BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Komunikasi Massa
2.1.1 Pengertian Komunikasi Massa Komunikasi
massa
adalah
komunikasi
yang
digunakan
untuk
menyampaikan pesan melalui media massa (media cetak dan elektronik) kepada khalayak yang tidak terbatas oleh letak geografis. Komunikasi massa adalah komunikasi yang dilakukan melalui media massa. Pengertian media massa disini secara garis besar dapat dibagi ke dalam dua kelompok yaitu: media massa cetak dan media massa elektonika. Media massa cetak antara lain meliputi surat kabar, majalah, dan bulletin. Sedangkan,media massa elektronika mencakup media audio (suara) seperti radio, dan media audio visual (suara dan gambar) yaitu televisi dan film.1 Komunikasi massa merupakan proses penyampaian informasi ide dan sikap kepada banyak orang (biasa menggunakan mesin atau media yang dikalsifikasikan kedalam media massa seperti radio siaran, televisi, surat kabar/majalah dan film. Komunikasi massa merupakan suatu tipe komunikasi manusia (human communication). Ia lahir seiring dengan penggunaan alat-alat mekanik yang mampu melipatgandakan pesan pesan komunikasi.2 Jay Balck dan Frederic C, disebutkan bahwa komunikasi massa adalah sebuah proses dimana pesan-pesan yang diproduksi secara masal atau tidak sedikit disebarkan kepada massa penerima pesan yang luas, anonim dan heterogen. Luas disini berarti lebih besar dari pada sekedar kumpulan yang berdekatan secara fisik sedangkan anonim berarti individu yang menerima pesan cenderung asing satu sama lain dan heterogen berarti pesan yang dikirimkan kepada orang-orang dari berbagai macam status.
1 2
Sasa Djuarsa Sendjaja, dkk. Pengantar Komunikasi, Universitas Terbuka, Jakarta, 2005, hal 74 Wiriyanto, 2004, Pengantar Ilmu Komunikasi, Jakarta, Grassindo.
10 http://digilib.mercubuana.ac.id/z
11
Komunikasi massa hanya merupakan salah satu proses komunikasi yang berlangsung pada peringkat masyarakat luas, yang identifikasinya ditentukan oleh ciri khas institusionalnya.3
2.1.2
Karakteristik Komunikasi Massa Karakteristik komunikasi massa di sini, dibatasi pada lima jenis media massa
dikenal sebagai the big five of mass media, yakni koran, majalah, radio, televisi dan film. Berikut adalah penjelasan dari karakteristik komunikasi massa. 1.
Komunikasi melalui media massa pada dasarnya ditujukan ke khalayak yang luas, heterogen, anonim, tersebar, serta tidak mengenal batas geografis cultural. Khalayak itu heterogen maksudnya adalah masyarakat luas yang bermacam-macam, tidak dibatasi oleh latar belakang pendidikan, penghasilan, apapun status sosialnya. Khalayak yang bersifat anonim artinya diantara satu dengan yang lain adalah terpisah dan tidak saling mengenal. Khalayak juga tersebar dan tidak mengenal batas usia, tempat tinggal, golongan, dan batasanbatasan yang lainnya.
2.
Bentuk kegiatan komunikasi melalui media massa bersifat umum, bukan perorangan atau pribadi. Isi pesan yang disampaikan menyangkut kepentingan orang banyak, tidak hanya untuk kepentingan perorangan atau pibadi, pengertian dari ciri ini, bahwa kegiatan-kegiatan yang berkaitan dengan operasi suatu media massa akan mencakup orang banyak yang terorganisasi di dalam organisasi media. Misalnya pada media televisi, di samping memiliki struktur organisasi sendiri, juga bekaitan dengan organisasi yang lain seperti Direktorat Jendral Televisi, Production House atau studio-studio kecil yang memproduksi (cerita-cerita sinetron, sandiwara, dan lain-lain). Disamping itu isi pesan media adalah peristiwa-peistiwa atau hal-hal yang berkaitan dengan kepentingan umum.
3
McQuail, Denis, Teori Komunikasi Massa Suatu Pengantar, Erlangga, Jakarta, 1987, hal 7
http://digilib.mercubuana.ac.id/z
12
3.
Pola penyampaian pesan media massa Pola ini berjalan secara cepat dan mampu menjangkau khalayak luas, bahkan mungkin tidak terbatas baik secara geografis maupun cultural. Oleh karena itu media massa disebut sebagai massages multiplier (memiliki kemampuan untuk menyampaikan pesan secara cepat dan menjangkau khalayak luas). Dalam hal ini di antara media cetak dan elektronika memiliki keunggulan tersendiri. Televisi memiliki keunggulan menyampaikan pesan dalam bentuk gambar dan suara, sehingga khalayak dapat langsung melihat, membayangkan, dan menilai suatu kejadian tertentu.
4.
Penyampaian pesan melalui media massa cenderung berjalan satu arah Umpan balik atau tanggapan dari khalayak lazimnya berlangsunng secara tertunda. Di sini isi pesan diliput dan diolah oleh sumber yakni organisasi elektronika dan disebarkan secara luas kepada khalayak. Khalayak luas menerima pesan–pesan itu sebagaimana adanya. Sedangkan umpan balik adalah tanggapan atau reaksi yang diberikan oleh khalayak pada isi pesan suatu media massa dapat berupa tindakan-tindakan meneruskan atau berhenti menonton atau mendengar. Sedangkan umpan balik yang ditujukan kepada media massa dapat berupa mempermasalahkan kebenaran suatu berita, kritik atas cara-cara penyampaian pesan atau dukungan. Biasanya pada televisi menyediakan PO BOX khusus untuk surat-surat tanggapan dan komentar dari khalayak.
5.
Kegiatan komunikasi melalui media massa dilakukan secara terencana, terjadwal, dan terorganisasi Komunikator pada media massa bekerja melalui aturan organisasi dan pembagian kerja yang jelas. Identitas yang dibawakan adalah identitas organisasi atau kelompok. Dalam hal ini dapat diambil contoh pada program Lintas Siang TPI yang tayang secara berkala setiap hari, penayangan program ini dilakukan secara terencana dan terorganisasi melalui struktur organisasi yang jelas fungsinya.
http://digilib.mercubuana.ac.id/z
13
6.
Penyampaian pesan melalui media massa Penyampaian pesan ini dilakukan secara berkala, tidak bersifat temporer.
7.
Isi pesan yang di sampaikan melalui media massa Isi pesan yang disampaikan dapat mencakup berbagai aspek kehidupan manusia (social, eknomi, budaya, dan lain-lain) baik yang bersifat informatif dan edukatif maupun hiburan. Contohnya dalam media televisi dapat menayangkan berita informatif seperti kebijakan–kebijakan pemerintah tentang penarikan subsidi minyak tanah dan sebagainya.4
2.1.3 Fungsi Komunikasi Massa Fungsi komunikasi massa adalah :5 1. Informasi Fungsi informasi merupakan fungsi paling penting yang terdapat dalam komunikasi massa. Komponen paling penting untuk mengetahui fungsi informasi ini adalah berita – berita yang disajikan. 2. Hiburan Fungsi hiburan menduduki posisi paling tinggi dibandingkan dengan fungsi – fungsi yang lain, karena merupakan pelepasan lelah bagi kelompok – kelompok massa. 3. Persuasi Fungsi persuasi komunikasi massa tidak kalah penting dengan fungsi informasi dan hiburan. Banyak bentuk tulisan yang kalau diperhatikan sekilas hanya berupa informasi, tetapi jika diperhatikan secara lebih jeli ternyata terdapat fungsi persuasi.
