BAB II
2.1
TINJAUAN PUSTAKA
Tinjauan Umum Bank Sentral
2.1.1 Pengertian Bank Sentral Bank sentral sebagai bank milik pemerintah, adalah lembaga keuangan yang tidak bertujuan untuk memaksimumkan profit melainkan untuk mencapai tujuan
tertentu seperti mencegah kegagalan yang dialami perbankan maupun bukan bank,
kestabilan tingkat harga, kesempatan kerja dan akhirnya pada pertumbuhan ekonomi.Dengan kata lain, bank sentral adalah bank yang bertugas melaksanakn fungsi-fungsi pemerintah atau kepanjangan tangan dari pemerintah. Bank sentral pada awalnya berkembang dari suatu bank komersial yang ditugaskan dan bertanggung jawab untuk menerbitkan uang kertas dan bertindak sebagai agen dan bankir pemerintah atau lebih dikenal sebagai bank sirkulasi.Pada perkembangan selanjutnya bank sirkulasi tersebut mengalami perubahan dengan tujuan menjaga kestabilan moneter (diperlihatkan oleh kestabilan nilai uang yang beredar di masyarakat), yaitu dengan menjalankan fungsi-fungsi lain seperti mengelola kebijakan moneter, mengatur dan mengawasi bank serta bertanggung jawab dalam penyelenggaraan sistem pembayaran (Forest, 1994). Berikut perubahan fungsi dan tujuan bank sentral dapat digambarkan sebagai berikut: Pada era modern ini, tidak adal lagi bank sentral yang berfungsi sebagai bank komersial. Seluruh bank sentral berfungsi sebagai otoritas moneter, dan sebagian dari bank sentral memiliki fungsi tambahan sebagai pengatur dan pengawas bank, serta sebagai penanggungjawab terlaksananya sistem pembayaran. Sementara itu, berdasarkan kepemilikannya bank sentral dapat dimiliki oleh pemerintah maupun oleh swasta. Sri Pahlawati Hadiningrum (2009) menyebutkan bahwa ada beberapa bank didunia yang dimiliki oleh pemerintah dan beberapa bank sentral lainnya dimiliki oleh swasta. Sebagai contoh, The Reserve Bank of India dimiliki oleh pemerintah India, sedangkan The United State Federal Reserve atau
11
biasa dikenal dengan The Fed dimiliki oleh swasta.Namun, perbedaan kepemilikinan bank sentral tidak berarti memiliki perbedaan fungsi bank sentral.Bank sentral yang dimiliki oleh swasta (publik) tetap memiliki fungsi sebagai otoritas moneter
sebagaimana bank yang dimiliki bank pemerintah dalam menjalankan fungsinya. 2.1.2 Fungsi dan Tujuan Bank Indonesia
a. Fungsi Bank Indonesia
Berdasarkan Undang-undang No. 3 Tahun 2004 yang menjelaskan tentang
defenisi, fungsi dan tujuan bank sentral di Indonesia. Bank Indonesia adalah adalah lembaga negara yang independen dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya, bebas dari campur tangan pemerintah dan atau pihak lain, kecuali untuk hal-hal yang secara tegas diatur dalam undang-undang ini. jenis bank Indonesia pada perbankan yaitu syariah, bank umum, bank perkreditan rakyat. Berikut penjelasan fungsi dan tujuan Bank Indonesia: 1. Memperlancar lalu lintas pembayaran a. Menciptakan uang kartal. b. Menyelenggarakan kliring antar bank umum. 2. Sebagai bankir, agen dan penasehat pemerintah. Bank Sentral sebagai bankir : a. Memelihara rekening pemerintah. b. Memberikan pinjaman sementara. c. Memberikan pinjaman khusus. d. Melaksanakan transaksi yang menyangkut jual beli valuta asing (valas). e. Menerima pembayaran pajak. f. Membantu pembayaran pemerintah dari pusat ke daerah. g. Membantu pengedaran surat berharga pemerintah. h. Mengumpulkan dan menganalisis data ekonomi. 3.
Bank sentral sebagai agen dan penasehat pemerintah :
12
a. Mengadministrasi dan mengelola hutang nasional. b. Memberikan jasa pembayaran bunga atas hutang. c. Memberikan saran dan informasi mengenai keadaan pasar uang dan modal.
4. Memelihara cadangan/cash reserve bank umum. 5. Memelihara cadangan devisa negara : a. Internal Reserve, untuk keperluan jumlah uang beredar. b. Eksternal Reserve, untuk alat pernbayaran internasional. 6. Sebagai Banker Bank dan Lender of Last Resort.
7. Mengawasi kredit. 8. Mengawasi bank (Bank Supervision): a. Prudential
Supervision:
pengawasan
bank
yang
diarahkan
agar
individualbank dapat dijaga kelangsungan hidupnya sehingga kepentingan masyarakat dapat dilindungi. b. Monetary Supervision: menjaga nilai mata uang negara yang bersangkutan sehingga bank tersebut dapat menjadi penyangga kebijakan moneter maupun kebijakan ekonomi pemerintah lainnya. b. Tujuan Bank Indonesia Terdapat perbedaan pokok dalam Undang-Undang Bank Indonesia dalam orientasi atau tujuannya antara UU No.13 Tahun 1968 dengan UU No. 23/1999 jo UU No. 3 Tahun 2004, berikut perbedaannya:
Tabel 2.1 Perbedaan Undang-Undang Tentang Bank Indonesia 13
UU No. 13 Tahun 1968
Multiple Objectives
UU No. 23/1999 jo UU No. 3 Tahun 2004 Single
Objectives
Tunggalnya
Menjaga
(Tujuan dan
Memelihara Kestabilan Nilai Rupiah sesuai dengan Pasal 7 UU No. 3
Tahun 2004)
Lembaga yang Independen (Pasal 4
Bagian dari Pemerintah
(2) UU No. 3 Tahun 2004)
Bertanggung Jawab kepada
Bertanggung Jawab kepada Publik
Pemerintah
(Pasal 58, 61 dan 63)
Kurang Transparan kepada Publik
Lebih Transparan kepada Publik (Pasal 58, 61 dan 63)
Sumber: Bank Indonesia (Diolah kembali)
Dalam rangka mencapai tujuan mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah, Bank Indonesia didukung oleh tiga pilar yang merupakan 3 (tiga) bidang utama tugas Bank Indonesia yaitu: 1. Menetapkan dan melaksanakan kebijakan moneter. 2. Mengatur dan menjaga kelancaran lalu lintas sistem pembayaran. 3. Mengatur dan mengawasi bank. Agar tujuan mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah tersebut dapat dicapai secara efektif dan efesien, maka ketiga tugas tersebut harus diintegrasikan. Untuk mencapai tujuan Bank Indonesia dalam menjaga kestabilan nila rupiah sebagai tujuan Single Objectives atau tujuan tunggal atau utamanya, maka Pasal 10 UU-BI menegaskan Bank Indonesia memiliki kewenaganan untuk melaksanakan kebijakan moneter melalui penetapan sasaran moneter dengan memperhatikan sasaran laju inflasi serta melakukan pengendalian moneter melalui berbagai cara antara lain: 1. Operasi pasar terbuka di pasar uang baik rupiah maupun valas.
