BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Motor diesel Salah satu jenis penggerak mula yang banyak dipakai adalah mesin
kalor, yaitu mesin yang menggunakan energi thermal untuk melakukan kerja mekanik atau yang mengubah energi thermal menjadi energi mekanik. Energi itu sendiri dapat diperoleh dengan proses pembakaran, proses fisi bahan bakar nuklir atau proses lain. Ditinjau dari cara memperoleh energi thermal ini mesin kalor dibagi menjadi dua golongan, yaitu mesin pembakaran dalam dan mesin pembakaran luar. Mesin pembakaran luar ialah mesin yang proses pembakarannya terjadi di luar mesin. Energi thermal dari gas hasil pembakaran dipindahkan ke fluida kerja mesin melalui beberapa dinding pemisah, contohnya mesin uap, turbin uap dan lain – lain. Mesin pembakaran dalam ialah mesin yang proses pembakarannya terjadi didalam mesin itu sendiri. Mesin pembakaran dalam pada umumnya dikenal dengan nama motor bakar. Mesin pembakaran ini kemudian berkembang dan diadakan perbaikan sehingga bentuknya menjadi kecil sedangkan tenaganya menjadi besar.
2.2
Bahan Bakar dan Pembakaran
2.2.1 Bahan Bakar Diesel Bahan bakar yang digunakan di Amerika Serikat diperoleh dengan penyulingan (distillation) atau pemecahan minyak bumi, atau minyak mentah. Minyak mentah adalah cairan coklat tua yang merupakan gabungan dari sejumlah besar campuran. Elemen kimia utama yang membentuk seluruh campuran ini adalah hydrogen dan karbon. Oleh sebab itu campuran ini disebut hidrokarbon.
Universitas Sumatera Utara
Jumlah hidrokarbon dalam campuran bervariasi dari 11 sampai 15 persen berat, dan sisanya adalah karbon. Minyak mentah yang ditemukan pada suatu tempat tertentu biasanya mempunyai beberapa ciri yang membedakannya dari minyak mentah yang ditemukan di tempat lain. Beberapa minyak mentah yang misalnya ditemukan di Negara timur, mengandung banyak minyak ringan atau bensin, sejumlah banyak lilin paraffin, dan sangat sedikit bahan aspal. Setelah penyulingan minyak mentah ini, maka residunya terutama terdiri atas lilin parafin, oleh karenanya disebut minyak mengandung parafin (paraffin base). Minyak mentah yang lain, misalnya yang ditemukan di California, mengandung sedikit bensin, sejumlah besar bahan aspal, dan seringkali belerang dalam persentase relatif tinggi. Setelah penyulingan minyak ini meninggalkan residu yang terutama terdiri atas aspal sehingga disebut minyak mengandung aspal (asphalt base). Banyak minyak mentah, misalnya yang ditemukan di Negara benua tengah, mempuyai ciri dari satu dan beberapa dari jenis yang lain dan diklasifikasikan sebagai minyak mengandung campuran (mixed – base). Minyak mentah dipisahkan menjadi produknya dengan suatu proses yang disebut penyulingan bertingkat (fractional distillation), yang secara singkat dapat dijelaskan sebagai berikut : minyak mentah dimasukkan dalam bejana tertutup kemudian dipanasi oleh kumparan yang berisi aliran uap atau gas panas. Pertama kali campuran dari yang titik didihnya rendah dialirkan keluar sebagai uap. Uap ini disalurkan keluar oleh pipa yang disambungkan ke puncak bejana, diembunkan dengan pendingin oleh kumparan yang berisi aliran air dingin, dan dimasukkan kedalam tangki. Suhu minyak mentah dipelihara konstan. Setelah seluruh campuran yang mendidih dibawah atau pada suhu ini dialirkan keluar, atau disuling, maka aliran gas panas melalui kumparan pemanas ditingkatkan, suhu minyak mentah meningkat, dan uapnya disuling, diembunkan dan dialirkan ke tangki yang lain, dan seterusnya. Produk yang diperoleh dengan penyulingan, dalam urutan titik didih naik, adalah bensin, distilat minyak mentah, minyak gas, dan minyak bahan bakar diesel.(Lit 5 )
Universitas Sumatera Utara
2.2.2 Sifat Minyak Bahan Bakar Sifat berikut, mempengaruhi prestasi dan keandalan dari motor diesel : 1.
Penguapan (volatility)
2.
Residu karbon
3.
Viskositas
4.
Kandungan belerang
5.
Abu dan endapan
6.
Titik nyala (flash point)
7.
Titik tuang (pour point)
8.
Sifat korosif (corrosiveness) dan keasaman (acidity)
9.
Mutu penyalaan (ignition) Tetapi, mutu penyalaan hanya penting untuk mesin kecepatan tinggi dan
oleh karenanya didaftarkan paling akhir dalam urutan pentingnya untuk mesin ini.
1. Penguapan (volatility) Penguapan dari bahan bakar diesel diukur dengan 90 persen suhu penyulingan. Ini adalah suhu dengan 90 persen dari contoh minyak telah disuling. Makin rendah suhu ini, berarti makin tinggi penguapannya. Untuk mesin kecil lebih diperlukan penguapan bahan bakar yang tinggi daripada untuk mesin besar, agar didapatkan penggunaan bahan bakar lebih hemat, suhu buang rendah, dan asap minuman. Spesifikasi Angkatan Laut Amerika Serikat untuk motor diesel keluaran tinggi memberikan maksimum 90 persen suhu penyulingan sebesar 675 F. (Lit 5 )
2. Residu Karbon Residu Karbon adalah karbon yang tertinggal setelah penguapan dan pembakaran habis suatu bahan yang diuapkan dari minyak contoh dengan cara pemanasan; ini menunjukkan kecenderungan bahan bakar untuk membentuk endapan karbon pada bagian mesin. Diperbolehkan residu karbon maksimum sebesar 0,10 persen. (Lit 5 )
Universitas Sumatera Utara
3. Viskositas Viskositas fluida diukur dari tahanannya untuk mengalir atau gesekan dalamnya. Viskositas suatu minyak dinyatakan oleh jumlah detik yang digunakan oleh volume tertentu dari minyak untuk mengalir melalui lubang diameter kecil tertentu. Makin rendah jumlah detiknya, berarti makin rendah viskositasnya. Alat yang digunakan di Amerika Serikat untuk menentukan viskositas minyak adalah viskosimeter saybolt dan orifis universal dan data yang diberikan diberi nama menurut banyaknya SSU (Second Saybolts Universal). Seluruh faktor pelumasan, gesekan antara bagian yang bergerak, keausannya dan kebocorannya, dipengaruhi oleh viskositasnya. Pelumasan bagian dari sistem injeksi bahan bakar, terutama plunyer dan tong dari pompa tekanan tinggi, seluruhnya tergantung pada minyak bahan bakar, dan sehingga viskositasnya tidak boleh dibawah nilai minimum tertentu. Kebocoran minyak bahan bakar yang melewati plunyer tanpa pengepak (packing) dari pompa tekanan tinggi adalah berbanding terbalik dengan viskositas minyak. Jadi minyak bahan bakar dengan viskositas sangat rendah juga tidak dikehendaki karena cenderung untuk memberikan
kebocoran
banyak
pada
pompa.
