BAB II TINJAUAN PUSTAKA
II.1 Umum Beton yang digunakan sebagai struktur dalam konstruksi teknik sipil, dapat dimanfaatkan untuk banyak hal. Dalam teknik sipil, struktur beton digunakan untuk bangunan pondasi, kolom, balok, pelat atau pelat cangkang. Dalam teknik sipil hidro, digunakan untuk bangunan air seperti bendung, bendungan, saluran, dan drainase perkotaan. Beton juga digunakan dalam teknik sipil transportasi untuk pekerjaan rigid pavement (lapis keras permukaan yang kaku), saluran samping, gorong-gorong, dan lainnya. Jadi, beton hampir digunakan dalam semua aspek ilmu teknik sipil. Artinya, semua struktur dalam teknik sipil akan menggunakan beton, minimal dalam pekerjaan pondasi. Struktur beton dapat didefenisikan sebagai bangunan beton yang terletak di atas tanah yang menggunakan tulangan atau tidak menggunakan tulangan (ACI 318-89, 1990:1-1). Struktur beton sangat dipengaruhi oleh komposisi dan kualitas bahan-bahan pencampur beton, yang dibatasi oleh kemampuan daya tekan beton (in state of compression) seperti yang tercantum dalam perencanaannya. Ditinjau dari sudut estetika, beton hanya membutuhkan sedikit pemeliharaan. Selain itu, beton tahan terhadap serangan api. Sifat-sifat beton yang kurang disenangi adalah sifat deformasi yang tergantung pada waktu dan disertai dengan penyusutan akibat mengeringnya beton serta gejala lain yang berhubungan dengan hal tersebut.
Nawy (1985:8) mendefinisikan beton sebagai kumpulan interaksi mekanis dan kimiawi dari material pembentuknya. Dengan demikian, masing-masing komponen tersebut perlu dipelajari sebelum mempelajari beton secara keseluruhan. Masalah lain yang sering dihadapi oleh seorang perencana adalah bagaimana merencanakan komposisi dari bahan-bahan penyusun beton tersebut agar dapat memenuhi spesifik teknik yang ditentukan. Sehingga, dengan kata lain dalam perencanaan beton harus diperhitungkan dengan seksama cara-cara memperoleh adukan beton (beton segar/fresh concrete) yang baik dan beton (beton keras/hardened concrete) yang dihasilkan juga baik.
Gambar 2.1 Sampel Adukan Beton segar
II.2 Kelebihan dan Kekurangan Beton Dalam keadaan mengeras, beton bagaikan batu karang yang mempunyai kekuatan tinggi. Dalam keadaan segar, beton dapat diberi berbagai macam bentuk, sehingga dapat digunakan untuk kepentingan estetis atau dekoratif. Beton yang baik ialah beton yang kuat, tahan lama/awet, kedap air, tahan aus, dan sedikit mengalami perubahan volume (kembang susutnya kecil). Selain tahan terhadap serangan api seperti yang telah dijelaskan diatas, sebagai bahan konstruksi beton mempunyai kelebihan dan kekurangan.
Kelebihan Beton 1. Harganya relatif murah.
2. Mampu memikul beban yang berat. 3. Mudah dibentuk sesuai dengan kebutuhan konstruksi. 4. Biaya pemeliharaan/perawatannya kecil. 5. Tahan terhadap temperatur yang tinggi. 6. Ketersediaan bahan penyusun yang mudah diperoleh. 7. Bersifat monolit, sehingga tidak memerlukan sambungan seperti baja. Kekurangan beton 1. Beton mempunyai kuat tarik yang rendah, sehingga mudah retak. Oleh karena itu perlu diberi baja tulangan, atau tulangan kasa (meshes). 2. Beton sulit untuk dapat kedap air secara sempurna, sehingga selalu dapat dimasuki air, dan air yang membawa kandungan garam dapat merusak beton. 3. Bentuk yang telah dibuat sulit diubah. 4. Memiliki berat sendiri yang besar. 5. Daya pantul suara yang besar. 6. Pelaksanaan pekerjaan membutuhkan ketelitian yang tinggi.
II.3 Kinerja Beton Sampai saat ini beton masih menjadi pilihan utama dalam pembuatan struktur. Selain karena kemudahan dalam mendapatkan material penyusunnya, hal itu disebabkan oleh penggunaan tenaga yang cukup besar sehingga dapat mengurangi penggunaan tenaga kerja. Selain dua kinerja yang telah disebutkan di atas, kekuatan tekan yang tinggi dan kemudahan pengerjaannya, kelangsungan proses pengadaan beton pada proses produksinya juga menjadi salah satu hal yang dipertimbangkan.
Sifat-sifat dan karakteristik material penyusun beton akan mempengaruhi kinerja beton yang akan dibuat. Kinerja beton ini harus disesuaikan dengan kategori bangunan yang dibuat. ASTM membagi bangunan menjadi tiga kategori, yaitu : rumah tinggal, perumahan, dan struktur yang menggunakan beton mutu tinggi. Menurut SNI T-15-1990-03 beton yang digunakan pada rumah tinggal atau yang kekuatan tekannya tidak melebihi 10 MPa boleh menggunakan campuran 1 semen : 2 pasir : 3 batu pecah dengan slump untuk mengukur tingkat kemudahan pengerjaannya tidak melebihi dari 100 mm. Pengerjaan beton dengan kekuatan tekan hingga 20 MPa boleh menggunakan penakaran volume, tetapi pengerjaan beton dengan kekuatan tekan lebih besar dari 20 MPa harus menggunakan campuran berat.
Gambar 2.2 Perbandingan Bahan pengisi Beton untuk kekuatan dibawah 10 MPa (Sumber : PBI 1971)
II.4 Sifat dan Karakteristik Beton II.4.1 Kuat Tekan Beton Kekuatan tekan merupakan salah satu kinerja utama beton. Kekuatan tekan adalah kemampuan beton untuk menerima gaya tekan persatuan luas. Penentuan kekuatan dapat
dilakukan dengan menggunakan alat uji tekan dan benda uji berbentuk silinder dengan prosedur uji ASTM C-39. Tabel 2.1 Perbandingan Kuat Tekan Antara Silinder dan Kubus Silinder 2
4
6
8
10
12
16
20
25
30
35
40
45
50
2.5
5
7.5
10
12.5
15
20
25
30
35
40
45
50
55
(MPa) Kubus (MPa)
Sumber : ISO Standart 3893-1977 II.4.2 Kemudahan Pengerjaan Telah dijelaskan di atas bahwa kemudahan pengerjaan beton merupakan salah satu kinerja utama yang dibutuhkan. Walaupun suatu struktur dirancang agar mempunyai kekuatan tekan yang tinggi, tetapi jika rancangan tersebut tidak dapat diimplmentasikan di lapangan maka semua hal tersebut menjadi percuma. Atau dengan kata lain pengerjaan di lapangan memiliki pengruh terhadap sidat dan karakteristik beton nantinya. II.4.3 Rangkak dan Susut Rangkak (creep) atau lateral material flow didefenisikan sebagai penambahan regangan terhadap waktu akibat adanya beban yang bekerja (Nawy, 1985;49). Deformasi awal akibat pembebanan disebut sebagai regangan elastic, sedangkan regangan tambahan akibat beban yang sama disebut regangan rangkak. Rangkak tidak dapat langsung dilihat. Rangkak hanya dapat diketahui apabila regangan elastic dan susut serta deformasi totalnya diketahui. Susut didefenisikan sebagai perubahan volume yang tidak berhubungan dengan beban. Pada umumnya, beton yang semakin tahan terhadap susut akan mempunyai
kecenderungan rangkak yang rendah, sebab kedua hal ini berhubungan dengan proses hidrasi pasta semen. II.5 Bahan Penyusun Beton Beton merupakan hasil dari pencampuran bahan-bahan agregat halus dan kasar yaitu pasir, batu, batu pecah atau bahan semacam lainnya, dengan menambahkan semen secukupnya yang berfungsi sebagai perekat bahan susun beton, dan air sebagai bahan pembantu guna keperluan reaksi kimia selama proses pengerasan dan perawatan beton berlangsung. II.5.1 Semen II.5.1.1 Umum Salah satu komposisi dari pada beton adalah semen. Dimana semen sangat berperan dalam proses pengikatan agragat halus dan kasar serta komposisi beton lainnya agar beton tersebut dapat lebih kuat dan dapat dimanfaatkan sebagaimana mestinya. Semen merupakan bahan hidrolis yang dapat bereaksi secara kimia dengan air disebut hidrasi sehingga membentuk material padat. Pada umumnya, semen untuk bahan bangunan adalah tipe semen portland. Semen ini dibuat dengan cara menghaluskan silikat-silikat kalsium yang bersifat hidrolis dan dicampur bahan gips. Semen dapat dibedakan menjadi dua kelompok, yaitu : Semen non - hidrolik dan Semen hidrolik. Semen non - hidrolik tidak dapat mengikat dan mengeras di dalam air, akan tetapi dapat mengeras di udara. Contoh utama dari semen non - hidrolik adalah kapur. Semen hidrolik mempunyai kemampuan untuk mengikat dan mengeras di dalam air. Contoh semen hidrolik antara lain : kapur hidrolik, semen pozollan, semen terak, semen alam, semen portland, semen portland pozolland dan semen alumina.
