BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1
LATEKS KARET ALAM Lateks Karet alam yang dikenal dalam perdagangan saat ini adalah
lateks kebun yang diperoleh dengan cara menyadap pohon karet. Lateks karet alam tersusun dari hidrokarbon dan mengandung sejumlah kecil bagian bukan karet, seperti lemak, glikolipid, fosfolid, protein, dan bahan organik lainnya [23]. Senyawa umum lateks karet alam mengandung beberapa senyawa kimia yang kompleks, antara lain : karet hidrokarbon, protein, lipid netral, lipid polar, karbohidrat, garam anorganik dan lain- lain. Perbedaan kandungan senyawa kimia lateks karet alam ini tergantung pada jenis tanaman, jenis penanganan, dan cara penyadapan [24]. Lateks karet alam mengandung karet dan partikel bukan karet yang terdapat dalam serum. Agar lateks karet alam tetap dalam bentuk emulsi untuk pembuatan produk jadi, maka ditambahkan bahan pengemulsi asam lemak berantai panjang. Kandungan karet dalam lateks segar biasanya ditingkatkan menjadi 60% kandungan karet kering melalui proses pemekatan sebelum digunakan untuk membuat produk [22]. Di Indonesia sendiri jenis karet alam yang paling banyak adalah jenis Standar Indonesia Rubber -20 (SIR-20). Standar kualitasnya didasarkan pada SNI (06-19031990), dimana komposisi maksimum zat bukan karet adalah kotoran 0,2%, abu 1,0% zat terbang 0,8% dan nitrogen 0,6% [24]. Lateks secara umum didefenisikan sebagai cairan kental (getah karet ) yang keluar dari pembuluh karet bila dilukai. Lateks sewaktu keluar dari pembuluh karet masih dalam keadaan steril. Air getah lateks kira – kira mengandung [23] : 1. 25 – 40 % bahan karet mentah (Crude Rubber) 2. 60 – 75 % serum (air dengan zat – zat yang melarut di dalamnya) [23]. Pada gambar 2.1 dapat dilihat struktur molekul lateks karet alam 8
Universitas Sumatera Utara
Gambar. 2.1 Struktur molekul Lateks Karet Alam [23] Lateks Karet alam memiliki sifat keliatan atau kelekatan, elastisitas, kuat tarik( tensile strength), dan kepegasan ( resilience) yang tinggi. Namun sifat yang tidak polar dan kandungan ikatan tak jenuh yang tinggi dalam molekul, Lateks karet alam tidak tahan oksidasi, ozonisasi, panas dan mengembang di dalam oli [23]. Lateks karet alam banyak digunakan sebagai bahan baku berbagai industri, seperti industri ban, bumper mobil, busa, peralatan medis, dan sebagainya karena memiliki sifat yang menguntungkan [23]. 2.1.1.
PEMBUATAN SENYAWA LATEKS KARET ALAM Campuran karet mentah dengan bahan kimia karet disebut kompon
karet.Bahan kimia karet terdiri atas bahan kimia pokok dan bahan kimia tambahan. Bahankimia pokok yaitu bahan vulkanisasi, pencepat reaksi, antioksidan, anti ozon, bahanpengisi dan pelunak sedangkan bahan kimia tambahan yaitu bahan pewangi danbahan pewarna [22] .
2.2.