Spesifikasi
biasanya
menentukan lebih dulu viskositas 34 sampai 45 SSU pada 100 F. (Lit 5 ) Sebaliknya, viskositas tidak boleh terlalu jauh melebihi yang dispesifikasikan karena kenaikan viskositas dalam minyak bahan bakar berarti tahanan yang lebih tinggi untuk pemecahan selama injeksi. Kelebihan viskositas yang tidak diinginkan ini dapat diatasi dengan bahan bakar yang relatif ringan, misalnya seperti yang digunakan dalam mesin injeksi tanpa udara, kecepatan tingi, dengan menaikkan tekanan injeksi sampai pengabutan yang diinginkan tercapai, dan dengan minyak yang sangat berat dan kental, seperti yang kadang – kadang digunakan dalam mesin injeksi udara, dengan memanaskan minyak tersebut dalam pemanas khusus. 4. Kandungan Belerang Belerang dalam bahan bakar terbakar bersama minyak dan menghasilkan gas yang sangat korosif yang diembunkan oleh dinding silinder
Universitas Sumatera Utara
yang didinginkan, terutama kalau mesin beroperasi dengan beban ringan dan suhu silinder menurun. Korosi yang disebutkan oleh gas belerang sering didapati dalam sistem buang dari motor diesel. Berbagai spesifikasi tidak mengizikan kandungan belerang lebih dari 0,5 sampai 1,5 persen. (Lit 5 ) 5. Abu dan endapan Abu dan endapan dalam bahan bakar adalah sumber dari bahan menggerus yang akan mengakibatkan keausan mesin berlebihan. Endapan dapat juga mengakibatkan penyumbatan sistem bahan bakar. Keausan dapat ditingkatkan karena korosi kalau bahan bakar mengandung air, terutama air garam. Kandungan abu maksimum yang diizinkan adalah 0,01 persen dan kandungan air dan endapan, bersama – sama, 0,05 persen. (Lit 5 ) 6. Titik nyala (flash point) Titik nyala merupakan suhu paling rendah yang harus dicapai dalam pemanasan minyak untuk menimbulkan uap yang dapat terbakar dalam jumlah yang cukup untuk menyala atau terbakar sesaat ketika disinggungkan dengan suatu nyala api. Minyak bahan bakar yang mempunyai titik nyala rendah, berbahaya dalam penyimpanan dan penanganannya. Titik nyala minimum untuk bahan bakar diesel adalah 150 F. (Lit 5 ) 7. Titik tuang (pour point) Titik tuang adalah suhu minyak mulai membeku atau berhenti mengalir. Titik tuang penting untuk menstart dingin suatu mesin dan untuk menangani minyak diantara penyimpanan dan mesin. Titik tuang maksimum untuk bahan bakar diesel adalah O.F. (Lit 5 ) 8. Sifat korosif (corrosiveness) dan keasaman (acidity) Minyak bahan bakar tidak boleh korosif, tidak boleh mengandung asam bebas. Kalau tidak, maka dapat merusak permukaan logam yang bersinggungan dalam penyimpanan atau dalam mesin. (Lit 5 ).
Universitas Sumatera Utara
9. Mutu penyalaan (ignition) Nama ini menyatakan kemampuan bahan bakar untuk menyala ketika diinjeksikan kedalam pengisian udara tekan dalam silinder motor diesel. Suatu bahan bakar dengan mutu penyalaan yang baik akan siap menyala, dengan sedikit keterlambatan penyalaan ; suatu bahan bakar dengan mutu penyalaan yang buruk, akan menyala dengan sangat terlambat. Mutu penyalaan adalah salah satu dari sifat yang paling penting dari bahan bakar diesel untuk digunakan dalam mesin kecepatan tinggi. Mutu penyalaan bahan bakar tidak hanya menentukan mudahnya penyalaan dan penstarteran mesin dingin tetapi juga jenis pembakaran yang diperoleh dari bahan bakar. Bahan bakar dengan mutu penyalaan yang baik akan memberikan mutu operasi mesin yang lebih halus, kurang bising, terutama menonjol pada beban ringan. (Lit 5 ) 10. Bilangan sentana (Centane Number) Mutu penyalaan diukur dengan indeks yang disebut bilangan sentana. Motor diesel kecepatan tinggi saat ini memerlukan bilangan sentana sekitar 50. Nilai dari bilangan ini sebagai karakteristik bahan bakar diesel adalah serupa dengan bilangan oktana untuk bensin. Bilangan sentana bahan bakar adalah persen volume dari sentana dalam campuran sentana dan alfa – metil – naftalen yang mempunyai mutu penyalaan sama dengan bahan bakar yang diuji. Baik sentana maupun alfa – metil – naftalen adalah hidrokarbon, yang dihasilkan secara kimia dari minyak ter (tar oil). Sentana mempunyai mutu penyalaan sangat baik dan alfa – metil – naftalen mempunyai mutu penyalaan sangat buruk. Skalanya berkisar antara 0 sampai 100, alfa – metil – naftalen murni sesuai dengan 0 dan sentana murni sesuai dengan 100. Bilangan sentana 48 berarti bahan bakar setara dengan campuran yang terdiri atas 48 persen sentana dan 52 persen alfa – metil - naftalen.
