BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Proses Produksi Banyak proses dapat dipergunakan untuk menghasilkan sebuah produk yang memiliki bentuk, ukuran dan kualitas permukaan tertentu. Menurut Agus Susanto, proses manufaktur (atau dalam buku ini disebut juga proses produksi) tersebut dapat dibagi atas 8 (delapan) kelompok besar yaitu : 1. Prores pengecoran (Casting Processes) 2. Proses pembentukan (Forming Processes) 3. Proses pemesinan (Machining Processes) 4. Proses produksi polimer (Polymer Processing) 5. Proses metalurgi serbuk (Powder Metalurgy) 6. Proses penggabungan (Joining Processes) 7. Proses penyelesaian akhir seperti heat treatment dan surface treatment (Finishing Processes) 8. Proses perakitan (Assembly Processes) 2.1.1 Proses Pengecoran Pengecoran adalah suatu proses manufaktur yang menggunakan logam cair dan cetakan untuk menghasilkan komponen dengan bentuk yang mendekati bentuk geometri akhir produk jadi. Logam cair akan dituangkan atau ditekan ke dalam cetakan yang memiliki rongga sesuai dengan bentuk yang diinginkan. Setelah logam cair memenuhi rongga dan kembali ke bentuk padat selanjutnya cetakan disingkirkan dan hasil cor dapat digunakan untuk proses sekunder. Secara umum proses pengecoran sendiri dibedakan menjadi dua macam, yaitu traditional casting dan non traditional atau comtemporary casting. Perbedaan secara mendasar di antara keduanya adalah bahwa contemporary casting tidak bergantung pada pasir dalam pembuatan cetakannya dan biasanya digunakan untuk menghasilkan produk dengan geometri yang kecil dibandingkan bila menggunakan traditional casting. Hasil coran non traditional casting juga
Universitas Sumatera Utara
tidak memerlukan proses tambahan untuk penyelesaian permukaan. Jenis logam yang kebanyakan digunakan di dalam proses pengecoran adalah logam besi bersama-sama dengan aluminium, kuningan, perak, dan beberapa material non logam lainnya. Beberapa proses pengecoran tradisional yang dikenal antara lain adalah sand-mold casting, dry-sand casting, shell mold casting, full mold casting, dan vacuum mold casting. Sedangkan beberapa teknik non tradisional yang banyak dipakai antara lain high pressure die casting, permanent mold casting, centrifugal mold casting, investment casting, dan plaster mold casiting. Teknik Cetak Tekan (Die Casting) Proses pengecoran dengan cetakan logam prinsip penuangannya tidak jauh beda dengan penuangan pada cetakan pasir, yang berbeda pada system ini ialah bahan cetakan itu sendiri yakni cetakan dibuat dari bahan logam, tentu saja salah satu syarat dari cetakan logam ini adalah logam bahan cetakan harus tahan terhadap temperatur tinggi seingga apabila bahan logam cair dituangkan kedalam cetakan tersebut tidak mengakibatkan perubahan bentuk pada cetakan tersebut yang akan mengakibatkan berubahnya bentuk produk hasil cetakan itu sendiri. Disamping itu pula produk hasil pencetakan harus mudah dikeluarkan dari dalam cetakannya. Untuk kebutuhan ini sebagai bahan cetakan (dies) dipilih dari baja paduan (alloy steel) atau dapat pula menggunakan baja tuang dengan kandungan fosphor dan sulphur atau besi tuang perlitis. Pembuatan Dies ini memerlukan biaya yang cukup mahal serta pengguaan Mesin dan peralatan khusus serta disain yang cermat, namun demikian perkembangan teknologi dan rekayasa industri melalui sistem komputerisasi rancangan dan manufactur (CAD/CAM), pemakaian mesin EDM dan lain-lain, pembuatan dies relatif menjadi lebih mudah. Oleh karena itu die casting biasanya diterapkan dalam pembuatan produk-produk dengan tingkat ketelitian tinggi dan produksi terus menerus (mass production) atau produksi dengan jumlah banyak dan seragam. Seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2.1 Dalam perkembangannya pemakaian mesin pembuat cetakan logam ini mengalami kemajuan yang pesat mengingat proses pembentukan melalui
Universitas Sumatera Utara
pengecoran dapat dipertimbangkan sebagai suatu proses yang cukup efisien dengan menghasilkan produk dengan kualitas yang dikendalikan sejak bahan berbentuk bahan baku yang diformulasikan secara sistematis, proses pembentukan melalui pemesinan serta memungkinkan diperbaiki sifatnya melalui proses perlakuan panas. Namun untuk itu pula diperlukan berbagai kemampuan serta senantiasa mengembangkannya sesuai dengan kebutuhan dan perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi.