4
5
Sasa Djuarsa Sendjaja, Op.Cit, hal 7.4 Ibit, hal 66-93
http://digilib.mercubuana.ac.id/z
14
Bagi Joseph A.Devito (1997) fungsi persuasi dianggap sebagai fungsi yang paling penting dari komunikasi massa. Persuasi bisa datang dari berbagai macam bentuk : 1.
Mengkukuhkan atau memperkuat sikap, kepercayaan atau nilai seseorang
2.
Mengubah sikap, kepercayaan, atau nilai seseorang
3.
Menggerakkan seseorang untuk melakukan sesuatu
4.
Memperkenalkan etika, atau menawarkan sistem nilai tertentu.
4. Transmisi Budaya Melalui individu, komunikasi menjadi bagian dari pengalaman kolektif kelompok, publik, audience, berbagai jenis, dan individu bagian dari suatu massa. Hal ini merupakan pengalaman kolektif yang direfleksikan kembali melalui bentuk komunikasi, tidak hanya melalui media massa, tetapi juga dalam seni, ilmu pengetahuan, dan masyarakat. 5. Mendorong Kohesi Sosial Media massa mendorong masyarakat untuk bersatu. Dengan kata lain, media massa merangsang masyarakat untuk memikirkan dirinya bahwa bercerai – cerai bukan keadaan yang baik bagi kehidupan mereka. Media massa yang memberitakan arti pentingnya kerukunan hidup umat beragama, sama saja media massa itu mendorong kohesi sosial. 6. Pengawasan Bagi Lasswell, komunikasi massa mempunyai fungsi pengawasan. Artinya menunjuk pada pengumpulan dan penyebaran informasi mengenai kejadian – kejadian yang ada di sekitar kita. Fungsi pengawasan dibagi dua, pengawasan peringatan (warning beware surveillance) dan pengawasan instrumental sureveillance. 7. Korelasi Fungsi korelasi yang dimaksud adalah fungsi yang menghubungkan bagian – bagian dari masyarakat agar sesuai dengan lingkungannya.
http://digilib.mercubuana.ac.id/z
15
8. Pewarisan Sosial Dalam hal ini media massa berfungsi sebagai seorang pendidik, baik yang menyangkut pendidikan formal maupun informal yang mencoba meneruskan atau mewariskan suatu ilmu pengetahuan, nilai, norma, pranata, dan etika dari satu generasi ke generasi selanjutnya. 9. Melawan Kekuasaan dan Kekuatan Represif Dalam kurun waktu lama, komunikasi massa dipahami secara linier memerankan fungsi-fungsi klasik seperti yang diungkapkan sebelumnya. Komunikasi massa berperan memberikan informasi, tetapi informasi yang diungkapkan ternyata mempunyai motif-motif tertentu untuk melawan kemapanan. 10. Menggugat Hubungan Trikotomi Hubungan trikotomi adalah hubungan yang bertolak belakang antara tiga pihak. Dalam kajian komunikasi hubungan trikotomi melibatkan pemerintah, pers dan masyarakat. Ketiga pihak ini dianggap tidak pernah mencapai sepakat karena perbedaan kepentingan dan mempunyai tuntutan yang berbeda satu sama lain ketika menghadapi persoalan.
2.1.4 Elemen-elemen Komunikasi Massa Elemen-elemen komunikasi massa adalah sebagai berikut :6 1. Komunikator Komunikator dalam komunikasi massa sangat berbeda dengan komunikator dalam bentuk komunikasi yang lain. Komunikator merupakan gabungan dari berbagai individu dalam sebuah lembaga media massa. 2. Isi Berita dan informasi merupakan hal pokok yang harus dimiliki oleh media massa. Media massa memberikan informasi dan berbagai kejadian di seluruh dunia kepada para audience-nya. 6
Ibit, hal 96-135
http://digilib.mercubuana.ac.id/z
16
3. Audience Audience yang dimaksud dalam komunikasi massa sangat beragam, dari jutaan penonton televisi, ribuan pembaca buku, majalah, koran atau jurnal ilmiah. Akan tetapi, masing-masing individu bisa saling mereaksi pesan yang diterimanya. 4. Umpan Balik Ada dua umpan balik (feedback) dalam komunikasi, yakni umpan balik langsung (immediated feedback) dan tidak langsung (delayed feedback). Umpan balik langsung terjadi jika komunikator dan komunikan berhadapan langsung. Didalam komunikasi massa umpan balik biasanya terjadi tidak secara langsung. 5. Gangguan 1. Gangguan Saluran Ganguan dalam saluran komunikasi massa biasanya selalu ada. Di dalam media gangguan berupa sesuatu hal seperti salah cetak atau gambar tidak jelas. 2. Gangguan Simantik Gangguan semantik adalah gangguan dalam proses komunikasi yang diakibatkan oleh pengirim atau penerima pesan itu sendiri. 6. Gatekeeper Gatekeeper adalah seseorang yang memberi izin dan mempengaruhi keluar masuknya informasi. 7. Pengatur Yang dimaksud pengatur dalam media massa adalah mereka yang secara tidak langsung ikut memengaruhi proses aliran pesan media massa. Pengatur tersebut adalah pengadilan, pemerintah, konsumen dan pengiklan. 8. Filter Filter adalah kerangka pikir melalui mana audience menerima pesan. Ada beberapa filter, antara lain fisik, psikologis, budaya, dan yang berkaitan dengan informasi.
