9
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian Higiene dan Sanitasi Makanan 2.1.1 Pengertian Higiene dan Sanitasi Menurut Azwar (1990), higiene adalah usaha kesehatan masyarakat yang mempelajari pengaruh kondisi lingkungan terhadap kesehatan manusia, upaya mencegah timbulnya penyakit karena pengaruh lingkungan kesehatan tersebut, serta membuat kondisi lingkungan sedemikian rupa sehingga terjamin pemeliharaan kesehatan. Higiene adalah upaya kesehatan dengan cara memelihara dan melindungi kebersihan subyeknya seperti mencuci tangan dengan air bersih dan sabun untuk melindugi kebersihan tangan, mencuci piring untuk kebersihan piring, membuang bagian makanan yang rusak untuk melindungi keutuhan makanan secara keseluruhan (Depkes RI, 2004). Menurut Azwar (1990) defenisi sanitasi adalah usaha kesehatan masyarakat yang menitikberatkan pada pengawasan terhadap berbagai faktor lingkungan yang mempengaruhi derajat kesehatan. Adapun kegiatan yang dilakukan dalam usaha higiene dan sanitasi adalah : 1. Keamanan makanan dan minuman yang disediakan. 2. Higiene perorangan dan praktek-praktek penanganan makanan dan minuman oleh karyawan yang bersangkutan. 3. Keamanan terhadap penyediaan air. 4. Pengolahan pembuangan air limbah dan kotoran.
Universitas Sumatera Utara
10
5. Perlindungan makanan terhadap kontaminasi selama proses pengolahan, penyajian dan penyimpanan. 6. Pencucian, kebersihan dan penyimpanan alat-alat perlengkapan. Sanitasi adalah upaya kesehatan dengan cara memelihara dan melindungi kebersihan lingkungan dari subjeknya. Misalnya menyediakan air yang bersih untuk keperluan mencuci tangan, menyediakan tempat sampah untuk mewadahi sampah agar sampah tidak dibuang sembarangan (Depkes RI, 2004). Istilah higiene dan sanitasi mempunyai
tujuan yang sama yaitu
mengusahakan cara hidup sehat sehingga terhindar dari penyakit. Tetapi dalam penerapannya mempunyai arti yang sedikit berbeda. Usaha sanitasi lebih menitikberatkan kegiatannya kepada faktor-faktor lingkungan hidup manusia. Sedangkan higiene lebih menitikberatkan kepada usaha-usahanya dengan kepentingan individu (Depkes, 1997). 2.1.2 Sanitasi Makanan Sanitasi
makanan
adalah
salah
satu
usaha
pencegahan
yang
menitikberatkan kegiatan dan tindakan yang perlu untuk membebaskan makanan dan minuman dari segala bahaya yang dapat mengganggu atau merusak kesehatan, mulai dari sebelum makanan diproduksi, selama dalam proses pengolahan, penyimpanan, pengangkutan, sampai pada saat di mana makanan dan minuman tersebut siap untuk dikonsumsikan kepada masyarakat atau konsumen (Depkes RI, 2004 ). Di dalam upaya sanitasi makanan ini, terdapat beberapa tahapan yang harus diperhatikan, yaitu sebagai berikut ( Chandra, 2007 ) :
Universitas Sumatera Utara
11
1. Keamanan dan kebersihan produk makanan yang diproduksi. 2. Kebersihan individu dalam pengolahan makanan. 3. Keamanan terhadap penyediaan air. 4. Pengelolaan pembuangan air limbah dan kotoran. 5. Perlindungan makanan terhadap kontaminasi selama proses pengolahan, penyajian dan penyimpanan. 6. Pencucian dan pembersihan peralatan alat perlengkapan.
2.1.3 Tujuan Hygiene dan Sanitasi Makanan Tujuan yang sebenarnya dari upaya higiene dan sanitasi makanan (Chandra, 2006) yaitu : 1. Menjamin keamanan dan kebersihan makanan 2. Mencegah penularan wabah penyakit 3. Mencegah beredarnya produk makanan yang merugikan masyarakat 4. Mengurangi tingkat kerusakan atau pembusukan pada makanan Langkah penting dalam mewujudkan higiene dan sanitasi makanan (Depkes, 2007), adalah : a. Mencapai dan mempertahankan hasil produksi yang sesuai dengan suhu hidangan (panas atau dingin). b. Penyajian, penanganan yang layak terhadap penanganan makanan yang dipersiapkan lebih awal c. Memasak tepat waktu dan suhu d. Dilakukan oleh pekerja dan penjamah makanan yang sehat mulai dari penerimaan hingga distribusi
Universitas Sumatera Utara
12
e. Memantau setiap waktu suhu makanan sebelum dibagikan f. Inspeksi teratur terhadap bahan makanan mentah dan bumbu-bumbu sebelum dimasak g. Panaskan kembali suhu makanan menurut suhu yang tepat (74 ºC) h. Menghindari kontaminasi silang antara bahan makanan mentah, makanan masak melalui orang (tangan), alat makan, dan alat dapur i. Bersihkan semua permukaan alat/ tempat setelah digunakan untuk makanan j. Perhatikan semua hasil makanan yang harus dibeli dari sistem khusus 2.2 Makanan Menurut WHO ( World Health Organization ), makanan adalah semua substansi yang diperlukan tubuh, kecuali air dan obat-obatan dan substansisubstansi yang dipergunakan untuk pengobatan. Makanan merupakan salah satu bagian yang penting untuk kesehatan manusia mengingat setiap saat dapat saja terjadi penyakit-penyakit yang diakibatkan oleh makanan. Kasus penyakit bawaan makanan (foodborne disease) dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor. Faktor-faktor tersebut antara lain, kebiasaan mengolah makanan secara tradisional, penyimpanan dan penyajian yang tidak bersih, dan tidak memenuhi persyaratan sanitasi (Chandra,2007). Makanan yang dikonsumsi hendaknya memenuhi kriteria bahwa makanan tersebut layak untuk dimakan dan tidak menimbulkan penyakit, diantaranya : 1. Berada dalam derajat kematangan yang dikehendaki. 2. Bebas dari pencemaran disetiap tahap produksi dan penanganan selanjutnya.
