BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Komunikasi Organisasi Komunikasi organisasi tidak hanya sekedar aktivitas yang dilakukan oleh anggota organisasi, tetapi komunikasi organisasi sebagai landasan untuk mengembangkan komunikasi dan tugas-tugas yang dilakukan oleh anggota organisasi serta lebih berorientasi pada manusia dalam organisasi. Landasan mengembangkan komunikasi itu bagaimana interaksi anggota organisasi untuk tetap bertahan dan menjalankan roda pengorganisasian dalam suatu organisasi. Morgan dalam
Griffin (2009 :247-248) dengan pendekatan
mechanistic
menemukan teori manajemen klasik bahwa komunikasi organisasi bagaikan mesin karena Morgan menemukan secara signifikan hubungan antara perangkat mesin dan caranya seorang pimpinan mengoperasikan organisasi berjalan. Yang morgan lihat bahwa organisasi itu dibawah satu komando artinya bahwa seorang pegawai harus menerima perintah dari atasan, kemudian adanya skalar rantai bahwa garis kewenangan dari atasan ke bawahan yaitu berjalannya arah organisasi dari atas ke bawah, rantai inilah yang digunakan sebagai saluran komunikasi dalam memberikan perintah dan pengambilan keputusan, adanya wewenang dan tanggungjawab maksudnya ada perhatian yang diberikan kepada yang berhak memberi
perintah dan peraturan.
Keseimbangan yang tepat antara wewenang dan tanggungjawab harus dicapai, adanya kesiplinan artinya bawah ketaatan, perilaku, energi, aplikasi dan peraturan menjadi kesepakatan anggota organisasi. Kemudian yang terakhir adanya subordinasi dalam hal kepentingan individu dengan kepentingan umum secara tegas artinya adanya penjanjian yang adil dan pengawasan secara berlanjut. Ditambahkan pula pendapat dari Weick dalam Littlejhon & Foss (2011: 297-299) yang menyatakan bahwa organisasi sebagai organisme yang hidup yang harus beradaptasi dalam perubahan lingkungan agar bisa bertahan hidup. Weick percaya bahwa organisasi bisa bertahan hidup dan berkembang
15
16
bila anggota organisasi terlibat dalam
informasi yang mengalir dan adanya
interaksi komunikasi. Teori Weick tentang berorganisasi sangat penting dalam bidang komunikasi karena teori ini menggunakan komunikasi sebagai sebuah dasar pengorganisasian dan memberikan pemikiran dalam memahami bagaimana manusia berorganisasi. Menurut teori ini, organisasi bukanlah susunan yang terbentuk oleh posisi dan peranan, tetapi oleh aktivitas komunikasi, lebih cocok dikatakan pengorganisasian daripada organisasi karena organisasi itu sendiri merupakan sesuatu yang dicapai manusia melalui sebuah proses komunikasi yang berkelanjutan. Ketika manusia melakukan interaksi sehari-hari, kegiatan mereka menciptakan organisasi. Dalam pembentukan interaksi sebuah organisasi mempunyai tiga proses yaitu tindakan atau sebuah pernyataan atau perilaku, kemudian dikuti oleh respon dan yang terakhir adanya penyesuain diri terhadap lingkungan organisasi. Weick percaya bahwa pengorganisasian merupakan sebuah interaksi yang berguna untuk mendapatkan pemaknaan bahwa setiap individu mempunyai informasi yang memberikan mekanisme untuk dapat memahami informasi yang mereka dapatkan. Komunikasi dalam organisasi yang berjalan dengan harmonis dan terpenuhinya informasi yang diperoleh sesuai dengan yang diharapkan untuk menyelesaikan pekerjaan akan menimbulkan kepuasan komunikasi dan dorongan semangat terhadap anggota organisasi sehingga anggota organisasi akan termotivasi untuk meningkatkan kinerja pegawai atau anggota organisasi yang ada dalam organisasi. Menurut Pace dan Faules (2009:113) motivasi kerja muncul dari “proses komunikasi organisasi yang sedang dan telah terjadi, dimana pegawai ada didalamnya, pegawai terlibat proses komunikasi dengan atasan maupun sesama dalam keterkaitannya dengan harapan, pemenuhan kebutuhan, peluang dan kinerja mereka.
17
A.1. Efektivitas Komunikasi Organisasi A.1.1. Pengertian Efektivitas Komunikasi yang berjalan dalam organisasi di setiap instansi merupakan hal utama dalam menjalin hubungan dan kebersamaan dalam menyelesaikan tugas sesuai tujuan organisasi yang diharapkan. Untuk itu diperlukan efektivitas, karena efektivitas berkenaan dengan keberhasilan sebuah organisasi dalam mencapai tingkat produktivitas tinggi, tingkat kepuasan organisasi, kualitas produk yang dihasilkan, kemampuan menciptakan dan memelihara stabilitas, Abizar (1988). Sementara itu efektivitas menurut Susanto (1975:156) merupakan daya pesan untuk mempengaruhi atau tingkat kemampuan pesan-pesan untuk mempengaruhi, sependapat dengan Etzioni (1984) bahwa efektivitas lebih pada kemampuan organisasi dalam mencari sumber dan memanfaatkannya secara efisien dalam mencapai tujuan tertentu. Dengan demikian efektivitas itu merupakan tingkat kemampuan pesan dalam organisasi dalam mencari sumber untuk mempengaruhi dan memanfaatkan secara efisien menuju tujuan yang sudah ditentukan.
A. 1.2. Pengertian Komunikasi Organisasi tanpa komunikasi apalah artinya, karena komunikasi sebagai jantungnya organisasi .Komunikasi merupakan resep esensi dari organisasi, sebagai alat utama hubungan pimpinan dalam memberi informasi, mempengaruhi, dan memotivasi anggota organisasi, kekuatan pengikat yang akan memajukan struktur dan stabilitas organisasi dan memungkinkan koordinasi antar organisasi. Selain itu komunikasi merupakan
mekanisme
aturan-aturan,
peran,
dan
tanggungjawab
direncanakan dan didampaikan pada anngota organisasi (Abizar ,1988). Sementara itu komunikasi juga sebagai penghubung antar pimpinan dengan pegawai, pegawai dengan pegawai, dan antar unit kerja. Seperti yang dijelaskan oleh Greenberg dan Baron dalam Sunyoto (2013) bahwa komunikasi merupakan proses dimana individu, kelompok atau group atau
18
organisasi mengirimkan berbagai bentuk informasi atau pesan kepada orang lain, kelompok atau organisasi. Pengertian yang sama dari Cooley dalam Effendi (1986:40) komunikasi merupakan mekanisme yang menyebabkan adanya hubungan antar manusia dan yang memperkembangkan semua lambang pikiran, bersama-sama dengan sarana untuk menyiarkannya dalam ruang dan merekamnya dalam waktu. Sementara itu Davis dan Newstrong (1992) komunikasi merupakan proses penyampaian informasi dan pengertian dari satu orang ke orang lain, dan cara penyampaian gagasan, fakta, pikiran, perasaan dan nilai kepada orang lain. Sehingga dapat disimpulkan dari pendapat para pakar bahwa komunikasi merupakan sebagai alat utama penghubung pimpinan dengan pegawainya atau anggota organisasi dalam bentuk pesan atau informasi dengan cara penyampaian gagasan, fakta, pikiran, perasaan dan nilai untuk dapat mempengaruhi, memotivasi, mengkoordinasi yang bersifat kooperatif, dikembangkan, dan dipertahankan untuk memajukan struktur dan stabilitas organisasi.
A.1.3. Pengertian Organisasi Organisasi menurut Siagian (2008:6) bentuk sekumpulan orang yang terdiri antara dua orang atau lebih yang bekerja secara formal terikat dalam rangka pencapaian tujuan yang telah ditentukan ikatan yang terdapat atasan sebagai pimpinan dan bawahan sebagai pegawai . Definisi diatas dapat diartikan bahwa dalam organisasi terdapat ikatan dan ada interaksi kerjasama yang formal antara pimpinan dan pegawainya dalam hubungan formal lebih pada komunikasi formal yaitu komunikasi ke bawah, atas dan horizontal yang menuju tujuan organisasi yang sudah ditetapkan. Sementara itu Simon dalam Etzioni (1985) menjelaskan bahwa organisasi yaitu pola komunikasi yang kompleks dan hubungan-hubungan lain di dalam suatu kelompok manusia. Dapat diartikan bahwa organisasi sebagai alat untuk menjaga hubungan antar anggota organisasi baik itu individu dan kelompok, ataupun satuan kerja dimana anggota organisasi
19
ditempatkan dalam struktur wewenang, pengkoordinasian pekerjaan dapat dilakukan dengan perintah dari atasan ke bawahan atau dari puncak sampai ke bawah dari seluruh badan usaha. Berdasarkan pengertian dari pakar –pakar diatas dapat diambil pengertian pokok bahwa kunci utama sebuah organisasi adanya struktur, perilaku, dan lingkungan yang tidak terlepas dari pola komunikasi yang kompleks.
A.1.4. Komunikasi Organisasi Komunikasi yang terjalin dalam organisasi merupakan hal penting dalam kelancaran mencapai hasil yang optimal dalam pekerjaan. Informasi atau pesan yang diterima sebagai bahan untuk proses penyelesaikan tugas pekerjaan, hubungan pimpinan sebagai komunikator dan bawahan sebagai komunikan dalam mengirim dan menerima informasi hal yang sangat penting untuk diperhatikan. Menurut Goldbaher dalam Tubbs dan Moss (2005) komunikasi oragnisasi merupakan arus pesan dalam suatu jaringan hubungan yang saling bergantung, bergantung dalam mempengaruhi dan dipengaruhi informasi atau pesan tersebut. Ditambahkan pula pendapat dari Kreps (1990:11) bahwa : “Organizational communication is the process whereby members gather pertinent information about their organization and the changes occurring within it”. Dapat diartikan bahwa komunikasi organisasi merupakan proses dimana anggota mengumpulkan informasi terkait tentang organisasi dan perubahan yang terjadi didalamnya. Sehingga dari pendapat –pendapat diatas dapat disatukan pengertiannya bahwa komunikasi organisasi merupakan proses dimana anggota mengumpulkan , pengiriman, dan penerimaan informasi atau pesan dalam jaringan hubungan yang saling bergantung.
20
A.1.5. Efektivitas Komunikasi dalam Organisasi Secara pengertian umum dari efektivitas komunikasi yang diambil pengertian diatas efektivitas merupakan tingkat kemampuan pesan atau informasi dalam organisasi dalam mencari sumber untuk mempengaruhi dan memanfaatkan secara efisien menuju tujuan yang sudah ditentukan. Menurut Koeswara (2001:55-56) efektivitas komunikasi organisasi bahwa terdapat dua aspek penting yang mempengaruhi efektivitas komunikasi organisasi yang pertama masalah proses pengelolaan informasi dalam organisasi yaitu menyangkut masalah pemaknaan pesan atau informasi dan jumlah informasi . Yang kedua mengenai gaya komunikasi organisasi. Koeswara juga menjelaskan bahwa struktur organisasi dipandang sebagai suatu jaringan tempat mengalirnya informasi. Isi komunikasi informasi akan terdiri pada : 1) informasi yang berisi instruksi, perintah untuk dikerjakan, maupun tidak dikerjakan selalau dikomunikasikan ke bawah melalui trantai komando dari seseirang kepada orang lain yang berada dibawah hirarki langsung. 2) informasi yang berisi laporan, pernyataan, permohonan, selalu dikomunikasikan ke atas melalui rantai komando dan seseorang kepada atasan langsung. Kedua bentuk informasi tersebut lebih pada hubungan vertikal antara atasan bawahan dan bawahan ke atas dalam hubungan kerja. Dimensi lain yaitu horizontal yaitu bagaimana mengalirnya informasi di antara anggota organisais yang setingkat. Sementara itu pengertian komunikasi merupakan sebagai alat utama penghubung pimpinan dengan pegawainya atau anggota organisasi dalam bentuk pesan atau informasi dengan cara penyampaian gagasan, fakta, pikiran, perasaan dan nilai untuk dapat mempengaruhi, memotivasi, mengkoordinasi yang bersifat kooperatif, dikembangkan, dan dipertahankan untuk memajukan struktur dan stabilitas organisasi. Sehingga dapat diartikan pengertian dari pakar bahwa efektivitas komunikasi merupakan tingkat kemampuan pesan atau informasi dalam mempengaruhi, memotivasi, mengkoordinasi
dan memanfaatkan secara
21
efisien dalam hubungan pimpinan dengan pegawainya atau anggota organisasi
yang bersifat kooperatif, dikembangkan, dan dipertahankan
untuk memajukan struktur dan stabilitas organisasi menuju tujuan yang sudah ditentukan. Selain itu menurut Rowe (2001) komunikasi yang efektif diperlukan untuk manajemen mengembangkan dan mempertahankan keunggulan kompetitif bagi peningkatan kinerja organisasi. Secara umum komunikasi dinilai efektif bila rangsangan yang disampaikan dan yang dimaksud oleh pengirim atau sumber, berkaitan erat dengan rangsangan yang ditangkap dan dipahami oleh penerima informasi dalam organisasi.
A.1.6. Fungsi Pengorganisasian Dalam
organisasi
perlu
adanya
pengorganisasian,
kenapa
diperlukan pengorganisasian karena dengan pengorganisasian anggota organisasi akan mengetahui apa tugas dan tanggungjawab masing-masing. Pegawai akan tahu apa yang akan dikerjakan dan harus dibawa kemana tugas-tugas itu dilaporkan, sehingga pegawai akan bertanggungjawab pada apa yang mereka terima sebagai tugasnya. Seperti yang dinyatakan oleh Robbins dan Judge (2008:6) bahwa pengorganisasian merupakan proses yang meliputi penentuan tugas yang harus dikerjakan, siapa yang mengerjakan tugas tersebut, bagaimana tugas tersebut dikelompokkan, siapa melapor kepada siapa, darimana keputusankeputusan dibuat. Apabila pegawai sudah mengerti dan memahami apa yang menjadi tugas dan tanggungjawabnya tentunya akan terlaksanya fungsi organisasi yang dapat memperlancar tugas dan tanggungjawab pegawai sesuai dengan alur organisasi berjalannya aktivitas fungsi pengorganisasian yang mencakup pengelolaan struktur, proses, dan hubungan –hubungan diantara para anggota maka perencanaan yang merupakan sebagai awal dan berjalannya suatu manajemen organisasi akan memudahkan dalam merumuskan tujuan organisasi. Sependapat dengan pendapat Koontz (1993) bahwa fungsi organisasi berkaitan dengan perencanaan. Dalam perencanaan pimpinan merumuskan tujuan yang hendak dicapai dan menentukan cara
22
yang digunakan dalam mencapainya maka pengorganisasian pimpinan mengatur tugas-tugas yang relevan dengan pencapaian tujuan dan juga orang-orang yang hendak melaksanakannya termasuk hubungan diantara pegawai. Pimpinan akan mudah mengatur tugas-tugas kepada pegawainya dan tetap menjaga hubungan baik dengan seluruh anggota organisasii. Disinilah letak informasi bergantung yang artinya bahwa informasi yang diterima oleh anggota organisasi akan dipengaruhi oleh informasi yang mereka terima dan mempengaruhi untuk melakukan tugas atau pekerjaan yang menjadi tanggungjawab anggota organisasi tersebut.
