6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1
PENGERTIAN REVERSE OSMOSIS
Proses reverse osmosis merupakan kebalikan dari proses osmosis biasa. Pada proses osmosis yang terjadi adalah perpindahan pelarut dari larutan yang lebih encer ke larutan yang lebih pekat sedangkan pada reverse osmosis yang terjadi adalah sebaliknya yaitu pelarut berpindah dari larutan pekat ke larutan yang lebih encer dengan bantuan tekanan kerja (William, 2003). Reverse osmosis memiliki ukuran pori kurang dari 0.0001–0.001 µm atau tidak berpori. Membran ini dapat menahan zat terlarut yang memiliki bobot molekul rendah seperti sukrosa dan glukosa dari larutannya (William, 2003). Reverse osmosis adalah suatu proses dimana air dipisahkan dari komponen terlarut melalui selaput atau membran semipermeable.
Gambar 2.1 Skema fenomena osmosis dan reverse osmosis (Sumber: William, 2003)
http://digilib.mercubuana.ac.id/
7
Pada Gambar 2.1 air mengalir dari konsentrasi zat terlarut rendah ke konsentrasi zat terlarut tinggi sampai kesetimbangan
kimia pada larutan terjadi. Saat
kesetimbangan, perbedaan tekanan antara dua sisi membran sebanding dengan tekanan osmosis larutan dan untuk membalikkan aliran air (pelarut), maka larutan yang memiliki konsentrasi zat terlarut tinggi harus diberi tekanan yang lebih besar dibandingkan tekanan osmosisnya seperti yang terlihat pada Gambar 2.1.Osmosis merupakan fenomena alam yaitu peristiwa mengalirnya pelarut (biasanya air) mengalir melewati dinding lapisan semi permeabel,
dari larutan
konsentrasi zat terlarut rendah ke larutan dengan konsentrasi zat terlarut tinggi. Pada sistem pemisahan air, akan dihasilkan air murni dari konsentrasi zat terlarut tinggi ke konsentrasi rendah dengan menggunakan konsep reverse osmosis (William, 2003).
Gambar 2.2 Skema dasar prinsip kerja mesin reverse osmosis (Sumber: Renny, 2013) Prinsip kerja mesin R.O ialah air baku atau air tanah yang akan di olah kemudian di saring dengan pasir silika, karbon aktif, mangan, dan kemudian di tampung ke tangki yang siap di olah. Tahap berikutnya ialah air yang setengah jadi pemurnian itu kemudian di hisap dengan pompa dan di alirkan ke membran. Disinilah air di saring dan di olah dimana air bersih yang layak di konsumsi dan di mana air kotor yang tidak layak di konsumsi di pisahkan.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
8
2.1.1 Syarat Syarat Kelayakan Air Minum Air Bersih yaitu air yang dipergunakan untuk keperluan sehari-hari dan kualitasnya memenuhi persyaratan kesehatan air bersih sesuai dengan peraturan perundangundangan yang berlaku dan dapat diminum apabila dimasak. Air baku untuk air minum rumah tangga, yang selanjutnya disebut air baku adalah air yang dapat berasal dari sumber air permukaan, cekungan air tanah dan/atau air hujan yangmemenuhi baku mutu tertentu sebagai air baku untuk air minum. Air minum adalah air minum rumah tangga yang melalui proses pengolahan atau tanpa proses pengolahan yang memenuhi syarat kesehatan dan dapat langsung diminum. Air limbah adalah air buangan yang berasal dari rumah tangga termasuk tinja manusia dari lingkungan permukiman. Penyediaan air minum adalah kegiatan menyediakan air minum untuk memenuhi kebutuhan masyarakat agar mendapatkan kehidupan yang sehat, bersih, dan produktif. Parameter air yang penting ialah parameter fisika, kimia, biologis dan radiologis, yaitu sebagai berikut: a. Fisika 1. Kekeruhan 2.
Warna
3. Rasa & bau 4. Endapan 5. Temperatur b. Kimia 1. Organik, antara lain: karbohidrat, minyak/ lemak/gemuk, pestisida, fenol, protein, deterjen, dll. 2.
Anorganik, antara lain: kesadahan, klorida, logam berat, nitrogen, pH, fosfor,belerang, bahan-bahan beracun
3. Gas-gas, antara lain: hidrogen sulfida, metan, oksigen.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
9
c. Biologi 1. Bakteri 2. Binatang 3. Tumbuh-tumbuhan 4. Protista 5. Virus d. Radiologi 1. Konduktivitas atau daya hantar 2. Pesistivitas 3. PTT atau TDS (Kemampuan air bersih untuk menghantarkan arus listrik) (Yudiana, 2009). Adapun syarat–syarat dasar dari air minum adalah : 1. Bebas dari organisme berbahaya jenis Pathogen (penyebab penyakit) 2. Tidak mengandung senyawa yang mengandung efek berbahaya atau akut, dalam jangka panjang bagi kesehatan manusia 3.