Universitas Sumatera Utara
13
3. Bebas dari perubahan fisik, kimia yang tidak dikehendaki, sebagai akibat dari pengaruh enzym, aktifitas mikroba, hewan pengerat, serangga, parasit dan kerusakan-kerusakan karena tekanan, pemasakan dan pengeringan. 4. Bebas dari mikroorganisme dan parasit yang menimbulkan penyakit yang dihantarkan oleh makanan (food borne disease). 2.3 Peranan Makanan Sebagai Media Penularan Penyakit Menurut Sihite (2000), makanan dalam hubungannya dengan penyakit, akan dapat berperan sebagai : 1. Agent Makanan dapat berperan sebagai agent penyakit, contohnya : jamur seperti Aspergillus yaitu spesies dari genus Aspergillus diketahui terdapat dimana-mana dan hampir dapat tumbuh pada semua substrat, fungi ini akan tumbuh pada buah busuk, sayuran, biji-bijian, roti dan bahan pangan lainnya. 2. Vehicle Makanan juga dapat sebagai pembawa (vehicle) penyebab penyakit, seperti bahan kimia atau parasit yang ikut termakan bersama makanan dan juga beberapa mikroorganisme yang pathogen, serta bahan radioaktif. Makanan tersebut dicemari oleh zat-zat diatas atau zat-zatyang dapat membahayakan kehidupan. 3. Media
Universitas Sumatera Utara
14
Makanan sebagai media penyebab penyakit, misalnya kontaminasi yang jumlahnya kecil, jika dibiarkan dalam makanan dengan suhu dan waktu yang cukup, maka bisa menyebabkan wabah yang serius. 2.4 Penyehatan Makanan Penyehatan makanan adalah upaya mengendalikan faktor makanan, orang, tempat, dan perlengkapan yang dapat atau menimbulkan penyakit atau gangguan kesehatan lainnya (Depkes RI,2003). Aspek penyehatan makanan adalah aspek pokok dari penyehatan makanan yang
mempengaruhi
terhadap
keamanan
makanan
yang
meliputi
kontaminasi/pengotoran makanan (food contaminasi), Keracunan makanan (food poisoning), pembusukan makanan (food dikomposition), dan pemalsuan makanan ( food adualteration). 2.4.1 Kontaminasi/Pengotoran Makanan (food contamination) Menurut Depkes RI, (2004), kontaminasi atau pencemaran adalah masuknya zat asing ke dalam makanan yang tidak dikehendaki, yang dikelompokkan dalam 4 (empat) macam, yaitu: 1. Pencemaran mikroba, seperti bakteri, jamur, cendawan dan virus 2. Pencemaran fisik, seperti rambut, debu, tanah dan kotoran lainnya. 3. Pencemaran kimia, seperti pupuk, pestisida, mercury, cadmium, arsen. 4. Pencemaran radioaktif, seperti radiasi, sinar alfa, sinar gamma, radioaktif. Terjadinya pencemaran dapat dibagi dalam 2 (dua) cara, yaitu:
Universitas Sumatera Utara
15
1. Pencemaran langsung, yaitu adanya pencemaran yang masuk ke dalam secara langsung, baik disegaja maupun tidak disegaja. Contoh: masuknya rambut kedalam nasi, penggunaan zat pewarna makanan dan sebagainya. 2. Pencemaran silang (cross contamination), yaitu pencemaran yang terjadi secara tidak langsung sebagai ketidaktahuan dalam pengolahan makanan. Contoh: makanan bercampur dengan pakaian atau peralatan kotor, menggunakan pisau pada pengolahan bahan mentah untuk bahan makanan jadi (makanan yang sudah terolah). 2.4.2 Keracunan Makanan (food poisoning) Menurut Depkes RI, (2004), keracunan makanan adalah timbulnya gejala klinis penyakit atau gangguan kesehatan lainnya akibat mengkontaminasi makanan. Makanan yang menjadi penyebab keracunan biasanya telah tercemar oleh unsur- unsur fisika, mikroba ataupun kimia dalam dosis
yang
membahayakan. Kondisi tersebut dikarenakan pengelolaan makanan yang tidak memenuhi persyaratan kesehatan dan tidak memperhatikan kaidah-kaidah hygiene sanitasi makanan. Adapun yang menjadi penyebabnya yaitu : 1. Bahan makanan alami, yaitu makanan yang secara alami telah mengandung racun, seperti jamur beracun, ketela hijau, gadung atau umbi racun 2. Infeksi mikroba (bacterial food infection), yaitu disebabkan bakteri pada saluran pencernaan makanan yang masuk kedalam tubuh atau tertelannya mikroba dalam jumlah besar, yang kemudian hidup dan berkembang biak, seperti salmonellosis streptococcus
Universitas Sumatera Utara
16
3. Racun/toxin mikroba (bactrical food poisoning), yaitu racun atau toxin yang dihasilkan oleh mikroba dalam makanan yang masuk ke dalam tubuh dengan jumlah yang membahayakan seperti racun botulism tang disebabkan oleh colostridium pseudomonas cocovenenas. Terdapat pada tempe bongkrek. 4. Kimia yaitu bahan berbahaya dalam makanan yang masuk dalam tubuh dalam jumlah yang membahayakan seperti, arsen, cadmium, pestisida dengan gejala depresi pernafasan sampai coma dan dapat meninggal. 5. Alergi, yaitu tahan allergen di dalam makanan yang menimbulkan reaksi sensitive kepada orang-orang rentan, seperti histamine pada udang, tongkol dan bamboo masak dan sebagainya. 2.4.3 Pembusukan Makanan (food decomposition) Menurut Depkes RI, (2004), pembusukan adalah proses perubahan komposisi (dekomposisi) makanan baik sebagian atau seluruhnya pada makanan dari keadaan yang normal menjadi keadaan yang tidak normal yang tidak dikehendaki
sebagai
akibat
pematangan
alam
(maturasi),
pencemaran
(kontaminasi) atau sebab lain. Pembusukan ada 2 (dua) macam yaitu : 1. Pembusukan karena bakteri (bacterical decomposition) 2. Pembusukan karena melakukan proses kimia (chemical decomposition) Pembusukan dapat terjadi karena : 1. Fisika yaitu pembusukan makanan karena kekurangan air (layu mengkerut), karena benturan/tekanan (pecah) atau gangguan hewan/serangga (berlubang, bekas gigitan).
