BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Komunikasi Kata komunikasi menurut Onong Uchjana Effendi, berasal dari bahasa latin:
communicatio yang berarti “pemberitahuan” atau “pertukaran pikiran”. Dengan demikian secara garis besar dalam suatu proses komunikasi harus terdapat unsurunsur kesamaan makna agar terjadi suatu pertukaran pikiran atau pengertian, antara komunikator (pemberi pesan) dengan komunikan (penerima pesan). Sementara itu proses komunikasi dapat diartikan sebagai transfer informasi dari pengirim pesan kepada penerima pesan. Tujuan dari proses komunikasi tersebut adalah tercapainya saling pengertian (mutual understanding) antara kedua belah pihak.1 Dennis Murphy mengatakan, “Communication is the whole process used to reach other minds” (komunikasi adalah seluruh proses yang dipergunakan untuk mencapai pikiran-pikiran orang lain). Adapun menurut Harwood, “Communication is more technicaally defined as a process for conduction the memories” (komunikasi didefinisikan secara lebih teknis sebagai suatu proses untuk membangkitkan kembali ingatan-ingatan.2 Dari kedua definisi tersebut, komunikasi adalah proses interaksi
1
Rosady Ruslan, Metode Penelitian Public Relations dan Komunikasi, PT. Raja Grafindo Persada, 2003 hal 81 2 Kadar Nurjaman, Komunikasi & Public Relation: Panduan untuk Mahasiswa, Birokrat,d an Praktisi Bisnis, Pustaka Setia, 2012 hal 36
13
14
antar individu yang berupa pertukaran pikiran atau pesan yang dilakukan untuk mencapai suatu tujuan tertentu. Peran komunikasi sangat penting bagi manusia, sesuai dengan fungsi komunikasi yang bersifat persuasif, edukatif, dan informatif. Tanpa adanya komunikasi, maka tidak akan terjadi proses saling tukar menukar ilmu pengetahuan, pengalaman, pendidikan, persuasi, informasi, dan sebagainya. Mengingat pentingnya komunikasi sebagai salah satu aspek kehidupan, praktisi public relations juga mutlak mempunyai keterampilan dalam berkomunikasi. Robert D. Rossi mengatakan bahwa komunikasi merupakan alat penting dalam fungsi public relations. Publik akan mengakui dan menghargai suatu kinerja yang baik dalam kegiatan komunikasi secara efektif, dan sekaligus kinerja yang baik tersebut dapat digunakan untuk menarik perhatian publik serta tujuan perusahaan lainnya. Terdapat beberapa dimensi dalam komunikasi, yaitu: 1.
Komunikasi vertikal Komunikasi ini merupakan arus komunikasi dua arah yang memegang peranan cukup vital dalam melaksanakan fungsi-fungsi manajemen, yaitu komunikasi dari atas ke bawah (downward communication) dan dari bawah ke atas (upward communication). Komunikasi seperti ini sering ditemukan di dunia usaha, yaitu hubungan komunikasi antara atasan/bos dengan bawahan/anak buahnya.
15
2.
Komunikasi horizontal Komunikasi horizontal merupakan komunikasi satu level yang terjadi antar karyawan, antar pimpinan, dan sebagainya. Komunikasi ini juga bisa berbentuk silang, artinya bisa melebar ke samping atau juga secara diagonal antar para karyawan, kepala seksi dan departemen dalam sebuah perusahaan.
3.
Komunikasi eksternal Komunikasi ini terjadi dua arah antara pihak perusahaan/lembaga dengan pihak luar, seperti para debitur, pelanggan, media, supplier, pemegang saham, pemerintah, dan sebagainya. Keberhasilan dalam membina komunikasi eksternal ini sekaligus merupakan keberhasilan praktisi PR dalam upaya memperoleh dukungan, pengertian, kepercayaan, partisipasi, kerjasama, dan hal-hal lainnya dengan pihak publiknya.3 Selain mempelajari dimensi komunikasi, terdapat beberapa hal yang perlu
diperhatikan dalam rangka menciptakan suatu komunikasi yang efektif4, antara lain sebagai berikut: 1.
Ketahui mitra bicara (audience). Sebelum melakukan proses komunikasi, terlebih dulu kita harus mengetahui mitra/lawan bicara kita, apakah dengan orang tua, teman sebaya, anak-anak, laki-laki atau perempuan, status sosial, dan sebagainya. Dengan mengetahui mitra bicara, kita bisa memilih kata dan gaya
3 4
Rosady Ruslan, op. cit. hal 91 Kadar Nurjaman dan Khaerul Umam, op. cit. hal 46-49
16
bahasa yang akan digunakan untuk berkomunikasi, sehingga pesan dari komunikasi yang dibangun akan sesuai dengan tujuan dan harapan. 2.
Ketahui tujuan. Tujuan yang ingin dicapai penting untuk diperhatikan. Sebagai contoh, jika kita bertujuan mengajak seseorang mengikuti saran kita maka sifat komunikasi yang digunakan adalah persuasif. Tetapi jika kita bermaksud menjual atau membeli barang atau jasa maka komunikasi yang dilakukan bersifat negosiasi.
3.
Perhatikan konteks. Konteks sangat berperan dalam memperjelas informasi yang disampaikan. Intonasi suara juga memiliki makna dalam proses komunikasi. Kata-kata kasar bisa dianggap cacian tetapi bisa juga dianggap bercanda, tergantung dari konteks dan intonasi yang digunakan.
4.
Pelajari kultur. Kultur atau budaya yang ada di Indonesia sangat beragam, ditambah lagi kultur dan budaya dari negara lain. Mempelajari kultur mitra bicara adalah hal penting sehingga timbul saling pengertian dalam proses komunikasi.
5.