Bilangan
sentana dari contoh bahan bakar ditentukan dengan mengujinya dalam mesin penguji silinder tunggal khusus dengan perbandingan kompresi variabel. Prosedur pengujian didasarkan fakta bahwa periode keterlambatan penyalaan dalam sebuah mesin tertentu pada kecepatan mesin tertentu menurun dengan naiknya perbandingan kompresi. Periode keterlambatan diukur dari saat katup
Universitas Sumatera Utara
injeksi bahan bakar meninggalkan dudukannya sampai penyalaan dari bahan bakar menghasilkan kenaikan tekanan yang dapat terukur dalam silinder. Suatu periode keterlambatan penyalaan dari sudut engkol 13 derajat, panjang standard, digunakan sebagai rujukan; bahan bakar uji dibakar dalam mesin, dan perbandingan kompresi dinaikkan dalam mesin sampai periode keterlambatan 13 derajat, yang ditunjukkan oleh instrumen khusus, tercapai dan perbandingan kompresi yang diperlukan tercatat. Kemudian mesin dijalankan dengan menggunakan dua campuran sentana dan alfa – metil – naftalen, yang satu mempunyai bilangan sentana sekitar lima satuan lebih tinggi dan yang lain mempunyai sekitar lima satuan lebih rendah daripada bilangan sentana yang diharapkan dari bahan bakar. Perbandingan kompresi dari campuran ini untuk mendapatkan keterlambatan penyalaan 13 derajat didapatkan dan dengan pembandingan atau interpolasi maka bilangan sentana dari contoh dihitung. Bahan bakar dengan mutu penyalaan baik memerlukan perbandingan kompresi yang rendah untuk keterlambatan penyalaan 13 derajat dan mempunyai bilangan sentana yang tinggi. Bahan bakar dengan mutu penyalaan yang buruk memerlukan perbandingan kompresi yang tinggi untuk keterlambatan penyalaan 13 derajat dan memiliki bilangan sentana yang rendah.(Lit 5)
2.2.3 Pembakaran Pembakaran adalah reaksi kimia, yaitu elemen tertentu dari bahan bakar setelah dinyalakan dan digabungkan dengan oksigen, menimbulkan panas sehingga menaikkan suhu dan tekanan gas. Elemen mampu bakar (combustible) yang utama adalah karbon dan hidrogen ; elemen mampu bakar yang lain, yang tidak disukai dan terkandung dalam jumlah sedikit, adalah belerang. Oksigen yang diperlukan untuk pembakaran diperoleh dari udara, yang merupakan campuran dari oksigen dan nitrogen. Nitrogen adalah gas lembam dan tidak berpartisipasi dalam proses pembakaran, butiran minyak bahan bakar dipisahkan menjadi elemen komponennya, yaitu hidrogen dan karbon, dan masing – masing elemen bergabung dengan oksigen dari udara secara terpisah. Hidrogen bergabung dengan
Universitas Sumatera Utara
oksigen untuk membentuk air, dan karbon bergabung dengan oksigen menjadi karbon dioksida. Kalau tidak cukup tersedia oksigen, maka sebagian dari karbon, akan bergabung dengan oksigen menjadi karbon monoksida. Kalau terbentuk karbon monoksida, maka jumlah panas hanya 30 persen dari panas yang ditimbulkan oleh pembentukan karbon dioksida. Motor diesel kenyataannya selalu beroperasi dengan udara berlebihan dan hanya menghasilkan karbon monoksida dalam jumlah sangat sedikit. (Lit 5)
2.3
Performansi Motor diesel Motor diesel adalah jenis khusus dari mesin pembakaran dalam.
Karakteristik utama dari motor diesel yang membedakannya dari motor bakar yang lain terletak pada metode penyalaan bahan bakarnya. Dalam motor diesel bahan bakar diinjeksikan kedalam silinder yang berisi udara bertekanan tinggi. Selama proses pengkompresian udara dalam silinder mesin, suhu udara meningkat, sehingga ketika bahan bakar yang berbentuk kabut halus bersinggungan dengan udara panas ini, maka bahan bakar akan menyala dengan sendirinya tanpa bantuan alat penyala lain. Karena alasan ini motor diesel juga disebut mesin penyalaan kompresi ( compression Ignition Engines). Motor diesel memiliki perbandingan kompresi sekitar 11 : 1 hingga 26 : 1, jauh lebih tinggi dibandingkan motor bakar bensin yang hanya berkisar 6 : 1 sampai 9 : 1. Konsumsi bahan bakar spesifik motor diesel lebih rendah (kira – kira 25%) dibanding mesin bensin namun perbandingan kompresinya yang lebih tinggi menjadikan tekanan kerjanya juga tinggi.(Lit 1 hal 89) 2.3.1 Torsi dan Daya Torsi yang dihasilkan suatu mesin dapat diukur dengan menggunakan dynamometer yang dikopel dengan poros output mesin. Oleh karena sifat dynamometer yang bertindak seolah - olah seperti sebuah rem dalam sebuah mesin, maka daya yang dihasilkan poros output ini sering disebut sebagai daya rem (Brake Power).
