BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Landasan Teori 2.1.1
Pengembangan Wilayah Pada dasarnya pengembangan adalah proses dimana individu,
kelompok, organisasi, institusi dan masyarakat meningkatkan kemampuannya untuk : 1.
Menjalankan fungsi pokok, memecahkan masalah, menentukan dan mencapai tujuan.
2.
Memahami dan menghubungkan kebutuhan pengembangan mereka dalam konteks yang luas dan dengan cara yang terus menerus (Milen, 2004). Wilayah sebagai suatu kesatuan geografis memiliki potensi bagi
dijalankannya suatu aktifitas pembangunan dan pengembangan wilayah. Dan wilayah (region) juga merupakan suatu unit geogarfi yang membentuk suatu kesatuan. Pengertian unit geografi adalah ruang sehingga bukan merupakan aspek fisik tanah saja, tetapi lebih dari itu meliputi aspek-aspek lain, seperti ekonomi, biologi, social, dan budaya (Wibowo dan Soetriono, 2004). Menurut Sirojuzilam (2005) pengembangan wilayah pada dasarnya merupakan peningkatan nilai manfaat wilayah bagi mayarakat suatu wilayah tertentu, mampu menampung lebih banyak penghuni, dengan tingkat
Universitas Sumatera Utara
kesejahteraan masyarakat yang rata-rata membaik, disamping menunjukkan lebih banyak sarana/prasarana, barang atau jasa yang tersedia dan kegiatan usaha-usaha masyarakat yang meningkat, baik dalam arti jenis, intensitas, pelayanan
maupun
kualitasnya.
Sedangkan
menurut
Misra
(1977)
pengembangan wilayah ditopang oleh empat pilar (tetraploid discipline) yaitu geografi, ekonomi, perencanaan kota dan teori lokasi. Seperti terlihat pada gambar berikut ini :
GEOGRAFI
EKONOMI PENGEMBANGAN WILAYAH
TEORI LOKASI
PERENCANAAN KOTA
Gambar 2.1 Pilar-pilar pengembangan wilayah menurut Misra (1977) Namun pendapat Misra mengenai pengembangan wilayah ini terlalu sederhana. Aspek biogeofisik tidak hanya direpresentasikan dengan teori geografi maupun teori lokasi. Oleh karena itu menurut Budiharsono (2005) pengembangan wilayah setidak-tidaknya perlu ditopang oleh 6 pilar/aspek, yaitu (1) aspek biogeofisik; (2) aspek ekonomi; (3) aspek social budaya; (4) aspek kelembagaan ; (5) aspek lokasi dan (6) aspek lingkungan.
Universitas Sumatera Utara
ASPEK KELEMBAGAAN
ASPEK BIOGEOFISIK
ASPEK LOKASI
PENGEMBANGAN WILAYAH
ASPEK SOSIAL
ASPEK EKONOMI
ASPEK LINGKUNGAN
Gambar 2.2. Pilar-pilar pengembangan wilayah menurut Budiharsono (2005)
Dari gambar diatas dapat dilihat berbagai analisis yang dapat dilakukan terhadap pengembangan wilayah, yaitu aspek biogeofisik meliputi kandungan sumber daya hayati, sumber daya nirhayati, jasa-jasa maupun sarana dan prasarana yang ada di wilayah tersebut. Sedangkan aspek ekonomi meliputi kegiatan ekonomi yang terjadi di sekitar wilayah. Aspek sosial meliputi budaya, politik, dan hankam yang merupakan pembinaan kualitas sumber daya manusia, posisi tawar (dalam bidang politik), budaya masyarakat serta pertahanan dan keamanan. Aspek lokasi menunjukkan keterkaitan antara wilayah yang satu dengan wilayah lainnya yang berhubungan dnegan sarana produksi, pengelolaan maupun pemasaran. Aspek lingkungan meliputi kajian mengenai bagaimana proses produksi mengambil input apakah merusak atau tidak.
