BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Bank PSAK Nomor 31 mengenai Akuntansi Perbankan mendefenisikan ”Bank adalah lembaga yang berperan sebagai perantara keuangan (financial intermediary) antara pihak yang memiliki kelebihan dana dengan pihak memerlukan dana, serta sebagai lembaga yang berfungsi dalam lalu lintas pembayaran.” Jenis bank menurut Siamat (2005:47), bank yang beroperasi di Indonesia dapat dibedakan berdasarkan: fungsi yang terdiri dari bank sentral, bank umum, dan bank perkreditan rakyat; kepemilikan yang terdiri dari bank persero (bank pemerintah), bank umum swasta nasional, bank asing, bank pemerintah daerah, dan bank campuran; sistem pengenaan bunga yang terdiri dari bank konvensional dan bank syariah; kegiatannya di bidang devisa yang terdiri dari bank devisa dan bank non devisa; jenis kantor yang terdiri dari kantor pusat (head office), kantor cabang (branch office), kantor cabang pembantu (sub branch office), kantor kas (cash services office), kantor perwakilan (representative office), dan kantor wilayah (regional office).
Pengaruh NPF, Tingkat Kecukupan Modal..., Andriana Persadani Siarif, Ekonomi UMP, 2014
2.2. Perbankan Syariah Definisi Perbankan Syariah dapat diartikan sebagai suatu sistem perbankan yang dikembangkan berdasarkan syariah (hukum) islam. Usaha pembentukan sistem ini didasari oleh larangan dalam agama islam untuk memungut maupun meminjam dengan bunga atau yang disebut dengan riba serta larangan investasi untuk usaha-usaha yang dikategorikan haram (misal: usaha yang berkaitan dengan produksi makanan/minuman haram, usaha media yang tidak islami dll), dimana hal ini tidak dapat dijamin oleh sistem perbankan konvensional. Perbankan syariah menjalankan fungsi yang sama dengan perbankan konvensional, yaitu sebagai lembaga intermediasi (penyaluran), dari nasabah pemilik dana (shahibul mal) dengan nasabah yang membutuhkan dana. Namun, nasabah dana dalam bank syariah diperlakukan sebagai investor dan/atau penitip dana. Dana tersebut disalurkan perbankan syariah kepada nasabah pembiayaan untuk beragam keperluan, baik produktif (investasi dan modal kerja) maupun konsumtif. Dari pembiayaan tersebut, bank syariah akan memperoleh bagi hasil/marjin yang merupakan pendapatan bagi bank syariah. Jadi, nasabah pembiayaan akan membayar pokok + bagi hasil/marjin kepada bank syariah. Pokok akan dikembalikan sepenuhnya kepada nasabah dana sedangkan bagi hasil/marjin akan dibagi hasilkan antara bank syariah dan nasabah dana, sesuai dengan nisbah yang telah disepakati. Artinya dalam bank syariah, dana dari nasabah pendanaan harus di’usahakan’ terlebih dahulu untuk menghasilkan
Pengaruh NPF, Tingkat Kecukupan Modal..., Andriana Persadani Siarif, Ekonomi UMP, 2014
pendapatan. Pendapatan itulah yang akan dibagi hasilkan untuk keuntungan bank syariah dan nasabah dana. Menurut Undang-Undang No. 7 Tahun 1992 tentang perbankan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang RI No. 10 Tahun 1998 tentang perbankan mendefinisikan bank sebagai badan usaha yang menghimpun
dana
dari
masyarakat
dalam
bentuk
simpanan
dan