Gambar 2.1 Proses Teknik Cetak Tekan 2.1.2 Proses Pembentukan Proses pembentukan adalah melakukan perubahan bentuk pada benda kerja dengan cara memberikan gaya luar sehingga terjadi deformasi plastis. Deformasi yang terjadi pada proses pembentukan memanfaatkan sifat material ( biasanya logam) untuk mengalir secara plastis pada keadaan padat ke bentuk yang kita inginkan tanpa ada material yang terbuang dalam bentuk geram. Beberapa proses pembentukan yang dikenal luas antara lain adalah proses tempa (tempa panas atau tempa dingin), ekstruksi, proses penarikan kawat, deep drawing, blanking, spinning, rolling, shearing, bending (membengkokkan), stamping dan lain-lain. 2.1.3 Proses pemesinan Proses pemotongan logam yang disertai dengan terbentuknya material sisa dalam bentuk geram (chip). Pada proses pemesinan terjadi gerakan relatif antara pahat potong dan benda kerja. Secara prinsip pahat potong jauh lebih keras dari
Universitas Sumatera Utara
benda kerja sehingga dengan adanya gerakan relatif dan disertai dengan terjadinya gaya geser antara pasar dan benda kerja maka material benda kerja akan terpotong. Tujuan proses pemesinan secara umum adalah untuk menghasilkan benda kerja sesuai dengan ukuran bentuk dan kekasaran permukaan yang diminta. Tiga hal yang terakhir ini sering disebut dalam istilah manufaktur adalah keterpenuhan atas spesifikasi geometrik yang diminta pada produk. Proses pemesinan secara umum merupakan proses akhir dari proses pembuatan komponen. Proses pemesinan dewasa ini sering dikategorikan atas proses pemotongan dengan pahat, proses abrasif dan proses pemesinan non konvensional. Beberapa proses pemesinan yang dikenal luas adalah proses bubut (turning), proses freis (milling), proses gurdi (drilling), memperbesar lubang (boring), gergaji, pembuatan roda gigi gerinda (grinding), EDM (electricdischarge machining) dan lain-lain. 2.1.4 Proses produksi polimer Polimer atau dikenal sebagai plastik oleh banyak orang adalah material non logam yang terdiri dari molekul-molekul yang menyertakan rangkaian atau lebih dari satu monomer. Polimer memiliki sifat yang khas dibandingkan material lain yaitu polimer jauh lebih ringan tahan korosi cukup kuat murah dan mudah dibentuk menjadi bentuk yang kompleks. Dengan sifat ini banyak produk dibuat dengan memakai material polimer sebagai substitusi bahan logam. Tipe polimer secara garis besar dapat dibedakan antara polimer termoplastik polimer termoset dan polimer elastomer. Polimer termoplastik bersifat lunak dan viscos pada saat dipanaskan dan menjadi keras dan kaku pada saat didinginkan secara berulang-ulang. Sedangkan polimer termoset hanya melempar pada saat pertama kali dipanaskan dan selanjutnya mengarah secara permanen pada saat didinginkan. Polimer jenis elastomer misalnya karet alam memiliki daerah yang sangat besar. Umumnya produk dengan bahan polimer dibuat dengan menggunakan proses cetak tekan (injection molding), ekstruksi ( proses ditekan panas melalui
Universitas Sumatera Utara
sebuah orifice), blow molding ( diekstruksi membentuk pipa kemudian ditiup di dalam cetakan) ataupun thermoforming (lembaran polimer yang dipanaskan ditekan kedalam suatu cetakan). 2.1.5 Proses Metalurgi Serbuk Bahan dasar teknologi ini adalah serbuk metal (metallic powder). Secara umum proses dalam metalurgi serbuk yaitu, sejumlah serbuk dari bahan murni atau bahan paduan dipadatkan (ditekan) di dalam cetakan, kemudian disinter atau dipanaskan di dalam tungku (furnace) pada temperature tertentu. Keuntungan dari teknologi metalurgi serbuk adalah menghilangkan atau meminimalisasi proses pemesinan, tidak ada material yang terbuang, ketelitian dan kehalusan permukaan tinggi, kekuatan dan ketahanan aus meningkat, serta bentuk yang kompleks. 2.1.6 Proses Penyambungan Proses penyambungan adalah proses menggabungkan dua atau lebih benda kerja menjadi satu kesatuan. Proses penyambungan (joining) yang paling banyak dipakai adalah proses pengelasan (welding). Selain itu proses penyambungan yang sering dipakai dalam soldering, brazing, adhesive (bahan perekat), keeling (riveting) serta sambungan tidak tetap dengan menggunakan baut dan mur. Proses pengelasa juga dapat dibedakan menjadi dua kategori proses yaitu fusion welding dan solid-state welding. Yang termasuk pada kategori fusion welding antara lain las karbit (oxyacytelene), gas-tungsten arac welding, plasma arc welding shielded-metal arc welding, dan submerged-arc welding. Sedangkan yang termasuk kategori solid state welding antara lain adalah las titik (spot welding), friction welding, seam welding, stud welding, dan flash welding. 2.1.7 Perlakuan Panas dan Permukaan Perlakuan panas (heat treatment) adalah salah satu proses untuk mengubah struktur logam dengan jalan memanaskan benda kerja pada tungku pemanas sampai temperature rekristalisasi selama periode waktu tertentu kemudian
Universitas Sumatera Utara
didinginkan pada media pendingin seperti udara, air, garam, oli, dan solar yang masing-masing mempunyai kerapatan pendinginan yang berbeda-beda. Dengan adanya pemananasan atau pendingnian dengan kecepatan tertentu maka logam dan paduan memperlihatkan perubahan strukturnya yang akan mengubah juga sifat mekanik logam tersebut. Beberapa perlakuan panas bertujuan untuk melunakkan struktur kristal, menghaluskan
butir,
menghilangkan
tegangan
dalam
dan
memperbaiki
machineability. Jenis dari perlakuan panas antara lain disebut dengan amneaning, normalizing dan homogenizing. Sedangkan perlakuan panas untuk mendapatkan kekerasan dan kekuatan yang lebih tinggi antara lain adalah celup cepat (quenching), hardening, martempering dan austempering. Sedangkan perlakuan permukaan (surface treatment) merupakan proses untuk meningkatkan karakteristik permukaan logam seperti tahan terhadap korosi, tahan geser dan aus, permukaan yang lebih kuat dan keras serta memberikan aspek estetika tertentu. Yang termasuk dalam proses ini adalah surface hardening (seperti: carburizing, nitriding, dan flame hardening), electroplating, coating, pengecatan, dan lain-lain. 2.1.8 Proses Perakitan Proses perakitan (assembly) adalah proses penggabungan beberapa atau banyak parts atau komponen menjadi kesatuan untuk menghasilkan suatu produk akhir. Proses perakitan memerlukan suatu lini perakitan yang terdiri dari urutan banyak stasiun kerja dengan tugas penggabungan tertentu. Proses perakitan dapat dilakukan secara manual (dilakukan oleh operator), gabungan manual dan otomatik ataupun secara otomatik murni dengan mempergunakan robot industry. Pada umumnya proses perakitan komponen menjadi produk dilakukan pada beberapa stasiun kerja manual oleh beberapa operator kerja. Di negara maju, karena alasan mahalnya upah operator, maka proses perakitan banyak digantikan oleh stasiun kerja otomatis, dimana robot industri memegang peranan penting.
