BAB II TINJAUAN PUSTAKA A.
Kelapa Sebagai Komoditi Perkebunan Menurut Baruwadi (2008:19), kelapa (Cocos nucifera), merupakan salah satu
tanaman perkebunan yang memiliki arti strategi bagi bangsa Indonesia. Komoditas ini mempunyai peranan penting dalam perekonomian nasional maupun regional baik dilihat dari segi ekonomi maupun sosial budaya. Pada dasarnya tanaman kelapa tergolong pada salah satu jenis tanaman tahunan yang paling bermanfaat karena mulai dari daunnya, daging buahnya, batangnya hingga akarnya dapat dimanfaatkan. Manfaat kelapa yang beraneka ragam ini menyebabkan Banzon dan Velasco menggunakan kelapa sebagai pohon kehidupan (the tree of life). Pengembangan kelapa tidak saja terkait dengan pertumbuhan permintaan minyak nabati dalam negeri dan dunia, namun terkait juga dengan perkembangan sumber nabati lainnya, seperti kelapa sawit, kedelai, rape speed dan bunga matahari. Hal ini menyebabkan kelapa sebagai sumber minyak memiliki banyak pesaing dalam pemasarannya. Dalam perkembangannya kelapa, ternyata kelapa tidak mampu bersaing dengan kelapa sawit dalam hal produksi, konsumsi maupun pemasarannya (Baruwadi:2008:19). Di Nusantara ini sejak zaman dahulu, masyarakat telah mengenal kelapa Dalam sebagai tanaman yang berguna. Karna kemampuan kelapa untuk berbuah pun cukup tinggi, Sebuah pohon kelapa mampu menghasilkan sekitar 40-200 butir pertahun. Dari lapisan kulit yang terluar dan terdalam buah kelapa ini terdapat lapisan sabut, dan selanjutnya ada tempurung yang melapisi daging kelapa dan air kelapa (air buah) yang memiliki nilai gizi tinggi. Sementara sabutnya bisa dibuat untuk taki, karper dan sikat, untuk bahan bakar tungku, dan untuk berbagai perabot rumah tangga. Dagingnya dimanfaatkan untuk santan masakan ibu-ibu dan pembutan minyak goreng, dan bila dikeringkan buah kelapa akan menjadi “kopra”, kopra inilah yang
kemudian dijadikan bahan dasar untuk pembuatan minyak goreng, sabun, dan margarin. Kopra merupakan bahan ekspor penting di Negeri kita (Soekardi:2012:5).
B.
Kelayakan Investasi Rangkuti (2012:2), menjelaskan bahwa studi kelayakan bisnis dan investasi
adalah analisis kelayakan tentang dapat tidaknya suatu proyek dilaksanakan. Dimana proyek yang dianalisis berupa proyek bisnis atau proyek investasi dengan tujuan separuh bisnis dan separuh sosial, seperti proyek investasi pembangunan jalan tol, kawasan industri, terminal, serta berbagai proyek investasi lainnya. Keberhasilan suatu proyek dipergunakan oleh para investor untuk mengetahui manfaat ekonomis suatu investasi. Sedangkan keberhasilan dari sisi social adalah manfaat bagi masyarakat secara luas, misalnya penyerapan tenaga kerja, pemanfaatan sumber daya alam, penghematan devisa, pemberantasan kemiskinan dan peningkatan kesejahtraan. Kelayakan artinya penelitian yang dilakukan secara mendalam tersebut dilakukan untuk menentukan apakah usaha yang dijalankan akan memberikan manfaat yang lebih besar dibandingkan dengan biaya yang akan dikeluarkan. Adapun pengertian Bisnis adalah usaha yang dijalankan yang tujuan utamanya untuk memperoleh keuntungan. Keuntungan yang dimaksud
dalam perusahaan bisnis
adalah keuntungan finansial. Namun dalam praktiknya perusahaan nonprofit pun perlu dilakukan studi kelayakan investasi karena keuntungan yang diperoleh tidak hanya dalam bentuk finansial akan tetapi, juga nonfinansial. Jadi dengan dilakukan studi kelayakan bisnis akan dapat memberikan gambaran apakah usaha atau bisnis yang diteliti layak atau tidak untuk dijalankan (Kasmir dan Jakfar:2012:5). Ada beberapa aspek yang perlu dilakukan studi untuk menentukan kelayakan suatu usaha. Masing-masing aspek tidak berdiri sendiri, akan tetapi saling berkaitan, artinya jika salah satu aspek tidak dipenuhi, maka perlu dilakukan perbaikkan atau tambahan yang diperlukan. Urutan penilaian aspek mana yang harus didahului tergantung dari kesiapan penilai dan kelengkapan data yang ada. Tentu saja dalam hal
ini dengan pertimbangan prioritas, mana yang harus didahului dan mana yang berikutnya. 1.