A.1.7. Unsur dalam Organisasi Terwujudnya sebuah organisasi yang baik tentunya didukung oleh adanya unsur didalamnya. Unsur tersebut dapat berupa sumberdaya manusia.Kemampuan dalam bekerja, dan juga adanya kerjasmaa yang harmonis dari lingkunganya. Hicks (1972:6) menyatakan bahwa untuk membentuk sebuah organisasi diperlukan dua unsur yaitu 1) Unsur inti (Core element) yaitu faktor manusiannya sebagai pembentuk organisasi, 2) Unsur Kerja (Working Element) yang terdiri dari dua jenis yaitu : a) Energi yang bersumber dari manusianya yang melipti kemampuan untuk bekerja, kemampuan mempengaruhi ornag lain, dan kemampuan melaksanakan prinsip-prinsip organisasi. b) Energi yang berasal bukan dari manusia yang meliputi alam, iklim, udara, cuasa, air, dan lain-lain. Dengan unsur-unsur tersebut menurut Hicks organisasi akan menjadi kokoh dan saling mendukung. Lain halnya pendapat dari Bernard (1992), Bernard berpendapat bahwa organisasi dapat terbentuk karena adanya tiga unsur yaitu kemauan bekerjasama (Willingness to serve), tujuan bersama (common purpose), komunikasi (communication). Banyaknya orang atau kelompok dalam organisasi tanpa ada kemauan untuk berkerjasama takkan ada artinya sama sekali, dengan adanya kejasamalaj suatu organisasi dapat mencapai tujuan
23
yang tidak mungkin dicapai oleh orang-orang secara individu. Adanya kemauan bekerjasama akan memudahkan pengaturan dan penegelolaan organisasi. Sementara itu organisasi terbentuk karena adanya tujuan yang sudah direncanakan yang tidak mungkin dicapai tanpa adanya kerjasama. Tujuan bersama –sama artinya dengan tujuan organisasi, bukan tujuan pribadi para anggota. Arti penting bekerjasama dalam kaitannya dengan pencapaian tujuan organisasi bahwa terkadang umumnya antara motivasi pribadi bergabung dalama suatu organisasi dengan tujuan organisasi itu sendiri tidak sejalan. Disisi lain apabila dalam anggota organisasi sudah memiliki kesedian untuk bekerjasama guna mencapai tujuan tersebut, tetapi tujuan yang tidak dikomunikasikan kepada anggota organisasi tidak akan pernah dipahami dan dimengerti untuk dilaksanakan tugas tersebut. Dengan kata lain bahwa proses kerjasama tidak akan berjalan dengan efektif jika komunikasi antar anggota baik arah vertikal maupun horizontal akan mengalami hambatan. Cara yang lazim dalam berkomunikasi dalam organisasi dengan komunikasi secara langsung (komunikasi lisan) dan secara tertulis yang terpenting adanya pesan atau informasi yang disampaikan dapat mudah dan benar diterima oleh penerima. Dari pendapat pakar diatas maka dapat digarisbahwahi bahwa organisasi akan terbentuk dengan baik karena adanya dukungan unsur sumber daya manusia, kemauan bekerjasama, tujuan bersama dan komunikasi sehingga organisasi tersebut mampu mempertahankan hidupnya dan terciptanya efektivitas dan efisiensi organiasasi. Agar unsur organisasi berjalan dengan baik, maka diperlukan adanya struktur organisasi. Dengan adanya struktur organisasi dapat jelas terlihat apa yang menjadi tugasnya, seorang pegawai harus melapor kepada siapa, dan yang jelas mekanisme koordinasi formal dan pola-pola interaksi yang akan terjalin akan jelas. Seperti yang dinyatakan oleh Robbins dalam Kusdi (2013) bahwa struktur organisasi merupakan “ how tasks are
24
allocated, who reports to whom, and the formal coordinating mechanisms and interactions patterns that will be follow” kurang lebih artinya bahwa struktur organisasi bagaimana tugas –tugas dapat di alokasikan, siapa melapor kepada siapa, dan mekanisme koordinasi dan pola interaksi yang menyertainya. Struktur Organisasi dibentuk dari tiga elemen yaitu komplesitas, formalisasi, sentralisasi, dari tiga elemen tersebut bahwa komplesitas lebih mencerminkan keragaman, formalisasi lebih pada stadarisasi
perilaku
anggota
organisasi,
sedangkan
sentralisasi
mencerminkan wewenang dan pengambilan keputusan.
A.1.8. Fungsi Komunikasi dalam Organisasi Hasan (2005) menyatakan bahwa komunikasi dikatakan memiliki peran dominan dalam kehidupan manusia, yang tidak terlepas dari fungsi komunikasi karena komunikasi merupakan dasar bagi semua interaksi manusia, termasuk didalamnya interaksi kelompok dengan capai tujuannya dapat mencapai pengertian satu sama lain, membina kepercayaan antar anggota , mengkoordinir tindakan, merencanakan strategis, melakukan pembagian pekerjaan, melakukan aktivitas kelompok, dan berbagi rasa. Artinya bahwa dalam setiap organisasi mempunyai wewenang dan pedoman untuk dapat dipatuhi oleh anggota organisasi tersebut dalam hal ini komunikasi sebagai pengontrol karena sebagai pengendalian dari perilaku anggota. Sementara itu pendapat Kallaus dan Keeling dalam Muhyadi (1989:155)
berpendapat
bahwa
komunikasi
dipakai
untuk
1)
memberitahukan atau menyampaikan informasi yang tentunya diperlukan oleh seluruh anggota organisasi dalam melaksanakan fungsi dan tugas masing-masing, 2) komunikasi juga berfungsi untuk meyampaikan perintah atau intruksi yang biasanya dilakukan seorang pimpinan meminta secara resmi kepada bawahan untuk melaksanakn aktivitas tertentu sesuai tujuan organisasi, 3) komunikasi dapat sebagai alat membujuk atau melakukan persepsi
sesuai
kehendak komunikator biasanya
mengandung arti
25
permintaan yang bersifat tidak memaksa atau lebih beisi bujukan, 4) komunikasi bisa sebagai alat integrasi yang bermanfaat untuk menyatukan tindakan terhadap berbagai pihak dari berbagai unit dala organisasi yang biasanya digunakan untuk kepentingan koordinasi, 5) komunikasi sebagai alat mengevaluasi pesan dalam proses komunikasi yang dimaksud untuk menilai penampilan atau keberhasilan program, orang, atau objek tertentu, 6) komunikasi untuk memenuhi kebutuhan kemanusiaa dan budaya yang bertujuan untuk menempatkan diri manusia sesuai dengan harkatnya sebagai mahluk yang berbudaya. Sehingga dapat disimpulkan dari pendapat ahli bahwa fungsi komunikasi sangat diperlukan dan hal pokok dalam beroraganisasi karena sebagai dasar interaksi manusia dan kelompok yang didalamnya akan berjalan terjalinnya proses komunikasi. Komunikan dan komunikator saling adanya pengertian yang sama, mempengaruhi atau membujuk, sebagai alat memerintah, memberitahukan atau menyapaikan informasi, alat untuk integrasi, mengevaluasi pesan, dan memnuhi kebuthan kemanusiaan dan budaya.
A.1.9. Efektivitas dalam Organisasi Gie (2000) berpendapat bahwa efektivitas merupakan keadaaan atau kemampuan suatu kerja yang dilaksanakan oleh manusia untuk memberikan guna yang diharapkan. Maksud dari pendapat tersebut bahwa masing masing anggota organisasi pastinya mempunyai kemampuan untuk mengerjakan pekerjaan yang menjadi tugas dan tanggungjawab pada setiap individu yang akan diharapkan hasilnya sesuai harapan pimpinan dan anggota organisasi untuk tujuan bersama. Menurut Gibson (1988) efektivitas organisasi mempunyai tiga pandangan perspektif diantaranya efektivitas dipandang dari perspektif individu. Persepktif ini lebih menekannkan pada penampilan tugas setiap anggota, kemampuan individu dalam melaksanakan tugasnya secara efektif yang ditentukan dari berbagai faktor, seperti keterampilan, pengetahuan,
26
kecakapan, sikap, motivasi dan stres. Sementara itu apabila efektivitas dipandang
dari
perspektif
kelompok
bahwa
perspektif
ini
lebih
menekannkan pada situasi kerjasama setelah individu bergabung dalam kelompok, seperti tingkat kekompakan anggota, kepemimpinan, struktur kelompok, status dan peran masing-masing anggota, serta norma yang berlaku dalam kelompok. Selain itu efektivitas bila dipandang sebagai perspektif organisasi maka efektivitas tersebut ditentukan pada lingkungan, teknologi, strategi, struktur, proses, dan iklim kerjasama karena dalam setiap organisasi terdiri dari individu dan kelompok. Tidak hanya itu saja bahwa efektivitas dalam organisasi juga mempunyai prinsip prinsip organisasi seperti pendapat Koontz dan Donnell dalam Muhyadi (1989) bahwa membagi prinsip efektif dalam organisasi menjadi lima kelompok yaitu adanya tujuan pengorganisasia, penyebab timbulnya pengorganisasian, adanya kewenangan dalam struktur organisasi, Pengelompokan
kegiatan
dalam
struktur
organisasi,
dan
proses
pengorganisasian. Dari kelima kelompok tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut : 1) Kelompok tujuan terdiri dari dua prinsip yaitu : a) Prinsip kesatuan tujuan (principle of unity of objective) b) Prinsip efisiensi (principle of efficiency). 2) Kelompok
penyebab
pengorganisasianhanya
terdiri
dari
prinsip
rentangan pengawasan manajemen (span of manajement principle) 3) Kelompok kewenangan pada struktur organisasi terdiri dari enam prinsip, yaitu a) Prinsip skalar (the scalar principle) b) Prinsip delegasi (principle of delegation) c) Prinsip kemutlakan tanggung jawab (principle of absolutness of responsibility). d) Prinsip persamaan antara wewenang dan tanggung jawab (principle of parity of authority and responsibility) e) Prinsip kesatuan perintah (principle of unity of command)
27
f) Prinsip jenjang kewenangan (the authority level principle). 4) Kelompok kegiatan pada struktur organisasi terdiri dari tiga prinsip, yaitu: a) Prinsip pembagian kerja (principle of division of work). b) Prinsip pembatasan fungsional (principle of functional definition). c) Prinsip pemisahan (principle of separation). 5) Kelompok proses pengorganisasian terdiri dari tiga prinsip, yaitu : a) Prinsip keseimbangan (Principle of balance) b) Prinsip fleksibilitas (principle of flexibility) c) Prinsip fasilisasi pimpinan (principle of leadership facilitation)
A.1.10. Proses Komunikasi Dalam suatu organisasi tentunya diperlukan suatu proses komunikasi yang akan menghidupkan suasana dan kondisi yang ada dalam organisasi tersebut, dalam menjalankan tugas dan menyelesaikan pekerjaan sesuai yang diharapkan bersama, dalam penelitian ini proses komunikasi lebih pada hubungan komunikator dan pesan atau informasi karena dalam hubungan komunikasi organisasi lebih pada pengelolaan informasi dalam organisasi. Untuk mendukung kegiatan dalam organisasi menurut Laswell (1972:42) bahwa proses komunikasi mempunyai lima unsur yaitu adanya 1) komunikator (communicator) yaitu orang yang menyampaikan atau mengatakan atau menyiarkan pesan, 2) Pesan (Message), yaitu idea, informasi , opini, dan sebagainya, 3) saluran (channel, media) adalah alat yang dipergunakan oleh komunikator untuk menyampaikan pesan, 4) komunikan (communicant, audience) yaitu orang yang menerima pesan, 5) Efek atau pengaruh kegiatan komunikasi yang dilakukan komunikator kepada komunikan. Sedikit berbeda pendapat dari Siagian (2008:309) dalam menjelaskan proses komunikasi dalam organisasi terdapat enam unsur antara lain 1) Adanya dua pihak yang terlibat (subyek dan obyek komunikasi) : bentuk komunikasi dalam berorganisasional bersifat dua
28
arah, tergantung pada maksud komunikasi dapat ditentukan siapa yang menjadi subyek dan siapa yang menjadi obyek komunikasi. Dan sebagian besar komunikasi yang terjadi pada komunikasi vertikal ke bawah yaitu antara pimpinan dan karyawan, 2) Pesan yang hendak disampaikan : dalam
hal
ini
pesan
yang
disampaikan
dalam
komunikasi
organisasionalnya terlihat pada hubungan atas ke bawah dapat berupa perintah, instruksi, arahan, nasihat dan sebagainya, sedangkan dari bawah ke atas dapat berupa laporan, pendapat, masalah dan saran. Secara horizontal dapat berupa informasi dan pandangan. Secara diagonal kebawah berupa informasi dan saran sedangkan ke atas berupa laporan, informasi dan usul. Yang menjadi perhatian bahwa apapun bentuk pesan yang disampaikan harus jelas baik bagi subyek maupun dengan obyek, 3) Metode Penyampaian Pesan : terdapat dua cara menyampaikan pesan melalui komunikasi, yaitu secara lisan dan secara tertulis. Pesan secara tertulis yang terpenting gaya bahasa dan istilah yang digunakan harus dapat dipahami dengan mudah, sedngkan secara lisan lebih pada raut muka, gerak gerik dan nada suara, 4) Pemahaman Metode oleh Obyek : Komunikasi
akan berjalan lancar bila tidak terjadi distorsi dalam
prosesnya. Maksudnya komunikasi akan berjalan efektif bila subyek dan obyek dalam satu gelombang yang sama. Ada kalanya perbedaaan gelombang terjadi seperti perbedaaan tingkat pendidikan, perbedaaan latar belakang sosial, perbedaaan suku angsa, perbedaaan daerah asal, latar belakang kultural, status dalam organisasi dan lainnya, 5) Penerimaan Pesan : suatu proses komunikasi baru dikatakan efektiif apabila pesan diterima oleh obyek komunikasi dalam bentuk
yang dimaksud sama
dengan subyek atau sesuai harapan, 6) Umpan balik : Penyampaian pesan memerlukan umpan balik dari obyek ke subyek. Terlaksananya suatu perintah, terpecahnya suatu masalah, hilangnya salah pengertian, terjadinya perubahan dalam perilaku, meningkatnya disiplin dan produktivitas kerja.