14
2. Penetapan tingkat diskonto. 3. Penetapan cadangan wajib minimum. 4. Pengaturan kredit atau pembiayaan.
Cara-cara pengendalian moneter tersebut juga dapat dilaksanakan berdasarkan
prinsip syariah.
2.2
Tinjauan Umum Tentang Kebijakan Moneter
2.2.1 Pengertian Kebijakan Moneter Kebijakan Moneter adalah tindakan yang dilakukan oleh penguasa moneter
(Bank Indonesia) atau otoritas moneter untuk mempengaruhi jumlah yang beredar dan
kredit
yang
pada
akhirnya
akan
mempegaruhi
kegiatan
ekonomi
masyarakat.Kebijakan moneter dapat dilakukan dengan Operasi Pasar Terbuka, Fasilitas
Diskonto,
Rasio
Cadangan
Wajib
dan
Himbauan
Moral.(www.wikipedia.org). Penerbitan SBI FASBI
Kontraksi OPT
OPT Reguler
SWBI/SBIS Reverse Repo SUN
Ekspansi
SBI Repo
Gambar 2.1 Mekanisme Operasi Pasar Terbuka (OPT) Sumber: Bank Indonesia (Direktorat Pengelolaan Moneter)
2.2.2
Operasi Pasar Terbuka
15
Menurut booklet yang diterbitkan oleh Direktorat Pengelolaan Moneter Bank Indonesia (2006) menjelaskan bahwa Operasi Pasar Terbuka (OPT) adalah kegiatan transaksi di pasar uang yang dilakukan Bank Indonesia dengan bank atau pihak lain
yang ditetapkan oleh Bank Indonesia. Kegiatan tersebut dapat bersifat kontraksi (menyerap likuiditas perbankan), ataupun ekspansi (menambah likuiditas perbankan). Operasi Pasar Terbuka dilakukan dengan tujuan untuk mencapai target operasional moneter dalam rangka mendukung pencapaian akhir kebijakan moneter kebijakan Bank Indonesia.
2.2.3 Instrumen Kebijakan Moneter untuk Perbankan Syariah Sejak diberlakukannya Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2004, Bank Indonesia memiliki tujuan untuk mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah. Untuk mencapai tujuan tersebut Bank Indonesia memiliki tugas antara lain menetapkan dan melaksanakan kebijakan moneter. Dalam rangka mendukung tugas dalam menetapkan dan melaksanakan kebijakan moneter, Bank Indonesia melakukan pengendalian moneter melalui Operasi Pasar Terbuka (OPT) yang dapat dilakukan berdasarkan prinsip syariah. Untuk melaksanakan kegiatan OPT yang dilakukan berdasarkan prinsip syariah, Bank Indonesia berwenang menetapkan instrumen OPT yang digunakan. Sejalan dengan hal tersebut, Bank Indonesia perlu menerbitkan Sertifikat Bank Indonesia Syariah sebagai salah satu instrumen Operasi Pasar Terbuka yang dilakukan berdasarkan prinsip syariah.
2.2.4 Tinjauan Mengenai Sertifikat Bank Indonesia Syariah
16
Dengan diberlakukannya Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang perubahan atas Undang-undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan, jumlah bank yang melakukan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah di Indonesia
semakin berkembang sehingga berdampak terhadap peningkatan mobilisasi dana masyarakat. Dengan perkembangan tersebut maka pengendalian moneter oleh Bank Indonesia melalui Operasi Pasar Terbuka (OPT) yang selama ini melalui bank-bank konvensional dapat diperluas melalui bank-bank yang melakukan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah. Dalam rangka pelaksanaan OPT dimaksud, maka perlu
diciptakan suatu piranti dalam bentuk penitipan dana berjangka pendek dengan prinsip wadiah yang menjadi sarana penitipan dana jangka pendek bagi Bank Syariah atau UUS yang mengalami kelebihan likuiditas yang bukti penitipannya disebut Sertifikat Wadiah Bank Indonesia (SWBI). Piranti SWBI dimaksud telah sesuai dengan prinsip syariah sebagaimana dituangkan dalam Fatwa Dewan Syariah Nasional No:36/DSN-MUI/X/2002 tanggal 23 Oktober 2002 tentang Sertifikat Wadiah Bank Indonesia (SWBI). Sehingga, dalam rangka meningkatkan efektifitas pelaksanaan pengendalian moneter berdasarkan prinsip syariah melalui operasi pasar terbuka, diperlukan penyempurnaan instrumen dalam bentuk Sertifikat Bank Indonesia berdasarkan prinsip syariah. Maka diberlakukanlah Peraturan Bank Indonesia NO : 10/ 11/PBI/2008 tentang Sertifikat Bank Indonesia Syariah sebagai amandemen dari Peraturan Bank Indonesia No. 6/7/PBI/2004 tentang Sertifikat Wadiah Bank Indonesia. Upaya untuk menyempurnakan piranti ini terus dilakukan, dalam upaya mendukung infrastruktur perbankan syariah. Sebagaimana penambahan syarat ketentuan yang berlaku untuk mengikuti lelang SBIS. Salah satu syarat yang akan diangkat sebagai bahan bahasan adalah persyaratan FDR diatas 80% atas Dana Pihak Ketiga yang terkumpul sesuai dengan perhitungan Bank Indonesia. (Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 10/16/DPM tanggal 31 Maret 2008 perihal Tata Cara Penerbitan Sertifikat Bank Indonesia Syariah melalui Lelang).