Tidak berbeda dengan beton, semen juga memiliki sifat yang lebih spesifik yaitu sifat fisik dan kimia, masing-masing jenis semen memiliki karakteristik yang berbeda - beda yang harus memenuhi syarat kimia dan fisik. Untuk menjaga tetap terjaminnya mutu semen, maka syarat kimia dan fisik harus terus diperhatikan. Syarat mutu tersebut antara lain kandungan senyawa dalam semen portland, kehalusan semen, residu, hilang pijar dan lain-lain. II.5.1.2 Semen Portland Semen Portland merupakan perekat hidrolis yang dihasilkan dari penggilingan klinker yang kandungan utamanya adalah kalsium silikat dan satu atau dua buah bentuk kalsium sulfat sebagai bahan tambahan. Penemu semen (semen portland) adalah Joseph Aspdin di tahun 1824, seorang tukang batu berkebangsaan Inggris dinamakannya Portland Cement karena semen yang dihasilkannya mempunyai warna serupa dengan tanah liat alam pulau portland. Komposisi yang sebenarnya dari berbagai senyawa yang ada berbeda-beda dari jenis semen yang satu dengan yang lain, untuk berbagai jenis semen ditambahkan berbagai jenis material mentah lainnya.
Gambar 2.3 Salah Satu Jenis Semen Portland
II.5.1.3
Jenis-Jenis Semen Portland Sesuai dengan kebutuhan pemakaian semen yang disebabkan oleh kondisi lokasi maupun
kondisi tertentu yang dibutuhkan pada pelaksanaan konstruksi, dalam perkembangannya dikenal berbagai jenis semen Portland antara lain :
1. Semen Portland Biasa Semen Portland jenis ini digunakan dalam pelaksanaan konstruksi beton secara umum apabila tidak diperlukan sifat-sifat khusus, misalnya ketahanan terhadap sulfat, panas hidrasi rendah, kekuatan awal yang tinggi dan sebagainya. ASTM mengklasifikasikan jenis semen ini sebagai tipe I. 2. Semen Portland dengan Ketahanan Sedang Terhadap Sulfat Semen jenis ini digunakan pada konstruksi apabila sifat ketahanan terhadap sulfat dengan tingkat sedang, yaitu kandungan sulfat (SO3) pada air tanah dan tanah masingmasing 0,8% - 0,17% dan 125 ppm, serta pH tidak kurang dari 6 (enam). ASTM mengklasifikasikan semen jenis ini sebagai tipe-II. 3. Semen Portland dengan Kekuatan Awal Tinggi Merupakan semen Portland yang digiling lebih halus dan mengandung C3S lebih banyak dibanding semen Portland biasa. ASTM mengklasifikasikan semen ini sebagai tipe III. Semen jenis ini memiliki pengembangan kekuatan awal yang tinggi dan kekuatan tekan pada waktu yang lama juga lebih tinggi dibanding semen Portland biasa, umumnya digunakan pada keadaan-keadaan darurat, misalnya pembetonan pada musim dingin. 4. Semen Portland dengan Panas Hidrasi Rendah Semen jenis ini memiliki kandungan C3S dan C3A yang lebih sedikit, tetapi memiliki kandungan C3S yang lebih banyak dibanding semen Portland biasa dan memiliki sifat-sifat :
Panas hidrasi rendah Kekuatan awal rendah, tetapi kekuatan tekan pada waktu lama sama dengan semen Portland biasa Susut akibat proses pengeringan rendah Memiliki ketahanan terhadap bahan kimia, terutama sulfat. 5. Semen Portland dengan Ketahanan Tinggi Terhadap Sulfat Semen jenis ini memiliki ketahanan yang tinggi terhadap sulfat. Kekuatan tekan pada umur 28 hari lebih rendah dibanding semen Portland biasa. Semen ini diklasifikasikan sebagai tipe V pada ASTM. Semen jenis ini digunakan pada konstruksi apabila dibutuhkan ketahanan yang tinggi terhadap sulfat, yaitu kandungan sulfat (SO3) pada air tanah dan tanah masing-masing 0,17% - 1,67% dan 125 ppm – 1250 ppm, seperti pada konstruksi pengolah limbah atau konstruksi dibawah permukaan air. 6. Semen Portland dengan Kekuatan Awal Sangat Tinggi Semen jenis ini memiliki pengembangan kekuatan awal yang sangat tinggi. Kekuatan tekan pada umur 1 hari dapat menyamai kekuatan umur 3 hari dari semen dengan kekuatan awal tinggi. Semen ini digunakan pada konstruksi yang perlu segera diselesaikan atau pekerjaan perbaikan beton. 7. Semen Portland Koloid Semen jenis ini digunakan untuk pembetonan pada tempat dalam dan sempit. Pada penggunaanya semen ini digunakan dalam bentuk koloid dan dipompa. 8. Semen Portland Blended Semen Portland blended dibuat dengan mencampur material selain gypsum kedalam klinker. Umumnya bahan yang dipakai adalah terak dapur tinggi (balst-furnase slag), pozzolan, abu terbang (fly ash) dan sebagainya.
Jenis-jenis semen Portland blended adalah : Semen Portland Pozzolan (Portland Pozzolanic Cement) Semen Portland Abu Terbang (Portland Fly Ash Cement) Semen Portland Terak Dapur Tinggi (Portland Balst-Furnase Slag Cement) Semen Super Masonry II.5.1.4 Sifat Fisik Salah satu sifat fisik semen yang diuji menurut standard adalah kuat tekan mortar (yaitu campuran antara semen, pasir standard dan air), hasil pengujiannya dinyatakan sebagai harga kuat tekan mortar atau dengan kata lain untuk menguji mutu daya ikat semen. Ada beberapa sifat fisik semen, yaitu :
1. Kehalusan butiran (fineness) Kehalusan butir semen mempengaruhi proses hidrasi. Waktu pengikatan (setting time) menjadi semakin lama jika butir semen lebih kasar. Semakin halus butiran semen, proses hidrasinya semakin cepat, sehingga kekuatan awal tinggi dan kekuatan akhir akan berkurang. Kehalusan butiran semen yang tinggi dapat mengurangi terjadinya bleeding atau naiknya air kepermukaan, tetapi menambah kecenderungan beton untuk menyusut lebih banyak dan mempermudah terjadinya retak susut. Untuk kehalusan semen, butiran semen yang lewat ayakan no.200 harus lebih dari 78%. 2. Waktu pengikatan Waktu ikat adalah waktu yang diperlukan semen untuk mengeras, terhitung mulai dari bereaksi dengan air dan menjadi pasta semen hingga pasta semen cukup kaku untuk menerima tekanan. Waktu ikat semen dibedakan menjadi dua : a. Waktu ikat awal (initial setting time), yaitu waktu dari pencampuran semen dengan air menjadi pasta semen hingga hilangnya sifat keplastisan.
b. Waktu ikat akhir (final setting time), yaitu waktu antara terbentuknya pasta semen hingga beton mengeras. Pada semen portland initial setting time berkisar 1 - 2 jam, tetapi tidak boleh kurang dari 1 jam, sedangkan final setting time tidak boleh lebih dari 8 jam. Untuk kasuskasus tertentu, diperlukan initial setting time lebih dari 2 jam agar waktu terjadinya ikatan awal lebih panjang. Waktu yang panjang ini diperlukan untuk transportasi (hauling), penuangan (dumping/pouring), pemadatan (vibrating), dan perataan permukaan. Perhitungan waktu ikat awal dan akhir dapat dilakukan dengan alat yang disebut alat vicat aparatus, yang ditunjukkan pada gambar 2.4 berikut :
Gambar 2.4 Alat vicat aparatus Apabila air ditambahkan kedalam semen portland, maka terjadi reaksi antara komponen-komponen semen dengan air yang dinamakan Hidrasi. Reaksi tersebut akan menghasilkan senyawa-senyawa hidrat Proses pengikatan dan pengerasan pada semen dapat dilihat pada gambar 2.5 berikut :
Gambar 2.5 Bagan Proses Pengikatan (setting) dan Pengerasan (hardening) PENAMBAHAN AIR
DORMANT PERIODE
PASTA PLASTIS DAN MUDAH DIBENTUK
INITIAL SET
SETTING
INITIAL SETTING
FINAL SETTING
PASTA KAKU DAN MUDAH DIBENTUK
FINAL SET
HARDENING
PADAT DAN KAKU
PROSES
Keterangan : 1) Pada awal mula reaksi hydrasi tersebut akan menghasilkan pengendapan Ca(OH)2, etteringite dan C-S-H akan membentuk coating pada partikel semen serta etteringite akan membentuk coating pada 3CaO.Al2O3, hal ini akan mengakibatkan reaksi hydrasi akan tertahan, periode ini disebut Dormant Periode. 2) Dormant Periode ini terjadi pada 1 jam hingga 2 jam, dan selama itu pasta masih dalam keadaan plastis dan workable. Periode ini berakhir dengan pecahnya coating tersebut dan segera reaksi hydrasi terjadi kembali dan Initial Set segera tercapai. 3) Selama periode beberapa jam, reaksi hydrasi dari 3CaO.SiO2 terjadi dan menghasilkan C-S-H dengan volume lebih dari dua kali volume semen. C-S-H ini akan mengisi rongga dan membentuk titik-titik kontak yang menghasilkan kekakuan.