29
Dan yang menjadi unsur terpenting dalam proses komunikasi yang perlu diperhatikan dari seorang pimpinan yaitu unsur efek karena sukses tidaknya komunikasi efektif tergantung pada efek dari kegiatan komunikasinya. Sementara itu yang menjadi efek atau dampak dari proses komunikasi menurut Rakhmat (1989) ada tiga hal yaitu : a) Efek Kognitif Adalah dampak yang timbul pada diri komunikan yang menyebabkan
komunikan
menjadi
tahu
atau
meningkat
pengetahuannya. b) Efek Afektif adalah dampak yang komunikator bertujuan bkan sekedar
komunikan
tahu,
tetapi
tergerak
hatinya
sehingga
menimbulkan perasaan tertentu, misalnya merasakan bahagia, terharu dan sebagainya. c) Efek behavioral adalah dampak yang timbul pada komunikan dalam bentuk perilaku, tindakan, atau kegiatan.
A.1.11. Komunikasi yang Efektif Dalam proses komunikasi dapat dikatakan efektif mempunyai beberapa syarat seperti yang dinyatakan oleh Purwanto (1995) bahwa untuk dapat melakukan komunikasi yang efektif diperlukan beberapa persyaratan, antara lain: persepsi, ketepatan, kredibilitas, pengendalian, dan kecocokan atau keserasian. 1. Persepsi Komunikator harus dapat memprediksi apakah pesan-pesan yang akan disampaikannya dapat diterima oleh penerima pesan. Bila prediksinya tepat, Penerima pesan akan mengantisipasi reaksi komunikator (pengirim pesan) untuk menyusun pesan yang diterima bagi diri mereka, dengan tetap melakukan penyesuain untuk mnghindari kesalahpahaman dalam komunikasi tersebut. 2. Ketepatan
30
Agar komunikasi yang dilakukan mencapai sasaran, komunikator perlu mengekspresikan hal yang ingin disampaikan sesuai dengan kerangka pikir penerima pesan, apabila hal tersebut diabaikan, maka yang muncul adalah miscommunication. 3. Kredibilitas Dalam berkomunikasi, komunikator perlu memiliki suatu keyakinan bahwa comunikan adalah orang-orang yang dapat dipercaya. Demikian juga sebaliknya, komunikator harus mempunyai suatu keyakinan akan inti pesan dan maksud yang ingin mereka sampaikan. 4. Pengendalian Dalam berkomunikasi komunikan akan memberikan suatu reaksi atau tanggapan terhadap pesan yang disampaikan. 5. Kecocokan atau keserasian Komunikator yang baik selalu dapat menjaga hubungan persahabatan yang menyenangkan dengan komunikan sehingga komunikasi dapat berjalan lancar dan mencapai tujuannya. Seorang komunikator yang baik juga akan menghormati dan berhasil memberi kesan yang baik kepada komunikannya. Sedangkan pendapat Tubbs dan Moss (1974) agak sedikit berbeda dengan pendapat Djoko Purwanto bahwa komunikasi dapat dikatakan efektif itu harus dapat menimbulkan lima hal dan bisa dijadikan tolak ukur dalam berkomunikasi efektif, yaitu : pengertian, kesenangan, pengaruh pada sikap, hubungan yang makin baik, dan tindakan. Dapat dijelaskan sebagai berikut : 1. Pemahaman Penerimaan pesan oleh komunikan secara cermat (kecermatan dalam persepsi) seperti yang dimaksud oleh komunikator. Artinya pesan itu tersampai sesuai apa yang dimaksudkan oleh komunikator dan tidak diartikan yang berbeda dengan yang dimaksudkan, dalam kegagalan menerima isi cermat disebut kegagalan komunikasi primer (Primary breakdown in communication). Jenis pemahaman yang berpengaruh
31
besar dalam hubungan manusia adalah memahami motivasi ornag lain. Terkadang
komunikasi
dilakukan
bukan
untuk
menyampaikan
informasi atau untuk mengubah sikap seseorang, tapi hanya untuk “dipahami”. 2. Kesenangan Komunikasi ini disebut komunikasi fatis (phatic communication) yaitu dapat menimbulkan kesenangan. Artinya tidak semua komunikasi ditujukan untuk menyampaikan informasi dan membentuk pengertian. Ketika kita mengucapkan “ selamat pagi, apa kabar?” kita tidak bermaksud mencari keterangan, tetapi komunikasi itu dilakukan untuk orang lain merasa apa yang disebut Analisis Transaksional sebagai “ saya oke-kamu oke”. 3. Mempengaruhi sikap Pada faktor ini lebih pada komunikasi persuasif yaitu sebagai proses mempengaruhi pendapat, sikap, dan tindakan orang. Apabila seorang komunikan telah menerima pesan dari komunikator, komunikan sikapnya berubah sesuai dengan pesan yang komunikan terima. Dalam mempengaruhi sikap adanya konsep keserupaan sikap, status, pengaruh sosial dan konsensus, serta bujukan. 4. Hubungan yang lebih baik Keefektifan komunikasi secara keseluruhan memerlukan suasana psikologis yang positif dan penuh kepercayaan. Bila hubungan manusia dibayang-bayangi
oleh
ketidakpercayaan,
maka
pesan
yang
disampaikan oleh komunikator yang paling kompeten pun bisa saja berubah makna atau didiskreditkan. Komunikasi yang bertujuan untuk menumbuhkan hubungan sosial yang baik. Manusia merupakan mahluk sosial yang tidak tahan hidup sendiri dan berkebutuhan sosial yaitu kebutuhan untuk menumbuhkan dan mempertahankan hubungan yang memuaskan dengan orang lain dalam hal interaksi. Kegagalan utama dalam berkomunikasi muncul bila isi pesan tidak dipahami secara cermat yang pada akhirnya terjadi kesalahpahaman. Hubungan yang
32
lebih baik dipengaruhi oleh konsep kepercayaan, kekompakan dan kredibilitas sumber. 5. Tindakan Persuasi juga ditujukan melahirkan tindakan yang dikehendaki. Komunikasi untuk menimbulkan pengertian memang sukar, tetapi lebih sukar lagi mempengaruhi sikap. Jauh lebih sukar lagi mendorong orang bertindak. Tetapi efektivitas komunikasi komunikasi biasanya diukur dari tindakan nyata. Dari
pendapat
pakar
diatas
dapat
disimpulkan
bahwa
komunikasi yang efektif dalam organisasi harus memenuhi syarat adanya persepsi atau pengertian, ketepatan, kredibilitas, pengendalian, kecocokan atau keserasian, kesenangan, pengaruh pada sikap, hubungan yang makin baik, dan tindakan.
A.1.12 Aliran komunikasi dalam organisasi Menurut
Pace
dan
Faules
(2013:170)
dalam
bukunya
Komunikasi Organisasi berpendapat bahwa Aliran informasi dalam suatu organisasi merupakan suatu proses dinamik; artinya proses pesan secara tetap
dan
berkesinabungan
diciptakan,
ditampilkan,
dan
diinterprestasikan. Informasi tidak akan tersampai apabila tidak ada yang akan menyampaikannya atau yang membawanya, informasi dalam suatu organisasi sangat penting dan harus senantiasa berjalan untuk selalu diciptakan agar organisasi berjalan sesuai dengan harapan. Dalam hubungan di dalam organisasi diperlukan bagaimana informasi itu dapat tersampai dan bagaimana organisasi tersebut bisa mendapatkan informasi. Komunikasi dalam organisasi sangat diperlukan untuk menyampaikan informasi ke seluruh bagian organisasi dan bagaimana menerima informasi dari seluruh bagian organisasi. Penyebaran informasi dalam organisasi dapat disebarkan dengan tiga cara seperti pendapat Guetzkow dalam Pace dan Faules (2013:71) bahwa
33
aliran komunikasi dapat terjadi dengan cara serentak, berurutan, atau kombinasi dari kedua cara. Dengan penjelasan sebagai berikut: 1. Penyebaran pesan secara serentak Komunikasi organisasi berlangsung dari orang ke orang, atau diadik dan melibatkan sumber pesan dan penerima yang menginterpretasikan pesan sebagai tujuan akhir. Bila semua anggota oragnisasi menerima suatu informasi dalam waktu yang bersamaan, proses ini disebut penyebaran pesan secara serentak. 2. Penyebaran Pesan secara berurutan. Menurut Haney (1962) mengemukakan bahwa “ penyampaian pesan berurutan merupakan bentuk komunikasi yang utama, yang pasti terjadi dalam organisasi”. Penyebaran berurutan meliputi perluasan bentuk penyebaran diadik, jadi pesan disampikan dari A kepada si B kepada si C kepada si D kepada si E dalam searangkaian transaksi dua orang ; dalam hal ini setiap individu kecuali orang sebagai sumber pesan
pertama,
mula-mula
menginterprestasikan
pesan
yang
diterimanya dan kemudian meneruskan hasil interpretasinya kepada orang berikutnya dalam rangkaian tersebut. Bila pesan disampaikan disebarkan secara berurutan, penyebaran informasi berlangsung dalam waktu yang tidak beraturan, jadi informasi tersebut tiba di tempat yang berbeda dan pada waktu yang berbeda pula. 3. Penyebaran pesan serentak dan berurutan (Kombinasi) Penyebaran pesan secara kombinasi ini merupakan gabungan dari penyebaran serentak dan berurutan yaitu pesan di sampaikan kepada seluruh anggota organisasi melalui jalur dalam struktur organisasi yang dilaksanakan secara bersamaan agar penyampaian pesan menjadi lebih efektif dan efisien.
A.1.13. Arah Komunikasi dalam Organisasi Menurut Muhyadi (1989) bahwa proses komunikasi dapat berlangsung ke berbagai arah. Komunikasi internal dalam organisasi
34
bergerak mengikuti arah ke atas, bawah, atau horisontal, istilah ini digunakan untuk tingkat pertanggungjawaban dalam organisasi. Dalam sebuah organisasi arah komunikasi dapat dikelompokkan sebagai berikut : a. Arah vertikal 1. Komunikasi dari atas ke bawah (jenjang organisasi berbeda) Komunikasi ini mengalir dari pucuk pimpinan ke berbagai jenjang yang ada dibawahnya, berisi pesan yang berkaitan dengan pelaksanaaan fungsi pimpinan. Dalam bentuknya yang nyata sebagian besar isi pesan yang disampaikan berupa instruksi atau perintah yang berkaitan dengan pelaksanaan tugas –tugas organisasi yang antara lain tugas apa yang harus dilaksanakan, siapa yang harus melaksanakan, dimana, kapan, dan bagaimana cara melaksanakannya. Dapat pula berupa petunjuk, pengarahan, penjelasan, teguran, dan permintaan laporan. Sebagian besar komunikasi dari atas ke bawah di sampaikan lewat saluran formal misalnya pertemuan–pertemuan atau rapat- rapat resmi, konferensi, dan juga dalam bentuk komunikasi tulisan. 2. Komunikasi dari bawah ke atas (jenjang organisasi berbeda) Komunikasi dari bawah ke atas berlangsung antara jenjang yang satu dengan jenjang lain yang tingkatanya lebih tinggi. Komunikasi jenis ini pada umumnya dimaksudkan untuk :1) Memberikan umpan balik apakah pesan-pesan yang diterima dari pimpinan (atasan) sudah diterima dan dapat dimengerti, 2) Menyampaikan informasi yang diperlukan oleh atasan (misalnya laporan), 3) Menyampaiakan pertanyaan-pertanyaan, keluhan, dan juga untuk menyatakan kepuasan maupun ketidakpuasan. 4) Menyampaikan saran-saran dalam rangka penyempurnaan tugas –tugas dan pengembangan organisasi.
35
Komunikasi dari bawah ke atas ini dapat dilakukan dengan dua jalur yaitu formal dan informal. Laporan-laporan umumnya disampaikan dalam bentuk formal yang disampaikan dalam bentuk tertulis dan bersifat rutin. Sementara itu saran yang berasal dari bawah umumnya disampaikan dalam bentuk informal misalnya saat berlangsung pertemuan yang sifatnya tidak resmi atau lewat kotak saran yang sering disediakan
ditempat
khusus
dan
bisa
juga
secara
langsung
menyampaikan kepada pimpinan. Karena umumnya sangat sedikit bawahan yang memberikan respon untuk meminta pendapat dan saran dari bawahan dapat dilakukan dengan menyebarkan kuesioner. b. Arah Horizontal (Komunikasi menyamping lurus pada jenjang yang sama) Proses penyampaian pesan-pesan dari anggota yang satu kepada anggota lain yang kedudukannya dalam jenjang organisasi setingkat. Komunikasi horizontal dapat berjalan menyamping ke kiri dan dapat pula ke kanan. Komunikasi seperti ini perlu dilakukan dalam rangka koordinasi antar teman sejawat, dan dapat dimanfaatkan untuk saling memperoleh informasi yang dapat membantu memperbaiki dan memperlancar
pelaksanaan
tugas
masing-masing
anggota.
Komunikasi horizontal dapat berlangsung secara formal, misalnya rapat-rapat antar kepala bagian : dan dapat pula berlangsung secara informal, misalnya pada saat makan siang di kantin. Sementara itu pendapat yang sama yang dinyatakan oleh Mas’ud dan Mahmud (2008): Komunikasi ke bawah yang efektif diklasifikasikan menjadi dua yaitu: 1. Komunikasi ke bawah yang bersifat internal digunakan untuk memberikan instruksi kepada pegawai. Informasi dan instruksi bergerak ke arah bawah mengikuti alur struktur organisasi agar setiap pegawai mengetahui dengan jelas apa yang diharapkan oleh organisasi dari mereka, dan sebaliknya mereka juga dapat mengetahui apa yang dapat diharapkan dari organisasi. Pegawai harus mengetahui tugas,
36
tanggungjawab, hak, dan kesempatan karena mereka merupakan bagian dari organisasi. Ada beberapa metode dan jenis instruksi berupa memorandum, buku panduan, dan petunjuk pelaksanaan pesan tertulis, rapat, konferensi, dan seminar. 2.