http://digilib.mercubuana.ac.id/z
17
2.2
Film sebagai Saluran Media Massa Film berperan sebagai sarana baru yang digunakan untuk menyebarkan hiburan
yang sudah menjadi kebiasaan terdahulu, serta menyajikan cerita, peristiwa, musik, drama, lawak dan sajian teknis lainnya kepada masyarakat umum.7 Film sebagai karya seni sering diartikan hasil cipta karya seni yang memiliki kelengkapan dari beberapa unsur seni untuk memenuhi kebutuhan yang sifatnya spiritual. Dalam hal ini unsur seni yang terdapat dan menunjang sebuah karya film adalah seni rupa, seni fotografi, seni arsitektur, seni tari, seni puisi sastra, seni teater, seni music, kemudian ditambah lagi dengan seni pantomime dan novel. Kesemuanya merupakan pemahaman dari sebuah karya film yang terpadu dan biasa kita lihat.8 Definisi Film Menurut UU 8/1992 Film adalah karya cipta seni dan budaya yang merupakan media komunikasi massa pandang – dengar yang dibuat berdasarkan asas sinematografi dengan direkam pada pita seluloid, pita video, piringan video, dan/atau bahan hasil penemuan teknologi lainnya dalam segala bentuk, jenis, dan ukuran melalui proses kimiawi, proses elektronik, atau proses lainnya, dengan atau tanpa suara, yang dapat dipertunjukkan dan/atau ditayangkan dengan sistem Proyeksi mekanik, elektronik, dan/atau lainnya.9 Sebagai sebuah medium, film harus dilihat sebagai suatu fenomena yang mirip sekali dengan bahasa. Film tidak memiliki tata bahasa yang yang sudah dibakukan, tidak memiliki perbendaharaan kata-kata yang sudah dicatat, bahkan tidak memiliki cara-cara penggunaan yang sangat khas. Tetapi film memiliki sebagian besar dari fungsi komunikatif yang sama seperti yang dilakukan oleh bahasa.10
7
Denis McQuail, Teori Komunikasi Massa Suatu Pengantar, Erlangga, Jakarta, 1987 hal 13 http://shareforgoodpeople.blogspot.co.id/2015/03/perbedaan-drama-dengan-film.html diakses pada tanggal 20 Maret 2017 pukul 17.07 wib 9 http://www.hukumonline.com/ diakses pada tanggal 20 Maret 2017 pukul 17.09 wib 10 James Monaco, Cara Menghayati Sebuah Film, Yayasan Citra, Jakarta, 1977 hal 5
8
http://digilib.mercubuana.ac.id/z
18
2.2.1 Fungsi Film Film adalah gambar hidup, sering juga disebut movie (semula pelesetan untuk 'berpindah gambar'). Film secara kolektif, sering disebut 'sinema'. Gambar hidup adalah bentuk seni, bentuk populer dari hiburan. 1.
Sebagai alat penerangan Dalam film segala informasi dapat disampaikan secara audio visual sehingga mudah di mengerti
2.
Sebagai alat pendidikan Dapat memberikan contoh suatu peragaan yang bersifat mendidik, tauladan di dalam masyarakat dan memperlihatkan perbuatan-perbuatan yang baik.
3.
Sebagai alat hiburan Dalam mensejahterakan rohani manusia karena disini kepuasan batin untuk melihat secara visual.
Fungsi film adalah sebagai salah satu nilai yang dapat memuaskan kebutuhan kita sebagai manusia. Khususnya sebagai pemenuhan kebutuhan psikologi dan spiritual dalam kehidupannya. Kumpulan gambar yang artistik dan bercerita sering menghibur melalui pesan-pesan yang disampaikan oleh sebuah film.
2.2.2 Tema Film Tema adalah pokok permasalahan sebuah cerita, gagasan sentral, atau dasar cerita. Istilah tema sering disamakan pengertiannya dengan topik, padahal kedua istilah ini memiliki pengertian yang berbeda. Topik dalam suatu karya adalah pokok pembicaraan, sedangkan tema adalah gagasan sentral, yakni sesuatu yang hendak diperjuangkan dalam dan melalui suatu karya berikut tema-tema dalam film. 1.
Drama Jenis ini mengangkat tema human interest sehingga sasarannya adalah perasaan penonton untuk meresapi kejadian yang menimpa tokohnya.
2.
Action
http://digilib.mercubuana.ac.id/z
19
Film ini berisi pertarungan secara fisik antara tokoh baik dan tokoh jahat. 3.
Komedi Jenis ini dimainkan oleh pelawak atau komedian, tetapi juga bias dimainkan oleh pemain biasa dan membuat penontonnya tersenyum atau tertawa.
4.
Horor Film yang menawarkan suasana menakutkan dan menyeramkan yang membuat bulu kuduk penontonnya merinding. Suasana horror bisa dibuat dengan special effect atau tokoh-tokoh hantu.
5.
Drama Action Drama action menyuguhkan suasana drama dan adegan pertarungan fisik.
6.
Komedi Horror Jenis ini menampilkan film horror yang diplesetkan menjadi komedi. Adegan yang menakutkan menjadi lunak karena dikemas adegan komedi.
7.
Parodi Film ini merupkan duplikasi dari film-film tertentu yang diplesetkan.
8.
Musikal Merupakan jenis film yang diisi dengan lagu-lagu maupun irama melodius, sehingga penyutradaraan, penyuntingan, akting, termasuk dialog, dikonsep sesuai lagu-lagu dan irama melodius.
2.3 Unsur – Unsur Film 1. Sutradara Sutradara memiliki tanggung jawab meliputi aspek-aspek kreatif dan teknis dari sebuah produksi film. Sutradara juga harus mampu membuat film dengan wawasan serta keartistikan untuk mengontrol film dari awal produksi hingga tahap penyelesaian. 2. Penulis Skenario
http://digilib.mercubuana.ac.id/z
20
Skenario ibarat kerangka tubuh manusia. Skenario film harus disampaikan dalam deskripsi visual dan harus mengandung ritme adegan beserta dialog yang sesuai dengan tuntutan sebuah film . 3. Penata fotografi Penata fotografi atau juru kamera bekerja sama dengan sutradara untuk menentukan shot, jenis lensa, dan membuat komposisi gambar. Juga bertanggung jawab memeriksa hasil syuting agar hasil yang didapatkan bagus. 4. Penyunting Editor bertugas untuk menyusun hasil gambar hingga membuat cerita yang sempurna sesuai scenario. 5. Penata Artistik Tata artistik adalah segala sesuatu yang melatarbelakangi cerita film atau yang
disebut
dengan
setting.
Setting
adalah
tempat
dan
waktu
berlangsungnya cerita film. Penata artistik bertugas menerjemahkan konsep visual sutradara. Penata artistik disertai oleh tim kerja yang terdiri dari penata kostum, bagian make-up, dan jika diperlukan tenaga pembuat efek khusus. 6. Penata Suara Penata suara dalam media audio visual dalam film akan membuat film menjadi lebih hidup. 7. Penata Musik Fungsi musik adalah membuat kerangka adegan, menunjukkan suasana batin tokoh, mengiringi adegan dengan ritme yang tepat dan menegaskan karakter lewat musik. 8. Pemeran Akting film diartikan sebagai kemampuan berlaku sebagai orang lain. Seorang pemain harus memiliki kecerdasan untuk menguasai diri dan melakukan pengamatan serta latihan sebelum pelaksanaan syuting.