Universitas Sumatera Utara
Aspek kelembagaan meliputi kelembagaan masyarakat yang ada dalam pengelolaan suatu wilayah apakah kondusif atau tidak. Kelembagaan juga meliputi peraturan dan perundang-undangan yang berlaku baik dari pemerintah pusat maupun pemerintah daerah maupun lembaga-lembaga sosial ekonomi yang ada di wilayah tersebut. Analisa pengembangan wilayah yang dilakukan dalam penelitian ini dilihat dari aspek ekonominya. Di dalam aspek ekonomi ini terdapat pendapatan asli daerah. Kemudian peneliti akan melihat pengaruh pendapatan asli daerah (PAD) terhadap pertumbuhan ekonomi dikaitkan dengan pengembangan wilayah Kabupaten Toba Samosir.
2.1.2
Otonomi Daerah Tekad pemerintah pusat untuk meningkatkan pemerintah daerah dalam
mengelola daerahnya bersumber dari prinsip dasar yang terkandung dalam UUD 1945 Pasal 18 yang berbunyi : Pemerintahan daerah Indonesia atas dasar besar dan kecil dengan bentuk susunan pemerintahannya ditetapkan dengan Undang-Undang, dengan memandang dan mengingat dasar permusyawaratan dalam system pemerintahan Negara dan hak-hak asal-usul dalam daerah-daerah yang bersifat istimewa. UUD 1945 Pasal 18 tersebut dipertegas dengan lahirnya UU No. 22 Tahun 1999 tentang pemerintahan daerah yang kemudian direvisi menjadi UU No. 32 Tahun 2004 tentang pemerintahan daerah.
Universitas Sumatera Utara
Menurut Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 yang dimaksud dengan otonomi daerah adalah kewenangan daerah otonom untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Lebih lanjut Suparmoko (2002) menerangkan bahwa yang dimaksud dengan Daerah Otonom adalah kesatuan masyarakat hukum dengan daerah tertentu berwenang mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakasrsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat.
Dengan demikian
Pemerintah Daerah diberikan kewenangan untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakatnya dengan menggunakan potensi-potensi yang ada di daerahnya dan juga diharapkan mampu menggali sumber-sumber keuangan khususnya untuk memenuhi kebutuhan pembiayaan pemerintahan dan pembangunan daerahnya melalui Pendapatan Asli Daerah (PAD). Tujuan
utama
penyelenggaraan
otonomi
daerah
adalah
untuk
meningkatkan pelayanan publik dan memajukan perekonomian daerah. Pada dasarnya terkandung tiga misi utama pelaksanaan otonomi daerah dan desentralisasi fiskal, yaitu : (1) meningkatkan kualitas dan kuantitas pelayanan publik dan mensejahterakan masyarakat, (2) menciptakan efisiensi dan efektivitas pengelolaan sumber daya daerah, dan (3) memberdayakan dan menciptakan ruang bagi masyarakat (publik) untuk berpartisipasi dalam proses pembangunan (Mardiasmo, 2002).
Universitas Sumatera Utara
Dalam penjelasan UU Nomor 32 Tahun 2004 juga dinyatakan bahwa untuk menyelenggarakan Otonomi Daerah yang luas, nyata dan bertanggung jawab diperlukan kewenangan dan kemampuan menggali sumber-sumber keuangan sendiri, yang didukung oleh perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan daerah serta antara propinsi dan kabupaten/kota yang merupakan prasyarat dalam sistem pemerintah daerah. Dengan desentralisasi administratif juga diharapkan adanya pelimpahan wewenang dan tanggung jawab terhadap sumber-sumber keuangan untuk menyediakan pelayanan publik. Pelimpahan wewenang tersebut menyangkut perencanaan, pendanaan dan pelimpahan manajemen fungsi-fungsi pemerintahan dari pemerintah pusat kepada aparat di daerah. Sehingga desentralisasi atau otonomi daerah menuntut pemerintah di daerah agar meningkatkan kemampuan dalam mengumpulkan pendapatan asli daerah untuk membiayai kegiatan di daerahnya dalam bentuk APBD. Dengan demikian tujuan kebijakan desentralisasi adalah mewujudkan keadilan antara kemampuan dan hak daerah, peningkatan Pendapatan Asli Daerah (PAD), dan mengurangi subsidi dari pemerintah pusat, mendorong pembangunan
daerah
sesuai
dengan
aspirasi
masing-masing
daerah
(Suparmoko, 2001).