Universitas Sumatera Utara
.......... (2.1) Dimana :
(Lit.4 hal 3-9)
= Daya keluaran (Watt) = Putaran mesin (rpm) T
= Torsi (N.m)
2.3.2 Konsumsi Bahan Bakar Spesifik (Spesific Fuel Consumption, SFC) Konsumsi bahan bakar spesifik adalah parameter unjuk kerja mesin yang berhubungan langsung dengan nilai ekonomis sebuah mesin, karena dengan mengetahui hal ini dapat dihitung jumlah bahan bakar yang dibutuhkan untuk menghasilkan sejumlah daya dalam selang waktu tertentu. Bila daya rem dalam satuan kW dan laju aliran massa bahan bakar dalam satuan kg/jam, maka : Sfc =
.......... (2.2)
(Lit.4 hal 3-20)
Dimana : Sfc = konsumsi bahan bakar spesifik (g/kW.h) = laju aliran bahan bakar (kg/jam) Besarnya laju aliran massa bahan bakar (
) dihitung dengan persamaan
berikut : = Dimana : s
......... (2.3)
(Lit.4 hal 2-7)
= specific gravity = volume bahan bakar yang diuji = waktu untuk menghabiskan bahan bakar sebanyak volume uji ( detik)
Universitas Sumatera Utara
2.3.3 Perbandingan Udara Bahan Bakar (AFR) Untuk memperoleh pembakaran sempurna, bahan bakar harus dicampur dengan udara dengan perbandingan tertentu. Perbandingan udara bahan bakar ini disebut dengan Air Fuel Ratio (AFR), yang dirumuskan sebagai berikut : AFR = dengan :
......... (2.4)
(Lit.4 hal 3-11)
= laju aliran massa udara (kg/jam)
Besarnya laju aliran massa udara (
) juga dapat diketahui dengan
membandingkan hasil pembacaan manometer terhadap kurva viscous flow meter calibration. Kurva kalibrasi ini dikondisikan untuk pengujian pada tekanan udara 1013 mb dan temperatur 20 0C, oleh karena itu besarnya laju aliran udara yang diperoleh harus dikalikan dengan faktor koreksi ( ) berikut : = 3564 x dimana :
x
.......... (2.5)
(Lit.4 hal 2-9)
= tekanan udara (Pa) = temperatur udara (K)
2.3.4 Efisiensi Volumetris Jika sebuah mesin empat langkah dapat menghisap udara pada kondisi isapnya sebanyak volume langkah toraknya untuk setiap langkah isapnya, maka itu merupakan sesuatu yang ideal. Namun hal itu tidak terjadi dalam keadaan sebenarnya, dimana massa udara yang dapat dialirkan selalu lebih sedikit dari perhitungan teoritisnya.penyebabnya antara lain tekanan yang hilang (losses) pada sistem induksi dan efek pemanasan yang mengurangi kerapatan udara ketika memasuki silinder mesin. Efisiensi volumetric ( ) dirumuskan dengan persamaan berikut : =
......... (2.6) (Lit.4 hal 3-13)
Universitas Sumatera Utara
Berat udara segar yang terisap =
.......... (2.7) (Lit.4 hal 3-13)
Berat udara sebanyak langkah torak =
.......... (2.8) (Lit.4 hal 3-10)
Dengan mensubstitusikan persamaan diatas, maka besarnya efisiensi volumetris : =
.......... (2.9)
(Lit.4 hal 3-10)
= kerapatan udara (kg/m3)
dengan :
= volume langkah torak = 230 x 10-6 (m3)
[spesifikasi mesin]
Diasumsikan udara sebagai gas ideal, sehingga massa jenis udara dapat diperoleh dari persamaan berikut : =
.......... (2.10)
(Lit.4 hal 3-13)
Dimana : R = konstanta gas (untuk udara = 287 J/kg.k)
2.3.5 Efisiensi Termal Brake Kerja berguna yang dihasilkan selalu lebih kecil dari pada energi yang dibangkitkan piston karena sejumlah energi hilang akibat adanya rugi – rugi mekanis (mechanical loses). Dengan alasan ekonomis perlu dicari kerja maksimum yang dapat dihasilkan dari pembakaran sejumlah bahan bakar. Efisiensi ini sering disebut sebagai efisiensi thermal brake (brake thermal efficiency,
). =
.......... (2.11)
(Lit.4 hal 3-19)
Laju panas yang masuk Q, dapat dihitung dengan rumus berikut : Q =
CV .......... (2.12)
(Lit.4 hal 3-17)
Dimana, CV = Panas jenis bom kalorimeter (kj/kg)
Universitas Sumatera Utara
Jika daya keluaran (
dalam satuan kW, laju aliran bahan bakar
dalam
satuan kg/jam, maka : =
2.4
. 3600
.......... (2.13)
(Lit.4 hal 3-20)
Nilai Kalor Bahan Bakar Reaksi kimia antara bahan bakar dengan oksigen dari udara
menghasilkan panas. Besarnya panas yang ditimbulkan jika satu satuan bahan bakar dibakar sempurna disebut nilai kalor bahan bakar (Calorific Value, CV). Berdasarkan asumsi ikut tidaknya panas laten pengembunan uap air dihitung sebagai bagian dari nilai kalor suatu bahan bakar, maka nilai kalor bahan bakar dapat dibedakan menjadi nilai kalor atas dan nilai kalor bawah. Nilai kalor atas (High Heating Value, HHV), merupakan nilai kalor yang diperoleh secara eksperimen dengan menggunakan kalorimeter dimana hasil pembakaran bahan bakar didinginkan sampai suhu kamar sehingga sebagian besar uap air yang terbentuk dari pembakaran hidrogen mengembun dan melepaskan panas latennya. Secara teoritis, besar nya nilai kalor atas (HHV) dapat dihitung bila diketahui komposisi bahan bakarnya dengan menggunakan persamaan Dulong : HHV = 33950 C + 144200
+ 9400 S
.......... (2.14)
(Lit.2 hal 4)
HHV = Nilai kalor atas (kJ/kg) C
= Persentase karbon dalam bahan bakar
H2
= Persentase hidrogen dalam bahan bakar
O2
= Persentase oksigen dalam bahan bakar
S
= Persentase sulfur dalam bahan bakar Nilai kalor bawah (Low Heating Value, LHV), merupakan nilai kalor
bahan bakar tanpa panas laten yang berasal dari pengembunan uap air. Umumnya kandungan hidrogen dalam bahan bakar cair berkisar 15 % yang berarti setiap satu
Universitas Sumatera Utara
satuan bahan bakar 0,15 bagian merupakan hidrogen. Pada proses pembakaran sempurna, air yang dihasilkan dari pembakaran bahan bakar adalah setengah dari jumlah mol hidrogennya. Selain berasal dari pembakaran hidrogen, uap air yang terbentuk pada proses pembakaran dapat pula berasal dari kandungan air yang memang sudah ada didalam bahan bakar (moisture). Panas laten pengkondensasian uap air pada tekanan parsial 20 kN/m2 (tekanan yang umum timbul pada gas buang) adalah sebesar 2400 kJ/kg, sehingga besarnya nilai kalor bawah (LHV) dapat dihitung berdasarkan persamaan berikut : LHV = HHV – 2400 (M + 9 H2)
.......... (2.15)
(Lit.2 hal 6)
LHV = Nilai kalor bawah (kJ/kg) M
= Persentase kandungan air dalam bahan bakar (moisture) Dalam perhitungan efisiensi panas dari motor bakar, dapat menggunakan
nilai kalor bawah (LHV) dengan asumsi pada suhu tinggi saat gas buang meninggalkan mesin tidak terjadi pengembunan uap air. Namun dapat juga menggunakan nilai kalor atas (HHV) karena nilai tersebut umumnya lebih cepat tersedia. Peraturan pengujian berdasarkan ASME (American of Mechanical Enggineers) menentukan penggunaan nilai kalor atas (HHV), sedangkan peraturan SAE (Society of Automotive Engineers) menentukan penggunaan nilai kalor bawah (LHV).