http://digilib.mercubuana.ac.id/z
21
2.4 Komodifikasi Dalam Media Komodifikasi menurut perbendaharaan kata dalam istilah Marxist adalah suatu bentuk transformasi dari hubungan, yang awalnya terbebas dari hal-hal yang sifatnya diperdagangkan, menjadi hubungan yang sifatnya komersil. Dalam artian bahwa hubungan sosial ter-reduksi menjadi hubungan pertukaran. Menurut Vincent Mosco, komodifikasi mengacu pada proses mentransformasi nilai guna (use value) yakni nilai yang didasarkan pada kemampuan memenuhi kebutuhan menjadi nilai tukar (exchange value) yakni nilai yang didasarkan pasar. Minimal terjadi dua bentuk komodifikasi dalam proses resonansi perang di media massa sekarang ini.11 Pertama komodifikasi isi, sebagai proses mengubah pesan dari sekumpulan data ke dalam sistem makna sehingga menjadi produk-produk yang dapat dipasarkan. Kedua komodifikasi khalayak, artinya media massa menghasilkan proses di mana perusahaan media memproduksi khalayak dan menyerahkannya pada pengiklan. Dalam hal ini, program atau ulasan media massa digunakan untuk menarik khalayak. Pemasang iklan membayar perusahaan media untuk mengakses khalayak. Oleh karenanya, khalayak ”diserahkan” pada perusahaan pengiklan. Semakin acara diminati khalayak, maka dengan sendirinya akan memompa penghasilan media yang bersangkutan. Kita harus menyadari, media massa saat ini berada dalam era industrialisasi. Seringkali faktor-faktor ekonomi-politik mendeterminasi keseluruhan proses produksi, distribusi dan konsumsi sumberdaya media dengan tidak mengindahkan tata nilai kemanusiaan. Mosco mengembangkan kerangka acuan dari ekonomi politik kedalam suatu proses komunikasi dengan tiga proses, dimulai dari komodifikasi (commodification) yaitu proses transpormasi dari nilai guna menjadi nilai tukar, dalam media massa selalu apabila masing-masing diantaranya mempunyai kepentingan kemudian
11
Vincent Mosco komodifikasi ,thepolitical economy of communication,London :Sage Publication ltd,1996
http://digilib.mercubuana.ac.id/z
22
dilanjutkan dengan spesialisasi yaitu proses perpanjangan instituisme media,(mosco 1996; 10-25).12 Stukturasi berkaitan dengan hubungan antara gagasan agensi, proses sosial dan praktek sosial dalam analisis struktur, Stukturasi merupakan interaksi interpendensi antara agen dengan struktur sosial yang melingkupinya. ( Mosco, 1996: 212-214 ).13 Dalam penelitian ini, kapitalisme merupakan segala bentuk hasil produksi dan reproduksi dijadikan komoditi, untuk dipasarkan dengan tujuan mencari keuntungan. Kekuatan produksi dibentuk dalam kaitan bukan untuk menggali nilai guna (use Value), proses komodifikasi, yaitu menjadikan objek-objek sebagai suatu yang memiliki nilai. Mosco mengembangkan kerangka acuan dari politik ekonomi kedalam suatu proses komunikasi dengan tiga proses, dimulai dari komodifikasi (commodification), yaitu proses mengubah nilai pakai menjadi nilai tukar, kemudian dilanjutkan dengan spatialization, yaitu perubahan tempat dengan waktu atau proses perluasan. Institusional dan strukturasi ( structurction ), proses dimana struktur melalui agen sosial, ketiga proses entry poin14. Komodifikasi atau Commodification mengacu pada proses ini kemudian diperluas kedalam bidang sosial dari produk komunikasi, audiens dan tenaga kerja yang selama ini mendapat sedikit perhatian. Menurut Marx komodifikasi secara luas berarti kumpulan yang besar dari komoditas, ( the immense colluction of commodities), dimana kapitalisme mewakili dirinya sendiri sebagai perwujudan yang biasa ( it is largely through, the imnense collection of commodities ). That capitalisme present it self, its most common embodiment. Namun akhirnya marx merasa perlu adanya kesesuaian dalam keseimbangan konseptual dan analisis politik ekonomi dalam komunikasi. Karena bagaimanapun juga, politik ekonomi memberikan pemikiran yang lebih luas kepada institusi bisnis dan struktur yang memproduksi dan 12
Ibid, hal 10-25 Ibid, hal 212-214 14 Ibid, hal 138-139
13
http://digilib.mercubuana.ac.id/z
23
mendistribusikan komoditas serta kepada badan pemerintahan yang mengatur proses ini.15
Komodifikasi dibagi tiga unsur komodifikasi : 1. Komodifikasi isi media Ketika para politikus ekonomi berfikir mengenai bentuk komoditas dalam komunikasi mereka umumnya memulai dari media. Content secara spesifik, menurut sudut pandang ini, proses komodifikasi pada komunikasi, melibatkan perubahan pesan-pesan, dari sumber data sampai sistem penelitian dan menjadi produk yang dapat dipasarkan, misalnya : wartawan yang tugasnya memproduksi cerita yang dapat berguna bagi pembaca. Dalam penelitian komunikasi banyak terfokus pada isi media sebagai komoditas dan untuk mengindentifikasinya hubungan antara, status komoditas dan isi dan maknanya. Sebagai hasil, komunikasi dianggap istimewa dan komoditas yang berharga karena disamping kemampuan untuk bisa memproduksi nilai lebih, komunikasi mengandung simbol dan citra yang maknanya dapat membentuk kesadaran. Beberapa penelitian dalam pendekatan ini mengumpulkan bahwa media massa dalam masyarakat. Kapitalis telah memproses produksi komoditas yaitu memproduksi pesan yang mewakili kepentingan. Jadi pesan itu diproduksi untuk kepentingan modal, Graham dan Smythe menjelaskan alternatif formulasi lain. Mereka melihat kecenderungan pada penekanan makna atau dimensi ideologis dari produksi makna disamping kepentingan modal. 2. Komoditas audiens Graham memberikan dua dimensi prinsip dari komodifikasi media : produksi langsung dari produk media dan kegunaan media iklan untuk menyempurnakan proses komodifikasi dalam ekonomi keseluruhan ( Smythe)
15
Ibid hal 9
http://digilib.mercubuana.ac.id/z
24
1997 ), mengambil ide-ide ini dengan pandangan yang berbeda menekankan pada audiens, yaitu bahwa audiens itu adalah komoditas utama dari media massa menurut Smythe. Media massa terbentuk dari sebuah proses dimana di dalamnya perusahaan media memproduksi audiens dan mengenai mereka pada pengiklan. Program media massa dengan demikian digunakan untuk mengkonstruksikan audiens pengiklan membayar institusi media untuk mencapai audiens dinilai dibawa pengiklannya. 3. Komodifikasi pekerja Ada dua proses yang berhubungan dengan komodifikasi pekerja yang sesuai dengan studi komunikasi, pertama mengacu pada penggunaan sistem komunikasi dan teknologi, untuk memperluas komodifikasi semua proses kerja termasuk didalam industri komunikasi dengan meningkatkan kemampuan pengawasaan dari fleksibel pekerja. Kedua politik ekonomi dalam komunikasi menggambarkan suatu proses ganda dengan makna pekerja komodifikasinya, dalam proses produksi komoditas barang dan jasa, dalam studi komunikasi, kajian akan lebih difokuskan pada konsumsi media yaitu relasi antara audiens dengan teks, hal ini disebabkan didalam institusi media ada kecenderungan untuk lebih menekankan pada kretifitas individu-individu pekerja, dalam proses produksi distribusi dan sebagainya hal inilah yang membedakan dengan industri pada sektor lain.16