Universitas Sumatera Utara
17
2. Enzim, karena pembusukan akibat aktivitas enzim pada proses pematangan buah-buahan sehingga makanan menjadi rusak karena terlalu matang. 3. Enzim amylase pemecah tepung, enzim lipase lemak dan enzim protease pemecah protein. 4. Mikroba, yaitu bakteri atau cendawan yang tumbuh dan berkembang biak di dalam makanan serta merusak komposisi makanan, sehingga makanan menjadi basi, merusak rasa, bau dan warna. 2.4.4 Pemalsuan Makanan (food adulteration) Menurut Depkes RI, (2004), pemalsuan adalah upaya menurunkan mutu makanan dengan cara menambah, mengurangi atau mengganti bahan makanan yang disengaja dengan tujuan untuk memperoleh keuntungan yang sebesarbesarnya yang dapat berdampak buruk kepada konsumen. Contohnya zat warna, bahan pemanis, pengawet dan bahan pengganti. 2.5 Penyakit Bawaan Makanan Menurut Depkes RI (2000), penyakit bawaan makanan adalah penyakit yang pada umumnya menunjukkan gangguan pada saluran pencernaan yang ditandai dengan gejala mual, perut mulas,diare,kadang-kadang muntah yang disebabkan mengkonsumsi makanan yang banyak mengandung bakteri ganas dalam jumlah yang cukup banyak, racun bakteri atau bahan kimia berbahaya. Berdasakan Depkes (1996), penyakit yang ditularkan melalui makanan dibagi menjadi 2 (dua) golongan besar yaitu : 2.5.1. Infeksi
Universitas Sumatera Utara
18
Penyakit ini disebabkan karena didalam makanan terdapat kuman atau mikroorganisme pathogen sehingga dapat menimbulkan gangguan kesehatan sepereti cholera, disentri, typhus abdominalis, paratyphus A dan B. Penyakit ini dapat disebabkan karena : a. Makanan diolah oleh pertugas pengolah makanan yang sebelumnya pernah terkena atau sedang menderita penyakit tertentu (carrier). b. Makanan yang kotor karena sudah terkontaminasi atau terjamah oleh tikus atau serangga lain. c. Cara memasak yang kurang baik atau kurang sempurna.
Disamping itu manusia bisa sebagai pembawa kuman atau penderita infeksi. a. Pembawa kuman : 1. Staphylococcus Aureus : di hidung, tenggorokan, perineum. 2. E. Coli : di usus 3. Pseudomonas sp : di hidung, tenggorokan, usus,dll. b. Sebagai penderita infeksi Penderita penyakit saluran pernafasan : penyakit TBC, difteri, pertusis, influenza yang ditularkan melalui secret hidung, dahak, dan percikan ludah. 2.5.2 Keracunan Makanan Yang dimaksud dengan keracunan makanan ialah timbulnya sindroma gejala klinik disebabkan karena memakan makanan tertentui. Kelainan ini dapat digolongkan sebagai berikut :
Universitas Sumatera Utara
19
1. Keracunan karena memakan makanan yang mengandung zat kimia beracun misalnya kacang kaster, cendawan, rhubad (sejenis bayam), solanin (sejenis kentang),
kerang
yang
mengandung
toksin
yang
dihasilkan
oleh
mikroorganisme. 2. Infeksi karena bakteri yang membuat enterotoksin selama masa kolonisasi dan pertumbuhan mukosa usus. 3. Infeksi karena mikroorganisme yang mengadakan infasi dan berkembang biak di mukosa usus atau jaringan lainnya. Menurut Depkes (1996), keracunan yang disebabkan makanan sebagai pembawa agen dapat berupa faktor-faktor sebagai berikut : a. Faktor kima, seperti logam berat dan pestisida. b. Faktor makanan beracun berupa jamur dan hasil-hasil laut. c. Faktor biologis, seperti kuman, bakteri, virus seta produk dari kuman berupa toksin. 2.6 Prinsip Hygiene Sanitasi Makanan Pengertian dari prinsip hygiene sanitasi makanan dan minuman adalah pengendalian terhadap empat faktor yaitu tempat, peralatan, orang dan bahan makanan. Selain itu terdapat enam prinsip santasi makanan dan minuman yaitu (Depkes RI, 2004) : 1. Pemilihan Bahan Makanan 2. Penyimpanan Bahan Makanan 3. Pengolahan Makanan 4. Penyimpanan Makanan Jadi
Universitas Sumatera Utara
20
5. Pengangkutan Makanan 6. Penyajian Makanan 2.6.1 Pemilihan Bahan Makanan Pemilihan bahan makanan adalah semua bahan baik terolah maupun tidak termasuk
bahan
tambahan
makanan
dan
bahan
penolong
(Kepmenkes RI No. 1098/Menkes/SK/VII/2003). Bahan makanan disebut aman bila memenuhi 4 (empat) kriteria, yaitu : 1. Tingkat kematangan sesuai dengan yang diinginkan 2. Bebas dari pencemaran pada tahapan proses berikutnya 3. Bebas dari adanya perubahan secara fisik/kimia akibat faktor-faktor luar 4. Bebas dari mikroorganisme dan parasit penyebab penyakit. Menurut Depkes RI (2001), bahan makanan dibagi 3 (tiga) golongan besar : 1. Bahan makanan mentah (segar) yaitu makanan yang perlu pengolahan sebelum dihidangkan. Contoh : daging, beras, ubi, kentang, sayuran dan sebagainya. Dianjurkan untuk membeli bahan makanan ditempat yang telah diawasi, seperti rumah potong hewan, pasar swalayan atau supplier bahan makanan yang telah berizin. 2. Makanan terolah (pabrikan), seperti makanan kaleng, makanan yang dikemas atau makanan botol yang diawetkan termasuk bumbu-bumbu dan bahan tambahan makanan seperti zat pengawet, zat penyedap atau zat pewarna semuanya harus sudah terdaftar pada Departemen Kesehatan.