ALKANOLAMIDA Senyawa alkanolamida dapat dibuat melalui amidasi langsung antara
RBDPKO, RBD staearin dan RBD olein dengan dietanolamin dengan pelarut methanol dan natrium metoksida, sebagai katalis [11] . Alkanolamida digunakan sebagai bahan penyerasi pada penguatan lateks karet alam [14]. Alkanolamida juga menyebabkan peningkatan sifat-sifat uji tarik, kekerasan dan modulus tensil dengan penambahan 1.0 hingga 5.0 bsk. Penambahan yang lebih banyak dari 5.0 bsk menyebabkan sifat-sifat uji tarik. kekerasan dan modulus menurun. Kemungkinan hal ini disebabkan oleh phenomena mclarutkan bahan-bahan kuratif ke dalam Alkanolamida yang berlebih [14]. Berdasarkan hal tersebut diatas peneliti tertarik untuk meningkatkan reaktivitas dari pengisi penguat kaolin terhadap karet alam, yaitu dengan penggunaan Alkanolamida yang akan bertindak 9
Universitas Sumatera Utara
sebagai bahan aditif yang membantu untuk meningkatkan interaksi clay dengan karet alam. Bahan tersebut adalah senyawa amida tersier, yang diperoleh melalui proses sintesa amidasi, yaitu dengan mereaksikan asam-asam lemak yang berasal dari minyak kelapa sawit dengan dietanolamina NH(CH2CH2OH)2 dengan menggunakan katalis CH3ONa. Molekul-molekul amida asam lemak tersebut memiliki sifat gabungan yang unik, karena rantai hidrokarbonnya yang panjang bersifat non-polar sedangkan gugus amidanya bersifat sangat polar [8] . Alkanalomida berfungsi, sebagai surfaktan. Surfaktan merupakan bahan kimia yang berpengaruh pada aktivitas permukaan. Surfaktan memiliki kemampuan untuk larut dalam air dan minyak. Molekul surfaktan terdiri dari dua bagian, yaitu gugus yang larut dalam minyak (hidrofob) dan gugus yang larut dalam air (hidrofil). Surfaktan yang memiliki kecenderungan untuk larut dalam minyak dikelompokkan dalam surfaktan oil soluble, sedangkan yang cenderung larut dalam air dikelompokkan dalam surfaktam water soluble Alkanolamida dihasilkan dari turunan minyak sawit Refined Bleached Deodorized Palm Stearin (RBDPS) yang direaksikan dengan dietanolamin. Sintesa Alkanolamida tersebul dilangsungkan secara laboratoris pada suhu 70 derajat celcius selama 5 jam. Pengamatan dimulai dengan mengamati pengaruh Alkanolamida terhadap ciri-ciri pematangan dan sifat-sifat kompon Karet Alam [14].
2.2.1 BAHAN VULKANISASI Vulkanisasi adalah reaksi sambung silang (crosslinking) molekulmolekul karet oleh sulfur (belerang), sehingga dihasilkan suatu vulkanisat karet yang elastis dan kuat. Keelastisan dan kekuatan karet alam dapat ditingkatkan lagi dengan cara menambahkan pengisi penguat (reinforcing filler) kedalam karet tersebut. Vulkanisasi adalah suatu proses dimana molekul karet yang linier mengalami reaksi sambung silang sulfur (sulfur-crosslinking) sehingga menjadi molekul polimer yang membentuk rangkaian tiga dimensi. Reaksi ini merubah karet yang bersifat plastis (lembut) dan lemah menjadi karet yang elastis, keras dan kuat. Vulkanisasi juga dikenal dengan proses pematangan (curing/cure), dan molekul karet yang sudah tersambung silang (crosslinked rubber) dirujuk sebagai vulkanisat karet (rubber vulcanizate). Vulkanisat karet tidak lagi bersifat lengket 10
Universitas Sumatera Utara