Universitas Sumatera Utara
2.2 Proses Pembuatan Produk Komposit Matriks Polymer Menurut Siswo, bahan polymer memiliki keunggulan dari pada bahan logam dan ceramic yakni lebih liat juga lebih murah tetapi juga memiliki kekurangan antara lain kurang kuat, kurang baik terhadap suhu tinggi juga kurang sesuai digunakan untuk menanggung beban tinggi. Oleh sebab itu sifat bahan polymer ini harus diperbaiki lagi. Salah satu metode yang digunakan adalah dengan mencampurkan bahan serat kedalamnya, yaitu dengan menjadikannya komposit. Berbagai macam proses pembuatan produk komposit matriks polymer. 1.
Cara Hand Lay-Up Cara ini merupakan metode yang paling mudah dan murah namun lambat
dan membutuhkan tenaga kerja yang berpengalaman dan mahir. Prosesnya dilakukan dengan tangan dan peralatan yang sederhana yakni roller dan kuas saja, seperti diperlihatkan pada gambar 2.2. Bahan yang digunakan serat kaca sebagai tulangan dan polyester resin sebagai matriksnya. Kebanyakan produk yang dihasilkan adalah badan boat, sampan, tangki air, dan sebagainya.
Gambar 2.2 Cara Hand Lay-Up 2.
Cara Semprot/Semburan Semprotan/semburan dilakukan secara serentak dengan serat yang tak
beraturan, biasanya serat kaca dan resin ke atas permukaan mal menggunakan alat penyemprot (spray gun) dengan tekanan yang sesuai. Roller juga dipergunakan untuk meratakan dan mengeluarkan udara yang terperangkap seperti diperlihatkan pada gambar 2.3.
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.3 Cara Semprot/Semburan
3.
Cara kantong Vakum (vacuum bag) Melalui cara ini cairan komposit resin dan cetakan dimasukkan ke dalam
kantong atau membrane yang lentur kemudian bagian dalam kantong dikeluarkan dengan cara divakum, diperlihatkan gambar 2.4
Gambar 2.4 Cara Kantong Vakum Ini menyebabkan tekanan atmosfir dari arah luar menekan kantong atau membrane secara seragam ke atas resin komposit yang basah ini. Tekanan kerja sekitar 383 kPa.
4.
Cara Kantong Tekanan (Preassure Bag) Cara kantong tekanan digunakan apabila dibutuhkan tekanan yang lebih
besar dari tekanan kantong vakum. Tekanan yang diberikan dari sebelah luar seperti ditampilkan pada gambar 2.5.
Gambar 2.5 Cara Kantong Tekanan
Universitas Sumatera Utara
5.
Cetakan Autoklaf Cara ini dilakukan apabila tekanan kerja melebihi dari kantong bertekanan.
Tekanan yang diberikan dapat mencapai 1380 kPa, diperlihatkan pada gambar 2.6 (a) dan (b).
Gambar 2.6 Cetakan Autoklaf
Umumnya
produk
yang
dihasilkan
dengan
standar
aeronautical
dipergunakan antara lain untuk komponen struktur pesawat terbang (bagian ekor dan sayap), mobil racing F1 dan raket tenis.
6.
Cara Cetakan Suntikan (Injection Molding) Metode suntikan sesuai untuk produksi masal tetapi hanya untuk
komponen kecil. Cara ini dapat menghemat tenaga kerja selain juga lingkungan kerja yang bersih dan terjamin keselamatan kerja. Cara ini merupakan penggabungan antara metode suntik dan juga dibantu dengan alat vakum (gambar 2.7). Produk yang dihasilkan banyak digunakan untuk komponen otomotid dan tempat duduk kereta api.
Gambar 2.7 Cetakan Suntikan
Universitas Sumatera Utara
7.
Proses Pultrusi (pultrusion) Pultrusi merupakan teknik pemprosesan istimewa yang menggabungkan
serat penguat dan resin matriks dalam alat yang sesuai untuk menghasilkan profil penguatan dengan ketahanan membujur yang baik. Serat ditarik keluar melalui rendaman resin juga melalui pewarna yang dipanaskan, seperti diperlihatkan gambar 2.8. Proses ini merupakan cara yang cepat dan ekonomis dimana kandungan resin dan serat dapat diatur takarannya sesuai dengan yang diinginkan. Sifat struktur juga sangat baik karena profil yang dihasilkan mempunyai serat yang lurus dan pecahan isi paduan serat yang tinggi. Contoh produk yang dihasilkan adal ah sambungan yang digunakan dalam struktur jembatan, tangga, dan sebagainya.
Gambar 2.8 Proses Pultrusi 2.3 Komposit Menurut Herman, komposit adalah bahan yang dicampurkan dua atau lebih tahap yang berbeda. Oleh karena itu komposit bersifat heterogen. Komposit adalah material yang satu tahap berlaku sebagai sebuah penguatan terhadap tahap kedua. Tahap kedua disebut matriks. Umumnya dalam komposit terdapat bahan yang disebut sebagai matriks dan bahan penguat. Bahan matriks umumnya dapat berupa logam, polimer, keramik, karbon. Matriks dalam komposit berfungsi untuk mendistribusikan beban ke dalam seluruh material penguat komposit. Sifat matriks biasanya ulet (ductile). Bahan penguat dalam komposit berperan untuk menahan beban yang diterima oleh material komposit. Sifat bahan penguat biasanya kaku dan tangguh. Bahan penguat yang umum digunakan selama ini adalah serat karbon, serat gelas, keramik. Serat alam sebagai jenis serat yang memiliki kelebihan-kelebihan mulai diaplikasikan sebagai bahan penguat dalam komposit polimer.
