BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Labu Kuning 1. Klasifikasi Labu Kuning Labu kuning merupakan tanaman yang berasal dari Benua Amerika terutama di Negara Peru dan Meksiko. Tanaman ini tumbuh merambat dengan daun yang berukuran besar dan berbulu. Terdapat lima spesies labu kuning yang umum dikenal, yaitu Cucurbita maxima Duchenes, Cucurbita ficifolia Bouche, Cucurbita mixta, Cucurbita moschata Duchenes, dan Cucurbita pipo L (Brotodjojo, 2010). Buah labu kuning berbentuk bulat pipih, lonjong, atau panjang dengan banyak alur (15-30 alur). Ukuran pertumbuhannya mencapai 350 gram per hari. Buahnya besar dan warnanya hijau apabila masih muda, sedangkan yang lebih tua berwarna kuning orange sampai kuning kecokelatan. Daging buah tebalnya sekitar 3 cm dan rasanya agak manis. Bobot buah rata-rata 3-5 kg bahkan sampai 15 kg (Brotodjojo, 2010).
2. Kandungan Gizi Labu Kuning Labu kuning juga dikenal kaya akan karotenoid yang berfungsi sebagai antioksidan. Beta karoten merupakan salah satu jenis karotenoid, disamping mempunyai aktivitas biologis sebagai provitamin-A, juga dapat berperan sebagai antioksidan yang efektif pada konsentrasi oksigen rendah (Sinaga, 2011). Penelitian Kandlakunta, et al. (2008), menyatakan bahwa kandungan beta karoten pada labu kuning sebesar 1,18 mg/100 g. Manfaat lain labu kuning adalah mengobati demam, migrain, diare, penyakit ginjal, serta membantu menyembuhkan radang. Kandungan gizi dari buah labu kuning tersaji pada Tabel 1.
5
Tabel 1. Kandungan Gizi Buah Labu Kuning Kandungan Gizi Energi (kkal) Protein (gram) Lemak (gram) Karbohidrat (gram) Kalsium (miligram) Fosfor (miligram) Besi (miligram) Karoten total (µg) Tiamin (mg) Air (gram) Vitamin C (miligram) Sumber : PERSAGI, 2009
Jumlah 32 1,1 0,1 6,6 45 64 1,4 180 0,08 91,2 52
B. Yoghurt 1. Pengertian Yoghurt Yoghurt merupakan salah satu minuman olahan susu yang diproses melalui fermentasi dengan penambahan kultur organisme yang baik, salah satunya yaitu menggunakan bakteri asam laktat (Reny, 2010). Pembuatan yoghurt dapat berasal dari susu apa saja, dari susu hewani seperti susu sapi, susu kuda maupun susu kambing, dapat juga dari susu nabati termasuk susu kacang kedelai. Pengolahan yoghurt menggunakan bakteri asam laktat, yaitu Lactobacillus bulgaricus dan Streptococcus thermophilus (Koswara, 2009). Kandungan gizi dari susu segar dalam dalam pembuatan yoghurt akan meningkat, hal ini disebabkan karena meningkatnya total padatan sehingga kandungan zat-zat gizi lainnya juga meningkat (Wahyudi, 2006). Kandungan gizi pada yoghurt susu sapi terdapat pada Tabel 2. Menurut Robinson (1999), terdapat beberapa efek kesehatan (Theraupetic purposes) yang telah dibuktikan dengan mengkonsumsi susu fermentasi, yaitu memacu pertumbuhan karena dapat meningkatkan pencernaan dan penyerapan zat-zat gizi, dapat mengurangi atau membunuh bakteri jahat dalam saluran pencernaan, dapat menormalkan kerja usus besar (mengatasi konstipasi dan diare), memiliki efek anti kanker, dapat mengatasi masalah Lactose intolerance, berperan dalam
6
detoksifikasi dan mengatasi stress, serta mengontrol kadar kolesterol dalam darah dan tekan darah.
Tabel 2. Kandungan Gizi Yoghurt Susu Sapi Kandungan Gizi Energi (kkal) Protein (gram) Lemak (gram) Karbohidrat (gram) Kalsium (miligram) Fosfor (miligram) Air (gram) Sumber : PERSAGI, 2009
Jumlah 52 3,3 2,5 4 120 90 88
2. Jenis Yoghurt Berdasarkan perbedaan metode pembuatannya yoghurt terdiri dari beberapa jenis, yaitu set yoghurt, dan stirred yoghurt. Set yoghurt adalah produk dimana pada waktu inkubasi atau fermentasi susu berada dalam kemasan kecil, sehingga memungkinkan koagulannya tidak berubah (Rahman, et al., 1992).