Jernih atau bening (tidak ada kekeruhan terlihat, tidak berwarna)
4. Tidak mengandung senyawa yang menyebabkan bau tertentu (berbau) dan tidak berasa 5. Tidak menyebabkan korosi atau timbunan kerak pada jaringan suplai air Dari syarat di atas dapat disimpulkan bahwa kualitas air minum yang baik bisa diartikan, air tersebut dalam keadaaan jernih dan tanpa warna, suhu berkisar 20-260C, tanpa cemaran kimiawi, tanpa cemaran organik dan non- organik serta dengan komposisi mikro-biologis yang tidak membahayakan atau memadai untuk dikonsumsi manusia, tanpa harus melalui proses perebusan atau masak terlebih dahulu. Dianjurkan untuk mendisinfektan bila perlu, agar memproleh perlindungan yang aman dalam system filterisasinya dan kualitas mikro-biologis air harus memiliki standard, sehingga tidak ada resiko bahwa air tersebut terjangkit penyakit, artinya tidak ada mikro-organisme yang bersifat pathogen didalam air yang akan diminum atau dikonsumsi (Yudiana, 2009).
http://digilib.mercubuana.ac.id/
10
2.1.2
Sumber Air/Air Baku
Air kotor atau limbah domestik sendiri terdiri atas dua jenis yaitu dalam bentuk grey water yaitu air buangan dari kamar mandi, cuci, dan dapur, sedangkan air buangan manusianya (tinja) disebut sebagai black water. Jumlah air kotor yang dihasilkan oleh setiap orang adalah sebesar 70% dari pemakaian air bersih yang mana dari air bersih yang digunakan oleh kita hanya 30% terserap oleh tubuh, sisanya adalah sebagai air limbah, baik dalam bentuk black water maupun dalam bentuk grey water. Air kotor ini harus diperlakukan sebagaimana mestinya karena apabila dibuang begitu saja akan berdampak lagi kepada kita yang membuangnya, misalnya penyebaran bibit penyakit (bakteri,virus, dan sebagainya) melalui proses pencemaran sumber-sumber air yang dikonsumsi oleh kita sehingga menjadi sumber penyakit dilingkungan kita. Tetapi apabila diperlakukan dengan baik. Air kotor tersebut akan memberikan manfaat untuk lingkungan kita juga. Adapun indikator pencemaran terhadap lingkungan akibat air kotor yang tidak ditangani, antara lain : Pada sumber air/air bersih : 1.
Bakteri E.Colli, yang berasal dari kotoran manusia juga kotoran hewan
2.
Perubahan kualitas air (fisika/kimia)
3.
Kandungan bakteri E.Colli tinggi
4.
Terjadinya bau akibat pembusukan
5.
Biota air mati
6.
Tumbuh gulma dengan pesat
Sebaiknya air kotor disalurkan melalui sistem perpipaan sehingga air kotor tersebut tidak tersebar dan mencemari kemana-mana yang kemudian kita perlakukan dengan baik, yaitu melalui pengolahan, baik pengolahan sendiri skala rumah dengan sistem ekoteknologi yang pada saat ini banyak dikembangkan, yaitu dengan manggunakan tanaman air yang dapat menjadi estetika halaman atau lingkungan kita ataupun disalurkan ke sistem pengolahan terpusat untuk diolah menjadi air yang dapat digunakan untuk berbagai kebutuhan di lingkungan.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
11
Unsur penting dalam pengelolaan kualitas air adalah siklus hidrologi. Oleh sebab itu, prinsip dan pengertian siklus hidrologi harus dapat dipahami oleh manusia, sehingga ketersediaan kualitas air yang memenuhi syarat ada sepanjang hayat. Untuk menghindari terjadinya penurunan kualitas air, maka perlu dilakukan suatu pengolahan buangan, sehingga buangan tersebut dapat dibuang ke badan air terdekat (sungai, danau, rawa, laut) atau ke lingkungan sampai dapat melakukan asimiliasi ilmiah. Pengolahan buangan dapat dilakukan baik secara fisik, (penyaringan, sedimentasi, flotasi, membran filter) kimia (pertukaran ion, desinfeksi) maupun biologis (proses lumpur aktif, trickling filter, anaerobic digestion, lagoon) yang mana sangat bergantung dari karakteristik buangannya. Terdapat standart atau baku mutu yang menjadi patokan atau pegangan bagi ahli lingkungan untuk limbah yang dapat dibuang. Parameter-parameter kontaminan yang penting, meliputi unsur fisik (warna, bau, solid), kimia (organik, inorganik, gas) dan biologis (virus, protista, binatang, tanaman). Dua hal yang sangat penting adalah bagaimana penanganan penyediaan air minum dan bagaimana penanganan buangan cairnya, karena hal tersebut akan sangat mempengaruhi kualitas air. Pengelolaan yang terpadu sangat dibutuhkan dan juga diperlukan, sehingga diharapkan tidak terjadi perubahankualitas air yang diakibatkan oleh aktivitas manusia secara drastic (Yudiana, 2009).
