BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Dermatomikosis 1. Pengertian Dermatomikosis adalah penyakit pada kulit, kuku, rambut, dan mukosa yang disebabkan infeksi jamur (Mawarli, 2000). Dermatomikosis mempunyai arti umum, yaitu semua penyakit jamur yang menyerang kulit (Juanda, 2005). 2. Faktor – faktor yang mempengaruhi Dermatomikosis. Menurut Petrus 2005 & Utama 2004 faktor yang mempengaruhi adalah udara yang lembab, lingkungan yang padat, sosial ekonomi yang rendah, adanya sumber penularan disekitarnya, obesitas, penyakit sistemik, penggunaan obat antibiotik, steroid, sitostatika yang tidak terkendali. 3. Macam – Macam Dermatomikosis a. Dermatofitosis Dermatofitosis adalah penyakit jamur pada jaringan yang menjadi zat tanduk, seperti kuku, rambut, dan sratum korneum pada epidermis yang disebabkan oleh jamur dermatofita (Mawarli, 2000). Dermatofitosis (Tinea) adalah infeksi jamur dermatofit (species microsporum, trichophyton, dan epidermophyton) yang menyerang epidermis bagian superfisial (stratum korneum), kuku dan rambut. Microsporum menyerang rambut dan kulit. Trichophyton menyerang rambut, kulit dan kuku. Epidermophyton menyerang kulit dan jarang kuku (Sutomo, 2007). Menurut Emmons, 1994 (dalam Juanda, 2005) dermatofita penyebab dermatofitosis. Golongan jamur ini bersifat mencernakan keratin, dermatifita termasuk kelas fungi imperfecti. Gambaran klinik jamur dermatofita menyebabkan beberapa bentuk klinik yang khas, satu jenis dermatofita menghasilkan klinis yang berbeda tergantung lokasi anatominya.
6
21
Bentuk – Bentuk gejala klinis Dermatofitosis 1) Tinea Kapitis Adalah kelainan kulit pada daerah kepala rambut yang disebabkan jamur golongan dermatofita. Disebabkan oleh species dermatofita trichophyton dan microsporum. Gambaran klinik keluhan penderita berupa bercak pada kepala, gatal sering disertai rambut rontok ditempat lesi. Diagnosis ditegakkan berdasar gambaran klinis, pemeriksaan lampu wood dan pemeriksaan mikroskopis dengan KOH, pada pemeriksaan mikroskopis terlihat spora diluar rambut atau didalam rambut. Pengobatan pada anak peroral griseofulvin 10-25 mg/kg BB perhari, pada dewasa 500 mg/hr selama 6 minggu. 2) Tinea Favosa Adalah infeksi jamur kronis terutama oleh trychophiton schoen lini,
trychophithon violaceum,
dan
microsporum gypseum.
Penyakit ini mirip tinea kapitis yang ditandai oleh skutula warna kekuningan bau seperti tikus pada kulit kepala, lesi menjadi sikatrik alopecia permanen. Gambaran klinik mulai dari gambaran ringan berupa kemerahan pada kulit kepala dan terkenanya folikel rambut tanpa kerontokan hingga skutula dan kerontokan rambut serta lesi menjadi lebih merah dan luas kemudian terjadi kerontokan lebih luas, kulit mengalami atropi sembuh dengan jaringan
parut
permanen.