Universitas Sumatera Utara
2.1.3
Pendapatan Asli Daerah (PAD) Pemerintah
meningkatkan
daerah
pada
kemampuannya
masa dalam
sekarang
ini
mengumpulkan
didorong
untuk
sumber-sumber
penerimaan daerah dengan maksud agar subsidi dari pemerintah pusat dapat dikurangi sehingga mengurangi beban APBN. Suparmoko (2002) menyatakan bahwa sumber penerimaan daerah terdiri dari : a) pendapatan asli daerah (PAD), b) dana perimbangan, c) pinjaman daerah dan d) lain-lain pendapatan daerah yang sah. Pendapatan asli daerah sebagai sumber penerimaan daerah yang berasal dari daerah tersebut merupakan sumber dana yang peningkatannya sangat tergantung pada kemampuan pemerintah daerah itu sendiri. Menurut UU NO. 33 Tahun 2004 bahwa Pendapatan Asli Daerah, selanjutnya disebut PAD adalah pendapatan yang diperoleh daerah yang dipungut berdasarkan peraturan daerah sesuai dengan peraturan perundangundangan. Pendapatan Asli Daerah tersebut terdiri dari pajak dan retribusi daerah, keuntungan perusahaan milik daerah, hasil pengolahan kekayaan daerah, dan lain-lain pendapatan asli daerah yang sah. Pendapatan Asli Daerah (PAD) adalah sumber pendapatan daerah yang murni digali oleh daerah sendiri, dan oleh karena itu daerah mempunyai keleluasaan penuh dalam memanfaatkan dana tersebut untuk kepentingan daerah sesuai dengan kebutuhan dan prioritas daerah. Dalam era otonomi daerah sekarang ini, daerah diberikan kewenangan yang lebih besar untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri.
Universitas Sumatera Utara
Tujuannya antara lain untuk lebih mendekatkan pelayanan pemerintah kepada masyarakat, memudahkan masyarakat untuk memantau dan mengontrol penggunaan dana yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), selain untuk menciptakan persaingan yang sehat antara daerah dan mendorong timbulnya inovasi. Sejalan dengan kewenangan tersebut, kewenangan keuangan khususnya untuk memenuhi kebutuhan pembiayaan pemerintah dan pembangunan di daerahnya melalui sumber Pendapatan Asli Daerah (PAD). Tuntutan peningkatan PAD semakin besar seiring dengan semakin banyaknya kewenangan pemerintah yang dilimpahkan kepada daerah disertai pengalihan personil, peralatan, pembiayaan dan dokumentasi (P3D) ke daerah dalam jumlah besar. Sumber-sumber penerimaan daerah yang potensial harus digali secara maksimal, namun tentu saja di dalam koridor peraturan perundangundangan yang berlaku, termasuk diantaranya adalah pajak daerah dan retribusi daerah yang memang telah sejak lama menjadi unsur PAD yang sama (Sidik, 2002). Sejalan dengan hal diatas Suparmoko (2002) mengatakan peranan pajak dan retribusi sebagai sumber pendapatan daerah yang utama di samping dana perimbangan yang diperoleh dari hasil eksploitasi sumber daya alam akan sangat menentukan kekuatan APBD. Dengan demikian jelaslah bahwa pendapatan
asli
daerah
juga
menentukan
upaya
pemerintah
dalam
meningkatkan kemampuan keuangan daerah bagi penyelenggaraan rumah
Universitas Sumatera Utara
tangganya sendiri yang dituangkan dalam APBD. Dana APBD tersebut kemudian digunakan untuk pembangunan daerah dalam memenuhi kebutuhan masyarakat. Sehingga pembangunan yang dilakukan diharapkan dapat memacu pertumbuhan ekonomi di wilayah Kabupaten Toba Samosir. Sehingga optmalisasi sumber-sumber PAD perlu dilakukan untuk meningkatkan kemampuan keuangan daerah. Untuk itu diperlukan intensifikasi dan ekstensifikasi subjek dan objek pajak daerah.