(tacky), tidak melarut tetapi hanya mengembang didalam pelarut organik tertentu. [14]. Vulkanisasi dalam kaitannya dengan sifat fisik karet adalah setiap perlakuan yang menurunkan laju alir elastomer, meningkatkan tensile strenght dan modulus. Meskipun vulkanisasi terjadi dengan adanya panas dan bahan vulkanisasi, proses itu tetap berlangsung secara lambat. Reaksi ini dapat dipercepat dengan penambahan sejumlah kecil bahan organik atau anorganik yang disebut akselerator. Untuk mengoptimalkan kerjanya akselerator membutuhkan bahan kimia lain yang dikenal sebagai aktivator. Yang dapat berfungsi sebagai aktivatornya adalah oksida-oksida logam seperti zinkum oksida (ZnO) [1]. Tanpa proses vulkanisasi (crosslinking), karet alam tidak memberikan sifat elastic dan tidak stabil terhadap suhu. Karet tersebut akan lebih lengket dan lembek jika suhu panas dan bersifat getas jika suhu dingin. Hal ini dikarenakan unsur karet yang terdiri dari polimer isoprene yang panjang. Rantai polimer yang belum yang belum divulkanisasi akan lebih mudah bergeser saat terjadi perubahan bentuk. Hjika dilakukan proses vulkanisasi crosslinking, yang terjadi antar rantai polimer itu akan membuat polimer panjang ini saling terkait sehingga tidak mudah bergeser dari tempatnya. Crosslinking sering juga diistilahkan sebagai proses membentuk ikatan silang antara molekul – molekul karet sehingga merubah sifat karet dari viskositas yang lunak menjadi produk akhir dengan sifat yang dikehendaki yaitu elastis, berikut adalah proses crosslinking yang terjadi pada molekul karet [6]. Lateks karet alam setelah dilakukan pemanasan dengan belerang, akan membentuk ikatan silang antar molekul – molekul karet. Proses ini dapat dilihat pada Gambar 2.2 Proses crosslinking pada molekul karet di bawah ini.
11
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.2 Proses crosslinking pada molekul karet [6]. Secara umum sistem pemvulkanisasi di klasifikasikan menjadi tiga yaitu pemvulkanisasi konvensional, pemvulkanisasi semi effisien, dan pemvulkanisasi effisien. Untuk membedakan ketiga sistem ini dibedakan berdasarkan jumlah kuratif (perbandingan antara sulfur dan pencepat). Untuk sistem konvensional mengandung sulfur lebih banyak bila dibandingkan dengan pencepat. Sistem efisiensi mengandung pencepat lebih banyak dari pada sulfur. Sedangkan sistem semi effisiensi jumlah sulfur dan pencepat sama banyaknya (Ismail dan Hashim, 1998). Ketiga sistem ini juga dapat dibedakan berdasarkan jenis ikatan sambung silang sulfida yang terbentuk dan reaksi kimia yang terjadi selepas vulkanisasi[22] Pada tahap awal vulkanisasi rangkaian ini mengandung ikatan sambung silang polisulfida seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2.4.
Gambar 2.3. Model ikatan sambung silang polisulfida [22].
12
Universitas Sumatera Utara
2.2.2 BAHAN PENCEPAT REAKSI (ACCELERATOR) Kelemahan proses vulkanisasi konvesional yang hanya menggunakan belerang yaitu proses ini membutuhkan waktu yang lama karena reaksi vulkanisasi ini berlangsung sangat lambat, proses vulkanisasi membutuhkan belerang dalam jumlah yang sangat banyak, dan tempratur reaksi yang tinggi. Oleh karena itu pada proses vulkanisasi
ditambahkan juga bahan pencepat
vulkanisasi yang sering diistilahkan sebagai accelerator , fungsi utama dari bahan pencepat ini adalah untuk mempercepat reaksi vulkanisasi oleh belerang , sedangkan manfaat lain yang bisa didapatkan dengan menambahkan bahan pencepat ini ada dua, yaitu. 1. Kenaikan jumlah produksi karena waktu vulkanisasi menjadi lebih cepat 2. Perbaikan kualitas barang jadi karet oleh karena daya tahan yang lebih
baik dengan kekuatan tarik lebih tinggi dibandingkan
dengan vulkanisasi tanpa penambahan bahan pencepat [23].
Ada beberapa jenis bahan pencepat yang bisa digunakan, secara umum yaitu dari golongan dithiokarbamat. Bahn pencepat jenis ini mampu membantu reaksi vulkanisasi dengan ultra-cepat, selain itu bahan pencepat ini sesuai jika digunakan untuk pencepat proses vulkanisasi barang – barang tipis dan dapat divulkanisasi dalam waktu singkat dan dengan suhu yang rendah (1000C). contohnya adalah senyawa Zinc dibuthyldithiocarbamate (ZDBC) dan Zinc diethyldithiocarbamate (ZDEC) serta Zinc dimethyldithiocarbamate (ZDMC) [23].