17
2.3 Operasional Bank Syariah Seperti yang telah dikemukakan sebelumnya
bank islan atau bank syariah
merupakan bank dengan prinsip bagi hasil yang merupakan landasan utama dalam
segala operasinya, baik dalam penghimpunan dana maupun dalam penyaluran dana. Dana yang telah dihimpun melalui prinsip wadi’ah yad dhamanah, mudharabah mutlaqah, ijarah, dan lain-lain, serta setoran modal dimasukkan ke dalam pooling fund. Sumber dana paling dominan berasal dari prinsip mudharabah mutlaqah yang mencapai lebih dari 60 persen dan bebrbentuk tabungan, deposito, atau biasanya
obligasi. Pooling fund ini kemudian digunakan dalam penaluran dana dalam bentuk pembiayaan bagi hasil, jual beli dan sewa. Dari pembiayaan bagi hasil diperoleh bagian bagi hasil atau laba sesuai kesepakatan awal (nisbah bagi hasil) dengan masing-masing nasabah (mudharib atau mitra usaha). Dari prinsip jual beli diperoleh margin keuntungan, sedangkan dari pembiyaan dengan prinsip sewa diperoleh pendapatan sewa. Keseluruhan pendapatan dari pooling fund ini kemudian dibagihasilkan antara bank dengan semua nasabah yang menitipkan, menabung, atau menginvestasikan uangnya sesuai dengan kesepakatan awal. Bagian nasabah atau hak pihak ketiga akan didistribusikan kepada nasabah, sedangkan bagian bank akan dimasukkan ke dalam laporan rugi laba sebagai pendapatan operasi utama. Sementara itu, pendapatan lain, seperti dari mudharabah muqayyadah (investasi terikat) dan jasa keuangan dimasukkan ke dalam laporan rugi laba sebagai pendapatan operasi lainnya. 2.3.1 Sumber Dana Bank Syariah Sumber-sumber dana bank adalah usaha bank dalam memperoleh dana dalam rangka membiayai kegiatan operasinya. Untuk menopang kegiatan bank dalam memberi pinjaman atau pembiayaan, bank harus lebih dulu menghimpun dana. Jenisjenis sumber dana bank terbagi menjadi 3 yaitu, dana pihak pertama, dana pihak kedua dan dana pihak ketiga. Sumber dana yang terbesar berasal dari dana masyarakat di samping sumber lainnya yang berasal dari pinjaman dan modal sendiri. (Veithzal Rivai& Arviyan Arivin;Islamic Banking;2010).
18
1.
Dana Pihak Pertama Veithzal Rivai& Arviyan Arivin (2010). Dana sendiri lazim disebut pula
dengan dana pihak ke satu atau dana pihak pertama yang berasal dari pemegang
saham atau pemilik. Pada dasarnya setiap bank akan selalu berusaha untuk meningkatkan jumlah dana sendiri, selain untuk memenuhi kewajiban menyediakan modal minimum (CAR = Capital Adequacy Ratio) juga untuk memperkuat kemampuan ekspansi bersaing. Kemampuan setiap bank meningkatkan modal akan dari besarnya CAR bank terebut, hal ini merupakan salah satu ukuran tercermin
tingkat kemapuan dan kesehatan suatu bank, yang akhirnya akan meningkatkan kepercayaan masarakat terhadap suatu bank. 1. Modal Inti Merupakan sejumlah dana yang disetor oleh pemegang saham atau pemilik ketika bank berdiri. Dalam praktiknya umumnya dana yang pertama kali disetor oleh pemilik digunakan untuk pengadaan sarana kantor, inventaris dan biaya pendirian. Selanjutnya dapat pula berupa adanya tambahan modal baru dari pemilik atau melalui pemegang saham (go public), sebagai salah satu upaya mendapatkan dana murah untuk meningkatkan kemampuan bersaing serta menciptakan komposisi dana yang efisien. 2. Modal disetor Modal yang disetor oleh para pemegang saham, hal ini dikarenakan sumber utama dari modal perusahaan adalah saham. 3. Tambahan Modal disetor Merupakan tambahan modal bagi bank yang biasanya berbentuk agio. Disagio, dan modal sumbangan. 4. Cadangan Cadangan yang dibentuk menurut ketentuan anggaran dasar dan atau keputusan pemilik atas dasar keputusan rapat umum pemegang saham (RUPS) yang dipergunakan untuk re-investasi dan atau untuk menghadapi kemungkinan timbulnya risiko rugi dikemudian hari. Pemupukan cadangan 19
ini dimungkinkan maningkat sejalan dengan meningkatnya laba bank. Terdapat dua macam cadangan yaitu, cadangan umum adalah cadangan yang
dibentuk dari penyisihan laba yang ditahan atau laba bersih setelah dikurangi
pajak. Dan kedua, cadangan tujuan dengan bagian laba setelah dikurangi pajak yang disisihkan untuk tujuan tertentu.
5. Laba Laba merupakan milik pemegang saham, yang keputusan penggunaannya merupakan hak sepenuhnya pemegang saham melalui rapat umum pemegang
saham (RUPS). Laba Ditahan merupakan laba yang untuk memperkuat posisi cadangan atau digunakan untuk melakukan re-investment (pembelian aktiva tetap atau membeli saham dalam usaha baru yang lazimnya di bidang keuangan) dan memperkuat kemampuan loanable funds atau aktiva produktif (umumnya untuk penyaluran kredit jangka panjang) Laba Tahun Berjalan ini adalah laba yang belum dibagi dan in process dalam satu periode akuntansi dan neraca belum di audit. 2. Dana Pihak Kedua Dana pihak kedua adalah dana yang bersumber dari lembaga lain. Dana pinjaman dari pihak luar dapat berupa call money / pinjaman harian antar bank, pinjaman biasa antar bank, pinjaman dari Lembaga Keuangan Bukan Bank (LKKB), Surat Berharga Pasar Uang (SBPU) dan pinjaman likuiditas dari Bank Indonesia (KLBI) (Veithzal Rivai& Arviyan Arivin;2010).
3. Dana Pihak Ketiga Dana pihak ketiga adalah dana yang diperoleh dari masyarakat, dalam arti masyarakat sebagai individu, perusahaan, pemerintah, rumah tangga, koperasi, yayasan dan lain-lain dalam mata uang rupiah maupun dalam valuta asing . pada sebagian besar atau setiap bank, dana masyarakat ini umumnya merupakan dana 20
terbesar yang dimiliki, hal ini sesuai dengan fungsi bank sebagai penghimpun dana dari masyarakat. (Veithzal Rivai& Arviyan Arivin;2010). Menurut Andri Soemitra (2009;73) sumber dana bank syariah berasal dari
modal disetor dan hasil mobilisasi kegiatan penghimpunan dana melalui rekening giro, rekening tabungan, rekening investasi umum dan rekening investasi khusus.