2.5 Aspek Seksualitas Seksualitas berasal dari kata sixis berarti jenis kelamin, kata sexus sendiri berasal dari kata kerja ”secore” yang berarti memotong, membagi atau memisahkan dengan demikian menurut pengertianya kata seks berarti hal-hal yang membagi mahluk hidup kedalam kedua jenis, jenis yang satu pria dan yang kedua perempuan.17
16 17
Ibid hal 97 Anton Koneng Menyikapi seksualitas Jakarta hal 1
http://digilib.mercubuana.ac.id/z
25
Dalam khasanah ilmu-ilmu sosial, istilah seks secara sederhana misalnya dapat diartikan sebagai pembagian jenis kelamin yang ditentukan secara biologis yang melekat pada jenis kelamin tertentu. Sebagai contoh jenis kelamin laki-laki adalah manusia yang memiliki penis, memiliki jakun, memproduksi sperma, dan seterusnya. Sedang perempuan adalah manusia yang memiliki alat reproduksi seperti rahim dan saluran untuk melahirkan, memproduksi telur, memiliki vagina, mempunyai alat menyusui, dan sebagainya. Dengan demikian seks mengandung arti perbedaan jenis kelamin antara laki-laki dan perempuan secara biologis, serta memiliki perbedaan dan ciri-cirinya sendiri. Seks juga berarti perbedaan laki-laki dan perempuan sebagai makhluk secara kodrati fungsi-fungsi organisme yang berbeda.18 Seksualitas memiliki makna yang lebih luas lagi mencangkup tidak hanya seks, tapi gender perbedaan antara seksualitas dengan seks terletak pada orientasinya jika seks berorientasi sosial, maka seksualitas dapat mencangkup orientasi fisik, emosi, sikap bahkan moral, dan norma-norma sosial. Sejalan dengan hal tersebut, Iwan Sudrajat memberikan pemaknaan perbedaan seks, yakni sebagai perbedaan yang menyangkut fungsi biologis reproduktif (hamil, melahirkan dan menyusui). Lebih jauh juga dijelaskan, bahwa seks itu merupakan kategori deskriptif untuk menjelaskan perbedaan anatomis-biologis laki-laki dan perempuan (alat kelamin, kapasitas reproduksi, dan morfologi fisik.19
2.6 Penyimpangan Seksualitas Tidak dapat dipungkiri bahwa kebutuhan seksual pada manusia dapat disamakan dengan kebutuhan manusia akan makan, manusia akan meninggal jika tidak makan, begitu juga kebutuhan manusia akan seksual, karena kehadiran manusia kemuka bumi ini juga tidak lepas dari hubungan seksual, kecuali Nabi Isa as. Dan yang menjadi permasalahannya yaitu, dalam pemenuhan kebetuhan seksual tidak semua orang 18 19
Sastriyani, Siti Hariti, Women In Public sector, Tiara Wacana, Yogyakarta, 2008, halaman 506 Iwan Sudrajat, Konsep Gender dan Analisis, Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Bogor, 1995, halaman 1
http://digilib.mercubuana.ac.id/z
26
melakukannya dengan cara yang wajar, akan tetapi ada beberapa orang yang memenuhi kebutuhan seksualnya dengan cara yang tidak wajar. hal tersebut bisa disebabkan oleh ganguan-ganguan psikoseksual yang disebut Parafilia. Parafilia adalah suatu ganguan psikoseksual dimana orang yang mengalami hal ini lebih memilih kegiatan seksual yang tidak lazim.Penyimpangan seksual adalah aktivitas seksual yang ditempuh seseorang untuk mendapatkan kenikmatan seksual dengan cara tidak sewajarnya. Biasanya, cara yang digunakan oleh orang tersebut adalah menggunakan obyek seks yang tidak wajar atau tujuan seksual yang tidak wajar. Penyebab terjadinya kelainan ini bersifat psikologis atau kejiwaan, seperti pengalaman sewaktu kecil, dari lingkungan pergaulan, dan faktor genetik.
Beberapa Pengertian Seksual Menyimpang 1.
Istilah penyimpangan seksual (sexual deviation) sering disebut juga dengan abnormalitas seksual (sexual abnormality), ketidak wajaran seksual (sexual perversion), dan kejahatan seksual (sexual harassment).
2.
Penyimpangan seksual (deviasi seksual) bisa didefinisikan sebagai dorongan dan kepuasan seksual yang ditunjukan kepada obyek seksual secara tidak wajar.
3.
Penyimpangan seksual kadang disertai dengan ketidakwajaran seksual, yaitu perilaku atau fantasi seksual yang diarahkan pada pencapaian orgasme lewat relasi diluar hubungan kelamin heteroseksual, dengan jenis kelamin yang sama, atau dengan partner yang belum dewasa, dan bertentangan dengan norma-norma tingkah laku seksual dalam masyarakat yang bisa diterima secara umum. (Junaedi, 2010)
4.
Penyimpangan seksual adalah aktivitas seksual yang ditempuh seseorang untuk mendapatkan kenikmatan seksual dengan tidak sewajarnya. Biasanya, cara yang digunakan oleh orang tersebut adalah menggunakan obyek seks yang tidak wajar. (Abdullah, 2008)
http://digilib.mercubuana.ac.id/z
27
5.
Yang dimaksud penyimpangan seksual adalah pemenuhan nafsu biologis dengan cara dan bentuk yang menyimpang dari syariat, fitrah dan akal sehat. (Farhan, 2002)
6.
Ketidakwajaran seksual mencakup perilaku-perilaku seksual atau fantasi-fantasi seksual yang diarahkan pada pencapaian orgasme lewat relasi di luar hubungan kelamin heteroseksual, dengan jenis kelamin yang sama, atau dengan partner yang belum dewasa, dan bertentangan dengan norma-norma tingkah laku seksual dalam masyarakat yang bisa diterima secara umum.
Dilihat dari tingkat penyimpangan, keinginan, dan kekuatan dorongan seksual dibagi menjadi sbb20: 1.
Nymphomania : Seorang wanita yang mempunyai keinginan seks yang luar biasa atau yang harus terpenuhi tanpa melihat akibatnya.
2.
Satriasis : Keinginan seksual yang luar biasa dari seorang lelaki.
3.
Promiscuity dan prostitusi : Mengadakan hubungan seksual dengan banyak orang.
4.
Perkosaan : Mendapatkan kepuasan seksual dengan cara paksa.
2.7 Perempuan Dalam Media Massa Ketika membicarakan tentang perempuan, maka secara langsung selalu menunjuk kepada salah satu dari dua jenis kelamin, meskipun di dalam kehidupan sosial selalu dinilai sebagai “the other sex” yang sangat menentukan mode representasi sosial tentang status dan peran perempuan. Marginalisasi perempuan yang muncul kemudian menunjukkan bahwa perempuan menjadi “the second sex” yang keberadaannya sering tidak diperhitungkan21.