2.2.3
BAHAN PENGAKTIF (ACTIVATOR) Sebagian besar bahan pencepat vulkanisasi accelerator membutuhkan
bahan pengaktif pencepat atau disebut juga penggiat vulkanisasi (activators accelerator) untuk bisa mempercepat proses vulkanisasi secara maksimal. Bahan ini dipakai untuk lebih mengaktifkan bahan pencepat organic tidak akan berfungsi secara efisien tanpa adanya bahan pengaktif. Bahan pengaktif yang umum
13
Universitas Sumatera Utara
digunakan Zinc oxide (ZnO). Selain Zinc oxide senyawa lain yang bisa digunakan sebagai Activators Accelerator adalah asam stearat [23]
2.2.4
BAHAN PENSTABIL (STABILIZER) Pencampuran disperse lateks harus dilakukan hati – hati, karena lateks
sangat mudah menggumpal. Bahan pemantap ini berguna mencegah pengentalan atau penggumpalan lateks terlalu cepat . selain itu penambahan bahan pemantap akan melindungi lateks dari tegangan terhadap beberapa campuran dan berfungsi sebagai bahan dispersi. Contoh bahan pemantap yang paling umum digunakan ialah Kalium Hidroxide (KOH) [23].
2.2.5
BAHAN ANTIOKSIDAN (ANTIOXIDANT) Bahan penangkal oksidasi (antioksidant) adalah bahan kimia yang
digunakan untuk mencegah terjadinya proses oksidasi (reaksi dengan oksigen) pada produk karet alam. Bahan antioksidan dapat menstabilkan radikal bebas dengan melengkapi kekurangan electron yang dimiliki radikal bebas, dan menghambat terjadinya reaksi berantai dari pembentukan radikal bebas yang dapat menimbulkan sifat oksidatif pada barang jadi karet. Selain untuk mencegah proses oksidasi oleh oksigen, penambahan bahan antioksidan juga dapat melindungi barang jadi karet terhadap ion ion peroksida yaitu ion tembaga, ion mangan, dan ion besi. Sehingga barang jadi lateks akan memiliki ketahanan terhadap suhu tinggi, sinar matahari, keretakan dan mempunyai sifat lentur [23]. Antioksidan dikelompokkan antara lain ke dalam : - Fenil nafrilamin (seperti PAN dan PBN) - Kondensat aldehid-amina (seperti agerite resin) - Kondensat keton-amina (seperti flectol H) - Turunan difenil-amina (contoh : nonox OD) - Fenil sulfida (seperti santowhite crystals) - Turunan fenol (seperti montaclere dan lonol) Jenis wax atau lilin bisa juga membantu melindungi karet dalam kondisi statis terhadap ozon [22].