2.1.3
Warna Air
Air yang ada di rawa-rawa biasanya berwarna sehingga tidak layak dimanfaatkan secara langsung sebelum diolah untuk keperluan domestik dan industri. Penyebab warnanya adalah pelapukan (dekomposisi) zat organik seperti daun, kayu, binatang mati dan lain-lain. Asam humat yang berasal dari dekomposisi lignin inilah penyebab warna air, selain besi dalam wujud ferric humat. Secara umum dapat dikatakan, penyebab warna air ialah kation Ca, Mg, Fe, Mn. Oksida besi ini menyebabkan air berwarna kemerahan, oksida mangan menyebabkan air berwarna coklat kehitaman. Berkaitan dengan warna tersebut, jenisnya dapat dibedakan menjadi dua. Yang pertama disebut warna asli (true color), disebabkan oleh materi organic
http://digilib.mercubuana.ac.id/
12
berukuran koloid dan terlarut (dissolved solid). Contohnya air gambut. Dari hasil penelitian diketahui bahwa warna air gambut di Kalimantan, Sumatra, dan Sulawesi dapat dihilangkan dengan kombinasi koagulan alum sulfat, besi sulfat (ion trivalent) atau PAC dengan tanah liat setempat. Yang kedua ialah warna palsu (apparent color). Jenis ini disebabkan oleh zat tersuspensi dan zat terendapkan (coarse solid, partikel kasar) dan dapat dihilangkan dengan proses sentrifugasi, sedimentasi dan filtrasi. Secara alamiah air permukaan selalu kelihatan berwarna walaupun sebenarnya tidak berwarna. Pada saat hujan misalnya, sungai kelihatan berwarna coklat kemerahan karena mengandung suspensi lempung (red
clay). Warna air
permukaan juga dapat disebabkan oleh air limbah industri seperti pada proses dyeing di pabrik tekstil dan pulping di pabrik kertas, pertambangan/mining, refining/kilang minyak, industri makanan-minuman dan kimia. Dye wastes atau dye stuff adalah penyebab warna yang sangat tinggi. Bubur kayu (pulping wood) juga menghasilkan turunan (derivative) lignin yang tahan terhadap pengolahan biologi (biological treatment seperti activated sludge). Air yang berwarna karena pembusukan zat organik di rawa tidaklah beracun atau tidak berbahaya. Dampaknya hanya pada estetika yang tidak bisa diterima oleh masyarakat karena mereka lebih menyukai air yang tidak berwarna (colorless, non-colored water). Warna alami air ini kuning-kecoklatan (yellowbrownish) seperti air seni (urine) sehingga tidak disukai oleh masyarakat (Yudiana, 2009).
2.1.4
Aplikasi Membran Reverse osmosis Untuk Skala Rumah Tangga
Memban RO telah banyak diterapkan diberbagai bidang termasuk desalinasi air laut dan air payau, penanganan air limbah, industri makanan dan minuman, separasi biomedical, purifikasi air untuk air minum dan kebutuhan industri. Selain itu membran RO juga digunakan untuk memproduksi ”ultra pure water” untuk industri semikonduktor.Perkembangan teknologi membran RO pada aplikasi skala rumah tangga memiliki prospek baik dimasa depan ditinjau dari segi teknis dan
http://digilib.mercubuana.ac.id/
13
ekonominya, serta memungkinkan masyarakat untuk memiliki sistem pengolahan air sendiri yang praktis dan ekonomis (Fisher dkk, 2007). Beberapa desain dan konfigurasi sistem RO dengan kelebihan masing-masing telah dipatenkan seperti, sistem RO reguler untuk instalasi rumah tangga sistem RO instalasi rumah tangga yang dilengkapi dengan filter sedimen sebagai unit prefilter (Birdsong, 1992) sistem RO instalasi rumah tangga yang dilengkapi dengan filter sedimen sebagai unit pre-filter dan karbon aktif sebagai post-filter,sistem RO instalasi rumah tangga yang dapat menyediakan air bersih secara kontinyu tanpa menghasilkan limbah. Sistem RO instalasi rumah tangga dengan desain dan konfigurasi yang lebih efisien dibandingkan dengan desain yang lain karena dilengkapi dengan sistem pembuangan drain secara langsung serta dilengkapi sistem backwashable (Chen, 1999). Aplikasi sistem RO skala rumah tangga dapat dibagi menjadi beberapa tipe sesuai dengan kapasitas dan penggunaannya, yaitu tipe undersink, whole house, multi family, dan farm and ranch. Tipe undersink merupakan sistem RO yang didesain untuk memenuhi kebutuhan air minum dalam rumah. Tipe ini biasanya dipasang dibawah wastafel yang terdapat di dapur. Kapasitas produksi dari tipe undersink berkisar antara 95-378 kemasan galon/hari. Tipe whole house didesain untuk memenuhi kebutuhan air di dalam sebuah rumah tangga, seperti air minum, air untuk memasak, air untuk mandi dsb. Tipe ini lebih besar dibandingkan tipe undersink. Sistem yang diterapkan pada tipe whole house meliputi pre-filter seperti karbon aktif, dan penambahan antiscalant, unit RO, tangki penampung serta re-pressurization system yang memudahkan proses pemurnian air. Sistem yang digunakan pada tipe multi family dan farm and ranch sama dengan tipe whole house. Perbedaannya terletak pada kapasitas dan skala produksinya. Tipe multi family biasanya digunakan pada kompleks apartemen yang kecil (± 4 rumah) dan tipe farm and ranch biasanya digunakan untuk memenuhi kebutuhan banyak rumah atau peternakan serta kebutuhan air untuk pemeliharaan ternak dengan kapasitas 7-37 L/menit (Chen, 1999).