Sedangkan pada pembuatan yoghurt stirred,
proses fermentasi susu dilakukan pada tangki atau wadah yang besar dan setelah inkubasi barulah produk dikemas dalam kemasan kecil, sehingga memungkinkan koagulannya rusak atau pecah sebelum pendinginan dan pengemasan selesai (Rahman, et al., 1992). Berdasarkan kadar lemaknya yoghurt dibagi menjadi : (1) yoghurt berkadar lemak penuh (di atas 5,0 persen), (2) yoghurt medium (3,0–5,0 persen), (3) yoghurt berkadar lemak rendah (1,0–3,0 persen), dan (4) skimmed yoghurt dengan kadar lemak 0 persen. Sedangkan berdasarkan kekentalannya, yoghurt dikenal ada dua macam, yaitu puding yoghurt yang bersifat kental dan drink yoghurt bentuknya encer dan dapat diminum karena kandungan padatan susunya lebih rendah (Marthia et al., 2011). Sedangkan berdasarkan flavornya yoghurt dibedakan menjadi : natural yoghurt atau plain yoghurt, yaitu yoghurt tanpa penambahan flavor lain sehingga rasa asamnya sangat tajam, dan fruit yoghurt, yaitu
7
yoghurt yang diberi flavor atau jus buah dan zat pewarna (Syafrul, 2010). Menurut Rahman, et al. (1992), masih sering dijumpai produk-produk yoghurt lain yang telah dimodifikasi, antara lain : (1) Yoghurt pasteurisasi, yaitu yoghurt yang setelah proses inkubasi lalu dipasteurisasi untuk memperpanjang umur simpannya, (2) Yoghurt beku, yaitu yoghurt yang disimpan pada suhu beku, (3) Dietic yoghurt, yaitu yoghurt yang dibuat dengan rendah kalori, rendah laktosa, ataupun ditambahkan vitamin atau protein, dan (4) Konsentrat yoghurt, yaitu yoghurt dengan total padatan sekitar 24 persen atau yoghurt kering dengan total padatan sekitar 90 sampai 94 persen.
3. Proses Pembuatan Yoghurt Yoghurt biasa dibuat dari susu segar, akan tetapi juga dapat dibuat dari susu skim (susu tanpa lemak) yang dilarutkan dalam air dengan perbandingan tertentu, tergantung kepada kekentalan produk yang diinginkan. Prinsip pembuatan yoghurt adalah fermentasi susu dengan menggunakan bakteri Lactobacillus bulgaricus dan Streptococcus thermophilus. Kedua macam bakteri tersebut akan menguraikan laktosa (gula susu) menjadi asam laktat dan berbagai komponen aroma dan citarasa. Lactobacillus bulgaricus lebih berperan pada pembentukan aroma, sedangkan Streptococcus thermophilus lebih berperan pada pembentukan citarasa yoghurt (Widodo, 2002). Yoghurt yang baik mempunyai total asam laktat sekitar 0,850,95%. Sedangkan derajat keasaman (pH) yang sebaiknya dicapai oleh yoghurt adalah sekitar 4,5 (Marthia et al., 2011). Kriteria yoghurt yang memenuhi Standar Nasional Indonesia (SNI) 2981:2009 tersaji pada Tabel 3. Pembuatan yoghurt diperlukan beberapa persiapan dan pengolahan awal sampai didapatkan susu yang siap untuk difermentasi dan menghasilkan yoghurt. Persiapan yang dilakukan meliputi pelarutan susu sapi dan gula, pemanasan awal, homogenisasi, pasteurisasi, pendinginan, penambahan kultur starter dan inkubasi (Tamime dan Robinson, 2007).
8
Pelarutan dilakukan dengan cara memasukkan susu sapi dan gula ke dalam wadah sambil diaduk secara perlahan sampai merata. Susu sapi yang telah dilarutkan dengan gula dipanaskan sampai suhunya mencapai 70°C.
Perlakuan pemanasan tersebut diperlukan sebagai proses
pemanasan awal sebelum masuk ke mesin homogen (homogenizer). Proses homogenisasi dilakukan dengan menggunakan mesin homogen (homogenizer) dengan tekanan sebesar 2400 Psi (Tamime dan Robinson, 2007).