Pahami bahasa. “Bahasa menunjukkan bangsa”, artinya bahasa dapat menjadi ciri atau identitas suatu bangsa. Jika kita bisa memahami bahasa mitra bicara kita artinya kita menghargai identitas mereka. Memahami bahasa tidak hanya terpaku pada ragam bahasa yang dimiliki oleh suku-suku yang ada tetapi juga gaya orang lain dalam berbahasa.
17
Berdasarkan paparan diatas, dapat dikatakan bahwa komunikasi merupakan hal paling penting dalam hidup manusia karena setiap manusia tidak bisa tidak berkomunikasi. Selain itu, strategi individu berkomunikasi juga merupakan hal yang perlu diperhatikan. Dengan siapa individu tersebut berkomunikasi, dimensi komunikasi mitra bicara, latar belakang, gaya mitra bicara berbahasa dan bersikap, dan faktor-faktor lainnya yang dapat menunjang penyampaian komunikasi bisa berjalan efektif. 2.2.
Public Relations
2.2.1. Pengertian Public Relations Public Relations adalah fungsi manajemen yang menilai sikap publik, mengidentifikasikan kebijaksanaan dan tata cara organisasi demi kepentingan publiknya, serta merencanakan suatu program kegiatan dan komunikasi untuk memperoleh pengertian dan dukungan publiknya.5 Definisi serupa juga dinyatakan oleh Scoot M. Cutip, Allen H. Center dan Glen M. Broom. Para ahli tersebut menyatakan
bahwa,
“Public
relations
adalah
fungsi
manajemen
yang
mengidentifikasikan, menetapkan dan memelihara hubungan saling menguntungkan antara organisasi dan segala lapisan masyarakat yang menentukan keberhasilan atau kegagalan public relations.” Di sisi lain, Doug Newsom dan Alan Scott mengatakan, “Public relations adalah tanggung jawab dan sikap tanggap dalam kebijakan dan informasi demi
5
Rosady Ruslan, op. cit. hal 25
18
kepentingan utama lembaga bersangkutan dan masyarakatnya.”6 Dari definisi tersebut, dapat dilihat bahwa public relations adalah fungsi manajemen yang bertanggungjawab
mengidentifikasi
kepentingan
perusahaan
dan
publiknya,
menciptakan dan memelihara hubungan timbal balik yang saling menguntungkan antara perusahaan dengan publiknya agar tercipta hubungan yang harmonis. Definisi lain tentang public relations, J. C. Seidel mengungkapkan, “Public relations adalah proses yang terus-menerus dari usaha-usaha manajemen untuk memperoleh good will dan pengertian dari para langganannya, pegawainya, dan publik pada umumnya.”7 Berdasarkan beberapa definisi diatas, dapat disimpulkan bahwa public relations adalah fungsi manajemen yang bertanggungjawab mengidentifikasi kepentingan perusahaan dan publiknya, baik internal maupun eksternal, serta masyarakat pada umumnya untuk menciptakan hubungan yang harmonis dan mencapai tujuan perusahaan. Soemirat dan Ardianto mengklasifikasikan publik dalam PR menjadi beberapa kategori8, yaitu: 1.
Publik internal dan publik eksternal: Internal publik yaitu publik yang berada di dalam organisasi/ perusahaan seperti supervisor, karyawan pelaksana, manajer, pemegang saham dan direksi perusahaan. Eksternal publik secara organik tidak
6
Kadar Nurjaman dan Khaerul Umam, op. cit. hal 103 Ibid., hal 105 8 Elvinaro Ardianto dan Soleh Soemirat, Dasar-Dasar Public Relations. Cetakan Ketiga, Remaja Rosdakarya, 2004, hal 55 7
19
berkaitan langsung dengan perusahaan seperti pers, pemerintah, pendidik/ dosen, pelanggan, komunitas dan pemasok. 2.
Publik primer, sekunder, dan marginal. Publik primer bisa sangat membantu atau merintangi upaya suatu perusahaan. Publik sekunder adalah publik yang kurang begitu penting dan publik marginal adalah publik yang tidak begitu penting. Contoh, anggota Federal Reserve Board of Governor (dewan gubernur cadangan federal) yang ikut mengatur masalah perbankan, menjadi publik primer untuk sebuah bank yang menunggu rotasi secara teratur, di mana anggita legislatif dan masyarakat menjadi publik sekundernya.
3.
Publik tradisional dan publik masa depan. Karyawan dan pelanggan adalah publik tradisional, mahasiswa/pelajar, peneliti, konsumen potensial, dosen, dan pejabat pemerintah (madya) adalah publik masa depan.
4.
Proponent, opponent, dan uncommitted. Di antara publik terdapat kelompok yang menentang perusahaan (opponents), yang memihak (proponents) dan ada yang tidak peduli (uncommitted). Perusahaan perlu mengenal publik yang berbeda-beda ini agar dapat dengan jernih melihat permasalahan.
5.
Silent majority dan vocal minority. Dilihat dari aktivitas publik dalam mengajukan complaint (keluhan) atau mendukung perusahaan, dapat dibedakan antara yang vokal (aktif) dan yang silent (pasif). Publik penulis di surat kabar umumnya adalah the vocal minority, yaitu aktif menyuarakan pendapatnya,
20
namun jumlahnya tak banyak. Sedangkan mayoritas pembaca adalah pasif sehingga tidak kelihatan suara atau pendapatnya. Dalam lingkungan bisnis yang berubah, PR ditempatkan pada platform yang lebih tinggi. Hal ini terjadi karena beberapa perusahaan menyadari kebutuhan perusahaan yang berkembang tidak hanya mengembangkan produk atau jasa, tetapi harus berbuat lebih yakni membina hubungan positif dan konsisten dengan pihakpihak yang terlibat dengan organisasi. Walaupun kegiatan membina hubungan baik tersebut tidak memberikan hasil secara langsung terhadap perusahaan, tetapi dampak hubungan baik tersebut bisa dirasakan oleh perusahaan. 2.2.2. Peran Public Relations Peran PR dalam sebuah perusahaan antara lain9: 1.