2.1.4
Pajak Daerah Halim (2007) menyatakan Pajak Daerah merupakan Pendapatan Daerah
yang berasal dari pajak. Lebih lanjut Kesit (2003) menyatakan bahwa Pajak Daerah merupakan iuran wajib yang dilakukan oleh orang pribadi atau badan tanpa imbalan langsung yang seimbang, yang dapat dipaksakan berdasarkan undang-undang yang berlaku, yang hasilnya digunakan untuk membiayai penyelenggaraan pemerintah daerah dan pembangunan daerah. Mardiasmo (1992) yang dimaksud dengan pajak daerah adalah pajak yang dipungut Daerah berdasarkan peraturan pajak yang ditetapkan oleh Daerah untuk kepentingan pembiayaan rumah tangga Pemerintahan Daerah tersebut. Menurut Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, bahwa Pajak Daerah, yang selanjutnya disebut pajak, adalah kontribusi wajib kepada Daerah yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan undang-undang, dengan tidak
Universitas Sumatera Utara
mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan daerah bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Wewenang mengenakan pajak atas penduduk untuk membiayai layanan masyarakat merupakan unsur penting dalam pemerintahan daerah. Dalam kehidupan bernegara yang layak, pajak merupakan sumber pendapatan yang utama untuk membiayai kegiatan pemerintah dalam menyediakan kebutuhankebutuhan yang tidak dihasilkan oleh swasta. Pajak disamping berperan sebagai sumber pendapatan (budgetary function) yang utama juga berperan sebagai alat pengatur (regulatory function). Secara makro (regional) yaitu untuk seluruh kabupaten atau kota pengenaan pajak langsung seperti pajak kendaraan bermotor akan mengurangi tingkat pendapatan yang dapat dibelanjakan. Oleh karena itu perlu dipahami apa dampaknya terhadap individu wajib pajak maupun terhadap perekonomian secara keseluruhan. Pada umumnya setiap kegiatan, termasuk pemungutan pajak, dapat dikaji atau dinilai menurut dampaknya terhadap efisiensi (tingkat output yang dihasilkan) atau distribusi (pemerataan beban dan manfaatnya). Pendapatan asli daerah yang berasal dari pajak daerah merupakan bagian pendapatan asli daerah yang terbesar, kemudian disusul dengan pendapatan yang berasal dari retribusi daerah (Suparmoko, 2002). Penggalian sumber-sumber keuangan daerah yang berasal dari pajak daerah ditentukan oleh 2 (dua) hal, yaitu : dasar pengenaan pajak dan tarif pajak. Pemerintah Daerah cenderung untuk menggunakan tarif yang tinggi agar
Universitas Sumatera Utara
diperoleh total penerimaan pajak daerah yang maksimal. Pengenaan tarif pajak yang lebih tinggi, secara teoritis tidak selalu menghasilkan total penerimaan maksimum. Hal ini tergantung pada respons wajib pajak, permintaan dan penawaran barang yang dikenakan tarif pajak lebih tinggi. Formulasi model ini dikenal sebagai Model Leviathan. Model Leviathan ini memberikan pelajaran kepada kita bahwa peningkatan penerimaan pajak daerah tidak harus dicapai dengan menggunakan tarif pajak yang terlalu tinggi, tetapi dengan pengenaan tarif pajak yang lebih rendah
dikombinasikan
dengan
struktur
pajak
yang
meminimalkan
penghindaran pajak dan respon harga dan kuantitas barang terhadap pengenaan pajak sedemikian rupa, maka akan dicapai Total Penerimaan Maksimum (Sidik, 2002). Tarif Pajak Daerah
Kurva Laffer
t*
Total Penerimaan Daerah T* Gambar 2.3 Model Leviathan
Universitas Sumatera Utara
2.1.5
Retribusi Daerah Menurut Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah
dan Retribusi Daerah, yang selanjutnya disebut Retribusi, adalah pungutan daerah sebagai pembayaran atas jasa atau pemberian izin tertentu yang khusus disediakan dan/atau diberikan oleh Pemerintahan Daerah untuk kepentingan orang pribadi atau badan. Disamping pajak daerah, sumber pendapatan asli daerah yang cukup besar peranannya dalam menyumbang pada terbentuknya pendapatan asli daerah adalah retribusi daerah. Di beberapa daerah pendapatan yang berasal dari retribusi daerah dapat lebih besar daripada pendapatan dari pajak daerah. Pemungutan retribusi dibayar langsung oleh mereka yang menikmati suatu pelayanan, dan biasanya dimaksudkan untuk menutup seluruh atau sebagian dari biaya pelayanannya. Selanjutnya retribusi hanya akan berpengaruh pada kesediaan menggunakan atau permintaan terhadap jasa atau pelayan maupun produk yang dihasilkan oleh pemerintah. Oleh karena itu retribusi tidak seperti halnya dengan pajak, retribusi hanya akan mengurangi konsumsi tetapi tidak mengurangi kemampuan dan kemauan untuk bekerja, menabung dan berinvestasi. Memang dengan retribusi itu berarti pengeluaran masyarakat akan bertambah, tetapi tidak akan signifikan sifatnya, sehingga tidak akan mempunyai dampak yang terlalu besar dalam perekonomian di daerah.
