BAB II TINJAUAN PUSTAKA A.
Status Gizi Status gizi adalah tingkat kesehatan seseorang atau masyarakat yang di pengaruhi oleh makanan yang dikonsumsi di nilaidengan ukuran atau parameer gizi.Balita yang dikatakan status gizi baik yaitu balita yang mengkonsumsi pangan dalam jumlah dan mutu yang memadai sehingga mampu tumbuh dan berkembang secara aktif dan sehat. Adakalanya juga balita mengalami gizi lebih tetapi dinegara berkembang tidak begitu banyak, bahkan banyak yang mengalami gizi kurang dan gizi buruk. Status gizi yang baik dalam tubuh mempunyai cukup kemampuan untuk mempertahankan diri terhadap berbagai penyakit. Gizi yang baik pada masa bayi dan anak sangat penting untuk pertumbuhan dan perkembangannya. Penilaian status gizi golongan rawan memberikan informasi yang penting tentang keadaan gizi suatu masyarakat pada saat sekarang dan masa lampau. Pada dasarnya status gizi balita ditentukan oleh makanan dan kemampuan tubuh mengunakan zat gizi. Konsumsi makanan ditentukan oleh produksi pangan, daya beli dan kebiasaan makan. (Syarif, 1992).
B.
Penilaian Status Gizi Penilaian status gizi sangat penting dalam mengetahui keadaan gizi penduduk. Hasil penelitian dapat memberi gambaran masalah gizi yang tampak nyata. Penilaian status gizi klinis yaitu penilaian yang mempelajari dan mengevaluasi tanda fisik yang ditimbulkan akibat gangguan kesehatan dan penyakit kurang gizi. Gejala dan tanda fisik yang tampak akan dapat menjadi bantuan untuk mengetahui kekurangan gizi. ( Roedjito, 1988 )
5
C. Indikator Status Gizi Ukuran fisik seseorang sangat erat hubunganya dengan status gizi. Atas dasar ini ukuran-ukuran antropometri diakui sebagai indikasi yang baik juga dapat digunakan bagi penentuan status gizi untuk negara-negara berkembang. Hal ini sangat penting karena status gizi yang lain sukar dilakukan dan mahal terutama kalau akan dilakukan di daerah pedesaan . ( Roedjito, 1988 ). Cara untuk menentukan status gizi balita dapat dinilai dengan empat cara antara lain : 1.
Penilaian secara biokimia Cara ini dilakukan dengan pemeriksaan darah air seni, tinja dan lain-lain. Sehingga dapat diketahui tingkat kecukpan gizi seseorang. Cara ini membutuhkan tenaga khusus, peralatan, laboratorium, waktu dan biaya yang relatif mahal sehingga sulit untuk dilakukan dilapangan
2.
Penilaian secara dietetika Cara ini dilakukan dengan pemeriksaan jenis dan jumlah makanan yang dikonsumsi. Pemeriksaan ini memberikan gambaran keadaan yang tepat.
3.
Penilaian secara klinis Cara ini dilakukan dengan pemeriksaan keadaan jasmani oleh dokter yang sudah terlatih. Cara ini kurang praktis dan sulit dilakukan pada sejumlah besar orang atau anak-anak karena waktu yang banyak dan tenaga khusus yang terlatih terhadap penilaian subyektif. ( Supariasa, 2001 )
4. Penilaian Secara antropometri Pertumbuhan fisik anak yang diartikan dengan besarnya ukuran antropometri dikenal sebagai indeks yang paling peka untk menilai status gizi dan kesehatan. Ada beberapa jenis antropometri yang digunakan untuk identifikasi masalah KEP, diantaranya yang sudah dikenal adalah : berat badan, tinggi badan, lingkar lengan atas, lingkar kepala, lingkar dada lapisan lemak bawah kulit. Diantara beberapa macam antropometri tersebut yang paling sering digunakan adalah Berat Badan dan Tinggi Badan
6
sedangkan antropometri yang lain digunakan hanya untuk keperluankeperluan khusus. a.