Komunikasi ke bawah membentuk dan membina semangat kerja dan itikad baik kepada perusahaan dan untuk pengelolaan pegawai. Pegawai berkepentingan dengan promosi , dan kenaikan gaji, kondisi kerja, serta tujuan dan rencana perusahaan. Mereka merasa bahwa mereka merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari organisasi karena mempunyai bagian yang tidak terpisahkan dari organisasi karena mempunyai kontribusi dalam perkembangan perusahaan.
Komunikasi ke atas yang efektif Komunikasi lisan lebih serig dilakukan daripada komunikasi tertulis, pelaporan seringkali disampaikan secara lisan, dan dalam beberapa hal laporan yang sama disajikan dalam bentuk laporan lisan dan tertulis.
A.1.14. Jenis Komunikasi dalam Organisasi Komunikasi
dapat
digolongkan
menurut
tiga
cara.
Pertama
penggolongan berdasarkan tingkat formalitas saluran yang digunakan, kedua berdasarkan ruang lingkup atau jangkauannya dan ketiga berdasarkan cara yang digunakan untuk melakukan komunikasi. 1) Berdasarkan tingkat formalitas saluran komunikasi dapat dibedakan menjadi dua , yaitu Komunikasi formal dan komunikasi informal. a) Komunikasi formal merupakan proses penyampaian pesan dari pengirim kepada penerima melalui saluran resmi yang sudah ditentukan. Komunikasi jenis ini dapat berjalan dari atas ke bawah dan dapat pula dari bawah ke atas. Maksud dari saluran resmi adalah aturan atau prosedur yang sudah ditentukan dan oleh karenanya akan nampak pada gambar jika strukur organisasi yang bersangkutan dilukiskan dalam bagan. Saluran formal sering disebut juga saluran perintah dan tanggung jawab
37
karena lewat saluran itulah pimpian memberikan perintah dan bawahan menyampaikan laporan pertanggungjwaban. Meskipun demikian pesan yna dapat disampaikan lewat saluran formal bukan hanya perintah saja. Berbagai pesan yang lain seperti pengarahan, petunjuk, penjelasan, dan permintaan kepada bawahan dapat juga disampaikan secara formal. Komunikasi formal dapat berlangsung antara atasan dengan bawahan, atasan dengan atasan lain, dan bawahan dengan bawahan lain. Komunikasi seperti itu dapat berbentuk antara lain : rapat-rapat, perintah harian, edaran resmi, dan laporan-laporan. Karena sifatnya yang resmi maka komunikasi formal hanya dapat dijumpai pada organisasi formal. Pada organisasi informal tidak dijumpai komunikasi yang bersifat formal. b) Komunikasi informal merupakan proses penyampaian pesan yang menggunakan saluran tidak resmi yaitu yaitu di luar jalur yang sudah ditentukan dalam struktur organisasi. Dengan demikian jalur komunikasi informal tidak tampak dalam bagan. Komunikasi beratai sebagaimana dikemukakan pada bagian terdahulu berlangsung leawat saluran informal dan termasuk jenis komunikasi tidak resmi. Komunikasi infromal bukan berati komunikasi yang bersifat negatif. Komunikasi berabtai memang cepat tersebar luas ummnya berisi pesan-pesan yang cenderung bersifat negatif akan tetapi komunikasi informal pada umumnya memiliki nilai –nilai positif yang kadang sangat diperlukan dalam rangka memperlancar proses kerjasama. Komunikasi informal terutama bertujuan untuk memenuhi kebutuhan hubungan yang bersifat pribadi, kemanusiaan, dan sosial. Komunikasi informal juga berisi pesan-pesan, informasi atau masalah-masalah yang berkaitan dengan organisasi. Dalam bentuk
yang
nyata
komunikasi
informal
dapat
berupa
pertemuan-pertemuan yang tidak resmi, lobbying, pembicaraan
38
dari hati ke hati.Karena perannya yang cukup efektif, pimpinan dapat memanfaatkan komunikasi informasi utuk memperlancar pelaksanaan fungsi –fungsi manajerialnya. 2) Berdasarkan ruang lingkup atau jangkauannya, komunikasi dapat dibedakan menjadi dua, yaitu komunikasi internal dan komunikasi eksternal. a) Komunikasi internal ialah proses penyampaian pesan-pesan yang berlangsung antar anggota organisasi, dapat berlangsung antara pimpinan dengan bawahan, pimpinan dengan pimpinan, maupun bawahan dengan bawahan. Teknik yang digunakan untuk melakukan komunikasi internal dapat mengambil bentuk tertulis, lisan, maupun dengan simbol-simbol tertentu. Masing masing mempunyai kelebihan dan kelemahanya, komunikasi bentuk tertulis kelebihannya bersifat autentik, lebih formal, dapat disimpan dengan mudah sehingga penerima memperoleh kejelasan isi pesan yang disampaikan, dan bisa digandakan. Komunikasi bentuk tertulis juga dapat tetap dapat disampaikan meskipun penerimanya kebetulan sedang tidak ada ditempat, yaitu dengan meletakkanya di ruang kerja atau dengan menitipkannya kepada rekan sekerja. Komunikasi jenis ini dapat mudah disampaikan kepada seluruh anggota smapai pada jenjang yang paling rendah tanpa sedikit pun mengurangi menambah, atau mengubah isi pesan yang dikomunikasikan. Sedangkan kelemahannya jika penerima tidak dapat memahami dengan baik isi pesan yang bersangkutan si penerima tidak dapat langsung menanyakannya kepada pengirim. Jika organisasi hanya memanfaatkan komunikasi secara tertulis saja tanpa komunikasi lisan sama sekali maka suasana organisasi menjadi kaku. Hubungan antar anggota akan menjadi impersonal, tidak ada kehangatan hubungan antara pimpinan dengan bawahan dan juga sesama bawahan. Agar proses komunikasi memberikan
39
hasil yang lebih baik sebaiknya digunkan teknik gabungan antara tertulis dan lisa. Pesan-pesan tertentu yang dianggap sangat penting disampaikan secara tertulis dan kemudian diikuti dengan penjelasan lisan. b) Komunikasi eksternal merupakan proses penyampaian pesan yang dilakukan oleh sebuah organisasi kepada pihak luar. Sebagian besar dari pihak luar tersebut adalah publik organisasi yang bersangkutan.Seperti
halnya
komunikasi
internal
,
komunikasi eksternal memegang peran penting dalam menjaga kelangsungan hidup organisasi. Sebagai tujuan dari komunikasi eksternal dapat memberikan informasi kepada khalayak tentang eksistensi organisasi, diharapkan masyaarkat bersikap positif terhadap organisasi, masyarakat dapat memberikan dukungan terhadap organisaisi, masyarakat merasa ikut memiliki terhadap organisasi. 3) Berdasarkan cara yang digunakan untuk menyampaikan isi pesan, komunikasi dapat dibedakan menjadi dua yaitu Komunikasi verbal dan komunikasi non verbal. a) Komunikasi verbal merupakan penyampaian yang menggunakan kata-kata atau kalimat-kalimat. Bentuk komunikasi verbal sebagain besar berupa komunikasi lisan dan sebagian sisanya berupa tulisan. Pada sebuah organisasi, komunikasi verbal dalam bentuk lisan banyak digunakan pada pertemuanpertemuan, baik yang bersifat resmi maupun tidak resmi. Sedangkan komunikasi tulisan banyak digunakan dalam penyampaian pesan yang berisi peraturan-peraturan, prosedur kerja, perintah, dan laporan. Sebagian besar komunikasi yang berlangsung dalam sebuah organisasi berujud komunikasi verbal. b) Komunikasi non-verbal merupakan penyampaian pesan-pesan yang tidak menggunakan cara lisan maupun tertulis. Cara yang
40
digunakan dengan berbagai isyarat atau gerakan yang dapat ditangkap dan dimengerti oleh orang lain. Contoh –contoh bentuk komunikasi non verbal yaitu : gerakan tubuh, ekspresi wajah, model rambut, sentuan, posisi badan, dan sebagainya. Dibandingkan dengan komunikasi verbal, komunikasi non verbal lebih bersifat khusus dan situasional. Jika lokasinya berbeda, bisa jadi gerakan yang sama memiliki arti berbeda; atau sebaliknya maksud yang sama mungkin dinyatakan dalam gerakan atau simbol yang berbeda. Kondisi tertentu kadangkadang juga menuntut digunakanya bahasa non verbal yang mempunyai arti lain dari kondisi yang lain. Misalnya senyuman. Pada umumnya senyuman merupakan perwujudan dari rasa senang atau rasa puas. Tetapi dalam kondisi tertentu orang kadang-kadang “terpaksa” tersenyum meskipun dirinya merasa tidak senang. Komunikasi non verbal kadang-kadang digunakan secara
bersama-sama
dengan
komunikasi
verbal
untuk
memperkuat dan memperjelas isi pesan yang disampaikan. A.1. 15. Faktor –faktor yang mempengaruhi efektivitas komunikasi organisasi Komunikasi yang efektif dalam sebuah organisasi sangat diperlukan demi merealisasikan tujuan bersama baik tujuan organisasi dan tujuan anggota organisasi tersebut. Untuk kelancaran dalam mendukung efektivitas komunikasi organisasi dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya (Gomes, 2003: 78), yaitu: 1) Sistem komunikasi harus sesuai dengan objek –objek organisasi. 2) Pesan yang dikomunikasikan harus lengkap, jelas, bisa diterangkan dan ringkas. 3) Bahasa komunikasi dan materi yang diungkapkan harus efektif. 4) Citra komunikasi harus efektif, dengan perasaan, sopan dan manusiawi.
41
5) Pesan komunikasi harus dengan jelas mengemukakan kepada bawahan apa yang harus mereka lakukan. 6) Jelas dalam mengemukakan jika penerima pesan memerlukan penjelasan lebih lanjut. 7) Pesan yang disampaikan tidak boleh menyinggung perasaan penerima pesan itu. 8) Pesan instruksi harus praktis, sehingga mudah dilaksanakan oleh bawahan. 9) Bila memungkinkan sistem komunikasi harus sejauh mungkin informal. 10) Harus dilaksanakan dengan dua arah 11) Sistem yang digunakan haruslah sistem yang cocok atau tepat.
B. Kepuasan Komunikasi Pincus dalam Pace dan Faules (2013:165) menyatakan bahwa kepuasan komunikasi merupakan bagian dalam kepuasan kerja. Artinya bahwa kepuasan komunikasi bagian yang terpenting dalam proses kepuasan kerja dan andil dalam meningkatkan kepuasan kerja yang ada di organisasi. Kepuasan komunikasi merupakan hasil dari efektivitas komunikasi organisasi yang menjadi bagian penting strategi pimpinan (Pavitt, 1999: 313-334). Kepuasan komunikasi pegawai memperkuat pemahaman komunikasi secara praktis dan puas terhadap keseluruhan hubungan antar anggota organisasi (Gray dan Laidlaw, 2004: 425-448) dan dapat menunjukkan rasa jenuh dari hubungan atau interaksi komunikasi serta aliran informasi yang berjalan (Pincus, 1989:395-419). Sementara itu Crino and White (1981) mempunyai pendapat bahwa : “communication satisfaction who argued that organizational communication satisfaction involves an individual’s satisfaction with various aspects of the communication occurring in the Organization” diartikan bahwa kepuasan komunikasi organisasi melibatkan kepuasan individu dengan berbagai aspek komunikasi yang terjadi di
42
organisasi. Kepuasan komunikasi merupakan dalam organisasi sangat diperlukan walaupun kepuasan tidak begitu menjadi utama tetapi perlu diperhatikan oleh organisasi, karena kepuasan komunikasi melibatkan kepuasan individu. Kepuasan individu apabila tidak menjadi perhatian akan berpengaruh pada menurunnya motivasi dan kinerja pegawai. Penelitian
dari
Goris
(2007)
menemukan
bahwa
kepuasan
komunikasi mendapat dukungan yang lemah terhadap pekerjaan individu namun mendapat dukungan yang kuat terhadap kinerja pegawai dan kepuasan kerja. Temuan Goris didukung dengan hasil temuan penelitian oleh Alsayed (2012) bahwa terdapat pengaruh kepuasan komunikasi terhadap kinerja pegawai yaitu pada dimensi informasional atau relational mempunyai dampak yang tinggi terhadap kinerja pegawai, dimensi relational ditemukan berkorelasi positif terhadap semua dimensi kecuali kepuasan terhadap atasan.
B.1. Pengertian Kepuasan Komunikasi Menurut Putti, Aryee, and Phua (1990:44-52) bahwa kepuasan komunikasi ”Communication satisfaction is associated with the amount of information available to them. Although communication provides employees with information that clarifies work tasks and may contribute to communication satisfaction”. Dapat diartikan bahwa kepuasan komunikasi anggota organisasi dikaitkan dengan jumlah informasi yang tersedia bagi mereka. Meskipun komunikasi menyediakan pegawai dengan informasi yang menjelaskan tugas pekerjaan dan dapat berkontribusi pada kepuasan komunikasi. Pendapat Anderson and Martin (1995) menyatakan bahwa pegawai terlibat dalam interaksi komunikasi dengan rekan kerja dan atasan untuk memenuhi kebutuhan interpersonal kesenangan dan inklusi. Dengan demikian, kepuasan komunikasi karyawan tampaknya melibatkan tugas dan dimensi relasional.