4) Pada tahap berikutnya terjadi konsentrasi dari C-S-H dan konsentrasi dari titik-titik kontak yang akan menghalangi mobilitas partikel-partikel semen, yang akhirnya pasta menjadi kaku dan Final Setting dicapai dan proses pengerasan mulai terjadi secara steady. 3. Panas hidrasi Panas hidrasi adalah panas yang terjadi pada saat semen bereaksi dengan air, dinyatakan dalam kalori/gram. Jumlah panas yang dibentuk antara lain bergantung pada jenis semen yang dipakai dan kehalusan butiran semen. Dalam pelaksanaan, perkembangan panas ini dapat mengakibatkan masalah yakni timbulnya retakan pada saat pendinginan. Pada beberapa struktur beton, terutama pada struktur beton mutu tinggi, retakan ini tidak diinginkan. Oleh karena itu, perlu dilakukan pendinginan melalui perawatan (curing) pada saat pelaksanaan. Perkembangan panas hidrasi pada beberapa jenis semen portland dapat dilihat pada tabel 2.2 berikut : Tabel 2.2 Perkembangan Panas Hidrasi Semen Portland pada Suhu 21oC Jenis Semen
Hari
Portland
1
2
3
7
28
90
Type I
33
53
61
80
96
104
Type II
-
-
-
58
75
-
Type III
53
67
75
92
101
107
Type IV
-
-
41
50
66
75
Type V
-
-
-
45
50
-
Sumber : Teknologi Beton, Tri Mulyono,2003 4. Perubahan volume (kekalan) Kekalan pasta semen yang telah mengeras merupakan suatu ukuran yang menyatakan kemampuan pengembangan bahan-bahan campurannya dan kemampuan untuk mempertahankan volume setelah pengikatan terjadi. Pengembangan volume dapat
menyebabkan kerusakan dari suatu beton, karena itu pengembangan beton dibatasi 0.8%. Pengembangan semen ini disebabkan karena adanya CaO bebas, yang tidak sempat bereaksi dengan oksida-oksida lain. Selanjutnya CaO ini akan bereaksi dengan air membentuk Ca(OH)2 dan pada saat kristalisasi volumenya akan membesar. Akibat pembesaran volume tersebut, ruang antar partikel terdesak dan akan timbul retakretak. Untuk lebih mudah memahami mengenai syarat mutu fisik semen portland pada beberapa type semen dapat dilihat pada tabel 2.3 berikut :
Tabel 2.3 Sifat Fisik Semen untuk Setiap Type Semen Uraian 1
2
3 4
5
6
7
Type Semen III IV
I
II
10 2800
10 2800
10 2800
10 2800
10 2800
45 8
45 8
45 8
45 8
45 8
60 10
60 10
60 10
60 10
60 10
Kekalan, Pemuaian dalam autoclave, maksimum Kekuatan Tekan : 1 hari kg/cm2, minimum 1+2 hari kg/cm2, minimum 1+6 hari kg/cm2, minimum 1+27 hari kg/cm2, minimum
0.80
0.80
0.80
0.80
0.80
125 200 -
100 175 -
125 250 -
70 175
85 150 210
Pengikatan semu (false set) : Penetrasi akhir, % minimum Panas hidrasi 7 hari, cal/g, maksimum 28 hari, cal/g, maksimum
50
50
50
50
50
-
70 80
-
60 70
-
Pemuaian karena sulfat : 14 hari, % maksimum
-
-
-
-
0.45
Kehalusan : Sisa diatas ayakan 0.09 mm, % maksimum Dengan alat Vicat Blainey Waktu pengikatan (setting time), menggunakan alat “Vicat” Awal, menit minimum Akhir, jam maksimum Waktu pengikatan (setting time), menggunakan alat “Gillmore” Awal, menit minimum Akhir, jam maksimum
Sumber : Teknologi Beton, Tri Mulyono,2003
V
II.5.1.5 Sifat Kimia a) Lime saturated Factor (LSF) Batasan agar semen yang dihasilkan tidak tercampur dengan bahan-bahan alami lainnya. b) Magnesium oksida (MgO) Pada umumnya semua standard semen membatasi kandungan MgO dalam semen Portland, karena MgO akan menimbulkan magnesia expansion pada semen setelah jangka waktu lebih daripada setahun, berdasarkan persamaan reaksi sbb : Mg O + H2O _ Mg (OH)2 Reaksi tersebut diakibatkan karena MgO bereaksi dengan H2O menjadi magnesium hidroksida yang mempunyai volume yang lebih besar. c) SO3 Kandungan SO3 dalam semen adalah untuk mengatur/memperbaiki sifat setting time (pengikatan) dari mortar (sebagai retarder) dan juga untuk kuat tekan. Karena jika pemberian retarder terlalu banyak akan menimbulkan kerugian pada sifat expansive dan dapat menurunkan kekuatan tekan. Sebagai sumber utama SO3 yang sering banyak digunakan adalah gypsum. d) Hilang Pijar (Loss On Ignition) Persyaratan hilang pijar dicantumkan dalam standard adalah untuk mencegah adanya mineral-mineral yang dapat diurai dalam pemijaran. Kristal mineral-mineral tersebut pada umumnya dapat mengalami metamorfosa dalam waktu beberapa tahun, dimana metamorfosa tersebut dapat menimbulkan kerusakan.
e) Residu tak larut Bagian tak larut dibatasi dalam standard semen. Hal ini dimaksudkan untuk mencegah dicampurnya semen dengan bahan-bahan alami lain yang tidak dapat dibatasi dari persyaratan fisika mortar. f) Alkali (Na2O dan K2O) Kandungan alkali pada semen akan menimbulkan keretakan pada beton maupun pada mortar, apabila dipakai agregat yang mengandung silkat reaktif terhadap alkali. Apabila agregatnya tidak mengandung silikat yang reaktif terhadap alkali, maka kandungan alkali dalam semen tidak menimbulkan kerugian apapun. Oleh karena itu tidak semua standard mensyaratkannya. g) Mineral compound (C3S, C2S, C3A, C4AF) Pada umumnya standard yang ada tidak membatasi besarnya mineral compound tersebut, karena pengukurannya membutuhkan peralatan mikroskopik yang mahal. Mineral compound tersebut dapat di estimasi melalui perhitungan dngan rumus, meskipun perhitungan tidak teliti. Tetapi ada standard yang mensyaratkan mineral compound ini untuk jenisjenis semen tertentu. misalnya ASTM untuk standard semen type IV dan type V. Salah satu mineral yang penting yaitu C3A, adanya kandungan C3A dalam semen pada dasarnya adalah untuk mengontrol sifat plastisitas adonan semen dan beton. Tetapi karena C3A bereaksi terhadap sulfat, maka untuk pemakaian di daerah yang mengandung sulfat dibatasi. Karena reaksi antara C3A dengan sulfat dapat menimbulkan korosi pada beton. Untuk lebih mudah memahami mengenai sifat syarat mutu kimia semen portland pada beberapa type semen dapat dilihat pada tabel 2.4 berikut :
Tabel 2.4 Syarat Kimia dalam Semen untuk Setiap Type Semen Uraian
MgO, maksimum SO3, maksimum C3A< 8.0% C3A> 8.0% Hilang Pijar, % maksimum Bagian Tak Larut, % maksimum Alkali sebagai Na2O, % maksimum C3S, % maksimum C2S, % maksimum C3A, % maksimum C3AF+2C3A, atau C4AF+C2F, % maksimum C3S+C3A, % maksimum
Jenis semen II III IV
V
5.0
5.0
5.0
5.0
5.0
3.0 3.5 3.0 1.5 0.6 -
3.0 3.0 1.5 0.6 8 -
3.5 4.5 3.0 1.5 0.6 1.5 -
2.3 2.5 1.5 0.6 35 40 7 -
2.3 3.0 1.5 0.6 5 20
I
Sumber : Teknologi Beton, Tri Mulyono, 2003 II.5.1.6 Komposisi Kimia Semen Portland dibentuk terutama dari bahan kapur (CaO), silica (SiO2), alumina (Al2O3), dan oksida besi (Pe2O3). Isi kombinasi dari total 4 oksida tersebut kira – kira 90 % dari berat semen, karenanya dikenal sebagai unsure utama atau major oxides di dalam semen. 10 % yang lainnya terdiri dari magnesia (MgO), oksida alkali (Na2O dan K2O), titania (TiO2), fosforus-pentoksida (P2O5), dan gypsum, yang dikenal sebagai unsure minor atau minor oxides di dalam semen. Dengan demikian, karakteristik dan perilaku spesifik dari semen akan banyak tergantung pada jenis dan komposisi spesifik dari bahan – bahan dasar yang digunakan dalam campuran produksi semen tersebut. Dibawah ini diberikan secara garis besar komposisi bahan – bahan oksida di dalam semen, yang meliputi sebagian besar jenis semen yang biasa di jumpai di pasaran. Mengenai batasan komposisi umum dari semen Portland dapat lebih jelas kita lihat pada tabel 2.5 berikut :
Tabel 2.5 Batasan komposisi umum dari semen portland Oksida
Berat (%)
CaO
60 – 68
SiO2
17 – 25
Al2O3
3–8
Fe2O3
0,5 – 6,0
MgO
0,5 – 0,6
Na2O + K2O
0,5 – 1,3
TiO2
0,1 – 0,4
P2O5
0,1 – 0,2
SO3
2,0 – 3,5
Sumber : Teknologi Beton, Paul Nugraha, 2007 Sebagian besar semen modern mempunyai kandungan kapur yang tinggi, dan biasanya melampaui 65%. Semen dengan kandungan kapur dibawah 65%, pengerasannya seringkali agak lambat. Dalam hal lain, kandungan kapur maksimum dibatasi oleh kebutuhan untuk menghindari kapur bebas dalam semen. Keberadaan kapur bebas bisa menjadi sumber kelemahan pada permukaan interface antara pasta semen dengan agregat, dan juga bisa menyebabkan ketidakstabilan pada proses pengerasan pasta semen. Dalam proses hidrasi dan pengerasan semen, kapur dan silica akan menjadi penyumbang kekuatan yang terbesar, Sedangkan alumina dan oksida besi akan lebih berfungsi untuk mengatur kecepatan proses hidrasi. Namun dalam proses produksi semen, terutama dalam proses pembakarannya, alumina dan oksida besi akan bertindak sebagai suatu media pembakaran yang bisa berfungsi untuk mengurangi tingkat suhu pembakaran semen. Kandungan minimum dari alumina dan oksida besi seringkali lebih ditentukan oleh kebutuhan untuk menghindari kesulitan produksi klinker pada suhu tinggi, dan bukan oleh kebutuhan komposisi kimianya. Sementara itu kandungan maksimumnya pada umumnya dibatasi oleh kebutuhan untuk mengendalikan waktu pengikatan hidrasi semen. Dalam hal ini, semen dengan rasio
SiO2/(Al2O3 + Fe2O3) yang kurang dari 1,5 pada umumnya menunjukan waktu pengikatan yang cepat, yang biasanya sukar dikontrol lagi oleh proporsi campuran gypsum yang ditambahkan. Dalam proses pembakaran klinker, oksida – oksida silica, alumina, dan besi akan bereaksi dengan kalsium-oksida untuk menghasilkan empat unsure utama semen Portland, yaitu: 3CaO.SiO2 atau tricalsium-silicate, di singkat C3S 2CaO.SiO2 atau bicalsium-silicate, di singkat C2S 3CaO.Al2O3 atau tricalsium-aluminate, di singkat C3A 4CaO.Al2O3.Fe2O3 atau tetracalsium-aluminoferrite, di singkat C4AF. C3S, yang secara umum diperlihatkan dalam jumlah yang besar, sama seperti butiranbutiran yang tidak berwarna. Pada suhu kurang dari 1250 oC. terurai secara lambat laun, tetapi jika proses pendinginnya tidak terlalu lambat, C3S mengingatkan ketidak perubahan dan relatif tidak stabil pada suhu biasa. C3S diketahui ada 3 unsur, atau kemungkinan bisa 4 dari α- C2S yang tahan terhadap suhu yang panas sampai suhu 1450C yang berbeda bentuk dengan bentuk β. β – C2S berbeda dengan 7 – C2S pada sekitar suhu 670 oC. tetapi saat pendinginan semen ekonomis. β – C2S membentuk butiran-butiran yang seragam. C3A, berbentuk kristal segiempat. Tetapi C3A pada butiran-butiran yang membeku membentuk fase interstitial yang tidak berbentuk. C4AF, adalah batasan yang tepat dari C2F ke C5A2F, tetapi C4F adalah bentuk penyederhanaan yang baik.