2.5
Bahan Bakar Diesel Penggolongan bahan bakar motor diesel berdasarkan jenis putaran
mesinnya, dapat dibagi menjadi 2 golongan yaitu : 1.
Automotive Diesel Oil, yaitu bahan bakar yang digunakan untuk mesin dengan kecepatan putaran mesin diatas 1000 rpm (rotation per minute). Bahan bakar jenis ini yang biasa disebut sebagai bahan bakar diesel yang biasanya digunakan untuk kendaraan bermotor.
Universitas Sumatera Utara
2.
Industrial Diesel Oil, yaitu bahan bakar yang digunakan untuk mesin – mesin yang mempunyai putaran mesin kurang atau sama dengan 1000 rpm, biasanya digunakan untuk mesin – mesin industri. Bahan bakar jenis ini disebut minyak diesel. Di Indonesia, bahan bakar untuk kendaraan motor jenis diesel umumnya
menggunakan solar yang diproduksi oleh PT. PERTAMINA dengan karakteristik seperti pada Tabel 2.1 Tabel 2.1 Karakteristik Solar LIMITS NO
TEST METHODS
PROPERTIES Min
Max
IP
ASTM
1.
Specific Grafity 60/60 0C
0.82
0.87
D-1298
2.
Color astm
-
3.0
D-1500
3.
Centane Number or
45
-
D-613
Alternatively calculated Centane Index
48
-
Viscosity Kinematic at 100 0C cST
1.6
5.8
or Viscosity SSU at 100 0C secs
35
45
5.
Pour Point 0C
-
65
D-97
6.
Sulphur strip %wt
-
0.5
D-1551/1552
7.
Cooper strip (3hr/100 0C)
-
No.1
D-130
8.
Condradson Carbon Residu %wt
-
0.1
D-189
9.
Water Content % wt
-
0.01
D-482
10.
Sediment % wt
-
No.0.01
D-473
11.
Ash Content % wt
-
0.01
D-482
12.
Neutralization Value : - Strong Acid Number mgKOH/gr
-
Nil
- Total Acid Number mgKOH/gr
-
0.6
13.
Flash Point P.M.c.c 0F
150
-
D-93
14.
Distillation : 40
-
D-86
4.
- Recovery at 300 0C % vol
D-88
Sumber : www.Pertamina.com
Universitas Sumatera Utara
Tabel. 2.2 Karakteristik Biosolar No
1
Batasan
Karakteristik
Metode
Min
Max
Astm
Bilangan cetana
48
-
D 613 – 95
angka setana atau
45
-
D 4737-96a
0,82
0,88
2.0
5,0
D 445-97
indeks setana 2
3
Specciic Grafity 60/60 oC Viscositas (pada suhu 400C)
D1298/D405296
4
Kandungan sulur
-
0,35
D 2622-98
5
Distilasi temp. 95
-
370
-
6
Titik Nyala
60
7
Titik tuang
-
18
D 97
8
Residu karbon
-
0,1
D 453D-93
9
Kandungan air
-
500
D 1744-92
10
Biological grouth
11
Kandungan FAME
12
-
D 93-99C
Nihil -
Kandongan methanol
10
Tidak terdeteksi
dan etanol
D 4815
13
Korosi lempeng
-
Kelas
14
Kandungan abu
-
0,01
15
Kandungan sendimen
-
0,01
D 473
16
Bilangan asam kuat
-
0
D 664
17
Bilangan asam total
-
0,6
D 664
18
Partikulat
-
-
19
Penampilan visual
20
Warna
Jernih & terang -
-
D 2276-99 -
3.0
D 1500
Sumber : www.Pertamina.com
Universitas Sumatera Utara
2.6
Biodiesel Biodiesel adalah bahan bakar yang terbuat dari minyak tumbuh –
tumbuhan atau lemak hewan. Komposisi biodiesel umumnya terdiri dari berbagai jenis asam lemak (tabel 2.2) yang melalui proses kimiawi ditransformasi menjadi “Metil Ester Asam Lemak” (Fatty Acid Methil Esters = FAME). Tabel 2.3 Struktur Kimia Asam Lemak pada Biodiesel Jumlah Nama
Atom
Asam
Karbon
Lemak
dan Ikatan
Struktur Kimia
Rangkap Capriylic
C8
CH3(CH2)6COOH
Capric
C 10
CH3(CH2)8COOH
Lauric
C 12
CH3(CH2)10COOH
Myristic
C 14
CH3(CH2)12COOH
Palmitic
C 16 : 0
CH3(CH2)14COOH
Palmitoleic
C 16 : 1
CH3(CH2)5CH=CH(CH2)7COOH
Stearic
C 18 : 0
CH3(CH2)16COOH
Oleic
C 18 : 1
CH3(CH2)7CH=CH(CH2)7COOH
Linoleic
C 18 : 2
CH3(CH2)4CH=CHCH2CH=CH(CH2)7COOH
Linolenic
C 18 : 3
CH3(CH2)2CH=CHCH2CH=CHCH2CH=CH(CH2)7CCOOH
Arachidic
C 20: 0
CH3(CH2)18COOH
Eicosenic
C 20 : 1
CH3(CH2)7CH=CH(CH2)9COOH
Behenic
C 22 : 0
CH3(CH2)20COOH
Eurcic
C 22 : 1
CH3(CH2)7CH= CH(CH2)11COOH
Sumber : Biodiesel Handling and use Guedelines, National Renewable Energy Laboratory – A national Laboratory of the U.S. Departement of Energys
Universitas Sumatera Utara
Cara
memproduksi
biodiesel
dapat
dilakukan
melalui
proses
transesterfikasi minyak nabati dengan metanol atau esterfikasi langsung asam lemak hasil hidrolis dengan methanol. Namun, transesterfikasi lebih intensif dikembangkan karena proses ini lebih efisien dan ekonomis. Pemanfaatan minyak nabati sebagai pengganti bahan bakar yang berasal dari minyak bumi khususnya solar telah lama dikenal namun pengembangan produk
biodiesel
ternyata
lebih
menggembirakan
dibandingkan
dengan