Universitas Sumatera Utara
Pada umumnya konsep material komposit yang dibuat dapat dibagi ke dalam tiga kelompok utama : 1. Komposit Matrik Polimer (Polymer Matrix Composites-PMC). Bahan ini merupakan bahan komposit yang sering digunakan disebut, Polimer Berpenguatan Serat (FRP –Fibre Reinforced Polymers or Plastic)-bahan ini menggunakan suatu polimer berdasar resin sebagai matriknya dan suatu jenis serat seperti kaca, karbon dan aramid (Kevlar) sebagai penguatan. 2. Komposit Matriks Logam (Metal Matriks Composites-MMC). Ditemukan berkembang pada indurstri otomotif, bahan ini menggunakan suatu logam seperti aluminium sebagai matrik dan penguatnya dengan serat seperti silicon karbida. 3. Komposit Matrik Keramik (Ceramic Matrix Composites –CMC). Digunakan pada lingkungan bertemperatur sangat tinggi, bahan ini menggunakan keramik sebagai matrik dan diperkuat dengan serat pendek, atau serabut-serabut (whiskers) dimana terbuat dari silicon karbida atau boron nitride. Secara garis besar komposit dapat diklasifikasikan menjadi empat macam, antara lain : 1. Material serat komposit (Fibrous Composites Materials) Terdiri dari dua komponen penyusun yaitu matriks dan serat. Skema penyusunan serat dapat dibagi menjadi tiga: a. Serat berturut b. Serat terputus c. Serat acak terputus 2. Material komposit berlapis (laminated composites material) Terdiri dari dua atau lebih lapisan material yang berbeda dan digabung secara bersama-sama. Laminated composite dibentuk dari berbagai lapisan-lapisan dengan berbagai macam arah penyusunan serat yang ditentukan yang disebut lamina. Yang termasuk Laminated Composites (komposit berlapis) yaitu : a. Bimetals
Universitas Sumatera Utara
b. Cladmetals c. Laminated glass d. Plastic based laminates 3. Material komposit partikel (particulate composites materials) Terdiri dari suata atau lebih partikel yang tersuspensi di dalam matriks dari matriks lainnya. Partikel logam dan non-logam dapat digunakan sebagai matriks. Empat kombinasi yang digunakan sebagai matriks komposit partikel: a. Material komposit partikel non-logam di dalam matriks non-logam b. Material komposit partikel logam di dalam matriks non-logam c. Material komposit partikel non-logam di dalam matriks logam d. Material komposit partikel logam di dalam matriks logam
4. Kombinasi dari ketiga tipe di atas Secara umum, sifat-sifat komposit ditentukan oleh : a. Sifat-sifat serat b. Sifat-sifat resin c. Rasio serat terhadap resin dalam komposit (fraksi volume serat – fibre volume fraction) d. Geometri dan orientasi serat pada komposit 2.4 Composite Casting Resin Menurut Azom, composite casting resin adalah proses pengecoran plastic di mana resin sintetik cair diisi dalam cetakan dan dibiarkan mengeras. Secara tradisional proses ini digunakan untuk produksi skala kecil seperti prototype industri dan produk kedokteran gigi. Hal ini juga dapat digunakan oleh penggemar dan produsen untuk membuat mainan, model skala, model objek, patung-patung, dan produksi perhiasan skala kecil. Casting resin relative sangat mudah digunakan. Pengembangan berbagai jenis komposit telah meningkatkan permintaan untuk pengecoran resin. Komposit ringan yang banyak digunakan antara lain pada angkatan laut, otomotif, dll.