Diagnosis
dengan
pemeriksaan
mikroskopis langsung, prinsip pengobatan tinea favosa sama dengan pengobatan tinea kapitis, hygiene harus dijaga. 3) Tinea Korporis Adalah infeksi jamur dermatofita pada kulit halus (globurus skin) di daerah muka, badan, lengan dan glutea. Penyebab tersering adalah T. rubrum dan T. mentagropytes. Gambaran klinik biasanya berupa lesi terdiri atas bermacam-macam efloresensi kulit, berbatas tegas dengan konfigurasi anular, arsinar, atau polisiklik, bagian
21
tepi lebih aktif dengan tanda peradangan yang lebih jelas. Daerah sentral biasanya menipis dan terjadi penyembuhan, sementara tepi lesi meluas sampai ke perifer. Kadang bagian tengahnya tidak menyembuh, tetapi tetap meninggi dan tertutup skuama sehingga menjadi bercak yang besar. Diagnosis ditegakkan berdasarkan gambaran klinik dan lokalisasinya serta kerokan kulit dengan mikroskop langsung dengan larutan KOH 10-20% untuk melihat hifa atau spora jamur. Pengobatan sistemik berupa griseofulvin 500 mg sehari selama 3-4 minggu, itrakenazol 100mg sehari selama 2 minggu, obat topikal salep whitfield. 4) Tinea Imbrikata Adalah penyakit yang disebabkan jamur dermatofita yang memberikan gambaran khas berupa lesi bersisik yang melingkarlingkar dan gatal. Disebabkan oleh dermatofita T. concentricum. Gambaran klinik dapat menyerang seluruh permukaan kulit halus, sehingga sering digolongkan dalam tinea korporis. Lesi bermula sebagai makula eritematosa yang gatal, kemudian timbul skuama agak tebal terletak konsensif dengan susunan seperti genting, lesi tambah melebar tanpa meninggalkan penyembuhan dibagian tangahnya. Diagnosis berdasar gambaran klinis yang khas berupa lesi konsentris. Pengobatan sistemik griseofulvin 500 mg sehari selama 4 minggu, sering kambuh setelah pengobatan sehingga memerlukan pengobatan ulang yang lebih lama, ketokonazol 200 mg sehari, obat topikal tidak begitu efektif karena daerah yang terserang luas. 5) Tinea Kruris Adalah penyakit jamur dermatifita didaerah lipat paha, genitalia dan sekitar anus, yang dapat meluas kebokong dan perut bagian bawah. Penyebab E. floccosum, kadang-kadang disebabkan oleh T. rubrum. Gambaran klinik lesi simetris dilipat paha kanan dan kiri mula-mula lesi berupa bercak eritematosa, gatal lama kelamaan
21
meluas sehingga dapat meliputi scrotum, pubis ditutupi skuama, kadang-kadang disertai banyak vesikel kecil-kecil. Diagnosis berdasar gambaran klinis yang khas dan ditemukan elemen jamur pada pemeriksaan kerokan kulit dengan mikroskopis langsung memakai larutan KOH 10-20%. Pengobatan sistemik griseofulvin 500 mg sehari selama 3-4 minggu, ketokonazol, obat topikal salp whitefield, tolsiklat, haloprogin, siklopiroksolamin, derivat azol dan naftifin HCL. 6) Tinea Manus et Pedis Merupakan penyakit yang disebabkan oleh infeksi jamur dermatofita didaerah kilit telapak tangan dan kaki, punggung tangan dan kaki, jari-jari tangan dan kaki serta daerah interdigital. Penyebab tersering T. rubrum, T. mentagrophytes, E. floccosum. Gambaran klinik ada 3 bentuk klinis yang sering dijumpai yaitu: (a) Bentuk intertriginosa berupa maserasi, deskuamasi, dan erosi pada sela jari tampak warna keputihan basah terjadi fisura terasa nyeri bila disentuh, lesi dapat meluas sampai ke kuku dan kulit jari. Pada kaki lesi sering mulai dari sela jari III, IV dan V. (b) Bentuk vesikular akut ditandai terbentuknya vesikula-vesikula dan bila terletak agak dalam dibawah kulit sangat gatal, lokasi yang yang sering adalah telapak kaki bagian tengah melebar serta vesikulanya memecah. (c) Bentuk moccasin foot pada bentuk ini seluruh kaki dan telapak tepi sampai punggung kaki terlihat kulit menebal dan berskuama, eritema biasanya ringan terutama terlihat pada bagian tepi lesi. Diagnosis ditegakkan berdasar
gambaran klinik dan
pemeriksaan kerokan kulit dengan larutan KOH 10-20% yang menunjukkan elemen jamur. Pengobatan cukup topikal saja dengan obat-obat anti jamur untuk interdigital dan vesikular selama 4-6 minggu.