Tabel 3. Standar Nasional Indonesia 2981:2009 Tentang Yoghurt Kriteria Uji Persyaratan Keadaan : 1. Penampakan 1. Cairan kental / semi padat 2. Bau 2. Normal / khas 3. Rasa 3. Normal / khas 4. Konsistensi 4. Homogen Lemak maks 3,8 % b/b Protein min 3,5 % b/b Abu maks 1,0 % b/b Asam laktat 0,5-2,0 % b/b Cemaran mikroba : 1. Coliform 1. maks 10 MPN 2. E. Coli 2. < 3 3. Salmonella 3. negatif Sumber : Sistem Informasi Standar Nasional Indonesia (SISNI), 2009
Pasteurisasi dilakukan pada suhu 85-90°C selama 15 menit. Proses pasteurisasi susu sebelum fermentasi bertujuan untuk (1) mendenaturasi whey protein (albumin dan globulin) agar susu yang dihasilkan lebih kental, (2) menghilangkan kandungan mikroba awal yang terdapat dalam susu agar pertumbuhan dari mikroba starter tidak tersaingi pada masa pertumbuhan, (3) mengurangi jumlah O2 dalam susu, yang secara normal bersifat mikroaerofilik sehingga bakteri yoghurt dapat berkembang biak dengan baik, dan (4) merusak protein dalam batas-batas tertentu, sehingga dapat
dimanfaatkan
dengan
mudah
oleh
kultur
yoghurt
untuk
pertumbuhannya (Tamime dan Robinson, 2007).
9
Pendinginan dilakukan untuk menurunkan suhu susu pasca pasteurisasi secara cepat dan menyiapkan suhu susu untuk proses fermentasi yaitu antara 40-45°C. Suhu tersebut merupakan suhu yang paling optimum untuk media pertumbuhan starter yoghurt yang ditambahkan (Puspadewi, 2005). Penambahan kultur starter (inokulasi) ke dalam susu menggunakan dosis yang telah ditentukan sebelumnya. Kultur starter yang ditambahkan merupakan kultur campuran yang terdiri dari Lactobacilus bulgarius dan Streptococcus thermophilus (Puspadewi, 2005). Inkubasi merupakan proses fermentasi yang dilakukan di dalam inkubator yang suhunya diatur pada kisaran 40-45°C. Proses fermentasi (inkubasi) dihentikan setelah terbentuk struktur susu yang menggumpal dan memiliki karakteristik pH atau derajat keasaman antara 4,4-4,6. Hasil fermentasi susu tersebut dinamakan stirred yoghurt yang sudah jadi disimpan pada suhu dingin (refrigerator) (Tamime dan Robinson, 2007).
4. Yoghurt Labu Kuning Pengolahan yoghurt yang berbahan dasar selain susu sapi merupakan alternatif baru dalam diversifikasi pangan. Selain menambah nilai gizi dari yoghurt, diversifikasi pangan juga dapat meningkatkan potensi dari bahan pangan itu sendiri. Sifat fungsional dari labu kuning perlu ditingkatkan, oleh sebab itu labu kuning diolah menjadi produk minuman fermentasi yaitu yoghurt. Labu kuning merupakan bahan pangan lokal yang sangat potensial. Nilai gizi yang dikandungnya sangatlah baik untuk kesehatan, selain itu penggunaan labu kuning sebagai bahan baku pembuatan yoghurt dapat meningkatan potensi labu kuning sebagai bahan pangan lokal yang memiliki nilai fungsional. Pengolahan yoghurt labu kuning hampir sama dengan pengolahan yoghurt susu sapi, hanya perbedaannya terletak pada bahan bakunya. Diagram alir pembuatan yoghurt labu kuning dapat dilihat pada Gambar 1.