Communicator Praktisi PR dituntut memiliki kemampuan sebagai komunikator baik secara langsung maupun tidak langsung, melalui media cetak/eletronik, dan lisan (spoke person) atau tatap muka. Di samping itu, PR juga bertindak sebagai mediator.
2.
Relationship Kemampuan peran PR membangun hubungan yang positif antara lembaga yang diwakilinya dengan publik internal dan eksternal. Selain itu juga berupaya
9
Rosady Ruslan, op. cit. hal 26-27
21
menciptakan saling pengertian, kepercayaan, dukungan, kerja sama, dan toleransi antara kedua belah pihak. 3.
Back up Management Melaksanakan dukungan manajemen atau menunjang kegiatan lainnya, seperti manajemen promosi, pemasaran, operasional, personalia dan yang lainnya untuk mencapai tujuan bersama.
4.
Good Image Maker Menciptakan citra atau publikasi yang positif merupakan prestasi, reputasi, sekaligus menjadi tujuan utama bagi aktifitas PR dalam manajemen kehumasan membangun citra atau nama baik perusahaan/organisasi ataupun produk/jasa yang dimiliki. Jadi, PR memiliki peran sebagai komunikator, membangun hubungan positif
antara lembaga yang diwakilinya dengan publik internal dan eksternal, mendukung manajemen atau menunjang kegiatan lain, dan menciptakan citra atau publikasi yang positif.
2.3.
Program Public Relations Menurut Mater dan Horn, implementasi adalah tindakan-tindakan yang
dilakukan oleh individu atau pejabat atau kelompok pemerintah atau swasta yang diarahkan pada tercapainya tujuan-tujuan yang telah ditentukan dalam keputusan
22
kebijakan.10 Dalam kaitannya dengan Public Relations, implementasi berarti tindakan-tindakan yang dilakukan oleh fungsi PR yang mengarah pada tujuan yang telah ditentukan oleh perusahaan. Menurut Cutlip-Center-Broom, praktisi PR dalam melaksanakan program humas harus terdiri atas empat langkah kegiatan. 11 Keempat langkah itu adalah: 1. Menentukan Masalah (Define The Problem) 2. Perencanaan dan Penyusunan Program (Planning and Programming) 3. Melakukan Tindakan dan Berkomunikasi (Taking Action and Communication) 4. Evaluasi Program (Evaluating The Program) Dari keempat langkah diatas, langkah ketiga merupakan fokus bagian dalam penelitian yang sedang dilakukan, yaitu melakukan tindakan dan berkomunikasi. Setelah mengumpulkan fakta dan menetapkan rencana, beberapa keputusan harus dibuat pada tahapan ini yang mencakup antara lain tindakan apa saja yang harus dilakukan atau pesan apa saja yang ingin disampaikan, serta jenis media apa yang akan digunakan untuk menyampaikan pesan yang dimaksud.12 Saluran komunikasi yang bisa digunakan untuk menyampaikan pesan kepada khalayak antara lain media massa seperti surat kabar, majalah, televisi, radio, dan sebagainya. Selain itu juga bisa dengan cara komunikasi tatap muka ataupun melalui 10
Solichin Abdul Wahab, Analisis Kebijakan dari Formulasi ke Implementasi Kebijakan Negara, Bumi Aksara, hal 64. 11 Morissan, Manajemen Public Relations: Strategi Menjadi Humas Profesional, Kencana, 2008 hal 108-109. 12 Ibid., hal 185.
23
media khusus seperti jurnal, surat, brosur, poster, website, billboard, dan lain-lain. Cara lain yang lebih personal untuk menyampaikan suatu pesan adalah melalui pertemuan, pidato dan acara khusus. 2.3.1. Tindakan Humas Strategi aksi (action strategy) atau strategi tindakan humas mencakup berbagai hal termasuk melakukan perubahan pada kebijakan, prosedur, produk, jasa dan tingkah laku organisasi atau perusahaan. Nager-Allen mendefinisikan tindakan humas sebagai tindakan yang memiliki tanggung jawab sosial yang dilakukan oleh departemen humas atau departemen lainnya pada suatu perusahaan atau organisasi dengan persetujuan manajemen. Perubahan bisa dilakukan untuk mengakomodir kebutuhan khalayak dan organisasi.13 Strategi tindakan (action strategy) merupakan penggerak utama program humas, namun pada umumnya strategi tindakan bersifat tidak tampak atau tidak mudah dikenali oleh pihak luar. Ibarat suatu gunung es, maka strategi tindakan adalah bagian yang berada di bawah permukaan air. Kegiatan komunikasi merupakan komponen yang jelas terlihat oleh siapapun karena komunikasi memang ditujukan untuk masyarakat.14 Namun ada beberapa hal penting yang harus diperhatikan praktisi PR ketika berkomunikasi, yaitu terkait dengan:
13 14
Morissan, op. cit. hal 188. Ibid, hal 191.
24
1.
Membingkai pesan. Praktisi PR harus mampu memilih fakta yang paling penting dan menarik ketika melakukan komunikasi dengan khalayak sasaran. Praktisi PR harus mampu melakukan analisis terhadap seluruh fakta yang akan disampaikan kepada khalayak. Kegiatan tersebut biasa disebut dengan kegiatan membingkai pesan (framing analysis). Membingkai pesan adalah strategi dalam memilih, menonjolkan dan menghubungkan fakta ke dalam bentuk pesan (berita) agar lebih bermakna, lebih menarik, lebih berarti atau lebih diingat. Prinsip pertama dalam membingkai pesan dalam proses komunikasi adalah mengetahui posisi manajemen dan permasalahan yang dihadapi. Prinsip kedua adalah mengetahui kebutuhan, ketertarikan, kekhawatiran dari public atau khalayak sasaran.
2.
Nilai berita. Praktisi PR harus mengetahui nilai pesan yang ingin disampaikannya
ketika
berkomunikasi.