http://digilib.mercubuana.ac.id/
14
2.1.5 Syarat Standart Air bersih Dan Kebutuhan Air Masyarakat Persyaratan kualitas air bersih yang berlaku di Indonesia didasarkan pada Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 416/Menkes/Per/1X/1990. Standar kriteria mutu air ini diharapkan dapat menjamin kualitas air bagi pemakainya air yang dapat dikonsumsi harus memenuhi persyaratan kualitas air bersih yang terdiri dari kebersihan dari fisika, kimia, dan biologi. Menurut permenkes no.492/ MENKES / PES / IV / 2010 parameter air yang layak konsumsi nilai pH 6,5-8,5 dan menurut NSF (National Sanitaion Foundation) air bersih dan air murni memiliki nilai TDS kurang dari 40 ppm. Adapun standar kebutuhan air bersih yang telah ditetapkan oleh PU ditunjukkan oleh table. Tabel 2.1 Standar Kebutuhan Air Departemen Pekerjaan Umum
Secara kuantitas jumlah kebutuhan air untuk rumah tangga per kapita tidaklah sama di setiap daerah. Untuk itu, Direktorat Jenderal Cipta Karya Departemen Pekerjaan Umum juga membagi standar kebutuhan air minum berdasarkan lokasi wilayah sebagai berikut: •
Pedesaan dengan kebutuhan 60 liter/kapita/hari.
•
Kota Kecil dengan kebutuhan 90 liter/kapita/hari.
•
Kota Sedang dengan kebutuhan 110 liter/kapita/hari.
•
Kota Besar dengan kebutuhan 130 liter/kapita/hari.
•
Kota Metropolitan dengan kebutuhan 150 liter/kapita/hari
http://digilib.mercubuana.ac.id/
15
2.2
PRINSIP KERJA MEMBRAN
Membran adalah lapisan tipis yang dapat digunakan untuk memisahkan komponen yang berbeda berdasarkan sifat permeabilitasnya. Perbedaan sifat permeabilitas inilah yang menunjang proses membran untuk diterapkan di hampir seluruh bidang terutama industri kimia. Penelitian tentang sifat permeabilitas dan fenomena osmosis, pertama kali dipublikasikan oleh Abbe Nolet seorang peneliti berkebangsaan Perancis tahun 1748 (Mustofa, 2007). Perkembangan teori reverse osmosis oleh Leob dan Sourirajan pada tahun 1960-an menjadikan membran sebagai salah satu teknologi yang berkembang dari proses pemisahan skala laboratorium menjadi
proses pemisahan skala industri.
Para peneliti ini menyatakan bahwa perbedaan sifat permeabilitas antara garam dan air yang dipisahkan oleh membran selulosa asetat dapat menjadi dasar proses desalinasi air secara ekonomis yang disebut reverse osmosis (William, 2003). Fluks merupakan jumlah volume permeat (filtrat) yang diperoleh pada operasi pemisahan per satuan waktu. Sedangkan rejeksi adalah tingkat penolakan membran terhadap suatu komponen. Tingkat penolakan membran tergantung dari MWCO membran yaitu suatu nilai ukuran molekul yang mendekati nilai tertentu yang dapat diterima oleh membran dengan faktor penolakan sebesar 0.99 dalam suatu larutan encer, nilai MWCO ditentukan berdasarkan hasil percobaan yang menunjukkan karakteristik daya tolak membran terhadap molekul tertentu. Rejeksi menunjukkan kemampuan suatu membran untuk menahan suatu komponen agar tidak melewati membran. Kinerja membran dapat mengalami penurunan oleh adanya fouling dan polarisasi. Polarisasi konsentrasi dan fouling dapat membatasi proses pemisahan dengan membran karena keduanya menyebabkan penurunan fluks permeat. Membran yang dengan kondisi output air di bawah 30 % debit hasil yang di hasilkan wajib di lakukan proses tahap recycle, karena debit air yang di hasilkan tidak mencukupi kebutuhan yang di inginkan (Wenten, 1997).
