11
BAB II TINJAUAN PUSTAKA Dalam bab II ini dijelaskan tentang pengertian motivasi, teori–teori motivasi, tujuan pemberian motivasi, prinsip–prinsip dalam motivasi kerja, indikator motivasi kerja, faktor–faktor yang mempengaruhi motivasi kerja, dan pengaruh faktor-faktor motivasi terhadap motivasi kerja karyawan.
2.1 Pengertian Motivasi
Motivasi berasal dari kata Latin movere yang berarti dorongan atau menggerakan. Motivasi (motivation) dalam manajemen hanya ditunjukan pada Sumber Daya Manusia umumnya dan bawahan pada khususnya. Motivasi mempersoalkan bagaimana caranya mengarahkan daya dan potensi bawahan agar mau bekerja sama secara produktif berhasil mencapai dan mewujudkan tujuan yang telah ditentukan. Motivasi menurut Edwin B. Flippo yang dikutip dari Hasibuan (1996), motivasi merupakan suatu keahlian dalam mengarahkan pegawai dan organisasi agar mau bekerja secara berhasil, sehingga keinginan para pegawai dan tujuan organisasi tercapai. Sedangkan menurut Ernest J. Mc Cormick yang dikutip oleh Mangkunegara (2001) menyatakan bahwa motivasi kerja sebagai kondisi yang berpengaruh membangkitkan, mengarahkan dan memelihara perilaku yang berhubungan dengan lingkungan. Motivasi menurut Mangkuprawira (2007), merupakan dorongan yang membuat karyawan melakukan sesuatu dengan cara dan untuk mencapai tujuan tertentu,
11
12
motivasi itu timbul tidak saja karena ada unsur di dalam dirinya, tetapi juga karena adanya stimulus dari luar, seberapapun tingkat kemampuan yang dimiliki seseorang, pasti butuh motivasi, dengan perkataan lain potensi sumber daya manusia adalah sesuatu yang terbatas, dengan demikian kinerja seseorang merupakan fungsi dari faktor–faktor kemampuan dan motivasi dirinya. Pentingnya
motivasi
karena
motivasi
adalah
hal
yang
menyebabkan,
menyalurkan dan mendukung perilaku manusia, agar mau bekerja giat dan antusias untuk mencapai hasil yang optimal. Motivasi semakin penting karena manajer membagikan pekerjaan pada bawahannya untuk dikerjakan dengan baik dan terintegrasi kepada tujuan yang diinginkan. Perusahaan tidak hanya mengharapkan karyawan mampu, cakap dan terampil tetapi yang terpenting mereka memiliki keinginan untuk bekerja dengan giat dan mencapai hasil kerja yang baik. Motivasi bukan hanya mempersoalkan bagaimana caranya mendorong gairah kerja bawahannya agar mereka “mampu, cakap, dan terampil”, tetapi yang terpenting mereka mau bekerja giat dan berkeinginan untuk mencapai hasil kerja yang optimal. Kemampuan, kecakapan dan keterampilan karyawan tidak ada artinya bagi perusahaan jika mereka tidak mau bekerja keras dengan mempergunakan kemampuan, kecakapan dan keterampilan yang dimilikinya (Hasibuan, 1996). Dengan motivasi diharapkan setiap individu dalam organisasi mau bekerja keras dan antusias untuk mencapai produktivitas kerja yang tinggi. Motivasi sebaiknya dilakukan oleh pimpinan karena pimpinan yang akan membagikan dan mengawasi pekerjaan kepada para bawahannya untuk dikerjakan dengan baik. Untuk dapat memotivasi karyawan, manajer harus mengetahui kebutuhan (needs) dan keinginan (wants) yang diperlukan bawahan dari hasil pekerjaan itu. Manajer
13
dalam memotivasi harus menyadari bahwa orang akan mau bekerja keras dengan harapan ia akan dapat memenuhi kebutuhan dan keinginan dari hasil pekerjaannya. Menurut Peterson dan Plowman dalam Hasibuan (1996), keinginan–keinginan itu adalah: 1.
The desire to live, artinya keinginan untuk hidup merupakan keinginan utama dari setiap orang, manusia bekerja untuk dapat makan, dan makan untuk dapat melanjutkan hidupnya
2. The desire for possession, artinya keinginan untuk memiliki sesuatu merupakan keinginan manusia yang kedua, dan ini salah satu sebab kenapa manusia mau bekerja 3. The desire for power, artinya keinginan akan kekuasaan merupakan keinginan selangkah di atas keinginan untuk memiliki, mendorong orang mau bekerja 4. The desire for recognition, artinya keinginan akan pengakuan merupakan jenis terakhir dari kebutuhan dan juga mendorong orang untuk bekerja Peterson dan Plowman dalam Hasibuan (1996) juga mengungkapkan bahwa kebutuhan (needs) dan keinginan–keinginan (wants) yang dipuaskan dalam bekerja itu adalah: 1. Kebutuhan fisik dan keamanan: kebutuhan ini menyangkut kepuasan kebutuhan fisik (fisiologis), seperti makan, minum, tempat tinggal disamping rasa aman dan menikmatinya 2. Kebutuhan sosial: kebutuhan yang hanya bisa dipuaskan apabila masing– masing dari individu ditolong dan diakui oleh orang lain. Oleh karena itu manusia tergantung satu sama lain.