Aspek-Aspek Penilaian Usaha Menurut Kasmir dan Jakfar (2003 : 14), ada beberapa aspek yang perlu dilakukan
untuk menentukan kelayakan suatu usaha. Masing-masing aspek tidak berdiri sendiri, akan tetapi saling berkaitan. Artinya jika salah satu aspek tidak dipenuhi maka perlu dilakukan perbaikan atau tambahan yang diperlukan. Secara umum prioritas aspekaspek yang perlu dilakukan studi kelayakan adalah sebagai berikut: 1.
Aspek Pasar Aspek pasar dalam studi kelayakan bisnis dan investasi membahas besarnya permintaan, penawaran, dan harga. Permintaan dan penawaran dilakukan dengan menggunakan metode proyeksi selama beberapa tahun kedepan. Tujuannya adalah untuk mengetahui seberapa besar tingkat penyerapan pasar, sehingga tidak terjadi kelebihan produksi yang dapat menurunkan harga. Tingkat harga juga harus diperbandingkan dengan barang-barang sejenis, sehingga konsumen mampu membeli produk yang dihasikan. Pada aspek ini, langkah pertama yang perlu dilakukan adalah melakukan perhitungan besarnya potensi bisnis. Ukurannya adalah besarnya potensi permintaan yang akan terjadi.
2.
Aspek Teknis Analisa secara teknis berhubungan dengan input proyek (penyediaan) dan output (produksi) berupa barang-barang nyata dan jasa-jasa. Hal itu sangat penting, dan kerangka kerja proyek harus dibuat secara jelas agar supaya analisa secara teknis dapat dilakukan dengan teliti. Aspek-aspek lain dari analisa proyek hanya akan dapat berjalan bila analisa cara teknis dilakukan, walaupun asumsi-asumsi dari suatu perencanaan proyek mungkin sekali perlu direvisi sebagaimana aspekaspek yang lain diteliti secara perinci. Staf teknis yang baik sangat diperlukan untuk pekerjaan ini,
mereka mungkin dapat diperoleh dari perusahaan-
perusahaan konsultan atau lembaga-lembaga bantuan teknis dari luar negeri.
3.
Aspek Manajemen Aspek manajemen mempelajari hal-hal yang berkaitan dengan rencana pengelolaan dan pelaksaan bisnis yang akan berjalan. Aspek manajemen ini dapat dibagi ke dalam dua hal pokok, yaitu manajemen waktu serta manajemen operasional. Manajemen waktu menekankan penyusunan rencana dan perkiraan waktu yang digunakan dalam pelaksaan bisnis. Artinya penyusunan jadwal pekerjaan dibuat dengan mengalokasikan waktu yang tersedia buat pelaksanaan masing-masing bagian dengan waktu penyelesaian optimal. Perencanaan terhadap manajemen operasioanl akan berdampak pada kualitas kerja seta beban biaya yang dikeluarkan. Perencanaan yang baik dapat meningkatkan kualitas pekerjaan serta mengurangi borosan biaya.
4.