menyalurkan kepada masyarakat dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak. Bank dalam menjalankan usahanya menghimpun dana dari masyarakat dan menyalurkannya kembali dalam berbagai alternatif investasi. Sehubungan dengan fungsi penghimpunan dana ini, bank sering pula disebut lembaga kepercayaan. Adapun fungsi utama bank dalam embangunan ekonomi antara lain: 1. Bank sebagai lembaga yang menghimpun dana masyarakat dalam bentuk simpanan. 2. Bank sebagai lembaga yang menyalurkan dana ke masyarakat dalam bentuk kredit. 3. Bank sebagai lembaga yang melancarkan transaksi perdagangan dan peredaran uang. Setelah diberlakukannya Undang-Undang No. 7 Tahun 1992 tentang perbankan Pasal 6 huruf m) sebagaimana telah diubah dengan UndangUndang RI No. 10 Tahun 1998, praktek perbankan berdasarkan prinsip bagi hasil dimungkinkan
untuk dilakukan di Indonesia. Kegiatan bank
berdasarkan prinsip bagi hasil pada
asarnya merupakan perluasan jasa
Pengaruh NPF, Tingkat Kecukupan Modal..., Andriana Persadani Siarif, Ekonomi UMP, 2014
perbankan bagi masyarakat
yang membutuhkan dan menghendaki
pembayaran imbalan yang tidak didasarkan pada sistem bunga melainkan atas dasar prinsip bagi hasil jual beli sebagaimana digariskan syariat Islam (Siamat, 2005). Sedangkan menurut Dahlan Siamat (2005), Bank Syariah atau Bank Islam adalah bank yang dalam menjalankan kegiatan usahanya berdasarkan pada prinsip-prinsip hukum atau syariat Islam yaitu dengan mengacu kepada Al Qur’an dan Al Hadits. Secara khusus peranan bank syariah secara nyata dapat terwujud dalam aspek-aspek berikut: 1. Menjadi perekat nasionalisme baru. 2. Memberdayakan ekonomi umat dan beroperasi secara transparan. 3. Memberikan return yang lebih baik, artinya investasi di bank syariah tidak memberikan janji yang pasti mengenai keuntungan yang diberikan. 4. Mendorong penurunan spekulasi di pasar keuangan. 5. Mendorong pemerataan pendapatan. 6. Peningkatan efisiensi mobilisasi dana. 7. Uswah hasanah implementasi moral dalam penyelenggaraan usaha bank. 8. Salah satu sebab terjadinya krisis adalah adanya Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN). Setiap lembaga keuangan syariah mempunyai falsafah mencari keridhoan Allah untuk memperoleh kebajikan di dunia dan di akhirat. Oleh karena itu, setiap kegiatan lembaga keuangan syariah harus menghindari: 1. Menjauhkan diri dari unsur riba, caranya:
Pengaruh NPF, Tingkat Kecukupan Modal..., Andriana Persadani Siarif, Ekonomi UMP, 2014
a. Menghindari penggunaan sistem yang menetapkan di muka secara pasti keberhasilan suatu usaha (QS. Luqman: 34). b. Menghindari penggunaan sistem prosentase untuk pembebanan biaya terhadap utang atau pemberian imbalan terhadap simpanan yang mengandung
unsur
melipat
gandakan
secara
otomatis
hutang/simpanan tersebut hanya karena berjalannya waktu (QS, Ali Imron: 130). c. Menghindari penggunaan sistem perdagangan/penyewaan barang ribawi dengan imbalan barang ribawi lainnya dengan memperoleh kelebihan baik kuantitas maupun kualitas (HR. Muslim, Bab Riba No. 1551 s/d 1567). d. Menghindari penggunaan sistem yang menetapkan di muka tambahan atas hutang yang bukan atas prakarsa yang mempunyai hutang secara sukarela (HR. Muslim, Bab Riba No. 1569 s/d 1572). 2. Menerapkan sistem bagi hasil dan perdagangan. Dengan mengacu pada Al-Quran Surat Al Baqarah ayat 275 dan An Nisa ayat 29, maka setiap transaksi kelembagaan syariah harus dilandasi atas dasar sistem bagi hasil dan perdagangan atau transaksinya didasari oleh adanya pertukaran antara uang dengan barang. Akibatnya pada kegiatan muamalah berlaku prinsip ada barang/jasa uang dengan barang, sehingga akan mendorong produk/jasa, mendorong kelancaran arus barang/jasa, dapat dihindari adanya penyalahgunaan kredit, spekulasi, dan inflasi.