14
3. Kebutuhan egositik: kebutuhan ini berhubungan dengan keinginan orang untuk bebas mengerjakan sesuatu sendiri dan puas karena berhasil menyelesaikannya dengan baik Berdasarkan uraian tersebut dapat dilihat bahwa motivasi merupakan proses untuk mendorong karyawan agar mau bekerja dengan giat untuk mencapai tujuan perusahaan.
2.2 Teori–Teori Motivasi Terdapat beberapa teori motivasi yang berpengaruh besar dalam praktek pengembangan sumber daya manusia dalam suatu organisasi. 2.2.1 Teori Hierarki Kebutuhan Menurut Maslow Menurut teori Maslow dalam Hasibuan (1996), kebutuhan dan kepuasan pekerjaan identik dengan kebutuhan biologis dan psikologis, yaitu berupa material dan non material. Dasar teori ini adalah bahwa manusia merupakan makhluk yang keinginannya tak terbatas atau tanpa henti. Alat motivasinya adalah kepuasan yang belum terpenuhi serta kebutuhan berjenjang.
15
Jenjang tersebut dapat digambarkan dari paling rendah sampai yang paling tinggi sebagai berikut.
Kebutuhan mengembangkan diri Kebutuhan akan prestasi Kebutuhan sosial
Kebutuhan fisiologis
Jaminan keamanan dan keselamatan kerja
Gambar 2.2 Jenjang Kebutuhan dari Paling Rendah sampai Paling Tinggi Sumber: Abraham Maslow dalam Hasibuan 1996
Penjelasannya: 1. Kebutuhan yang bersifat fisiologis (lahiriyah). Manifestasi kebutuhan ini terlihat dalam tiga hal pokok: sandang, pangan dan papan. Bagi karyawan, kebutuhan akan gaji, uang lembur, perangsang, hadiah-hadiah dan fasilitas lainnya seperti rumah, kendaraan dll. Menjadi motif dasar dari seseorang mau bekerja, menjadi efektif dan dapat memberikan produktivitas yang tinggi bagi organisasi.
16
2. Kebutuhan keamanan dan keselamatan kerja (Safety Needs). Kebutuhan ini mengarah kepada rasa keamanan, ketentraman, jaminan seseorang dalam kedudukannya, wewenangnya dan tanggung jawabnya sebagai karyawan. Dia dapat bekerja dengan antusias dan penuh produktivitas bila dirasakan adanya jaminan atas kedudukan dan wewenangnya. 3. Kebutuhan sosial (Social Needs). Kebutuhan akan kasih sayang dan bersahabat (kerjasama) dalam kelompok kerja atau antar kelompok. Kebutuhan akan diikut sertakan, meningkatkan relasi dengan pihak-pihak yang diperlukan dan tumbuhnya rasa kebersamaan termasuk adanya sense of belonging dalam organisasi. 4. Kebutuhan akan prestasi (Esteem Needs). Kebutuhan akan kedudukan dan promosi dibidang kepegawaian. Kebutuhan akan simbol-simbol dalam statusnya seseorang serta prestise yang ditampilkannya. 5. Kebutuhan untuk mengembangkan diri (Self actualization). Setiap orang ingin mengembangkan kapasitas kerjanya dengan baik. Hal ini merupakan kebutuhan untuk mewujudkan segala kemampuan (kebolehannya) dan seringkali nampak pada hal-hal yang sesuai untuk mencapai citra dan cita diri seseorang. Dalam motivasi kerja pada tingkat ini diperlukan kemampuan manajemen untuk dapat mensinkronisasikan antara harapan individu dan tujuan organisasi untuk dapat melahirkan hasil produktivitas organisasi yang lebih tinggi. Teori Maslow tentang motivasi secara mutlak menunjukkan perwujudan diri sebagai pemenuhan (pemuasan) kebutuhan yang bercirikan pertumbuhan dan pengembangan individu. Perilaku yang ditimbulkannya dapat dimotivasikan oleh
17
manajer dan diarahkan sebagai subjek-subjek yang berperan. Dorongan yang dirangsang ataupun tidak, harus tumbuh sebagai subjek yang memenuhi kebutuhannya masing-masing yang harus dicapainya dan sekaligus selaku subjek yang mencapai hasil untuk sasaran-sasaran organisasi. 2.2.2 Teori Motivasi Kerja Dua Faktor oleh Frederick Herzberg Frederick Herzberg (1966) dalam Mangkuprawira (2007), ada dua jenis faktor yang mendorong seseorang untuk berusaha mencapai kepuasan dan menjauhkan diri dari ketidakpuasan. Dua faktor itu disebutnya faktor hygiene (faktor ekstrinsik) dan faktor motivator (faktor intrinsik). Faktor hygiene memotivasi seseorang untuk keluar dari ketidakpuasan, termasuk didalamnya adalah hubungan antar manusia, imbalan, kondisi lingkungan, dan sebagainya (faktor ekstrinsik), sedangkan faktor motivator memotivasi seseorang untuk berusaha mencapai kepuasan, yang termasuk didalamnya adalah achievement, pengakuan, kemajuan tingkat kehidupan, dan sebagainya (faktor intrinsik). Ada tiga hal yang harus diperhatikan dalam memotivasi bawahan menurut Herzberg dalam Hasibuan (1996): 1. Hal-hal yang mendorong pegawai adalah pekerjaan yang menantang yang mencakup perasaan berprestasi, bertanggung jawab, kemajuan, dapat menikmati pekerjaan itu sendiri dan adanya pengakuan atas semuanya. 2. Hal-hal yang mengecewakan pegawai adalah terutama faktor yang bersifat embel-embel saja pada pekerjaan, peraturan kerja, penerangan, istirahat, sebutan jabatan, hak, gaji, tunjangan dan lain-lain.