Hendaknya
pesan
yang
ingin
disampaikan ditentukan oleh kepentingan publik yang meliputi: Dampak (Impact),
Kedekatan
(Proximity),
Kecepatan
(Timeliness),
Terkenal
(Prominence), Hal-hal baru (Novelty) dan Konflik. 3.
Semiotika. Semiotika adalah ilmu mengenai tanda yang sangat terkait dengan arti atau makna yang ingin disampaikan. Bagi praktisi PR,
mempelajari
semiotika sangat penting karena kegiatan utama praktisi PR adalah berkomunikasi, maka para praktisi PR harus menguasai betul makna dari katakata yang digunakan dalam proses komunikasi yang dilakukan.
25
4.
Simbol. Simbol digunakan karena terkadang dapat menyampaikan banyak pesan dan karena pada dasarnya manusia membutuhkan simbol untul menyampaikan pesan yang abstrak atau sulit dipahami.
5.
Stereotip. Komunikasi seringkali mengalami hambatan yang salah satunya diakibatkan oleh adanya pembentengan diri dari manusia. Hambatan tersebut muncul dalam berbagai bentuk, mulai dari hambatan sosial, hambatan umur, hambatan bahasa, dan hambatan lainnya.15
2.3.2. Menyebarkan Pesan Dalam
proses
menyebarkan
pesan,
komunikator
harus
mampu
menyampaikan pesan yang dapat dipahami penerima dan pesan tersebut haruslah relevan dengan kebutuhan atau ketertarikan penerima pesan. Dalam hal ini, keberhasilan komunikasi sangat ditentukan oleh tujuh hal, yaitu: 1.
Kredibilitas; penerima pesan harus memiliki kepercayaan pada diri pengirim serta memiliki penghormatan terhadap kompetensi pengirim pesan atas masalah yang menjadi perhatian.
2.
Konteks; suatu program komunikasi harus disesuaikan dengan realita lingkungan. Komunikasi yang efektif memerlukan lingkungan sosial yang mendukung.
15
Morissan, op. cit. hal 191-201.
26
3.
Isi pesan; pesan harus memiliki makna bagi penerima pesan dan harus sesuai dengan system nilai yang dianut. Pesan juga harus memiliki relevansi dengan situasi yang dihadapi oleh penerima pesan.
4.
Kejelasan; pesan harus disampaikan dengan menggunakan istilah-istilah yang sederhana dan mudah dipahami oleh penerima pesan, sehingga memiliki makna yang sama antara pengirim dan penerima pesan.
5.
Kontinuitas dan Konsistensi; komunikasi memerlukan repetisi/pengulangan agar pesan yang disampaikan dapat diterima secara optimal oleh penerima pesan.
6.
Saluran; praktisi PR harus menggunakan saluran yang sudah mapan (established) untuk menyampaikan pesan sehingga proses penyampaian pesan dapat efektif.
7.
Kemampuan penerima; komunikasi dapat menjadi sangat efektif ketika penerima pesan memerlukan upaya yang paling sedikit untuk memahami pesan yang disampaikan, oleh karenanya penting bagi pengirim pesan untuk mempertimbangkan: ketersediaan khalayak, kebiasaan, kemampuan membaca dan pengetahuan yang mereka miliki.16
2.3.3. Memilih Media Praktisi PR harus memiliki pengetahuan yang baik mengenai media massa, karena masing-masing media dalam menyampaikan pesan-pesannya memiliki kekhususan. Upaya menyampaikan informasi baik melalui media cetak, audio dan 16
Ibid, hal 207-208.
27
audiovisual masing-masing memiliki kelebihan tetapi juga kekurangan. Hal ini disebabkan karena sifat fisik dari masing-masing jenis media seperti penjelasan dibawah ini: Tabel 1.1 Sifat dan Jenis Media Jenis Media Cetak
Sifat dapat dibaca, dimana, dan kapan saja dapat dibaca berulang-ulang daya rangsang rendah biaya relatif rendah daya jangkau terbatas
Audio
dapat didengar bila siaran dapat didengar kembali bila diputar kembali daya rangsang rendah relatif murah daya jangkau besar
Audiovisual
dapat didengar dan dilihat bila ada siaran dapat dilihat dan didengar kembali bila diputar kembali daya rangsang sangat tinggi sangat mahal daya jangkau besar
28
2.4.