II.5.2 Agregat II.5.2.1 Umum Agregat ialah butiran mineral alami yang berfungsi sebagai bahan pengisi dalam campuran beton. Kandungan agregat dalam campuran beton biasanya sangat tinggi, yaitu berkisar 60% - 70% dari volume beton. Walaupun fungsinya hanya sebagai pengisi, tetapi karena komposisinya yang cukup besar sehingga karakteristik dan sifat agregat memiliki pengaruh langsung terhadap sifat-sifat beton. Dalam SNI-03-2847-2002, agregat didefenisikan sebagai material granular, misalnya pasir, kerikil, batu pecah, dan kerak tungku pijar, yang dipakai bersama-sama dengan suatu media pengikat untuk membentuk suatu beton atau adukan semen hidraulik. Pada beton semen biasanya volume agregat yang digunakan adalah 50% - 80% volume total beton, sehingga kondisi agregat yang digunakan sangat berpengaruh pada karakteristik beton. Agregat yang digunakan dalam campuran beton dapat berupa agregat alam atau agregat buatan (artificial aggregates). Secara umum agregat dapat dibedakan berdasarkan ukurannya, yaitu agregat kasar dan agregat halus. Ukuran antara agregat halus dengan agregat kasar yaitu 4.75 mm (Berdasarkan Standar ASTM), dimana agregat kasar adalah batuan yang ukuran butirnya lebih besar dari 4.80 mm (4.75 mm) dan agregat halus adalah batuan yang lebih kecil dari 4.80 mm (4.75 mm). Agregat dengan ukuran lebih besar dari 4.80 mm dibagi lagi menjadi dua : yang berdiameter antara 4.80 - 40 mm disebut kerikil beton dan yang lebih dari 40 mm disebut kerikil kasar. Agregat yang digunakan dalam campuran beton biasanya berukuran lebih kecil dari 40 mm. Agregat yang ukurannya lebih besar dari 40 mm digunakan untuk pekerjaan sipil lainnya, misalnya untuk pekerjaan jalan, tanggul-tanggul penahan tanah, bronjong atau bendungan dan lainnya. Agregat halus biasanya dinamakan pasir dan agregat kasar dinamakan kerikil, kricak, batu pecah atau split.
II.5.2.2 Jenis-jenis Agregat Dalam memilih agregat sebagai bahan campuran untuk beton ada beberapa hal yang perlu diperhatikan berkaitan dengan penggunaan agregat dalam campuran beton ada lima, yaitu (Langren, 1994) : 1. Volume udara Udara yang terdapat dalam campuran beton akan mempengaruhi proses pembuatan beton, terutama setelah terbentuknya pasta semen. 2. Volume padat Kepadatan volume agregat akan mempengaruhi berat isi dari beton jadi. 3. Berat jenis agregat Berat jenis agregat akan mempengaruhi proporsi campuran dalam berat sebagai kontrol. 4. Penyerapan Penyerapan akan berpengaruh pada berat jenis 5. Kadar air permukaan agregat Kadar air permukaan agregat berpengaruh pada penggunaan air saat pencampuran Seperti yang telah diuraikan diatas, agregat dapat dibedakan menjadi dua jenis, yaitu agregat alam dan agregat buatan (pecahan). Agregat alam dan pecahan inipun dapat dibedakan berdasarkan beratnya, asalnya, diameter butirnya (gradasi), dan tekstur permukaannya.
JENIS-JENIS AGREGAT
AGREGAT NORMAL
AGREGAT BERAT
AGREGAT RINGAN
BIJI BESI,
AGREGAT
AGREGAT
AGREGAT
AGREGAT
TERAK TANUR TINGGI
ALAM
BUATAN
ALAM
BUATAN
KERIKIL
-PECAHAN BATA
PASIR
-TERAK TANUR
TANPA PENGOLAHAN BATUAN DENGAN PANAS
PASIR GUNUNG
PASIR SUNGAI
PASIR LAUT
BATUAN BEKU
BATUAN METAMOPH
BATUAN ENDAPAN
(Batu Klinker)
TANPA PENGOLAHAN BATUAN DENGAN PANAS (Batu Klinker)
PENGOLAHAN BATUAN DENGAN PANAS (Terak, Batu tulis, Lempung)
PENGOLAHAN BATUAN DENGAN PANAS (Terak, Batu tulis, Lempung)
Gambar 2.6 Klasifikasi Agregat Berdasarkan Sumber Material
II.5.2.2.1 Jenis Agregat Berdasarkan Berat Agregat berdasarkan beratnya dibedakan menjadi 3 jenis agregat yaitu : 1. Agregat berat Agregat berat memiliki berat jenis lebih besar dari 2800 kg/m3. Agregat ini biasanya dipergunakan untuk menghasilkan beton untuk proteksi terhadap radiasi nuklir. 2. Agregat normal Agregat normal dapat dihasilkan dari pemecahan batuan dari quarry ataupun langsung diambil dari alam. Agregat ini biasanya memiliki berat jenis rata-rata 2,5 sampai
dengan 2,7. Beton yang dibuat dengan agregat normal adalah beton yang memiliki berat isi 2.200 - 2.500 kg/m3. beton yang dihasilkan dengan menggunakan agregat ini memiliki kuat tekan sekitar 15 - 40 MPa. 3. Agregat ringan Agregat ringan dipergunakan untuk menghasilkan beton yang ringan dalam sebuah konstruksi yang memperhatikan berat dirinya. Berat isi agregat ringan ini berkisar antara 350 - 880 kg/m3 untuk agregat kasar, dan 750 - 1.200 kg/m3 untuk agregat halusnya. II.5.2.2.2 Jenis Agregat Berdasarkan Bentuk Secara alamiah bentuk agregat dipengaruhi oleh proses geologi batuan. Setelah dilakukan penambangan, bentuk agregat dipengaruhi oleh teknik penambangan yang dilakukan, dapat berupa dengan cara peledakan ataupun dengan mesin pemecah batu. Jika dikonsolidasikan butiran yang berat akan menghasilkan campuran beton yang lebih baik jika dibandingkan dengan butiran yang pipih. Penggunaan pasata semennya akan lebih ekonomis. Bentuk–bentuk agregat ini lebih banyak berpengaruh terhadap sifat pengerjaan pada beton secar (fresh concrete). Test standar yang dapat dipergunakan dalam menentukan bentuk agregat ini adalah ASTM D-3398. Klasifikasi agregat berdasarkan bentuknya adalah sebagai berikut: 1. Agregat bulat Agregat bulat terbentuk karena terjadinya pengikisan oleh air atau keseluruhannya terbentuk karena penggeseran. Rongga udaranya minimum 33%, sehingga rasio luas permukaannnya kecil. Beton yang dihasilkan dari agregat ini kurang cocok untuk beton mutu tinggi, karena ikatan antara agregat kurang kuat.