18
3. Pegawai akan kecewa bila peluang bagi mereka untuk berprestasi terbatas atau dibatasi, kemungkinan mereka cenderung akan mencari kesalahankesalahan Herzberg dalam Hasibuan (1996), ada sembilan jenis kebutuhan yang sifatnya non material yang oleh para anggota organisasi dipandang sebagai hal yang turut mempengaruhi perilakunya dan yang menjadi faktor motivasi yang perlu dipuaskan dan oleh karenanya perlu selalu mendapat perhatian setiap pimpinan dalam organisasi yaitu: 1. Kondisi kerja yang baik, terutama yang menyangkut segi fisik dari lingkungan kerja 2. Perasaan diikutsertakan 3. Cara pendisiplinan yang manusiawi 4. Pemberian penghargaan atas pelaksanaan tugas dengan baik 5. Kesetiaan pimpinan kepada para pegawai 6. Promosi dan perkembangan bersama organisasi 7. Pengertian yang simpatik terhadap masalah-masalah pribadi bawahan 8. Keamanan pekerjaan 9. Tugas pekerjaan yang sifatnya menarik 2.2.3 Teori Kepuasan Teori ini mendasarkan pendekatannya atas faktor–faktor kebutuhan dan kepuasan individu yang menyebabkan bertindak dan berprilaku dengan cara tertentu. Teori ini memusatkan perhatian pada faktor–faktor dalam diri orang yang menguatkan, mengarahkan, mendukung dan menghentikan prilakunya. Teori ini mencoba
19
menjawab pertanyaan kebutuhan apa yang memuaskan dan mendorong semangat bekerja seseorang (Hasibuan, 1996). Teori kepuasan didukung oleh para pakar seperti Taylor yang dikenal dengan teori motivasi klasik (teori kebutuhan tunggal). Menurut teori ini, motivasi para pekerja hanya untuk dapat memenuhi kebutuhan dan kepuasan biologis saja. Kebutuhan biologis adalah kebutuhan yang diperlukan untuk mempertahankan kelangsungan hidup seseorang. Kebutuhan dan kepuasan biologis ini akan terpenuhi jika gaji atau upah (uang atau barang) yang diberikan cukup besar. Jadi, jika gaji atau upah karyawan dinaikkan maka semangat bekerja mereka akan meningkat (Hasibuan, 1996). 2.2.4 Teori Keseimbangan (Equity Theory) Teori Keseimbangan ini dikembangkan oleh Adam (1963) dalam Gustisyah, Raika (2009). Pada prinsipnya teori ini mengemukakan bahwa orang akan merasa puas sepanjang mereka merasa ada keadilan (equity). Perasaan equity dan inequity atas situsasi diperoleh orang dengan cara membandingkan dirinya dengan orang lain yang sekelas, sekantor, maupun di tempat lain. Teori ini mengidentifikasi elemen– elemen equity yang meliputi tiga hal yaitu: 1. Input adalah sesuatu yang berharga yang dirasakan oleh pegawai sebagai masukan terhadap pekerjaannya 2. Outcome adalah segala sesuatu yang berharga yang dirasakan sebagai dari hasil pekerjaannya 3. Comparisons personal adalah perbandingan antara input dan outcome yang diperolehnya
20
2.2.5 Teori Existence, Relatedness, Growth (ERG) oleh Clayton Alderfer Clayton Alderfer dalam Mangkunegara (2007) mengetengahkan teori motivasi ERG yang didasarkan pada kebutuhan manusia yaitu: 1. Keberadaan
(exsistence), kebutuhan ini berhubungan dengan fisik dari
eksistensi karyawan, seperti makan, minum, pakaian, bernafas, gaji, keamanan, kondisi kerja. 2. Hubungan (relatedness), kebutuhan interpersonal, yaitu kepuasan dalam berinteraksi dalam lingkungan kerja. 3. Pertumbuhan (growth), kebutuhan untuk mengembangkan dan meningkatkan pribadi, hal ini berhubungan dengan kemampuan dan kecakapan karyawan. Teori ini sedikit berbeda dengan teori Maslow. Disini Alferder mengemukakan bahwa jika kebutuhan yang lebih tinggi tidak atau belum dapat dipenuhi maka manusia akan kembali pada gerak yang fleksibel dari pemenuhan kebutuhan dari waktu kewaktu dan dari situasi ke situasi. 2.2.6 Teori X dan Y Teori ini dikemukakan oleh McGregor dalam Hasibuan (1996). Teori ini didasarkan pada asumsi bahwa manusia secara jelas dan tegas dapat dibedakan atas manusia penganut teori X (teori tradisional) dan manusia penganut teori Y (teori demokrasi).