Universitas Sumatera Utara
Proses sederhana untuk pengecoran resin adalah pengecoran gravitasi. Dalam proses ini, resin dituangkan ke dalam cetakan dan dibiarkan mengalir oleh gravitasi. Bila resin dicampur, gelembung udara dapat terjadi dalam cairan, ini dapat dihapus dalam ruang vakum. Pengecoran ini juga dapat dilakukan dalam ruang vakum terutama ketika menggunakan cetakan terbuka, untuk mengekstrak gelembung. Hal ini juga dapat dilakukan dalam panic tekanan untuk mengurangi ukuran gelembung udara ke titik di mana meraka tidak terlihat. Akhirnya, tekanan dan gaya sentrifugal dapat digunakan untuk mendorong cairan resin sesuai dengan cetakan. 2.4.1 Jenis Resin Casting untuk Manufaktur Komposit Ada beberapa jenis resin pengecoran tersedia di pasar : 1. Polyurethane casting resin digunakan bersama dengan cetakan karet silicon untuk menghasilkan coran plastic yang tepat dari bagian asli atau prototype cepat. Resin ini memiliki stabilitas termal yang sangat baik, viskositas yang sangat rendah, ketahanan pasn yang tinggi, dan dapat dengan mudah berpigmen untuk mencapai berbagai macam warna. Mereka mampu mereproduksi detail permukaan yang sangat unik. Hal ini relative murah, dan biayanya bahkan efektif untuk coran dengan ukuran yang lebih besar. Ini juga sangat mudah dibentuk dan dicetak. 2. Water clear polyurethane casting resin memiliki kinerja tinggi, ultra clear casting resin dapat digunakan dalam clear casting, prototyping cepat, dan objek embedding / enkapsulasi dapat dipoles pada gloss tinggi dan UV yang stabil. 3. Water clear polyester casting resins ini cocok untuk objek embedding, pengecoran patung, membuat perhiasan dan mengatur desain. 4. Aluminium filled epoxy casting resin ini dirancang untuk aplikasi perkakas suhu tinggi dan dikenal untuk property sangat keras. 2.4.2 Material Komposit Resin Casting 1. Acrylic- Ada beberapa jenis resin akrilik. Sebagai contoh, jenis metakrilat metal dari resin sintetis yang digunakan untuk memproduksi kaca akrilik seperti
Universitas Sumatera Utara
plexi glass, yang lebih dari polimer plastic bukan kaca. Resin ini sangat ideal untuk embedding objek. 2. Epoxy – resin epoxy memiliki viskositas rendah dari pada resin poliuretan. Ini adalah resin polyester yang mengandung lebih dari satu kelompok epoxy. Mereka mampu diubah menjadi bentuk thermoset. 3. Polyester-resin polyester tak jenuh yang diproduksi oleh reaksi kondensasi antara asam seperti anhidra ftalat, anhidra maleat, asam isoftalat, dan glikol (propilen glikol, di-etilena glikol, mono-etilena glikol). Umumnya digunakan untuk aplikasi plastic yang diperkuat. Didalam penelitian ini dibahas proses pembentukan knalpot dengan bahan komposit yang diuji dengan Polimer Thermosetting jenis Polyester. 2.4.3 Resin Polyester Resin Polyester didefinisikan sebagai suatu molekul-molekul zat yang mengandung lebih dari satu digolongkan kedalam polyester-α (yang termasuk proses internal, proses terminal atau pada suatu siklus struktur yang mampu diubah
bentuk
aplikasi
thermoset.
Istilah-istilah
ini
digunakan
untuk
mengindikasikan resin berada diantara golongan thermoset resin cair dengan viskositas relatif rendah, mengeras pada suhu kamar dengan penggunaan katalis tanpa menghasilkan gas sewaktu pengesetan yaitu tidak perlu diberi tekanan pada saat pencetakan. 2.4.4 Sifat-sifat Resin Polyester 1. Didalam sifat termalnya, resin polyester memiliki suhu deformasi termal lebih rendah dari pada resin termoset lainnya. 2. Matriks tersebut dapat menghasilkan keserasian matriks-penguat dengan mengontrol faktor jenis dan jumlah komponen, katalis, waktu dan suhu. 3. Memiliki sifat listirik yang cukup baik diantara resin termoset lainnya. 4. Mengenai ketahanan kimia, kuat terhadap asam tetapi lemah terhadap alkali dan bahan ini mudah mengembang dalam pelarut yang melarutkan polimer stiren.
Universitas Sumatera Utara
5. Kemampuan terhadap cuaca sangat baik, tahan terhadap kelembapan dan sinar Ultra Violet bila dibiarkan diluar. 2.4.5 Aplikasi dalam Bahan Komposit Berikut ini adalah area aplikasi utama resin komposit pengecoran : 1. Kaki palsu dan aplikasi lain yang berhubungan. 2. UV stabilized yang dimodifikasi untuk translucent sheets. 3. Encapsulation potting for chokes dan transformer untuk aplikasi isolator listrik. 4. Aplikasi pada pultrusion. 5. Vacuum forming. 6. Alat tekan platen. 7. Garage kits. 8. Aplikasi yang membutuhkan kejelasan ekstrim. 9. Dekorasi dan aplikasi artistic. 2.5 Proses Manufaktur 2.5.1 Dasar-Dasar Proses Manufaktur Menurut Slamet, perkembangan proses manufaktur modern dimulai sekitar tahun 1980-an. Terjadinya perang sipil membuat banyak kemajuan proses manufaktur di Amerika. Eksperimen dan analis pertama dalam proses manufaktur dibuat oleh Fred W. Taylor ketika menerbitkan tulisan tentang pemotongan logam yang merupakan dasar-dasar dari proses manufaktur. Kemudian diikuti oleh Myron L. Begemen sebagai pengembangan lanjutan proses manufaktur. Sejak pertama dipergunakannya mesin-mesin perkakas, secara perlahan berkencederungan untuk menggunakan mesin lebih efisien, yaitu
dengan
mengkombinasikan proses manufaktur dan semakin digunakannya mesin sebagai pengganti manusia untuk menurunkan waktu pemrosesan dan jumlah tenaga kerja. Sejalan dengan perkembangan mesin-mesin produksi, kualitas proses manufaktur
menjadi
tuntutan.
Berkembangannya
pemahaman
tentang
Universitas Sumatera Utara
inchangeeable mengharuskan pengendalian dimensi produk secara ketat, sehingga proses perakitan dapat berjalan cepat, biasa rendah khususnya pada produksi massal. Untuk menjaga agar dimensi produk tetap terkendali, maka mengharuskan penyedian fasilitas inspeksi yang memadahi. Untuk menghasilkan produk yang kompetitif, maka menjadi penting untuk merancang produk yang lebih murah, berkaitan dengan material, proses manufaktur atau pemindahan dan penyimpanan. Suatu produk dirancang mempunyai kekuatan yang tinggi, tahan korosi, mempunyai umur pakai yang panjang atau yang lain, namun demikian kriteria ekonomis tetap dipertimbangkan. Untuk komponen-komponen yang diproduksi secara masal, perancangan disesuaikan dengan mesin-mesin yang ada, yaitu untuk minimasi berbagai macam waktu set-up. Pemilihan mesin atau proses manufaktur untuk
menghasilkan produk
merupakan pengetahuan tentang metode proses manufaktur. Faktor-faktor yang dipertimbangkan dalam pemilihan proses manufaktur meliputi jumlah produk, kualitas akhir produk, dan keterbatasan dari peralatan yang ada. Kenyataannya, suatu produk dapat dibuat melalui berbagai macam metode, tetapi secara ekonomis biasanya ada satu jalan yang dipilih. 2.5.2 Faktor-Faktor Proses Manufaktur Proses manufaktur merupakan suatu proses pembuatan benda kerja dari bahan baku sampai barang jadi atau setengah jadi dengan atau tanpa proses tambahan. Suatu produk dapat dibuat dengan berbagai cara, di mana pemilihan cara pembuatannya tergantung pada :
Jumlah produk yang dibuat akan mempengaruhi pemilihan proses pembuatan sebelum produksi dijalankan. Hal ini berkaitan dengan pertimbangan segi ekonomis.