21
7) Tinea unguium Adalah kelainan kuku yang disebabkan infeksi jamur dermatofita. Penyebab tersering adalah T. mentagrophites, T. rubrum. Gambaran klinik biasanya menyertai tinea pedis atau manus penderita berupa kuku menjadi rusak warna menjadi suram tergantung penyebabnya, distroksi kuku mulai dari dista, lateral, ataupun keseluruhan. Diagnosis ditegakkan berdasar gejala klinis pada pemeriksaan kerokan kuku dengan KOH 10-20 % atau biakan untuk menemukan elemen jamur. Pengobatan infeksi kuku memerlukan ketekunan, pengertian kerjasama dan kepercayaan penderita dengan dokter karena pengobatan sulit dan lama. Pemberian griseofulvin 500 mg sehari selama 3-4 bulan untuk jari tangan untuk jari kaki 9-12 bulan. Obat topical dapat diberikan dalam bentuk losion atau crim. 8) Kandidiasis Adalah suatu penyakit kulit akut atau subakut, disebabkan jamur intermediate yang menyerang kulit, kuku, selaput lendir dan alatalat dalam. Penyebab jamur golongan candida yang patogen dan merupakan kandidiasis adalah candida albicans. Gambaran klinik berbentuk kandidiasis sistemik dan lokal, kandidiasis lokal terdiri dari: (a) Kandidiasis oral dimana kelainan ini sering terjadi pada bayi berupa bercak putih seperti membran pada mukosa mulut dan lidah bila membran tersebut diangkat tampak dasar kemerahan dan erosif. (b) Perleche berupa retakan sudut mulut, pedih dan nyeri bila tersentuh makanan atau air. (c) Kandidiasis vaginal kelainan berupa bercak putih diatas mukosa yang eritematosa erosif, mulai dari servik sampai introitus vagina, didapatkan fluor albus putih kekuningan disertai semacam butiran tepung kadan seperti susu pecah terasa gatal serta dispareuni karena ada erosi. (d) Balanitis biasanya terjadi pada laki-laki yang tidak sunat, terasa gatal disertai timbulnya membran atau bercak putih pada gland penis.
21
Kandidiasis kulit terdiri dari: (a) Kandidiasis intertriginosa sering terjadi pada orang gemuk menyerang lipatan kulit yang besar seperti inguinal, aksila, lipat payudara, yang khas adalah bercak kemerahan agak lebar dengan dikelilingi oleh lesi-lesi satelit. (b) Kandidiasis kuku infeksi jamur pada kuku dan jaringan sekitar terasa nyeri dan peradangan sekitar, kuku rusak dan menebal lesi berwarna kehijauan. (c) Kandidiasis granulomatosa bentuk ini jarang dijumpai, manifestasi berupa granuloma terjadi akibat penumpukan krusta serta hipertropi setempat, biasa terdapat dikepala atau ektremitas. (d) Kandidid adalah suatu alergi terhadap elemen jamur atau metabolit candida SSP. Diagnosis dengan pemeriksaan langsung kerokan kulit atau usap mukokutan dengan larutan KOH 10% atau pewarnaan gram yang terlihat sel ragi, blastospora atau hifa semu. Pengobatan kandidiasis kulit dan kandidiasis selaput lendir yang lokal dengan memberi obat anti jamur topikal. Pengobatan kandidiasis oral berupa lozenges atau oral gel yang mengandung nistatin atau mikonazole, pengobatan kandidiasis vaginal obat yang dipakai adalh preparat khusus intravaginal yang mengandung imidasol selama 1-5 hari, terapi oral juga diberikan 1-5 hari. b. Non Dermatofitosis Pitiriasis versikolor (Panau) Adalah penyakit jamur superfisial yang kronik biasanya tidak memberikan keluhan subjektif berupa bercak skuama halus warna putih sampai coklat hitam, meliputi badan kadang-kadang menyerang ketiak, lipat paha, lengan, tungkai atas, leher, muka, kulit kepala yang berambut. Menurut Ballon (1889 dalam Juanda 2005) Disebabkan oleh malassezia furfur robin. Gambaran klinik kelainan terlihat bercakbercak warna warni, bentuk teratur sampai tidak teratur batas jelas sampai difus kadang penderita merasa gatal ringan. Diagnosis pada sediaan langsung kerokan kulit dengan larutan KOH 20 % terlihat
21
campuran hifa pendek dan spora-spora bulat yang dapat berkelompok. Pengobatan harus dilakukan menyeluruh tekun dan konsisten. Obat yang dapat dipakai suspensi selenium sulfida ( selsun ) dipakai sebagai sampo 2-3x seminggu. Obat lain derivat azol misal mikonazole, jika sulit disembuhkan ketokonazole dapat dipertimbangkan dengan dosis 1x 200 mg sehari selama 10 minggu.