Aspek Keuangan Metode yang bisa digunakan dalam analisis keuangan studi kelayakan bisnis dan investasi adalah Payback Period (PP), Net Present Value (NPV), dan Internal Rate Of Return (IRR). Semua metode tersebut digunkan dengan tujuan untuk mengetahui kinerja keuangan dari investasi yang akan dikeluarkan. Metode NPV dan IRR merupakan metode yang paling baik dalam memberikan gambaran profitabilitas suatu investasi, karena metode ini telah mempertimbangkan nilai waktu dari uang (time value of money).
5.
Aspek Hukum Dalam aspek ini yang akan dibahas adalah masalah kelengkapan dan keabsahan dokumen perusahaan, mulai dari bentuk badan usaha sampai izin-izin yang dimiliki. Kelengkapan dan keabsahan dokumen sangat penting, karena hal ini merupakan dasar hukum yang harus dipegang apabila dikemudian hari timbul masalah.
6.
Aspek Ekonomi Penelitian dalam aspek ekonomi adalah untuk melihat seberapa besar pengaruh yang ditimbulkan jika proyek ini dijalankan. Pengaruh terutama terhadap ekonomi secara luas serta dampak sosialnya terhadap masyarakat secara
keseluruhannya. Dampak ekonomi tertentu, peningkatan pendapatan masyarakat baik yang bekerja dipabrik atau masyarakat di luar lokasi pabrik. Demikian pula dengan dampak sosial yang ada seperti tersedianya sarana dan prasarana seperti jalan, jembatan, penerangan, telepon, air, tempat kesehatan, pendidikan, sarana olahraga, dan sarana ibadah. 7.
Aspek Sosial dan Lingkungan Analisis sosial berkaitan dengan kebiasaan-kebiasaan dan implikasi sosial yang lebih luas dari investasi yang diusulkan, dimana pertimbangan-pertimbangan sosial harus dipikirkan secara cermat agar dapat menentukan apakah suatu proyek yang diusulkan tanggap (responsive) terhadap keadaan sosial. Sejauh mana proyek dapat memberi manfaat secara inplisit dan eksplisit
terhadap pendistribusian pendapatan serta penciptaan lapangan pekerjaan. Selain itu analisis juga perlu mempertimbangkan pengaruh negatif dari pelaksanaan proyek terhadap dampak sosial seperti kehilangan pekerjaan akibat adopsi tehnologi atau penerapan alat-alat mekanis yang mengurangi keterlibatan tenaga kerja manusia. Kualitas hidup masyarakat haruslah merupakan bagian dari rancangan proyek. Analisis proyek juga harus mempertimbangkan dampak lingkungan yang merugikan dari proyek yang direncanakan. Pembangunan proyek mungkin saja akan merusak sumber-sumber air bersih dari limbah yang dihasilkan oleh proyek. Lokasi pelaksanaan proyek harus dipilih dan ditinjau secara langsung untuk menghindari rusaknya kelestarian lingkungan. Menurut Kasmir dan Jakfar (2012:18), agar tujuan yang telah ditetapkan dapat dicapai, maka sebelum suatu studi dijalankan perlu dilakukan beberapa persiapan. Kemudian hendaknya suatu studi dilakukan mengikuti prosedur yang berlaku, yaitu mulai dari tahap-tahap yang telah ditentukan. Tahap-tahap dalam studi ini hendaknya dilakukan secara benar agar jangan sampai terjadi penyimpangan dan untuk kesempurnaan hasil studi itu sendiri.
2.
Tahap-Tahap Dalam Studi Kelayakan Usaha Tahapan-tahapan dalam studi kelayakan dilakukan untuk mempermudah
pelaksanaan studi kelayakan dan keakuratan dalam penilaian. Adapun tahap-tahap dalam melakukan studi kelayakan yang umum dilakukan sebagai berikut: 1.