pemanfaatan minyak nabati yang langsung digunakan sebagai bahan bakar karena proses termal (panas) didalam mesin akan teroksidasi atau terbakar secara relatif sempurna, tetapi dari gliserin akan terbentuk senyawa akrolein dan terpolimerisasi menjadi senyawa plastis yang agak padat. Senyawa ini menyebabkan kerusakan pada mesin, karena membentuk deposit pada pompa injector. Karena itu perlu dilakukan modifikasi pada mesin – mesin kendaraan bermotor komersial apabila menggunakan minyak nabati langsung sebagai pengganti bahan bakar solar. Selain dapat digunakan langsung, biodiesel juga dapat dicampur dengan solar atau minyak diesel lainnya dengan tujuan untuk mengubah karakteristiknya agar sesuai dengan kebutuhan. (Lit 3 hal 21 – 26) 2.7
Karakteristik Biodiesel Biodiesel tidak mengandung nitrogen atau senyawa aromatik dan hanya
mengandung kurang dari 15 ppm (part per million) sulfur. Biodiesel mengandung kira – kira 11 % oksigen dalam persen berat yang keberadaannya mengakibatkan berkurangnya kandungan energi (LHV menjadi lebih rendah bila dibandingkan dengan solar) namun menurunkan kadar emisi gas buang yang berupa karbon monoksida (CO), hidrokarbon (HC), partikulat dan jelaga. Kandungan energi biodiesel kira – kira 10 % lebih rendah bila dibandingkan dengan solar. Efisiensi bahan bakar dari biodiesel kurang lebih sama dengan solar, yang berarti daya dan torsi yang dihasilkan proporsional dengan kandungan nilai kalor pembakarannya (LHV).(Lit 3 hal 21 – 26). Kandungan asam lemak dalam minyak nabati yang merupakan bahan baku biodiesel menyebabkan biodiesel sedikit kurang stabil bila dibandingkan solar khususnya dalam hal terjadinya oksidasi. Perbedaaan bahan baku menyebabkan kestabilan antara biodiesel yang satu berbeda dari biodiesel yang lainnya tergantung dari jumlah ikatan rangkap dari rantai karbon yang
Universitas Sumatera Utara
dikandungnya (C=C). Semakin besar jumlah ikatan rangkap rantai karbonnya maka kecenderungan untuk mengalami oksidasi semakin besar. Sebagai contoh, C 18 : 3 yang mempunyai tiga ikatan rangkap mempunyai
sifat tiga kali lebih
reaktif untuk mengalami oksidasi dibandingkan C 18 : 0 yang tidak memiliki tiga ikatan rangkap. Kestabilan suatu biodiesel dapat diprediksi dengan mengetahui jenis bahan bakunya. Kestabilan yang rendah dari suatu jenis biodiesel dapat meningkatkan kandungan asam lemak bebas, menaikkan viskositas dan terbentuknya gums dan sedimen yang dapat menyumbat saringan bahan bakar. Oleh karena itu, biodiesel dan bahan bakar yang mengandung campurannya sebaiknya tidak disimpan lebih dari 6 bulan karena lamanya penyimpanan mempengaruhi terjadinya oksidasi. Salah satu cara yang dapat diupayakan bila biodiesel harus disimpan lebih dari 6 bulan adalah dengan menambahkan anti oksidan. Jenis anti oksidan yang dapat bekerja dengan baik pada biodiesel antara lain TBHQ (t-butyl hydroquinone), Tenox 21 dan Tocopherol (Vitamin E). Biodiesel mempunyai sifat melarutkan (Solvency). Hal ini dapat menimbulkan permasalahan, dimana bila digunakan pada motor diesel yang sebelumnya telah lama menggunakan solar dan didalam tangki bahan bakarnya telah terbentuk sedimen dan kerak, maka biodiesel akan melarutkan sedimen dan kerak tersebut sehingga dapat menyumbat saluran dan saringan bahan bakar. Oleh karena itu, bila kandungan sedimen dan kerak pada tangki bahan bakar cukup tinggi, sebaiknya diganti sebelum menggunakan biodiesel. Hal lain yang dapat dilakukan adalah dengan tidak menggunakan biodiesel murni melainkan campurannya. Sifat pelarut dari bahan bakar yang mengandung campuran Biodiesel akan semakin berkurang seiring dengan berkurangnya kadar biodiesel didalamnya. Penelitian menunjukkan bahwa campuran antara biodiesel dan solar dengan komposisi 20 % : 80 % (B02) mempunyai sifat pelarut yang cukup kecil sehingga dapat ditoleransi. (Lit 13) Beberapa material seperti kuningan, tembaga, timah, dan seng dapat mengoksidasi biodiesel dan menghasilkan sedimen. Untuk mencegah hal ini, peralatan yang bersentuhan langsung dengan biodiesel sebaiknya terbuat dari stainless steel atau aluminium. Selain bereaksi terhadap sejumlah material logam,
Universitas Sumatera Utara