Universitas Sumatera Utara
21
3. Makanan siap santap yaitu makanan langsung dimakan tanpa pengolahan seperti nasi rames, soto mie, bakso, ayam goreng dan sebagainya 2.6.2 Penyimpanan Bahan Makanan Menurut Depkes RI (2004), bahan makanan yang digunakan dalam proses produksi, baik bahan baku, bahan tambahan maupun bahan penolong, harus disimpan dengan cara penyimpanan yang baik karena kesalahan dalam penyimpanan dapat berakibat penurunan mutu dan keamanan makanan. Ada 4 (empat) cara penyimpanan makanan yang sesuai dengan suhunya yaitu (Depkes RI, 2004) : 1. Penyimpanan sejuk (cooling), yaitu suhu penyimpanan
C-
C untuk
C -
C untuk
jenis minuman buah, es krim dan sayur. 2. Penyimpanan dingin (chilling), yaitu suhu penyimpanan
bahan makanan yang berprotein yang akan segera diolah kembali. 3. Penyimpanan dingin sekali (freezing), yaitu suhu penyimpanan
C -
C
untuk bahan berprotein yang mudah rusak untuk jangka waktu sampai 24 jam. 4. Penyimpanan beku (frozen), yaitu suhu penyimpanan <
C untuk bahan
makanan protein yang mudah rusak untuk jangka waktu >24 jam. Penyimpanan bahan makanan mentah dapat dilihat dalam tabel berikut :
Universitas Sumatera Utara
22
Tabel 2.1 Tabel Penyimpanan Bahan Makanan Mentah Lama Penggunaan Jenis Bahan Makanan 3 hari/kurang Daging, ikan, udang dan olahannya sampai Telur, susu, dan olahannya Sayur, buah, dan minuman Tepung dan biji-bijian Ketebalan bahan makanan <10 cm Kelembaban 8090 % Sumber : Permenkes 715/2003
1 1 minggu atau minggu/kurang lebih sampai Kurang dari -
sampai
sampai Kurang
dari
-
Tata cara Penyimpanan : 1. Peralatan penyimpanan a. Penyimpanan suhu rendah dapat berupa: Penyimpanan suhu rendah dapat digolongkan dalam empat jenis, yaitu: –
1.Lemari pendingin yang mampu mencapai suhu
untu
penyimpanan sayuran, minuman dan buah serta untuk display penjualan makanan da minuman dingin. 2. Lemari es (kulkas) yang mampu mencapai suhu
-
dalam
keadaan bisa digunakan untuk minuman, makanan siap santap dan telur. 3. Lemari es (Freezer) yang dapat mencapai suhu -
, dapat digunakan
untuk penyimpanan daging, unggas, ikan, dengan waktu tidak lebih dari 3 hari.
Universitas Sumatera Utara
23
4. Kamar beku yang merupakan ruangan khusus untuk menyimpan makanan beku (frozen food) dengan suhu mencapai -
untuk menyimpan
daging dan makanan beku dalam jangka waktu lama. b. Penyimpanan suhu kamar Untuk makanan kering dan makanan olahan yang disimpan dalam suhu kamar. Penyimpanan harus diatur sebagai berikut: 1. Makanan diletakkan dalam rak-rak yang tidak menempel pada dinding, lantai dan langit-langit, maksudnya adalah: a. Untuk sirkulasi udara agar udara segar dapat segera masuk keseluruh ruangan. b. Mencegah kemungkinan jamahan dan tempat persembunyian tikus. c. Untuk memudahkan pembersihan lantai. d. Untuk mempermudah dilakukan stok opname. 2. Setiap makanan ditempatkan dalam kelompoknya dan tidak bercampur baur. 3. Untuk bahan yang mudah tercecer seperti gula pasir, tepung, ditempatkan dalam wadah penampungan sehigga tidak mengotori lantai. 2.6.3 Pengolahan Makanan Menurut Depkes RI (2004), Pengolahan makanan adalah proses pengubahan bentuk dari bahan mentah menjadi makanan yang siap santap. Pengolahan makanan yang baik adalah yang mengikuti prinsip-prinsip hygiene sanitasi.
