BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Bambu Bambu merupakan kumpulan rumput-rumputan berbentuk pohon atau perdu
yang melurus dengan buluh yang biasanya tegak, terkadang memanjat dan bercabang-cabang. Tanaman bambu mempunyai buluh beruas-ruas dan tiap ruas dihubungkan oleh buku-buku. Buluh muncul dari buku-buku rimpang yang menjulur (Widjaja, 2003).
Selanjutnya Gerbon dan Abbas (2009) menyatakan bambu
termasuk jenis tanaman rumput-rumputan dari Famili Poaceae, Bambusoidea.
Subfamili
Bambu tumbuh menyerupai pohon berkayu, buluhnya berbentuk
buluh berongga dengan cabang-cabang (ranting) dan daun buluh yang menonjol. Bambu merupakan jenis tumbuhan yang cepat tumbuh dan dapat mencapai ketinggian maksimum 15 sampai 30 meter dalam waktu 2 sampai 4 bulan dengan rata-rata pertumbuhan harian sekitar 20 cm sampai dengan 100 cm dan diameter 5-15 cm (Liese, 1987).
Selanjutnya Widjaja (2001) menambahkan bambu
mempunyai karakter tumbuh yang menakjubkan yaitu membentuk rumpun. Rumpun terbentuk dari tumbuhnya tunas-tunas muda (rimpang) secara simpodial atau monopodial. Simpodial berarti tumbuhnya tunas memendek di kanan kiri induk sedangkan monopodial adalah tumbuhnya tunas memanjang ke suatu arah dan membentuk rumpun baru. Bambu juga memiliki karakter tumbuh sangat variatif dan bisa tumbuh pada tanah yang bervariasi seperti tanah tandus, tanah becek, tanah kering, tanah datar hingga tanah miring (jurang). Di tanah yang miring (jurang) bambu dapat tumbuh dengan subur karena rumpunnya mampu menahan bungga tanah (humus) yang hanyut (Widjaja, et. al., 2004). 2.2 Struktur Bambu dan Perawakannya 2.2.1 Akar Rimpang
Universitas Sumatera Utara
Akar rimpang terdapat di bawah tanah dan membentuk sistem percabangan yang dapat dipakai untuk membedakan kelompok bambu. Terdapat dua macam sistem percabangan akar rimpang (Gambar 2.1) yaitu pakimorf dicirikan oleh akar rimpangnya yang simpodial dan leptomorf dicirikan oleh akar rimpangnya yang monopodial (Widjaja, 2001).
Gambar 2.1.
Akar Rimpang; a) Simpodial (Pakimorf), b) Monopodial (Leptomorf) (Widjaja, 2001).
Selanjutnya Widjaja (2003) menyatakan bahwa di Indonesia jenis-jenis bambu asli umumnya mempunyai sistem perakaran simpodial yang dicirikan oleh ruasnya yang pendek dengan leher yang pendek. Setiap akar rimpang mempunyai kuncup yang akan berkembang dan tumbuh menjadi akar rimpang baru.
Akar
rimpang yang baru ini kemudian akan berkembang membentuk rebung dan kemudian menjadi buluh. misalnya pada marga
Akar monopodial memiliki bentuk yang bervariasi,
Dinoclhoa dan Meloccana memiliki akar rimpang yang
lehernya panjang tetapi ruasnya pendek, tanpa kuncup, sehingga buluh tampak agak berjauhan dan tidak menggerombol. Karakter rimpang dapat digunakan untuk membedakan marga bambu. Tipe rimpang simpodial membentuk rumpun yang rapat dengan arah tumbuh rimpang yang tidak teratur, sedangkan rimpang monopodial membentuk rumpun yang tidak rapat karena rimpang tumbuh ke arah samping atau horizontal (Widjaja, 2001). 2.2.2 Rebung Rebung tumbuh dari kuncup akar rimpang di dalam tanah atau dari pangkal buluh tua.
Rebung dapat digunakan untuk membedakan jenis bambu karena
Universitas Sumatera Utara
menunjukkan warna ciri yang khas pada ujungnya dan bulu-bulu yang terdapat pada pelepahnya.
Bulu pelepah rebung umumnya hitam, tetapi ada juga yang berwarna
coklat atau putih dan beberapa bulu dapat menyebabkan kulit menjadi sangat gatal sedangkan yang lain tidak.
Pada beberapa bambu rebungnya tertutup oleh lilin
putih (misalnya Dinochloa scandes) sementara itu pada rebungnya tertutup oleh bulu coklat seperti beludru.