43
“employees engage in communication interactions with coworkers and superiors to satisfy interpersonal needs of pleasure and inclusion. Thus, employee communication satisfaction appears to involve a task and relational dimension” . Menurut Gibson (1995) menyatakan bahwa kepuasan merupakan sebagai salah satu kriteria keefektifan, kepuasan menjadi ukuran keberhasilan organisasi memenuhi kebutuhan karyawan dan anggotanya. Pace dan Faules (2013:165) Kepuasan komunikasi yaitu rasa nyaman dengan pesan-pesan, media, dan hubungan dalam organisasi, nyaman memiliki kecenderungan. Kepuasan menggambarkan reaksi afektif individu atas hasil-hasil yang diinginkan yang berasal dari komunikasi yang terjadi dalam organisasi dan evaluasi pribadi atas keadaan internal. Kepuasan organisasi menurut Redding dalam Muhamad (2005:87) bahwa semua tingkat kepuasan seorang karyawan mempersepsikan lingkungan komunikasi secara keseluruhan. Dari beberapa pendapat dapat disimpulkan bahwa kepuasan komunikasi merupakan Kepuasan individu yang dikaitkan dengan jumlah informasi yang tersedia dalam keterlibatan hubungan interaksi komunikasi organisasi dan sebagai kriteria ukuran keefektifan dalam memenuhi kebutuhan karyawan, karyawan merasakan kenyamanan dengan cara mempersepsikan lingkungan komunikasi secara keseluruhan.
B.2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kepuasan Kepuasan kerja tergantung pada tingkatan hasil intrinsik dan hasil ekstrinsik serta bagaimana persepsi pemegang pekerjaan. Hal ini mempunyai nilai yang berbeda dengan orang lainnya. Perbedaan tersebut akan menjelaskan tingkat kepuasan kerja yang berbeda walaupun tugas kerja pada dasarnya sama. Perbedaan tersebut dapat dibagi sebagai berikut (Gibson, Ivancevich, Donnelly, 1993): 1) Perbedaan individu berdasarkan keterlibatan kerja
Pekerjaan merupakan pusat perhatian hidup.
Mereka secara aktif turut serta dalam pekerjaan.
Mereka memandang pekerjaan sebagai pusat harga diri.
44
Mereka memandang pekerjaan sesuai dengan konsep pribadi.
Orang yang tidak terlibat dalam pekerjaannya, tidak dapat diharapkan untuk mencapai kepuasan yang sama dengan mereka yang terlibat. 2) Perbedaan individu berdasarkan ekuitas : hasil yang sesuai dengan apa yang dianggap penghargaan sepantasnya bagi pemegang pekerjaan, jika penghargaan dianggap kurang adil dibandingkan dengan mereka yang melakukan tugas yang sama dengan persyaratan yang sama, maka si pemegang tugas akan merasa tidak puas dan berupaya memulihkan rasa keadilannya, yaitu dengan berusaha memperoleh penghargaan yang lebih besar atau memperkecil usaha kerja. Pemahaman dari ketidakpuasan menunjukan empat respon yaitu keluar (exit), aspirasi (voice), kesetiaan (loyalty), dan pengabaian (neglect), dapat didefinisikan sebagai berikut: Keluar (exits) Perilaku yang ditunjukan untuk meninggalkan organisasi, termasuk mencarai posisi baru dan mengundurkan diri. Aspirasi (voice) : secara aktif dan konstruksi berusaha memperbaiki kondisi, termasuk menyarankan perbaikan, mendiskusikan masalah dengan atasan. Kesetiaan (loyalty) : secara pasif tetapi optimistis menunggu membaiknya
kondisi,
termasuk
membela
organisasi
dan
manajemennya untuk melakukan hal yang benar. Pengabaian (neglect) : secara pasif membiarkan kondisi menjadi lebih buruk, termasuk ketidakhadiran atau keterlambatan yang terus menerus, kurangnya usaha, dan meningkatnya angka kesalahan.
B.3.Pengukuran Kepuasan Komunikasi Menurut Downs dan Hazen (1977), terdapat delapan dimensi yang mengidentifikasi kepuasan komunikasi sebagai berikut : 1) Iklim komunikasi Iklim komunikasi mencerminkan komunikasi yang terjadi di tingkat organisasi dan individu-individu di dalamnya. Hal ini menyangkut
45
bagaimana penyampaian komunikasi di dalam organisasi dapat memotivasi dan merangsang para pekerja untuk dapat mencapai tujuan organisasi dan bagaimana pekerja menpersepsikan organisasi. Di sisi lain berhubungan apakah komunikasi antar pekerja berjalan baik atau tidak di dalam organisasi. 2) Komunikasi Penyelia Komunikasi penyelia berhubungan dengan dua aspek komunikasi dengan atasan yaitu komunikasi ke atas dan komunikasi ke bawah. Tiga hal yang utama yaitu penyelia terbuka atas ide-ide, penyelia mau mendengar
dan
memperhatikan
dan
membantu
menawarkan
menyelesaikan masalah pekerjaan. 3) Integrasi Organisasi Integrasi organisasi merupakan suatu tingkat dimana individu-individu di
dalam
organisasi
menerima
informasi
tentang
lingkungan
pekerjaannya. Termasuk tingkat kepuasan informasi tentang rencanarencana divisi, persyaratan pekerjaan mereka dan berita-berita mengenai pekerja. 4) Kualitas Media Kualitas media berkaitan dengan bagaimana rapat di atur secara baik, pengarahan tertulis singkat dan jelas, dan tingkat komunikasi yang baik. 5) Komunikasi dengan rekan sekerja Komunikasi dengan rekan sekerja cenderung merupakan komunikasi horizontal dan tidak formal yang tepat dan mengalir bebas. Faktor ini termasuk kepuasan terhadap desas-desus yang ada. 6) Informasi organisasi Informasi organisasi berkaitan dengan luasnya informasi mengenai organisasi secara keseluruhan. Hal-hal tersebut mengenai pergantian , informasi mengenai keuangan perusahaan dan informasi mengenai kebijakan dan tujuan organisasi secara keseluruhan. 7) Timbal balik Individu
46
Dimensi timbal balik individu berisi pertanyaan mengenai penyelia mengerti masalah yang dihadapi pekerja dalam pekerjaannya dan apakah pekerja merasakan kriteria dimana mereka merasa dinilai secara adil atau tidak. 8) Hubungan dengan bawahan Bagian mereka yang mempunyai tanggungjawab penyelia, tidak tampak pada yang bukan penyelia, dan mungkin sama sekali tidak ada. Timbal balik dari karyawan terhadap komunikasi ke bawah dan kemauan mereka dan kemampuan untuk memberi informasi yang baik ke atas. Penyelia juga diminta apakah sering berkomunikasi dengan bawahan.
C. Motivasi Kerja Pendapat Locke (2001:252) dalam teori penetapan tujuan (Goal Setting Theory) bahwa seseorang termotivasi untuk mencapai tujuan yang jelas, dan sebaliknya bila tujuan pekerjaan tidak jelas maka motivasi kerja seseorang menjadi rendah. Pegawai yang mempunyai tugas dan tujuan yang jelas dan lebih menantang akan menunjukkan motivasi kerja yang lebih besar daripada orang yang mempunyai tujuan yang terlalu mudah untuk mencapainnya. Edwin Locke mempunyai empat model mekanisme motivasi yang terdiri dari 1) Tujuan-tujuan mengarahkan perhatian, 2) Tujuan-tujuan mengatur upaya, 3) Tujuan –tujuan meningkatkan Semangat Kerja, 4) Tujuan-tujuan menunjang strategi-strategi dan rencana-rencana kegiatan. Dalam teori ini lebih ditekankan bahwa kuat lemahnya tingkah laku manusia ditentukan oleh sifat tujuan yang hendak dicapai, kecenderungan manusia untuk berjuang lebih keras mencapai suatu tujuan bila tujuan tersebut jelas, mudah dipahami dan bermanfaat. Semakin sulit dipahami suatu tujuan maka akan semakin enggan untuk bertingkah laku. Motivasi kerja muncul dari proses komunikasi organisasi yang sedang dan telah terjadi, dimana pegawai ada didalamnya, pegawai terlibat proses komunikasi
dengan
atasan
maupun
sesama
teman
kerja
dalam
47
keterkaitannya dengan harapan, pemenuhan kebutuhan, peluang dan kinerja pegawai (Pace dan Faules, 2013:113)
C.1 Pengertian Motivasi Kerja Menurut Hasibuan (2005:143) motivasi berasal dari kata movere yang berarti dorongan atau pemberian daya penggerak yang menciptakan kegairahan kerja seseorang agar mereka mau bekerja sama, bekerja efektif, dan terintegrasi dengan segala daya upayanya untuk mencapai kepuasan. Sementara itu pendapat Robbin (1996:214) tentang motivasi yaitu sebagai proses yang menjelaskan intensitas, arah, dan ketekunan seorang individu untuk mencapai tujuannya. intensitas berhubungan dengan seberapa seseorang giat berusaha, arah tersebut harus menguntungkan organisasi sehingga kita harus mempertimbangkan kualitas dan intensitas secara bersama agar dapat menghasilkan prestasi kerja yang memuaskan, sedangkan ketekunan berhubungan dengan ukuran berapa lama seseorang bisa mempertahankan usahanya. Pernyataan Robbins sependapat dengan pernyataan Chung dan Megginson dalam Gomes (2003) menyatakan bahwa : “ motivation is defined as goal directed behavior. It concerns the level of effort one exerts in pursuing a goal...it is closely related to employee satisfaction and job performance”. diartikan bahwa Motivasi dirumuskan sebagai perilaku yang ditujukan pada sasaran. Motivasi berkaitan dengan tingkat usaha yang dilakukan oleh seseorang dalam mengejar suatu tujuan. Motivasi berkaitan erat dengan kepuasan pekerjaan dan kinerja. Sementara itu Abizar (1989) berpendapat bahwa motivasi merupakan seberapa besar seorang individu secara personal berjanji dengan hati untuk memberikan usaha dalam menyelesaikan kegiatan spesifik ataupun tujuan tertentu. Sejalan dengan pendapat Gibson (1995) Motivasi merupakan suatu konsep yang kita gunakan jika kita mengguraikan kekuatan-kekuatan yang bekerja terhadap atau di dalam diri individu untuk memulai dan mengarahkan
48
perilaku.Sehingga
dapat
disimpulkan
bahwa
motivasi
merupakan
dorongan atau kekuatan diri individu untuk mengarahkan perilaku individu yang timbul untuk mencapai tujuan pada sasaran mencapai kepuasan dan kinerja.
C.2 Tujuan Motivasi Motivasi sebagai alat ampuh untuk memberi inspirasi bagi pegawai. Gomes (2003) motivasi bertujuan : 1. Penggunaan terbaik sumber-sumber yang ada : motivasi memastikan penggunaan sumber-sumber digunakan dengan baik dan sangat efisen. Penggunaan sumber-sumber dijalankan sebaik mungkin bila orangorang termotivasi untuk menyumbangkan pekerjaanya guna mencapai tujuan organisasi. Orang-orang harus domotivasi untuk melaksanakan rencana, kebijakan dan program yang dibuat organisasi. 2.
Kemauan untuk memberikan kontribusi : orang dapat saja secara fisik dan mental cocok untuk bekerja, tetapi bisa saja dia tidak berkemauan untuk bekerja. Motivasi menyebabkan orang berkemamuan terlibat untuk memberikan kinerja terbaiknya. Dengan demikian, motivasi menjembatani kapasitas untuk bekerja dengan kemauan untuk bekerja.
3.
Mengurangi masalah sumber daya manusia: semua orang memusatkan kegiatannya untuk mencapa tujuan organisasi dan melaksanakan rencana sesuai dengan kebijakan dan program yang telah dibuat oleh organisasi bila manajemen menggunakan rencana motivasi. Hal ini bisa dilihat dari berkurangnya masalah sumber daya manusia seperti jumlah orang yang mengundurkan diri, perilaku yang tidak disiplin, dan konflik internal organisasi.
4.
Peningkatan produktivitas: Bila dimotivasi secara tepat, orang akan bekerja untuk berproduksi lebih baik, dengan demikian meningkatkan efisensi meeka
yang menyebabkan peningkatan produksi dan
produksivitas. Orang yang telah termotivasi dengan baik menggunakan metode sistem, dan teknologi secara efektif demi kebaikan organisasi.
49
5.
Dasar untuk bekerja sama : Dalam semangat untuk menghasilkan lebih baik, orang-orang bekerja sebagai tim untuk melaksanakan kegiatankegiatan mereka guna mengambil bagian dalam pencapaian misi organisasi. Artinya bahwa motivasi merupakan dasar kerjasama untuk mendapatkan hasil yang terbaik dari manusia yang bekerja di organisasi.
6.
Peningkatan pengetahuan dan keterampilan : semua karyawan berusaha menjadi seefisien mungin dan mencoba meningkatkan pengetahuan dan keterampilannya sehingga mereka mampu menyumbkannya karya mereka demi kemajuan organisasi, dan bahkan sebaliknya memberi mereka apa yang dijanjikan serta mereka mendapatkan pemenuhan kebutuhan mereka baik pribadi maupun sosial.
7.
Penerimaan perubahan organisasi : perubahan selalu terjadi, karena perubahan sosail, ekonomi, teknologi, dan sistem nilai organisasi harus mengadakan perubahan sesuai tuntutan zaman. Bila karyawan atau anggota termotivasi dengan baik, dengan senang hati mereka menerima, menggunakan dan melaksanakan perubahan-perubahan itu tanpa resitensi maupun penolakan, dengan demikian mempertahankan organisasi bergerak pada jalur yang benar ke arah tercapainya kemajuan.
8.
Citra yag lebih baik : organisasi memberikan kesempatan untuk maju kepada karyawan atau anggotanya.
C.3. Proses Motivasi Menurut Moorhead dan Griffin (2013) bahwa yang mendorong motivasi seseorang itu karena kebutuhan. Kebutuhan sendiri adalah kekurangan dirasakan seseorang pada suatu waktu tertentu. Sejalan pendapat dari Gibson dalam Kadarisman (2012) bahwa kebutuhan menunjukkan kekurangan yang dialami seseorang pada suatu waktu tertentu, kebutuhan tersebut dapat bersifat fisiologis (kebutuhan sandang, pangan, papan), bersifat psikologis (kebutuhan akan harga diri), dan
50
kebutuhan sosioligis (kebutuhan untuk berinteraksi dengan orang lain). Sehingga. dapat dijelaskan bahwa orang berusaha memenuhi berbagai macam kebutuhannya, kebutuhan yang tidak terpenuhi menyebabkan orang mencari jalan untuk mengurangi ketegangan yang disebabkan oleh kekurangan – kekurangan tersebut. Oleh karena itu orang memilih suatu tindakan dan terjadilah perilaku yang mengarah pada pencapaian tujuan. Setelah lewat beberapa waktu, para pimpinan menilai perilaku tersebut. Evaluasi prestasi menghasilkan beberapa macam imbalan atau hukuman. Hasil tersebut dinilai oleh orang yang bersangkutan dan kebutuhan yang belum terpenuhi ditinjau kembali. Pada gilirannya hal itu menggerakkan proses motivasi.