20
Willis, Sofyan. 2005. Remaja Dan Permasalahannya Bandung: Alfabeta
21
Kasiyan, Manipulasi dan Dehumanisasi Perempuan dalam Iklan, Ombak, Yogyakarta, 2008
http://digilib.mercubuana.ac.id/z
28
Salah satu persoalan yang menjadi keprihatinan banyak kalangan adalah perlakuan yang tidak proporsional dialami kaum perempuan. Kaum perempuan selalu menjadi korban yang mengalami nasib paling parah. Selain karena keberadaan kaum perempuan yang tidak diperhitungkan ketika kebijakan pembangunan dirancang, juga karena telah mengakarnya stereotype yang memojokkan kaum perempuan. Keberadaan perempuan yang terlibat dalam pekerjaan publik, dalam hal ini dalam media massa seperti film, iklan dan sinetron sering diidentifikasi sebagai era komodifikasi, dimana segala hal bisa dijadikan sebagai komoditi. Dalam proses komodifikasi ini, sesuatu diproduksi bukan terutama atas dasar nilai guna, tetapi lebih pada nilai tukar. Artinya, sesuatu diproduksi bukan pertama-tama karena memiliki kegunaan bagi khalayak, tetapi lebih karena sesuatu itu bisa dipertukarkan di pasar. Dengan demikian, orientasi produksi bukan pertama-tama umtuk memenuhi kebutuhan obyektif masyarakat tetapi lebih untuk mendorong akumulasi modal. Sebagai contoh adalah iklan salah satu produk merk handphone, yang tampak demikian dominan adalah ternyata penggunaan figure perempuan dalam hal ini, adalah lebih bermakna mendekatkan pada asosiasi seksual kepada para audience, yakni digambarkan dengan sosok perempuan muda, cantik dan bahkan dengan menggunakan baju yang sangat ketat dan seksi, sehingga menonjolkan lekuk tubuhnya, terutama di sekitar wilayah dadanya. Kemudian untuk menghadirkan daya tarik kepada produk handphone yang ditawarkan, dengan sengaja handphone yang sedang dibawa (dikalungkan dengan tali di leher) oleh si perempuan tersebut sengaja jatuh berada tepat di antara belahan buah dadanya, yang demikian menonjol, karena pakaiannya yang sangat ketat dan seksi tersebut. Kesan yang hendak ditampilkan di anataranya adalah image bahwa handphone tersebut cukup tipis (slim) sejalan dengan model yang sedang trend pada waktu itu, yakni handphone tidak lagi wujudnya besar dan tebal. Visualisasinya yang mengarah pada unsur merangsang birahi seksual audience tersebut, bahkan masih ditambah lagi dengan headline ungkapan “Lagi ngeliatin apa, sih?”. Meskipun yang dimaksud dari ungkapan tersebut, adalah ditujukan pada obyek produk berupa handphone dengan indikasi di bawah ungkapan
http://digilib.mercubuana.ac.id/z
29
tersebut disebutkan nama produk yang ditawarkan. Namun karena produk tersebut diletakkan di antara belahan buah dada itulah, yang digunakan sebagai daya tarik konsumen untuk memperhatikan produk baru handphone yang ditawarkan tersebut.22
2.8 Citra Perempuan dalam Media Keberadaan media massa cetak ataupun media elektronik (televisi, internet) merupakan elemen yang penting bagi sarana promosi komoditi suatu produk dari industri. Dalam perjalanannya media massa saat ini mengalami pergeseran yang cukup tajam akan peran perempuan. Dalam perkembangan perempuan dalam media, perempuan hanya sebagai penggembira karena hal ini dilihat dari daya tarik seksualitasnya. Eksistensi akan perempuan dalam media ternyata lebih banyak menjadi komodifikasi. Penggambaran perempuan yang seperti itu, tak lain merupakan refleksi dari bagaimana perempuan direpresentasikan dalam masyarakat kapitalis mutakhir. Representasi yang lebih didasarkan atas daya tarik tubuh dan wajah ini jelas merupakan cermin dari nafsu mata laki-laki, yang jelas-jelas menempatkan perempuan sebagai obyek untuk dipandang. Dalam hubungannya dengan kehidupan sosial manusia, pengaruh media massa juga terasa pada kehidupan sosial perempuan. Stigma dan stereotip yang terbentuk di masyarakat mengenai perempuan sedikit banyak dipengaruhi oleh media. Media menyajikan citra perempuan secara arbitrer atau sewenang-wenang, seringkali tanpa memikirkan dampak yang bisa timbul dari citra yang dibangun tersebut. Citra perempuan yang dibangun dalam media disesuaikan dengan kebutuhan para pelaku bisnis dan industri yang berada di belakang layar. Seringkali perempuan dijadikan objek agar tujuan industri tercapai, misalnya rating yang tinggi. Perempuan dijadikan sebagai objek melalui cara yang bervariasi. Cara yang paling ampuh dan paling sering digunakan adalah dengan melakukan eksploitasi berlebihan terhadap tubuh
22
Kasiyan, Manipulasi dan Dehumanisasi Perempuan dalam Iklan, Ombak, Yogyakarta, 2008
http://digilib.mercubuana.ac.id/z
30
perempuan. Menurut Sharma (2012), “Although the media has played an important role in highlighting women’s issues, it has also had negative impact, in terms of perpetrating violence against women through pornography and images of women as a female body that can be bought and sold.” Eksploitasi tubuh perempuan yang divisualisasikan dalam bentuk konten media seolah-olah menjadikan tubuh perempuan sebagai alat tukar dengan keuntungan pelaku industri. Tubuh perempuan yang diekspos oleh media menjadikan perempuan sebagai objek yang bisa diperjualbelikan, dengan timbal balik berupa rating, laba industri, peningkatan pengguna media massa dan seterusnya23. Media massa memiliki kedudukan dalam masyarakat untuk menguasai segala informasi. Media massa memiliki kedudukan yang penting dan strategis, serta dapat menciptakan hegemoni karena media massa memiliki kebebasan penuh. Hal ini dapat dilakukan oleh iklan yang merupakan salah satu bagian dari media massa dan menjadi sumber dari pencipta pencitraan khususnya bagi perempuan. Keindahan perempuan seringkali dijadikan objek yang sangat menguntungkan bagi pelaku media. Di dalam periklanan, perempuan dijadikan komoditif utama dan dijadikan simbol dalam seni – seni komersial. Pengeksploitasian secara besar – besaran dalam dunia periklanan Indonesia sudah banyak terjadi contohnya seperti beberapa kasus diatas. Menurut Suryandaru (2004) figur model iklan yang dianggap lebih mampu menciptakan citra daya tarik adalah berbagai “potensi” yang dimiliki oleh kaum perempuan. Menurut Kasali (1995) dan Widyatama (2005), iklan komersial selalu memiliki tujuan akhir mempersuasi dan menarik khalayak untuk respek terhadap produk yang ditawarkan. Oleh karena itu, sudah jelas terlihat bahwa perempuan dijadikan objek utama dalam iklan karena dalam sebagian besar iklan menggunakan perempuan sebagai alat daya tarik utama untuk menarik para konsumen. Untuk itu, perempuan dijadikan objek utama karena penggunaan perempuan dalam iklan – iklan komersial pada umumnya
23
Manggala Nayahi. “Objektifikasi Perempuan oleh Media: Pembakuan Identitas Perempuan dan Dominasi Kekuasaan Laki-laki” Jurnal Perempuan 04 Maret 2015
http://digilib.mercubuana.ac.id/z
31
selalu dikaitkan dengan berbagai aura keindahan dan sensualitas yang melekat pada sang model. Dari pengunaan perempuan ini, iklan sudah membuat citra perempuan dikalangan masyarakat, sehingga masyarakat terhegemoni tentang citra perempuan. Hal ini dilakukan secara tidak langsung dan tanpa disadari oleh masyarakat luas. Citra yang diciptakan oleh iklan sayangnya seringkali bersifat negatif. Contohnya sudah dapat dilihat dari penggunaan aura keindahan tubuh perempuan untuk menarik perhatian dan mencitrakan bahwa perempuan adalah seseorang yang menarik dan mudah untuk mencuri perhatian dengan menggunakan kemulaian tubuhnya khususnya bagi kaum laki – laki24.