Universitas Sumatera Utara
Tetapi retribusi dapat berpengaruh dalam hal distribusi pendapatan, karena retribusi dapat digunakan oleh pemerintah daerah untuk melindungi yang lemah dalam perekonomian dan membagikan beban masyarakat itu kepada kelompok berpenghasilan tinggi di daerah yang sama. Karena itu sistem retribusi yang progresif dapat bermanfaat untuk redistribusi pendapatan dalam masyarakat di daerah.
2.1.6
Lain-lain PAD yang sah Menurut Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang perimbangan
keuangan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah dinyatakan bahwa lain-lain pendapatan asli daerah yang sah antara lain, hasil penjualan aset daerah dan jasa giro. Sedangkan menurut Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 8 Tahun 1978 tentang penerimaan sumbangan pihak ketiga kepada daerah ditegaskan bahwa penerimaan lain-lain antara lain berasal dari penerimaan sumbangan dari pihak ketiga oleh daerah atas dasar sukarela dan tidak mengikat serta dengan persetujuan DPRD Tk. II. Penerimaan lain-lain pendapatan asli daerah (PAD) yang sah merupakan penerimaan yang didapat atas dasar sukarela sehingga tidak ada kewajiban pemerintah daerah untuk melakukan balas jasa atas pemberian yang dilakukan oleh pihak ketiga. Sehingga tidak menjadi beban pemerintah unutk melakukan timbal balik atas sumbangan yang diberikan. Namun sumbangan ini merupakan
Universitas Sumatera Utara
tanggung jawab moral pemerintah daerah untuk mengalokasikannnya pada pembangunan infrastruktur daerah yang dibutuhkan oleh masyarakat. Pendapatan asli daerah tidak seluruhnya memiliki kesamaan, terdapat pula sumber-sumber pendapatan lainnya, yaitu penerimaan lain-lain yang sah, kelompok penerimaan lain-lain dalam pendapatan daerah Tingkat II mencakup berbagai penerimaan kecil-kecil, seperti hasil penjualan alat berat dan bahan jasa. Penerimaan dari swasta, bunga simpanan giro dan bank serta penerimaan dari denda kontraktor. Namun walaupun demikian sumber penerimaan daerah sangat bergantung pada potensi daerah itu sendiri.
2.1.7
Produk Domestik Reginal Bruto (PDRB) PDRB merupakan salah satu indikator ekonomi makro yang dapat
memberikan petunjuk sejauh mana perkembangan ekonomi dan struktur ekonomi daerah. Produk Nasional Bruto (PNB) atau Produk Domestik Bruto (PDB) tersebut dapat dianggap sebagai indikator peningkatan kesejahteraan masyarakat secara umum (Sirojuzilam, 2005). Menurut Rahardja dan Manurung (2002) yang dimaksud dengan Produk Dosmetik Regional Bruto (PDRB) adalah nilai barang dan jasa akhir, yang diproduksi oleh sebuah perekonomian dalam satu periode (kurun waktu) dengan menggunakan faktor-faktor produksi yang berada (berlokasi) dalam perekonomian tersebut. PDRB menurut harga berlaku artinya nilai barang dan jasa dihitung berdasarkan harga pada tahun yang bersangkutan yang berarti
Universitas Sumatera Utara
termasuk kenaikan harga, sedangkan PDRB menurut harga konstan, nilai barang dan jasa yang dihasilkan dihitung berdasarkan tahun dasar. Cara penghitungan PDRB atas dasar harga konstan telah menghilangkan pengaruh harga atau inflasi, sehingga dapat menunjukkan nilai yang sebenarnya (Widodo, 1990). Dengan mempedomani dan menghitung PDRB tersebut baik berdasarkan harga berlaku maupun berdasarkan harga konstan, dapat dilihat pertumbuhan ekonomi serta tingkat kemakmuran penduduk di suatu daerah, dimana tinggi rendahnya tingkat kemakmuran di suatu daerah biasanya diukur dengan besar kecilnya angka pendapatan perkapita yang diperoleh dari pembagian antara pendapatan regional dengan jumlah penduduk pertengahan tahun.