B. Pendidikan 1. Pengertian Pendidikan adalah suatu proses belajar yang berarti didalam pendidikan itu terjadi proses pertumbuhan perkembangan atau perubahan kearah yang lebih matang pada diri individu atau kelompok (Notoatmojo: 2003). Suwarno (1992) dalam Nursalam (2001) mengemukakan bahwa pendidikan berarti bimbingan yang diberikan oleh seseorang terhadap perkembangan orang lain menuju kearah suatu cita-cita tertentu. Pendidikan merupakan aspek kehidupan yang harus dan pasti dijalani oleh semua manusia sejak lahir selama masa pertumbuhan dan perkembangan sampai mencapai kedewasaan masing-masing (Nawawi, 2000) Menurut Koentjoroningrat (1997) dalam Nursalam (2001) makin tinggi tingkat pendidikan seseorang makin mudah menerima informasi sehingga makin banyak pula pengetahuan yang dimiliki, sebaliknya pengetahuan yang kurang akan menghambat perkembangan sikap seseorang terhadap nilai-nilai yang diperkenalkan. Pendidikan menurut manusia untuk berbuat mengisi kehidupan untuk mencapai keselamatan dan kebahagiaan. Pendidikan diperlukan untuk mendapat informasi, misalnya hal-hal yang menunjang kesehatan sehingga dapat meningkatkan kualitas hidup.
21
2. Jenjang Pendidikan Jenjang pendidikan adalah tahapan pendidikan yang ditetapkan berdasarkan tingkat perkembangan peserta didik, tujuan yang akan dicapai dan kemampuan yang akan dikembangkan. Menurut UUD RI no 20 tahun 2003 pendidikan di Indonesia mengenal 3 jenjang pendidikan yaitu : a. Pendidikan Dasar Pendidikan dasar merupakan jenjang pendidikan awal selama 9 (sembilan) tahun pertama masa sekolah anak-anak yang melandasi jenjang pendidikan menengah. Pendidikan dasar berbentuk sekolah dasar (SD) dan madrasah ibtida’iyah (MI) atau bentuk lain yang sederajat serta sekolah menengah pertama (SMP) dan madrasah Tsanawiyah (MTs) atau bentuk lain yang sederajat. b. Pendidikan Menengah Pendidikan menengah merupakan jenjang pendidikan lanjutan sekolah dasar. Pendidikan menengah berbentuk sekolah menengah atas (SMA), sekolah menengah kejuruan (SMK), dan madrasah aliyah keagamaan (MAK) atau bentuk lain yang sederajat. c. Pendidikan Tinggi. Pendidikan tinggi adalah jenjang pendidikan setelah pendidikan menengah yang mencangkup program sarjana, magister, doktor, dan specialis yang diselengarakan oleh perguruan tinggi. Pendidikan tinggi dapat berbentuk akademi, politeknik, sekolah tinggi, institut atau universitas.