14
Universitas Sumatera Utara
2.2.6 BAHAN PENGISI (FILLER) Bahan pengisi ini merupakan material paling besar kedua dalam hal kuantitas di dalam campuran karet setelah karet itu sendiri. Pada umumnya bahan pengisi digunakan untuk memperkuat karet, meningkatkan kepadatan dan meningkatkan sifat pemprosesan . penguat karet merupakan bidang yang penting dalam teknologi pemprosesan karet karena dapat meningkatkan satu atau lebih sifat elastomer, sesuai kegunaanya. Selain itu, penggunaan bahan pengisi akan meningkatkan banyaknya rantai polimer [23].Pengisi-pengisi biasanya digunakan untuk meningkatkan sifat-sifat mekanikal dari vulkanisat karet alam seperti kekuatan tarik (tensile strength), ketahanan terhadap pengikisan dan pengoyakan (resistances to abrasion and tearing) atau untuk memurahkan ongkos suatu produk karet (cheapen the cost of product). Pengisi-pengisi juga mempengaruhi sifat-sifat viskoelastis (viscoelastic properties) dan kekuatan kompon karet. Berdasarkan efek penguatan terhadap sifat-sifat karet (rubber properties), maka pengisi dapat dikelompokkan menjadi 3 yaitu penguat (reinforcing), semi penguat dan bukan penguat (non reinforcing). Pengisi penguat (reinforcing filler) digunakan untuk meningkatkan sifat-sifat mekanikal vulkanisat karet alam seperti yang telah dijelaskan diatas. Pengisi bukan penguat dipakai untuk memurahkan ongkos produksi, dan memudahkan pemprosesan. Pengisi bukan penguat juga dapat menyebabkan peningkatan kekerasan, penurunan kekuatan-kekuatan tarik dan koyak, resistansi pengikisan, dan resiliensi dari vulkanisat karet. Kalsium karbonat (CaCO3), barium sulfat, dan kaolin (clay) adalah contoh-contoh pengisi bukan penguat bagi karet [8]. 2.2.7
BAHAN PENYERASI (SURFAKTAN) Surfaktan merupakan suatu molekul yang sekaligus memiliki gugus
hidrofil dan gugus lipofil sehingga dapat mempersatukan campuran yang terdiri dari air dan minyak. Surfaktan adalah bahan aktif permukaan. Aktifitas surfaktan diperoleh karena sifat ganda dari molekulnya. Molekul surfaktan memiliki bagian polar yang suka akan air (hidrofilik) dan bagian non polar yang suka akan minyak/lemak (lipofilik). Umumnya bagian non polar (lipofilik) adalah merupakan rantai alkil yang panjang, sementara bagian yang non polar (hidrofilik) mengandung gugus hidroksil [22] 15
Universitas Sumatera Utara
Penggunaan surfaktan terbagi atas tiga golongan, yaitu sebagai bahan pembasah (wetting agent), bahan pengemulsi (emulsifying agent) dan bahan pelarut (solubiliting agent). Penggunaan surfaktan ini bertujuan untuk meningkatkan kestabilan emulsi dengan cara menurunkan tegangan antar muka, antara fasa minyak dan fasa air. Surfaktan digunakan baik berbentuk emulsi minyak dalam air maupun berbentuk emulsi air dalam minyak. Penambahan surfaktan dalam larutan akan menyebabkan turunnya tegangan permukaan larutan. Kemudian setelah mencapai konsentrasi tertentu, tegangan permukaan akan konstan
walaupun
konsentrasi
surfaktan
ditambahkan.
Kalau
surfaktan
ditambahkan melebihi konsentrasi ini maka surfaktan mengagregasi membentuk misel [22].
2.2.8
PROSES PENCELUPAN Proses pencelupan merupakan suatu teknik yang menghasilkan barang dari
lateks yang dilakukan dengan mencelup suatu pembentuk, yang telah dibersihkan ke dalam formulasi lateks. Sewaktu pembentuk dicelupkan di dalam formulasi lateks, partikel-partikel lateks yang bersentuhan dengan permukaan pembentuk mengalami hilang kestabilan dan membentuk suatu lapisan atau film, dimana film yang terbentukmempunyai bentuk yang sama dengan pembentuk (cetakan) yang dicelupkan kemdalam formulasi lateks tersebut dan apabila film ini dikeringkan produk lateks akan didapat. Dalam industri, teknik pencelupan ini selalu digunakan untuk menghasilkan produk yang tipis dan berongga seperti sarung tangan, balon dan lain-lain. Teknik pencelupan terdiri dari tiga cara yaitu [19]: 1. Pencelupan terus (straight dipping) 2. Pencelupan berkoagulan (coagulant dipping) 3. Pencelupan pengaktifan panas (heat sensitized dipping) Pencelupan berkoagulan merupakan teknik pencelupan yang digunakan untuk menghasilkan produk yang mempunyai ketebalan sederhana yaitu 0,2-0,8 mm.Contoh produk yang mempunyai ketebalan ini adalah sarung tangan. Pencelupan berkoagulan pada umumnya dapat dibagi atas dua jenis yaitu : 1. Pencelupan berkoagulan basah 2. Pencelupan berkoagulan kering 16
Universitas Sumatera Utara
Pencelupan berkoagulan basah ialah teknik pencelupan dimana pembentuk dilapisi oleh koagulan dicelupkan ke dalam formulasi lateks sewaktu koagulan itu masih basah. Contoh koagulan yang digunakan dalam pencelupan berkoagulan basah adalah asam asetat. Pencelupan berkoagulan kering yaitu pembentuk dimasukkan ke dalam formulasi lateks setelah koagulan yang meliputi pembentukan dikeringkan dahulu. Contoh koagulan yang digunakan dalam pencelupan berkoagulan kering ialah kalsium nitrat. Pencelupan berkoagulan kering lebih sering digunakan dari pada pencelupan berkoagulan basah.