2. Agregat bulat sebagian atau tidak teratur Agregat ini secara alamiah berbentuk tidak teratur. Sebagian terbentuk karena pergeseran sehingga permukaan atau sudut–sudutmya berbentuk bulat. Rongga udara pada agregat ini lebih tinggi, sekitar 35% - 38%, sehingga membutuhkan lebih banyak pasta semen agar mudah dikerjakan. Beton yang dihasilkan dari agregat ini belum cukup baik untuk mutu tinggi karena ikatan antara agregat belum cukup baik (masih kurang kuat). 3. Agregat bersudut Agregat ini mempunyai sudut–sudut yang tampak jelas, yang terbentuk di tempat–tempat perpotongan bidang–bidang dengan permukaan kasar. Rongga udara pada agregat ini berkisar antara 38% - 40%, sehingga membutuhkan lebih banyak lagi pasta semen agar mudah dikerjakan. Beton yang dihasilkan dari agregat ini cocok untuk struktur yang menekankan pada kekuatan atau untuk beton mutu tinggi karena ikatan antara agregatnya baik (kuat). 4. Agregat panjang Agregat ini panjangnya jauh lebih besar dari pada lebarnya dan lebarnya jauh lebih besar dari tebalnya. Agregat ini disebut panjang jika ukuran terbesarnya lebih dari 9/5 dari ukuran rata–rata. Ukuran rata–rata ialah ukuran ayakan yang meloloskan dan menahan butiran agregat. Sebagai contoh, agregat dengan ukuran rata–rata 15 mm akan lolos ayakan 19 mm dan tertahan oleh ayakan 10 mm. Agregat ini dinamakan panjang jika ukuran terkecil butirannya lebih kecil dari 27 mm (9/5 x 15 mm). Agregat jenis ini akan berpengaruh buruk pada mutu beton yang akan dibuat. Agregat jenis ini cenderung menghasilkan kuat tekan beton yang buruk. 5. Agregat pipih Agregat disebut pipih jika perbandingan tebal agregat terhadap ukuran–ukuran lebar dan tebalnya kecil. Agregat pipih sama dengan agregat panjang, tidak baik untuk campuran
beton mutu tinggi. Dinamakan pipih jika ukuran terkecilnya kurang dari 35 ukuran rata– ratanya. Menurut Galloway (1994) agregat pipih mempunyai perbandingan antara panjang dan lebar dengan ketebalan rasio 1:3 yang dapat digambarkan sama dengan uang logam. 6. Agregat pipih dan panjang Agregat ini mempunyai panjang yang jauh lebih besar daripada lebarnya, sedangkan lebarnya jauh lebih besar dari tebalnya. II.5.2.2.3 Jenis Agregat Berdasarkan Tekstur Permukaan Ukuran susunan agregat tergantung dari kekerasan, ukuran molekul, tekstur batuan dan besarnya gaya yang bekerja pada permukaan butiran yang telah membuat licin atau kasar permukaan tersebut. Secara umum susunan permukaan ini sangat berpengaruh pada kemudahan pekerjaan. Semakin licin permukaan agregat akan semakin sulit beton untuk dikerjakan. Umumnya jenis agregat dengan permukaan kasar lebih disukai. Jenis agragat berdasarkan tekstur permukaannya dapat dibedakan sebagai berikut: 1. Agregat licin / halus (glassy) Agregat jenis ini lebih sedikit membutuhkan air dibandingkan dengan agregat dengan permukaan kasar. Dari hasil penelitian, kekasaran agregat akan menambah kekuatan gesekan antara pasta semen dengan permukaan butiran agregat sehingga beton yang menggunakan agragat ini cenderung mutunya lebih rendah. Agregat licin terbentuk dari akbat pengikisan oleh air, atau akibat patahnya batuan (rocks) berbutir halus atau batuan yang berlapis - lapis. 2. Berbutir (granular) Pecahan agregat jenis ini berbentuk bulat dan seragam.
3. Kasar Pecahannya kasar dapat terdiri dari batuan berbutir halus atau kasar yang mengandung bahan - bahan berkristal yang tidak dapat terlihat dengan jelas melalui pemeriksaan visual. 4. Kristalin (Cristalline) Agregat jenis ini mengandung kristal–kristal yang tampak dengan jelas melalui pemeriksaan visual. 5. Berbentuk sarang lebah (honey combs) Tampak dengan jelas pori–porinya dan rongga - rongganya. Melalui pemeriksaan visual kita dapat melihat lubang–lubang pada batuannya. II.5.2.2.4 Jenis Agregat Berdasarkan Ukuran Butiran Cara membedakan jenis agregat yang paling banyak dilakukan ialah dengan didasarkan pada ukuran butir - butirnya. Menurut ukuran butirnya, agregat dapat dikelompokkan menjadi dua kelompok, yaitu : 1. Agregat Halus Agregat halus (pasir) adalah mineral alami yang berfungsi sebagai bahan pengisi dalam campuran beton yang memiliki ukuran butiran kurang dari 5 mm atau lolos saringan no.4 dan tertahan pada saringan no.200. Agregat halus (pasir) berasal dari hasil disintegrasi alami dari batuan alam. Agregat halus yang digunakan untuk agregat campuran beton dapat digolongkan menjadi 3 macam, yaitu: a. Pasir Galian Pasir golongan ini diperoleh langsung dari permukaan tanah atau dengan cara menggali terlebih dahulu. Pasir ini biasanya tajam, bersudut, berpori dan bebas dari
kandungan garam. Pada kasus tertentu, agregat yang terletak pada lapisan paling atas harus dicuci terlebih dahulu sebelum digunakan. b. Pasir Sungai Pasir ini diperoeh langsung dari dalam sungai, yang pada umumnya berbutir halus, bulat-bulat akibat proses gesekan. Daya lekat antar butir-butirnya agak kurang karena butir yang bulat. Karena ukuran butirannya kecil, maka baik dipakai untuk memplester tembok juga untuk keperluan yang lain. c. Pasir Laut Pasir laut ialah pasir yang di ambil dari pantai. Butirannya halus dan bulat karena gesekan. Pasir ini merupakan pasir yang paling jelek karena banyak mengandung garam-garaman. hal ini mengakibatkan pasir selalu agak basah dan juga menyebabkan pengembangan bila sudah menjadi bangunan. Karena itu, sebaiknya pasir pantai (laut) tidak dipakai dalam campuran beton.
Gambar 2.7 Salah Satu Jenis Agregat Halus
Tabel 2.6 Batasan Gradasi Terbaik untuk Agregat Halus Ukuran Saringan ASTM
Persentase berat lolos tiap saringan
9.5 mm (3/8 in)
100
4.76 mm (No. 4)
95 – 100
2.36 mm ( No.8)
85 – 100
1.19 mm (No.16)
50 – 85
0.595 mm ( No.30 )
25 – 60
0.300 mm (No.50)
10 – 30
0.150 mm (No.100)
2 - 10
Sumber : ASTM, 1991
Persen Butiran Lewat Ayakan
120
100
100
100
85
100 100
95 85
80
60
60 40 20
50
30 25
10 10
2
0 0.15
0.3
0.6
1.2
2.4
4.8
10
Ukuran Ayakan (mm)
Gambar 2.8 Grafik Daerah Gradasi Pasir Terbaik Dalam gradasi agregat halus terdapat 4 daerah gradasi agregat halus, antara lain batas gradasi agregat halus untuk daerah I adalah gradasi untuk jenis pasir kasar, batas gradasi agregat halus untuk daerah II (pasir agak kasar), batas gradasi agregat halus daerah III (pasir halus), dan batas gradasi agregat halus daerah IV (pasir agak halus).
Tabel 2.7 Batas Gradasi Agregat Halus untuk Daerah I (Pasir Kasar) Ukuran Ayakan (mm)
% berat butir yang lewat ayakan
0.15
0 – 10
0.3
5 – 20
0.6
15 – 34
1.2
30 – 70
2.4
60 – 95
4.8
90 – 100
10
100
Sumber : ASTM, 1991
Persentase Berat Butir yang Lewat ayakan
DAERAH I 120
100 100
90
70
80 60
60 34
40 20
100
95
100
20
10
0
15
5
0 0.15
30
0.3
0.6
1.2
2.4
4.8
Ukuran ayakan (mm) Batas Bawah
Batas Atas
Gambar 2.9 Grafik Daerah Gradasi Pasir Kasar
10
Tabel 2.8 Batas Gradasi Agregat Halus untuk Daerah II (Pasir Agak Kasar) Ukuran Ayakan (mm)
% berat butir yang lewat ayakan
0.15
0 – 10
0.3
8 – 30
0.6
35 – 59
1.2
55 – 90
2.4
75 – 100
4.8
90 – 100
10
100
Sumber : ASTM, 1991
Persen Berat Butir yang lewat ayakan
DAERAH II 120
100
100 100
90
80
75
59
60
55 30
40 20
100
90
100
35
10
0
8
0 10
30
59
90
100
100
100
Ukuran Ayakan (mm) Batas Bawah
Batas Atas
Gambar 2.10 Grafik Daerah Gradasi Pasir Agak Kasar
Tabel 2.9 Batas Gradasi Agregat Halus untuk Daerah III (Pasir Halus) Ukuran Ayakan (mm)
% berat butir yang lewat ayakan
0.15
0 – 10
0.3
12 – 40
0.6
60 – 79
1.2
75 – 100
2.4
85 – 100
4.8
90 – 100
10
100
Persen Berat Butir yang Lewat Ayakan
Sumber : ASTM, 1991
DAERAH III 120
100
100
100
79
80
100 100
90
85
75
60
100
60
40
40 20
10
0
12 0
10
40
79
100
100
100
Ukuran ayakan (mm)
Batas Bawah
Batas Atas
Gambar 2.11 Grafik Daerah Gradasi Pasir Halus
100
Tabel 2.10 Batas Gradasi Agregat Halus untuk Daerah IV (Pasir Agak Halus) Ukuran Ayakan (mm)
% berat butir yang lewat ayakan
0.15
0 – 10
0.3
15 – 50
0.6
80 – 100
1.2
90 – 100
2.4
95 – 100
4.8
95 – 100
10
100
Sumber : ASTM, 1991
Persen Berat Butir yang lewat Ayakan
DAERAH IV 120
100
100
100 80
100 95
90
80
100
100 100
95
50
60 40 20
10
0
15 0
0.15
0.3
0.6
1.2
2.4
4.8
10
Ukuran Ayakan (mm) Batas Bawah
Batas Atas
Gambar 2.12 Grafik Daerah Gradasi Pasir Agak Halus 2. Agregat Kasar Agregat kasar (kerikil/batu pecah) berasal dari disintegrasi alami dari batuan alam atau berupa batu pecah yang dihasilkan oleh alat pemecah batu (stone crusher), dengan ukuran butiran lebih dari 5 mm atau tertahan pada saringan no.4. Jenis batu pecah sebagai material pengisi campuran beton dapat dilihat pada gambar 2.13 berikut :