10
Labu kuning Blanching
Air
(85oC, 5 menit)
Penghancuran
Penyaringan
Susu skim + gula pasir
Stater yoghurt
Pasteurisasi
(90oC, 5-15 menit)
Pendinginan
(30oC-45oC)
Inokulasi
Inkubasi
(45oC, 6 jam)
Yoghurt Labu Kuning Gambar 1. Diagram Alir Proses Pembuatan Yoghurt Labu Kuning (Modifikasi dari Yulianawati, et al, 2010)
C. Beta Karoten Beta karoten adalah salah satu jenis senyawa hidrokarbon karotenoid yang merupakan senyawa golongan tetraterpenoid (Winarsi, 2007). Adanya ikatan ganda menyebabkan beta karoten peka terhadap oksidasi. Oksidasi beta karoten akan lebih cepat dengan adanya sinar, dan katalis logam. Oksidasi akan terjadi secara acak pada rantai karbon yang mengandung ikatan rangkap. Beta karoten merupakan penangkap oksigen dan sebagai antioksidan yang potensial, tetapi beta karoten efektif sebagai pengikat radikal bebas bila hanya tersedia oksigen 2–20 %. Pada tekanan oksigen tinggi diatas kisaran fisiologis, karoten dapat bersifat pro-oksidan (Burton, 1989). Beta karoten mengandung ikatan rangkap terkonjugasi yang memberikan karakter pro-
11
oksidan, akibatnya akan sangat mudah diserang melalui penambahan radikal peroksil. Secara kimia karoten adalah terpena, disintesis secara biokimia dari delapan satuan isoprena. Karoten berada dalam bentuk α-karoten, β-karoten, γ-karoten, dan ε-karoten. Beta karoten terdiri dari dua grup retinil, dan dipecah dalam mukosa dari usus kecil oleh β-karoten dioksigenase menjadi retinol, sebuah bentuk dari vitamin A. Karoten dapat disimpan dalam hati dan diubah menjadi vitamin A sesuai kebutuhan. Pigmen-pigmen golongan karoten sangat penting ditinjau dari kebutuhan gizi, baik untuk manusia maupun hewan. Hal ini disebabkan karena sebagian dapat diubah menjadi vitamin A. Diantara beberapa kelompok provitamin A yang dijumpai di alam, yang dikenal lebih baik adalah α-karoten, β-karoten, γ-karoten, serta kriptosantin (Muchtadi, 1989).
1. Manfaat Beta Karoten Beta karoten banyak ditemukan pada sayuran dan buah-buahan yang berwarna kuning jingga, seperti ubi jalar, labu kuning dan mangga maupun pada sayuran yang berwarna hijau seperti bayam, kangkung (Astawan dan Andreas, 2008).
Penelitian Kandlakunta, et al. (2008),
menyatakan bahwa kandungan beta karoten pada labu kuning sebesar 1,18 mg/100 g. Beta karoten merupakan senyawa organik yang ditemukan dalam banyak buah-buahan dan sayuran. Merupakan sumber terbaik dari salah satu vitamin penting, yakni vitamin A.
Vitamin A diperlukan untuk
meningkatkan kesehatan penglihatan dan kulit.
Meskipun terdapat
senyawa lain yang menjadi sumber vitamin A, beta karoten merupakan sumber yang paling utama. Beta karoten memiliki beberapa manfaat, yang pertama adalah sebagai prekursor vitamin A. Penelitian dari National Cancer Institute dalam Astawan dan Andreas (2008), menunjukkan bahwa selain baik untuk mata, makanan yang kaya beta karoten juga baik untuk pencegahan penyakit kanker. Beta karoten memiliki kemampuan sebagai antioksidan
12
yang dapat berperan penting dalam menstabilkan radikal berinti karbon, sehingga dapat bermanfaat untuk mengurangi risiko terjadinya kanker. Kandungan beta karoten pada bahan pangan alami dapat mengurangi risiko terjadinya stroke.
Hal tersebut disebabkan oleh
aktivitas beta karoten yang dapat mencegah terjadinya plak atau timbunan kolesterol di dalam pembuluh darah. Beta karoten juga memiliki efek analgetik (anti nyeri) dan anti-inflamasi (anti peradangan). Astawan dan Andreas (2008) menyatakan bahwa mengkonsumsi beta karoten sebanyak 3.071,93 IU per kilogram berat badan dapat memberikan efek analgetik dan anti-inflamasi terhadap tubuh.
2. Struktur Kimia Beta Karoten Di dalam tumbuhan, beta karoten dibiosentesis oleh geranil-geranil fosfat. Karoten merupakan golongan terpen yang secara biokimia disusun oleh 8 gugus isopren. Sebagai senyawa hidrokarbon yang tidak memiliki gugus oksigen, karoten larut dalam lemak dan tidak larut dalam air. Struktur kimia dari beta karoten dapat dilihat pada Gambar 2.