2.3
BENTONITE CLAY Bentonit digunakan oleh industri untuk melakukan banyak pekerjaan.
Aplikasi industri tertentu menjadi jelas dari pemahaman tentang komposisi dan struktur bentonit, dan sifat-sifat yang bentonite ciptakan. Bentonit umumnya ditimbun, dikeringkan, dipisahkan sehubungan dengan ukuran partikel atau tanah menjadi bubuk. Bentonite ini dimanfaatkan terutama ketika bahan yang tersuspensi dalam cairan, biasanya air atau sebagai bubuk kering atau granul. Sebagian besar aplikasi industri melibatkan bentonit untuk membentuk suspensi air kental. Tergantung pada proporsi relatif dari bentonite dan air, campuran ini digunakan sebagai ikatan, plasticizing, dan suspend agent [18]. Bentonit
menghancurkan
menjadi
partikel
koloid
dan,
sesuai,
menyediakan area permukaan besar per satuan berat dari bentonit. Ini adalah alasan utama mengapa fungsi bentonit dengan baik dalam emulsi stabil, atau sebagai media untuk membawa bahan kimia lainnya. Bentonit bereaksi secara kimiawi dengan banyak bahan organik untuk membentuk senyawa yang digunakan terutama sebagai pembentuk gel agen di berbagai cairan organik. Bentonite yang dipilih untuk setiap kebutuhan industri atas dasar jenis dan kualitas. Pemilihan ini didasarkan terutama pada sifat fisik, kimia dan bentonit menjadi terlibat hanya sejauh itu mempengaruhi sifat fisik [18]. Adapun penelitian yang berkaitan, yaitu sama penggunaannya dengan clay yaitu kaolin. Kaolin adalah mineral tanah liat (clay) umumnya digunakan sebagai pengisi. Kaolin putih, dengan ukuran partikel 300 mesh. Hal ini dapat digunakan
17
Universitas Sumatera Utara
sebagai pengisi lateks karet alam dalam sistem dispersi. Ini terdiri dari air, kaolin dan alkanolamida. Hal
ini
mengamati
bahwa
pemanfaatan
alkanolamida
sebagai
memodifikasi agen dapat memodifikasi properti kaolin. itu adalah terbukti dari kepadatan cross-linking fisik di mana alkanolamida memiliki peran penting untuk membentuk kuat jaringan cross-link sehingga meningkatkan mekanik properti [28].
2.4
PENGUJIAN/KARAKTERISASI
2.4.1 UJI KEKUATAN TARIK (TENSILE STRENGTH) Kekuatan tarik adalah salah satu sifat dasar dari bahan polimer yang terpenting dan sering digunakan untuk karakteristik suatu bahan polimer. Kekuatan tarik suatu bahan didefenisikan sebagai besarnya beban maksimum (Fmaks) yang digunakan untuk memutuskan spesimennya bahan dibagi dengan luas penampang awal (Ao) dapat ditunjukkan pada persamaan 2.1 [20].