Corporate Social Responsibility (CSR)
2.4.1. Pengertian Corporate Social Responsibility Definisi CSR menurut World Business Council on Sustainable Development adalah komitmen dari bisnis/perusahaan untuk berperilaku etis dan berkontribusi terhadap pembangunan ekonomi yang berkelanjutan, seraya meningkatkan kualitas hidup karyawan dan keluarganya, komunitas lokal dan masyarakat luas. 17 Definisi lain, CSR adalah tanggung jawab perusahaan untuk menyesuaikan diri terhadap kebutuhan dan harapan stakeholders sehubungan dengan isu-isu etika, sosial dan lingkungan, di samping ekonomi. Di dalam Green Paper Komisi Masyarakat Eropa dinyatakan bahwa kebanyakan definisi tanggung jawab sosial korporat menunjukkan sebuah konsep tentang pengintegrasian kepedulian terhadap masalah sosial dan lingkungan hidup ke dalam operasi bisnis perusahaan dan interaksi sukarela antara perusahaan dan para stakeholder-nya. Ini setidaknya ada dua hal yang terkait dengan tanggung jawab sosial korporat itu yakni pertimbangan sosial dan lingkungan hidup serta interaksi sukarela. Definisi lain, CSR adalah tanggung jawab perusahaan untuk menyesuaikan diri terhadap kebutuhan dan harapan stakeholders sehubungan dengan isu-isu etika, sosial, dan lingkungan, di samping ekonomi.18 CSR adalah sebuah konsep yang tidak hadir secara instan. CSR merupakan hasil dari proses panjang dimana konsep dan aplikasi dari konsep CSR pada saat ini telah mengalami banyak perkembangan dan 17
Warta Pertamina, 2004 Yosal Irianta, Community Relation: Konsep dan Aplikasinya, Simbiosa Rekatana Media, 2004 hal 20
18
29
perubahan. Salah satu penulis, Bowmen, dianggap sebagai awal mula munculnya konsep CSR. Bowmen mendefinisikan CSR sebagai, “obligation of businessman to pursue these policies, to make those decision or to follow those line of action which are disable in term of objectives and values of our society.” Ide dasar yang dikemukakan Bowmen adalah mengenai kewajiban-kewajiban perusahaan menjalankan usahanya sejalan dengan nilai-nilai dan tujuan yang hendak dicapai masyarakat di tempat perusahaan tersebut beroperasi. Bowmen menggunakan istilah sejalan dalam konteks itu demi meyakinkan dunia usaha tentang perlunya para pengusaha memiliki visi yang melampaui urusan finansial perusahaan.19 Corporate Social Responsibility pada dasarnya adalah sebuah program yang mengimplementasikan tanggung jawab sosial sebuah perusahaan kepada masyarakat dan lingkungan di sekitar perusahaan, dimana saat ini banyak perusahaan-perusahaan yang bergerak di bidang sumber daya alam melakukan kegiatan produksinya tetapi produksinya tersebut mempunyai dampak terhadap kerusakan lingkungan di sekitar masyarakat, sehingga dengan adanya program corporate social responsibility ini dapat menjadikan tolak ukur perusahaan terhadap tanggung jawab sosialnya kepada masyarakat dan lingkungan sekitar.20 Dalam prinsip responsibility, penekanan yang signifikan diberikan pada kepentingan stakeholders perusahaan. Di sini perusahaan diharuskan memperhatikan 19 20
Hendrik Budi Untung, Corporate Social Responsibility, Sinar Grafika, 2008 hal 37 Fauziah, Pelaksanaan Program Community Development Dalam Aktivitas
Corporate Social Responsibility PT. Mahakam Sumber Jaya Coal Mining(Studi di Desa Kerta Buana Kec.Tenggarong Seberang Kab.Kukar), eJournal Ilmu Komunikasi, Volume 2, Nomor 2, 2014 hal 292
30
kepentingan stakeholders perusahaan, menciptakan nilai tambah (value added) dari produk dan jasa bagi stakeholders perusahaan, dan memelihara kesinambungan nilai tambah yang diciptakannya. Sedangkan stakeholders perusahaan dapat didefinisikan sebagai pihak-pihak yang berkepentingan terhadap eksistensi perusahaan. Termasuk di dalamnya adalah karyawan, konsumen, pemasok, masyarakat, lingkungan sekitar, dan pemerintah sebagai regulator. Konsep Corporate Social Responsibility diukur dengan menggunakan lima pilar aktivitas CSR dari Prince of Wales International Bussiness Forum21, yaitu : 1.
Building Human Capital Secara internal, perusahaan dituntut untuk menciptakan SDM yang handal. Secara eksternal, perusahaan dituntut untuk melakukan pemberdayaan masyarakat, biasanya melalui community development.
2.
Strengthening Economies Perusahaan dituntut untuk tidak menjadi kaya sendiri sementara komunitas di lingkungannya miskin, mereka harus memberdayakan ekonomi sekitar.
3.
Assessing Social Chesion Perusahaan dituntut untuk menjaga keharmonisan dengan masyarakat sekitarnya agar tidak menimbulkan konflik.
21
Yusuf Wibisono, Membedah Konsep dan Aplikasi CSR, Fascho Publishing, 2007 hal 119
31
4.
Encouraging Good Governence Dalam menjalankan bisnisnya, perusahaan harus menjalankan tata kelola bisnis dengan baik.
5.
Protecting The Environment Perusahaan berupaya keras menjaga kelestarian lingkungan. Kelima pilar aktivitas CSR tersebut perlu diperhatikan agar konsep CSR yang
dibuat oleh perusahaan dapat sesuai dan memenuhi kelima pilar tersebut. Kelima pilar aktivitas CSR tersebut juga menunjung tinggi kepentingan stakeholders dimana hal tersebut merupakan bagian penting dalam prinsip responsibility. 2.4.2. Manfaat CSR Menurut Gurvy Kavei, dengan mempraktikkan CSR akan melahirkan lima keutungan utama bagi perusahaan22, antara lain: 1.
Profitabilitas dan kinerja finansial yang lebih kuat, misalnya melalui efisiensi lingkungan.
2.
Meningkatkan akuntabilitas dan asessment dari komunikasi investasi.
3.
Mendorong komitmen karyawan karena mereka diperharikan dan dihargai.
4.
Menurunkan kerentanan gejolak dengan komunitas.
5.
Memperkuat corporate branding dan reputasi.
22
Teguh Sri Pambudi, Investasi Social (CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY sebuah keharusan), Pusat Penyulujan Sosial (OUSOENSUS), Jakarta, 2005 hal 24.
32
Dengan melihat manfaat yang ditimbulkan dengan adanya praktik CSR, seperti adanya komitmen dari karyawan yang merasa dihargai, akan menimbulkan sence of belonging terhadap perusahaan dan bisa meningkatkan profit perusahaan. Selain itu juga rentannya gejolak bisa diminimalisir dan yang paling utama dapat meningkatkan citra positif perusahaan. Oleh karena itu, hendaknya perusahaan dapat melaksanakan praktik CSR dalam kehidupan bisnisnya sehari-hari. Dewasa ini, konsep CSR bagi perusahaan tidak lagi dihadapkan pada tanggung jawab yang berpijak pada single bottom line, yaitu nilai perusahaan (corporate value) yang direfleksikan dalam kondisi keuangannya (financial) saja. Tapi tanggung jawab perusahaan harus berpijak pada triple bottom lines. Dengan perkembangan konsep CSR, banyak teori yang muncul yang diungkapkan mengenai CSR ini. Salah satu yang terkenal adalah teori triple bottom line yang dikemukakan oleh John Elkington. Triple Bottom Line memberi pandangan bahwa jika sebuah perusahaan ingin mempertahankan kelangsungan hidupnya, maka perusahaan tersebut harus memperhatikan “3P”. Selain mengejar keuntungan (profit), perusahaan juga harus memperhatikan dan terlibat pada pemenuhan kesejahteraan masyarakat (people) dan turut berkontribusi aktif dalam menjaga kelestarian lingkungan (planet).23
23
Yusuf Wibisono, op. cit. hal 32
33
a.
