisipasi dalam penyusunan anggaran terhadap kinerja manajerial pada Perguruan Tinggi Swasta di Kota Medan. Hasil dari penelitian tersebut menyatakan bahwa hubungan antara partisipasi dalam penyusunan anggaran dengan kinerja manajerial mempunyai hubungan yang kuat. Penelitian yang dilakukan oleh Riza et.al (2003), meneliti pengaruh Keadilan Distributif, Keadilan Prosedur, Komitmen terhadap Tujuan, dan Motivasi terhadap Kinerja Manjerial dalam Penyusunan Anggaran. Hasil dari penelitian tersebut menyatakan bahwa partisipasi dalam penyusunan anggaran berhubungan dengan kinerja manajerial tidak dapat diterima. Penelitian yang dilakukan oleh Deliana (2004) mengenai pengaruh partisipasi anggaran terhadap kinerja manajerial dan kepuasan kerja dengan gaya kepemimpinan dan persepsi ketidakpastian lingkungan sebagai variabel moderator. Hasil penelitian tersebut menyatakan bahwa adanya pengaruh yang signifikan antara partisipasi anggaran terhadap kinerja manajerial, dan adanya pengaruh gaya kepemimpinan terhadap hubungan partisipasi anggaran dan kinerja manajerial, adanya pengaruh persepsi ketidakpastian lingkungan terhadap hubungan partisipasi anggaran dan kinerja manajerial, adanya pengaruh partisipasi anggaran terhadap kepuasan kerja,
Universitas Sumatera Utara
adanya pengaruh gaya kepemimpinan terhadap hubungan partisipasi anggaran dan kinerja manajerial, adanya pengaruh persepsi ketidakpastian lingkungan terhadap hubungan partisipasi anggaran terhadap kinerja manajerial. Penelitian yang dilakukan oleh Harefa (2007) mengenai pengaruh partisipasi dalam penyusunan anggaran terhadap kinerja manajerial dengan komunikasi sebagai variabel moderator pada PT. BNI Tbk di Kota Medan. Hasil penelitian tersebut menyatakan bahwa partisipasi manajer dalam penganggaran berpengaruh positif terhadap kinerja manajerial. Penelitian yang dilakukan oleh Maisyarah (2008) mengenai pengaruh partisipasi penyusunan anggaran terhadap kinerja manajerial dengan komunikasi organisasi dan komitmen organisasi sebagai variabel moderating pada PDAM Tirtanadi Provinsi Sumatera Utara. Hasil penelitian tersebut menyatakan bahwa partisipasi dalam penyusunan anggaran berpengaruh terhadap kinerja manajerial, tetapi interaksi antara partisipasi dengan komunikasi organisasi secara partial maupun simultan tidak berpengaruh signifikan terhadap kinerja manajerial dan interaksi antara partisipasi dengan komitmen organisasi secara partial maupun simultan juga tidak berpengaruh terhadap kinerja manajerial. Serta interaksi antara partisipasi, komunikasi organisasi, komitmen organisasi secara partial dan simultan menunjukkan pengaruh negatif terhadap kinerja manajerial. Penelitian yang dilakukan oleh Ritonga (2008) mengenai pengaruh budaya paternalistik dan komitmen organisasi terhadap hubungan antara partisipasi anggaran dan kinerja manajerial pada PDAM Tirtanadi Provinsi Sumatera Utara. Hasil dari
Universitas Sumatera Utara
penelitian tersebut menyatakan bahwa partisipasi penyusunan anggaran, budaya paternalistik dan komitmen organisasi berpengaruh signifikan terhadap kinerja manajerial, budaya paternalistik dapat memoderasi hubungan antara partisipasi anggaran dan kinerja manajerial, dan komitmen organisasi dapat memoderasi hubungan antara partisipasi anggaran dan kinerja manajerial. Ringkasan dari penelitian terdahulu dapat dilihat pada tabel berikut: Tabel 2.1. Tinjauan atas Penelitian Terdahulu Nama Peneliti
Judul Penelitian
Variabel yang digunakan
Hasil Penelitian
Musyarofah (2003)
Pengaruh penggunaan anggaran dan gaya kepemimpinan terhadap hubungan antara perubahan stratejik dan kinerja organisasi pada perusahaan manufaktur
Variabel Independen : (x) Perubahan stratejik Variabel Dependen : (y) Kinerja organisasi Variabel Moderating : Penggunaan anggaran dan gaya kepemimpinan