21
Teori X menganggap bahwa: 1. Rata–rata karyawan itu malas dan tidak suka bekerja dan cenderung untuk menghindari kerja. 2. Umumnya karyawan tidak terlalu berambisi mencapai prestasi yang optimal dan selalu menghindarkan tanggung jawabnya dengan cara mengkambing hitamkan orang lain . 3. Karyawan lebih suka dibimbing, diperintah dan diawasi dalam melaksanakan pekerjaannya 4. Karyawan lebih mementingkan dirinya sendiri dan tidak memperdulikan tujuan organisasi Menurut teori X ini untuk memotivasi harus dilakukan dengan cara yang ketat, dipaksa dan diarahakan supaya mereka mau bekerja secara sungguh–sungguh. Jenis motivasi yang diterapkan adalah cenderung pada motivasi yang negatif yakni dengan menerapkan hukuman yang tegas. Teori Y menganggap bahwa: 1. Rata–rata karyawan rajin dan menganggap sesungguhnya bekerja sama wajarnya dengan bermain–main dan beristirahat. Pekerjaan tidak perlu dihindari dan dipaksakan, bahkan banyak karyawan yang tidak betah dan merasa kesal jika tidak bekerja 2. Lazimnya karyawan dapat memikul tanggung jawab dan berambisi untuk maju dalam mencapai prestasi kerja yang optimal. Mereka kreatif dan inovatif mengembangkan dirinya untuk memecahkan persoalan dalam menyelesaikan tugas–tugas yang dibebankan pada pundaknya. Jadi mereka selalu berusaha menggunakan metode kerja yang terbaik
22
3. Karyawan selalu berusaha mencapai sasaran organisasi dan mengembangkan dirinya untuk mencapai sasaran itu. Organisasi seharusnya memungkinkan karyawan untuk mewujudkan potensinya sendiri dengan memberikan sumbangan agar tercapainya sasaran perusahaan. 2.2.7 Teori Motivasi Proses Teori Motivasi Proses menurut Hasibuan (1996), teori motivasi proses ini pada dasarnya berusaha untuk menjawab pertanyaan “Bagaimana memelihara dan menghentikan prilaku individu”, agar setiap individu bekerja giat sesuai dengan keinginan manajer. Bila diperhatikan secara mendalam, teori ini merupakan proses “sebab dan akibat” bagaimana seseorang bekerja serta hasil apa yang akan diperoleh baik untuk hari esok. Jadi hasil yang dicapai tercermin dalam bagaimana proses kegiatan yang dilakukan seseorang, hasil hari ini merupakan kegiatan hari kemarin. Dalam hal ini teori motivasi proses yang dikenal seperti: 1. Teori Pengukuhan (Reinforcement Theory), teori ini didasarkan pada hubungan sebab akibat perilaku dengan pemberian kompensasi. Misalnya promosi tergantung dari prestasi yang selalu dapat dipertahankan. Teori pengukuhan ini terdiri dari dua jenis, yaitu: a. Pengukuhan positif (Positive Reinforcement), yaitu bertambahnya frekuensi perilaku, terjadi jika pengukuh positif di terapkan secara bersyarat b. Pengukuhan negatif (Negative Reinforcement), yaitu bertambahnya frekuensi prilaku, terjadi jika pengukuh negatif dihilangkan secara bersyarat
23
Jadi prinsip pengukuhan selalu berhubungan dengan bertambahnya frekuensi dan tanggapan, apabila diikuti oleh suatu stimulus yang bersyarat. Demikian juga
“prinsip
hukuman
punishment”
selalu
berhubungan
dengan
berkurangnya tanggapan, apabila tanggapan (respons) itu diikuti oleh rangsangan yang bersyarat. 2. Teori Harapan (Expectancy Theory), teori ini dikemukakan oleh Victor H.Vroom dalam Hasibuan (1996), yang menyatakan bahwa kekuatan yang memotivasi seseorang untuk bekerja giat dalam mengerjakan pekerjaannya tergantung dari hubungan timbal balik antara apa yang ia inginkan dan butuhkan dari hasil pekerjaan itu. Berapa besar ia yakin perusahaan akan memberikan pemuasan bagi keinginannya sebagai imbalan atas usaha yang dilaksanakan itu. 3. Teori Keadilan (Equity Theory), hal ini didasarkan tindakan keadilan di seluruh lapisan serta obyektif di dalam lingkungan perusahaannya 2.2.8 Teori Motivasi Berprestasi David McClelland dalam Hasibuan (1996) menjelaskan tentang keinginan seseorang untuk mencapai kinerja yang tinggi. Hasil penelitian tentang motivasi berprestasi menunjukkan pentingnya menetapkan target atau standar keberhasilan. Karyawan dengan ciri-ciri motivasi berprestasi yang tinggi akan memiliki keinginan bekerja yang tinggi. Karyawan lebih mementingkan kepuasan pada saat target telah tercapai dibandingkan imbalan atas kinerja tersebut. Hal ini bukan berarti mereka tidak mengharapkan imbalan, melainkan mereka menyukai tantangan.