σ = Fmaks / Ao
…………………………………………(2.1)
Dimana : σ = kekuatan tarik (kg. f/mm2) (F) maks = beban maksimum (kgf) Ao = luas penampang awal (mm2)
2.4.2 UJI SWELLING INDEX DAN KERAPATAN SAMBUNG SILANG (CROSSLINK DENSITY). Uji Swelling (ASTM 3615) adalah dilakukan dengan memotong film latex sampel karet yang dibentuk secara bulat diameter 38 mm dan ketebalan 0,2 mm dengan metode perendaman dalam siklohexana pada suhu kamar selama 30 menit untuk memungkinkan pengembangan guna mencapai kesetimbangan difusi. Kemudian permukaan sampel yang mengembang dihitung dengan menggunakan kertas grafik dan rasio pengembangan di definisikan sebagai: Swelling Indek = Ws / Wi…………………(2.2) 18
Universitas Sumatera Utara
Dimana Ws dan Wi adalah berat dari benda uji sebelum mengembang dan setelah perendaman selama waktu “t”. Rasio ini tentu merupakan ukuran langsung dari tingkat hubungan silang. Berat sampel benda uji sebelum mengembang 38 mm.[25]
2.4.3 KARAKTERISASI FOURIER TRANSFORM INFRA RED (FT-IR) Pada tahun 1965, Cooley dan Turky mendemonstrasikan teknik spektroskopi FT-IR. Pada dasarnya teknik ini sama dengan spektroskopi infra merah biasa, kecualidilengkapi dengan cara perhitungan Fourier Transform dan pengolahan data untuk mendapatkan resolusi dan kepekaan yang lebih tinggi. Teknik ini dilakukan dengan penambahan peralatan interferometer yang telah lama ditemukan oleh Michelson pada akhir abad 19 [21]. Penggunaan spektrofotometer FT-IR untuk analisa banyak diajukan untuk identifikasi suatu senyawa. Hal ini disebabkan spektrum FT-IR suatu senyawa (misalnya organik) bersifat khas, artinya senyawa yang berbeda akan mempunyai spektrum berbeda pula. Vibrasi ikatan kimia pada suatu molekul menyebabkan pita serapan hampir seluruh di daerah spektrum IR 4000-450 cm-1 [21]. Pada molekul biasa molekul organik frekwensi vibrasinya dalam keadaan tetap. Masing-masing ikatan mempunyai vibrasi regangan (stretching) dan vibrasi tekuk (bending) yang dapat mengabsorbsi energi radiasi pada frekwensi itu. Yang dimaksud vibrasi regangan adalah terjadinya terus menerus perubahan jarak antara dua atom di dalam suatu molekul. Vibrasi ini ada dua macam, yaitu regangan simetris dan tak simetris. Yang dimaksud vibrasi tekuk adalah terjadinya perubahan sudutantara dua ikatan kimia. Ada empat macam vibrasi tekuk, yakni vibrasi tekuk dalam bidang (inplane bending) yang dapat berupa vibrasi deformasi (scissoring) atau vibrasi “rocking” dan vibrasi keluar bidang (out of plane bending) yang dapat berupa “wagning” atau berupa twisting (Gambar 2.4).
19
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.4. Macam-macam vibrasi pada FT-IR Formulasi bahan polimer dengan kandungan aditif bervariasi seperti pemlastis, pengisi, pemantap dan antioksidan memberikan kekhasan pada spektrum inframerahnya. Analisis infra merah memberikan informasi tentang kandungan aditif, panjang rantai, dan struktur rantai polimer. Di samping itu, analisis IR dapat digunakan untuk karakterisasi bahan polimer yang terdegradasi oksidatif dengan munculnya gugus karbonil dan pembentukan ikatan rangkap pada rantai polimer. Gugus lain yang menunjukkan terjadinya degradasi oksidatif adalah gugus hidoksida dan karboksilat[21] Umumnya pita serapan polimer pada spektrum inframerah adalah adanya ikatan C-H regangan pada daerah 2880 cm-1 - 2900 cm-1 Banyak faktor yang mempengaruhi frekwensi vibrasi suatu ikatan dalam molekul dan tidak mungkin memisahkan pengaruhnya satu dari yang lain, sebagai contoh serapan ikatan C = O dalam gugus keton (RCOCH3) dan regangan dari gugus fungsi lain yang mendukung untuk analisa suatu material lebih rendah dari pada dalam RCOCI. Perubahan frekwensi C = O ini karena perbedaan massa di antara CH3 dan Cl[21].
