BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Konstruksi Perkerasan Lentur Konstruksi perkerasan lentur (flexible pavement) yaitu perkerasan yang menggunakan aspal sebagai bahan pengikat. Konstruksi perkerasan lentur terdiri dari lapisan-lapisan yang diletakkan di atas tanah dasar yang telah dipadatkan. Lapisan-lapisan tersebut berfungsi untuk menerima beban lalu lintas dan menyebarkannya ke lapisan di bawahnya. Beban kendaraan dilimpahkan ke perkerasan jalan melalui bidang kontak roda berupa beban terbagi rata. Beban tersebut diterima olah lapisan permukaan yang disebarkan ke tanah dasar menjadi yang lebih kecil dari daya dukung tanah dasar. Menurut Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah (2002) susunan lapisan kontruksi perkerasan lentur terdiri atas : 1. Lapis Permukaan (surface course), terdiri atas campuran mineral agregat dan bahan pengikat yang ditempatkan sebagai lapisan paling atas dan biasanya terletak di atas lapis pondasi. Lapisan ini memiliki stabilitas yang tinggi untuk melindungi lapisan di bawahnya, dan berfungsi untuk meneruskan beban kendaraan ke lapisan di bawahnya. 2. Lapis Pondasi Atas (base course), terletak langsung di bawah lapis permukaan. Lapis pondasi dibangun di atas lapis pondasi bawah, atau jika tidak menggunakan lapis pondasi bawah, langsung di atas tanah dasar. Fungsi lapis pondasi antara lain : a. Sebagai bagian konstruksi perkerasan yang menahan beban roda. b. Sebagai perletakan terhadap lapis permukaan Bahan-bahan untuk lapis pondasi harus cukup kuat dan awet, sehingga dapat menahan beban-beban roda. Sebelum menentukan suatu bahan untuk digunakan sebagai bahan pondasi, hendaknya dilakukan penyidikan dan pertimbangan sebaik-baiknya sehubungan dengan persyaratan teknik.
5
6
Bermacam-macam bahan alam/setempat (CBR ≥ 50%, PI ≤4%) dapat digunakan sebagai bahan lapis pondasi, anatar lain : batu pecah, kerikil pecah yang distabilisasi dengan semen, aspal, pozzolan, atau kapur.
3. Lapis pondasi bawah (Sub-base course), terletak di antara tanah dasar dan lapis pondasi. Biasanya terdiri dari lapis material berbutir (granular material) yang dipadatkan, distabilisasi ataupun tidak, atau lapisan yang distabilisasi. Fungsi lapis pondasi bawah antara lain : a. Sebagai bagian dari konstruksi perkerasan untuk mendukung dan menyebar beban roda. b. Mencapai efisiensi penggunaan material yang relatif murah agar lapisan-lapisan di atasnya dapat dikurangi ketebalannya. c. Mencegah tanah dasar masuk ke dalam pondasi bawah. d. Sebagai lapis pertama agar pelaksanaan konstruksi berjalan lancar. Lapis pondasi bawah diperlukan sehubungan denga terlalu lemahnya daya dukung tanah dasar terhadap roda-roda alat berat (terutama pada pelaksanaan konstruksi) atau karena kondisi lapangan yang memaksa harus segera menutup tanah dasar dari pengaruh cuaca. Material yang digunakan untuk lapisan pondasi bawah umumnya memiliki nilai CBR minimum 20% dan indeks plastisitas (PI) ≤ 10%. Di Indonesia biasanya lapisan ini memakai pasir dan batu (Sirtu) kelas A, B, atau kelas C atau tanah lempung. Selain itu dapat pula digunakan stabilisasi agregat atau tanah dengan semen. 4. Lapisan tanah dasar (subgrade), lapisan ini berada terbawah dari perkerasan jalan raya. Apabila kondisi tanah pada lokasi pembangunan jalan mempunyai spesifikasi yang direncanakan maka tanah tersebut akan langsung dipadatkan dan digunakan. Tebalnya berkisar antara 50 – 100 cm. Fungsi utamanya adalah sebagai tempat perletakan suatu perkerasan jalan.