24
Ada tiga macam kebutuhan yang dimiliki oleh setiap individu yaitu: 1. Kebutuhan berprestasi (Achievement motivation) yang meliputi tanggung jawab pribadi, kebutuhan untuk mencapai prestasi, umpan balik dan mengambil risiko sedang. 2. Kebutuhan berkuasa (Power motivation) yang meliputi persaingan, mempengaruhi orang lain. 3. Kebutuhan berafiliasi (Affiliation motivation) yang meliputi persahabatan, kerjasama dan perasaan diterima. Dalam lingkungan pekerjaan, ketiga macam kebutuhan tersebut saling berhubungan, karena setiap karyawan memiliki semua kebutuhan tersebut dengan kadar yang berbeda-beda. Seseorang dapat dilatih untuk meningkatkan salah satu dari tiga faktor kebutuhan ini. Misalnya untuk meningkatkan kebutuhan berprestasi kerja, maka karyawan dapat dipertajam tingkat kebutuhan berprestasi dengan menurunkan kebutuhan yang lain.
2.3 Tujuan Pemberian Motivasi Tujuan pemberian motivasi kepada karyawan menurut Hasibuan (1996) adalah: 1. Mendorong gairah dan semangat kerja karyawan 2. Meningkatkan moral dan kepuasan kerja karyawan 3. Meningkatkan produktivitas kerja karyawan 4. Mempertahankan loyalitas dan kestabilan karyawan perusahaan 5. Meningkatkan kedisiplinan dan menurunkan tingkat absensi karyawan 6. Mempertahankan loyalitas dan kestabilan karyawan perusahaan 7. Mengefektifkan pengadaan karyawan
25
8. Menciptakan suasana dan hubungan kerja yang baik 9. Meningkatkan kreativitas dan partisipasi karyawan 10. Untuk meningkatkan tingkat kesejahteraan pegawai 11. Mempertinggi rasa tanggung jawab karyawan terhadap tugas-tugasnya 12. Meningkatkan efisien penggunaan alat-alat dan bahan baku 13. Untuk memperdalam kecintaan pegawai terhadap perusahaan
2.4 Prinsip–Prinsip dalam Motivasi Kerja Mangkunegara (2001), mengatakan bahwa terdapat beberapa prinsip dalam memotivasi kerja karyawan, yaitu: a. Prinsip Mengikutsertakan Maksud azas ini adalah mengajak bawahan untuk ikut berpartisipasi dan memberikan kesempatan kepada mereka mengajukan ide-ide, rekomendasi dalam proses pengambilan keputusan. Dengan cara ini, bawahan merasa ikut bertanggung jawab atas tercapainya tujuan perusahaan sehingga moral dan gairah kerjanya akan meningkat. b. Prinsip Komunikasi Azas komunikasi yaitu menginformasikan secara jelas tentang tujuan yang ingin dicapai, cara mengerjakannya dan kendala yang dihadapi. Dengan azas komunikasi, motivasi kerja bawahan akan meningkat. Sebab semakin banyak seseorang mengetahui suatu soal, semakin besar pula minat dan perhatiannya terhadap hal tersebut.