2.9
Semiotika Secara etimologis, istilah semiotik berasal dari kata Yunani semeion yang
berarti “tanda”. Tanda itu sendiri didefinisikan sebagai sesuatu yang atas dasar konvesi sosial yang terbangun sebelumnya, dapat dianggap mewakili sesuatu yang lain dan dalam batas-batas tertentu.25 Secara terminologis, menurut Umberto Eeo, semiotik dapat didefinisikan sebagai ilmu yang mempelajari sederetan luas objek-objek, peristiwa-peristiwa, seluruh kebudayaan sebagai tanda.26 Secara singkat kita dapat menyatakan bahwa analisis semiotik merupakan cara atau metode untuk menganalisis dan memberikan makna-makna terhadap lambanglambang yang terdapat suatu paket lambang-lambang pesan atau teks. Teks yang dimaksud dalam hubungan ini adalah segala bentuk serta sistem lambang baik yang terdapat pada media massa (seperti berbagai paket tayangan televisi, karikatur media cetak, film, sandiwara radio, dan berbagai bentuk iklan) maupun yang terdapat di luar
24
Merry Pratiwi, (2015, 20 Juni), Citra perempuan dalam media masa. Kompasiana, [online]. diakses pada tanggal 14 April 2017 dari http://www.kompasiana.com/clairemerry/citra-perempuan-dalam-iklanmedia-massa 25 Alex Sobur, Analisis Teks Media: Suatu Pengantar untuk Analisis Wacana, Analisis Semiotik dan Analisis Framing, PT Remaja Rosdakarya: Bandung, 2001, Hal. 95 26 Ibid, Hal. 95
http://digilib.mercubuana.ac.id/z
32
media massa (seperti karya lukis, patung, candi, monumen, fashion show, dan menu masakan pada food festival. Urusan analisis semiotik adalah melacak makna-makna yang diangkat dengan teks berupa lambang-lambang. Dengan kata lain, pemaknaan terhadap lambang-lambang dalam tekslah yang menjadi pusat perhatian analisis semiotik.27 Dalam kaitannya dengan semiotik, Preminger memberi batasan yang jelas, semiotik adalah ilmu tentang tanda-tanda. Ilmu ini menganggap bahwa fenomena sosial atau masyarakat dan kebudayaan itu merupakan tanda-tanda. Semiotik itu mempelajari sistem-sistem, aturan-aturan konvensi-konvensi yang memungkinkan tanda-tanda tersebut mempunyai arti.28 Proses produksi dan pemanfaatan tanda oleh seseorang dalam interaksi dengan manusia lain dijelaskan Umberto Eco sebagai tahapan-tahapan berikut:29 1.
Tahap recognition, yaitu tahapan di mana seseorang mengidentifikasi atau mengganti objek suatu kejadian sebagai suatu ekspresi dari pernyataan atau keberadaan suatu lambang.
2.
Tahap ostention, pada tahap ini seseorang menggunakan objek untuk mewakili suatu pernyataan.
3.
Tahap replica, berupa tanda-tanda lainnya yang melambangkan sesuatu.
4.
Tahap invention, yaitu menemukan cara baru untuk mengorganisasikan stimulistimuli menjadi sebuah lambang. Dalam proses yang dijelaskan Eco tersebut seseorang yang telah diterpa sebuah
sistem tanda akan berupaya menginterpretasikan tanda hingga menemukan maknanya. Ketika seseorang berupaya mencari makna dari pengguna penanda dan petanda dalam sebuah system tanda (teks), diperlukan perangkat tertentu untuk membantunya berupa kode-kode.
27
Pawito. Penelitian Komunikasi Kualitatif, LKIS Pelangi Askara: Yogyakarta. 2007, Hal. 155-156 Alex Sobur. Analisis Teks Media: Suatu Pengantar untuk Analisis Wacana, Analisis Semiotik dan Analisis Framing, PT Remaja Rosdakarya: Bandung, 2001, Hal. 95-96 29 Umberto Eco. Theory of Semiotic, Indiana University Press: Bloomington, 1979, Hal. 4 28
http://digilib.mercubuana.ac.id/z
33
Sebagai seluruh cabang keilmuan Semiotika memperlihatkan pengaruh yang semakin kuat dan luas, signifikansi semiotika tidak saja sebagai metode kajian (decoding), akan tetapi juga sebagai metode penciptaan (encoding). Sebagai metode kajian, semiotika memperlihatkan kekuatannya di dalam berbagai bidang seperti antropologi, sosiologi, politik, kajian keagamaan, media studies, dan cultural studies. Sebagai metode penciptaan semiotika mempunyai pengaruh pula pada bidang-bidang desain produk, arsitektur, komunikasi visual, seni tari, seni rupa dan juga seni film.30 Semiotika dan semiologi sesungguhnya mempunyai arti yang sama. Namun pemakaian salah satu istilah ini biasanya didasarkan pada pemikiran Pemakainya. Tokoh semiotika yang terkenal ada dua tokoh yakni, Ferdinand de Saussure (1857-1913) dan Charless Sander Pierce (1839-1914). Kedua tokoh tersebut mengembangkan ilmu semiotika secara terpisah dan tidak mengenal satu sama lain. Saussure di Eropa dan Pierce di Amerika Serikat. Latar belakang keilmuan Saussure adalah Lingustik, sedangkan Pierce filsafat. Saussure menyebut ilmu yang dikembangkannya semiologi, sedangkan Pierce menyebutnya semiotika.31 Semiologi menurut Saussure didasarkan pada anggapan bahwa selama perbuatan dan tingkah laku manusia membawa makna atau selama berfungsi sebagai tanda, di belakangnya harus ada system pembedaan dan konvensi yang memungkinkan makna itu. Dimana ada tanda, disana ada sistem.32 Sedangkan Pierce menyebut ilmu yang dibangunnya semiotika. Bagi Peirce yang ahli filsafat dan logika, penalaran manusia senantiasa dilakukan lewat tanda. Artinya manusia hanya dapat bernalar lewat tanda. Dalam pikirannya, logika dan semiotika dapat diterapkan pada segala macam tanda. Dalam perkembangan selanjutnya, istilah semiotika lebih popular daripada semiologi.33
30
Sumbo Tinarbuko. Semiotika Komunikasi Visual, Jalasutra: Yogyakarta, 2009, Hal. ix Ibid. 11 32 Ibid. 12 33 Ibid.12 31
http://digilib.mercubuana.ac.id/z
34
Mereka yang bergabung dengan Peirce menggunakan kata semiotika, dan mereka yang bergabung dengan Saussure menggunakaan kata semiologi. Studi tanda visual disebut semiotika visual. Tanda visual dapat didefinisikan secara sederhana sebagai tanda yang dikonstruksi dengan sebuah penanda visual, yang artinya dengan penanda yang dapat dilihat34
2.8.1
Semiotika Roland Barthes Pada tahun 1956, Roland Barthes yang membaca karya Saussure: Cours de