Berat Badan Indeks berat badan menurut umur (BB / U) Berat badan merupakan salah satu antropometri yang memberikan gambaran tentang massa tubuh (tulang, otot dan lemak ). Berdasarkan sifat-sifatnya maka indeks berat badan menurut umur (BB/U) digunakan sebagai salah satu indikator status gizi yang memiliki kelebihan dan kelemahan yang perlu mendapat perhatian: 1)
Kelebihan indeks ini yaitu : a) Dapat lebih mudah dan lebih cepat dimengerti masyarakat umum b) Sensitif untuk melihat perubahan status gizi jangka pendek c) Dapat mendeteksi kegemukan (Overweight)
2)
Kelemahan a) Dapat mengakibatkan interpretasi status gizi yang keliru bila terjadi edema b) Memerlukan data umur yang akurat, terutama untuk kelompok anak usia di bawah lima tahun (Balita) c) Sering terjadi kesalahan dalam pengukuran misalnya pengaruhnya pakaian atau gerakan anak balita pada saat penimbangan d) Secara operasional sering mengalami hambatan karena masalah sosial budaya setempat.
b.
Indeks berat badan menurut tinggi badan (BB/TB) Berat badan memiliki hubungan linier dengan tinggi badan. Indeks BB/ TB merupakan indikator yang baik untuk menyatakan status gizi saat ini. Terlebih bila data umur yang akurat sulit diperoleh,oleh karena itu indeks BB/TB disebut pula indikator status
7
gizi yang independen terhadap umur. Penggunaan indeks BB/TB memiliki beberapa kelebihan dan kelemahan : 1)
Kelebihan indeks BB/TB adalah a) Tidak tergantung pada data umur b) Badan relatif terhadap tinggi badan : kurus, cukup gemuk dan keadaan marasmus atau bentuk KEP berat lainnya.
2)
Kelemahan indeks BB/TB adalah a) Tidak dapat memberikan gambaran apakah anak tersebut pendek, cukup tinggi badan atau kelebihan badan karena faktor umur tidak diperhatikan dalam hal ini. b) Dalam praktik sering mengalami kesulitan dalam melakukan pengukuran panjang, tinggi badan anak pada kelompok anak balita. c) Sering terjadi kesalahan pembacaan angka hasil pengukuran terutama bila dilakukan oleh kelompok non profesional.
c.
Tinggi Badan Indeks tinggi badan menurut umur (TB / U) Tinggi badan merupakan antropometri yang menggambarkan keadaan pertumbuhan skeletal. Dalam keadaan normal, tinggi badan tumbuh bersamaan dengan umur. Pertumbuhan tinggi badan tidak seperti tinggi badan, relatife kurang sensitif terhadap masalah defisiensi zat gizi dalam waktu pendek. Berdasarkan sifat ini indeks TB/U lebih menggambarkan status gizi pada masa lalu. Indeks TB/U disamping dapat memberikan gambaran tentang status gizi masa lampau juga lebih erat kaitannya dengan masalah sosial ekonomi. Oleh karena itu indeks TB/U selain digunakan sebagai indikator perkembangan keadaan sosial ekonomi masyarakat.
c.
Lingkar Lengan Atas (LLA) Lingkar Lengan Atas (LLA) memberikan gambaran tentang kejadian keadaan jaringan otot dan lapisan lemak bawah kulit, lingkar
8
lengan atas berkorelasi erat dengan indeks TB/U maupun indeks BB/TB. Lingkar lengan atas merupakan indikator yang sangat labil dapat naik dan turun dengan cepat. Oleh karena itu indeks LLA bukan merupakan indikator status gizi saat ini. Indeks ini memiliki beberapa kelemahan yaitu : 1) Tidak dapat memberikan gambaran keadaan pertumbuhan secara jelas. 2) Dengan operasi sering mengalami kesulitan dalam pengukuran terutama bila anak dalam keadaan takut dan tegang. d.