C.4. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Motivasi Motivasi kerja yang muncul dari diri seorang pegawai dipengaruhi oleh beberapa faktor menurut Saydam (2000) dapat dibedakan dalam dua faktor yaitu faktor ekternal
dan internal dan dapat dijabarkan sebagai
berikut :. a) Faktor Eksternal 1. Lingkungan Kerja yang menyenangkan yaitu terkait dengan keseluruhan dan prasarana kerja yang ada di sekitar
pegawai yang
sedang melakukan pekerjaan yang dapat mempengaruhi pelaksanaan pekerjaan itu sendiri. 2. Kompensasi yang memadai ; kompensasi meruapakan sumber penghasilan utama bagi karyawan untuk menghidupi diri beserta keluargannya. 3. Supervisi yang baik ; fungsi supervisi dalam suatu pekerjaan adalah memberikan pengarahan, bimbingan kerja kepada pegawai, agar mereka dapat melaksanakan pekerjaan dengan baik tanpa membuat kesalahan. 4. Adanya penghargaan atas prestasi ; setiap orang akan mau bekerja mati-matian mengorbankan pada dirinya untuk perusahaan, agar dapat
51
meraih penghargaan atas prestasi dan jaminan karir yang jelas didalam perusahaan. 5. Status dan tanggungjawab ; Status dan kedudukan dalam jabatan tertentu merupakan dambaan setiap karyawan dalam bekerja di perusahaan. 6. Peraturan yang berlaku; bagi perusahaan yang besar biasanya sudah ditetapkan sistem dan prosedur kerja yang harus dipatuhi oleh semua karyawan. b) Faktor Internal 1. Individual Competence; Faktor lain ang termasuk dalam menentukan tindakan manajerial adalah karakter, atau kemampuan yang dibawa atau bawaan. Apabila mereka tidak disesuaikan dengan baik, usaha tambahan mungkin akan diperlukan untuk melaksanakan pekerjaan. Karakter yang paling penting dalam mempengaruhi perilakuu seseorang adalah diposisi motifnya. Mengapa seseorang secara alami cenderung untuk berperilaku dengan cara tertentu, mengijinkan manajer untuk memperkirakan, memantau dan mengendalikan perilaku mereka. Mereka kemudian dapat memilih perilaku yang cocok atau gaya manajemen untuk berhubungan secara efektif dengan setiap situasi manajemen yang mereka hadapi, berdasarkan pada kemampuan dan arah mereka. Kesadaran akan kemampuan untuk memilih gaya yang cocok akan meningkatkan kemampuan kepemimpinan mereka dan memeprbaiki kinerja perusahaan mereka. 2. Job Requirements; Memahami persyaratan kerja dibandingkan dengan apa yang memuaskan pegawai secara alami, menerangkan mengapa mereka berkinerja baik dalam beberapa aspek pekerjaannya dan menemukan pekerjaan atau bagian pekerjaan yang membuatnya frustasi. Keadaan ini jika tidak dikendalikan, dapat membatasi kemampuan mereka untuk berkinerja pada level yang tinggi dalam semua aspek pekerja.
52
3. Manajemen Style ;Pemimpin dapat mengandalkan dengan satu gaya manajemen
saja
namun
menggunakan
gaya
yang
secara
berkesinambungan dan dengan ukuran yang berbeda, tergantung pada situasi kerjanya. 4. Organizational Climate; Iklim organisasi merupakan suasana kerja yang merupakan kombinasi dari persepsi, harapan, peraturan, [rosedur dan kebijakan yang ada di tempat kerja dan mempengaruhi cara kerja. Dengan dimensi fleksibilitas, tanggung jawab, standar, imbal jasa, kejelasan, komitmen tim. Sementara itu menurut Katz dan Kahn Kreps dalam Abizar (1989) bahwa faktor yang terlibat dalam pemotivasian individu ada dua yaitu: 1. Faktor imbalan intrinsik (instrinsic reward) motivator intrinsik lebih bersifat ilusi yang didasarkan pada pemenuhan keyakinan dan nilai-nilai individu. 2. Faktor imbalan ekstrinsik (extrinsic reward) motivator ekstrinsik lebih nyata sifatnya yang didasarkan pada pemberian individu dengan imbalan ekonomi, benda-benda, atau layanan yang berharga. Dalam melakukan motivasi terhadap pegawai, motivasi intrinsik lebih sulit daripada motivasi ekstrinsik. Dalam suatu organisasi dilihat lebih menekankan pemberian motivasi ekstrinsik yang lebih cenderung bersifat sementara dan harus dilakukan berulang-ulang. Menurut Herzberg (1966) bahwa Faktor intrinsic mencakup prestasi pengembangan, tanggungjawab, kebanggaan dan tantangan kerja. Untuk faktor ekstrinsik mencakup upah, kondisi kerja, keadaan pekerjaan.
C.5 Jenis-jenis Motivasi Dalam buku Organisasi, Gibson (1995) membagi beberapa dua kelompok teori motivasi yang dapat dijelaskan antara hubungan perilaku dan hasilnya yaitu :
53
1). Kategori Teori kepuasan (Content Theories) yaitu kelompok teori motivasi yang memusatkan perhatian pada faktor-faktor pada diri individu yang dapat menggerakkan, menguatkan, mengarahkan, mendukung dan menghentikan perilaku, kelompok teori kepuasan lebih menekankan pada pemahaman dalam individu yang dapat menyebabkan berperilaku tertentu karena setiap individu mempunyai kebutuhan yang menyebabkan dirinya terdorong, tertekan dan termotivasi untuk memenuhinya. Dorongan tertentu yang dirasakan oleh individu
akan menentukan tindakan dalam memenuhi
kebutuhannya. Kelompok teori kepuasan antara lain : (1) Teori Hirarki Kebutuhan dari Maslow, (2) Teori ERG dari Alderfer, (3) Teori Dua Faktor dari Herzberg, dan (4) Teori Kebutuhan dari McClelland. 2). Kategori teori proses yaitu kelompok teori motivasi yang menjelaskan bagaimana perilaku itu diarahkan, didukung dan dihentikan. Teori proses menekannkan pada pemahaman diluar dari individu yang dapat menguatkan,
mengarahkan,
mendukung
dan
menghentikan
perilakunya. Teori motivasi yang termasuk dalam kelompok teori proses ini yaitu (1) Teori harapan, (2) teori keadilan (equity theory), dan (3) Teori Pengukuhan (reinforcement theory). Dari bermacam –macam teori motivasi dapat dijelaskan sebagai berikut : 1) Teori Maslow Teori Maslow ini intinya bahwa kebutuhan manusia tersusun hirarki. Tingkat kebutuhan yang paling rendah ialah kebutuhan fisiologis dan tingkat yang tertinggi ialah kebutuhan akan perwujudan diri (Self actualization needs). Kebutuhan tersebut didefinisikan sebagai berikut : a) Fisiologis : kebutuhan akan makan, minum, tempat tinggal, dan bebas dari rasa sakit. b) Keselamatan dan keamanan : kebutuhan akan kebebasan dari ancaman, yakni aman dari ancaman kejadian atau lingkungan. c) Rasa memiliki, sosial, dan cinta : Kebutuhan akan teman, afiliasi, interaksi, dan cinta.
54
d) Harga Diri : Kebutuhan akan penghargaan diri dan penghargaan dari orang lain. e) Perwujudan diri : kebutuhan untuk memenuhi diri sendiri dengan memaksimalkan penggunaan kemampuan, keahlian, dan potensi. 2) Teori ERG Alderfer Teori ERG adalah teori motivasi kepuasan yang mengatakan bahwa individu mempunyai kebutuhan-kebutuhan akan eksistensi (E), keterkaitan - relations (R), dan pertumbuhan – Growth (G). Dapat dijelaskan sebagai berikut : a) Eksistensi : Kebutuhan yang dipuaskan oleh faktor-faktor seperti makanan, air, udara, upah, dan kondisi kerja. b) Keterkaitan : Kebutuhan yang dipuaskan oleh hubungan sosial dan hubungan antarpribadi yang bermanfaat. c) Pertumbuhan : Kebutuhan dimana individu merasa puas dengan membuat suatu kontribusi (sumbangan) yang kreatif dan produktif. 3) Teori Dua Faktor dari Herzberg Teori dua faktor tentang motivasi yaitu yang membuat orang merasa tidak
puas
dan faktor
yang membuat
orang merasa
puas
(dissastisfiers-satisfiers) atau faktor-faktor motivator iklim baik atau ekstrinsik - instrinsik. a) Faktor ekstrinsik (hiegien factor) yaitu kondisi kerja seperti upah dan kondisi kerja bersifat ekstern terhadap pekerjaan. Keadaan pekerjaan (job contect), yang menghasilkan ketidakpuasan di kalangan karyawan jika kondisi tersebut tidak ada. Jika kondisi tersebut ada, maka tidak perlu memotivasi karyawan. Kondisi tersebut adalah faktor-faktor yang membuat kondisi tidak puas atau faktor iklim baik karena faktor untuk mempertahankan tingkat yang paling rendah yang mencakup upah, kondisi kerja, kebijakan dan peraturan dalam instansi, mutu hubungan antarpribadi di antara rekan sekerja, dengan atasan dan dengan bawahan.
55
b) Faktor intrinsik (Motivator Factors) merupakan kondisi kerja seperti tantangan pekerjaan atau rasa berprestasi melakukan pekerjaan yang baik, terbentuk dalam pekerjaan itu sendiri yang meliputi pengembangan diri, bertanggungjawab, kebanggaan dalam bekerja, pencapaian tugas, pengakuan, pengembangan karir dan tantangan kerja. 4) Teori Kebutuhan dari McClelland Teori ini berdasarkan pada kebutuhan individu sangat terkait dengan kebudayaan, artinya kebutuhan merupakan sesuatu yang dipelajari dari lingkungan kebudayaannya. McClelland membahas tiga jenis kebutuhan , yaitu 1) kebutuhan individu akan prestasi, 2) kebutuhan individu akan afiliasi (pertemanan), 3) kebutuhan individu akan kekuasaan. Menurut Pace dan Faules (2013:345) menyatakan terkait dengan teori motivasi Herzberg bahwa untuk memelihara atau agar pegawai tetap betah bekerja, seorang pimpinan harus lebih menaruh perhatian pada faktor ekstrinsik (hiegien factor) namun apabila ingin membuat karyawan bekerja lebih keras atau untuk meningkatkan kinerja seorang pimpinan harus menaruh perhatian pada faktor intrinsik (motivator factor). Sementara itu pendapat Deci dalam Koeswara (1989:240) yang terkait dengan teori motivasi intrinsik pendukung teori Herzberg bahwa teori motivasi intrinsik lebih menekankan individu tidak hanya butuh kendali lingkungannya, melainkan butuh juga perasaan kompeten dalam mengendalikan lingkungannya. Motivasi
intrinsik
menghasilkan
tingkah
laku
yang
menyebabkan individu mengalami perasaan kompeten. Deci juga menuliskan bahwa tingkah laku yang dihasilkan dari motivasi ada dua bentuk yaitu tingkah laku yang ditujukan pada peningkatan stimulasi dan tingkah laku yang ditujukan pada upaya mengatasi situasi-situasi atau tantangan. Tantangan inilah yang menghasilkan rasa kompeten pada individu karena individu dalam tingkah lakunya akan melibatkan
56
pembuatan pilihan atau keputusan. Keputusan yang diambil berdasarkan informasi-informasi yang obyektif seperti sikap atau perasaan dan bisa juga dipengaruhi dari tujuan yang telah dicapai. Energi yang mendorong tingkah laku individu adalah kesadaran akan tercapainya tujuan, tercapainya tujuan juga bertindak sebagai pengarah individu pada tujuan. Pada saat individu berhasil mencapai tujuan maka imbalan akan muncul yakni berupa rasa mampu atau kompeten, rasa kompeten memiliki hubungan yang erat dengan kinerja pegawai. Sehingga dari keempat teori yang dijelaskan diatas dengan keterkaitannya dengan penelitian yang akan dilakukan bahwa sebenarnya lebih pada teori kepuasan (Content Theories) khususnya pada faktor kebutuhan dan kepuasan individu yang mendorong manusia mau melakukan aktivitasnya. Peneliti lebih berfokus pada teori Herzberg, khususnya pada faktor intrinsik (motivator factor) dengan indikator pengembangan diri, bertanggungjawab, kebanggaan dalam bekerja, pencapaian tugas, pengakuan, pengembangan karir, dan tantangan kerja (Gibson, Ivan Cevich, Donnelly, 1995:123)
C.5 Prinsip-prinsip Motivasi Suatu sistem motivasi yang baik harus didasari oleh prinsip-prinsip motivasi, Wirjana (2012). 1.
Prinsip partisipasi Partisipasi merupakan prinsip motivasi yang paling penting bahwa anggota organisasi harus didorong untuk berpartisipasi dalam pengambilan keputusan yang menyangkut hal-hal terkait dengan mereka. Partisipasi meliputi konsuktasi dengan bawahan mengenai hal-hal yang berkaitan dengan pekerjaan mereka. Kesempatan ini memberikan kepada karyawan untuk melaksanakan keputusan itu dalam pencapaian sasaran-sasaran, karena mereka sendiri ambil bagian dalam keputusan tersebut. Partisipasi membuat orang lebih berminat dan menambah semangat anggota organisasi. Partisipasi
57
harus dibatasi hanya pada keputusan-keputusan sebatas mereka dapat menyumbangkan sesuatu yang berarti bagi organisasi.
2.
Prinsip Komunikasi Anggota informasi harus diberi informasi tentang hasil atau sasaran organisasi, karena semakin anggota organisasi mengetahui tentang informasi itu maka semakin berminat dan peduli. Komunikasi membuat pekerjaan lebih berarti, memberi makna pada pekerjaan dan orang-orang merasa penting dalam organisasi. Organisasi juga harus memberi kesempatan kepada para karyawan untuk mengemukakan keluhan mereka kepada atasannya. Komunikasi dua arah yaitu dari bawah ke atas dan adari atas ke bawah akan lebih berarti dalam memotivasi karyawan atau anggota.