Profit (Keuntungan) Profit atau keuntungan menjadi tujuan utama dan terpenting dalam setiap kegiatan usaha. Tidak heran bila fokus utama dari seluruh kegiatan dalam perusahaan adalah mengejar profit dan mendongkrak harga saham setinggitingginya. karena inilah bentuk tanggung jawab ekonomi yang paling esensial terhadap
pemegang
saham.
mendongkrak profit antara
lain
Aktivitas dengan
yang
dapat
meningkatkan
ditempuh produktivitas
untuk dan
melakukan efiisensi biaya. Peningkatan
produktivitas
bisa
diperoleh
dengan
memperbaiki
manajemen kerja mulai penyederhanaan proses, mengurangi aktivitas yang tidak efisien, menghemat waktu proses dan pelayanan. Sedangkan efisiensi biaya dapat tercapai jika perusahaan menggunakan material sehemat mungkin dan memangkas biaya serendah mungkin. b.
People (Masyarakat Pemangku Kepentingan) People atau masyarakat merupakan stakeholders yang sangat penting bagi perusahaan, karena dukungan masyarakat sangat diperlukan bagi keberadaan, kelangsungan hidup, dan perkembangan perusahaan. Maka dari itu perusahaan perlu berkomitmen untuk berupaya memberikan manfaat sebesarbesarnya kepada masyarakat. Dan perlu juga disadari bahwa operasi perusahaan berpotensi memberi dampak kepada masyarakat. Karena itu perusahaan perlu
34
untuk melakukan berbagai kegiatan yang dapat menyentuh kebutuhan masyarakat. c.
Planet (Lingkungan) Planet atau Lingkungan adalah sesuatu yang terkait dengan seluruh bidang dalam kehidupan manusia. Karena semua kegiatan yang dilakukan oleh manusia sebagai makhluk hidup selalu berkaitan dengan lingkungan misalnya air yang diminum, udara yang dihirup dan seluruh peralatan yang digunakan, semuanya berasal dari lingkungan. Namun sebagaian besar dari manusia masih kurang peduli terhadap lingkungan sekitar. Hal ini disebabkan karena tidak ada keuntungan langsung yang bisa diambil didalamnya.24 Karena keuntungan merupakan inti dari dunia bisnis dan itu merupakan hal
yang wajar. Maka, manusia sebagai pelaku industri hanya mementingkan bagaimana menghasilkan uang sebanyak-banyaknya tanpa melakukan upaya apapun untuk melestarikan lingkungan. Padahal dengan melestarikan lingkungan, manusia justru akan memperoleh keuntungan yang lebih, terutama dari sisi kesehatan, kenyamanan, di samping ketersediaan sumber daya yang lebih terjamin kelangsungannya. Berdasarkan paparan singkat diatas, bottom lines lainnya selain finansial juga adalah sosial dan lingkungan. Karena kondisi keuangan saja tidak cukup menjamin nilai perusahaan tumbuh secara berkelanjutan (sustainable). Keberlanjutan perusahaan hanya akan terjamin apabila, perusahaan memperhatikan dimensi sosial
24
Ibid., hal 32-33
35
dan lingkungan hidup. Sudah menjadi fakta bagaimana resistensi masyarakat sekitar, di berbagai tempat dan waktu muncul ke permukaan terhadap perusahaan yang dianggap tidak memperhatikan aspek-aspek sosial, ekonomi dan lingkungan hidupnya. Perusahaan-perusahaan yang memiliki reputasi bagus, umumnya menikmati enam hal. Pertama, hubungan yang baik dengan para pemuka masyarakat. Kedua, hubungan positif dengan pemerintah setempat. Ketiga, resiko krisis yang lebih kecil. Keempat, rasa kebanggaan dalam organisasi dan di antara khalayak sasaran. Kelima, saling pengertian antara khalayak sasaran, baik internal maupun eksternal. Dan terakhir, meningkatkan kesetiaan para staf perusahaan.25
2.4.3. Tahapan Implementasi CSR Implementasi CSR yang dilakukan perusahaan disesuaikan dengan misi, budaya, lingkungan, serta kondisi operasional masing-masing perusahaan. Beberapa perusahaan melibatkan diri dalam aktivitas-aktivitas yang berkaitan dengan pelanggan,
karyawan,
komunitas
dan
lingkungan
sekitar.
Dalam
mengimplementasikan CSR, ada beberapa tahap yang dapat dilakukan oleh perusahaan26, yaitu:
25 26
Ibid., hal 35 Ibid., hal 127
36
1.
Tahapan Perencanaan, yang terdiri dari tiga langkah utama, yakni: a.
Awareness building, merupakan langkah awal untuk membangun kesadaran mengenai pentingnya arti CSR dan komitmen manajemen. Upaya ini dilakukan melalui seminar, diskusi, dan sebagainya.
b.
CSR asessment, merupakan upaya untuk memetakan kondisi perusahaan dan mengidentifikasi aspek-aspek yang perlu mendapatkan prioritas perhatian dan langkah-langkah yang tepat untuk membangun struktur perusahaan yang kondusif bagi penerapan CSR yang efektif.
c.