Pengaruh penggunaan anggaran dan gaya kepemimpinan tidak memoderasi hubungan antara perubahan stratejik dan kinerja organisasi pada perusahaan manufaktur
Kurnia (2002)
Pengaruh budgetary goal characteristics terhadap kinerja manajerial dengan budaya paternalistik dan komitmen organisasi sebagai moderating variabel pada Perguruan Tinggi Swasta Kopertis Wilayah III
Variabel Independen : (x) Budgetary goal characteristics Variabel Dependen : (y) Kinerja manajerial Variabel Moderating : Budaya paternalistik dan komitmen organisasi
Ulupui (2005)
Pengaruh partisipasi anggaran, persepsi keadilan distributif, keadilan prosedural, dan goal commitmen terhadap kinerja dinas
Variabel Independen : (x) Pengaruh partisipasi anggaran, persepsi keadilan distributif, keadilan prosedural dan goal commitment, Variabel Dependen : (y) Kinerja Dinas
1. Pengaruh budgetary goal characteristics tidak mempunyai pengaruh signifikan terhadap kinerja manajerial. 2. Budaya paternalistik tidak dapat memoderasi hubungan antara kelima dimensi budgetary goal characteristics dan kinerja manajerial. 3. Komitmen organisasi tidak dapat memoderasi hubungan antara kelima dimensi budgetary goal characteristics dan kinerja manajerial. 1. Partisipasi dalam penyusunan anggaran menunjukkan hasil yang positif dan signifikan terhadap kinerja. 2. Keadilan distributif menunjukan hasil yang positif namun tidak signifikan terhadap kinerja. 3. Persepsi keadilan Prosedural menunjukkan ada pengaruh terhadap kinerja Dinas. 4. Hasil pengujian terhadap goal commitment dengan kinerja menunjukkan hasil negatif dan signifikan.
Universitas Sumatera Utara
Lanjutan Tabel 2.1 Nama Peneliti
Judul Penelitian
Variabel yang digunakan
Hasil Penelitian
Supriyono (2004)
Pengaruh komitmen organisasi dan keinginan sosial terhadap hubungan antara partisipasi penganggaran dengan kinerja manajer
Variabel Independen : (x) Partisipasi penganggaran Variabel Dependen : (y) Kinerja manajerial Variabel Moderating : Komitmen organisasi dan keinginan sosial
Sinambela (2003)
Pengaruh partisipasi dalam penyusunan anggaran terhadap kinerja manajerial pada Perguruan Tinggi Swasta di Kota Medan
Riza. et.al (2003)
Pengaruh keadilan prosedur, komitmen terhadap tujuan,dan motivasi terhadap kinerja manajerial dalam penyusunan anggaran
Deliana (2004)
Pengaruh partisipasi anggaran terhadap kinerja manajerial dan kepuasan kerja dengan gaya kepemimpinan dan persepsi ketidakpastian lingkungan sebagai variabel moderator
Variabel Independen : (x) Partisipasi dalam penyusunan anggaran Variabel Dependen : (y) Kinerja manajerial Variabel Independen : (x) Partisipasi anggaran Variabel Dependen : (y) Kinerja manajerial Variabel Intervending : Keadilan Distributif, Keadilan Prosedur, Komitmen dan motivasi Variabel Independen : (x) Partisipasi anggaran Variabel Dependen : (y) Kepuasan kerja dan Kinerja manajerial Variabel Moderating : Gaya kepemimpinan dan Persepsi ketidakpastian lingkungan
Harefa (2007)
Pengaruh partisipasi dalam penyusunan anggaran terhadap kinerja manajerial dengan komunikasi sebagai variabel moderator pada PT. BNI Tbk di Kota Medan Pengaruh partisipasi penyusunan anggaran terhadap kinerja manajerial dengan komunikasi organisasi dan komitmen organisasi sebagai variabel moderating pada PDAM Tirtanadi Provinsi Sumatera Utara
Maisyarah (2008)
1. Adanya pengaruh yang signifikan antara Partisipasi penganggaran terhadap kinerja manajer. 2. Hubungan antara partisipasi penganggaran dengan kinerja manajer dipengaruhi secara positif dan signifikan oleh komitmen organisasi. Terdapat pengaruh yang signifikan antara partisipasi dalam penyusunan anggaran terhadap kinerja manajerial. Partisipasi dalam penyusunan anggaran berhubungan dengan kinerja manajer tidak dapat diterima secara signifikan.