Universitas Sumatera Utara
Kualitas produk yang ditentukan oleh fungsi dari komponen tersebut. Kualitas produk yang akan dibuat harus mempertimbangkan kemampuan dari produksi yang tersedia.
Fasilitas produksi
yang dimiliki yang dapat digunakan sebagai
pertimbangan segi kualitas dan kuantitas produksi yang akan dibuat.
Penyeragaman (standarisasi), terutama pada produk yang merupakan komponen atau elemen umum dari suatu mesin, yaitu harus mempunyai sifat mampu tukar (interchangeable). Penyeragaman yang dimaksud meliputi bentuk geometri dan keadaan fisik.
2.6 Bahan Komposit Polymer 2.6.1 Polyester Resin Menurut Siswo, bahan ini tergolong polimer thermoset dan memiliki sifat yang dapat mengeras pada suhu kamar dengan penggunaan katalis tanpa pemberian tekanan ketika proses pencetakannya menjadi suatu peralatan tertentu. Resin polyester tak jenuh merupakan hasil reaksi antara asam basa tak jenuh seperti anhidrid ftalat dengan alcohol dihidrat seperti etilen glikol. Struktur material yang digunakan dalam penelitian ini ialah jenis struktur crosslink dengan keunggulan pada daya tahan yang lebih baik terhadap pembebanan tertentu. Hal ini disebabkan molekul yang dimiliki bahan ini adalah dalam bentuk rantai molekul raksasa atom-atom karbin yang saling berhubungan satu dengan lainnya. Pada gambar 2.9 dengan menggunakan dwi fungsi asam dan dwi fungsi alkohol (glikol) dihasilkan suatu polyester linier.
Gambar 2.9 Reaksi Pembentukan Ester (Frank A, 1998) Dengan demikian struktur molekulnya menghasilkan efek peredaman yang cukup baik terhadap beban yang diberikan. Kekuatan bahan ini diperoleh ketika dalam keadaan komposit, di mana telah bercampur dengan bahan-bahan penguat, seperti serat kaca, karbon, dan lain-lain. Sementara dalam keadaan tunggal, bahan ini memiliki sifat kaku dan rapuh. Data mekanik material polyester diperlihatkan pada Tabel 2.1.
Universitas Sumatera Utara
Tabel 2.1 Karakteristik Mekanik Polyester Resin / Tak Jenuh Sifat Mekanik
Satuan
Besaran
Berat Jenis
Mg.m-3
1.2 s/d 1.5
Modulus Young (E)
GPa
2 s/d 4.5
Kekuatan Tarik
MPa
40 s/d 90
*Sumber data : Siswo Pranoto (2010)
Pada temperatur kamar resin ini cukup stabil, tetapi dengan penambahan suatu peroksida (biasanya disebut katalis) akan terjadi pengerasan (curing). Pengerasan ini terjadi karena reaksi ikat silang secara radikal bebas dari poliester dengan monomer reaktif yang ditambahkan dalam resin poliester tersebut. Sebagai monomer aktif, dalam hal ini ditambahkan stirena yang pada umumnya dengan komposisi 30/70 resin. Dalam reaksi ini terjadi konversi ikatan rangkap menjadi ikatan tunggal. Adanya radikal bebas yang terbentuk setelah terjadinya dekomposisi, memungkinkan terjadi reaksi propagasi antara resin polyester dengan stirena takjenuh (monomer reaktif). Reaksi ini akan merubah resin poliester dan molekul stirena menjadi radikal bebas sehingga terjadi mekanisme reaksi berikutnya dengan molekul resin selanjutnya. Reaksi antara stirena dengan ikatan rangkap yang reaktif dari polyester (Pritchard G, 1984), akan menghasilkan ikatan silang dalam bentuk polimer jaringan tiga dimensi. Struktur molekul dalam bentuk padat dapat digambarkan sebagai berikut (Gambar 2.10) :
Gambar 2.10 Struktur Molekul Padat Polimer dan Stirena
Universitas Sumatera Utara
Dimana : M
= komponen asam maleat anhidrat
P
= komponen phtalik anhidrat
G
= komponen glikol
X
= monomer reaktif yang ditambahkan (stirena)
2.6.2. Batang Kelapa Sawit (BKS) Menurut Rahmadhani, kelapa sawit (Elais guineensis Jacq) yaitu merupakan tumbuhan dari ordo : Palmales family : Palmaceae, sub family Cocoideae. Tumbuhan ini termasuk tumbuhan monokotil dengan ciri-ciri tidak memiliki kambiumm, pertumbuhan sekunder, lingkaran tahun, sel jari-jari, kayu awal, kayu akhir, cabang, mata kayu. Pertumbuhan dan pertambahan diameter batang berasal dari pembelahan secara keseluruhan dan pembebasan sel pada jaringan dasar pembesaran serat dari berkas pembuluh. Batang terdiri dari serat dan parenkim. Pohon kelapa sawit produktif sampai umur 25 tahun, ketinggian 912 meter dan diameter 45-65 cm yang diukur pada ketinggian 1,5 meter dari permukaan tanah. Jika tanaman telah mencapai dari 12 meter sudah sulit untuk dipanen, maka pada umumnya tanaman di atas 25 tahun sudah diremajakan. Batang kelapa sawit memiliki jaringan parenkim dan serat (Gambar 2.11)