http://digilib.mercubuana.ac.id/
16
2.3
KOMPONEN UTAMA SISTEM REVERSE OSMOSIS
2.3.1
Sedimen
Fungsinya untuk penyaringan flock- flock melayang (halus) yang tersuspensi didalam air, karena tidak menutup kemungkinan air hasil penyaringan pada filter konvensional masih mengandung flock-flock halus. Pada sistem Reverse Osmosis air hasil penyaringan dari filter konvensional masih harus melalui proses penyaringan dengan media sediment, media ini berfungsi untuk penyaringan flockflock melayang yang tersuspensi didalam air, karena tidak menutup kemungkinan air hasil penyaringan pada filter konvensional masih mengandung flock-flock yang tersuspensi (Indah & Setyo, 2014). 2.3.2
Karbon Aktif
Fungsi dari media ini tidak berbeda dengan media karbon aktif yang dipakai pada system konvensional, untuk penyerap gas, penyerap logam, menghilangkan polutan mikro misalnya zat organik, bau, phenol dan lain sebagainya. Yang membedakan hanyalah wadah dari carbon aktif in terbuat dari tabung yang dilapisi oleh penyaring (Indah & Setyo, 2014). 2.3.3
Media Klorin
Pada media ini fungsinya sebagai desinfektan, yang bertujuan untuk membunuh bakteri-bakteri pathogen yang terdapat dalam air. Sehingga air yang telah melalui media ini akan terbebas dari bakteri-bakteri pathogen dan juga mikro organisme penyebab penyakit. Setelah itu air akan diteruskan ke dalam membran Reverse Osmosis, dimana fungsi dan pengertiannya telah diuraikan diatas (Indah & Setyo, 2014). 2.3.4
Granular Active Carbon (GAC)
Filter ini menyaring air untuk membuang zat kimia yang ada di dalam air seperti detergent,kaporit,trikloromentana dan sebagainya (Indah & Setyo, 2014). 2.3.5 Membran Reverse Osmosis Membran semipermeabel pada aplikasi reverse osmosis terdiri dari lapisan tipis polimer pada penyangga berpori (fabric support). Membran untuk kebutuhan
http://digilib.mercubuana.ac.id/
17
komersial harus memiliki sifat permeabilitas yang tinggi terhadap air. Selain itu, membran juga harus memiliki derajat semipermeabilitas yang tinggi dalam arti laju transportasi air melewati membran harus jauh lebih tinggi dibandingkan laju transportasi ion-ion yang terlarut dalam umpan. Membran juga harus memiliki ketahanan (stabil) terhadap variasi pH dan suhu. Kestabilan dari sifat-sifat tersebut dalam periode waktu dan kondisi tertentu dapat didefinisikan sebagai umur membran yang biasanya berkisar antara 3-5 tahun. Terdapat dua jenis polimer yang dapat digunakan sebagai membran reverse osmosis: selulosa asetat (CAB) dan komposit poliamida (CPA). Pada aplikasi reverse osmosis, konfigurasi modul membran yang digunakan yaitu spiral wound. Konfigurasi yang lain yaitu hollow fiber, tubular dan plate and frame tidak terlalu banyak digunakan pada aplikasi reverse osmosis, hanya diaplikasikan pada industri makanan serta sistem khusus (Ariyanti & Widiasa, 2011).
Gambar 2.3 Lapisan komponen membran (Sumber: Ariyanti & Widiasa, 2011)
A. Tipe dan Konfigurasi Membran Reverse osmosis Membran untuk kebutuhan komersial harus memiliki sifat permeabilitas yang tinggi terhadap air dan memiliki derajat semipermeabilitas yang tinggi dalam arti laju transportasi air melewati membran harus jauh lebih tinggi dibandingkan laju transportasi ion-ion yang terlarut dalam umpan. Membran juga harus memiliki ketahanan (stabil) terhadap variasi pH dan suhu. Kestabilan dari sifat- sifat tersebut dalam periode waktu dan kondisi tertentu dapat didefinisikan sebagai umur membran yang biasanya berkisar antara 3-5 tahun (William, 2003).
http://digilib.mercubuana.ac.id/
18
Membran RO bertindak sebagai ”barrier” yang bersifat semi membran yang dengan mudah melewatkan komponen secara selektif (pelarut, biasanya air) dan menghalangi zat
terlarut
secara
parsial maupun keseluruhan. Air
akan
berpindah dari sisi umpan ke sisi permeat dengan proses difusi dengan tekanan sebagai driving force (Mustofa, 2007). Gradien potensial kimia pada membran menghasilkan driving force -∆µs yaitu membran potensial kimia zat terlarut, biasanya berupa perbedaan konsentrasi dan -∆µw yaitu membrane potensial kimia pelarut, biasanya berupa perbedaan tekanan yang mendorong larutan untuk melewati membran (William, 2003). Tekanan operasi pada membran RO berkisar antara 3,4-60 bar. Proses yang terjadi pada membran RO merupakan proses hiperfiltrasi yang dapat menahan komponen-komponen seperti bakteri, garam, gula, protein, serta komponen lain yang memiliki berat molekul lebih dari 150-250 daltons (Mustofa, 2007). Tipe membrane RO dibagi menjadi dua kategori yaitu, (1) membran asimetrik yang terdiri dari satu jenis polimer dan (2) membran komposit dengan lapisan tipis (thin film composite membrane) yang terdiri dari dua atau lebih jenis lapisan polimer.