Universitas Sumatera Utara
24
Menurut Anwar, dkk (1997), pengolahan makanan menyangkut 4 (empat) aspek, yaitu : penjamah makanan, cara pengolahan makanan, tempat pengolahan makanan dan perlengkapan dalam pengolahan makanan. a. Penjamah makanan Tenaga penjamah adalah seorang tenaga yang menjamah makanan mulai dari mempersiapkan, mengolah, menyimpan, mengangkut maupun menyajikan makanan (Sihite, 2000). Kriteria penjamah makanan yang memenuhi syarat-syarat kesehatan adalah (Depkes RI, 2003) : 1. Seorang penjamah makanan harus mempunyai temperamen yang baik 2. Seorang penjamah makanan harus mengetahui hygiene perorangan (Personal Hygiene) yang terdiri dari kebersihan panca indera, kebersihan kulit, kebersihan tangan, kebersihan rambut dan kebersihan pakaian pekerja. 3. Harus berbadan sehat dengan mempunyai surat keterangan kesehatan. 4. Memiliki pengetahuan tentang hygiene perorangan dan sanitasi makanan. Hal-hal yang harus diperhatikan dalam kebersihan pribadi penjamah makanan (Depkes RI, 2000) adalah sebagai berikut : 1. Mencuci tangan, kebersihan tangan penjamah makanan yang bekerja mengolah dan memproduksi pangan sangat penting, karena itu perlu mendapatkan perhatian secara khusus. 2. Pakaian, hendaknya memakai pakaian khusus untuk bekerja dengan ukuran pas dan bersih, umumnya pakaian bewarna terang (putih) sangat dianjurkan untuk pekerja di bagian pengolahan. Kuku dan perhiasan, kuku hendaknya
Universitas Sumatera Utara
25
dirawat dan dibersihkan dan dianjurkan supaya tidak memakai perhiasan sewaktu bekerja. 3. Topi/penutup rambut, semua penjamah hendaknya memakai topi atau penutup rabut untuk mencegah jatuhnya rambut kedalam makanan atau kebiasaan menguap atau menggaruk kepala. 4. Sarung tangan, hendaknya penjamah makanan memakai sarung tangan selama mengolah makanan dan sarung tangan ini harus dalam keadaan baik, bersih. 5. Merokok, penjamah makanan sama sekali tidak diizinkan merokok selama bekerja b. Cara Pengolahan Makanan Persyaratan pengolahan makanan menurut Kepmenkes R No. 1098/ Menkes/ SK/VII/2003 adalah: 1. Semua kegiatan pengolahan makanan harus dilakukan dengan cara terlindung dari kontak langsung antara penjamah dengan makanan. 2. Perlindungan kontak langsung dengan makanan jadi dilakukan dengan : a. Sarung tangan plastik b. Penjepit makanan c. Sendok,garpu dan sejenisnya 3. Setiap tenaga pengolah makanan pada saat bekerja harus memakai: a. Celemek b. Tutup rambut c. Sepatu dapur d. Tidak merokok
Universitas Sumatera Utara
26
e. Tidak makan/mengunyah f. Tidak memakai perhiasan kecuali cincin kawin yang tidak berhias/polos g. Selalu mencuci tangan sebelum bekerja dan sesudah keluar dari kamar kecil h. Selalu memakai pakaian kerja yang bersih 4. Tenaga pengolah makanan harus memiliki sertifikat kesehatan. c. Tempat Pengolahan Makanan Berdasarkan Kepmenkes RI No. 1098/Menkes/SK/VII/2003 Persyaratan tempat pengolahan makanan terdiri dari : 1. Lantai yang memenuhi persyaratan kesehatan adalah sebagai berikut : a. Lantai harus terbuat dari bahan yang kuat dan kedap air, mudah dibersihkan dan tahan korosi atau rapuh. b. Semua sudut-sudut antara lantai dan dinding harus melengkung bulat dengan jari-jari tidak kurang dari 7,62 cm dari lantai. c. Lantai harus selalu dalam keadaan bersih, terpelihara sebelum dan sesudah melakukan pekerjaan. 2. Dinding yang memenuhi persyaratan kesehatan : a. Permukaan dalam dinding harus rata, tidak menyerap dan mudah dibersihkan. b. Dinding yang selalu menerima kelembaban atau percikan air harus rapat air dan atau dilapisi dengan perselen setinggi 2 m dari lantai. 3. Atap dan langit-langit yang sesuai dengan persyaratan kesehatan adalah : a. Atap terbuat dari bahan rapat air dan tidak bocor. b. Mudah dibersihkan, tidak menyerap air.
Universitas Sumatera Utara
27
4. Penerangan atau pencahayaan yang sesuai dengan persyaratan kesehatan adalah : a. Semua penerangan harus bebas dari silau, tidak menimbulkan bayangan. b. Intensitas minimum penerangan 20 foot candles (Fe). 5. Ventilasi yang dianjurkan adalah Harus cukup mencegah udara yang melampui batas, mencegah pengembunan dan pembentukan kelembaban pada dinding serta bau tidak sedap. 6. Harus ada persediaan air yang cukup untuk memenuhi syarat-syarat kesehatan. 7. Harus ada tempat sampah yang memenuhi persyaratan kesehatan 8. Harus ada pembuangan air bekas yang memenuhi persyaratan. 9. Tersedia tempat pencuci tangan dan alat-alat dapur. 10. Perlindungan dari serangga dan tikus. 11. Barang-barang yang mungkin dapat menimbulkan bahaya tidak diperbolehkan disimpan di dapur, seperti racun hama, peledak, dan lain-lain. 12. Tersedia alat pemadam kebakaran. 2.6.4 Penyimpanan Makanan Jadi Hal-hal
yang
perlu
diperhatikan
dalam
menyimpan
makanan
(Depkes RI, 2004) adalah : a. Makanan yang disimpan harus diberi tutup. b. Tersedia tempat khusus untuk menyimpan makanan. c. Makanan tidak boleh disimpan dekat dengan saluran air. d. Apabila disimpan diruangan terbuka hendaknya tidak lebih dari 6 jam dan ditutup agar terhindar dari serangga dan binatang lainnya.