Pengaruh NPF, Tingkat Kecukupan Modal..., Andriana Persadani Siarif, Ekonomi UMP, 2014
Prinsip bagi hasil adalah prinsip yang berdasarkan syariah yang digunakan oleh bank berdasarkan prinsip bagi hasil dalam (Siamat, 2005): 1. Menetapkan imbalan yang akan diberikan kepada masyarakat sehubungan dengan penggunaan dana masyarakat yang dipercayakan kepadanya. 2. Menetapkan imbalan yang akan diterima sehubungan dengan penyediaan dana kepada masyarakat dalam bentuk pembiayaan baik untuk keperluan investasi maupun modal kerja. 3. Menetapkan imbalan sehubungan dengan kegiatan usaha lainnya yang lazim dilakukan oleh bank dengan prinsip bagi hasil. Sistem perbankan dalam ekonomi Islam didasarkan pada konsep pembagian baik keuntungan maupun kerugian. Disini artinya siapa yang ingin mendapatkan hasil dari tabungannya, juga harus berani mengambil resiko. Bank-bank syariah dikembangkan prinsip yang tidak membolehkan pemisahan antara hal yang temporal (keduniaan) dan keagamaan. Prinsip ini mengharuskan kepatuhan kepada syariah sebagai dasar dari semua aspek kehidupan. Kepatuhan ini tidak hanya dalam hal ibadah ritual tetapi transaksi bisnis pun harus sesuai dengan ajaran syariah Perbankan syariah di Indonesia, pertama kali dipelopori oleh Bank Muamalat Indonesia yang berdiri pada tahun 1991. Bank ini pada awal berdirinya diprakarsai oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI) dan pemerintah serta mendapat dukungan dari Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI) dan beberapa pengusaha muslim. Pada saat krisis moneter yang
Pengaruh NPF, Tingkat Kecukupan Modal..., Andriana Persadani Siarif, Ekonomi UMP, 2014
terjadi pada akhir tahun 1990,bank ini mengalami kesulitan sehingga ekuitasnya hanya tersisa sepertiga dari modal awal. IDB kemudian memberikan suntikan dana kepada bank ini dan pada periode 1999-2002 dapat bangkit dan menghasilkan laba. Hingga tahun 2007 terdapat 3 institusi bank syariah di Indonesia yaitu Bank Muamalat Indonesia, Bank Syariah Mandiri dan Bank Mega Syariah. Sementara itu bank umum yang telah memiliki unit usaha syariah adalah 19 bank diantaranya merupakan bank besar seperti Bank Negara Indonesia (Persero) dan Bank Rakyat Indonesia (Persero).
2.3. Prinsip-prinsip Dasar Perbankan Syariah Dalam melaksanakan investasinya, bank syariah memberi keyakinan bahwa dana mereka sendiri (equity), serta dana lain yang tersedia untuk investasi,
mendatangkan pendapatan yang sesuai dengan syariah dan
bermanfaat bagi masyarakat. Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia No. 10 Tahun 1998 pasal 1 (13) tentang Perbankan disebutkan bahwa: ”Prinsip syariah adalah sebagai aturan perjanjian berdasarkan hukum syariah antara bank dengan pihak lain untuk penyimpanan dana dan pembiayaan kegiatan usaha atau kegiatan lainnya yang dinyatakan sesuai dengan syariah antara lain: pembiayaan berdasarkan prinsip bagi hasil (Mudharabah), pembiayaan berdasarkan prinsip penyertaan modal (Musyarakah), pembiayaan berdasarkan prinsip jual-beli barang dengan
Pengaruh NPF, Tingkat Kecukupan Modal..., Andriana Persadani Siarif, Ekonomi UMP, 2014
memperoleh keuntungan (Murabahah), atau pembiayaan barang modal berdasarkan prinsip sewa murni tanpa pilihan (Ijarah), atau dengan adanya pilihan pemindahan kepemilikan atas barang yang disewa dari pihak bank oleh pihak lain (Ijarah wa Istiqna)”. Berdasarkan pengertian tersebut dapat dijelaskan secara ringkas prinsip-prinsip dasar perbankan syariah (M. Syafi’i Antonio, 2001) adalah: 1. Prinsip Titipan atau Simpanan (Depository atau Al Wadiah) Al wadiah dapat diartikan sebagai titipan murni dari satu pihak ke pihak lain, baik individu maupun badan hukum yang harus dijaga dan dikembalikan kapan saja si penitip menghendaki. 2. Prinsip Bagi Hasil (Profit Sharing) Prinsip bagi hasil yang sudah dikenal adalah: a. Al Musyarakah adalah prinsip dimana bank menyediakan sebagian dari pembiayaan bagi usaha atau kegiatan tertentu, sebagian lain disediakan oleh mitra usaha. Dalam hal ini, bank dapat ikut serta mengelola usaha tersebut. Bank bersama mitra usaha mengadakan kesepakatan tentang pembagian keuntungan dari usaha yang dibiayai. b. Al Mudharabah adalah akad kerjasama usaha antara dua pihak, yaitu pihak yang satu (Shahibul Maal) menyediakan seluruh modal, sedangkan pihak lainnya menjadi pengelola (Mudharib). Keuntungan usaha secara mudharabah dibagi menurut kesepakatan yang tertuang dalam kontrak.