Gambar 2.4 Lapisan penyaringan pada komponen membran (Sumber: Mustofa, 2007) Membran asimetrik (Gambar 2.4) memiliki lapisan permselektif yang sangat tipis (0.1-1 µm) pada bagian permukaannya yang berpengaruh pada fluks serta selektifitas dari membran. Lapisan bawah berupa lapisan penyangga berpori merupakan penyangga mekanis yang tidak terlalu berpengaruh pada proses
http://digilib.mercubuana.ac.id/
19
pemisahan. Membran komposit dengan lapisan tipis (Thin film composite membrane). Membran RO yang paling sering digunakan dalam industri pemurnian air adalah membran yang berbahan selulosa asetat (CA), selulosa triasetat (CTA), dan poliamida (PA). Perbedaan diantara ketiga jenis membran RO dapat dilihat pada tabel (Mustofa, 2007). Tabel 2.2 Jenis Membran RO Membran Selulosa Asetat
Membran Selulosa Triasetat
Lapisan tipis mebran komposit
pH 2-8 50C-300C
pH 4-9 50C-350C
pH 2-11 50C-500C
Ketahanan terhadap serangan bakteri
Lemah
Kuat
Sangat kuat
Ketahanan terhadap klorin
0-1 ppm
0-3 ppm
0-0.1 ppm-
85-92%
92-96%
94-98%
30-50%
40-60%
70-90%
Rendah
Menengah
Tinggi
Batasan
pH Temperatur
Rejeksi terhadap garam saat 60 psi Rejeksi terhadap nitrat saat 60 psi Cost relatif
Selain material membran, desain modul membran juga berpengaruh pada keefektifan membrane RO sebagai salah satu teknologi pemisahan. Jenis modul membran antara lain plate-and-frame, tubular, spiral-wound, dan hollow-fiber. Modul plate-and-frame terdiri dari lembaran membran yang disusun pada rangka yang memiliki jarak tertentu satu dengan yang lainnya. Modul tubular terdiri dari membran berbentuk pipa berdiameter 1,3 cm, disusun pada pipa stainless steel. Modul spiral-wound terdiri dari lembaran membran yang disusun lalu digulung menyerupai gulungan kain. Modul ini lebih efektif dari segi teknis dan ekonomi apabila dibandingkan dengan modul plate-and-frame dan tubular. Modul hollowfiber terdiri dari banyak membran berbentuk pipa kapiler dengan diameter ≤ 200 µm yang ditempatkan pada vessel bertekanan. Modul ini memiliki
http://digilib.mercubuana.ac.id/
kelemahan
20
antara lain sangat mudah terkena fouling dan tidak dapat diterapkan pada beberapa proses pemisahan (William, 2003).
B. Terminologi Dan Deskripsi Proses Membran RO Proses membran RO relatif sederhana. Proses ini terdiri dari umpan sumber air, pretreatment
umpan, pompa, dan modul membran RO, seperti yang
diperlihatkan pada Gambar 2.5.
Gambar 2.5 Sistem membran RO dan alirannya (Sumber: William, 2003) Pada membran sistem batch, air dari umpan akan mengalami peningkatan konsentrasi zat terlarut pada aliran umpan secara bertahap akibat proses perpindahan air, akan tetapi pada sistem kontinyu, umpan memiliki konsentrasi yang konsisten pada setiap waktu (william, 2003).
C. Membran Distilasi Dan Kristalisasi Distilasi membran (membrane distillation, MD) merupakan teknologi yang menggabungkan proses distilasi dan filtrasi membran. MD adalah proses pemisahan yang berbasis termal dimana molekul uap dapat melewati membran berpori yang bersifat hidrofobik. MD telah diaplikasikan pada produksi air bersih dan air murni, pengolahan air limbah, proses pemekatan di industri makanan, dan proses pemekatan
http://digilib.mercubuana.ac.id/
21
atau kristalisasi larutan organik dan biologi. Proses MD sangat kompetitif untuk desalinasi air payau dan air laut. MD merupakan proses yang efektif pada penyisihan senyawa organik dan logam-logam berat dari larutan encer dan air limbah. MD juga telah diaplikasikan pada pengolahan limbah radioaktif sehingga produknya dapat dibuang secara aman ke lingkungan (Wenten, 2016). Distilasi membran osmotik (OMD) adalah salah satu varian distilasi membran(MD), yang dioperasikan pada temperatur rendah. OMD aplikatif untuk pemisahan berbagai larutan dan merupakan proses membran yang relatif baru. Dalam pemrosesan jus buah, pemekatan memberikan beberapa keuntungan, antara lain: mereduksi transportasi, pengemasan, biaya penyimpanan, konsentrat yang dihasilkan bersifat stabil dan memiliki ketahanan yang lebih terhadap mikroba, serta menjaga kualitas, jumlah, dan harga buah antara musim panen. Metode konvensional berbasis termal pada umumnya digunakan untuk memekatkan jus buah. Akan tetapi, karena pengaruh temperatur, beberapa komponen sensitif terhadap termal menjadi rusak sehingga rasa dan aroma buah segar asli menjadi hilang. OMD adalah proses potensial yang dapat digunakan untuk memekatkan jus buah karena dioperasikan pada temperatur rendah. Pada proses OMD, komponen-komponen volatile dapat dipertahankan dan menghasilkan konsentrat dengan kandungan padatan terlarut yang tinggi, contoh: pemekatan jus buah kiwi, total solubls solids hingga 66.6oBrix (Wenten, 2016). Proses MBR dapat memproduksi efluen berkualitas cukup untuk memenuhi standard buangan dan reklamasi. Namun, proses MBR dan pengolahan air konvensional memiliki beberapa kelemahan yang berhubungan dengan selektivitas MF atau UF yang digunakannya. MDBR adalah teknologi baru yang menggabungkan bioreaktor untuk pengolahan air dengan distilasi membran (MD). MDBR adalah proses MD yang digerakkan oleh termal yang menggunakan membran hidrofobik mikropori seperti membran polypropylene (PP), polyvinylidene fluoride (PVDF) atau polytetrafluoroethylene (PTFE). MDBR cocok untuk kebutuhan produk air berkualitas tinggi. Dalam kristalisasi membran, dua larutan yang berbeda dikontakkan oleh membran mikropori hidrofobik. Sifat hidrofobik dari membran (pada tekanan operasi yang digunakan) mencegah lewatnya larutan pada fasa fluida namun
http://digilib.mercubuana.ac.id/
22
memungkinkan terjadinya antarmuka cair/uap ganda di mulut tiap pori pada kedua sisi membran. Gradien dari potensi kimia dari kedua antarmuka ini menjadi driving force untuk mekanisme evaporasi, migrasi, kondensasi larutan yang menginduksi supersaturasi pada larutan kristalin. Pengubahan laju solven dengan membran yang sesuai dapat meningkatkan selektivitas kristalisasi ke arah salah satu polimorf. Kristalizer membran dapat diintegrasikan dengan proses-proses membran lainnya seperti pada sistem desalinasi air laut, SWRO. NF digunakan sebagai pretreatment RO dalam desalinasi. Membran NF mampu menghilangkan turbiditas, mikroorganisme, dan kesadahan serta sebagian garam terlarut. Teknologi ini juga menggunakan tekanan operasi yang lebih rendah dan memberikan proses yang lebih energi efisien. Kristalizer membran (MCr) digunakan sebagai post treatment RO. MCr terdiri dari dua tahap penting dalam proses kristalisasi yaitu evaporasi solven dan kristalisasi. Dalam sistem ini membran tidak hanya berperan sebagai penyangga evaporasi solven namun juga sebagai permukaan berpori dan hidrofobik yang dapat mengaktivasi nukleasi heterogen dimulai dari super saturasi yang rendah dan meningkatkan kinetika kristalisasi, bahkan untuk molekul besar seperti protein. Karena kelebihan ini, kristal dengan morfologi dan struktur yang terkontrol dapat diproduksi. MCr dapat digunakan sebagai tahap kristalisasi retentat NF untuk mendapatkan kirstal dari garam-garam bivalen seperti CaCO3 dan MgSO4.7H2O serta sebagian kecil NaCl (Wenten, 2016).
D. Membran Non-Modular Membran pada umumnya bersifat modular dengan kapasitas tertentu untuk tiap modulnya. Sehingga untuk kapasitas yang besar, modul membran dapat disusun secara paralel bergantung pada kapasitas keseluruhan proses dan dimensi yang diinginkan. Namun membran modular memiliki kelemahan, yaitu desain perpipaan, koneksi dan instrument yang semakin kompleks dengan semakin banyaknya membran terpasang untuk memenuhi kapasitas produksi. Kebocoran di antara koneksi pipa menjadi permasalahan utama yang dihadapi dalam operasional membran modular sehingga kapasitas keseluruhan sistem membran menjadi tidak terpenuhi.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
23
Terobosan teknologi membran yang cukup menarik perhatian dan telah dikembangkan di Indonesia adalah konsep membran ultrafiltrasi non-modular. Simplisitas atau kesederhanaan yang ditawarkan oleh konsep membran non- modular adalah kemampuannya menyelesaikan permasalahan yang dihadapi oleh membran modular, yaitu desain satu pompa bolak-balik yang dapat digunakan untuk backwash dan filtrasi. Penggunaaan pompa tunggal ini tentunya berdampak pada pengurangan biaya investasi dan energi walaupun biaya penggantian membran cukup besar, namun kelemahan ini dapat diminimalisasi dengan pengembangan membran UF yang sangat kuat, tahan terhadap fouling dan sistem potting membran yang baik, sehingga umur membran non-modular dapat lebih panjang (Wenten, 2016).
2.4
EFISIENSI MEMBRAN REVERSE OSMOSIS
2.4.1 Polarisasi Konsentrasi Peristiwa scaling pada sistem membran RO diawali dengan terjadinya polarisasi konsentrasi pada permukaan membran (Mulder, 1996). Polarisasi konsentrasi (CP) adalah akumulasi ion yang direjeksi saat proses pemisahaan yang membentuk lapisan pada permukaan membran. Akibat tingginya konsentrasi dipermukaan membran, maka tekanan osmotik meningkat dan menurunkan fluks permeat melewati membran. Fenomena ini juga berdampak pada derajat supersaturasi komponen-komponen yang terlarut, sehingga dapat meningkatkan potensi terjadinya scaling (SPI) pada permukaan membran. Oleh karena itu, CP harus dihitung secara akurat untuk penentuan SPI. CP dan fouling (scaling) sangat berpengaruh pada umur membran dan fluks permeat (Mustofa, 2007).