3. Prinsip Pengakuan Anggota organisasi akan termotivasi untuk bekerja lebih keras, bila mereka mendapat pengakuan yang kontinu atas upaya mereka. Bila seorang pimpinan mengakui kinerja yang baik seorang karyawan, maka karyawannya akan merasa mendapatkan kepuasan dari pekerjaannya. Karena itu pengakuan sering memotivasi orang untuk bekerja dengan lebih baik. 4. Prinsip pendelegasian wewenang atau otoritas Anggota organisasi diperbolehkan untuk mengambil tanggungjawab dalam pengambilan keputusan yang mempengaruhi tujuan organisasi melalui pendelegasian wewenang untuk mencapai hasil. Memberi orang kesempatan untuk mengambil keputusan sendiri meningkatkan minat mereka atas hasil yang mereka capai, dan membuat mereka merasa bagian dari organisasi. 5. Prinsip individualitas Masing-masing anggota
organisasi
berbeda
secara
fisik dan
psikologis. Pimpinan jangan pernah berpikir bahwa mereka dapat memotivasi anggota organisasi dengan kebutuhan dan keinginan yang
58
sama. Oleh karena itu pimpinan harus mengerti dulu kebutuhan dan keinginan dalam pikiran tiap anggota atau karyawannya. Selanjutnya menciptakan situasi yang memotivasi orang itu. Masing-masing karyawan harus diperlakukan berbeda, dan mereka semua penting bagi organisasi. 6. Prinsip pengarahan atau bimbingan Tugas pimpinan ialah membimbing karywannya untuk mencapai tujuan-tujuan organisasi. Pimpinan memberikan saran dan bukan perintah. Pimpinan juga harus membimbing pegawai dengan memberi teladan yang baik. Sehingga pimpinan harus memerankan peran positif yang pantas ditiru oleh pegawainya atau anggota organisasi. 7. Prinsip kepercayaan Pimpinan harus menunjukkan kepercayaan kepada karywannya , hal ini akan menumbuhkan kepercayaan pada diri sendiri, dan akan memotivasi mereka untuk melakukan yang terbaik bagi organisasi.
D. Kinerja Pegawai Pegawai yang hidup dalam lingkungan organisasi harus mempunyai hasil apa yang telah dikerjakannya apapun bentuknya hasil itulah yang bisa memperlihatkan karya anggota organisasi untuk dapat dipergunakan untuk menjalankan roda organisasi pastinya tidak terlepas adanya aktivitas komunikasi antar anggota organisasi seperti yang disampaikan pendapat (Robbins, 1996) kinerja merupakan sebagai hasil evaluasi terhadap pekerjaan yang dilakukan individu dibandingkan dengan kriteria yang telah ditetapkan bersama. Sementara itu kinerja pegawai menurut Lijan Poltak Sinambela (2011) bahwa kemampuan pegawai dalam melakukan sesuatu keahlian tertentu. Kinerja merupakan suatu fungsi dari motivasi dan kemampuan. Untuk meyelesaikan tugas dan pekerjaan, seseorang harus memiliki derajat kesediaan dan tingkat kemampuan teretntu. Kesediaan dan keterampilan seseorang tidaklah cukup efektif untuk mengerjakan seautu tanppa
59
pemahaman yang jelas tentang apa yang akan dikerjakan dan bagaimana mengerjakannya (Blanchar dalam Sinambela : 2012).
D.1 Pengertian Kinerja Pegawai Berdasarkan etimologinya, kinerja berasal dari kata performance. Performance berasal dari kata”to perform” yang mempunyai beberapa masukan : (1) melakukan, (2) memenuhi atau menjalankan sesuatu; (3) melaksanakan suatu tanggungjawab, dan (4) melakukan sesuatu yang diharapkan oleh seseorang. Dapat didefinisikan disini bahwa kinerja merupakan pelaksanaan suatu pekerjaan dan penyempurnaan pekerjaan tersebut sesuai dengan tanggungjawabnya sehingga dapat mencapai hasil sesuai dengan yang diharapkan. Artinya bahwa kinerja lebih ditekannkan pada proses, selama pelaksanaan pekerjaan tersebut dilakukan penyempunaan sehingga mencapai hasil kerja dapat optimal, dan kinerja individu sebagai kemampuan individu dalam melakukan sesuatu dengan keahlian tertentu. Dapat dijelaskan dari pendapat tersebut bahwa kinerja seseorang sangatlah penting dalam menuju tujuan organisasi , dengan kemampuan yang dimiliki individu dapat diketahui dalam melaksanakan tugasnya, untuk mengetahui hal tersebut maka perlu adanya kriteria capaian yang ditetapkan bersama. Kinerja merupakan hasil kerja baik secara kualitas maupun kuantitas yang dicapai oleh seseorang dalam melaksanakan tugas sesuai tanggungjawab yang diberikan (Mangkunegoro, 2002:22). Kinerja pegawai harus terencana secara berkesinambungan, sebab peningkatan kinerja pegawai bukan merupakan peristiwa seketika tetapi memerlukan suatu perencanaa dan tindakan yang tertata dengan baik untuk kurun waktu tertentu (Engkoswara dalam Sinambela (2012) Kesimpulan dari pendapat pakar diatas bahwa kinerja pegawai akan muncul bila seseorang yang bekerja mempunyai tujuan, tanggungjawab, wewenang, kemauan, kemampuan sehingga akan menghasilkan kerja yang baik secara kuantitas dan kualitas.
60
D.2. Faktor –faktor yang mempengaruhi Kinerja Menurut Prawirosentono (1999) ada empat faktor yang dapat dicapai dalam kinerja: 1. Hasil kerja yang dicapai secara individual atau cara institusi, yang berati bahwa kinerja tersebut adalah “ hasil akhir” yang diperoleh secara sendirisendiri atau kelompok. 2. Pelaksanaan tugas, orang atau lembaga diberikan wewenang dan tanggung jawab, yang berati orang atu lembaga diberikan hak dan kekuasaaan untuk bertindak sehingga pekerjaannya dapat dilakukan dengan baik. Meskipun demikian orang atau lembaga tersebut tetap harus dalam kendali, yakni mempertanggungjawabkan pekerjaannya
kepada
pemberi
hak dan
wewenang, sehingga dia tidak akan menyalahgunakan hak dna wewenangnya tersbut. 3. Pekerjaan
haruslah
dilakukan
secara
legal,
yang berarti
dalam
melaksanakan tugas-tugas individu atau lembaga tentu saja harus diikuti aturan yang telah ditetapkan. 4. Pekerjaan tidaklah bertentangan dengan moral atau etika, artinya selain mengikuti aturan yang telah ditetapkan, tentu saja pekerjaan tersebut haruslah sesuai dengan moral dan etika yang berlaku umum. Selain pendapat dari Prawirosentono dalam Wirawan (2012) berpendapat bahwa faktor – faktor yang mempengaruhi kinerja pegawai yaitu : 1. Faktor internal pegawai Faktor dari dalam diri pegawaii yang merupakan faktor bawaan dari lahir dan faktor yang diperoleh ketika ia berkembang. Sebagai faktor bawaan, misalnya bakat, sifat pribadi, serta keadaan fisik dan kejiwaan. Faktor yang diperoleh, misalnya pengetahuan, keterampilan, etos kerja, pengalaman, dan motivasi kerja. Setelah dipengaruhi oleh lingkungan internal organisasi dan lingkungan eksternal, faktor internal pegawai ini menentukan kinerja pegawai. Sehingga dapat diasumsikan bahwa
61
semakin tinggi faktor internal tersebut, maka semakin tinggi pula kinerja pegawai. Bahkan bisa sebaliknya semakin rendah faktor tersebut, maka semakin rendah pula kinerjanya. 2. Faktor Lingkungan Internal Organisasi Dalam
melaksanakan
tugasnya,
pegawai
memerlukan
dukungan
organisasi tempat pegawai bekerja. Dukungan sangat mempengaruhi tinggi rendahnya kinerja pegawai. Misalnya jika sistem kompensasi dan iklim kerja organisasi buruk , maka kinerja pegawai akan menurun. 3. Faktor Lingkungan Eksternal Organisasi Faktor lingkungan eksternal organisasi merupakan keadaan, kejadian, atau situasi yang terjadi di lingkungan eksternal organisasi yang mempengauhi kinerja pegawai. Misalnya jika inflasi tidak dikuti dengan kenaikan gaji para pegawai yang sepadan dengan inflasi, maka kinerja mereka akan menurun. Sejalan dengan pendapat Timple (1992:31) bahwa faktor internal merupakan faktor yang dihubungkan dengan sifat-sifat seseorang sedangkan faktor eksternal merupakan faktor yang mempengaruhi kinerja seseorang yang berasal dari lingkungan, misalnya dari perilaku, sikap dan tindakan-tindakan rekan kerja bawahan atau pimpinan, fasilitas kerja dan iklim organisasi.
D.3 Manfaat Kinerja Menurut Dale Furtwengler dalam Sinambela (2012) berpendapat bahwa setidaknya terdapat enam hal manfaat dari penilaian kinerja, yaitu : 1) Pengembangan pegawai Kegiatan penilaian kinerja berhubungan dengan keahlian yang dimiliki pegawai.
Penilaian
kinerja
melaksanakn perannya
pegawai
sebagai
atasan
akan
membantu
yang dapat
pimpinan
memberikan
rekomendasi atas berbagai permasalahan yang mereka hadapi. Dengan memperhatikan analisis kinerja pegawai akan tergambar dimanakah kekuatan dan kelemahan mereka.
62
2) Pengembangan pelatihan Pelatihan mengacu pada upaya yang direncanakan oleh suatu organisasi utuk mempermudah pembelajaran para karyawan tentang kompetensikompetensi yang berkaitan dengan pekerjaan. Kompetensi meliputi penegtahuan, keterampilan, atau perilaku yang sangat penting untuk keberhasilan kinerja pekerjaan. 3) Kepuasan pegawai Kepuasan kerja merupakan suatu gejala yang menarik diperhatikan dalam suatu organisasi, mengingat kepuasan kerja adalah satu variabel yang penting yang akan menentukan berhasil tidaknya suatu organisasi mecapai tujuan yang telah ditetapkan. 4) Keputusan kompensasi Penilain kinerja sangatlah penting untuk dapat diimplikasikan untuk menimbang kompensasi pegawai. Pentingnya kompensasi memperoleh perhatian dengan sungguh-sungguh dari pimpinan. Kompensasi yang baik adalah kompensasi yang selalu dihubungkan dengan kinerja pegawai. 5) Komunikasi dan Kinerja Siklus manajemen kinerja adalah dimulai dengan perencanaan kinerja dan diakhiri dengan pengkajian ulang atau evaluasi kinerja. Untuk memperlancar kegiatan perencanaan kinerja dan evaluasi kinerja perlu adanya komunikasi yang efektif sehingga perencanaan dan evaluasi kinerja dapat dilakukan dengan baik. 6) Membangun motivasi pegawai Memotivasi manusia agar dapat mengerjakan apa yang dikehendaki oleh pemimpin bukanlah hal yang mudah. Memotivasi pada dasarnya menyampaikan sesuatu yang dapat melibatkan orang melakukan yang dikehendaki. Misal dengan mengembangkan inisiatif , rasa tanggunjawab sehingga mreka terdorong untuk meningkatkna kinerja mereka.
63
Pendapat Riva’i dan Basri (2005) dalam artikel oleh Ayun (2011) yang berjudul Penilaian Kinerja pada Karyawan di Perusahaan, Kegunaan atau manfaat hasil penilaian kinerja ada sembilan manfaat, yaitu: 1) Peningkatan Kinerja (Performance Improvement) Performance Improvement berbicara mengenai umpan balik atas kinerja yang bermanfaat bagi karywan, manajer, supervisor, dan spesialis sumber daya manusia (SDM) dalam bentuk kegiatan yang tepat untuk memperbaiki kinerja pada waktu yang akan datang. 2) Penyesuaian Kompensasi (Compensation Adjustment) Penilaian kinerja membantu dalam pengambilan keputusan siapa yang seharusnya menerima kenaikan pembayaran dalam bentuk upah, bonus ataupun bentuk lainnya yang didasarkan pada suatu sistem tertentu. 3) Penempatan Keputusan (Placement Decision) Kegiatan promosi, atau demosi jabatan dapat didasarkan pada kinerja masa lalu dan bersifat antisipatif, seperti dalam bentuk penghargaan terhadap karyawan yang memiliki hasil kinerja baik pada tugas tugas sebelumnya. 4) Pelatihan dan Pengembangan Kebutuhan (Training and Development Needs) Kinerja yang buruk mengindikasikan sebuah kebutuhan untuk melakukan pelatihan kembali sehingga setiap karyawan hendaknya selalu memiliki kemampuan untuk mengembangkan diri agar sesuai dengan tuntutan jabatan saat ini. 5) Perencanaan
dan
Pengembangan
karir
(Career
Planing
and
Development) Umpan balik kinerja sangat membantu dalam proses pengambilan keputusan utamanya tetang karir spesifik dari karyawan, sebagai tahapan untuk pengembangan diri karywan tersebut. 6) Proses kekurangan staf (Staffing Process Deficiencies) Baik buruknya kinerja berimplikasi dalam hal kekuatan dan kelemahan dalam prosedur penempatan di departeman.
64
7) Ketidakakuratan informasi (Informational Inaccuracies) Kinerja yang buruk dapat menindikasikan adanya kesalahan dalam informasi analisis pekerjaan, perencanaan SDM, atau hal lain dari sistem manajemen SDM. Hal demikian akan mengarah pada ketidaktepatan dalam keputusan mempekerjakan karywan, pelatihan dan keputusan konseling. 8) Kesalahan Desain Pekerjaan (Job Design Error) Kinerja yang buruk mungkin sebagai suatu gejala dar rancangan pekerjaan yang salah atau kurang tepat. Melalui penilaian kinerja dapat didiagnosis kesalahan –kesalahan tersebut. 9) Umpan balik terhadap Sumber Daya Manusia (Feedback to Human Resourches) Kinerja yang baik dan buruk di seluruh perusahaan atau instansi mengindikasikan bagaimana baiknya fungsi SDM yang diterapkan.