Pengaruh NPF, Tingkat Kecukupan Modal..., Andriana Persadani Siarif, Ekonomi UMP, 2014
3. Prinsip Jual Beli (Sale and Purchase) Prinsip jual beli dilaksanakan sehubungan dengan adanya perpindahan kepemilikan barang. Tingkat keuntungan bank ditentukan di depan dan menjadi bagian harga atas barang yang dijual. Transaksi jual beli dibedakan berdasarkan bentuk pembayarannya dan waktu penyerahan barang. Ada tiga jenis jual beli sebagai dasar dalam pembiayaan modal kerja dan investasi, yaitu: Al Murabahah, Salam dan Isthisna. 4. Prinsip Sewa (Operational Lease and Financial Lease) Prinsip ini biasa disebut dengan Al Ijarah yang mempunyai maksud akad pemindahan hak guna atas barang dan jasa. Dalam konteks perbankan syariah, Ijarah adalah lease contract yaitu suatu bank atau lembaga keuangan menyewakan peralatan kepada salah satu nasabahnya berdasarkan pembebanan biaya yang sudah ditentukan secara pasti sebelumnya. Prinsip ini dibedakan menjadi dua, yaitu: Ijarah/sewa (Operational Lease) dan Ijarah Al- Muntahia Bit-tamlik (Financial Lease With Purchase Option) atau sewa beli.
2.4. Non Performing Fianancing (NPF) Pengertian Kredit menurut undang-undang perbankan nomor 10 tahun 1998, ”Kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam antar bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam
Pengaruh NPF, Tingkat Kecukupan Modal..., Andriana Persadani Siarif, Ekonomi UMP, 2014
melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga.” Pada dasarnya suatu bisnis tidak dapat terlepas dari resiko, seperti halnya bank yang tidak dapat terlepas dari resiko kredit berupa tidak lancarnya pembayaran kembali atau dengan kata lain kredit bermasalah atau Non Performing Financing. Peningkatan NPF mengakibatkan bank harus menyediakan cadangan penghapusan piutang yang cukup besar sehingga kemampuan memberikan kredit menjadi sangat terbatas. Kredit yang termasuk dalam kategori NPF adalah kredit kurang lancar (sub standard), kredit diragukan (doubtfull), dan kredit macet (loss). Non Performing Financing (NPF) yang analog dengan Non Performing Loan (NPL) pada bank konvensional merupakan rasio keuangan yang bekaitan dengan risiko kredit. Non Performing Financing menunjukan kemampuan manajemen bank dalam mengelola pembiayaan bermasalah yang diberikan oleh bank. Sehingga semakin tinggi rasio ini maka akan semakin semakin buruk kualitas kredit bank yang menyebabkan jumlah kredit bermasalah semakin besar maka kemungkinan suatu bank dalam kondisi bermasalah semakin besar. Kredit dalam hal ini adalah kredit yang diberikan kepada pihak ketiga tidak termasuk kredit kepada bank lain. Kredit bermasalah adalah kredit dengan kualitas kurang lancar, diragukan dan macet (Almilia dalam Pratiwi, 2012).