Universitas Sumatera Utara
28
e. Lemari penyimpan sebaiknya tertutup atau tidak berada tanpa kaki penyangga atau dipojok ruangan karena tikus, kecoa dan hewan lainnya akan sangat mudah untuk menjangkaunya. Cara penyimpanan bahan makanan yang baik berdasarkan suhu, wadah, dan jenisnya antara lain sebagai berikut: 1. Setiap bahan makanan yang disimpan diatur ketebalannya, artinya agar suhu dapat merata keseluruh bagian. 2. Setiap bahan makanan ditempatkan secara terpisah menurut jenisnya, dalam wadah (container) masing-masing. Wadah dapat berupa bak, kantong plastik atau lemari yang berbeda. 3. Makanan disimpan didalam ruangan penyimpanan sedemikian hingga terjadi sirkulasi udara dengan baik agar suhu merata keseluruh bagian. Pengisian lemari yang terlalu padat akan mengurangi manfaat penyimpanan karena suhunya tidak sesuai dengan kebutuhan. 4. Penyimpanan didalam lemari es, meliputi: a. Bahan mentah harus terpisah dari makanan siap santap. b. Makanan yang berbau tajam harus ditutup dalam kantong plastik yang rapat dan dipisahkan dari makanan lain, kalau memungkin dalam lemari yang berbeda, dan letaknya harus berjauhan. c. Makanan yang disimpan tidak lebih dari 2 atau 3 hari dan harus sudah digunakan.
Universitas Sumatera Utara
29
d. Lemari tidak boleh terlalu sering dibuka, maka dianjurkan lemari untuk keperluan
sehari-hari
dipisahkan
dengan
lemari
untuk
keperluan
penyimpanan makanan. Penyimpanan makanan kering harus memenuhi syarat seperti berikut: a. Suhu cukup sejuk, udara kering dengan ventilasi yang baik b. Ruangan bersih, kering, lantai dan dinding tidak lembab c. Rak-rak berjarak minimal 15 cm dari dinding lantai dan 60 cm dari langit-langit d. Rak mudah dibersihkan dan dipindahkan e. Penyimpanan dan pengambilan barang diatur dengan sistem FIFO (firs in first out) artinya makanan yang masuk terlebih dahulu harus dikeluarkan lebih dulu. 2.6.5 Pengangkutan Makanan Menurut Depkes (2000), makanan yang telah diolah dan disimpan dengan cara higienis akan menjadi tercemar kalau cara pengangkutannya tidak baik. Makanan perlu diperhatikan dalam cara pengangkutannya, yaitu sebagai berikut : 1. Makanan jadi tidak diangkut bersama dengan bahan makanan mentah 2. Makanan diangkut dalam wadah tertutup sendiri-sendiri 3. Pengisisan wadah tidak sampai penuh agar tersedia udara untuk ruang gerak 4. Penempatan wadah dalam kendaraan harus tidak saling mencemari atau menumpahi 5. Alat pengangkut yang tertutup khusus dan permukaan dalamnya mudah dibersihkan.
Universitas Sumatera Utara
30
2.6.6 Penyajian Makanan Proses terakhir adalah penjualan/penjajaan/Penyajian makanan. Makanan yang akan dijajakan tempatnya harus bersih, peralatan yang digunakan bersih, sirkulasi udara dapat berlangsung, penyaji berpakaian bersih, rapi, menggunakan tutup rambut. Tangan penyaji tidak boleh kontak langsung dengan makanan yang disajikan (Depkes RI, 2004). Menurut Kepmenkes RI No.1098/Menkes/SK/VII/2003, persyaratan penyajian makanan adalah sebagai berikut : 1. Harus terhindar dari pencemaran. 2. Peralatan untuk penyajian harus terjaga kebersihannya. 3. Harus diwadahi dan dijamah dengan peralatan yang bersih. 4. Penyajian dilakukan dengan perilaku yang sehat dan pakaian yang bersih. 5. Penyajian makanan harus memenuhi persyaratan sebagai berikut : a. Ditempat yang bersih. b. Meja ditutup dengan kain putih atau plastik c. Asbak tempat abu rokok setiap saat dibersihkan d. Makanan dan minum yang telah dipakai paling lambat 5 menit sudah dicuci. 2.7 Escherichia coli Escherichia coli yaitu bakteri facultatively anaerobic gram-negative berbentuk batang yang termasuk dalam familiy enterobacteriaceae, sesungguhnya merupakan penghuni normal usus, selain berkembang biak di lingkungan sekitar manusia. Pertama dijumpai pada tahun 1885, bakteri ini kemudian dikenali
Universitas Sumatera Utara
31
bersifat komensal maupun
berpotensi patogen. Bila Escherichia coli, oleh
berbagai sebab, tersangkut di organ lain (misalnya saluran kemih), penyakit akan timbul. (Arisman, 2009). Escherichia coli biasanya digunakan sebagai bakteri indikator pencemaran limbah manusia atau hewan. Manakala suatu produk makanan atau minuman dalam analisis mikrobiologis ditemukan E.coli positif, maka dapat disimpulkan bahwa produk tersebut telah tercemar oleh limbah manusia atau hewan. (Dantje, 2015).
2.7.1 Morfologi Escherichia coli
Gambar 1. Morfologi Escherichia coli Bakteri ini berbentuk batang, berukuran 0,4-0,7 x 1,0-3,0 μm, termasuk gram negatif, dapat hidup soliter maupun berkelompok, umumnya motil, tidak membentuk spora, serta fakultatif anaerob (Carter & Wise, 2004).
Universitas Sumatera Utara
32
Pada Gambar 2, Struktur sel E. coli dikelilingi oleh membran sel, terdiri dari sitoplasma yang mengandung nukleoprotein. Sedangkan pada gambar 3, membran sel E. coli ditutupi oleh dinding sel berlapis kapsul. Flagela dan pili E. coli menjulur dari permukaan sel (Tizard, 2004).