CSR manual building, merupakan pedoman implementasi hasil asessment yang dilakukan. Upaya yang perlu dilakukan antara lain benchmarking (mempelajari program CSR dari perusahaan lain yang dinilai sukses dalam implementasi program ini). Penyusunan manual CSR dibuat sebagai acuan, pedoman dan panduan dalam pengelolaan kegiatan-kegiatan sosial kemasyarakatan yang dilakukan oleh perusahaan.
2.
Tahapan Implementasi, yang terdiri dari: a.
Sosialisasi,
diperlukan
untuk
memperkenalkan
kepada
komponen
perusahaan mengenai berbagai aspek yang terkait dengan implementasi CSR khususnya mengenai pedoman penerapan CSR dengan tujuan untuk mendapatkan dukungan penuh seluruh komponen perusahaan.
37
b.
Pelaksanaan kegiatan yang dilakukan pada dasarnya harus sejalan dengan pedoman CSR yang ada, berdasarkan roadmap yang telah disusun.
3.
Internalisasi, merupakan tahap jangka panjang mencakup upaya-upaya untuk memperkenalkan CSR di dalam seluruh proses bisnis perusahaan, seperti melalui sistem manajemen kinerja.
4.
Tahapan Evaluasi, merupakan tahap yang perlu dilakukan secara konsisten dari segi waktu untuk mengukur sejauh mana efektifitas penerapan CSR. Evaluasi dilakukan dengan pengambilan keputusan selanjutnya. Evaluasi juga bisa dilakukan dengan meminta pihak independen untuk melakukan audit implementasi atas praktik CSR yang telah dilakukan.
5.
Tahap Pelaporan. Pelaporan diperlukan dalam rangka membangun sistem informasi baik untuk keperluan proses pengambilan keputusan maupun keterbukaan informasi material dan relevan mengenai perusahaan. Perusahaan bebas menentukan bentuk atau format reporting yang dibuat karena belum ada standard baku yang diberlakukan. Kelima tahapan diatas memiliki bobot yang sama pentingnya untuk dilakukan
agar implementasi CSR dapat berjalan dengan baik dan sesuai dengan tujuan perusahaan.
38
2.5.
Citra Perusahaan Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, pengertian citra adalah: (1) kata
benda: gambar, rupa, gambaran; (2) gambaran yang dimiliki orang banyak mengenai pribadi, perusahaan, organisasi atau produk; (3) kesan mental atau bayangan visual yang ditimbulkan oleh sebuah kata, frase atau kalimat, dan merupakan unsur dasar yang khas dalam karya prosa atau puisi; (4) data atau informasi dari potret udara untuk bahan evaluasi.27 Citra adalah kesan yang diperoleh seseorang berdasarkan pengetahuan dan pengertian tentang fakta-fakta atau kenyataan.28 Katz dalam Soemirat dan Ardianto mengatakan bahwa citra adalah cara bagaimana pihak lain memandang sebuah perusahaan, seseorang, suatu komite, atau suatu aktivitas. Hal ini menunjukkan bahwa setiap perusahaan mempunyai citra. Dan citra yang dimiliki oleh perusahaan jumlahnya sama dengan setiap orang yang memandangnya. Berbagai citra perusahaan datang dari pelanggan perusahaan, pelanggan potensial, bankir, staf perusahaan, pesaing, distributor, pemasok, asosiasi dagang, dan gerakan pelanggan di sektor perdagangan yang mempunyai pandangan terhadap perusahaan.29 Beberapa ahli lain juga merumuskan definisi dari citra perusahaan. Menurut Silih Agung Wasesa, citra perusahaan dimata publik dapat terlihat dari pendapat
27
Kadar Nurjaman dan Khaerul Umam, Komunikasi & Public Relation Panduan untuk Mahasiswa, Birokrat, dan Praktisi Bisnis, Pustaka Setia, 2012 hal 125 28 Soemirat, Dasar-Dasar Public Relations, Remaja Rosdakarya, 2005 hal 114 29 Ardianto, Elvinaro, dan Soemirat Soleh,”Dasar-dasar Public Relations, 2004 hal 85
39
atau pola pikir komunal pada saat mempersepsikan realitas yang terjadi.30 Dengan demikian, satu hal yang perlu dipahami berkaitan dengan proses terbentuknya citra perusahaan adalah adanya persepsi (yang berkembang dalam benak publik) terhadap realitas (yang muncul dalam media). Karenanya untuk mendapatkan citra yang diinginkan oleh manajemen perusahaan, menurut Kotler, ada tiga proses seleksi ketika seseorang mempersepsikan sesuatu, yakni: 1.
Selective
attention,
dimana
seseorang
akan
mempersepsikan
sesuatu
berdasarkan perhatiannya. Dalam hal ini public relations harus mampu menciptakan informasi sesuai kebutuhan media massa dan mampu menarik perhatian target audiences. 2.
Selective distortion, dimana ada kecenderungan seseorang untuk
memilah-
milah informasi berdasarkan kepentingan pribadinya dan menterjemahkan informasi berdasarkan pola pikir sebelumnya yang berkaitan dengan informasi tersebut. 3.