Pengaruh NPF, Tingkat Kecukupan Modal..., Andriana Persadani Siarif, Ekonomi UMP, 2014
2.5. Kecukupan Modal Modal bank secara umum adalah dana yang diinvestasikan oleh pemilik bank dalam pendirian badan usaha yang dimaksudkan untuk membiayai kegiatan usaha bank di samping memenuhi peraturan yang ditetapkan. Ada tiga alasan bank dalam menentukan jumlah modal yaitu modal bank membantu mencegah kegagalan usaha bank, sejumlah modal bank mempengaruhi keuntungan pemegang saham, dan untuk memenuhi ketentuan modal minimum bank. Kecukupan modal merupakan faktor yang penting bagi bank dalam rangka pengembangan usaha dan menampung kerugian. Bank Indonesia menetapkan
kewajiban
penyediaan
modal
minimum
yang
harus
dipertahankan oleh setiap bank sebagai suatu properti tertentu dari Total Aktiva Tertimbang Menurut Risiko (ATMR) sebesar 8%. CAR adalah rasio untuk mengukur kecukupan modal yang dimiliki bank untuk menunjang aktiva yang mengandung atau menghasilkan resiko, misalnya kredit yang diberikan (Dendawijaya, 2004). Rasio permodalan menurut
ketentuan
Bank
Indonesia
No.
6/10/PBI/2004:
Penilaian
pendekatan kuantitatif dan kualitatif faktor permodalan antara lain dilakukan melalui penilaian terhadap komponen-komponen sebagai berikut: 1) Kecukupan pemenuhan Kewajiban Penyediaan Modal Minimum (KPMM) terhadap ketentuan yang berlaku. 2) Komposisi permodalan. 3) Trend ke depan/proyeksi KPMM.
Pengaruh NPF, Tingkat Kecukupan Modal..., Andriana Persadani Siarif, Ekonomi UMP, 2014
4)
Aktiva produktif yang diklasifikasikan dibandingkan dengan modal Bank.
5) Kemampuan Bank memelihara kebutuhan penambahan modal yang berasal dari keuntungan (laba ditahan). 6) Rencana permodalan Bank untuk mendukung pertumbuhan usaha. 7) Akses kepada sumber permodalan. 8) Kinerja keuangan pemegang saham untuk meningkatkan permodalan Bank.
2.6. Likuiditas Likuiditas merupakan kemampuan bank untuk dapat memenuhi kemungkinan ditariknya deposito atau simpanan oleh deposan. Menurut Oliver G Wood, Jr dalam Siamat (2005:336), ”Likuiditas adalah kemampuan bank untuk memenuhi semua penarikan dana oleh nasabah deposan, kewajiban yang telah jatuh tempo, dan memenuhi permintaan kredit tanpa ada penundaan.” Fungsi bank sebagai lembaga intermediasi diukur dengan besaran Loan to Deposit Ratio (LDR). Riyadi (2004:146) menyatakan LDR adalah perbandingan antara total kredit yang diberikan dengan total dana pihak ketiga yang dihimpun oleh bank. LDR akan menunjukkan tingkat kemampuan bank dalam menyalurkan dana pihak ketiga yang dihimpun oleh bank yang bersangkutan. Bank yang sehat memiliki LDR 85% sampai 110%, jika LDR di atas 110% maka bank akan mengalami kesulitan
Pengaruh NPF, Tingkat Kecukupan Modal..., Andriana Persadani Siarif, Ekonomi UMP, 2014
likuiditas dan berdampak pada penurunan Profitabilitas. Quick ratio merupakan salah satu rasio keuangan yang dapat mengukur kemampuan bank untuk membayar kembali kewajiban kepada para deposannya dengan cash assets yang dipunyainya. Semakin tinggi ratio ini maka tingkat likuiditas juga semakin tinggi. Loan or Financing to deposit ratio (LDR atau FDR) merupakan perbandingan antara jumlah kredit atau pembiayaan yang diberikan bank dengan dana yang diterima oleh bank. LDR atau FDR menyatakan seberapa jauh kemampuan bank untuk membayar kembali penarikan dana yang dilakukan deposan dengan mengandalkan kredit atau pembiayaan yang diberikan sebagai sumber likuiditasnya (Dendawijaya, 2004). Sebagian praktisi perbankan menyepakati bahwa batas aman dari LDR atau FDR suatu bank adalah sekitar 80 %. Namun batas toleransi berkisar antara 85100%.