26
c. Prinsip Pengakuan Maksud dari azas ini adalah memberikan penghargaan dan pengakuan yang tepat serta wajar kepada bawahan atas prestasi kerja yang dicapainya. Bawahan akan bekerja keras dan semakin rajin, jika mereka terus menerus mendapat pengakuan dan kepuasan dari usaha-usahanya. Dalam memberikan pengakuan atau pujian kepada bawahan hendaknya dijelasakan bahwa dia patut menerima penghargaan itu, karena prestasi kerja atau jasa-jasa yang diberikannya. Pengakuan dan pujian harus diberikan dengan ikhlas di hadapan umum supaya nilai pengakuan/pujian itu semakin besar. d. Prinsip Wewenang yang Didelegasikan Azas wewenang yang didelegasikan adalah mendelegasikan sebagian wewenang serta kebebasan karyawan untuk mengambil keputusan dan berkreativitas dan melaksanakan tugas-tugas atasan atau manajer. Dalam pendelegasian ini, manajer harus meyakinkan bawahan bahwa karyawan mampu dan dipercaya dapat menyelesaikan tugas-tugas itu dengan baik. Azas ini akan memotivasi moral/gairah bekerja bawahan sehingga semakin tinggi dan antusias. e. Prinsip Perhatian Timbal Balik Azas ini adalah memotivasi bawahan dengan mengemukakan keinginan atau harapan perusahaan di samping berusaha memenuhi kebutuhankebutuhan yang diharapkan bawahan dari perusahaan.
27
2.5 Indikator Motivasi Kerja Menurut Robbins dalam Gustisyah, Raika (2009), menyebutkan bahwa pengukuran motivasi kerja dapat dilakukan dengan melihat pada beberapa aspek antara lain sebagai berikut. 1. Mempunyai sifat agresif 2. Kreatif dalam melaksanakan pekerjaan 3. Mutu pekerjaan dari hari ke hari 4. Mematuhi jam kerja 5. Tugas yang diberikan dapat diselesaikan sesuai dengan kemampuan 6. Inisiatif kerja yang tinggi dapat mendorong prestasi kerja 7. Kesetiaan dan kejujuran 8. Terjalin hubungan kerja antara karyawan dengan pimpinan 9. Tercapai tujuan perorangan dan tujuan organisasi 10. Menghasilkan informasi yang akurat dan tepat
2.6 Faktor–Faktor yang Mempengaruhi Motivasi Menurut Saydan (2006) dalam Gustisyah, Raika (2009), menyebutkan motivasi kerja seseorang dalam melaksanakan pekerjaannya dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu faktor yang berasal dari dalam diri seseorang (internal) dan faktor yang berasal dari luar diri (ekternal).
28
2.6.1 Faktor yang berasal dari dalam diri atau internal seperti: a. Faktor Internal Faktor internal terdiri dari: 1. Kematangan Pribadi Seseorang yang bersifat egois dan kemanja–manjaan akan kurang peka dalam menerima motivasi yang diberikan sehingga agak sulit untuk dapat bekerjasama dalam membuat motivasi kerja. Oleh sebab itu kebiasaan yang dibawanya sejak kecil, nilai yang dianut dan sikap bawaan seseorang sangat mempengaruhi motivasinya. 2. Tingkat pendidikan Pendidikan merupakan faktor penting dalam menentukan kemampuan kerja karyawan. Pendidikan dan pengalaman kerja merupakan langkah awal untuk melihat kemampuan seseorang (Handoko, 1996). Pendidikan merupakan indikator yang mencerminkan kemampuan seseorang untuk dapat menyelesaikan suatu pekerjaan. Dengan latar belakang pendidikan pula seseorang akan mampu menduduki suatu jabatan tertentu (Hasibuan, 2000). Berdasarkan tingkat pendidikan yang dimiliki karyawan, dapat menentukan pekerjaan yang akan diberikan kepadanya. Seorang karyawan yang mempunyai tingkat pendidikan yang lebih tinggi biasanya akan lebih termotivasi karena sudah mempunyai wawasan yang lebih luas dibandingkan dengan karyawan yang lebih rendah tingkat pendidikannya, demikian juga sebaliknya jika tingkat pendidikan yang dimilikinya tidak digunakan secara maksimal ataupun tidak dihargai sebagaimana layaknya oleh manager maka
29
hal ini akan membuat karyawan mempunyai motivasi yang rendah dalam bekerja. 3. Kepuasan kerja Kepuasan kerja merupakan hal yang bersifat individual. Setiap individu akan memiliki tingkat kepuasan yang berbeda-beda sesuai dengan sistem nilai yang berlaku pada dirinya. Hal ini disebabkan karena adanya perbedaan pada diri masing-masing individu. Semakin banyak aspek dalam pekerjaan yang sesuai dengan keinginan individu tersebut, maka semakin tinggi tingkat kepuasan yang dirasakan, dan sebaliknya (As’ad, 1998 dalam Prabu, Anwar 2005). Untuk dapat mengembangkan sikap-sikap positif tersebut kepada karyawan, sebaiknya pimpinan dapat meningkatkan kepuasan kerja para karyawannya agar motivasi kerja dari karyawan tinggi, mengingat kepuasan kerja merupakan bagian dari kepuasan hidup yang bergantung pada tindakan mana