Dana pihak ketiga yang dihimpun Bank Syariah biasanya dalam bentuk simpanan. Simpanan adalah dana yang dipercayakan oleh nasabah kepada Bank
Syariah dan atau UUS berdasarkan
akad wadi’ah atau akad lain yang tidak
bertentangaan dengan prinsip syariah dalam bentuk giro, tabungan atau bentuk lain yang dipersamakan dengan itu. Sedangkan investasi adalah dana yang dipercayakanoleh nasabah kepada bank syariah dan atau UUS berdasarkan akad mudharabah atau akad lain yang tidak bertentangan dengan prinsip yariah dalam bentuk deposito, tabungan, atau bentuk lainnya yang dapat dipersamakan dengan itu. a.
Giro Prinsip syariah
giro diatur dalam Fatwa Dewan Syariah Nasional No.
01/DSN-MUI/IV/2000 dan Rekening giro menurut Undang-Undang Perbankan Nomor 10 Tahun 1998 tanggal 10 November 1998. Giro adalah simpanan berdasarkan akad wadi’ah atau akad lain yang tidak bertentangan dengan prinsip syariah yang penarikannya dapat dilakukan setiap saat dengan menggunakan cek, bilyet giro, sarana perintah lainnya, atau dengan perintah pemindah bukuan. Giro yang dibenarkan secara syariah, aitu giro yang berdasrkan prinsip wadi’ah dan mudharabah. Fitur dan mekanisme giro berdasarkan Wadi’ah 1. Bank bertindak sebagai penerima dana titipan dan nasabah bertidak sebagai penitip dana dan nasabah bertindak sebagai penitip dana. 2. Bank tidak diperkenankan menjanjikan pemberian imbalan atau bonus kepada nasabah.
21
3. Bank dapat membebankan kepada nasabah biaa admnistrasi berupa biaya biaya yang terkait langsung dengan biaya pengelolaan rekening antara lain,
biaya cek/bilyet giro, biaya materai, cetak laporan transaksi dan saldo
rekening, pembukaan dan penutupan rekening
4. Bank menjamin pengembalian dana titipan nasabah 5. Dana titipan dapat diambil setiap saat oleh nasabah. Fitur dan mekanisme giro berdasarkan Mudharabah
1. Bank bertindak sebagai pengelola dana (mudharib) dan nasabah sebagai
pemilik dana (shahibul mal). 2. Pembagian keuntungan dunyatakan dalam bentuk nisbah yang disepkati. 3. Bank dapat membebankan kepada nasabah biaa admnistrasi berupa biayabiaya yang terkait langsung dengan biaya pengelolaan rekening antara lain, biaya cek/bilyet giro, biaya materai, cetak laporan transaksi dan saldo rekening, pembukaan dan penutupan rekening. 4. Bank tidak diperkenankan mengurangi nisbah keuntungan nasabah tanpa persetujuan nasabah. b. Tabungan Tabungan adalah simpanan berdasarkan akad wadi’ah atau investasi dana berdasarkan akad mudharabah atau akad lain yang tidak bertentangan dengan prinsip syariah yang penarikannya hanya dapat dilakukan menurut syariat dan ketentuan tertentu yang disepakati, tetapi tidak dapat ditarik dengan cek, bilyet giro , dan atau alat lainnya yang dipersamakan dengan itu. Prinsip syariah tabungan diatur dalam Fatwa Dewan Syariah Nasional No. 02/DSN-MUI/IV/2000 tentang tabungan. Tabungan ada dua jenis yaitu tabungan yang tidak dibenarkan secara Syariah, yaitu tabungan yang berdasarkan perhitungan bunga. Dan tabungan yang dibenarkan, yaitu tabungan yang berdasarkan prinsip wadi’ah dan mudharabah. Fitur dan mekanisme tabungan berdasarkan Wadi’ah
22
1. Bank bertindak sebagai penerima dana titipan dan nasabah bertindak sebagai penitip dana.
2. Bank tidak diperkenankan menjanjikan pemberian imbalan atau bonus kepada
nasabah.
3. Bank dapat membebankan kepada nasabah biaya admnistrasi berupa biayabiaya yang terkait langsung dengan biaya pengelolaan rekening antara lain, biaya materai, cetak laporan transaksi dan saldo rekening, pembukaan dan penutupan rekening.
4. Bank menjamin pengembalian dan titipan nasabah. 5. Dana titipan dapat diambil setiap saat oleh nasabah. Fitur dan mekanisme tabungan berdasarkan Mudharabah 1. Bank bertindak sebagai pengelola dana (mudharib) dan nasabah bertindak sebagai pemilik dana (shahibul mal). 2. Pembagian keuntungan dinyatakan dalam bentuk nisbah yang disepakati. 3. Penarikan dana oleh nasabah hanya dapat dilakukan sesuai waktu yang disepakati. 4. Bank dapat membebankan kepada nasabah biaya admnistrasi berupa biayabiaya yang terkait langsung dengan biaya pengelolaan rekening antara lain, biaya materai, cetak laporan transaksi dan saldo rekening, pembukaan dan penutupan rekening 5. Bank tidak diperkenankan mengurangi nisbah keuntungan nasabah tanpa persetujuan nasabah yang bersangkutan. c. Deposito Deposito adalah investasi dana berdasarkan akad mudharabah atau akad lain yang tidak bertentangan dengan prinsip syariah yang penarikannya hanya dapat dilakukan pada waktu tertentu berdasrkan akad antara nasabah penyimpan dan bank syariah. Prinsip syariah deposito diatur dalam Fatwa Dewan Syariah Nasional No. 03/DSN-MUI/IV/2000 tentang deposito. Deposito ada dua jenis yaitu deposito yang 23
tidak dibenarkan secara syariah, yaitu deposito yang berdasarkan perhitungan bunga. Dan deposito yang dibenarkan, yaitu deposito yang berdasarkan mudharabah.