2.7. Kualitas Aktiva Produktif Kualitas Aktiva Produktif menunjukkan kualitas aset sehubungan dengan resiko kredit yang dihadapi bank akibat pemberian kredit dan investasi dana bank pada portfolio yang berbeda. Bank diwajibkan memiliki cadangan minimum penghapusan aktiva produktif yang harus disediakan oleh bank untuk menutup resiko kemungkinan kerugian yang terjadi yang perhitungannya didasarkan pada kolektibilitasnya. Kesehatan Kualitas Aktiva Produktif dinilai dengan menggunakan rasio perbandingan antara
Pengaruh NPF, Tingkat Kecukupan Modal..., Andriana Persadani Siarif, Ekonomi UMP, 2014
jumlah aktiva yang diklasifikasikan dengan total aktiva produktif yang dimiliki oleh bank yang bersangkutan. Kualitas Aktiva Produktif adalah penanaman dana bank baik dalam Rupiah maupun valuta asing dalam bentuk kredit, surat berharga, penempatan pada bank lain dan penyertaan. Penilaian tersebut dilakukan untuk menilai apakah aktiva produktif digunakan untuk menghasilkan laba secara maksimal. Selain itu untuk menilai kondisi aset bank, termasuk antisipasi atau risiko gagal bayar dari pembiyaan (credit risk) yang akan muncul (Peraturan Bank Indonesia No.9/1/PBI/2007). Kualitas Aset menurut ketentuan Bank Indonesia No. 6/10/PBI/2004: Penilaian pendekatan kuantitatif dan kualitatif faktor kualitas aset antara lain dilakukan melalui penilaian terhadap komponen-komponen sebagai berikut: 1) Aktiva produktif yang diklasifikasikan dibandingkan dengan total aktiva produktif. 2) Debitur inti kredit di luar pihak terkait dibandingkan dengan total kredit. 3) Perkembangan aktiva produktif bermasalah/non performing asset dibandingkan dengan aktiva produktif. 4) Tingkat kecukupan pembentukan penyisihan penghapusan aktiva produktif (PPAP). 5) Kecukupan kebijakan dan prosedur aktiva produktif. 6) Sistem kaji ulang (review) internal terhadap aktiva produktif. 7) Dokumentasi aktiva produktif.
Pengaruh NPF, Tingkat Kecukupan Modal..., Andriana Persadani Siarif, Ekonomi UMP, 2014
8) Kinerja penanganan aktiva produktif bermasalah.
2.8. Profitabilitas Profitabilitas bank adalah kemampuan suatu bank untuk memperoleh laba yang dinyatakan dalam persentase, profitabilitas pada dasarnya adalah laba yang dinyatakan dalam persentase profit. Pada penelitian ini dalam pengukuran profitabilitas peneliti memilih pendekatan Return on Assets (ROA), karena dengan menggunakan ROA memperhitungkan kemampuan manajemen bank dalam memperoleh laba secara keseluruhan. Return On Assets (ROA) adalah rasio profitabilitas yang menunjukkan perbandingan antara laba (sebelum pajak) dengan Total Assets bank. Semakin tinggi keuntungan yang diharapkan maka semakin tinggi pula resiko yang dihadapi. Profitabilitas adalah kemampuan perusahaan memperoleh laba dalam hubungannya dengan penjualan, total aktiva maupun modal sendiri. Dengan demikian bagi investor jangka panjang akan sangat berkepentingan dengan analisis profitabilitas ini misalnya bagi pemegang saham akan melihat keuntungan yang benar-benar akan diterima dalam bentuk dividen (Sartono, 2010).
2.9. Kerangka Konseptual Bank merupakan lembaga keuangan yang menghimpun dana dari masyarakat kemudian menyalurkannya kembali dalam bentuk kredit.
Pengaruh NPF, Tingkat Kecukupan Modal..., Andriana Persadani Siarif, Ekonomi UMP, 2014
Pemberian kredit merupakan salah satu kegiatan utama dari usaha perbankan.