individu
menemukan
saluran-saluran
yang
memadai
untuk
mewujudkan kemampuan, minat, ciri pribadi nilai-nilainya (Ghiselli dan Brown dalam Prasetyo, Edhi 2009). Kepuasan kerja adalah keadaan emosional yang menyenangkan atau tidak menyenangkan dimana para karyawan memandang pekerjaan mereka. Kepuasan kerja mencerminkan perasaan seseorang terhadap pekerjaannya. Kepuasan kerja ini nampak dalam sikap positif karyawan terhadap pekerjaannya dan segala sesuatu yang dihadapi di lingkungan kerjanya (Handoko, 1996). Kepuasan kerja sebagai suatu sikap umum seorang individu terhadap pekerjaannya. Pekerjaan menuntut interaksi dengan rekan kerja, atasan, peraturan dan kebijakan organisasi, standar kinerja, kondisi kerja dan
30
sebagainya. Seorang dengan tingkat kepuasan kerja tinggi menunjukkan sikap positif terhadap kerja itu, sebaliknya seseorang yang tidak puas dengan pekerjaannya menunjukkan sikap negatif terhadap kerja itu. Pengukuran kepuasan kerja menurut Celluci dan De Vries (1978) dalam Retnaningsih, Sudarwanti (2007) indikator kepuasan kerja dilihat dari: 1. Kepuasan dengan gaji 2. Kepuasan dengan prestasi yang dicapai 3. Kepuasan dengan rekan kerja 4. Kepuasan dengan pekerjaan itu sendiri 5. Kepuasan dengan penghargaan yang diber b. Faktor Eksternal Faktor eksternal terdiri dari: 1. Kondisi Lingkungan Kerja Lingkungan kerja adalah lingkungan dimana karyawan melakukan pekerjaannya sehari-hari. Lingkungan kerja yang kondusif memberikan rasa aman dan memungkinkan para karyawan untuk dapat berkerja optimal. Lingkungan kerja dapat mempengaruhi emosi karyawan. Jika karyawan menyenangi lingkungan kerja dimana dia bekerja, maka karyawan tersebut akan betah di tempat kerjanya untuk melakukan aktivitas sehingga waktu kerja dipergunakan secara efektif dan optimis prestasi kerja karyawan juga tinggi. Lingkungan kerja tersebut mencakup hubungan kerja yang terbentuk antara sesama karyawan dan hubungan kerja antar bawahan dan atasan serta lingkungan fisik tempat karyawan bekerja (Mardiana, 2005).
31
Indikator lingkungan kerja menurut Sedarmayanti (2001) dalam Vemmylia (2009) adalah: 1. Adanya penerangan di tempat kerja 2. Suhu udara 3. Suara bising 4. Penggunaan warna 5. Ruang gerak yang diperlukan 6. Keamanan saat bekerja 7. Fasilitas saat bekerja 8. Hubungan dengan rekan kerja 2. Kompensasi Salah satu cara manajemen untuk meningkatkan prestasi kerja, memotivasi dan meningkatkan kinerja karyawan adalah melalui kompensasi (Mathis dan Jackson, 2006). Kompensasi penting bagi karyawan sebagai individu karena besarnya kompensasi mencerminkan ukuran karya mereka diantara para karyawan itu sendiri, keluarga dan masyarakat (Handoko, 1996). Kompensasi yang diberikan kepada karyawan dapat berupa finansial dan non financial. Kompensasi yang diberikan dapat berupa gaji untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, insentif, penghargaan, tunjungan, jaminan sosial dan lain-lain (Mathis dan Jackson, 2006). Kompensasi yang rendah akan menyebabkan rendahnya motivasi kerja karyawan,
begitu
juga
sebaliknya
kompensasi
yang
tinggi
dapat
menyebabkan tingginya motivasi kerja karyawan. Adapun indikator yang
32
digunakan untuk mengukur kompensasi menurut Simamora (2004) dalam Retnaningsih, Sudarwanti (2007) adalah: 1. Upah dan Gaji Upah biasanya berhubungan dengan taraf gaji per jam. Upah merupakan basis bayaran yang kerapkali digunakan bagi pekerja–pekerja produksi dan pemeliharaan. Gaji umumnya berlaku untuk tarif bayaran mingguan, bulanan atau tahunan. 2. Insentif Insentif adalah tambahan kompensasi di atas atau di luar dari upah yang diberikan organisasi 3. Tunjangan Contoh–contoh tunjangan adalah asuransi kesehatan dan jiwa, liburan yang ditanggung perusahaan, program pensiun dan tunjangan lainnya yang berkaitan dengan hubungan kepegawaian 4. Fasilitas Contoh–contoh fasilitas adalah kenikmatan atau fasilitas seperti kelengkapan fasilitas pekerjaan, mobil perusahaan, keanggotaan klub, tempat parkir khusus atau akses ke pesawat perusahaan yang diperoleh karyawan. Fasilitas dapat mewakili jumlah substansial dari kompensasi, terutama bagi eksekutif yang dibayar mahal. 3. Jaminan Karir Jaminan karir sangat diharapkan oleh setiap karyawan, karena dengan adanya jaminan karir ini karyawan akan mendapatkan hak–hak yang lebih baik dari apa yang diperoleh sebelumnya baik material maupun non material.