Pengumpulan Data dan Informasi Mengumpulkan data dan informasi yang diperlukan selengkap mungkap mungkin, baik yang bersifat kualitatif maupun kuantitatif. Pengumpulan data dan informasi dapat diperoleh dari berbagai sumber-sumber yang dapat dipercaya, misalnya
dari
lembaga-lembaga
yang
memang
berwenang
untuk
mengeluarkannya, seperti Biro Pusat Statistik atau BPS, Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), Badan Pengelola Pasar Modal (Bapepam), Bank Indonesia (BI), Departemen Teknis atau lembaga-lembaga penelitian baik milik pemerintah maupun swasta. Pengumpulan data ini data dari primer maupun data sekunder dengan berbagai metode. 2.
Melakukan Pengelolaan Data Setelah data dan informasi yang dibutuhkan terkumpul maka langkah selanjutnya adalah melakukan pengolahan data dan informasi tersebut. Pengolahan data dilakukan secara benar dan akurat dengan metode-metode dan ukuran-ukuran yang telah lazim digunakan untu bisnis.
3.
Analisis Data Langkah selanjutnya adalah melakukan analisis data dalam rangka menentukan kriteria kelayakan dari seluruh aspek. Kelayakan bisnis ditentukan dari kriteria yang telah memenuhi syarat sesuai kriteria yang layak digunakan. Setiap jenis usaha memiliki kriteria tersendiri untuk dikatakan layak atau tidak layak untuk dilakukan. Kriteria kelayakan diukur dari setiap aspek seluruh aspek yang telah dilakukan.
4.
Mengambil Keputusan Apabila telah diukur dengan kriteria tertentu dan telah diperoleh hasil dari pengukuran adalah mengambil keputusan terhadap hasil tersebut. Mengambil
keputusan sesuai dengan kriteria yang telah ditetapkan apakah layak atau tidak dengan ukuran yang telah ditentukan berdasarkan hasil perhitungan sebelumnya. 5.
Memberikan Rekomendasi Langkah terakhir adalah memberikan rekomendasi kepada pihak-pihak tertentu terhadap laporan studi yang telah disusun. Dalam memberikan rekomendasi diberikan juga saran-saran serta perbaikkan yang perlu, jika memang masih dibutuhkan, baik kelengkapan dokumen maupun lainnya. Apabila suatu hasil studi kelayakan dinyatakan layak untuk dijalankan.
3.
Tujuan Studi Kelayakan Usaha Menurut Kasmir dan Jakfar (2003 : 11), tujuan dari studi kelayakan usaha yaitu
agar suatu usaha atau proyek tersebut dijalankan tidak akan sia-sia atau dengan kata lain tidak membuang uang, tenaga, atau pikiran secara percuma serta tidak akan memberikan masalah yang tidak perlu dimasa yang akan datang. Paling tidak ada lima tujuan mengapa sebelum usaha atau proyek dijalankan perlu dilakukan studi kelayakan, yaitu: 1.
Menghindari Risiko Kerugian Untuk mengatasi risiko kerugian dimasa yang akan datang, karena dimasa yang akan datang ada semacam kondisi ketidakpastian. Dalam hal ini fungsi dari studi kelayakan adalah untuk meminimalkan risiko yang tidak kita inginkan, baik risiko yang dapat kita kendalikan maupun yang tidak dapat dikendalikan.
2.
Memudahkan Perencanaan Jika kita sudah dapat meramalkan apa yang akan terjadi dimasa yang akan datang, maka akan mempermudah kita dalam melakukan perencanaan dan apa saja hal-hal yang perlu direncanakan. Perencanana meliputi berapa jumlah dana yang diperlukan, kapan usaha akan dijalankan, dimana lokasi yang akan dibangun,
siapa-siapa
yang
akan
melaksanakannya,
bagaimana
cara
menjalankannya, berapa besar keuntungan yang diperoleh serta bagaimana mengawasinya jika terjadi penyimpangan.
3.
Memudahkan Pelaksanaan Pekerjaan Dengan adanya berbagai rencana yang akan disusun akan sangat memudahkan pelaksanaan usaha atau bisnis. Para pelaksana yang mengerjakan usaha tersebut telah memiliki pedoman yang harus dikerjakan. Kemudian pengerjaan usaha dapat dilakukan secara sistematik, sehingga tepat sasaran dan sesuai dengan rencana yang telah disusun.