D.4 Tujuan Penilaian Kinerja Penilaian kinerja atau sering dikemukakan sebagai penilaian prestasi kerja merupakan bagian dari fungsi manajemen yang penting yaitu evaluasi (penilaian) dan pengawasan, Sinambela (2013). Menurut Rao (1996) tujuan penilaian diri atau penilaian kinerja individu yaitu: 1) Menyediakan kesempatan bagi pegawai untuk mengiktisarkan : 2) Mengenali akan kebutuha perkebangannya sendiri dengan membuat rencana bagi perkembangannya di dalam organisasi dengan cara mengidentifikasi dukungan yang ia perlukan dari atasan yang harus dilaporinya dan orang-orang lain di dalam organisasi. 3) Menyampaian kepada atasan yang harus dilaporinya, sumbangannya, apa yang sudah dicapai dan refleksinya supaya ia mampu meninjau prestasinya sendiri dalam perspektif yang benar dan dalam penilaian yang lebih obyektif. Hal ini merupakan sebauh persiapan yang perlu
65
bagi diskusi-diskusi peninjauan prestasi kerja dan rencana-rencana perbaikan prestasi kerja. 4) Memprakarsai suatu proses peninjauan dan pemikiran tahunan yang meliputi seluruh organisasi untuk memperkuat perkembangan atas inisiatif sendri guna mencapai kefektifan managerial. Pendapat Moorhead an Griffin (2013) yang menyatakan bahwa pengukuran kinerja atau penilaian kinerja dapat melayani banyak tujuan, tujuan yang paling penting yaitu kemampuan untuk memberikan umpan balik yang berharga. Umpan balik yang berarti bahwa memberitahu pegawai dimana posisinya di mata organisasi. Kinerja pegawai harus terencana secara berkesinambungan, sebab peningkatan kinerja pegawai bukan merupakan peristiwa seketika tetapi memerlukan suatu perencanaa dan tindakan yang tertata dengan baik untuk kurun waktu tertentu Engkoswara dalam Sinambela (2012). Sejalan dengan Schermerhorn, Hunt dan Osborn (1991) Kinerja sebagai kualitas dan kuantitas dari pencapaian tugas-tugas, baik yang dilakukan oleh individu, kelompok, dan perusahaan. Pendapat tersebut dikuatkan oleh Robbin (1996) bahwa pencapaian tujuan yang telah ditetapkan merupakan salah satu tolak ukur kinerja individu, yakni tugas individu, perilaku individu, dan ciri individu. Berdasarkan pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa dalam peningkatan kinerja pegawai diperlukan adanya perencanaan tindakan yang berkualitas dan kuantitas dalam pencapai tujuan bersama dan ditentukan oleh kurun waktu.
D.5. Pengukuran Kinerja Menurut Robbins (1996:260) ada lima indikator untuk mengukur kinerja karyawan, yaitu : 1) Kualitas : Kualitas kerja diukur dari persepsi karyawan terhadap pekerjaan
yang
dihasilkan
serta
kesempurnaan
keterampilan dan kemampuan karyawan.
tugas
terhadap
66
2) Kuantitas : Jumlah yang dihasilkan dinyatakan dalam istilah seperti jumlah unit, jumlah siklus aktivitas yang diselesaikan. 3) Ketepatan Waktu : Tingkat aktivitas diselesaikan pada awal waktu yang dinyatakan, dilihat dari sudut koordinasi dengan hasil output serta memaksimalkan waktu yang tersedia untuk aktivitas lain. 4) Efektivitas : Tingkat penggunaan sumber daya organisasi (tenaga, uang, teknologi, bahan baku) dimaksimalkan dengan maksud menaikkan hasil dari setiap unit dalam penggunaan sumber daya. 5) Kemandirian : Tingkat seorang karyawan yang nantinya akan dapat menjalankan fungsi kerjanya, komitmen kerja merupakan suatu tingkat dimana karyawan mempunyai komitmen kerja dengan instansi dan tanggungjawab karyawan terhadap kantor. Sementara itu pengukuran kinerja pegawai yang dinyatakan Gomes (2003:134) yaitu : 1. Kuantitas Pekerjaan : Jumlah kerja yang dilakukan dalam suatu periode waktu yang ditentukan. 2. Kualitas Pekerjaan : Kualitas kerja yang dicapai berdasarkan syarat-syarat kesesuaian dan kesiapannya. 3. Pengetahuan Jabatan : Luasnya pengetahuan mengenai pekerjaan dan keterampilannya. 4. Kreativitas : Keaslian gagasan-gagasan yang dimunculkan dari tindakantindakan untuk menyelesaikan persoalan-persoalan yang timbul. 5. Kerjasama : Kesediaan untuk bekerja sama dengan orang lain (sesama anggota Organisasi). 6. Saling Ketergantungan : Kesadaran dan dapat dipercaya dalam hal kehadiran dan penyelesaian kerja tepat pada waktunya. 7. Inisiatif : Semangat untuk melaksanakan tugas-tugas baru dan dalam memperbesar tanggung jawabnya. 8. Kualitas Diri : Menyangkut kepribadian, kepemimpinan, keramahtamahan, dan integritas pribadi.
67
D.6 Sistem Penilaian Kinerja Secara umum penilaian kinerja dapat diklasifikasikan menjadi dua sistem atau metode penilaian kinerja, John Soeprihanto dalam Sinabela (2013) yaitu tipe obyektif dan tipe subyektif. 1) Sistem tipe obyektif Mengukur variabel-variabel yang secara operasional dapat menghasilkan data kuantitatif. 2) Sistem tipe subyektif Pertimbangan kemanusiaan yang memiliki berbagai kecenderungan, misal adnaya kelonggaran, kecenderungan terpusat, karena halo effect. Tipe subyektif lebih tepat dan bermanfaat jika penilaiannya didasarkan atas analisis yang diteliti mengenai perilaku yang relevan dengan pekerjaan atau jabatan yang diemban seseorang. Dalam organisasi leih banyak menggunakan penilaian kinerja objektif yang lebih fokus pada pengevaluasian kinerja terhadap standarstandar spesifik, atau ke subyektif yang lebih berfokus pada pengevaluasian seberapa baik seorang pegawai bekerja secara keseluruhan, Gibson, Ivancevich, Donnelu (1998). Selain penilaian kinerja secara objektif dan subyektif dalam penilaian kinerja perlu memperhatikan juga penilaian kineja informal dan formal. Penilaian kinerja formal biasanya berlangsung pada periode waktu tertentu, biasanya sekali atau dua kali setahun dan dibutuhkan oleh organisasi guna mengevaluasi kinerja pegawai. Sedangkan penilaian kinerja informal dapat saja terjadi manakala pengawas atau pimpinan
mersa
membutuhkan
informasi
tambahan
yang
ingin
dikomunikasikan, misalnya seorang pegawai secara konsisten dalam beberapa periode penilaian dapat memenuhi atau melebihi standar-standar yang ditentukan, penilaian kinerja informal mungkin dibutuhkan untuk mengakui dan menyampaikan hal tersebut, adanya diskusi diluar tempat kerja.
68
E. Penelitian yang Relevan Penelitian yang pernah dilakukan oleh peneliti terdahulu yaitu Femi (2014) yang berjudul The Impact of Communication on Workers’ Performance in Selected Organisations in Lagos State, Nigeria dengan hasil penelitian bahwa ada hubungan antara efektivitas komunikasi dan kinerja pegawai, produktivitas dan komitmen. Penelitian ini merekomendasikan bahwa pimpinan akan membutuhkan komunikasi terhadap pegawainya secara berlanjut untuk meningkatkan kinerja dan komitmen pegawai. Penelitian dari Afful dan Broni (2012) dengan judul penelitian Relationship Between Motivation and Job Performance at the University of Minnes and Technology, Tarkwa, Ghana : Leadership Lessons dengan hasil bahwa ada hubungan antara motivasi terhadap kinerja di Universitas Minnes dan Teknologi dan diperlukan dukungan dari manajemen untuk dapat mengembangkan program pendapatan internal sehingga dapat membantu atau memberikan isentif dan tunjangan kepada pegawai dalam universitas tersebut. Penelitian yang dilakukan oleh Salleh, Dzulkifli, Abdullah, Yaakob (2011) tentang The Effect of Motivation on Job performance of State Government Employees in Malaysia hasil dari penelitian tersebut bahwa ada pengaruh motivasi terhadap kinerja di pegawai pemerintah malaysia dan ditemukan dalam penelitian tersebut motivasi afiliansi dan kinerja saling behubungan secara positif. Azar dan Shafighi (2013) penelitian tentang The effect of Work Motivation on Employees’ Job Performance (Case Study : Employees of Iasfahan Iaslamic Revolution Housing foundation) dengan hasil yang menunjukkan bahwa motivasi kerja mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap kinerja pegawai di Rumah Yayasan Revolusi Islam. The
Relationship
between
Communication
Satisfaction
and
Performance Indicators in Palestinian Govermental Organization sebagai karya dari Alsayed, Motaghi, dan Osman (2012), tujuan dari penelitian ini untuk mempertanyakan kebijaksanaan bahwa kepuasan komunikasi karyawan berkorelasi dengan indikator kinerja pegawai pada sektor Publik Palestina
69
dari Kementerian Pendidikan dan Kesehatan di jalur Gaza. Sebagai indikator dari kepuasan yaitu informasi, relasional, informasi/relasional dan indikator dari kinerja yaitu usaha ekstra, kepuasan, dan efektivitas. Penelitian ini menghasilkan temuan bahwa dimensi informasi/relasional mempunyai dampak yang tinggi terhadap kinerja karyawan. Kemudian dimensi relasional ditemukan berkorelasi positif untuk semua dimensi kecuali dengan kepuasan dan supervisor.
F. Kerangka Berpikir Berdasarkan semua uraian dan teori diatas, maka kerangka berpikir dari penelitian ini adalah sebagai berikut : Gambar . 2.1
Efektivitas Komunikasi Organisasi (X1) Motivasi Kerja(Y)
Kinerja Pegawai(Z)
Kepuasan Komunikasi
(X2)
Kerangka berpikir ini dimulai dari peran komunikasi dalam organisasi sangat penting dan menjadi porosnya berjalannya organisasi. Organisasi dapat berkembang dan maju dapat dilihat dari interaksi anggota organisasi dalam meyelesaikan pekerjaannya sehingga dapat mewujudkan kinerja pegawai yang optimal. Selain komunikasi sebgai pernan penting dalam organisasi motivasi pegawai dalam bekerja merupakan hal yang tidak dapat disepelekan, karena apa pegawai tanpa motivasi tidak akan dapat memberikan hasil kinerja yang dapat mengembangkan organisasi. Motivasi kerja yang ada pada pegawai merupakan penggerak untuk menyelesaikan pekerjaan sesuai target kerja yang diharapkan. Tidak kalah pentingnya yaitu kepuasan komunikasi yang dirasakan
70
pegawai merupakan cermin bahwa pimpinan dan organisasi mampu memberikan bahan kerja terutama informasi. Sehingga dari pengaruh komunikasi, kepuasan, dan motivasi memberikan pengaruh yang penting terhadap peningkatan kinerja pegawai Teorinya Moerhead dan Griffin (2013:87) menyatakan bahwa kinerja pegawai
dipengaruhi
oleh
kemampuan,
lingkungan
serta
motivasi.
Kemampuan pegawai yaitu harus mampu melakukan pekerjaan secara efektif (Kemampuan dengan maksud bahwa pegawai dalam menyelesaikan pekerjaan diawali dengan perencanaan dan pada akhir pekerjaan dilakukan evaluasi agar segalanya dapat berjalan dengan optimal. Sebagai dukungan penting perencana terhadap evaluasi maka diperlukan suatu komunikasi yang efektif dan terus menerus (Bacal, 2002:83). Seorang pegawai harus mau melakukan pekerjaan secara baik (motivasi) yaitu pegawai harus mempunyai dorongan semangat kerja yang tinggi untuk meraih tujuan, dan harus mempunyai dorongan semangat erja yang tinggi untuk meraih tujuan, dan harus mempunyai materi, sumber daya, perlengkapan, dan informasi yang jelas dan tepat untuk melakukan pekerjaan tersebut (lingkungan). Defisiensi salah satu area ini akan menurunkan kinerja pegawai. Menurut Weick dalam Littlejhon dan Foss (2011:297) organisasi bisa bertahan hidup dan berkembang bila anggota organisasi terlibat dalam informasi yang mengalir dan adanya interaksi komunikasi. Sehingga aktivitas organisasi yang berjalan diperlukan suatu komunikasi dimana didalamnya terdapat informasi atau pesan yang saling mempengaruhi eluruh anggota organisasi
untuk
melakukan
aktivitas.
Aktivitas
inilah
yang
dapat
mempertahankan hidup organisasi untuk berkembang dan menghasilkan kinerja pegawai. Redding dalam Muhammad (2005) berpendapat bahwa kepuasan komunikasi
merupakan
tingkat
kepuasan
seorang
pegawai
dalam
mempersepsikan lingkungan komunikasi secara menyeluruh. Kepuasan komunikasi merupakan bagian dari kepuasna kerja yang merupakan rasa
71
nyaman terhadap pesan, media dan hubungan terhadap lingkungan organisasi (Pace dan Faules, 2013:165). Kepuasan komunikasi berpengaruh terhadap kinerja pegawai dalam dimensi informasional atau relasional mempunyai dampak tinggi terhadap kinerja pegawai (Alsayed,2012). Motivasi berkaitan erat dengan kepuasan pekerjaan dan kinerja (Chung dan Mengginson dalam Gomes, 2003:177), Motivasi kerja muncul dari proses komunikasi organisasi yang sedang dan telah terjadi, dimana pegawai ada didalmnya, pegawai terlibat proses komunikasi dengan atasan maupun sesama dalam keterkaitannya dengan harapan, pemenuhan kebutuhan, peluang dan kinerja mereka (Pace dan Faules, 2009:113). Teori dua faktor dari Herzberg khusunya faktor motivator atau motivasi intrinsik bahwa seorang pimpinan bisa membuat pegawai lebih keras bekerja untuk meningkatkan kinerja pegawai, maka yang lebih diperhatikan pada faktor intrinsik atau motivasi intrinsik (Pace dan Faules, 2009:345) karena tingkah laku yang ditunjukkan untuk mengatasi situasi atau tantangan, rasa mampu atau kompeten memiliki hubungan yang erat dengan kinerja pegawai (Deci dalam Koeswara, 1989:240)
G. Hipotesis 1. Terdapat tingkat efektivitas komunikasi organisasi, Kepuasan Komunikasi, Motivasi Kerja, dan Kinerja Pegawai. 2. Terdapat pengaruh langsung dari Efektivitas Komunikasi Organisasi terhadap Kinerja Pegawai Negeri Sipil Tenaga Kependidikan Fungsional. 3. Terdapat pengaruh langsung dari Kepuasan Komunikasi terhadap Kinerja Pegawai Negeri Sipil Tenaga Kependidikan Fungsional.
72