33
Jaminan karir memberikan kesempatan untuk pertumbuhan pribadi, tanggung jawab yang lebih banyak dan status sosial yang meningkat. Oleh karena itu, karyawan yang merasa adanya jaminan karir yang adil akan termotivasi dalam pekerjaannya. Jaminan karir karyawan sangat diperlukan agar karyawan yang bekerja dalam suatu perusahaan dapat bekerja dengan efisien dan efektif sehingga tidak menimbulkan kejenuhan dalam pekerjaan maka diperlukan suatu pengembangan karir. Indikator jaminan karir karyawan menurut Handoko (1996) dalam Winardo, Deni (2010) yaitu: 1. Adanya kesempatan untuk belajar dan kesempatan untuk mendapatkan tanggung jawab 2. Hak, status dan penghasilan semakin besar dan menyebabkan kepuasan kerja yang tinggi 3. Mendapatkan penghargaan dan imbalan atas kinerja 4. Kesempatan untuk mengikuti pendidikan dan latihan dan penempatan untuk dapat mengembangkan potensi yang ada dari karyawan 5. Adanya jaminan untuk masa depan baik berupa promosi jabatan 6. Perpindahan yang memperbesar wewenang dan tanggung jawab karyawan ke jabatan yang lebih tinggi dalam suatu organisasi 4. Status dan Tanggung jawab Status atau kedudukan dalam jabatan tertentu merupakan dambaaan setiap karyawan dalam bekerja, karena karyawan tidak hanya menginginkan kompensasi, tetapi karyawan juga berharap bisa mendapatkan jabatan yang ia
34
inginkan. Sehingga untuk mendapatkan kedudukan dan jabatan yang ia inginkan, karyawan akan termotivasi untuk bekerja lebih giat lagi. 5. Peraturan yang Fleksibel Peraturan yang diterapkan perusahaan akan dapat mempengaruhi kedisiplinan karyawan dalam bekerja. Mengingat bahwa disiplin kerja berkorelasi erat dengan motivasi kerja. Karyawan yang disiplin dalam bekerja otomatis karyawan tersebut akan memiliki motivasi yang tinggi dalam bekerja, sehingga peraturan–peraturan mengenai kedisiplinan kerja dapat mempengaruhi motivasi kerja karyawan.
2.7 Penelitian Terdahulu Terkait Pengaruh Faktor Motivasi Terhadap Motivasi Kerja Karyawan Beberapa penelitian terdahulu terkait pengaruh faktor motivasi terhadap motivasi kerja karyawan adalah sebagai berikut. 1. Penelitian oleh Raika Gustisyah (2009) dengan judul “Analisis Faktor–Faktor yang Mempengaruhi Motivasi Kerja Penyuluh Perindustrian pada Kantor Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kota Medan”. Penelitian ini menggunakan metode analisis regresi linier berganda dengan uji serempak (uji F) dan uji secara parsial (uji t). Hasil penelitian menunjukkan bahwa kepuasan kerja, status dan tanggung jawab, kompensasi yang memadai, lingkungan kerja, keinginan dan harapan pribadi secara simultan mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap motivasi kerja penyuluh perindustrian. 2. Penelitian oleh Leny Sarastri (2002) dengan judul “Hubungan Faktor Motivasi Kerja dengan Kinerja Perawat dalam Pendokumentasian Asuhan
35
Keperawatan di Instalasi Rawat Inap RSU Tugerejo Semarang”. Penelitian ini menggunakan metode uji korelasi Rank Spearman. Hasil penelitian ini menunjukkan ada hubungan yang bermakna antara faktor motivator dan faktor hygiene dengan kinerja perawat dalam pendokumentasian asuhan keperawatan (nilai p=0,011 dengan alpha=0,05). 3. Penelitian oleh Beni Habibi (2005) dengan judul “Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Motivasi Kerja Karyawan Di PT. Askes Regional VI Jawa Tengah dan D.I.Y Bagian Sumber Daya Manusia & Umum Semarang”. Penelitian
ini
menggunakan
metode
deskriftif
kualitatif
yaitu
menggambarkan kenyataan yang terjadi bersifat umum dan kemungkinan masalah yang dihadapi dan solusinya. Hasil penelitian menunjukkan Faktorfaktor tersebut memiliki pengaruh terhadap pola motivasi kerja karyawan. di PT. Askes Regional VI Jawa Tengah dan D.I.Y bagian sumber daya manusia & umum Semarang. Kesejahteraan karyawan, penghargaan, lingkungan kerja, masa kerja, serta pendidikan dan latihan memiliki pengaruh yang cukup dominan pada motivasi kerja karyawan.