Gambar 2.11 Penampang Melintang Batang Kelapa Sawit
Komponen-komponen yang terkandung dalam kayu kelapa sawit adalah selulosa, lignin, parenkim, air, dan abu dan pati (Tomimura, 1992). Kandungan parenkim dan air meningkat sesuai dengan ketinggiannya. Tingginya kadar air menyebabkan kestabilan dimensi batang kelapa sawit rendah. Parenkim pada bagian atas pohon mengandung pati hingga 40% ini menyebabkan sifat fisik dan
Universitas Sumatera Utara
mekanik batang kelapa sawit juga rendah, yaitu mudah patah, retak dan mudah diserang rayap (Tomimura, 1992). Kerapatan kayu betang kelapa sawit berkisar dari 0,2 g/ml sampai 0,6 g/ml dengan kerapatan rata-rata 0,37 g/ml (Lubis, A. U. 1994). Persentase kandungan dari kayu kelapa sawit dapat dilihat pada Tabel 2.2. Tabel 2.2 Persentase Komponen-Komponen Kayu Kelapa Sawit Komponen
Kandungan %
Air
12,5
Abu
2,25
SiO2
0,48
Lignin
17,22
Hemiselulosa
16,81
α-selulosa
30,77
Pentosa
20,05
2.6.3 Pembersih Serat Pembersih serat yang digunakan adalah sodium hydroxide (NaOH) konsentrasi 1molar dengan volume pemakaian sebesar 1% dari volume air yang digunakan untuk merendam TKKS. Bahan ini berfungsi sebagai pengikat sisa lemak perebusan TKKS sehingga membentuk larutan sabun yang terpisah dengan serat. 2.6.4 Hardener Bahan hardener merupakan bahan yang memungkinkan terjadinya proses curing, yaitu proses pengerasan pada resin (Romels C. A, 2011). Hardener ini terdiri dari dua bahan yaitu katalisator dan accelerator. Katalisator dan accelerator akan menimbulkan panas, pengaruh panas ini diperlukan untuk
Universitas Sumatera Utara
mempercepat proses pengeringan sehingga bahan menjadi kuat. Namun apabila panasnya terlalu tinggi maka akan merusak ikatan-ikatan antar molekul dan juga akan merusak seratnya. Katalisator adalah bahan yang mempercepat terbukanya ikatan rangkap molekul polimer kemudian akan terjadi pengikatan-pengikatan antar molekul molekulnya. Katalisator yang digunakan adalah Methyl Ethyl Ketone Peroxide (MEKP) yang merupakan hasil dari reaksi Methyl Ethyl Ketone dengan HidrogenPeroxide. Produk dari reaksi ini merupakan sebuah percampuran sesungguhnya dari dua campuran ganda atau majemuk peroxide yang berbeda yang disebut monomer dan dimer. Setiap campuran majemuk ini menunjukkan sebuah perbedaan reaksi terhadap cobalt. Accelerator, bahan yang mempercepat terjadinya ikatan-ikatan diantara molekul molekul yang sudah mempunyai ikatan tunggal dan untuk mempercepat proses curing (pengerasan). Katalis yang digunakan untuk mempercepat proses pengerasan komposit pada kondisi suhu kamar dan kondisi udara terbuka. Selain itu pemberian katalis dapat digunakan untuk mengatur pembentukan blowing agent, sehingga tidak mengembang secara berlebihan, atau terlalu cepat mengeras yang dapat mengakibatkan terhambatnya pembentukan gelembung. Jenis katalis yang digunakan ini adalah metil etil keton peroxida (MEKP) atau dikenal juga dengan istilah butanone peroxide. 2.7 Karakteristik Material Dalam mencari karakteristik material, kami melakukan pengujian tensile dan impact dengan menggunakan 3 variasi komposisi : 1. Resin 80% , serbuk batang kelapa sawit 20%. 2. Resin 85% , serbuk batang kelapa sawit 15%. 3. Resin 90% , serbuk batang kelapa sawit 10% Berdasarkan pengujian tensile dan impact yang dilakukan oleh teman saya Hutomo Wicaksono maka diperoleh hasil dengan rata-rata pengujian tensile sebagai berikut : 1. Pada variasi pertama dihasilkan dengan nilai rata-rata Maximum Stress sebesar 7.006667 MPa. 2. Pada variasi kedua dihasilkan dengan nilai rata-rata Maximum Stress sebesar 12.13667 MPa.