7
Gambar 2.1 Susunan Lapisan Konstruksi Perkerasan Lentur Berdasarkan Gambar 2.1 dapat dilihat bahwa lapisan yang paling berat menerima beban adalah lapisan surface course yang kemudian didistribusikan ke lapisan di bawahnya. B. Asphalt Treated Base (ATB) Asphalt Treated Base (ATB) merupakan jenis campuran yang digunakan untuk jalan-jalan dengan lalu lintas sedang dan padat, dimana tipe ini digunakan sebagai pondasi sebelum lapisan atas. Lapisan ini juga biasa digunakan sebagai lapis sementara sebelum lapisan atas selesai dikerjakan. Asphalt Treated Base (ATB) adalah beton aspal campuran panas (hot mix) yang berfungsi sebagai lapis pondasi. ATB tersusun dari fraksi-fraksi material berbutir (agregat) dan aspal sebagai bahan pengikat sesuai dengan spesifikasi campuran yang telah ditentukan. Penghamparan ATB yang semakin lama akan mengakibatkan turunnya temperatur campuran sebelum dipadatkan, sehingga apabila melewati batas minimum temperatur pemadatan yang diisyaratkan, dapat menurunkan kualitas perkerasan dan juga kadar mastic dalam campuran akan mempengaruhi terhadap tingkat resistensi penurunan temperatur (Yulizarman, 2004). Asphalt Treated Base(ATB) merupakan campuran agregat dan pengikat yang telah dipadatkan, memiliki gradasi terbuka (open graded) yaitu tipe campuran yang gradasi agregatnya mempunyai rongga besar, diletakkan di atas lapisan pondasi bawah dan berfungsi untuk mendukung dan menyebarkan beban serta tempat untuk meletakkan lapisan permukaan. Selain itu juga untuk meningkatkan keawetan dan ketahanan kelelehan (flow) (Yulizarman, 2004). Keawetan didefinisikan sebagai kekuatan bertahannya campuran terhadap disentegrasi akibat
8
beban lalu lintas dan akibat lain seperti air, udara, dan cuaca. Faktor yang mempengaruhi keawetan adalah kekerasan, kelekatan, gradasi agregat, kualitas dan kadar aspal pemadatan. Ketahanan kelelehan adalah ketahanan dari lapis aspal dalam menerima beban berulang tanpa terjadinya kelelehan yang berupa alur dan retak. Faktor yang mempengaruhi kelelehan adalah kadar aspal. Sebagai lapis pondasi bawah perkerasan jalan, Asphalt Treated Base (ATB) mempunyai kriteria sebagai berikut : 1.
Sebagai bagian perkerasan yang menahan gaya lintang dari beban dan menyebarkan beban lapisan dibawahnya.
2.
Sebagai lapisan peresapan untuk pondasi bawah.
3.
Sebagai bantalan terhadap lapisan permukaan.
Persyaratan campuran perkerasan Asphalt Treated Base(ATB) adalah sebagai berikut :
Tabel 2.1 Persyaratan sifat campuran untuk Asphalt Treated Base (ATB) No
Sifat-sifat Campuran
Min
Maks
Satuan
1.
Stabilitas
1800
-
Kg
2.
Kelelehan
4,5
-
Mm
3.
Quitient Marshall
300
-
Kg/mm
4.
Rongga dalam Campuran (VIM)
3
5
%
5.
Rongga di antara mineral agregat (VMA)
13
-
%
6.