21
C. Pengetahuan 1. Pengertian Menurut Notoatmojo (2003) pengetahuan merupakan hasil dari “tahu” dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi mulai dari panca indera manusia, yakni indera penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga. Pengetahuan dan kognitif merupakan domain yang sangat penting dalam pembentukan tindakan seseorang (over behavior). Roger 1974 (dalam Notoatmojo, 2007) mengungkapkan bahwa sebelum orang mengadopsi perilaku baru, didalam diri orang tersebut terjadi proses yang berurutan, yaitu : 1) Awareness (kesadaran), yakni orang tersebut menyadari dalam arti mengetahui stimulus (objek) terlebih dahulu. 2) Interest, yakni orang tertarik pada stimulus. 3) Evaluation (menimbang-nimbang baik dan tidaknya stimulus tersebut bagi dirinya). Hal ini sikap responden sudah lebih baik. 4) Trial, orang mulai mencoba perilaku baru. 5) Adaption, subjek telah berperilaku baru sesuai dengan pengetahuan, kesadaran, dan sikapnya terhadap stimulus. 2. Tingkat Pengetahuan Menurut Notoatmojo (2003) pengetahuan dalam aspek kognitif dibagi menjadi 6 tindakan yaitu : a. Tahu (know) Artinya mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya, yang termasuk dalam kategori ini adalah mengingat kembali (recall) sesuatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang diterima. Kata kerja untuk mengukur bahwa orang tahu tentang apa yang
dipelajari
antara
lain
menyebutkan,
menguraikan,
mendefinisikan, menyatakan, dan sebagainya. b. Memahami (Comprehension) Artinya suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui dan dapat menginterpretasikan materi tersebut
21
secara benar. Orang yang telah paham terhadap objek atau materi harus dapat menjelaskan, menyebutkan, contoh: menyimpulkan, meramalkan tehadap objek yang telah dipelajari. c. Application (Analysis) Artinya suatu kemampuan untuk menguraikan materi atau suatu objek kedalam komponen-komponen tetapi masih didalam suatu struktur organisasi dan masih ada kaitannya satu sama lain, misalnya dapat menggambarkan (membuat bagan),
membedakan,
memisahkan,
mengelompokkan dan lain sebagainya. d. Sintesis (Synthesis) Artinya suatu kemampuan untuk menyusun kembali bagian-bagian atau unsur-unsur tadi menjadi suatu keseluruhan yang menjadi arti tertentu. e. Evaluasi (Evaluation) Artinya kemampuan untuk melakukan penilaian terhadap suatu materi atau objek. Penilaian-penilaian itu didasarkan pada suatu kriteria yang ditentukan sendiri atau menggunakan kriteria-kriteria yang telah ada. 3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pengetahuan Menurut Soekanto (2006) ada beberapa faktor yang mempengaruhi pengetahuan, yaitu: a. Tingkat Pendidikan Pendidikan adalah upaya untuk memberikan pengetahuan agar menjadi perubahan yang paling positif yang meningkat. Semakin tinggi tingkat pendidikan, maka akan mengakibatkan kesadaran dasar akan pentingnya ilmu pengetahuan. Hal ini dapat memacu seseorang untuk bersifat aktif dalam meningkatkan pengetahuan. b. Informasi Seseorang yang mempunyai sumber informasi yang lebih banyak akan mempunyai pengetahuan yang lebih luas melalui media elektronika maupun media cetak.
21
c. Budaya Tingkah laku manusia atau sekelompok manusia dalam memenuhi kebudayaan meliputi sikap dan kepercayaan. d. Pengalaman Sesuatu yang pernah dialami seseorang akan menambah pengetahuan tentang sesuatu yang bersifat informal. Contoh: seseorang yang pernah bekerja di instansi kesehatan, walaupun belum pernah bekerja di instansi kesehatan, walaupaun belum pernahmenyelesaikan pendidikan kesehatan orang tersebut akan mempunyai pengetahuan yang lebih dibanding dengan orang yang mempunyai latar belakang pendididkan yang sama namun dalam belum bekerja. e. Sosial Ekonomi Tingkat kemampuan seseorang memenuhi kebutuhan hidupnya semakin tinggi tingkat sosial akan mendapat tingkat pengetahuan dengan semakin luasnya mendapat informasi. Pengukuran variabel pengetahuan menggunakan skala ordinal dengan membagi dua kategori yaitu kategori baik dan kurang. Menurut Hastono (2001) pengukuran skala ordinal tidak hanya membagi kelompokkelompok yang tidak tumpang tindih, tetapi antara kelompok itu ada hubungan (rangking). Hubungan antar kelompok ini dapat ditulis sebagai lebih kecil (<) atau lebih besar (>). Jadi dari kelompok yang sudah ditentukan dapat diurutkan menurut besar kecilnya. Pembagian kategori pengetahuan menggunakan cut of point. Menurut Hastono (2001) pembagian kategori menggunakan cut of point didasarkan pada distribusi data normal atau tidak. Bila mean, median, dan mode sama bentuk distribusi datanya normal, maka kategori baik > mean dan kategori kurang < mean. Sedangkan bila nilai mean, median, dan mode tidak sama bentuk distribusi data tidak normal maka kategori baik > median dan kategori kurang < median.