Gambar 2.13 Agregat Kasar (Batu Pecah) Tabel.2.11 Batas Gradasi Agregat Kasar
Ukuran ayakan (mm)
Persen Butir Lewat Ayakan 40 mm
20 mm
12.5 mm
4.8
5 – 10
0 – 10
0 – 10
10
10 – 35
25 – 55
40 – 85
20
30 – 70
95 – 100
100
40
95 – 100
100
100
Persen Butir Lewat Ayakan
Sumber : British Standart
Butir Maksimum 40mm
120 100 80 60 40 20 0 4.8
10 20 Ukuran Ayakan (mm) bawah
40
atas
Gambar 2.14 Grafik Daerah Gradasi Agregat Kasar Maksimum Diameter 40mm
Persen Butir Lewat Ayakan
Butir Maksimum 20mm
120 100 80 60 40 20 0 4.8
10 20 Ukuran Ayakan (mm) bawah
40
atas
Gambar 2.15 Grafik Daerah Gradasi Agregat Kasar Maksimum Diameter 20mm
Butir Maksimum 12.5mm
Persen Butir Lewat ayakan
120 100 80 60 40 20 0 4.8
10 20 Ukuran Ayakan (mm) bawah
40
atas
Gambar 2.16 Grafik Daerah Gradasi Agregat Kasar Maksimum Diameter 12.5mm II.5.2.2.5 Jenis Agregat Berdasarkan Garadasi Gradasi agregat ialah distribusi dari ukuran agregat. Distribusi ini bervariasi dapat dibedakan menjadi tiga, yaitu :
1. Gradasi Sela (Gap Gradation) Jika salah satu atau lebih dari ukuran butir atau fraksi pada satu set ayakan tidak ada, maka gradasi ini akan menunjukkan suatu garis horizontal dalam grafiknya, keistimewaan dari gradasi ini adalah : Pada nilai faktor air semen tertentu, kemudahan pengerjaan akan lebih tinggi bila kandungan pasir lebih sedikity Pada kondisi kelecakan yang tinggi, lebih cenderung mengalami segregasi, oleh karena itu gradasi sela disarankan dipakai pada tingkat kemudahan pekerjaan yang rendah. Gradasi ini tidak berpengaruh buruk pada kekuatan beton 2. Gradasi Menerus Didefenisikan jika agregat yang sama ukuran butirannya ada dan terdistribusi dengan baik. Agregat ini lebih sering dipakai dalam campuran beton. Untuk mendapatkan angka pori yang kecil dan kemantapan yang tinggi sehingga terjadi interlocking yang baik, campuran beton yang membutuhkan variasi ukuran butir agregat. Dibandingkan dengan gradasi sela atau seragam, gradasi ini yang paling baik. 3. Gradasi Seragam Agregat yang mempunyai ukuran yang sama didefenisikan sebagai agregat seragam. Agregat ini terdiri dari batas yang sempit dari ukuran fraksi. Agregat dengan gradasi ini biasanya dipakai untuk beton ringan yaitu jenis beton tanpa pasir, atau untuk mengisi agregat dengan gradasi sela atau untuk campuran agregat yang kurang baik atau tidak memenuhi syarat. II.5.2.3 Syarat Mutu Agregat Agregat normal yang dipakai dalam campuran beton sesuai dengan ASTM, berat isinya tidak boleh kurang dari 1200kg/m3.
II.5.2.3.1 Agregat Halus Agregat halus yang akan digunakan harus memenuhi spesifikasi yang telah ditetapkan. Jika seluruh spesifikasi yang ada telah terpenuhi maka barulah dapat dikatakan agregat tersebut bermutu baik. Adapun spesifikasi tersebut adalah : •
Susunan Butiran ( Gradasi ) pasir Analisa saringan akan memperlihatkan jenis dari agregat halus tersebut. Melalui analisa saringan maka akan diperoleh angka Fine Modulus. Melalui Fine Modulus ini dapat digolongkan 3 jenis pasir yaitu : Pasir Kasar
: 2.9 < FM < 3.2
Pasir Sedang
: 2.6 < FM < 2.9
Pasir Halus
: 2.2 < FM < 2.6
Selain itu ada juga batasan gradasi untuk agregat halus, sesuai dengan ASTM C 33 – 74 a. Batasan tersebut dapat dilihat pada tabel berikut ini : •
Kadar Lumpur atau bagian yang lebih kecil dari 75 mikron (ayakan no.200), tidak boleh melebihi 5% (terhadap berat kering). Apabila kadar Lumpur melampaui 5% maka agragat harus dicuci.
•
Kadar liat tidak boleh melebihi 1% (terhadap berat kering)
•
Agregat halus harus bebas dari pengotoran zat organic yang akan merugikan beton, atau kadar organik jika diuji di laboratorium tidak menghasilkan warna yang lebih tua dari standart percobaan Abrams – Harder.
•
Agregat halus yang digunakan untuk pembuatan beton dan akan mengalami basah dan lembab terus menerus atau yang berhubungan dengan tanah basah, tidak boleh mengandung bahan yang bersifat reaktif terhadap alkali dalam semen, yang jumlahnya cukup dapat menimbulkan pemuaian yang berlebihan di dalam mortar atau
beton dengan semen kadar alkalinya tidak lebih dari 0,60 % atau dengan penambahan yang bahannya dapat mencegah pemuaian. •
Sifat kekal ( keawetan ) diuji dengan larutan garam sulfat : Jika dipakai Natrium – Sulfat, bagian yang hancur maksimum 10 %. Jika dipakai Magnesium – Sulfat, bagiam yang hancur maksimum 15%.
II.5.2.3.2 Agregat Kasar •
Susunan gradasi memenuhi syarat pada tabel yang telah ditetapkan
•
Penggunaan semen yang mengandung Natrium Oksida tidak lebih dari 0.6%
•
Sifat fisik yang mencakup kekerasan agregat diuji dengan bejana Los Angelos, dan jika diuji dengan larutan Natrium sulfat bagiannya yang hancur maksimum 12%, dan dengan magnesium sulfat bagian yang hancur maksimum 18%.
II.5.3 Air II.5.3.1 Umum Air dalam membuat beton adalah untuk memicu proses kimiawi dari semen, membasahi agregat dan memberikan pekerjaan yang mudah dalam pekerjaan beton. Dalam hal pekerjaan beton senyawa yang terkandung di dalam air akan mempengaruhi kualitas beton untu itu diperlukan standart yang baik untuk kualitas air. Untuk itu air dan semen akan terjadi reaksi kimia maka diperlukan perbandingan faktor air semen yang baik yang akan menghasilkan kualitas beton yang baik. Air yang digunakan dapat berupa air tawar (dari sungai, danau, telaga, kolam, situ, dan lainnya), air laut maupun air imbah, asalkan memenuhi syarat mutu yang telah ditetapkan. Air tawar yang dapat diminum umumnya dapat digunakan sebagai campuran beton. Air laut umumnya mengandung 3,5% larutan garam (sekitar 78% adalah sodium
klorida dan 15% adalah magnesium klorida). Garam - garaman dalam air laut ini akan mengurangi kualitas beton hingga 20%. Air laut tidak boleh digunakan sebagai bahan campuran beton pra tegang ataupun beton bertuang karena resiko terhadap karat lebih besar. Air buangan industri yang mengandung asam alkali juga tidak boleh digunakan. II.5.3.2 Sumber-sumber Air Sumber - sumber air yang ada adalah sebagai berikut : 1. Air yang terdapat di udara Air yang terdapat di udara atau atmosfir adalah air yang terdapat di awan. Kemurnian air ini sangat tinggi. Sayangnya, hingga sekarang belum ada teknologi untuk mendapatkan air atmosfir ini secara mudah. Air yang terdapat dalam atmosfir ini kondisinya sama dengan air suling, sehingga sangat mungkin untuk mendapatkan beton yang baik dengan air ini. 2. Air hujan Air hujan menyerap gas - gas serta uap dari udara ke bumi. Udara terdiri dari komponen-komponen utama yaitu zat asam atau oksigen, nitrogen dan karbon dioksida. Bahan- bahan padat serta garam yang larut dalam air hujan terbentuk akibat peristiwa kondensasi. 3. Air tanah Air tanah terutama terdiri dari unsur kation (seperti Ca++, Mg++, Na+, dan K+) dan unsur anion (seperti CO3-, HCO3-, SO4-, Cl-, NO3-). Pada kadar yang lebih rendah, terdapat juga unsur Fe, Mn, Al, B, F dan Se. Disamping itu air tanah juga menyerap gas - gas serta bahan - bahan organik seperti CO2, H2S, dan NH3. 4. Air permukaan
Air permukaan terbagi menjadi air sungai, air danau dan situ, air genangan dan air reservoir. Erosi yang disebabkan oleh aliran air permukaan, membawa serta bahanbahan organic dan mineral-mineral. Air sungai atau air danau dapat digunakan sebagai bahan campuran beton, asal tidak tercemar oleh air buangan industri. Air rawa-rawa atau air genangan tidak dapat digunakan sebagai bahan campuran beton, kecuali setelah melalui pengujian kualitas air. 5. Air laut Air laut mengandung 30.000 - 36.000 mg garam per liter (3 % - 3,6 %) pada umumnya dapat digunakan sebagai campuran untuk beton tidak bertulang, beton prategang dan pratekan atau dengan kata lain ntuk beton - beton mutu tinggi. Air asin yang terdapat di pedalaman mengandung 1000 - 5000 mg garam perliter. Air dengan kadar garam sedang, mengandung 200 - 1000 mg garam perliter. Air didaerah pantai, memiliki kadar garam sekitar 20000 - 30000 mg perliter. Air laut tidak boleh digunakan untuk pembuatan beton pra-tegang, atau pra-tekan, karena batang-batang baja pra-tekan langsung berhubungan dengan betonnya. Air laut sebaiknya tidak digunakan untuk beton yang ditanami alumunium didalamnya, beton yang memakai tulangan atau yang mudah mengalami korosi pada tulangannya akibat perubahan panas (temperatur) dan lingkungan yang lembab (ACI 31889:2-2). II.5.3.3 Syarat Umum Air Pemilihan air yang digunakan sebagai campuran beton didasarkan pada csmpuran beton. Air tersebut harus berasal dari sumber yang sama dan terbukti dapat menghasilkan beton yang memenuhi syarat.