Variabel Independen : (x) Partisipasi Anggaran Variabel Dependen : (y) Kinerja manajerial Variabel Moderating : Komunikasi organisasi Variabel Independen : (x) Partisipasi Anggaran Variabel Dependen : (y) Kinerja manajerial Variabel Moderating : Komunikasi organisasi dan komitmen organisasi
1. Adanya pengaruh yang signifikan antara partisipasi anggaran terhadap kinerja manajerial. 2. Adanya pengaruh gaya kepemimpinan terhadap hubungan partisipasi anggaran dgn kinerja manajerial. 3. Adanya pengaruh persepsi ketidak pastian lingkungan terhadap hubungan partisipasi anggaran dgn kinerja manajerial. 4. Adanya pengaruh partisipasi anggaran terhadap kepuasan kerja. 5. Adanya pengaruh gaya kepemimpinan terhadap hubungan partisipasi anggaran dgn kepuasan kerja 6. Adanya pengaruh persepsi ketidakpastian lingkungan terhadap hubungan partisipasi anggaran dgn kepuasan kerja. Partisipasi manajer dalam penyusunan anggaran berpengaruh positif terhadap kinerja manajerial.
1. Partisipasi dalam penyusunan anggaran berpengaruh terhadap kinerja manajerial. 2. Interaksi antara partisipasi dengan komunikasi organisasi secara partial maupun simultan tidak berpengaruh signifikan terhadap kinerja manajerial. 3. Interaksi antara partisipasi dengan komitmen organisasi
Universitas Sumatera Utara
Lanjutan Tabel 2.1 Nama Peneliti
Judul Penelitian
Variabel yang digunakan
Hasil Penelitian
4.
Ritonga (2008)
Pengaruh budaya paternalistik dan komitmen organisasi terhadap hubungan antara partisipasi anggaran dan kinerja manajerial pada PDAM Tirtanadi Provinsi Sumatera Utara
Variabel Independen : (x) Partisipasi Anggaran Variabel Dependen : (y) Kinerja manajerial Variabel Moderating : Budaya paternalistik dan komitmen organisasi
1.
2.
3.
secara partial maupun simultan tidak berpengaruh signifikan terhadap kinerja manajerial. interaksi antara partisipasi, komunikasi organisasi, komitmen organisasi secara partial maupun simultan menunjukkan pengaruh negatif terhadap kinerja manajerial. Partisipasi penyusunan anggaran, budaya paternalistik, dan komitmen organisasi berpengaruh secara signifikan terhadap kinerja manajerial. Budaya paternalistik dapat memoderasi hubungan antara partisipasi penyusunan anggaran dan kinerja manajerial. Komitmen organisasi dapat memoderasi hubungan antara partisipasi penyusunan anggaran dan kinerja manajerial.
Universitas Sumatera Utara