Rongga terisi aspal (VFA)
60
-
%
Sumber : Spesifikasi umum 2010 (Revisi 2), PU-Bina Marga
9
C. Material Kontruksi Perkerasan
Dalam pelaksanaan kontruksi perkerasan Asphalt Treated Base (ATB) terdiri dari tiga komposisi utama yaitu, agregat yang terdiri dari agregat kasar dan agregat halus, filler dan bahan ikat berupa aspal. 1. Agregat Agregat adalah material perkerasaan yang berbentuk butir-butir batu pecah, kerikil, pasir atau mineral lainnya, berupa hasil alam atau buatan. Kadar agregat dalam campuran perkerasan jalan berkisar antara 90 – 95 % dari berat total atau berkisar antara 75 – 95% dari volume total. Fungsi dari agregat dalam campuran aspal adalah sebagai kerangka yang memberikan stabilitas campuran jika dilakukan dengan alat pemadat yang tepat. Dapat atau tidak suatu agregat digunakan pada kontruksi perkerasan dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu gradasi, kekuatan, bentuk butir, tekstur permukaan, kelekatan terhadap aspal serta kebersihan dan sifat kimia. Jenis dan campuran agregat sangat mempengaruhi daya tahan atau stabilitas suatu perkerasan jalan. Berdasarkan ukuran butiran, agregat dapat dibedakan menjadi : a . Agregat kasar Agregat kasar pada campuran aspal berfungsi memberikan stabilitas campuran dengan saling mengunci dari masing-masing partikel agregat kasar dan sebagai stabilitas tahanan gesek terhadap suatu aksi perpindahan. Agregat kasar terdiri dari batu pecah dan kerikil-kerikil. Batu pecah diperoleh dari pemecah batu, sedangkan kerikil merupakan disintegrasi dari batuan. Perbedaan mendasar antara kerikil (koral) dengan batu pecah (split) adalah dengan permukaan yang lebih kasar maka batu pecah lebih menjamin ikatan yang lebih kokoh dengan semen. Sama halnya dengan agregat halus, agregat kasar harus memenuhi beberapa syarat, yaitu terdiri dari butir yang keras dan tidak berpori. Agregat jenis ini juga tidak boleh banyak mengandung lumpur dan
10
kekerasan juga merupakan salah satu syaratnya. Agregat kasar harus terdiri dari butir-butir
yang beraneka ragam besarnya untuk
memperoleh rongga-rongga seminimum mungkin. Pemakaian ukuran butiran ini juga tergantung dari dimensi perkerasan yang akan dibuat. Untuk memisahkan aregat kasar dengan agregat halus dipakai saringan No.4. Material ynag tertahan pada saringan tersebut merupakan agregat kasar. Ini dilakukan dengan menggunakan satu set saringan yang digerakkan oleh motor (Sieve Shaker). Setelah perhitungan dilakukan maka dapat dibuat kurva distribusi ukuran atau kurva gradasi agregat halus (Pasir). Agregat kasar yaitu agregat yang diameternya lebih dari 4,75 mm menurut ASTM atau lebih besar 2 mm menurut AASHTO. Berikut ini adalah Tabel 2.2 yang berisi tentang ketentuan pengujian untuk agregat kasar dan agregat halus. Tabel 2.2. Spesifikasi pengujian agregat kasar dan agregat halus Persyaratan No
1.
Jenis Pemeriksaan
Abrasi dengan mesin Los Angeles
2.
Berat jenis semu
3.
Absorbsi air
Standar Rujukan
SNI 03-2417-1991 SNI 03-1969-1990 SNI 03-1970-1990 SNI 03-1969-1990 SNI 03-1970-1990
Agregat
Agregat
kasar
halus
Maks. 40
Maks. 30
Satuan
%
Min 2,5
Min 2,5
%
Maks 3
Maks 3
%
1.
Kekekalan bentuk agregat terhadap larutan natrium dan magnesium sulfat
SNI 03-3407-2008
Maks 12
-
%
2.
Kelekatan agregat terhadap aspal
SNI 03-2439-1991
MIN 95
-
%
3.
Abrasi dengan mesin Los Angeles
SNI 03-2417-2008
Maks 40
-
%
4.
Berat jenis semu
Min 2,5
Min 2,5
5.