2.4.4
KARAKTERISASI SCANNING ELECTRON MICROSCOPE (SEM) SEM adalah alat yang dapat membentuk bayangan permukaan spesimen
secara mikroskopik. Berkas elektron dengan diameter 5-10 nm diarahkan pada spesimen. Interaksi berkas elektron dengan spesimen menghasilkan beberapa fenomena yaitu hamburan balik berkas elektron, Sinar X, elektron sekunder dan absorbsi electron [25] 20
Universitas Sumatera Utara
Teknik SEM pada hakikatnya merupakan pemeriksaan dan analisa permukaan. Data atau tampilan yang diperoleh adalah data dari permukaan atau dari lapisan yang tebalnya sekitar 20 μm dari permukaan. Gambar permukaan yang diperoleh merupakan tofografi segala tonjolan, lekukan dan lubang pada permukaan [26]. Sinyal elektron sekunder yang dihasilkan ditangkap oleh detektor yang diteruskan ke monitor. Pada monitor akan diperoleh gambar yang khas menggambarkan struktur permukaan spesimen. Selanjutnya gambar di monitor dapat dipotret dengan menggunakan film hitam putih atau dapat pula direkam ke dalam suatu disket [25]
2.5
ANALISIS BIAYA Dalam penelitian ini, dilakukan suatu analisa biaya terhadap pembuatan
produk lateks karet alam. Adapun biaya untuk perancangan bahan mentah (raw material) produk membutuhkan bahan-bahan yakni sebagai berikut: 1. Lateks Karet Alam 2. Bentonite Clay 3. Alkanolamida yang disintesa dari bahan RBDPKO (Refined Bleached Deodorized Palm Kernel Oil) 4. Wadah Pencelupan Rincian biaya bahan, dan analisa diberikan dalam Tabel 2.1 dan Tabel 2.2. Tabel 2.1 Rincian Biaya Bahan Pembuatan Produk Lateks Karet Alam Bahan
Jumlah
Harga
Harga Total
Lateks Karet Alam
6 kg
Rp 28.000/kg
Rp 168.000
Bentonite Clay
4 kg
Rp 25.000/kg
Rp 100.000
Alkanolamida
300 ml
Rp 200.000
Rp 200.000
21
Universitas Sumatera Utara
Plastik Zipper
2 buah
Rp 15.000/buah
Rp 30.000
Alumunium Foil
2 buah
Rp 22.000/buah
Rp 44.000
Total
Rp 542.000
Tabel 2.2 Rincian Biaya Analisa Pembuatan Produk Lateks Karet Alam Analisa
Harga@1Sampel
Jumlah
Fourier Transform Infra- 1 Sampel
Harga Total
Rp 50.000
Rp 50.000
Rp 75.000
Rp 225.000
Rp 15.000
Rp 225.000
Rp 250.000
Rp 1.000.000
Red (FTIR) Alkanolamida Fourier Transform Infra- 4 Sampel Red (FTIR) Produk Lateks Karet Alam Uji
Tensile
Strength 15
Produk Lateks Karet Alam
Sampel
Analisa Scanning Electron 4 Sampel Microscopy (SEM) Total
Rp. 1.500.000
Dari rincian biaya yang telah dilakukan diatas maka total biaya yang diperlukan untuk membuat produk lateks karet alam yaitu sebesar Rp. 2.042.000.
22
Universitas Sumatera Utara