Selective retentions, dimana seseorang akan mudah mengingat informasi yang diberikan secara berulang-ulang. Maka public relation dalam hal ini dituntut untuk mampu membuat informasi yang tidak membosankan meskipun disampaikan berulang-ulang.31
30
Silih Agung Wasesa, Strategi Public Relations: Bagaimana Strategi Public Relations dari 36 Merek Global dan Lokal Membangun Citra, Mengendalikan Krisis dan Merebut Hati Konsumen, PT Gramedia Pustaka Umum, 2005 hal 13 31 Ibid., hal 14-15
40
Dengan demikian, seberapa jauh citra akan terbentuk, sepenuhnya ditentukan oleh bagaimana public relations mampu membangun persepsi yang didasarkan oleh realitas yang terjadi. Dalam hal ini, fungsi public relations ”membeli” sesuatu yang bersifat abstrak, yaitu kepercayaan dari masyarakat berupa opini dan persepsi yang baik terhadap perusahaan dan sekaligus perusahaan dituntut untuk memberikan yang baik pula. Citra adalah tujuan utama, dan sekaligus merupakan reputasi dan prestasi yang hendak dicapai bagi dunia PR. Pengertian citra itu sendiri abstrak (intangible) dan tidak dapat diukur secara sistematis, tetapi wujudnya bisa dirasakan dari hasil penilaian baik dan buruk. Penilaian tersebut berkaitan dengan timbulnya rasa hormat (respect),
kesan-kesan
baik
dan
menguntungkan
terhadap
suatu
citra
perusahaan/organisasi ataupun produk barang/jasa yang dimiliki.32 Menurut Frank Jefkins, terdapat beberapa jenis citra (image). Berikut ini lima jenis citra yang dikemukakan, yakni: 1. Citra bayangan (mirror image). Citra ini melekat pada orang dalam atau anggotaanggota organisasi––biasanya adalah pemimpinnya––mengenai anggapan pihak luar tentang organisasinya. 2. Citra yang berlaku (current image). Adalah suatu citra atau pandangan yang dianut oleh pihak-pihak luar mengenai suatu organisasi.
32
Rosady Ruslan, Metode Penelitian Public Relations dan Komunikasi, PT. Raja Grafindo Persada, 2003 hal 75
41
3. Citra yang diharapkan (wish image). Adalah suatu citra yang diinginkan oleh pihak manajemen. 4. Citra perusahaan (corporate image). Adalah citra dari suatu organisasi secara keseluruhan, jadi bukan sekedar citra atas produk dan pelayanannya. 5. Citra majemuk (multiple image). Banyaknya jumlah pegawai (individu), cabang, atau perwakilan dari sebuah perusahaan atau organisasi dapat memunculkan suatu citra yang belum tentu sama dengan organisasi atau perusahaan tersebut secara keseluruhan. 6. Citra penampilan (performance image), lebih ditujukan kepada subjeknya, bagaimana kinerja atau penampilan diri para profesional pada perusahaan bersangkutan.33 Citra perusahaan adalah citra yang berkaitan dengan sosok perusahaan sebagai tujuan utamanya. Bagaimana menciptakan citra perusahaan yang positif, lebih dikenal, serta diterima oleh publiknya, seperti sejarahnya, kualitas pelayanan yang prima, keberhasilan dalam bidang, marketing, tanggung jawab sosial, dan lain sebagainya.34 Dalam hal ini, Public Relation berupaya untuk bertanggung jawab penuh terhadap citra perusahaan, agar perusahaan mendapatkan citra yang positif dan dapat bersaing dengan kompetitornya, karena pada dasarnya, citra perusahaan merupakan persepsi masyarakat terhadap suatu perusahaan secara keseluruhan, jadi
33 34
Ibid, hal 77-79 Ardianto, Elvinaro, dan Soemirat Soleh, op. cit. hal 120
42
penting bagi PR untuk menjaga persepsi masyarakat agar selalu positif terhadap perusahaan. Menurut Soemirat dan Ardianto, efektivitas PR di dalam pembentukan citra (nyata, cermin dan aneka ragam) organisasi, erat kaitannya dengan kemampuan (tingkat dasar dan lanjut) pemimpin dalam menyelesaikan tugas organisasinya, baik secara individual maupun tim yang dipengaruhi oleh praktek berorganisasi (job design, reward system, komunikasi dan pengambilan keputusan) dan manajemen waktu/ perubahan dalam mengelola sumber daya (materi, modal dan SDM) untuk mencapai tujuan yang efisien dan efektif, yaitu mencakup penyampaian perintah, informasi, berita dan laporan, serta menjalin hubungan dengan orang. Hal ini tentunya erat dengan penguasaan identitas diri yang mencakup aspek fisik, personil, kultur, hubungan organisasi dengan pihak pengguna, respons dan mentalitas pengguna.35 Praktisi humas senantiasa dihadapkan pada tantangan dan harus menangani berbagai macam fakta yang sebenarnya, terlepas dari apakah fakta itu hitam, putih, atau abu-abu. Perkembangan komunikasi tidak memungkinkan lagi bagi suatu organisasi untuk menutup-nutupi suatu fakta. Citra humas yang ideal adalah kesan yang benar, yakni sepenuhnya berdasarkan pengalaman, pengetahuan, serta pemahaman atas kenyataan yang sesungguhnya. Itu berarti citra tidak seharusnya
35
Kadar Nurjaman dan Khaerul Umam, op. cit. hal 126
43
“dipoles agar lebih indah dari warna aslinya”, karena hal itu justru dapat mengacaukannya. Keberhasilan pihak perusahaan menciptakan citranya tergantung dari berbagai faktor yang dapat mempengaruhinya,36 antara lain: 1.
Citra perusahaan yang diciptakan berdasarkan orientasi terhadap manfaat yang telah diberikan atau diterima, dan sebagaimana diinginkan oleh kelompok khalayak sasaran.
2.
Manfaat yang ditampilkan melalui kualitas atau kuantitas pelayanan cukup realistis dan mengesankan bagi khalayaknya.
3.
Citra yang baik tersebut telah dipresentasikan berdasarkan kemampuan perusahaan, kebanggaan, nilai-nilai kepercayaan, kejujuran dan mudah dipahami oleh publik sebagai khalayak sasaran.
4.
Citra yang baik muncul dari akibat penilaian atau tanggapan publik terhadap berbagai aktivitas, empati, prestasi dan reputasi perusahaan.
5.
Citra perusahaan lainnya dapat timbul dari aspek yang menampilkan keseriusannya dalam tanggung jawab sosial perusahaan yang lebih peduli terhadap lingkungan dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
36
Rosady Ruslan, op. cit. hal 325-326