Perkembangan
pemberian
kredit
yang
paling
tidak
menguntungkan adalah apabila kredit yang diberikan menjadi kredit bermasalah atau Non Performing Financing. Non Performing Financing (NPF) menunjukkan tingkat kredit bermasalah yang dimiliki oleh bank, semakin tinggi tingkat NPF maka rasio Profitabilitas bank tersebut menjadi kecil. Tingkat kecukupan modal menunjukkan besarnya modal yang dimiliki bank untuk menjalankan kegiatan operasionalnya. Jika kegiatan operasional dapat berjalan dengan baik maka akan berdampak positif terhadap pendapatan bank tersebut atau dengan istilah lain tingkat kecukupan modal yang diukur dengan Capital Adequacy Ratio (CAR) ini diduga mempengaruhi Return On Assets Ratio (ROA). Likuiditas bank menunjukkan kemampuan bank menyediakan dana dalam jumlah yang cukup, tepat pada waktunya untuk memenuhi kewajibannya. Bank yang terlalu mengejar profitabilitas yang tinggi dengan pemberian kredit yang berlebihan dapat mengalami kesulitan likuiditas. Non Performing Financing adalah kredit yang tidak menepati jadwal angsuran sehingga terjadi tunggakan. Menurut Dendawijaya (2003), Rasio CAR (Capital Adequacy Ratio) merupakan kewajiban penyediaan modal minimum yang harus selalu dipertahankan oleh setiap bank sebagai suatu proporsi tertentu dari total aktiva tertimbang menurut risiko (ATMR). Likuiditas
dapat
diartikan
sebagai
kemampuan
perusahaan
dalam
Pengaruh NPF, Tingkat Kecukupan Modal..., Andriana Persadani Siarif, Ekonomi UMP, 2014
menyediakan alat likuid untuk memenuhi dana yang ditarik oleh masyarakat. Semakin tinggi presentasenya, semakin likuid bank tersebut (Hassan dan Bashir, 2003). Penilaian kualitas aktiva dimaksudkan untuk menilai kondisi aset suatu bank, termasuk antisipasi atas risiko gagal bayar dari pembiayaan yang akan muncul. Return On Assets (ROA) digunakan untuk mengukur kinerja keuangan perusahaan-perusahaan multinasional khususnya dari sudut pandang profitabilitas dan kesempatan berinvestasi. Return On Asset (ROA) digunakan
untuk
mengukur
kemampuan
manajemen
bank
dalam
memperoleh keuntungan (laba) secara keseluruhan (Riahi-Belkaoui dalam Mawardi, 2005). Penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Hamonangan dan Siregar (2009) yang menemukan bukti bahwa secara parsial NPL, CAR dan QR berpengaruh secara signifikan terhadap ROA. Sedangkan LDR dan KAP secara parsial tidak berpengaruh secara signifikan terhadap ROA. Dan secara simultan NPL, CAR, LDR dan KAP mempengaruhi ROA. Berdasarkan uraian sebelumnya maka dibuat kerangka konseptual sebagai berikut:
Pengaruh NPF, Tingkat Kecukupan Modal..., Andriana Persadani Siarif, Ekonomi UMP, 2014
NPF H2 CAR H3 FDR
H4
Profitabilitas (ROA)
H5 KAP
H1
Gambar 2.1 Kerangka Pemikiran
2.10. Hipotesis H 1 : Non performing financing (NPF), capital adequacy ratio (CAR), loan to deposit ratio (LDR) dan kualitas aktiva produktif (KAP) secara simultan berpengaruh terhadap tingkat profitabilitas perbankan syariah. H 2 : Non performing financing (NPF) secara parsial berpengaruh terhadap tingkat profitabilitas perbankan syariah. H 3 : Capital adequacy ratio (CAR) secara parsial berpengaruh terhadap tingkat profitabilitas perbankan syariah. H 4 : Loan to deposit ratio (LDR) secara parsial berpengaruh terhadap tingkat profitabilitas perbankan syariah. H 5 : kualitas aktiva produktif (KAP) secara parsial berpengaruh terhadap tingkat profitabilitas perbankan syariah.
Pengaruh NPF, Tingkat Kecukupan Modal..., Andriana Persadani Siarif, Ekonomi UMP, 2014