Jika air yang ada dari suatu sumber terbukti memenuhi syarat harus dilakukan uji tekan mortar yang dibuat dengan air tersebut, yang kemudian dibandingkan dengan campuran mortar yang menggunakan air suling. Hasil pengujian (pada usia 7 hari dan 28 hari) kubus adukan yang dibuat dengan air campuran yang tidak dapat diminimum paling tidak harus mencapai 90 % dari kekuatan spesimen serupa yang dibuat dengan air yang dapat diminum. Perbandingan uji kuat tekan harus dialkukan untuk pengujian dilakukan berdasarkan ”Test Methods for Compresivve Strength of hidraulic Cemen portland using 30 mm cube specimens)”. Adapun beberapa syarat umum air adalah sebagai berikut : a. Tidak mengandung lumpur (benda melayang lainnya) lebih dari 2 gram/liter. b. Tidak mengandung garam-garamm yang dapat merusak beton (asam, zat organik, dan sebagainya) lebih dari 15 gram/liter. c. Tidak mengandungf klorida (Cl) lebih dari 0,5 gram/liter. d. Tidak mengandung senyawa sulfat lebih dari 1 gram/liter. Untuk air perawatan, dapat dipakai juga air yang dipakai untuk pengadukan, tetapi harus yang tidak menimbulkan noda atau endapan yang merusak warna permukaan beton. Besi dan zat organis dalam air umumnya sebagai penyebab utama pengotoran atau perubahan warna, terutama jika perawatan cukup lama. Adapun batasan maksimum ion klorida yang terkandung dalam air untu campuran beton dan kadar air bebas untuk workabilitas beton dapat dilihat pada tabel 2.12 dan 2.13 berikut ini :
Tabel 2.12 Batasan maksimum ion klorida Jenis Komponen Struktur Beton prategang
Ion klorida terlarut (Cl-) pada beton (% terhadap berat semen) 0,06
Beton bertulang yang terpapar lingkungan klorida selama masa layannya Beton bertulang yang dalam kondisi kering atau terlindungi dari air selama masa layannya Konstruksi beton bertulang lainnya
0,15
1,00
0,30
Sumber : PBI 1989 :23 Tabel.2.13 Perkiraan Kadar Air Bebas (kg/m3) yang Dibutuhkan untuk Beberapa Tingkat Kemudahan Pekerjaan Adukan Ukuran Besar Butir Agregat Maksimum 10mm
Slump (mm) Jenis agregat
0 – 10
10 – 30
30 – 60
60 – 100
Batu Tak Dipecah
150
180
205
225
20mm
Batu Pecah Batu Tak Dipecah
180 135
205 160
230 180
250 195
30mm
Batu Pecah Batu Tak Dipecah
170 115
190 140
210 160
225 175
Batu Pecah
155
175
190
205
Sumber : SNI-T-15-1990-03 :13, Tabel 6 II.6 Sifat-Sifat Beton Karakteristik dari beton dipertimbangkan dalam hubungannya dengan kualitas yang dituntut untuk suatu tujuan konstruksi tertentu. Pendekatan praktis yang paling baik adalah mengusahakan kesempurnaan semua sifat beton. Adapun sifat sifat beton yaitu : II.6.1 Sifat-Sifat Beton Segar (Fresh Concrete) Beton segar merupakan suatu campuran antara air, semen dan agergat dan bahan tambahan jika diperlukan setelah selesai pengadukan, usaha-usaha seperti pengangkutan,
pengecoran, pemadatan, penyelesaian akhir dan perawatan beton dapat mempengaruhi beton segar itu sendiri setelah mengeras. Pada tiap-tiap pengolahan beton segar ini sangat diperhatikan agar bahan-bahan campuran tetap kompak dan tercampur merata dalam seluruh adukan. Beton segar yang baik terlihat dari kemudahan adukan tersebut dikerjakan (workability) yang mempunyai sifat: 1.
Mobilitas, yaitu kemudahan spesi beton dapat dituangkan (dialirkan) kedalam cetakan pada saat pengecoran.
2.
Kompaktibilitas, yaitu kemudahan spesi beton dipadatkan dan rongga udara dihilangkan.
3.
Stabilitas, yaitu kemampuan spesi beton untuk tetap sebagai masa yang homogen dan stabil selama dikerjakan dan digetarkan tanpa terjadi segregasi dari bahan utamanya. Sifat ini merupakan ukuran dari tingkat kemudahan atau kesulitan adukan untuk
diaduk, diangkut, dituang, dan dipadatkan. Unsur - unsur yang mempengaruhi workabilitas yaitu : 1. Jumlah air pencampur Semakin banyak air yang dipakai makin mudah beton segar itu dikerjakan. 2. Kandungan semen Penambahan semen ke dalam campuran juga memudahkan cara pengerjaan adukan betonnya, karena pasti diikuti dengan penambahan air campuran untuk memperoleh nilai FAS (faktor air semen) yang tetap. 3. Gradasi campuran pasir dan kerikil Bila campuran pasir dan kerikil mengikuti gradasi yang telah disarankan oleh peraturan maka adukan beton akan mudah dikerjakan. Gradasi adalah distribusi
ukuran dari agregat berdasarkan hasil persentase berat yang lolos pada setiap ukuran saringan dari analisa saringan. 4. Bentuk butiran agregat kasar Agregat berbentuk bulat-bulat lebih mudah untuk dikerjakan. 5. Cara pemadatan dan alat pemadat Bila cara pemadatan dilakukan dengan alat getar maka diperlukan tingkat kelecakan yang berbeda, sehingga diperlukan jumlah air yang lebih sedikit daripada jika dipadatkan dengan tangan. Konsistensi/kelecakan adukan beton dapat diperiksa dengan pengujian slump yang didasarkan pada ASTM C 143-74. Percobaan ini menggunakan corong baja yang berbentuk konus berlubang pada kedua ujungnya, yang disebut kerucut Abrams. Bagian bawah berdiameter 20 cm, bagian atas berdiameter 10 cm, dan tinggi 30 cm (disebut sebagai kerucut Abrams), seperti yang ditunjukkan pada gambar 2.17 berikut :
Gambar 2.17 Kerucut Abrams
Untuk menentukan workability beton segar secara praktis dilakukan pengujian slump. Variasi yang terjadi antara nilai slump adanya beberapa ukuran akibat tiga buah jenis slump yang terjadi dalam praktek yaitu: 1. Penurunan umum dan seragam tanpa ada yang pecah, oleh karena itu dapat disebut slump yang sebenarnya. Pengambilan nilai slump sebenarnya dengan mengukur penurunan minimum dari puncak kerucut.
nilai slump
Gambar 2.18 Slump sebenarnya
2. Slump geser yang terjadi bilamana paruh puncaknya tergeser atau tergelincir ke bawah pada bidang miring. Pengambilan nilai slump geser ini ada dua cara yaitu dengan mengukur penurunan minimum dan penurunan rata–rata dari puncak kerucut.
nilai slump nilai slump
Gambar 2.19 Slump geser
3. Campuran beton pada kerucut runtuh seluruhnya. Pengambilan nilai slump collapse dengan mengukur penurunan minimum dari puncak kerucut.
Nilai Slump
Gambar 2.20 Slump runtuh
Tabel.2.14 Slump yang disarankan untuk berbagai jenis konstruksi Slump (cm) Jenis Konstruksi maksimum
minimum
Dinding penahan dan pondasi
12.5
5.0
Fungsi sederhana, sumuran dan
9.0
2.5
Balok dan dinding beton
15
7.5
Kolom struktural
15
7.5
Perkerasan dan slab
7.5
5.0
Beton massal
7.5
2.5
dinding struktur
Sumber : PBI 1971
Tabel.2.15 Jumlah Semen Minimum dan Nilai Faktor air Semen Maksimum
Keterangan Beton di dalam ruang bangunan : a. Keadaan keliling non-korosif b. Keadaan keliling korosif disebabkan oleh kondensasi atau uap-uap korosif Beton di luar ruang bangunan : a. Tidak terlindungi dari hujan dan terik matahari langsung b. Terlindung dari hujan dan terik matahari langsung Beton yang masuk ke dalam tanah : a. Mengalami keadaan basah dan kering berganti-ganti b. Mendapat pengaruh sulfat alkali dari tanah atau air tanah Beton yang kontinu berhubungan dengan air : a. Air tawar b. Air laut
Jumlah semen minimum per m3 beton (kg)
Nilai faktor air semen maksimum
275 325
0.60 0.52
325
0.60
275
0.60
325
0.55
375
0.52
275 375
0.57 0.52
Sumber : PBI 1971 II.6.1.1 Pemisahan Kerikil (Segregation) Kecenderungan butir-butir kasar untuk lepas dari campuran beton dinamakan segregasi. Hal ini akan menyebabkan sarang kerikil, yang pada akhirnya akan menyebabkan keropos pada beton. Segregasi ini disebabkan oleh beberapa hal, antara lain : 1. Campuran kurus atau kurang semen. 2. Terlalu banyak air. 3. Besar ukuran agregat maksimum lebih dari 40 mm. 4. Permukaan butir agregat kasar, semakin kasar permukaan butir agregat semakin mudah terjadi segregasi. Untuk mengurangi kecenderungan segregasi maka diusahakan air yang diberikan sedikit mungkin, adukan beton jangan dijatuhkan dengan ketinggian yang terlalu besar dan
cara pengangkutan, penuangan maupun pemadatan harus mengikuti cara-cara yang benar sesuai dengan peraturan yang telah ditetapkan. II.6.1.2 Pemisahan Air (Bleeding) Kecenderungan air untuk naik kepermukaan beton
yang baru dipadatkan
dinamakan bleeding. Air yang naik ini membawa semen dan butir-butir pasir halus, yang pada saat beton mengeras akan membentuk selaput (laitence). Bleeding dapat dikurangi dengan cara : 1. Memberi lebih banyak semen. 2. Menggunakan air sedikit mungkin. 3. Menggunakan pasir lebih banyak. II.6.2 Sifat-sifat Beton Keras (Hardened Concrete) Sifat-sifat beton yang telah mengeras mempunyai arti yang penting selama masa pemakaiannya. Sifat-sifat penting dari beton yang telah mengeras antara lain kekuatan tekannya, kekuatan tarik belah beton/modulus elastisitas beton, ketahanan beton (durability), permeability dan penyusutan. II.6.2.1 Kekuatan Tekan Beton (f’c) Kekuatan tekan adalah kemampuan beton untuk menerima gaya tekan persatuan luas. Kuat tekan beton mengidentifikasikan mutu dari sebuah struktur. Semakin tinggi tingkat kekuatan struktur yang dikehendaki, semakin tinggi pula mutu beton yang dihasilkan. Kekuatan tekan beton diwakili oleh tegangan tekan maksimum fc’ dengan satuan N/mm² atau MPa dan juga memakai satuan kg/cm². Kekuatan tekan beton merupakan sifat yang paling penting dari beton keras. Umumnya kuat tekan beton berkisar antara nilai 10 - 65 MPa. Untuk struktur beton bertulang pada umumnya menggunakan beton dengan kuat tekan
pada umur 28 hari berkisar 17 - 35 Mpa.