Fitur dan mekanisme tabungan deposito berdasarkan Mudharabah
1. Bank bertindak sebagai pengelola dana (mudharib) dan nasabah bertindak sebagai pemilik dana (shahibul mal). 2. Pengelolaan dana oleh bank dapat dilakukan sesuai batasan-batasan yang ditetapkan oleh pemilik dana (mudharabah muqayyadah) atau dilakukan
tanpa batasan-batasan dari pemilik dana (mudharabah mutlaqah). 3. Dalam mudharabah muqayadah harus dinyatakan secara jelas syarat-syarat dan batasan tertentu yang ditentukan oleh nasabah. 4. Pembagian keuntungan dinyatakan dalam bentuk nisbah yang disepakati. 5. Penarikan dana oleh nasabah hanya dapat dilakukan sesuai waktu yang disepakati. 6. Bank dapat membebankan kepada nasabah biaya admnistrasi berupa biayabiaya yang terkait langsung dengan biaya pengelolaan rekening antara lain, biaya materai, cetak laporan transaksi dan saldo rekening, pembukaan dan penutupan rekening 7. Bank tidak diperkenankan mengurangi nisbah keuntungan nasabah tanpa persetujuan nasabah yang bersangkutan. Berdasarkan Andri Soemitra (2009;78) kewenangan yang diberikan pihak penyimpan dana, prinsip mudharabah terbagi tiga yaitu : 1. Investasi Umum (Mudharabah Mutlaqah) Penerapan mudharabah mutlaqah dapat berupa tabungan dan deposito seehingga terdapat dua jenis penghimpunan dana, yaitu tabungan mudharabah dan deposito mudharabah. Berdasarkan prinsip ini tidak ada pembatasan bagi bank dalam menggunakan dana yang dihimpun. 2. Investasi Khusus (mudaharabah Muqayyadah on Balance Sheet)
24
Jenis Mudharabah ini merupakan simpanan khusus (restricted investment)
dimana pemilik dana dapat menetapkan
syarat-syarat tertentu yang harus
dipatuhi oleh bank. Misalnya disyaratkan digunakan untuk bisnis tertentu,
atau disayaratkan digunakan untuk nasabah tertentu.
3. Investasi Khusus ( Mudharabah Muqayyadah off Balance Sheet)
Jenis mudharabah ini merupakan penyaluran dana mudharabah langsung kepada palaksana usahanya, dimana bank hanya bertindak sebagai perantara (arranger) yang mempertemukan antara pemilik dana dengan pelaksana
usaha. Pemilik dana dapat menetapkan syarat-syarat tertentu yang harus
dipatuhi oleh bank dalam mencari kegiatan usaha yang akan dibiayai dan pelaksana usahanya. 2.4
Pembiayaan Bank Syariah
2.4.1 Pengertian Pembiayaan Pembiayaan selalu berkaitan dengan aktivitas bisnis, dimana bisnis selalu membutuhkan sumber modal untuk mengembangkan usaha atau aktivitasnya. Dalam hal ini, bank adalah pihak lain yang memberikan suntikan dana untuk memenuhi kebutuhan dari bisnis tersebut dengan kegiatan pembiayaan. Menurut (Muhammad 2005) pembiayaan adalah pendanaan yang diberikan oleh suatu pihak kepada pihak lain untuk mendukung investasi yang telah direncanakan, baik dilakukan sendiri maupun lembaga. Dengan kata lain, pembiayaan adalah pendanaan yang dikeluarkan untuk mendukung investasi yang telah direncanakan. Dalam kaitannya dengan pembiayaan pada perbankan syariah atau istilah teknisnya disebut aktiva produktif. Menurut Ketentuan Bank Indonesia aktiva produktif adalah penanaman dana Bank Syariah baik dalam rupiah maupun valuta asing dalam bentuk pembiayaan, piutang, qardh, surat berharga syariah, penempatan, penyertaan modal, penyertaan modal sementara, komitmen dan kontijensi pada 25
rekening administratif serta Sertifikat Wadi’ah Bank Indonesia (Peraturan Bank Indonesia No. 5/7/PBI/2003 tanggal 19 Mei 2003. 2.4.2 Tujuan Pembiayaan
Menurut Secara umum tujuan pembiayaan dibedakan menjadi dua kelompok
yaitu: tujuan pembiayaan untuk makro dan pembiayaan untuk mikro (Muhammad 2005). Secara makro, pembiayaan bertujuan untuk: 1. Peningkatan ekonomi umat, artinya: akses secara ekonomi masyarakat
ditingkatkan dengan penyaluran pembiayaan, dalam rangka meningkatkan taraf hidup masyarakat. 2. Tersedianya dana bagi peningkatan usaha, artinya: untuk pengembangan usaha bagi pengusaha yang membutuhkan. 3. Meningkatkan produktivitas, dimana masyarakat diberikan peluang untuk meningkatkan daya produksinya dengan dana yang digulirkan. 4. Membuka lapangan pekerjaan baru, dimana dengan disalurkannya dana kepada masyarakat melalui pembiayaan dapat membuka sektor-sektor usaha baru yang akan menyerap tenaga kerja. 5. Terjadinya distribusi pendapatan, dimana hasil usaha yang didapatkan dari aktivitas usaha masyarakat usaha produktif. Penghasilan merupakan bagian dari pendapatan masyarakat. Jika ini terjadi maka akan terdistribusi pendapatan. Secara mikro, pembiayaan diberikan dalam rangka untuk: 1. Upaya memaksimalkan laba bagi para pengusaha mikro dengan dukungan dana yang cukup. 2. Upaya meminimalkan risiko, terutama risiko kekurangan modal usaha dapat ditanggulangi dengan pembiayaan.
26
3. Pendayagunaan sumber ekonomi, dengan penyaluran pembiayaan diharapkan dapat meningkatkan kemampuan sumber daya manusia dalam mengelola sumber daya alam yang telah tersedia.
4. Penyaluran kelebihan dana, pembiayaan dapat menjadi jembatan dalam penyeimbang dan sarana penyalur dari pihak yang kelebihan dana kepada pihak yang kekurangan dana.