Gambar 2. Struktur Kimia Beta karoten
Beta karoten yang kita konsumsi terdiri atas dua gugus retinil, yang di dalam mukosa usus kecil akan dipecah oleh enzim beta karoten dioksigenase menjadi retinol, yaitu bentuk dari vitamin A (Astawan dan Andreas, 2008). vitamin A.
Oleh karena itu beta karoten juga disebut prekursor
Potensi beta karoten sebagai prekursor vitamin A dalam
mempertahankan kesehatan mata dan integritas membran sel menjadikan senyawa ini bersifat vital bagi tubuh, sehingga berpotensi mencegah penyakit degeneratif seperti kanker, katarak, aterosklerosis otoimun, dan penuaan dini.
13
Menurut Setyabudi (1994) dalam Ruwanti (2010), karotenoid sebagai provitamin A mempunyai sifat fisik dan kimia larut dalam lemak, larut dalam Kloroform, Benzene, Karbondisulfida, dan Petroleum Eter, tetapi sukar larut di dalam alkohol, serta sensitif terhadap oksidasi, autooksidasi dan sinar. Berikut ini merupakan sifat-sifat dari beta karoten (Setyabudi, 1994 dalam Ruwanti, 2010) : a. Rumus molekul : C40H16 b. Bobot molekul : 536,87 g mol-1 c. Density : 0,941 ± 0,06 g/cm3 d. Bentuk : kristal prisma heksagonal dan berwarna ungu tua dari kristalisasi pelarut benzene dan metanol, berbentuk plat kuadratik dan berwarna merah dari kristalisasi dalam pelarut petroleum eter. e. Titik leleh : 181-182oC f. Sifat serapan cahaya : beta karoten pada beberapa jenis pelarut mempunyai serapan cahaya maksimal yang berbeda-beda. g. Reaksi pewarnaan : 1-2 mg
beta karoten dilarutkan dalam 2 ml
kloroform dan ditambah asam sulfat pekat menyebabakan lapisan asam menjadi biru. Bila larutan tersebut ditambahkan 1 tetes asam nitrat menyebabkan warna agak biru kemudian hijau dan akhirnya kuning tua.
Larutan 1-2 mg beta karoten dalam 2 ml kloroform dan
ditambahkan larutan antimoni triklorida (SbCl3) akan memberikan pewarnaan biru tua dengan serapan maksimal dengan λ 590 nm. Asam klorida dalam ester tidak menyebabkan pewarnaan. h. Optik aktif : beta karoten mempunyai struktur yang simetris dan bersifat non optik aktif. i. Kromatografi : beta karoten sangat kuat diserap oleh kalsium hidroksida dalam larutan petroleum eter. Didalam kolom kromatografi β-karoten dibawah γ-karoten dan diatas α- karoten. Dengan posisi tersebut beta karoten sangat sulit diserap oleh zeng karbonat (ZnCO3) dan kalsium karbonat (CaCO3). j. Oksidasi : diudara bebas karoten mengikat oksigen dan menaikkan kecepatan pembentukan warna yang lebih pucat. Autooksidasi beta
14
karoten murni dimulai setelah beberapa hari kontak dengan udara dan akan terbentuk formaldehid. Pencampuran beta karoten dalam karbon tetraklorida dengan oksigen menghasilkan sedikit glioksal. Histifarina, et al. (2004), menyatakan bahwa degradasi karoten yang terjadi selama pengolahan diakibatkan oleh proses oksidasi pada suhu tinggi yang mengubah senyawa karoten menjadi senyawa ionon berupa keton. Selanjutnya Histifarina, et al. (2004), menyatakan bahwa senyawa karotenoid mudah teroksidasi terutama pada suhu tinggi yang disebabkan oleh adanya sejumlah ikatan rangkap dalam struktur molekulnya. Banyak faktor yang dapat mempengaruhi kestabilan karoten. Legowo (2005), menyebutkan bahwa karoten stabil pada pH netral, alkali namun tidak stabil pada kondisi asam, adanya udara atau oksigen, cahaya dan panas. Karotenoid tidak stabil karena mudah teroksidasi oleh adanya oksigen dan peroksida.
Selain itu, dapat mengalami isomerisasi bila
terkena panas, cahaya dan asam.
Isomerisasi dapat menyebabkan
penurunan intensitas warna dan titik cair.