Linguistique generale melihat adanya kemungkinan menerapkan semiotik ke bidang-bidang lain. Ia memandang yang bertolak belakang dengan Saussure mengenai kedudukan linguistic sebagai bagian dari semiotik. Menurutnya sebaliknya, semiotik merupakan bagian dari linguistik karena tanda-tanda dalam bidang lain tersebut dapat di pandang sebagai bahasa, yang mengungkapkan gagasan (artinya, bermakna), merupakan unsur yang terbentuk dari penandapetanda, dan terdapat di dalam sebuah struktur. Barthes menggunakan sebuah konsep sintagmatik dan paradigmatic untuk menjelaskan gejala budaya, seperti sistem busana, menu makan, arsitektur, lukisan, film, iklan, dan karya sastra. Ia memandang semua itu sebagai suatu bahasa yang memiliki sistem relasi dan oposisi. Beberapa kreasi Barthes yang merupakan warisannya untuk dunia intelektual adalah. 1. konsep konotasi yang merupakan kunci semiotik dalam menganalisa budaya, dan 2. konsep mitos yang merupakan hasil penerapan konotasi dalam berbagai bidang dalam kehidupan sehari-hari. Barthes melontarkan konsep tentang konotasi dan denotasi sebagai kunci dari analisisnya. Salah satu yang penting yang dirambah Barthes dalam studinya tentang tanda adalah peran pembaca (the reader). Menurut sifat asli yang melekat
34
Marcel Danesi. Pesan, Tanda dan Makna. Jalasutra Hal 91-92
http://digilib.mercubuana.ac.id/z
35
pada tanda juga membutuhkan keaktifan pembaca agar dapat berfungsi. Barthes juga menyebutkan sistem pemaknaan dalam tataran kedua yang dibangun di atas sistem lain yang sudah ada sebelumnya.35
1. Denotasi Tatanan pertandaan pertama adalah landasan kerja Saussure. Tatanan ini menggambarkan relasi antara penanda dan petanda di dalam tanda, dan diantara tanda dengan referennya dalam realitas eksternal, oleh Barthes tatanan ini disebut sebagai denotasi. Unsur denotasi dalam sebuah tanda lebih mengacu pada halhal material atau dengan kata lain hal-hal yang dapat terindra oleh panca indra manusia. Oleh karena itu harus “dikenali” terlebih dahulu agar dapat dipersepsikan kembali.
2. Konotasi Konotasi dalam istilah Barthes digunakan untuk menjelaskan salah satu dari tiga cara kerja tanda dalam tatanan pertandaan kedua. Konotasi menggambarkan interaksi yang berlangsung ketika tanda bertemu dengan perasaaan atau emosi penggunanya dan nilai kulturalnya. Hal ini terjadi tatkala makna bergerak menuju subjektif atau setidaknya intersubjektif dan ini ketika interpretan dipengaruhi sama banyaknya oleh penafsir dan objek atau tanda bagi Barthes, faktor penting dalam konotasi adalah penanda dalam tatanan pertama.
35
Alex Sobur, Semiotika Komunikasi, Rosdakarya: Bandung, 2006, hal 68
http://digilib.mercubuana.ac.id/z
36
Bagan Semiotika Roland Barthes 1. Signifier
2. Signified
( Penanda )
( Petanda )
3. Denotative Sign (Tanda Denotatif) 5. Conotative Signified
4. Connotative Signifier
( Petanda Konotatif )
( Penanda Konotatif ) 6. Connotative Sign ( Tanda Konotatif )
Gambar 1.a : Peta Tanda Roland Barthes ( Sumber : Paul Cobley & Litza Jansz. 1999. Introducing Semiotics. NY: Totem Books, hlm.51
Teori semiotika yang di kemukakan oleh Roland Barthes (1915-1980), dalam teorinya tersebut Barthes mengembangkan semiotika menjadi 2 tingkatan pertandaan, yaitu tingkat denotasi dan konotasi. Denotasi adalah tingkat pertandaan yang menjelaskan hubungan penanda dan petanda pada realitas, menghasilkan makna eksplisit, langsung, dan pasti. Konotasi adalah tingkat pertandaan yang mejelaskan hubungan penanda dan petanda yang di dalamnya beroperasi makna yang tidak eksplisit, tidak langsung, dan tidak pasti ( Yusita Kusumarini,2006)
3.
Mitos Barthes juga melihat aspek lain dari penandaan yaitu “mitos“ yang menandai suatu
masyarakat. “Mitos” menurut Barthes terletak pada tingkat kedua penandaan, jadi setelah terbentuk sistem sign-signifier-signified, tanda tersebut akan menjadi penanda baru yang kemudian memiliki petanda kedua dan membentuk tanda baru. Jadi ketika sesuatu tanda yang memiliki makna konotasi kemudian berkembang menjadi makna denotasi, maka makna denotasi tersebut akan menjadi mitos.
http://digilib.mercubuana.ac.id/z
37
Mitos dari Barthes mempunyai makna yang berbeda dengan konsep mitos dalam arti umum.36
Sebaliknya dari konsep mitos tradisional, mitos dari Barthes
memaparkan fakta. Mitos adalah murni sistem ideografis. Hoed37 menguraikan perjalanan konotasi menjadi mitos dari Barthes. Bagi Barthes, mitos adalah bahasa: le mythe est une parole. Konsep parole yang diperluas oleh Barthes adalah berbentuk verbal atau non verbal.
Ciri-ciri Mitos ada empat yaitu: 1.
Distorsif Hubungan antara FORM dan CONCEPT bersifat distosif dan deformatif. CONCEPT mendistorsi FORM sehingga makna pada sistem tingkat pertama bukan lagi merupakan makna yang menunjukan pada fakta yang sebenarnya.
2.
Intensional Mitos terjadi tidak begitu saja melainkan mitos terjadi karena kesenjangan yang diciptakan, dikonstruksikan oleh budaya masyarakatnya dengan maksud dan pengertian tertentu.
3.
Statement of fact Mitos menaturalisasikan pesan sehingga kita menerimanya sebagai sebuah kebenaran yang tidak perlu diperdebatkan kembali. Sesuatu yang terletak secara alami dalam nalar awam.
4.
Motivasional Menurut Barthes, bentuk mitos mengandung motivasi. Mitos diciptakan dengan melakukan seleksi terhadap berbagai kemungkinan konsep yang akan digunakan berdasarkan sistem semiotik tingkat pertamanya.
36
Definisi menurut kamus KBBI: Cerita suatu bangsa tentang dewa dan pahlawan pada zaman dulu yang mengandung penafsiran tentang asal usul semesta alam, manusia, dan bangsa itu sendiri. 37 Hoed, BH. 2008. Semiotik dan Dinamika Sosial Budaya. Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya, Universitas Indonesia
http://digilib.mercubuana.ac.id/z
38
Misalnya: Pohon beringin yang rindang dan lebat menimbulkan konotasi “keramat” karena dianggap sebagai hunian para makhluk halus. Konotasi “keramat” ini kemudian dikembangkan menjadi asumsi umum yang melekat pada simbol pohon beringin, sehingga pohon beringin yang keramat bukan lagi menjadi sebuah konotasi tapi berubah menjadi denotasi pada pemaknaan tingkat kedua. Pada tahap ini, “pohon beringin yang keramat” akhirnya dianggap sebagai sebuah Mitos.
http://digilib.mercubuana.ac.id/z