4.
Memudahkan Pengawasan Dengan telah dilaksanakannya suatu usaha dengan rencana yang telah disusun, maka akan mmudahkan perusahaan untuk melakukan pengawasan terhadp jalannya usaha. Pengawasan ini perlu dilakukan agar pelaksanaan usaha tidak melenceng dari rencana yang telah disusun.
5.
Memudahkan Pengendalian Jika dalam pelaksanaan pekerjaan telah dilakukan pengawasan, maka apabila terjadi suatu penyimpangan akan mudah terdeteksi, sehingga akan bisa dilakukan pengendalian atas penyimpangan tersebut.
C.
Analisis Kelayakan Finansial Analisis atau pendekatan ini menitikberatkan pada pendekatan mikro. Artinya
dalam analisis atau pendekatan ini kegiatan dan hasil-hasil suatu proyek dilihat dari kepentingan individu atau perusahaan atau kepentingan para pemegang saham perusahaan tersebut, yakni laba yang dihasilkan proyek (private return) atau laba bisnis (business profit) (Gittinger, 1986:120). Dalam menentukan layak atau tidaknya usaha, fungsi terpenting adalah aspek finansial, dimana usaha hanya dapat terlaksana bila ada anggaran dana. Aspek finansial berkaitan dengan bagaimana menentukan kebutuhan jumlah dana dan sekaligus pengalokasiannya serta mencari sumber dana yang bersangkutan secara efisien, sehingga memberikan tingkat keuntungan yang menjanjikan bagi investor Kegiatan usaha dikatakan layak jika memberikan keuntungan finansial, sebaliknya
kegiatan usaha dikatakan tidak layak apabila usaha tersebut tidak memberikan keuntungan finansial (Gittinger, 1986:120). Tingkat kelayakan suatu usaha dapat dinilai dengan menggunakan kriteriakriteria investasi : (a) Net Present Value (NPV); (b) Internal Rate of return(IRR); (c) Benefit Cost Ratio (BCR);(d) Profitability Ratio (PR) dan Payback Period (PP). 1.
Net Present Woort atau Net Present Value (NPV) Menurut Pudjosumarto (1988:46), N.P.V. adalah merupakan selisih antara
benefit (penerimaan) dengan cost (pengeluaran) yang telah dipresent valuekan. Kriteria ini mengatakan bahwa proyek akan dipilih apabila NPV > 0. Dengan demikian, jika suatu proyek mempunyai NPV < 0, maka tidak akan dipilih atau tidak layak untuk dijalankan. Dalam evaluasi suatu proyek tertentu, tanda go dinyatakan oleh nilai NPV yang sama atau lebih besar dari nol. Artinya, suatu proyek dapat dinyatakan bermanfaat untuk dilaksanakan bila NPV proyek tersebut sama atau lebih besar dari nol. Jika NPV = 0, berarti proyek tersebut mengembalikan persis sebesar social opportunity cost faktor produksi modal (Pudjosumarto, 1988:46). 2.
Internal Rate Of Return (IRR) Menurut Gray (2012:72), IRR ialah merupakan tingkat bunga yang
menggambarkan bahwa antara benefit (penerimaan) yang telah dipresent valuekan sama degan nol. Dengan demikian, IRR ini menunjukkan kemampuan suatu proyek untuk menghasilkan returns, atau tingkat keuntungan yang dapat dicapainya. Kadang-kadang IRR ini digunakan pedoman tingkat bunga (i) yang berlaku, walaupun sebetulnya bukan i, tetapi IRR akan selalu mendekati besarnya i tersebut. Kriteria investasi IRR memberikan pedoman bahwa proyek akan dipilih apabila IRR > social Discount Rate. Begitu pula sebaiknya, jika diperoleh IRR < Social Discount Rate, maka proyek sebaiknya tidak dijalankan.
3.