2.4.3 Fungsi Pembiayaan
Sesuai dengan tujuan pembiayaan sebagaimana diatas, menurut Sinungan
(1983) pembiayaan secara umum memiliki fungsi untuk: 1. Meningkatkan daya guna uang. 2. Meningkatkan daya guna barang. 3. Meningkatkan peredaran uang. 4. Menimbulkan kegairahan berusaha. 5. Stabilitas ekonomi. 6. Sebagai jembatan untuk meningkatkan pendapatan nasional. 2.4.4 Jenis-jenis Pembiayaan Pembiayaan adalah salah satu tugas pokok bank, yaitu pemberian fasilitas penyediaan dana untuk memenuhi kebutuhan pihak-pihak yang membutuhkan dana (defisit unit). Adapun jenis-jenis pembiayaan menurut (Muhammad 2002), antara lain:
a. Pembiayaan Berdasarkan Prinsip Bagi Hasil. Bank syariah memiliki dua macam pembiayaan berdasarkan prinsipnya, antara lain: 1. Pembiayaan Mudharabah
27
Pembiayaan mudharabah adalah perjanjian antara penanam dana dan pengelola dana untuk melakukan kegiatan usaha tertentu, dengan pembagian keuntungan antara kedua belah pihak berdasarkan nisbah yang telah disepakati sebelumnya.
Pembiayaan ini biasanya digunakan untuk membiayai pembiayaan modal kerja, pembiayaan proyek dan pembiayaan ekspor. 2. Pembiayaan Musyarakah Pembiayaan musyarakah adalah perjanjian di antara para pemilik dana/modal untuk mencampur dana/modal mereka pada suatu usaha tertentu, dengan
pembagian keuntungan di antara pemilik dana/modal berdasarkan nisbah yang telah disepakati sebelumnya.Pembiayaan ini biasanya digunakan untuk membiayai pembiayaan modal kerja dan pembiayaan ekspor. b. Pembiayaan Berdasarkan Prinsip Jual Beli (Piutang) 1. Pembiayaan Murabahah Pembiayaan murabahah adalah perjanjian jual beli antara bank dan nasabah dimana Bank Syariah membeli barang yang diperlukan oleh nasabah dan kemudian menjualnya kepada nasabah yang bersangkutan sebesar harga perolehan ditambah dengan margin/keuntungan yang telah disepakati antara Bank syariah dan nasabah.Pembiayaan ini biasanya digunakan untuk membiayai pembiayaan investasi/barang modal, pembiayaan konsumtif, pembiayaan modal kerja dan pembiayaan ekspor. 2. Pembiayaan Salam Pembiayaan salam adalah perjanjian jual beli barang dengan cara pemesanan dengan syarat-syarat tertentu dan pembayaran harga terlebih dahulu. Pembiayaan ini biasanya digunakan untuk membiayai pembiayaan sektor pertanian dan produk manufaktur. 3. Pembiayaan Istish’na Pembiayaan istishna adalah perjanjian jual beli dalam bentuk pemesanan pembuatan barang dengan kriteria dan persyaratan tertentu yang disepakati 28
antara pemesan dan penjual.Pembiayaan ini biasanya digunakan untuk
membiayai pembiayaan konstruksi/proyek/produk manufaktur. c. Pembiayaan Berdasarkan Prinsip Sewa
1. Pembiayaan Ijarah
Pembiayaan ijarah adalah perjanjian sewa menyewa suatu barang dalam jangka
waktu tertentu melalui pembayaran sewa. Pembiayaan ini biasanya digunakan
untuk membiayai pembiayaan sewa (gedung kantor, gudang, dll).
2. Pembiayaan Ijarah Muntahiya Biltamlik/Wa Iqtina
Pembiayaan Ijarah Muntahiya Biltamlik/Wa Iqtina adalah perjanjian sewa menyewa suatu barang yang diakhiri dengan perpindahan kepemilikan barang dari pihak yang memberikan sewa kepada pihak yang menyewa. 2.5
Pembiayaan Mudharabah
2.5.1 Pengertian Pembiayaan Mudharabah Berdasarkan UU No.10 Tahun 1998 pasal 1 ayat 12, pembiayaan berdasarkan prinsip syariah adalah sebagai berikut: “Pembiayaan berdasarkan prinsip syariah adalah penyediaan uang atas tagihan yang dipersamakan dengan itu berdasarkan persetujuan atau kesepakatan antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak yang dibiayai untuk mengembalikan uang atau tagihan tersebut setelah jangka waktu tertentu dengan imbalan atau bagi hasil.” Antonio (2001:95) mengemukakan bahwa al-Mudharabah adalah akad kerjasama usaha antara dua pihak dimana pihak pertama (shahibul maal) menyediakan seluruh (100%) modal, sedangkan pihak lainnya menjadi pengelola. Keuntungan usaha secara mudharabah dibagi menurut kesepakatan yang dituangkan dalam kontrak, sedangkan apabila rugi ditanggung oleh pemilik modal selama kerugian itu bukan akibat kelalaian si pengelola. Seandainya kerugian itu diakibatkan
29
karena kecurangan atau kelalaian si pengelola, si pengelola harus bertanggung jawab atas kerugian tersebut. pembiayaan mudharabah
Selanjutnya menurut Muhammad (2005;102),
adalah suatu perjanjian pembiayan antara Bank Islam dan nasabah dimana bank Islam menyediakan dana untuk penyediaan modal kerja sedangkan peminjam berupaya mengelola dana tersebut untuk pengembangan usahanya. Jenis usaha yang dimungkinkan untuk diberikan pembiayaan mudharabah
adalah usaha-usaha kecil seperti pertanian, industri rumah tangga dan perdagangan,
atau usaha yang bergerak dalam sektor riil. 2.5.2 Jenis-jenis Al-Mudharabah Secara umum, mudharabah terbagi menjadi dua jenis: mudarabah muthalaqah dan mudharabah muqayyadah 1. Mudharabah Muthlaqah Yang dimaksud dengan transaksi mudharabah muthlaqah adalah bentuk kerja sama antara shahibul maal dan mudharib yang cakupannya sangat luas dan tidak dibatasi oleh spesifikasi jenis usaha, waktu, dan daerah bisnis. 2. Mudrabah Muqayyadah Mudharabah
muqayyadah
mudharabah/specified
atau
disebut
mudharabah
juga
adalah
dengan
kebalikan
istilah dari
restricted
mudharabah
muthlaqah. Si mudharib dibatasi dengan batasan jenis usaha, waktu, atau tempat usaha. Adanya pembatasan ini seringkali mencerminkan kecenderungan umum si shahibul maal dalam memasuki jenis dunia usaha. 2.5.3 Rukun Dan Ketentuan Umum Akad Mudharabah Rukun yang terdapat pada akad mudharabah terdiri dari: 1. Malik, atau Shohibul maal ialah yang mempunyai modal. 2. Amil, atau Mudhorib ialah yang akan menjalankan modal 30
3. Amal, ialah usahanya. 4. Maal, ialah harta pokok atau modal. 5. Shighot, atau perintah atau usaha dari yang menyuruh berusaha.