3. Faktor Yang Berpengaruh Terhadap Menurunnya Kandungan Beta Karoten Beta karoten merupakan pro-vitamin A yang sangat mudah rusak akibat pengaruh lingkungan sekitar. Proses pemasakan yang tepat tidak akan mengurangi kandungan beta karoten di dalam makanan. Penelitian Khachik, et al. (1992), menunjukkan bahwa proses pemasakan dengan menggunakan microwave selama 5 menit tidak akan merusak komponen beta karoten pada sayuran.
Laporan Moscha pada tahun 1997
menunjukkan bahwa proses simmering selama 15-60 menit tidak akan berpengaruh terhadap kandungan beta karoten pada sayuran (Astawan dan Andreas, 2008).
Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi
menurunnya kandungan beta karoten :
15
a. Penyimpanan Penyimpanan makanan dalam hal ini adalah yoghurt bertujuan untuk memperpanjang masa pemakaian yoghurt yang relatif singkat. Idealnya, pada suhu rendah (4-6oC), yoghurt bisa disimpan selama 3540 hari. Umur simpan yang lebih lama, dianjurkan untuk menyimpan produk di suhu rendah (6oC).
Apabila produk disterilisasi setelah
proses fermentasi, maka umur simpan akan lebih lama dan dapat disimpan di suhu ruang (Syamsir, 2009). Selama
proses
penyimpanan
yoghurt
labu
dimungkinkan terjadi perubahan kadar beta karoten.
kuning Penelitian
Provesi, et al. (2012), menyatakan bahwa kadar karotenoid total puree labu kuning pada hari ke 0 adalah 0,0231 ± 1,78 mg/100 g dan pada hari ke 180 menurun menjadi 0,0189 ± 1,27 mg/100 g. b. Pencahayaan Beta karoten akan menyusut selama pengolahan bahan mentah menjadi tepung karena sifat beta karoten yang sensitif terutama terhadap oksigen dan cahaya. Banyaknya ikatan rangkap pada struktur kimia beta karoten menyebabkan bahan ini menjadi sangat sensitif terhadap reaksi oksidasi ketika terkena udara (O2), cahaya, metal, peroksida, dan panas baik selama proses produksi maupun aplikasinya (Erawati, et al., 2006). Penelitian Erawati, et al. (2006), menyatakan bahwa penurunan beta karoten tepung ubi jalar pada proses penjemuran dengan sinar matahari sebesar 40%.
D. Fermentasi Asam Laktat Fermentasi adalah proses produksi energi dalam sel dalam keadaan anaerobik (tanpa oksigen). Secara umum, fermentasi adalah salah satu bentuk respirasi anaerobik, akan tetapi, terdapat definisi yang lebih jelas yang mendefinisikan fermentasi sebagai respirasi dalam lingkungan anaerobik dengan tanpa akseptor elektron eksternal.
16
Fermentasi asam laktat yaitu fermentasi dimana hasil akhirnya adalah asam laktat. Peristiwa ini dapat terjadi di otot dalam kondisi anaerob. Reaksinya: C6H12O6
2 C2H5OCOOH + Energi enzim
Prosesnya : 1. Glukosa
asam piruvat (proses Glikolisis). enzim
C6H12O6
2 C2H3OCOOH + Energi
2. Dehidrogenasi asam piruvat akan terbentuk asam laktat 2 C2H3OCOOH + 2 NADH2
2 C2H5OCOOH + 2 NAD piruvat dehidrogenase
Energi yang terbentuk dari glikolisis hingga terbentuk asam laktat : 8 ATP — 2 NADH2 = 8 - 2(3 ATP) = 2 ATP
E. Sifat Sensorik Sifat sensorik merupakan pengujian secara subyektif yaitu suatu pengujian penerimaan selera makanan (acceptance) yang didasarkan atas pengujian kegemaran (preference) dan analisa pembeda (difference analysis) (Saputro, 2011).
Mutu sensorik didasarkan pada kegiatan penguji (panelis) yang
pekerjaannya mengamati dan menilai secara sensorik (Winarno, 2004). Mutu sensorik yang diamati pada yoghurt labu kuning meliputi: 1) aroma; 2) rasa; 3) warna; dan 4) konsistensi. Penilaian sensorik menggunakan metode skoring dari angka 1 sampai dengan 4 dengan kriteria semakin tinggi skor semakin bagus.
17