Net B/C (Net Benefit Cost Ratio) Net B/C adalah merupakan perbandingan antara benefit bersih dari tahun-tahun
yang bersangkutan yang telah dipresent valeukan (pembilang/sifat +) dengan biaya bersih dalam tahun dimana Bt – Ct, (penyebut/bersifat – 1) yang telah dipresent valuekan, yaitu biaya kotor > benefit kotor. Kriteria ini member pedoman bahwa proyek akan dipilih apabila Net B/C Ratio < 1, proyek tidak diterima (Gittinger, 1928:146). 4.
Profitability Ratio (PV) Profitability Ratio digunakan untuk mengetahui besarnya net return bagi modal
investasi yang ditanam dalam modal. Besarnya net return bagi modal investasi adalah Gross Benefit dikurangi biaya O dan M. Profitabilty Ratiomerupakan suatu ratio pembanding antara selisih benefit dengan biaya operasi dan pemeliharaan dibanding dengan jumlah investasi. Nilai dari masing-masing variabel dalam bentuk present value atau nilai yang telah di discount factor dari Social Oppurtunity Cost Of Capital yang berlaku dalam masyarakat. Jika PR > 1 maka usaha layak untuk dilaksanakan, akan tetapi jika PHR < 1 maka usaha tidak layak untuk dijalankan karena akan mengalami kerugian (Pudjosumarto, 1988:51). 5.
Analisis Payback Period (PP) Menurut Pasaribu (2012:17), Payback Period adalah merupakan jangka waktu
periode yang diperlukan untuk membayar kembali (mengembalikan) semua biayabiaya yang telah dikeluarkan. Di dalam hal ini, biasanya yang digunakan pedoman untuk menentukan suatu proyek yang akan dipilih adalah suatu proyek yang dapat paling cepat mengembalikan biaya investasi. Misalnya ada beberapa proyek yang haris dipilih, maka menurut Payback Period ini akan dipilih yang paling cepat dapat mengembalikan biaya investasi tersebut. Makin cepat pengembaliannya makin baik dan kemungkinan besar akan dipilih. Salah satu diantaranya adalah tidak memperhitungkan periode setelah periode payback. Di samping itu, metode ini juga belum memperhatikan time value of money.
D.
Penelitian Terdahulu Penelitian sebelumnya yang terkait dengan penelitian ini antara lain dilakukan
oleh Yamin (2010), dengan judul Kelayakan Sistem Integrasi Sapi dengan Perkebunan Kelapa Sawit di Provinsi Sumatera Selatan. Metode analisis yang digunakan adalah deskriptif analitis, yaitu mendeskripsikan hasil-hasil temuan lapangan, kemudian menganalisanya dengan menghubungkan satu variabel dengan variabel lainnya. Khusus untuk pembahasan aspek keuangan, menggunakan pendekatan indikator kelayakan usaha seperti Benefit Cost Ratio (B/C Ratio), Net Present Value (NPV) dan Internal Rate of Return (IRR). Hasil penelitian menjelaskan bahwa di Sumatera Selatan merupakan salah satu wilayah di Indonesia yang memiliki potensi sumberdaya yang cukup besar untuk pengembangan usaha peternakan dalam rangka pemenuhan pangan asal ternak. Potensi ini sudah sepatutnya mendapat perhatian khusus, mengingat bahan pangan asal ternak merupakan sumber protein hewani yang tak tergantikan oleh bahan pangan lainnya yang turut membantu dalam menyehatkan dan mencerdaskan bangsa. Hal ini yang menyebabkan produk peternakan berupa daging, telur, dan susu masuk ke dalam kebutuhan sembilan bahan pokok yang tertuang dalam Surat Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Nomor 115 Tahun 1998. Penelitian Mukti (2009), meneliti tentang Analisis Kelayakan Investasi Pabrik Kelapa Sawit di Kabupaten Aceh Utara, Nanggroe Aceh Darussalam). Metode analisis yang