Gabungan indeks BB/U, TB/U dan BB/TB Untuk memperoleh gambaran status gizi KEP masa kini maupun masa lampau. WHO merumuskan penggunaan gabungan beberapa indeks antropometri yaitu BB/U, TB/U dan BB/TB dengan rincian interpretasi sebagai berikut : TABEL I GABUNGAN BEBERAPA INDEKS ANTROPOMETRI BB / TB
BB / U
TB / U
STATUS GIZI
Normal
Rendah
Rendah
Baik, pernah kurang gizi
Normal
Normal
Rendah
Baik
Normal
Tinggi
Tinggi
Jangkung, baik
Rendah
Rendah
Tinggi
Buruk
Rendah
Rendah
Normal
Buruk / kurang
Rendah
Normal
Tinggi
Kurang
Tinggi
Tinggi
Rendah
Lebih, kemungkinan obesitas
Tinggi
Normal
Rendah
Lebih, pernah kurang gizi
Tinggi
Tinggi
Normal
Lebih, tetap tidak obesitas
Sumber : Aritonang, 1996 Klasifikasi status gizi menurut standar WHO, NCHS dengan indeks BB / U dibagi empat kategori yaitu : 1.Kategori gizi buruk batas ambang < -3,0 SD
9
2.Kategori gizi kurang batas ambang < -2,0 SD 3.Kategori gizi baik batas ambang -2,0 SD sampai dengan 2.0 SD 4.Kategori gizi lebih batas ambang > -2,0 SD (Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi VII 2000 LIPI Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia ).
D. Tingkat Pendapatan Mengenai masalah ekonomi pada masyarakat desa maka pendapatan akan tertuju pada sekelompok masyarakat yang mempunyai tingkat penghasilan yang rendah. Hal ini bukan berarti bahwa pada masyarakat desa tidak ada yang berpenghasilan tinggi ataupun menengah. Penghasilan tinggi pada masyarakat desa tidak sama dengan penghasilan tinggi pada masyarakat perkotaan. (Sayogyo, 1985). Dengan meningkatnya pendapatan perorangan terjadilah perubahanperubahan dalam susunan makanan. Namun demikian, pengeluaran uang yang lebih banyak untuk pangan tidak menjamin lebih beragamnya konsumsi pangan. (Suhardjo, 1989). Tingkat pendapatan menurut Biro Pusat Statistik Kabupaten Blora digolongkan menjadi dua yaitu miskin (< Rp. 203.549) dan non miskin (> Rp. 203.549). 1.
Hubungan tingkat pendapatan dengan status gizi Pendapatan akan menentukan daya beli tehadap pangan dan fasilitas
lain
(Pendidikan,
perumahan,
kesehatan)
yang
dapat
mempengaruhi status gizi. Pendapatan dan pendidikan merupakan faktor penting dalam penyebab timbulnya masalah gizi. Penelitian lain juga mengungkapkan hal yang sama bahwa pendapatan mempunyai hubungan yang erat dengan perubahan dan perbaikan konsumsi pangan tetapi dengan pendapatan yang tinggi belum tentu dapat menjamin keadaan gizi yang baik. (Hardiansyah, 1985).