2.2
Penelitan Terdahulu Samuel (2006) melakukan analisa pengaruh pendapatan asli daerah (PAD)
terhadap Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) dalam pengembangan wilayah Kabupaten Deli Serdang. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui pengaruh PAD terhadap pengembangan wilayah Kabupaten Deli Serdang. Hasil penelitian tersebut menyimpulkan
terdapat
pengaruh
yang
signifikan
antara
PAD
terhadap
pengembangan wilayah Kabupaten Deli Serdang. Keriahen (2005) melakukan analisa pengaruh otonomi daerah terhadap pendapatan asli daerah (PAD) dan sektor-sektor berpotensi yang dapat dikembangkan di Pemerintah Kota Medan. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui sektor-sektor dari
Universitas Sumatera Utara
PAD yang berpotensi untuk dapat dikembangkan dalam meningkatkan PAD di Pemerintah Kota Medan. Hasil penelitian tersebut menyimpulkan bahwa PAD yang meliputi variabel pajak daerah, retribusi daerah, dan lain-lain PAD yang sah berpengaruh signifikan terhadap PAD Kota Medan. Sembiring (2001) melakukan analisis potensi PAD bagi pengembangan wilayah Kabupaten Karo. Tujuan penelitian untuk mengetahui pengaruh PAD terhadap pertumbuhan ekonomi di Kabupaten Karo. Hasil penelitian tersebut menyimpulkan PAD berpengaruh signifikan terhadap PDRB dan pendapatan perkapita Kabupaten Karo. Henri (2009) melakukan penelitian pengaruh pendapatan asli daerah (PAD) terhadap belanja daerah di Kabupaten Toba Samosir. Tujuan penelitian untuk mengetahui apakah ada pengaruh pajak daerah, retribusi daerah, dan lain-lain pendapatan asli daerah yang sah terhadap belanja daerah di Kabupaten Toba Samosir. Hasil penelitian tersebut menyimpulkan secara simultan pajak daerah, retribusi daerah, dan lain-lain PAD yang sah berpengaruh positif terhadap belanja daerah di Kabupaten Toba Samosir.
2.3
Kerangka Konseptual Dalam penelitian ini pengembangan wilayah Kabupaten Toba Samosir dilihat
melalui salah satu aspek saja yaitu aspek ekonomi. Di dalam aspek ekonomi terdapat komponen pendapatan asli daerah, yang terdiri dari pajak daerah, retribusi daerah dan lain-lain PAD yang sah. Kemudian pendapatan asli daerah tersebut akan digunakan
Universitas Sumatera Utara
pemerintah untuk pembangunan daerah Kabupaten Toba Samosir. Perkembangan PDRB dari tahun ke tahun dapat menunjukkan tingkat perkembangan perekonomian daerah secara makro, agregatif dan sektoral. Dengan adanya perkembangan PDRB dari tahun ke tahun diharapkan dapat mempengaruhi pengembangan wilayah di Kabupaten Toba Samosir. Kerangka konseptual yang dijadikan dasar dalam penelitian ini adalah : PENDAPATAN ASLI DAERAH (PAD)
PAJAK DAERAH (X1)
RETRIBUSI DAERAH (X2)
LAIN-LAIN PAD YANG SAH (X3)
PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO (Y)
PENGEMBANGAN WILAYAH KABUPATEN TOBA SAMOSIR Gambar 2.4 Kerangka Konseptual Penelitian
Universitas Sumatera Utara
2.4
Hipotesis Penelitian Dari kerangka konseptual diatas maka rumusan hipotesis penelitian yang
diajukan adalah: 1.
Pajak daerah berpengaruh terhadap PDRB Kabupaten Toba Samosir.
2.
Retribusi daerah berpengaruh terhadap PDRB Kabupaten Toba Samosir.
3.
Lain-lain PAD yang sah berpengaruh terhadap PDRB Kabupaten Toba Samosir.
Universitas Sumatera Utara