Berdasarkan PBI’97, apabila kekuatan tekan
beton tidak ditentukan berdasarkan jenis benda uji, kekuatan benda uji percobaan dengan benda uji standar pada umur 28 hari diperlihatkan pada tabel 2.16 berikut ini : Tabel 2.16 Perbandingan kekuatan tekan benda uji percobaan Benda Uji
Perbandingan kekuatan tekan beton 3
1,00
3
Kubus 20 x 20 x 20 cm
0,95
Silinder Ø 15 cm, tinggi 30 cm
0,83
Kubus 15 x 15 x 15 cm
Sumber : PBI 1971, tabel 4.1.3 Beberapa faktor seperti ukuran dan bentuk agregat, jumlah pemakaian semen dan air, umur beton, perawatan beton (curing), proporsi campuran beton, kualitas agregat, dapat mempengaruhi kekuatan tekan beton. II.6.2.1.1 Ukuran Dan Bentuk Agregat Semakin kecil area permukaan agregat, maka semakin kecil kebutuhan air untuk campuran beton. Dengan semakin kecilnya faktor air semen, maka kekuatan beton semakin meningkat. Penggunaan agregat dengan ukuran butir maksimum yang lebih besar, dapat menurunkan kekuatan beton. Pada Gambar 2.21 dapat dilihat hubungan antara efek ukuran agregat dengan kekuatan tekan beton.
Compressive Strength
4000
3000
2000
1000
2
3
4
5
6
Finer
7 Coarser
Fineness Modulus of Mixed Aggregates
Gambar 2.21 Grafik pengaruh ukuran agregat terhadap kuat tekan beton II.6.2.1.2 Faktor Air Semen Kekuatan tekan beton dapat diperhitungkan dengan penggunaan faktor air semen. Pada Gambar 2.22 terlihat bahwa kekuatan tekan beton menurun jika perbandingan jumlah berat pemakaian air tehadap berat semen ditingkatkan. Secara umum, semakin besar nilai FAS, semakin rendah mutu kekuatan beton. Dengan demikian, untuk menghasilkan sebuah beton yang bermutu tinggi FAS dalam beton haruslah rendah, sayangnya hal ini menyebabkan kesulitan dalam pengerjaannya. Umumnya nilai FAS minimum untuk beton normal sekitar 0,4 dan nilai maksimumnya 0,65. Tujuan pengurangan FAS ini adalah untuk mengurangi hingga seminimal mungkin porositas beton yang dibuat sehingga akan dihasilkan beton mutu tinggi.
6000 7 days
KUAT TEKAN (f’C)
5000
4000
21 days
3000
2000
0.3
0.4
0.5
0.6
0.7
FAS
Gambar 2.22 Grafik hubungan faktor air semen terhadap kekuatan tekan beton
Gambar 2.23 Hubungan antara kuat tekan beton umur 7 hari dengan faktor air semen menggunakan semen yang cepat mengeras
II.6.2.1.3 Umur beton Kekuatan tekan beton akan bertambah dengan naiknya umur beton. Biasanya nilai kuat tekan ditentukan pada waktu beton mencapai umur 28 hari. Kekuatan beton akan naik secara cepat (linear) sampai umur 28 hari, tetapi setelah itu kenaikannya tidak terlalu signifikan (Gambar 2.24). Umumnya pada umur 7 hari kuat tekan mencapai 65% dan pada umur 14 hari mencapai 88% - 90% dari kuat tekan umur 28 hari.
Umur (hari)
Gambar 2.24 Hubungan antara faktor air semen dengan kekuatan beton selama masa perkembangannya 40 35
Tegangan (Mpa)
30 25 20
28 hari
6 bulan
5 tahun
Waktu (umur)
Gambar 2.25 Hubungan antara umur beton dan kuat tekan beton (Istimawan, 1999)
II.6.2.1.4 Rongga Udara (Voids) Peningkatan faktor air semen dapat menyebabkan rongga udara meningkat, sehingga dapat mempengaruhi penurunan durabilitas, sifat kedap air pada beton, dan juga kekuatan beton. Kebutuhan air dalam pencampuran beton diharapkan cukup untuk mendukung proses hidrasi pada semen, penambahan air pada pencampuran beton dapat menyebabkan terjadinya rongga pada beton, sehingga kualitas beton yang dihasilkan menurun. II.6.2.1.5 Perawatan Beton (Curing) Kekuatan tekan beton bertanbah seiring dengan umur beton dan perawatan beton. Pengaruh perawatan beton dapat dilihat pada Gambar 2.25 peningkatan suhu air baik untuk perawatan beton ataupun pencampuran beton dapat meningkatkan kekuatan beton lebih cepat. Penggunaan curing dengan sistem uap dapat meningkatkan kekuatan beton lebih cepat dibandingkan dengan sistem perawatan beton dengan metode perendaman. II.6.2.1.6 Kualitas Agregat Halus Bentuk agregat akan mempengaruhi kualitas beton yang dibuat. Agregat berbentuk bulat mempunyai rongga udara minimum 33% lebih kecil dari rongga udara yang dimiliki oleh agregat berbentuk lainnya. Dengan semakin berkurangnya rongga udara yang terbentuk, beton yang dihasilkan akan mempunyai rongga udara yang lebih sedikit. Tekstur permukaan agregat halus yang bertekstur halus akan lebih sedikit membutuhkan air dibandingkan dengan agregat dengan permukaan yang kasar. Dengan semakin sedikitnya air yang dibutuhkan kemungkinan menghasilkan beton yang bermutu tinggi lebih besar dibandingkan dengan menggunakan agregat yang bertekstur kasar.
Gradasi yang baik dan teratur dari agregat halus besar kemungkinannya akan menghasilkan beton yang memiliki kekuatan tinggi dibandingkan dengan agregat yang bergradasi bercelah (gap gradation) ataupun dengan gradasi seragam (uniform gradation). Gradasi yang baik adalah gradasi yang memenuhi syarat zona tertentu dan agregat halus tidak boleh mengandung bagian yang lolos pada satu set ayakan lebih besar dari 45% dan tertahan pada ayakan berikutnya. Kebersihan agregat juga akan sangat mempengaruhi dari mutu beton yang akan dibuat, terutama dari zat-zat yang dapat merusak baik pada saat beton muda maupun pada beton yang sudah mengeras. II.6.2.1.7 Kualitas Agregat Kasar Kekuatan agregat bervariasi dalam batas yang besar. Butir-butir agregat dapat bersifat kurang kuat karena dua hal. Pertama, karena terdiri dari bahan yang lemah atau terdiri dari partikel yang kuat tetapi tidak dalam hal pengikatan (interlocking). Kedua, porositas yang besar akan mempengaruhi keuletan atau ketahanan terhadap beban kejut. Dalam hal pemilihan agregat kasar, porositas yang rendah merupakan faktor yang sangat menentukan untuk menghasilkan suatu adukan beton yang seragam. Kekerasan atau kekuatan dari buti-butir agregat kasar bergantung pada bahannya dan tidak dipengaruhi oleh lekatan antar butir satu dengan yang lainnya. Dalam membentuk beton mutu tinggi, kualitas kekuatan tekan agregat perlu menjadi perhatian, dalam hal ini ditentukan dengan suatu pengujian kuat tekan dan ketahanan akan abrasi agregat tersebut. Bentuk fisik dari agregat kasar yang bersudut memiliki rongga udara berkisar antara 38% sampai dengan 40%, dengan demikian membutuhkan lebih banyak pasta semen agar mudah dikerjakan untuk mengurangi rongga udara ini dikombinasikan dengan agregat
halus yang berbbentuk bulat. Beton yang dihasilkan dengan menggunakan agregat ini cocok untuk struktur yang menekankan pada kekuatan beton karena ikatan antar agregat baik dan kuat. Gradasi yang baik dan teratur dari agregat halus besar kemungkinannya akan menghasilkan beton yang memiliki kekuatan tinggi dibandingkan dengan agregat yang bergradasi bercelah (gap gradation) ataupun dengan gradasi seragam (uniform gradation). Gradasi yang baik adalah gradasi yang memenuhi syarat zona tertentu dan agregat halus tidak boleh mengandung bagian yang lolos pada satu set ayakan lebih besar dari 45% dan tertahan pada ayakan berikutnya.