biodiesel juga cenderung menyebabkan peralatan yang terbuat dari karet alam mengembang sehingga sebaiknya diganti dengan karet sintetis. Biodiesel murni mempunyai sifat pelumas yang baik, bahkan campuran bahan bakar yang mengandung biodiesel dalam komposisi yang rendah masih memiliki sifat pelumas yang jauh lebih baik dibanding solar. Seperti halnya bahan bakar diesel lainnya, biodiesel dapat berubah fasa menjadi “gel” pada temperatur yang rendah. Biodiesel memiliki temperatur titik tuang (pour point) yang lebih tinggi yaitu sekitar -15 sampai 100C dibandingkan solar, -35 sampai -150C sehingga pemakaian biodiesel murni pada daerah rendah kurang dianjurkan. Untuk menurunkan temperature titik tuang biodiesel dapat dilakukan dengan mencampurkan solar, semakin besar komposisi solar dalam campuran, maka semakin rendah temperatur titik tuangnya. Tabel 2.4 Perbandingan Biodiesel dan Solar (Petrodiesel) Fisika Kimia
Biodiesel
Solar
Kelembaman (%)
0.1
0.3
Energi Power
Energi yang dihasilkan
Energi yang dihasilkan
128.000 BTU
130.000 BTU
Komposisi
Metil Ester atau asam lemak
Hidrokarbon
Modifikasi Engine
Tidak diperlukan
-
Konsumsi
bahan Sama
Sama
bakar Lubrikasi
Lebih tinggi
Lebih rendah
Emisi
CO rendah, total
CO tinggi, total hidrokarbon,
hidrokarbon, sulfur dioksida,
Sulfur dioksida, dan
dan nitroksida
nitroksida
Penanganan
Flamable lebih rendah
Flamable lebih tinggi
Lingkungan
Toxisitas rendah
Toxisitas 10 kali lebih tinggi
Keberadaan
Terbarukan (renewable)
Tidak terbarukan
Sumber : CRE-ITB, NOV. 2001
Universitas Sumatera Utara
2.8
Biodiesel dari Minyak Kelapa Sawit Proses pembuatan biodiesel dari kelapa sawit adalah melalui proses
transesterifikasi, dilanjutkan dengan pencucian, pengeringan dan terakhir filtrasi, tetapi jika bahan baku dari CPO maka sebelumnya perlu dilakukan esterfikasi. 1. Transesterifikasi Transesterifikasi
meliputi
dua
tahap.
Transesterifikasi
I
yaitu
pencampuran antara kalium hidroksida (KOH) dan metanol (CH3OH) dengan minyak sawit. Reaksi transesterifikasi I berlangsung sekitar 2 jam pada suhu 58 – 650C. Bahan yang pertama kali dimasukkan kedalam reaktor adalah asam lemak yang selanjutnya dipanaskan hingga suhu yang telah ditentukan. Reaktor transesterifikasi dilengkapi dengan pemanas dan pengaduk. Selama proses pemanasan pengaduk dijalankan. Tepat pada suhu reaktor 630C, campuran metanol dan KOH dimasukkan kedalam reactor. Pada akhir reaksi akan terbentuk metil ester dengan konversi sekitar 94 %. Selanjutnya produk ini diendapkan untuk memisahkan gliserol dan metil ester. Gliserol kemudian
dikeluarkan
dari
reaktor
agar
tidak
menggangu
proses
transesterifikasi II. Selanjutnya dilakukan transesterifikasi II pada metil ester dan setelah selesai dilakukan pengendapan dalam waktu yang lebih lama agar gliserol yang masih tersisa bias terpisah.
Trigliserida
Metanol
Metil - Ester
Gliserol
Gambar 2.1 Reaksi Transesterifikasi (http://.energi.lipi.go.id/biosolar.html)
Universitas Sumatera Utara
2. Pencucian Pencucian hasil pengendapan pada transesterifikasi II bertujuan untuk menghilangkan senyawa yang tidak diperlukan seperti sisa gliserol dan metanol. Pencucian dilakukan pada suhu sekitar 550C. pencucian dilakukan tiga kali sampai pH menjadi normal (pH 6,8 – 7,2). 3. Pengeringan Pengeringan bertujuan untuk menghilangkan air yang tercampur dalam metil ester. Pengeringan dilakukan dengan cara memberikan panas pada produk dengan suhu sekitar 950C secara sirkulasi. Ujung pipa sirkulasi ditempatkan ditengah permukaan cairan pada alat pengering. 4. Filtrasi Tahap akhir dari proses pembuatan biodiesel adalah filtrasi. Filtrasi bertujuan untuk menghilangkan partikel – partikel pengotor biodiesel yang terbentuk selama proses berlangsung, seperti kerak (kerak besi) yang berasal dari dinding reaktor atau dinding pipa atau kotoran dari bahan baku.
Tabel : 2.5 Karakteristik Mutu Biodiesel dari Minyak Kelapa Sawit Parameter
Palm Biodiesel
Viskositas pada 400C 5,0 – 5,6
ASTM PS 121 1,6 – 6,0
(csst) Flash Point
172
> 100
Cetane Indeks
47 – 49
> 40
Contradson Carbon
0,03 – 0,04
< 0,05
0,8624
-
Residu Spesific Gravity
Sumber : Pusat Penelitian Kelapa Sawit (PPKS) Medan
Universitas Sumatera Utara
2.9
Emisi Gas Buang Bahan pencemar (polutan) yang berasal dari kendaraan bermotor dapat
diklasifikasikan menjadi beberapa kategori sebagai berikut : 1. Sumber Polutan dibedakan menjadi polutan primer atau sekunder. Polutan primer seperti nitrogen oksida (NOx) dan hidrokarbon (HC) langsung dibuangkan ke udara bebas dan mempertahankan bentuknya seperti pada saat pembuangan. Polutan sekunder seperti ozon (O3) dan peroksiasetil nitrat (PAN) adalah polutan yang terbentuk di atmosfer melalui reaksi fotokimia, hidrolis atau oksidasi.