Tiga struktur antigen utama permukaan yang digunakan untuk membedakan serotipe golongan E. coli adalah dinding sel, kapsul dan flagela. Dinding sel E. coli berupa lipopolisakarida yang bersifat pirogen dan menghasilkan endotoksin serta diklasifikasikan sebagai antigen O. Kapsul E. coli berupa polisakarida yang dapat melindungi membran luar dari fagositik dan
Universitas Sumatera Utara
33
sistem komplemen, diklasifikasikan sebagai antigen K. Flagela E. coli terdiri dari protein yang bersifat antigenik dan dikenal sebagai antigen H. Faktor virulensi E. coli juga disebabkan oleh enterotoksin, hemolisin, kolisin, siderophor, dan molekul pengikat besi (aerobaktin dan entrobaktin) (Quinn et al, 2002). Bakteri E. coli dapat membentuk koloni pada saluran pencernaan manusia maupun hewan dalam beberapa jam setelah kelahiran. Faktor predisposisi pembentukan koloni ini adalah mikroflora dalam tubuh masih sedikit, rendahnya kekebalan tubuh, faktor stres, pakan, dan infeksi agen patogen lain. Kebanyakan E. coli memiliki virulensi yang rendah dan bersifat oportunis (Songer & Post, 2005). 2.7.2 Sifat-sifat Escherichia coli Merupakan flora normal yang paling banyak pada usus manusia dan hewan. Dapat berubah menjadi oportunis pathogen bila hidup di luar usus yaitu lokasi normal tempatnya berada dan dapat menyebabkan infeksi saluran kemih,saluran empedu,infeksi luka dan mastitis pada sapi. Salah satu jenis dari organisme koliform yang paling umum digunakan sebagai indikator adanya pencemaran yang berasal dari kotoran manusia atau hewan dan menunjukkan kondisi sanitasi yang tidak baik terhadap air, makanan,susu dan produk-produk susu. E.coli tumbuh pada suhu antara 10°-40°C,dengan suhu optimum 37°C. pH optimum untuk pertumbuhannya adalah pada 7,0-7,5, pH minimum pada 4,0 dan maksimum pada 9,0. Bakteri ini relatif sangat sensitif terhadap panas dan dapat diinaktifkan pada suhu pasteurisasi makanan atau selama pemasakan makanan. Sehingga untuk mencegah pertumbuhan bakteri pada makanan, sebaiknya disimpan pada suhu rendah ( Supardi,1999).
Universitas Sumatera Utara
34
Menurut WHO (2005), bakteri Escherichia coli adalah salah satu bakteri indikator untuk menilai pelaksanaan sanitasi makanan. Bakteri merupakan salah satu zat pencemar yang potensial dalam kerusakan makanan dan minuman. Pada suhu dan lingkungan yang cocok, satu bakteri akan berkembang biak lebih dari 500.000 sel dalam 7 jam dan dalam 9 jam telah berkembang menjadi 2.000.000 (dua juta) sel, dalam 12 jam sudah menjadi 1.000.000.000 (satu milyar) sel. Bakteri Escherichia coli tidak bisa bertahan pada tempat yang kering dan kena pembasmi hama, dan akan mati pada suhu 600 C selama 30 menit. Bila dilihat dibawah mikroskop maka kumpulan Escherichia coli berwarna merah, sedangkan secara makroskopik terlihat kilau metalik disekitar media (Depkes RI, 1991). 2.7.3 Klasifikasi Escherichia coli Ada 4 (empat) kelas Escherichia coli yang bersifat enterovirulen yaitu (Hawley, 2003; Arisman, 2009) : 1. Escherichia coli Enterotoksik (ETEC) adalah penyebab utama traveller’s diarrhea dan infantile diarrhea di negara berkembang maupun miskin. Diare pada kasus ini berupa watery diarrhea dengan tingkat keparahan berkisar dari ringan sampai parah. Patogenesis diare tersebut berkaitan dengan enterotoksin yang dihasilkannya. ETEC menghasilkan dua jenis toksin yaitu toksin yang labil terhadap panas (heat labile toxins) dan toksin yang stabil terhadap panas (heat stabile toxins). Di negara-negara berkembang ETEC ditularkan melalui pemakaian feses manusia sebagai pupuk tanaman dan umumnya terjadi pada sanitasi yang buruk. 2. Escherichia coli Enteropatogenik (EPEC) adalah penyebab utama diare kronik dan kegagalan tumbuh kembang bayi di negara-negara berkembang. EPEC
Universitas Sumatera Utara
35
tidak dianggap invasif tetapi melekat (faktor virulensi) dan menyebabkan lesi melalui pengikisan permukaan, 3. Escherichia coli Enteroinvasif (EIEC) dapat menginvasi sel-sel epitel mukosa usus sehingga menyebabkan terjadinya watery diarrhea, disentri, demam, muntah, kram, nyeri perut hebat dan tenesmus. Sebagian besar pasien memperlihatkan darah dan pus pada tinja. 4. Escherichia coli Enterohemoragik (EHEC) dapat menghasilkan suatu toksin hemoragik yang disebut verotoksin, yaitu Shigalike toxins. Infeksi ini ditandai dengan hemorrhagic colitis (diare yang jelas berdarah), sindrom uremik hemolitik (SUH) dan gagal ginjal akut. EHEC dapat dijumpai dalam makanan yang tercemar oleh feses sapi (terutama hamburger). 2.8 Faktor-Faktor yang berhubungan dengan Keberadaan E.coli pada Makanan Beberapa studi pemeriksaan E.coli pada makanan dan faktor-faktor yang mempengaruhi keberadaan E.coli tersebut telah dilakukan. Adapun faktor-faktor yang berhubungan dengan keberadaan E.coli pada makanan yaitu : 1. Penjamah makanan Menurut Permenkes RI Nomor: 1098/MENKES/PER/VII/2003, penjamah makanan merupakan orang-orang yang berhubungan langsung dengan makanan dan peralatan mulai dari tahap persiapan, pembersihan, pengolahan, pengangkutan sampai dengan penyajian makanan. Seorang tenaga penjamah makanan wajib menerapkan
personal
hygiene
yang
baik.