2.4.2
Karakterisik Larutan NaOH
NaOH sendiri sangat bersifat korosif yang biasa di sebut soda kaustik pada industri. NaOH yang di larutkan pada air akan menimbulkan reaksi eksotermis. (Azhary & Dodi, 2010). Perhitungan menentukan molaritas sebagai berikut:
http://digilib.mercubuana.ac.id/
24
2.4.3
NaOH (kristal), berat molekul = 40 g/mol
Mekanisme Scaling CaCO3 Pada Membran RO
Potensi scaling yang disebabkan oleh garam CaCO3 (kalsium karbonat) dimiliki hampir disemua jenis sumber air di dunia seperti air permukaan, air tanah, air payau, air laut serta air limbah. Kalsium karbonat membentuk padatan atau deposit yang sangat kuat menempel pada permukaan membran. Sejauh ini CaCO3 merupakan penyebab scaling pada beberapa sistem seperti instalasi cooling water (Tzotzi dkk, 2007). Beberapa penelitian telah dilakukan untuk mengetahui lebih dalam tentang scaling yang diakibatkan oleh CaCO3 pada membran RO. Salah satu diantaranya menjelaskan prosedur laboratorium untuk mengetahui karakteristik kecenderungan pembentukan kerak CaCO3 pada air umpan RO. Penelitian lain mempelajari tentang induction time pembentukan kerak CaCO3 pada media berpori dan mekanisme dan permodelan tentang fenomena scaling yang terjadi pada membran RO (Oh, Choung, dkk, 2009).
2.4.4
Potensi Scaling Pada Umpan
Pada proses pemurnian air menggunakan membran RO, garam-garam seperti CaCO3, CaSO4 dan silika adalah jenis garam yang mudah membentuk scale (kerak). Oleh karena itu, untuk menghindari penurunan kinerja dari membran akibat scaling perlu diketahui seberapa besar potensi scaling dan batasan-batasan pada saat proses pemisahan terjadi. Beberapa metode dikembangkan untuk memprediksikan potensi scaling, khususnya scaling potential index untuk kalsium karbonat CaCO3 yang sering diterapkan dalam industri adalah Langelier Saturation
http://digilib.mercubuana.ac.id/
25
Index (LSI), Stiff Davis Stability Index (S&DSI) dan Ryznar Stability Index (RSI) (Mustofa, 2007). Seperti yang telah disebutkan pada bab sebelumnya, beberapa penelitian yang mempelajari tentang autoflush, antara lain penelitian tentang aspek-aspek yang mempengaruhi proses autoflush dan keefektifan permeat untuk proses flushing (Shon dkk, 2007). Metode autoflush dengan air dingin dan metode autoflush yang dikontrol secara hidrostatik dengan tekanan osmosis. Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi metode autoflush, yaitu durasi dan interval (Chen, 2003). 1. Waktu (Durasi) Waktu (durasi) adalah lama metode autoflush diterapkan. Durasi optimum adalah waktu yang dibutuhkan untuk menghilangkan seluruh lapisan kerak yang berada pada permukaan membran (Shon dkk, 2007). 2. Interval Interval, yaitu jarak waktu antara perlakuan autoflush yang pertama dan yang selanjutnya. Interval sangat berpengaruh pada fluks permeat (Shon dkk, 2007). Semakin panjang interval atau proses pemisahan dilakukan maka penurunan fluks permeat akan semakin signifikan. Penelitian yang dikembangkan oleh Chen, mempelajari keefektifan hydraulic cleaning pada proses pengendalian scaling membran RO dengan umpan air limbah domestic. Pada riset tersebut digunakan kombinasi proses autoflush dan backward flush dengan variabel waktu (durasi) (1-5 menit) dan interval (2-6 jam). Kesimpulan yang didapat bahwa untuk membran RO pada sistem pengolahan air limbah domestik dengan umpan berupa keluaran dari UF adalah durasi optimum 1 min dalam interval 6 jam operasi. 3.
Cleaning
Cleaning merupakan proses yang paling praktis yang digunakan untuk mereduksi scaling. Terdapat beberapa metode cleaning antara lain: hydraulic cleaning, meliputi:, backward flushing
yang
biasa
digunakan pada sistem membran
mikrofiltrasi dan ultrafiltrasi, mengubah tekanan dan arah aliran pada frekuensi tertentu, air flushing yang menggunakan campuran air dan udara, vibrating
http://digilib.mercubuana.ac.id/
26
membrane dan forward flushing (autoflush). Metode yang akan diterapkan pada penelitian kali ini, yaitu autoflush juga termasuk metode hydraulic cleaning. Selain hydraulic cleaning, metode mechanical cleaning, merupakan metode yang hanya dapat digunakan pada sistem tubular dengan menggunakan oversized sponge balls (Johnson dkk, 2003). Chemical cleaning adalah metode cleaning yang paling banyak digunakan untuk meminimalisasi scaling dihampir semua industry yang menggunakan membran. Poin penting dalam mengaplikasikan metode ini adalah pemilihan bahan kimia yang akan digunakan dan waktu cleaning itu sendiri. Beberapa bahan kimia yang biasa digunakan adalah sebagai berikut: asam seperti asam kuat H3PO4 atau asam lemah asam sitrat, basa seperti NaOH, detergen, complexing agent seperti EDTA, polyacrylates, dll. Electric Cleaning adalah metode yang sangat spesial. Cara kerjanya yaitu menambahkan bidang listrik pada membran sehingga partikel yang semula menempel pada membran akan berpindah ke bidang listrik tersebut. Metode ini dapat dilakukan tanpa menghentikan proses membran. Kelemahan dari metode ini adalah kebutuhan akan membran khusus dan module khusus yang dilengkapi elektroda ( Mulder, 1996).
http://digilib.mercubuana.ac.id/