21
D. Kerangka Teori. Menurut Petrus 2005& Utama 2004 faktor yang mempengaruhi adalah udara yang lembab, lingkungan yang padat, sosial ekonomi yang rendah, adanya
sumber
penularan
disekitarnya,
obesitas,
penyakit
sistemik,
penggunaan obat antibiotik, steroid, sitostatika yang tidak terkendali. Menurut Blum 1974 (dalam Notoatmojo, 2007) perilaku merupakan faktor terbesar kedua setelah lingkungan yang mempengaruhi kesehatan individu, kelompok atau masyarakat. Dalam rangka pembinaan dan peningkatan perilaku kesehatan masyarakat, tampaknya pendekatan edukasi (pendidikan kesehatan) lebih tepat dibandingkan dengan pendekatan koersi. Dapat disimpulkan bahwa pendidikan kesehatan adalah suatu bentuk intervensi atau upaya yang ditujukan kepada perilaku, agar perilaku kondusif untuk kesehatan. Pendidikan kesehatan mengupayakan agar perilaku induvidu, kelompok
atau
masyarakat
mempunyai
pengaruh
positif
terhadap
pemeliharaan dan peningkatan kesehatan. Pengalaman dan penelitian terbukti bahwa perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan lebih langgeng. Pada garis besarnya perilaku manusia dapat dilihat dari 3 aspek yakni aspek fisik, psikis, sosial. Akan tetapi dari ketiga aspek tersebut sulit untuk ditarik garis yang tegas dalam mempengaruhi perilaku manusia. Secara lebih terinci perilaku manusia sebenarnya merupakan refleksi dari berbagai gejala kejiwaan, seperti pengetahuan, keinginan, kehendak, minat, motivasi, persepsi, sikap dan lain sebagainya (Notoatmojo, 2007). Green 1980 (dalam Notoatmojo, 2007) mencoba menganalisis perilaku manusia dari tingkat kesehatan. Kesehatan seseorang atau masyarakat dipengaruhi oleh 2 faktor pokok, yakni faktor perilaku (behavior causes) dan faktor di luar perilaku (non-behavior causes). Selanjutnya perilaku itu sendiri ditentukan atau terbentuk dari 3 faktor, yaitu : 1. Faktor
Predisposisi
(predisposing
factor),
yang
terwujud
dalam
pengetahuan , sikap, kepercayaan, keyakinan, nilai-nilai dan sebagainya.