10
Tingkat pendapatan juga menentukan pola makanan apa yang dibeli. Orang miskin biasanya akan membelanjakan sebagian besar pendapatannya untuk makanan , sedang yang kaya sudah tentu akan lebih kurang dari jumlah itu. Bagian untuk makanan padi-padian akan menurun dan untuk makanan yang dibuat dari susu akan bertambah jika keluargakeluarga beranjak ke pendapatan tingkat menengah. Semakin tinggi pendapatan maka semakin bertambah besar pula prosentase pertambahan pembelanjaan termasuk untuk buah-buahan, sayur-sayuran dan jenis makanan lainnya.(Berg, 1986). Pendapatan merupakan faktor yang penting menentukan kuantitas dan kualitas makanan meskipun begitu jelas ada hubungan yang erat antara pendapatan dan gizi. (Berg, 1986). E. Tingkat Pendidikan Tingkat pendidikan turut menentukan mudah tidaknya seorang menyerap dan memahami pengeluaran gizi yang mereka peroleh sesuai kepentingan gizi keluarga. Pendidikan itu sendiri sangat diperlukan agar tingkat pendidikan akan meningkatkan pengetahuan kesehatan dan gizi yang selanjutnya menimbulkan sikap dan perilaku yang positif. Keadaan ini dapat mencegah timbulnya gizi buruk. Sebagian besar kejadian gizi buruk dapat dihindari apabila ibu mempunyai cukup pengetahuan tentang cara memelihara gizi dan mengatur makanan anak. Akan tetapi pandangan yang semata-mata menghubungkan kejadian dengan tingkat penghasilan keluarga menyebabkan pendidikan gizi bagi ibu seakan-akan bermanfaat. (Moehji, 1992). Pengetahuan yang rendah serta kemampuan yang terbatas dalam pemberian makanan yang kurang tepat akan berakibat timbulnya masalah malnutrisi (kurang gizi). Pendidikan gizi janganlah dianggap sebagai tujuan akhir. Walaupun prinsipnya mengikutsertakan konsumen dalam suatu perubahan sukarela secara sadar memberikan daya tarik yang jelas tetapi ada
11
tehnik lain yang dapat menimbulkan perubahan positif dalam kebiasaan makan maka akan menimbulkan kualitas gizi yang lebih baik. (Tohir, 1983).
F. Jumlah Anggota Keluarga Hubungan antara laju kelahiran yang tinggi dan kurang gizi sangat nyata pada masing-masing keluarga. Sumber pangan keluarga terutama mereka yang sangat miskin akan lebih mudah memenuhi kebutuhan makanannya jika yang harus diberi makan jumlahnya sedikit. Pangan yang tersedia untuk suatu keluarga yang besar mungkin cukup untuk keluarga besarnya setengah dari keluarga tersebut tetapi tidak cukup untuk mencegah gangguan gizi pada keluarga yang besar tersebut. Anak-anak yang tumbuh dalam suatu keluarga yang miskin adalah paling rawan terhadap kurang gizi diantara seluruh anggota keluarga dan anak yang paling kecil biasanya paling terpengaruh oleh kekurangan pangan. Sebagian memang demikian sebab seandainya besar keluarga bertambah maka pangan untuk setiap anak berkurang dan banyak orang tua tidak menyadari bahwa anak-anak sangat memerlukan pangan relatif lebih banyak dari pada anak-anak yang lebih tua. 1. Hubungan gizi dengan jumlah anggota keluarga Pembatasan jumlah anggota keluarga juga bisa membantu memperbaiki status gizi dan keselamatan bayi. Perhitungan sederhana dari survei makanan di India menunjukkan bahwa persediaan protein pada anak dalam keluarga yang mempunyai satu / dua saudara kandung akan lebih tinggi 22 persen dibanding denganmereka yang mempunyai empat atau lebih saudara kandung. Dalam banyak kasus Penambahan jumlah anggota keluargatidak akan bisa menutupi kekurangan protein yang ada. (Sayogyo, 1986) Jumlah anak juga dipengaruhi oleh keadaan gizi ibu, kekurangan darah karena kurang Gizi merupakan penyebab utama penderitaan dan
12
kematian dalam masa mengandung. Penyakit ini sering terjadi pada ibu yang punya banyak anak.
G. Kerangka Teori Faktor langsung ¾ Konsumsi Makanan ¾ Penyakit Infeksi Status Gizi Faktor Tidak Langsung ¾ Ekonomi ¾ Jumlah anggota keluarga ¾ Pendidikan ¾ Budaya Bagan : Faktor faktor yang mempengaruhi status Gizi Sumber : Supariasa ,2001 H. Kerangka Konsep Pendidikan Ibu
Pendapatan Perkapita
Status Gizi
Jumlah Anggota Keluarga
I. Hipotesis 1. Ada hubungan tingkat pendidikan ibu dengan status gizi balita 2. Ada hubungan pendapatan perkapita dengan status gizi balita 3. Ada hubungan jumlah anggota keluarga dengan status gizi balita
13