dilakukan dalam penelitian ini adalah analisis kualitatif dan kuantitatif. Analisis kualitatif dilakukan untuk memperoleh gambaran tentang aspekaspek kelayakan pembangunan pabrik kelapa sawit (PKS) yang dilakukan di Kabupaten Aceh Utara yang meliputi aspek teknis, aspek pasar, aspek institusionalorganisasi-manajerial, aspek sosial, dan aspek finansial. Data kuantitatif yang diperoleh diolah dengan menggunakan Software Microsoft Excel dan kalkulator kemudian ditampilkan dalam bentuk tabulasi untuk memudahkan pembacaan dan interpretasi secara deskriptif. Analisis kuantitatif meliputi analisis finansial
pembangunan pabrik kelapa sawit (PKS) dengan menggunakan kriteria-kriteria kelayakan investasi yaitu; Net present Value (NPV), Internal Rate Return (IRR), Net Benefit Cost Ratio (Net B/C), Payback Period dan analisis sesitivitas. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa di Daerah Aceh Utara memiliki potensi besar di bidang perkebunan dan kehutanan. Perkebunan di daerah Aceh Utara menghasilkan kelapa sawit sebagai komoditi unggulan. Sedangkan karet, kelapa, kelapa hybrida, kakao dan pinang sebagai komoditi andalan. Selain yang disebutkan tersebut, daerah Aceh Utara juga menghasilkan komoditi lain seperti kopi, cengkeh, pala, lada, kapuk/ randu, kemiri, sagu, aren, nilam, tebu, kunyit serta jahe. Perkembangan pembangunan perkebunan di Aceh Utara untuk saat ini dari luas wilayah potensial yang ada, masih sangat kecil yang dimanfaatkan. Untuk komoditi unggulan (kelapa sawit), untuk tahun 2007 lahan yang dikembangkan baru 940 ha, memiliki cadangan areal seluas 28.250 ha. Sedangkan untuk komoditi andalan juga masih memiliki areal yang belum dikembangkan yaitu kelapa memiliki cadangan areal seluas 2.375 ha, karet seluas 1.400 ha, kelapa hybrida luas areal cadangannya seluas 250 ha, kakao luas areal cadangannya 6.450 ha dan areal pinang yang belum dimamfaatkan seluas 21.050 ha. Mariati (2006), meneliti tentang Peluang Investasi Minyak Goreng Kelapa Sawit di Kalimantan Timur. penelelitian ini dianalisis dengan menggunakan metode diskriptif dan metode kuantitatif. Pemakaian metode diskriptif bertujuan untuk menggambarkan kelayakan aspek teknis dan aspek pasar. Sedangkan metode kuantitatif digunakan untuk menganalisis aspek finansial dengan menggunakan kriteria investasi yang terdiskontoHasil penelitian Produksi minyak kelapa sawit di Kalimantan Timurmeskipun berfluktuasi namun punya kecenderungan meningkat. Rata-rata pertumbuhan minyak sawit dari tahun 1998 2002 adalah 29,94%. Jika di tahun 1992 baru dihasilkan 42.335 ton minyak sawit maka di tahun 2002 jumlah ini telah meningkat menjadi 164.378 ton. Malia (2010), menganalisis Kelayakan Sistem Usahatani Jagung, Ternak, Sapi dan Kelapa di Sulawesi Utara, Kecamatan Tenga, Minahasa Selatan di Desa Tawaang. Metode analisis data dikumpulkan melalui observasi langsung di
lapang dan wawancara dengan petani. Kelayakan teknis tanaman jagung di bawah kelapa dianalisis dengan analisis sidik ragam dilanjutkan dengan uji BNT. Pengamatan terhadap buah kelapa dan ternak sapi dianalisis secara deskriptif dari hasil pengukuran dan pengamatan langsung di lapangan. Sedangkan kelayakan ekonomis dianalisis melalui kelayakan pasar dan kelayakan finan-sial. Hasil penelitiannya adalah tinggi tanaman merupakan salah satu komponen utama vegetatif tanaman jagung yang dapat diamati sebagai indikasi penam-pilan