21
2. Faktor-faktor pendukung (enabling factor), yang terwujud dalam lingkungan fisik, tersedia atau tidak tersedianya fasilitas-fasilitas atau sarana-sarana kesehatan, misal puskesmas, obat-obatan. 3. Faktor-faktor pendorong (reinforcing factor) yang terwujud dalam sikap dan perilaku kesehatan, atau petugas lain, yang merupakan kelompok referensi dari perilaku masyarakat. Dari teori Green dapat disimpulkan bahwa faktor-faktor terjadinya penyakit dermatomikosis sebagian besar karena perilaku penderita itu sendiri. Dari faktor predisposisi yang terwujud dalam pengetahuan penderita tentang penyakit dermatomikosis meliputi pengertian, tanda dan gejala, pencegahan, pengobatan. Sikap dalam menjaga higiene, menjaga sanitasi lingkungan, perilaku penderita untuk memeriksakan penyakitnya akan dipermudah apabila penderita tersebut tahu apa manfaat berobat , tahu siapa dan dimana berobat penyakitnya tersebut. kepercayaan, keyakinan, nilai-nilai dan sebagainya. Faktor pendukung yang terwujud dalam lingkungan fisik seperti udara yang panas, adanya sumber penularan disekitarnya, penggunaan zat kimia seperti menggunakan obat antibiotik, steroid, sitostatika yang terus menerus. Tersedianya atau tidak tersedianya fasilitas-fasilitas atau sarana kesehatan, misalnya puskesmas sebagai pusat kesehatan yang terdekat, obat-obatan. Faktor pendorong terwujud dalam sikap dan perilaku para petugas termasuk petugas kesehatan apakan petugas kesehatan selalu menyarankan untuk berperilaku sehat dalam menjaga kebersihan. Untuk berperilaku sehat, masyarakat kadang-kadang bukan hanya perlu pengetahuan dan sikap positif, dan dukungan fasilitas saja, melainkan diperlukan perilaku contoh (acuan) dari para tokoh masyarakat, tokoh agama, para petugas lebih-lebih petugas kesehatan. Perilaku seseorang atau masyarakat tentang kesehatan ditentukan oleh pengetahuan, sikap, kepercayaan, tradisi, dan sebagainya. Disamping itu, ketersediaan fasilitas, sikap dan perilaku para petugas kesehatan terhadap kesehatan juga akan mendukung dan memperkuat terbentuknya perilaku (Notoatmojo, 2007).
21
Model segitiga epidemiologi menurut John Goron (dalam Subaris & Kristiawan, 2009) menggambarkan interaksi tiga komponen penyebab penyakit yaitu: Manusia (host), Penyebab/bibit penyakit (agent), dan lingkungan (environment). Penyakit dapat terjadi karena adanya ketiga komponen tersebut. 1. Host (manusia) Hal-hal yang berkaitan dengan terjadinya penyakit pada manusia yaitu : Umur, jenis kelamin, bentuk anatomi tubuh, fungsi fisiologis, status kesehatan termasuk status gizi, keadaan iminitas, kebiasaan hidup dan kehidupan sosial, pekerjaan. 2. Agent (penyebab/bibit penyakit) Terdiri dari biotis dan abiotis. Biotis khususnya pada penyakit menular yaitu terdiri dari lima golongan : protozoa, metazoa, bakteri, virus dan jamur. 3. Environment (lingkungan). Lingkungan adalah agrerat dari seluruh kondisi dan pengaruhpengaruh luar yang mempengaruhi kehidupan dan perkembangan suatu organisme. Lingkungan dapat dibagi menjadi dalam 3 bagian utama : a. Lingkungan biologis (fauna dan flora disekitar manusia). Bersifat biotik yaitu : mikroorganisme penyebab penyakit, reservoir penyakit infeksi (binatang atau tumbuhan), vektor pembawa penyakit, tumbuhan dan binatang sebagai sumber bahan makanan, obat, dll. b. Lingkungan fisik bersifat abiotik yaitu : udara, keadaan tanah geografi, air, zat kimia, polusi. c. Lingkungan sosial adalah semua bentuk kehidupan sosial politik dan sistem organisasi serta institusi yang berlaku bagi setiap individu yang membangun masyarakat antara lain : sistem ekonomi yang berlaku, bentuk organisasi masyarakat, sistem pelayanan kesehatan, keadaan kepadatan masyarakat.