2. Komposisi Kimia Polutan dibedakan menjadi organik dan inorganik. Polutan organik mengandung karbon dan hidrogen, juga beberapa elemen seperti oksigen, nitrogen, sulfur dan fosfor, contohnya : hidrokarbon, keton, alkohol, ester dan lain – lain. Polutan inorganik seperti : karbon monoksida (CO), karbonat, nitrogen oksida, ozon dan lainnya. 3. Bahan Penyusun Polutan dibedakan menjadi partikulat atau gas. Partikulat dibagi menjadi padatan dan cairan seperti : debu, asap, abu, kabut dan spray, partikulat dapat bertahan di atmosfer. Sedangkan polutan berupa gas tidak bertahan di atmosfer dan bercampur dengan udara bebas. a) Partikulat Polutan partikulat yang berasal dari kendaraan bermotor umumnya merupakan fasa padat yang terdispersi dalam udara dan membentuk asap. Fasa padatan tersebut berasal dari pembakaran tak sempurna bahan bakar dengan udara, sehingga terjadi tingkat ketebalan asap yang tinggi. Selain itu partikulat juga mengandung timbal yang merupakan bahan aditif untuk meningkatkan kinerja pembakaran bahan bakar pada mesin kendaraan.
Universitas Sumatera Utara
Apabila butir – butir bahan bakar yang terjadi pada penyemprotan kedalam silinder motor terlalu besar atau apabila butir – butir berkumpul menjadi satu, maka akan terjadi dekomposisi yang menyebabkan terbentuknya karbon – karbon padat atau angus. Hal ini disebabkan karena pemanasan udara yang bertemperatur tinggi, tetapi penguapan dan pencampuran bahan bakar dengan udara yang ada didalam silinder tidak dapat berlangsung sempurna, terutama pada saat – saat dimana terlalu banyak bahan bakar disemprotkan yaitu pada waktu daya motor akan diperbesar, misalnya untuk akselerasi, maka terjadinya angus itu tidak dapat dihindarkan. Jika angus yang terjadi itu terlalu banyak, maka gas buang yang keluar dari gas buang motor akan bewarna hitam. b) Unburned Hidrocarbon (UHC) Hidrokarbon yang tidak terbakar dapat terbentuk tidak hanya karena campuran udara bahan bakar yang gemuk, tetapi bias saja pada campuran kurus bila suhu pembakarannya rendah dan lambat serta bagian dari dinding ruang pembakarannya yang dingin dan agak besar. Motor memancarkan banyak hidrokarbon kalau baru saja dihidupkan atau berputar bebas (idle) atau waktu pemanasan. Pemanasan dari udara yang masuk dengan menggunakan gas buang meningkatkan penguapan dari bahan bakar dan mencegah pemancaran hidrokarbon. Jumlah hidrokarbon tertentu selalu ada dalam penguapan bahan bakar, di tangki bahan bakar dan dari kebocoran gas yang melalui celah antara silinder dari torak masuk kedalam poros engkol, yang disebut dengan blow by gasses (gas lalu). Pembakaran tak sempurna pada kendaraan juga menghasilkan gas buang yang mengandung hidrokarbon. Hal ini pada motor diesel terutama disebabkan oleh campuran lokal udara bahan bakar tidak dapat mencapai batas mampu bakar. c) Carbon Monoksida (CO) Karbon dan oksigen dapat bergabung membentuk senyawa karbon monoksida (CO) sebagai hasil pembakaran yang tidak sempurna dan karbon dioksida (CO2) sebagai hasil pembakaran sempurna. Karbon monoksida
Universitas Sumatera Utara
merupakan senyawa yang tidak berbau, tidak berasa dan pada suhu udara normal berbentuk gas yang tidak bewarna. Gas ini akan dihasilkan bila karbon yang terdapat dalam bahan bakar (kira – kira 85 % dari berat dan sisanya hidrogen) terbakar tidak sempurna karena kekurangan oksigen. Hal ini terjadi bila campuran udara bahan bakar lebih gemuk dari pada campuran stoikiometris, dan terjadi selama idling pada beban rendah atau pada output maksimum. Karbon monoksida tidak dapat dihilangkan jika campuran udara bahan bakar gemuk. Bila campuran kurus karbon monoksida tidak terbentuk. d) Nitrogen Oksida (NOx) Senyawa nitrogen oksida yang sering menjadi pokok pembasan dalam masalah polusi udara adalah NO dan NO2. Kedua senyawa ini terbuang langsung ke udara bebas dari hasil pembakaran bahan bakar. Nitrogen monoksida (NO) merupakan gas yang tidak bewarna dan tidak berbau sebaliknya nitrogen dioksida (NO2) bewarna coklat kemerahan dan berbau tajam. NO merupakan gas yang berbahaya karena mengganggu saraf pusat. NO terjadi karena adanya reaksi antara N2 dan O2 pada temperatur tinggi diatas 1210 0C. Persamaan reaksinya adalah sebagai berikut : O2
2.10
2O
N2 + O
NO + N
N + O2
NO + O
Pengendalian Emisi Gas Buang Tingkat polusi udara dari mesin kendaraan tidak hanya dipengaruhi oleh
teknologi pembakaran yang diterapkan dalam sistem itu saja, tetapi juga besar dipengaruhi oleh mutu bahan bakar yang dipakai. Dari segi kualitas bahan bakar, Indonesia sangat jauh tertinggal dari negara – negara lain. Emisi gas yang dihasilkan oleh pembakaran kendaraan bermotor pada umumnya berdampak
Universitas Sumatera Utara
negatif terhadap lingkungan. Ada beberapa cara yang dapat diambil untuk mengatasi masalah tersebut, antara lain : 1. Menyeimbangkan campuran udara bahan bakar 2. Pemanfaatan Positive Crankcase Ventilation (PCV) 3. Penggunaan sistem kontrol emisi penguapan bahan bakar antara lain : ECS (Evaporation Control System), EEC (Evaporation Emission Control), VVR (Vehicle Vapor Recovery) dan VSS (Vapor Saver System) 4. Penggunaan Exhaust Gas Recirculation (EGR) 5. Penggunaan filter particulate traps yang dikhususkan untuk motor diesel 6. Injeksi udara lebih kedalam silinder
Universitas Sumatera Utara