Dendrocalamus asper Sebaliknya pada jenis
Gigantochloa balui tertutup bulu putih. Rebung selalu ditutupi oleh pelepah buluh yang juga tumbuh memanjang mengikuti perpanjangan ruasnya (Widjaja, 2003).
2.2.3 Buluh Buluh berkembang dari rebung, tumbuh sangat cepat dan mencapai tinggi maksimum dalam beberapa minggu.
Beberapa jenis mempunyai ruas panjang,
seperti Schizostachyum irate, S. sillicatum dan yang lain memiliki ruas pendek misalnya Bambusa vulgaris, B. blumeana, Melocanna baccifera, Phyllostachys aurea dan P. nigra. Selain berbeda dalam panjang buluhnya beberapa jenis tertentu mempunyai diameter buluh yang berbeda.
Jenis Dendrocalamus mempunyai
diameter buluh tebesar diikuti oleh jenis-jenis dari marga Gigantochloa dan Bambusa. Setiap bambu memiliki panjang buku yang berbeda (Widjaja, 2001). Widjaja (2001) menambahkan buluh bambu terdiri atas ruas-ruas yang terdiri dari cincin kelopak dan rongga, pada beberapa ruas terdapat mata tunas (Gambar 2.2). Buluh bambu umumnya tegak, namun ada beberapa yang tumbuhnya merambat seperti Dinochloa dan ada juga yang tumbuhnya tidak beraturan seperti Nastus. Buluh memiliki pelepah yang merupakan hasil modifikasi daun yang menempel pada setiap ruas.
Buku-buku pada buluh bagian pangkal beberapa jenis
bambu tertutup oleh akar udara seperti pada jenis Dendrocalamus asper, ujung akar melengkung ke bawah seperti D. asper dan Schizostachyum lima, sedangkan pada marga
Dinochloa buku-buku sering ditutupi oleh lampang pelepah buluh yang
sangat kasar (bagian pangkal pelepah buluh yang tertinggal dan kasar atau kadang berbulu.
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.2. Morfologi Buluh Bambu (Widjaja, 2001). Buluh bambu terdiri atas 3 bagian yaitu kulit, bagian empulur dan kayu. Kulit bambu merupakan bagian terluar dari penampang melintang dinding buluh, empulur merupakan bagian buluh yang berdekatan dengan rongga bambu yang tidak mengandung ikatan vaskular, sedangkan bagian kayu pada bambu merupakan bagian diantara kulit dan empulur (Heyne, 1987).
2.2.4 Pelepah Buluh Pelepah buluh sangat penting fungsinya yaitu menutupi buluh ketika muda. Saat buluh tumbuh dewasa dan tinggi pada beberapa jenis bambu pelepahnya luruh tetapi jenis lain pelepahnya tetap menempel.
Pelepah buluh merupakan
hasil modifikasi daun yang menempel pada setiap ruas, yang terdiri atas daun pelepah buluh, cuping pelepah buluh dan ligula.
Daun pelepah buluh
terdapat pada bagian atas pelepah, sedangkang cuping pelepah buluh dan ligulanya terdapat pada sambungan antara pelepah dan daun pelepah buluh (Gambar 2.3). Daun pelepah buluh pada beberapa jenis bambu tampak tegak, seperti jenis S. brachycladum dan B. vulgaris, tetapi umumnya tumbuh menyebar, menyandak atau terkeluk balik. Beberapa jenis bambu mempunyai cuping pelepah buluh dan ligula yang berkembang baik, tetapi jenis lainnya cuping dan ligulanya kecil atau hampir
Universitas Sumatera Utara
tidak tampak. Cuping pelepah buluh dan ligula merupakan ciri penting yang dapat digunakan untuk membedakan jenis bambu (Widjaja, 2001).
Gambar 2.3. Bagian-Bagian Pelepah Buluh; a) Cuping pelepah buluh, b) Daun pelepah buluh, c) Bulu kejur, d) Ligula (Widjaja, 2001).
2.2.5 Percabangan Percabangan pada umumnya terdapat di atas buku-buku. digunakan
sebagai
ciri
penting
untuk
membedakan
Cabang dapat marga
bambu.
Pada marga Bambusa, Dendrocalamus dan Gigantochloa sistem percabangan memiliki satu cabang yang lebih besar daripada cabang lainnya yang lebih kecil. Buluh Dinochloa biasanya mempunyai cabang yang dorman dan akan sebesar buluh induknya, terutama ketika buluh utamanya terpotong. Jenis-jenis dari marga Schizostachyum
mempunyai
cabang
yang
sama
besar
(Gambar
2.4).