pertumbuhannya. Tinggi tanaman juga berhubungan erat dengan kondisi lingkungan setempat, misalnya tanaman yang terlalu tinggi akan sangat beresiko terhadap angin yang sering menjadi masalah bagi petani jagung di Sulawesi Utara. Manarung (2001) mengkaji Evaluasi Ekonomi Investasi Perkebunan Kelapa Sawit di Indonesia. Metode mengidentifikasi berbagai faktor dan peubah (variables) utama yang berpengaruh terhadap investasi perkebunan kelapa sawit. Berdasarkan data yang telah dipublikasikan dan perkembangan pergerakan (trend) nilai suatu peubah dilakukan pemeriksaan terhadap nilai-nilai serta kisaran nilai yang dapat diterima. MisalnyaHasil penelitiannya menunjukkan bahwa evaluasi ekonomi, yaitu dengan turut memperhitungkan total biaya lingkungan dan biaya sosial yang terjadi, besarnya NPV tergantung dari berapa besarnya biaya lingkungan dan biaya sosial yang mungkin terjadi. Bila diasumsikan nilai minimum (yang dapat diterima) untuk total biaya lingkungan dan biaya social sebesar US$ 458/ha maka besarnya NPV (dengan turut memperhitungkan keuntungan dari kayu IPK) adalah US$ 53,73 juta. Selanjutnya, berdasarkan perhitungan analisis pulang pokok, perkebunan kelapa sawit menjadi tidak layak (NPV negatif) bila total biaya lingkungan dan biaya sosial mencapai lebih dari $ 900/ha. Dengan demikian, besarnya nilai total biaya lingkungan dan biaya sosial yang sebenarnya terjadi menentukan layak tidaknya investasi perkebunan kelapa sawit.
E.
Kerangka Pikir Berdasarkan latar belakang dan tinjauan pustaka, maka dapat disusun kerangka
pemikiran teoritis sebagai berikut: Sub Sektor Perkebunan
Perkebunan Kelapa
Perkebunan Swasta
Perkebunan Rakyat
Usahatani Kelapa Dalam
Kelayakan Finansial - NPV
- B/C Ratio
- IRR
- Payback Period
Layak
Tidak Layak
Pendapatan Petani
Pendapatan Daerah Gambar 1. Kerangka Pemikiran Teoritis “ Analisis Kelayakan Usahatani Kelapa Dalam ”
Berdasarkan gambar 1 diatas dapat dijelaskan bahwa, kelapa merupakan tanaman perkebunan yang dikenal sacara luas, dapat dilihat dari segi ekonomi, tanaman kelapa mempunyai banyak manfaat bagi masyarakat yang yang ada diseluruh Indonesia. Perkebunan kelapa bagian dari perkebunan swasta dan perkebunan rakyat. Perkebunan rakyat merupakan perkebunan yang dimiliki petani itu sendiri dimana usahatani kelapa dalam diolah dengan menggunakan kelayakan finansial, Oleh karena itu sebelum mengembangkan usahatani kelapa dalam perlu dilakukan suatu kajian mengenai kelayakan finansial, dengan tujuan untuk mengetahui seberapa jauh kelayakan usaha tersebut agar tetap dapat dijalankan. Kajian kelayakan terhadap usahatani kelapa dalam adalah menggunakan analisis finansial dengan kriteria investasi yaitu : NPV (Net Present Value), BCR (Benefit Cost Ratio), IRR (Internal Rate of Return),dan PR(Profitability Ratio). Apabila hasil analisis menunjukkan hasil sesuai dengan kriteria kelayakan, maka usaha tersebut layak untuk dijalankan/diusahakan untuk kemudian dilakukan pengembangan usaha dan sebaliknya.
F.
Hipotesis Berdasarkan hasil analisis finansial sebagaimana Tabel 10 dan uraian di atas,
maka hipotesis penelitian dapat disimpulkan yaitu : 1. Usahatani kelapa Dalam di Desa Bionga Kecamatan Limboto Kabupaten Gorontalo layak secara finansial untuk diusahakan” diterima. 2.
Waktu pengembalian investasi melebihi umur panen atau produksi usahatani kelapa dalam, berdasarkan tabel 11 dan uraian di atas” diterima.