Absorbsi air
Maks 3
Maks 3
SNI 03-1969-1990 SNI 03-1970-1990 SNI 03-1969-1990 SNI 03-1970-1990
%
11
6.
Partiket pipih dan lonjong
ASTM D4791 perbandingan 1:5
Maks 10
%
Sumber : Spesifikasi Bina Marga 2010
b. Agregat halus Agregat halus pada campuran aspal berfungsi untuk menambah stabilitas dari campuran dengan memperkokoh sifat saling mengunci dari agregat kasar, mengurangi rongga udara dalam campuran dan menaikkan luas permukaan serta menaikkan kadar aspal guna membuat campuran menjadi awet. Agregat yang secara umum mempunyai ukuran antara 0,234 – 0,075 mm. Agregat halus terdiri dari bahan – bahan yang berbidang kasar, bersudut tajam dan bersih dari kotoran – kotoran atau bahan-bahan lain yang tidak dikehendaki. Agregat bergradasi halus adalah agregat yang mempunyai butir yang berukuran dari yang kasar sampai yang halus tetapi agregat halusnya dominan. Agregat halus yaitu agregat yang ukurannya lebih kecil dari 4,75 mm menurut ASTM atau ukurannya berada di antara 0,075 mm sampai 2 mm menurut AASHTO. Agregat halur adalah material yang lolos saringan No.8 (2,36mm) dan tertahan saringan no.200(0,075mm ). Agregat dapat meningkatkan stabilitas campuran dengan ikatan yang baik terhaap campuran aspal. Bahan ini dapat terdiri dari butir-butiran batu pecah atau pasir alam atau campuran dari keduanya. Tabel 2.3. Spesifikasi pengujian agregat halus Pengujian
Standard
Nilai
Nilai Setara Pasir
SNI 03-4428-1997
Min 70% untuk AC bergradasi kasar
Material Lolos Ayakan No 200
SNI 03-4428-1997
Maks 8%
Kadar Lempung
SNI 3423 : 2008
Maks 1%
Angularitas (kedalaman dari permukaan < 10cm)
AASHITO TP 33 atau ASTM C 1252-93
Min 45
Angularitas (kedalaman dari permukaan < 10cm)
AASHITO TP 33 atau ASTM C 1252-93
Min 40
Sumber : Spesifikasi Bina Marga 2010
12
c.
Bahan Pengisi (Filler) Filler adalah bahan pengisi rongga dalam campuran (void in mix) yang berbutir halus yang lolos saringan No. 30 dimana persentase berat yang lolos saringan No.200 minimum 65 %(SKBI-2.4.26.1987). Sebagai filler dapat dipergunakan debu batu kapur, debu dolomits atau semen portland. Fungsi filler pada perkerasan adalah untuk meningkatkan stabilitas dan mengurangi rongga udara dalam campuran. Bahan pengisi (filler) merupakan bahan yang 75% lolos ayakan No.200, dapat terdiri dari abu batu, abu batu kapur, kapur padam atau bahan non plastis lainnya. Bahan pengisi harus kering dan bebas dari bahan lain yang mengganggu. Fungsi filler dalam campuran adalah untuk memodifikasi agregat halus sehingga berat jenis campuran meningkat dan jumlah aspal yang diperlukan untuk mengisi rongga akan berkurang. Filler dan aspal secara bersamaan membentuk suatu pasta yang akan membalut dan mengikat agregat halus, mengisi ruang antara agregat. Apabila dicampur dengan aspal maka filler akan membentuk bahan pengikat yang berkonsistensi tinggi sehingga mengikat antar butiran-butiran agregat. Tabel 2.4 Syarat gradasi bahan pengisi (filler) Ukuran saringan