Cabang lateral bambu yang tumbuh pada buluh utama, biasanya berkembang ketika buluh mencapai tinggi maksimum. Pada beberapa marga, cabang muncul tepat di atas tanah misalnya pada Bambusa dan menjadi rumpun pada sekitar dasar rumpun dengan duri atau tanpa duri.
Duri merupakan anak dari cabang aksilar (cabang
yang tumbuh pada buluh lateral) yang melengkung dan berujung lancip (Widjaja, 2001).
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.4
a b Bentuk Percabangan Bambu; a) Bambusa, b) Schizostachyum (Widjaja, 2001).
2.2.6 Helaian Daun dan Pelepah Daun Helaian daun bambu mempunyai urat daun yang sejajar seperti rumput dan setiap daun mempunyai tulang daun utama yang menonjol.
Helaian daun
dihubungkan dengan pelepah oleh tangkai daun yang mungkin panjang atau pendek. Pelepah dilengkapi dengan cuping pelepah daun dan juga ligula.
Cuping
pelepah daun mungkin besar tetapi bisa juga keil atau tidak tampak dan pada beberapa jenis bambu ada yang bercuping besar dan melipat keluar.
Pada
beberapa jenis bambu cuping daunnya mempunyai bulu kejur panjang, tetapi ada juga yang gundul. Ligula pada beberapa jenis mungkun panjang atau tanpa bulu kejur. Ligula kadang mempunyai pinggir yang menggerigi tidak teratur, menggerigi menggergaji atau rata (Widjaja, 2001).
2.2.7 Perbungaan Pada kebanyakan rumpun bambu, sangat jarang sekali ditemukan rumpun bambu yang memiliki bunga atau buah. Menurut Heyne (1987), bambu jarang sekali berbunga, sehingga dengan mengetahui karakter vegetatif dapat dikenal marga maupun jenis bambu.
Pada kebanyakan forma bambu, ditemukan rumpun bambu
yang beberapa buluhnya ataupun segenap buluh-buluhnya itu sekaligus kehilangan daun dan berbunga.
Selanjutnya buluh-buluh tersebut akan mati. Sangat jarang
terjadi pembungaan, namun setelah terjadi pembungaan serempak pada buluhbuluhnya tersebut maka rimpangnya pada beberapa waktu hanya menghasilkan buluh-buluh lemah (ramping) dan butuh waktu yang lama untuk dapat tumbuh normal kembali. Namun pada beberapa jenis bambu setelah terjadi pembungaan maka rimpang-rimpang tersebut akan mati.
2.3
Ekologi Bambu
2.3.1 Iklim Tanaman bambu tumbuh baik pada daerah tropis, sub tropis maupun pada daerah yang beriklim sedang dari dataran rendah sampai daerah pegunungan yang
Universitas Sumatera Utara
dapat mencapai ketinggian 2000 m dpl. bambu
dapat
tumbuh
dengan
baik
Walaupun demikian, tidak semua jenis pada
semua
ketinggian
tempat
(Berlin dan Rahayu, 1995). Lingkungan yang sesuai dengan tanaman bambu adalah yang suhu sekitar 8,8 - 360 C. Beberapa jenis bambu dapat tumbuh pada daerah dengan suhu antara 400C - 500C, dibeberapa tempat dapat bertahan daerah bersalju atau memiliki temperatur yang membekukan. dipengaruhi oleh ketinggian tempat.
pada Suhu udara juga
Sedangkan jumlah curah hujan serta variasi
masa-masa kering merupakan hal yang sangat penting bagi pertumbuhan bambu. Tanaman
bambu
dapat
tumbuh
baik
pada
daerah dengan
curah
hujan
1.289 – 6.630 mm, curah hujan minimal 1.020 mm dan kelembaban minimal 80% (Sutiyono, et.al., 1989).
2.3.2 Tanah Bambu dapat tumbuh pada berbagai kondisi tanah, mulai dari tanah kering sampai basah dan tanah subur sampai tanah kurang subur. bahwa tanaman bambu secara horizontal tersebar luas.
Hal ini menunjukkan
Pada kondisi tanah dengan
tingkat kesuburan yang tinggi akan dihasilkan buluh bambu yang lebih besar dibandingkan dengan buluh bambu yang tumbuh pada tanah yang memiliki tingkat kesuburan yang rendah (Verhoef, 1959).