6. Hasil Ketentuan umum yang berlaku dalam akad mudharabah adalah: 1. Jumlah modal yang diserahkan kepada nasabah selaku pengelola modal harus diserahkan tunai, dapat berupa uang atau barang yang dinyatakan nilainya dalam satuan uang. Apabila modal diserahkan secara bertahap, harus jelas tahapannya
dan disepakati bersama. 2. Hasil dari pengelolaan modal pembiayaan mudharabah dapat diperhitungkan dengan dua cara: a. Hasil usaha dibagi sesuai dengan persetujuan dalam akad, pada setiap bulan atau waktu yang disepakati. Bank selaku pemilik modal menanggung seluruh kerugian kecuali akibat kelalaian dan penyimpangan pihak nasabah, seperti penyelewengan, kecurangan dan penyalahgunaan . b. Bank berhak melakukan pengawasan terhadap pekerjaan namun tidak berhak mencampuri urusan pekerjaan/usaha nasabah. Jika nasabah cidera janji maka dengan sengaja misalnya tidak mau membayar kewajiban atau menunda pembayaran kewajiban, dapat dikenakan sanksi administrasi. Adapun empat fungsi pengusaha/pelaksana dalam aqad mudharabah, yaitu: 1. Mudharib: pengelola dana, melakukan dhorb ialah perjalanan dan pengelolaan usaha. Dhorb ini dapat dianggap sebagai saham-penyertaannya. 2. Pemegang amanah: mudharib menjaga dan mengusahakannya dalam investasi dan mengembalikannya sesuai dengan akad dan kesepakatan bersama. 3. Wakil: mewakili shohibul maal untuk melakukan kegiatan usaha 4. Syarik: sebagai partner penyerta yang berhak menerima keuntungan dengan yang telah disepakati bersama.
31
Mekanisme operasional mudharabah dapat di gambarkan pada gambar dibawah ini: Perjanjian Bagi
Hasil Nasabah (Mudharib)
Keahlian
Modal
Bank Syariah (Shahibul maal)
100%
Proyek/Usaha Pengembalian
Modal Pokok
Keuntungan Nisbah Y%
Nisbah Y%
Bagi hasil sesuai dengan nisbah
Modal
Gambar 2.2 Skema Kerja Prinsip Al – Mudharabah Sumber : Muhammad, Manajemen Bank Syari’ah. Edisi Revisi. Yogyakarta: UPP AMP YKPN, 2005:100.
2.5.4 Manfaat Dan Risiko Mudharabah 2.5.4.1 Manfaat Mudharabah Manfaat akad mudharabah yang dapat dirasakan oleh pihak bank sebagai pihak shahibul maal dan nasabah sebagai mudharib, yaitu sebagai berikut:
32
1. Bank akan menikmati peningkatan bagi hasil pada saat keuntungan usaha nasabah meningkat. 2. Bank tidak berkewajiban membayar bagi hasil kepada nasabah pendanaan secara
tetap, tetapi disesuaikan dengan pendapatan/hasil usaha bank sehingga bank tidak
akan pernah mengalami negative spred. 3.
Pengembalian pokok pembiayaan disesuaikan dengan arus kas (cash flow) usaha nasabah sehingga tidak memberatkan nasabah.
akan lebih selektif dan hati-hati (prudent) mencari usaha yang benar-benar 4. Bank
halal, aman, dan menguntungkan karena keuntungan yang konkret dan benar-
benar terjadi itulah yang akan dibagikan. 5. Prinsip bagi hasil dalam al-mudharabah atau al-musyarakah ini berbeda dengan prinsip bunga tetap dimana bank akan menagih penerima pembiayaan (nasabah) satu jumlah bunga tetap berapa pun keuntungan yang dihasilkan nasabah, sekalipun merugi dan terjadi krisis ekonomi. 2.5.4.2 Risiko Mudharabah Risiko yang terdapat dalam mudharabah, terutama pada penerapannya dalam pembiayaan, relatif tinggi. Diantaranya: 1. Side streming, nasabah menggunakan dana itu bukan seperti yang disebut dalam kontrak, 2. Lalai dan kesalahan yang disengaja, 3. Penyembunyian keuntungan oleh nasabah bila nasabahnya tidak jujur. 2.6
Kajian Penelitian Terdahulu Kegiatan penelitian selalu bertitik tolak dari pengetahuan yang sudah ada.
Pada umumnya semua ilmuwan akan memulai penelitianya dengan cara menggali apa yang sudah dikemukakan atau ditemukan oleh ahli-ahli sebelumya. Pemanfaatan terhadap apa yang dikemukakan atau ditemukan oleh ahli tersebut dapat dilakukan dengan mempelajari, mendalami, mencermati, menelaah dan mengidentifikasi hal-hal 33
yang sudah ada, untuk mengetahui apa yang sudah ada dan apa yang belum ada melalui laporan hasil penelitian dalam bentuk jurnal atau karya-karya ilmiah. Penelitian Pengaruh Penempatan Dana pada SWBI dan Pasar Uang Antar
Bank Syariah (PUAS) terhadap Pembiayaan yang dilakukan oleh Adi dan Indah Nurfitri (2006), dengan menggunakan regresi berganda maka hasil dari analisa dari penelitian tersebut menunjukkan SWBI dan PUAS secara bersama-sama dapat mempengaruhi variable FDR perbankan syariah. Kedua variable ini dapat menjelaskan variable terikat sebesar 50,6% dan sisanya yaitu 49,4% dijelaskan oleh
variable lain yang tidak dimasukkan kedalam model. Tetapi, dari hasil uji t menunjukkan bahwa hanya variable SWBI yang signifikan dalam mempengaruhi FDR perbankan syariah. Menurut penelitian Pengaruh Jumlah Dana Pihak Ketiga, Inflasi dan Tingkat Margin terhadap Alokasi Pembiayaan UMKM yang dilakukan oleh Luluk Chorida (2010), dengan menggunakan regresi linier berganda maka hasilnya adalah variabel DPK berpengaruh positif terhadap variabel Pembiayaan UMKM, variabel Inflasi berpengaruh positif terhadap Pembiayaan UMKM dan variabel Margin berpengaruh negatif dan signifikan terhadap alokasi Pembiayaan UMKM. Menurut Penelitian Analisis Pengaruh Dana Pihak Ketiga, Sertifikat Wadi’ah Bank Indonesia, Non Performing Financing dan Inflasi terhadap Pembiayaan Bank Syariah di Indonesia yang dilakukan oleh Novianto dan Abdullah Syakur (2008), dengan menggunakan regresi berganda. Maka hasilnya menunjukkan bahwa variabel DPK berpengaruh positif dan signifikan terhadap penyaluran dana. Artinya, kenaikan DPK akan menyebabkan naiknya penyaluran dana bank syariah. Sementara variabel bonus SWBI berpengaruh signifikan terhadap pembiayaan namun pengaruh tersebut berhubungan negatif.Artinya, bila bonus SWBI naik maka bank syariah tidak membeli SWBI tetapi tetap menyalurkan dananya ke masyarakat.Variabel NPF ditemukan tidak berpengaruh signifikan terhadap pembiayaan bank syariah.Demikian