Persen (%) lolos
No. 30 (0,59 mm)
100
No. 50 (0,279 mm)
95 – 100
No. 100 (0,149 mm)
90 – 100
No. 200 (0,074 mm)
65 – 100
Sumber : Spesifikasi Bina Marga 2010 2. Aspal Aspal adalah material utama pada konstruksi lapis permukaan lentur (flexible pavement) jalan raya, yang berfungsi sebagai bahan pengikat karena mempunyai daya lekat yang kuat, mempunyai sifat adhesif, kedap air dan mudah dikerjakan. Aspal merupakan senyawa hidrokarbon berwarna coklat
13
gelap atau hitam pekat yang dibentuk dari unsur-unsur asphathenes, resins, dan oils. Aspal pada lapir perkerasan berfungsi sebagai bahan ikat antara agregat untuk membentuk suatu campuran yang ompak, sehingga akan memberikan kekuatan masing-masing agregat. Jika temperatur mulai turun, aspal akan mengeras dan mengikat agregat pada tempatnya (sifat termoplastis). Sebagai salah satu material kontruksi perkerasan lentur, aspal merupakan salah satu komponen kecil umumnya hanya 4 – 10 % berdasarkan berat dan 10 -15 % berdasarkan volume. Terdapat bermacam-macam tingkat penetrasi aspal yang dapat digunakan dalam campuran, antara lain 40/50, 60/70, 80/100. Umumnya aspal yang digunakan di Indonesia adalah penetrasi 60/70. Berikut ini adalah Tabel 2.5 tentang persyaratan pengujian aspal penetrasi 60/70. Tabel 2.5. Persyaratan pengujian aspal keras penetrasi 60/70 Persyaratan No
Jenis Pemeriksaan
Standar Rujukan
Min
Maks
Satuan
1.
Penetrasi (25 °C, 5 detik)
SNI 06-2456-1991
60
79
0,1 mm
2.
Titik lembek
SNI 06-2434-1991
48
58
°C
3.
Titik nyala dan titik bakar
SNI 06-2433-1991
200
°C
SNI 06-2432-1991
100
cm
4.
Daktilitas (25°C, 5 cm/menit)
5.
Penurunan berat
SNI 06-2440-1991
6.
Berat jenis (25°C)
SNI 06-2441-1991
1
SNI 06-2456-1991
54
7.
Penetrasi setelah penurunan berat, %asli
Sumber : Spesifikasi Bina Marga 2010
0,8
% berat gr/cc
14
D. Gradasi Agregat Gradasi agregat merupakan campuran dari berbagai diameter butiran agregat yang membentuk susunan campuran tertentu, ditentukan melalui analisis saringan butiran (grain size analysis) dengan menggunakan 1 set saringan dimana saringan paling kasar diletakkan paling atas dan saringan paling halus diletakkan paling bawah, dimulai dengan pan dan diakhiri dengan tutup. Tabel Gradasi Agregat pada spesifikasi teknis Bina Marga 2010 dapat dilihat pada Tabel 2.6. Tabel 2.6 Batasan gradasi agregat untuk campuran Asphalt Treated Base (ATB) No. Sarin gan
Bukaan saringan
% Berat yang lolos terhadap total
% Berat yang lolos terhadap total
agregat dalam campuran
agregat dalam campuran
ATB
ATB
Gradasi kasar
Gradasi halus
BASE
BASE
1.5
37,5 mm
100
100
1
25 mm
90 – 100
90 - 100
¾”
19 mm
73 – 90
73 - 90
½”
12,5 mm
55 – 76
61 - 79
3/8”
9,5 mm
45- 66
47 - 67
#4
4,75 mm
28- 39,5
39,5 - 50
#8
2,36 mm
19 - 26,8
30,8 - 37
# 16
1,18 mm
12 - 18,1
24,1 - 28
7 - 13,6
17,6 - 22
5 – 11,4
11,4 - 16
4,5 -9
4 - 10
3–7
3-6
0,600 # 30
mm 0,300
# 50
mm 0,150
#100
mm 0,075
#200
mm
Sumber : Spesifikasi umum 2010(revisi-2), PU-Bina Marga