Universitas Sumatera Utara
Pertumbuhan setiap tanaman tidak terlepas dari pengaruh kondisi lingkungannya. Dengan demikian perlu diperhatikan faktor-faktor yang bekaitan dengan syarat tumbuh tanaman bambu. Faktor lingkungan tersebut meliputi jenis iklim dan jenis tanah.
Bambu dapat tumbuh pada tanah yang bereaksi masam
dengan pH 3,5, dan umumnya menghendaki tanah dengan pH
5,0 - 6,5.
Pada tanah yang subur tanaman bambu akan tumbuh dengan baik karena kebutuhan makanan bagi tanaman tersebut akan terpenuhi
(Berlin dan
Rahayu, 1995).
2.4
Sebaran Bambu Tanaman bambu termasuk ke dalam famili Poaceae, ordo Poales dan kelas
Monokotil. Di dunia diketahui ada 1500 jenis bambu yang berasal dari 75 marga (Sharma, 1980). Diantara hutan bambu di dunia, benua Asia mempunyai area yang terluas, dengan luas hutan bambu di Asia Tenggara lebih dari 10.000 Ha (ITTO, 1994).
Menurut Widjaja, et.al. (2004) diperkirakan ada 154 jenis bambu di Indonesia, jenis-jenis tersebut termasuk diantaranya 23 jenis yang berasal dari luar negeri (introduksi) dan sudah lama dibudidayakan di Indonesia. Dari 117 jenis bambu asli Indonesia yang terdiri atas 12 marga, umumnya tumbuh tersebar luas baik ditanam maupun tumbuh liar di hutan primer dan sekunder. Dari 12 marga yang ada, marga
Bambusa, Dendrocalamus, Giganthocloa dan Schizotachyum merupakan
marga yang umumnya ditanam penduduk di pedesaan atau tumbuh sekunder.
di hutan
Sedangkan marga Dinochloa, Fibribambusa, Nastus, Neololeba,
Parabambusa, Pinga, Recemobambos dan Sphaerobambos tumbuh tersebar di hutan sekunder atau hutan primer.
Universitas Sumatera Utara
2.5
Pemanfaatan Menurut Berlin dan Rahayu (1995) bambu merupakan tanaman yang
memiliki banyak manfaat bagi kehidupan. Semua bagian tanaman mulai dari akar, buluh, daun dan rebung dapat dimanfaatkan untuk berbagai macam keperluan: a)
Akar tanaman bambu dapat berfungsi sebagai penahan erosi yang berfungsi untuk mencegah bahaya banjir. Bambu banyak tumbuh atau ditanam di pinggir sungai atau di tepi jurang, sehingga dinilai mempunyai arti yang sangat penting dalam pelestarian lingkungan hidup. Akar tanaman bambu juga dapat berfungsi sebagai penyaring limbah beracun merkuri. Akar tanaman bambu menyaring air yang terkena limbah merkuri tersebut melalui serabut-serabut akarnya.
b) Buluh bambu adalah bagian yang paling banyak dimanfaatkan untuk berbagai macam keperluan. Di Indonesia sekitar 80% buluh bambu dimanfaatkan untuk bidang konstruksi dan selebihnya dimanfaatkan dalam bentuk lain seperti kerajinan, furniture, chopstick, industri pulp dan kertas serta keperluan lainnya (Berlin dan Rahayu, 1995). Selanjutnya Idris et. al. (1994) menambahkan buluh bambu dapat dimanfaatkan untuk komponen bangunan rumah, sebagai komponen konstruksi jembatan dan pipa saluran air. Pada bangunan sederhana bambu dapat digunakan sebagai lantai, ting, dinding, atap maupun langit-langit. Pemanfaatan bambu dapat berupa bambu utuh berbentuk bulat atau dianyam untuk bahan dinding dan langit-langit. c)
Daun bambu dapat digunakan untuk pembungkus makanan rinan seperti wajik. Dalam pengobatan tradisional, daun bambu dapat dimanfaatkan sebagai ramuan untuk mengobati demam/panas pada anak-anak karena daun bambu bersifat menurunkan panas.
d) Tunas bambu yang lebih dikenal dengan rebung merupakan kuncup bambu muda yang muncul dari dalam tanah yang berasal dari akar rhizome maupun buku-bukunya. Rebung dapat dimanfaatkan sebagai bahan pangan yang tergolong ke dalam jenis sayur-sayuran. Namun tidak semua jenis bambu dapat dimanfaatkan rebungnya untuk bahan pangan, karena ada rasanya yang pahit yang disebabkan oleh HCN yang tinggi.