34
juga variabel Tingkat Inflasi dalam penelitian ini ditemukan positif dan tidak berpengaruh signifikan terhadap pembiayaan bank syariah. 2.7
Kerangka Pemikiran
Menurut undang-undang Republik Indonesia nomor 21 tahun 2008 BAB II
tentang Perbankan Syariah salah satu fungsi dari bank adalah fungsi intermediasi dimana bank syariah memiliki fungsi menghimpun dan menyalurkan dana kepada masyarakat agar dapat mendukung perekonomian suatu negara berjalan dengan stabil
dan berkesinambungan. Dimana, fungsi penyaluran dana atau pembiayaan bank ini menjadi tulang punggung dalam meningkatkan kemampuan masyarakat dalam mendapatkan barang dan jasa serta meningkatkan taraf hidupnya. Namun, dalam perkembangannya timbul masalah-masalah yang akan dihadapi oleh perbankan syariah dalam penyaluran dananya. Hal-hal yang mempengaruhi pembiayaan adalah dibagi menjadi dua faktor yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Kahsmir (2004:45) menyatakan bahwa sumber dana bank adalah usaha bank dalam menghimpun dana dari masyarakat. Perolehan dana ini tergantung dari bank itu sendiri, apakah dari simpanan (dana pihak ketiga) atau lembaga lainnya. Kemudian untuk membiayai operasinya, dana dapat pula diperoleh dari modal disetor. Dalam konsep perbankan, modal adalah dana yang diserahkan oleh para pemilik (owner). Dana modal dapat digunakan untuk pembelian gedung, tanah, perlengkapan, dan sebagainya yang secara langsung tidak menghasilkan (fixed asset/non earning asset). Selain itu, modal juga dapat digunakan untuk hal-hal yang produktif, yaitu disalurkan menjadi pembiayaan. Pembiayaan yang berasal dari modal, hasilnya tentu saja dibagikan kepada pemilik dana lainya. Salah satu sumber dana bank berasal dari pemegang saham dengan setoran modal, kemudian disalurkan menjadi pembiayaan. ( Habib Nazir dan Muhammad Hasanuddin;2008;436) Dalam penghimpunan dana pihak ketiga, bank syariah melakukan mobilisasi dan investasi dengan cara yang adil. Sumber dana bank syariah berasal dari modal 35
disetor dan hasil mobilitas kegiatan pengimpunan dana yaitu dana pihak ketiga melalui rekening giro, rekening tabungan, rekening investasi umum dan rekening investasi khusus. Dalam penghimpunan dana, bank Islam menggunakan prinsip
wadi`ah, qardh, maupun ijarah. Dalam pembiayaan, bank Islam menggunakan prinsip mudharabah dan musyarakah (dengan pola bagi hasil. Penghimpunan dana dari masyarakat dan penyalurannya kembali ke masyarakat dalam bentuk pembiayaan (kredit dalam perbankan konvensional) merupakan dua fungsi utama bank yang tidak dapat dipisahkan satu sama lain. Fungsi pemberian pembiayaan/kredit tidak mungkin
tanpa ada fungsi penghimpunan dana. Semakin banyak dana yang dihimpun bank dari masyarakat semakin banyak pembiayaan yang dapat diberikan. Sejalan dengan perkembangannya bank syariah dirasakan perlu untuk memasukkannya dalam bagian kebijakan moneter yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia selaku bank sentral, agar dapat mengatur dan membantu bank syariah dalam mengelola likuiditasnya, terutama disaat terjadinya kenaikan inflasi dengan mengeluarkan instrumen seperti Sertifikat Bank Indonesia (SBI) yaitu Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS). Namun terjadi kontradiktif disaat otoritas perbankan menyediakan sarana untuk bank syariah mengelola likuiditasnya, tetapi disertai dengan persyaratan dimana tingkat FDR bank syariah yang akan masuk kedalam instrumen tersebut harus diatas 80%. (Perubahan atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 10/16/DPM tanggal 31 Maret 2008 perihal Tata Cara Penerbitan Sertifikat Bank Indonesia Syariah Melalui Lelang). Hal inilah yang dirasakan perlu bagi penulis untuk menganalisis hubunganhubungan yang terjadi diatara variabel-variabel yang terlibat dalam kasus diatas:
36
Skema kerangka berpikir
BANK
KEGIATAN OPERASIONAL
FAKTOR EKTERNAL
FAKTOR INTERNAL
MANAJEMEN DANA
SUMBER DANA DPK
ALOKASI DANA
TINGKAT IMBALAN SBIS
PEMBIAYAAN MUDHARABAH
Gambar 2.3 Skema Kerangka Pemikiran
37
2.8 Hipotesis Hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap masalah penelitian, yang kebenarannya harus diuji secara empiris (Sugiyono, 2008:93). Hipotesis yang akan
diuji dan dibuktikan dalam penelitian ini berkaitan bentuk pengaruh antara variabel bebas dan variabel terikat. Hipotesis nol (Ho) menyatakan tidak adanya pengaruh dari variabel independen terhadap variabel dependen. Hipotesis alternatif (Ha) menyatakan adanya pengaruh dari variabel independen terhadap variabel dependen. yang dibentuk dari variabel tersebut adalah sebagai berikut : Hipotesis
Ho1: β1 ≤ 0 : modal dana pihak ketiga dan tingkat bonus SBI Syariah tidak berpengaruh signifikan terhadap jumlah penyaluran pembiayaan mudharabah. Ha1: β1 > 0 : modal dana pihak ketiga dan tingkat bonus SBI Syariah berpengaruh signifikan terhadap jumlah penyaluran pembiayaan mudharabah.
38