penduduk dan
kepadatan
rumah,
kebiasaan hidup
21
Dari uraian model segitiga epidemiologi dapat ditarik kesimpulan bahwa kejadian penyakit dermatomikosis dipengaruhi oleh 3 komponen tersebut yaitu manusia, penyebab/bibit penyakit dan lingkungan. Manusia dalam hal ini berkaitan dengan keadaan imunitas yang menurun sehingga organisme ini memungkinkan untuk menginfeksi manusia, kebiasaan hidup yang tidak sehat. Agent penyakit jamur bersifat biotis yaitu jenis penyakit yang menular. Environment berkaitan dengan Lingkungan biologis seperti binatang yang menjadi sumber penularan. Lingkungan fisik berkaitan dengan keadaan udara yang lembab sehingga memudahkan jamur untuk berkembang dengan baik. Zat kimia (seperti penggunaan obat antibiotik, steroid, sitostatika yang tidak terkendali). Lingkungan sosial berkaitan dengan lingkungan yang padat, sanitasi, sistem ekonomi yang rendah, kebiasaan hidup masyarakat yang kurang sehat. Berdasarkan teori perilaku Green dan Model segitiga epidemiologi diatas, peneliti membuat sebuah kerangka pikir yang menggambarkan faktor-faktor yang mempengaruhi kejadian penyakit dermatomikosis sebagai berikut :
21
Faktor predisposisi: Pendidikan Pengetahuan tentang penyakit dermatomikosis Sikap dalam menjaga hygiene, sanitasi lingkungan Kepercayaan Keyakinan Nilai-nilai
Penyakit sistemik Obesitas
-
Faktor pendukung : Lingkungan fisik(udara yang lembab),zat kimia(penggunaan obat antibiotik,steroid,sitostatika yang tidak terkendali),adanya sumber penularan disekitarnya. Manusia,adanya bibit penyakit. Fasilitas/sarana kesehatan(puskesmas,obatobatan)
Kejadian penyakit dermatomikosis
Faktor pendorong Sikap petugas kesehatan Perilaku petugas lain(tokoh agama,tokoh masyarakat) Kepadatan penduduk dan kepadatan rumah. Kebiasaan hidup masyarakat.
Skema 2.1
-
Kesakitan kenyamanan
Gatal,kronik,kumatkumatan.
Kerangka teori faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku terjadinya penyakit dermatomikosis
Sumber : Modifikasi Green 1980 (Notoatmojo,2003) & Model segitiga epidemiologi John Goron (Subaris & Kristiawan,2009)
21
E. Variabel Penelitian 1. Variabel Independent (Variabel Bebas) Variabel independent merupakan independent yang menjadi sebab perubahan atau timbulnya variabel dependent (terikat). Variabel ini juga dikenal dengan nama variabel bebas artinya bebas dalam mempengaruhi variabel lain (Alimul, 2007). Dalam penelitian ini variabel tingkat pendidikan dan pengetahuan pasien merupakan variabel independent. 2. Variabel Dependent Variabel dependent merupakan variabel yang dipengaruhi atau menjadi akibat karena variabel bebas. Variabel ini tergantung dari variabel bebas terhadap perubahan (Alimul, 2007). Dalam penelitian
ini variabel kejadian penyakit dermatomikosis
merupakan variabel dependent.
F. Kerangka Konsep Variabel Independent
Variabel Dependent
Tingkat Pendidikan Kejadian Penyakit Dermatomikosis Pengetahuan
Tingkat Pendidikan Kontrol Pengetahuan
Skema : 2.2 Kerangka konsep penelitian hubungan tingkat pendidikan dan pengetahuan dengan kejadian penyakit dermatomikosis di Poli Kulit dan Kelamin RSUD Kajen Kabupaten Pekalongan.
21
G. Hipotesa 1. Mayor Ada hubungan antara tingkat pendidikan dan pengetahuan dengan kejadian penyakit dermatomikosis di poli kulit dan kelamin RSUD Kajen Kabupaten Pekalongan. 2. Minor a. Ada hubungan antara tingkat pendidikan pasien dengan kejadian penyakit dermatomikosis di poli kulit dan kelamin RSUD Kajen Kabupaten Pekalongan. b. Ada hubungan antara tingkat pengetahuan pasien dengan kejadian penyakit dermatomikosis di poli kulit dan kelamin RSUD Kajen Kabupaten Pekalongan.