Rebung bambu
Universitas Sumatera Utara
temen (G.c robusta Kurz.) adalah rebung yang rasanya paling manis dan memiliki tekstur yang paling halus. Berlin dan Rahayu (1995) tamanan bambu banyak pula yang dimanfaatkan sebagai tanaman hias, mulai dari jenis bambu kecil hingga bambu besar yang banyak ditanam sebagai tanaman pagar di pekarangan. Saat ini bambu hias banyak dicari konsumen, alasannya adalah penampilan tanaman bambu yang unik dan menawan sehingga bambu banyak ditanam sebagai elemen taman yang bergaya Jepang. Menurut Herawati et. al. (2011) bambu
banyak dimanfaatkan oleh
masyarakat pedesaan secara luas karena memiliki buluh yang kuat, lentur, lurus dan ringan sehingga mudah diolah untuk berbagai produk. Dalam kehidupan moderen bambu dapat dimanfaatkan mulai dari akar hingga daun. Bambu dapat digunakan sebagai bahan bangunan rumah, pagar, jembatan, alat angkutan (rakit), pipa saluran air, alat musik, peralatan rumah tangga (furniture), kerajinan tangan (handycraft), sumpit (choptick), tusuk gigi, juga sebagai pengemas makanan, bahkan bambu muda dapat dijadikan sebagai bahan makanan (rebung). Selanjutnya Sulthoni (1994) menyatakan peranan dan kegunaan bambu di Indonesia masih sangat besar, namun sumber daya ini masih kurang mendapat perhatian yang wajar dalam pengembangannya. Pemanfaatan bambu di masyarakat umumnya masih menggunakan teknologi yang sederhana.
Widjaja
(2001) menambahkan bahwa bambu juga dapat digunakan dalam upaya konservasi tanah dan air, karena memiliki sistem perakaran yang banyak sehingga menghasilkan rumpun yang rapat dan mampu mencegah erosi tanah.
Universitas Sumatera Utara
2.6
Penelitian Terdahulu Jenis-jenis bambu yang ditemukan di Kabupaten Lombok Tengah, Nusa
Tenggara Barat adalah sebanyak 4 marga, 19 jenis diantaranya yaitu : treng betung (Dendrocalamus asper), treng tali, treng tali gading (Gigantochloa apus), treng galah (G. atter), treng aur hijau, treng aur gading besar, treng aur gading kecil (Bambusa vulgaris), treng borek/tutul (B. maculata), treng greng
(B. blumeana),
treng botol (B. ventricosa), treng cina hijau (B. multiplex),
treng cina gading
(B. multiplex), treng putih (B. albustiata), treng tamlang hijau (Schizostachyum brachyladum), treng tamblang gading (S. brachyladum),
treng Jakarta
(Thyrsostachy siamensis) 3 marga dari treng luh besar dan kecil (Shizostachyyum spp.) (Widjaja, et. al. 2004). Menurut Widjaja dan Karsono (2003) menyatakan keanekaragaman jenis bambu di Pulau Sumba yaitu terdapat Dendrocalamus,
Dinochloa,
Gigantochoa,
8
marga diantaranya Bambusa, Nastus,
Schizostachyum dengan jumlah jenis sebanyak 10 jenis.
Phyllostachys
dan
Dari keseluruhan jenis
bambu yang diketemukan di Pulau Sumba, jenis Dinochloa kostermansiana merupakan data tambahan sedangkan jenis Dinochloa sp. adalah jenis baru yang ditemukan di Pulau Sumba. Selanjutnya menurut Irwan, et. al. (2006) menambahkan keanekaragaman jenis bambu di Kabupaten Sumedang Jawa Barat adalah 16 jenis dan 2 varietas bambu yang termasuk ke dalam 6 marga, yaitu Bambusa, Dendrocalamus, Gigantochloa, Phyllostachys, Schizostachyum
dan
Thyrsostachys. Menurut LBN-LIPI (1999) Sumatera Utara memiliki keanekaragaman bambu sebanyak 12 jenis yaitu B. vulgaris, D. asper, G. achmadii,
G.
hasscariana, G. pruriens, G. waryi, G. robusta, S. brachycaladum, S. blumei, S. caudatum, G. zollingeri dan S. longispiclatum.
Universitas Sumatera Utara