Universitas Sumatera Utara
3. Pada variasi ketiga dihasilkan dengan nilai rata-rata Maximum Stress sebesar 5.693333 MPa. Sedangkan dalam pengujian impact diperoleh hasil sebagai berikut : 1. Pada variasi pertama dihasilkan dengan nilai rata-rata Maximum Stress sebesar 30.18133 MPa. 2. Pada variasi kedua dihasilkan dengan nilai rata-rata Maximum Stress sebesar 33.87333 MPa. 3. Pada variasi ketiga dihasilkan dengan nilai rata-rata Maximum Stress sebesar 50.29867 MPa. 2.8 Pengaruh Perlakuan Alkali (NaOH) Alkali apabila dicampur dengan serat akan akan mengubah sifat fisis mekanis serat kelapa sawit. Berdasarkan penelitian yang dilakukan Widya maka dihasilkan tabel perlakuan alkali terhadap variasi konsentrasi dan variasi waktu perendaman. Seperti ditampilkan pada tabel 2.3 Keterangan: -
A1
= konsentrasi 1%
-
A2
= konsentrasi 3%
-
A3
= konsentrasi 5%
-
B1
= waktu perendaman 24 jam
-
B2
= waktu perendaman 48 jam
-
B3
= waktu perendaman 72 jam
-
C1
= spesimen pertama
-
C2
= spesimen kedua
-
C3
= spesimen ketiga
Universitas Sumatera Utara
Tabel 2.3 Rekapitulasi Nilai Keseluruhan Sifat Fisis
Sifat Mekanis
Kode
KKU g/cm3
KKO g/cm3
KA %
PT %
DS %
IB g/cm2
KPS kg
MOE kg/cm2
MOR kg/cm2
Kontrol 1 Kontrol 2 Kontrol 3 Rata-rata A1B1C1 A1B1C2 A1B1C3 Rata-rata A1B2C1 A1B2C2 A1B2C3 Rata-rata A1B3C1 A1B3C2 A1B3C3 Rata-rata A2B1C1 A2B1C2 A2B1C3 Rata-rata A2B2C1 A2B2C2 A2B2C3 Rata-rata A2B3C1 A2B3C2 A2B3C3 Rata-rata A3B1C1 A3B1C2 A3B1C3 Rata-rata A3B2C1 A3B2C2 A3B2C3 Rata-rata A3B3C1 A3B3C2 A3B3C3 Rata-rata
0,67 0,65 0,71 0,68 0,98 0,73 0,72 0,79 0,69 0,68 0,65 0,68 0,75 0,84 0,77 0,77 0,59 0,61 0,67 0,62 0,69 0,66 0,69 0,68 0,68 0,7 0,85 0,74 0,74 0,72 0,79 0,75 0,65 0,69 0,65 0,66 0,68 0,69 0,63 0,66
0,67 0,64 0,65 0,65 0,69 0,69 0,7 0,69 0,65 0,65 0,63 0,64 0,68 0,79 0,72 0,73 0,53 0,6 0,63 0,59 0,67 0,62 0,63 0,63 0,63 0,64 0,88 0,72 0,7 0,69 0,79 0,73 0,62 0,63 0,61 0,62 0,67 0,58 0,61 0,62
13,61 13,44 12,25 13,1 25,59 13,44 13,42 17,48 12,45 12,08 19,81 14,78 15,55 10,88 14,93 13,79 13,16 14,32 13,86 13,78 12,42 18,88 17,62 16,31 16,24 18,67 10,39 15,1 15,41 19,83 8,24 14,49 20,99 13,39 15,76 16,71 15,38 25,65 20,05 20,36
45,19 40,30 40,71 42,07 36,22 40,33 39,49 38,68 40,12 37,96 43,60 40,59 43,48 42,09 36,04 40,54 36,43 33,81 36,19 35,49 37,54 32,07 30,18 33,27 35,48 31,06 53,84 40,13 44,44 32,37 60,26 45,66 29,51 22,71 39,4 30,54 32,89 33,46 33,49 33,27
126,89 122,87 95,31 115,02 106,48 119,14 118,44 114,69 135,01 123,09 118 125,37 113,86 104,19 111,56 109,87 135,31 130,92 113,03 126,42 117,92 112,29 109,35 113,85 116,64 117,11 98,17 110,64 114,89 97,16 121,58 111,21 114,06 109,06 130,22 117,78 131,23 119,86 119,08 123,39
2,498 2,214 1,596 2,103 2,141 3,579 2,249 2,249 5,383 4,682 5,152 5,072 2,316 2,106 2,173 2,198 2,119 3,756 3,803 3,227 2,801 2,541 2,713 2,686 3,884 3,142 2,662 3,229 6,56 3,67 4,232 4,821 3,983 2,5 3,034 3,162 2,532 3,954 1,911 2,799
24,4 30,8 24 26,4 32 24 24,4 26,8 16 21,6 22,4 21,3 28,8 23,6 22 24,8 18,4 18 18,2 18,2 11,2 24,4 23,6 19,7 24,8 30,2 28 27,6 8 12 20,4 13,4 26 23,2 21,2 23,4 30 26 27,6 27,6
13.168,3 10.831,6 9.745,4 11.248,5 12.210,8 10.477,2 11.416,2 11.257,1 4.533,6 8.778,4 8.856,6 7.389,5 17.022,9 13.192,8 12.720,9 14.312,2 8.868,6 9.944,6 7.804 8.872,4 10.658 10.768,2 7.233,8 9.553,4 7.310,5 6.315,6 11.742,7 8.456,3 7.300,8 7.629,7 21.911,7 12.280,6 4.399,1 9.206 4.906 6.170,4 7.234,8 5.178,3 5.724 6.045,7
228,2 163,1 154,1 181,8 202,1 167 176,7 185,3 157,2 145,7 164,8 155,9 197,7 306,5 196,3 233,5 144,2 140,9 113,5 132,9 182 132 141,9 152 163,9 157 357,8 226,2 157,4 146 349,7 207,7 106,8 123,5 134 121,5 111,7 107,7 114,1 111,1
*sumber data: Widya Fitriasari (2001)
Universitas Sumatera Utara
Ket : KKU KKO KA PT DS IB KPS MOE MOR
= kondisi kering udara = kondisi kering oven = kadar air = pengembangan tebal = daya serap = internal bond = kuat pegang sekrup = modulus of elastic = modulus of rupture Berdasarkan tabel di atas maka dapat didapat kesimpulan apabila waktu
rendaman semakin lama maka nilai modulusnya akan semakin berkurang dan apabila konsentrasinya bertambah maka nilai modulusnya akan semakin berkurang. Maka waktu perendaman yang paling bagus ialah 72 jam dengan menggunakan konsentrasi 1%
Universitas Sumatera Utara