Berdasarkan
Permenkes
RI
Nomor:1098/MENKES/PER/VII/2003, penerapan personal hygiene penjamah
Universitas Sumatera Utara
36
makanan yang baik yaitu wajib memiliki badan yang sehat, berperilaku bersih ketika mengolah makanan seperti mencuci tangan dengan sabun dan air mengalir, tidak bercakap-cakap, perlindungan kontak langsung dengan makanan, tidak merokok/makan/minum, selalu menggunakan pakaian kerja yang bersih, dan tidak menggunakan perhiasan kecuali cincin kawin yang polos. Beberapa penelitian terkait pengaruh personal hygiene penjamah makanan terhadap keberadaan bakteri E.coli telah dilakukan. Seperti penelitian pada nasi rames di Pasar Johar Kota Semarang Tahun 2011 diperoleh hasil bahwa dari 6 responden yang mempunyai personal hygiene dengan buruk, terdapat adanya E.coli pada 4 nasi rames dan tidak adanya E.coli pada 2 nasi rames dibandingkan dengan 20 responden yang sudah menerapkan personal hygiene yang baik, terdapat adanya E.coli pada 1 nasi rames dan tidak adanya E.coli pada 19 nasi rames. (Zulfa, 2011) Berdasarkan beberapa studi, keberadaan E.coli pada makanan sebagian besar dipengaruhi oleh perilaku penjamah makanan yang tidak mencuci tangan dengan sabun dan air mengalir sebelum menjual makanan. Selain itu, kuku yang kotor dan panjang serta pemakaian cincin pada saat memasak tidak dilepas juga mempengaruhi keberadaan E.coli pada makanan (Zulfa, 2011). Hal ini sesuai dengan Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 1098/MENKES/PER/VII/2003 yaitu tenaga pengolah makanan wajib menjaga kebersihan tangan termasuk juga kebersihan kuku. Menurut Fathonah S. (2005), pencucian tangan dengan sabun sebagai pembersih, penggosokan, dan pembilasan dengan air. mengalir akan menghanyutkan partikel kotoran yang banyak
Universitas Sumatera Utara
37
mengandung mikroorganisme. Oleh karena tangan dan kuku merupakan tempat sarang bakteri, maka semua kegiatan pengolahan makanan harus dilakukan dengan cara terlindung dari kontak langsung dengan tubuh. Perlindungan kontak langsung dengan makanan dilakukan dengan pemakaian sarung tangan sekali pakai, alat penjepit makanan, dan sendok/garpu (Kepmenkes, 2003). Perilaku jorok tenaga penjamah makanan juga berhubungan dengan keberadaan E.coli seperti tidak mencuci tangan setiap kali hendak menjamah makanan, merokok pada saat menjamah makanan, serta menggaruk anggota badan saat menjamah makana (Situmorang, 2013). 2. Peralatan Peralatan merupakan segala macam alat yang digunakan untuk mengolah dan
menyajikan
makanan.
Berdasarkan
Permenkes
RI
Nomor
1098/MENKES/PER/VII/2003, pencucian peralatan harus menggunakan bahan pembersih atau deterjen dan disimpan pada tempat yang terlindung dari pencemaran serangga, tikus, dan hewan lainnya. Sanitasi peralatan mempengaruhi keberadaan bakteri E.coli pada makanan atau minuman. Hal ini dibuktikan dari penelitian pada makanan jajanan di sekitar SD di Kelurahan Timbang Deli Kecamatan Medan Amplas, peralatan yang tidak bersih memiliki risiko yang lebih tinggi dalam menularkan penyakit dibandingkan peralatan yang bersih. Beberapa pedagang tidak menggunakan air mengalir pada saat mencuci peralatan, tetapi menggunakan air yang ditampung dalam ember dan air tersebut tidak selalu diganti, tidak mengeringkan peralatan yang sudah dicuci dengan alat pengering/lap bersih dan tidak menyimpang peralatan yang sudah bersih di tempat
Universitas Sumatera Utara
38
yang bebas pencemaran, sehingga peralatan tersebut mudah terkontaminasi debu, bakteri, ataupun serangga (Situmorang, 2013). 3. Fasilitas sanitasi Berdasarkan
Permenkes
RI
Nomor
1098/MENKES/PER/VII/2003,
fasilitas sanitasi adalah sarana fisik bangunan dan perlengkapannya yang digunakan untuk memelihara kualitas lingkungan atau mengendalikan faktorfaktor lingkungan fisik yang dapat merugikan kesehatan manusia antara lain sarana air bersih, jamban, peturasan, saluran limbah, tempat cuci tangan, bak sampah, kamar mandi, lemari pakaian kerja (locker), peralatan pencegahan terhadap lalat, tikus dan hewan lainnya serta peralatan kebersihan. Fasilitas sanitasi mempengaruhi keberadaan bakteri E.coli pada makanan. Berdasarkan beberapa studi faktor fasilitas sanitasi yang paling dominan berhubungan dengan keberadaan E.coli yaitu sarana air bersih. Penggunaan air untuk pencucian peralatan, air yang dipakai berulang kali, air pencucian yang sudah kotor kemungkinan besar sudah terkontaminasi dan berhubungan dengan keberadaan E.coli pada makanan (Haromaini, 2000). 4. Bahan makanan Persyaratan bahan makanan yang baik juga diatur dalam Permenkes RI Nomor 1098/MENKES/PER/VII/2003, karena untuk menghasilkan makanan yang berkualitas, bahan makanan harus dalam kondisi baik, tidak rusak dan tidak membusuk, bahan makanan berasal dari sumber resmi yang terawasi, bahan makanan kemasan, bahan tambahan makanan dan bahan penolong memenuhi persyaratan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Tempat penyimpanan
Universitas Sumatera Utara
39
bahan makanan selalu terpelihara dan dalam keadaan bersih, penempatannya terpisah dengan makanan jadi, dan bahan makanan disimpan dalam aturan sejenis dengan suhu yang sesuai (Kepmenkes, 2003). Penelitian makanan jajanan SD di sekitar SD di Kelurahan Timbang Deli Kecamatan Medan Amplas menunjukkan bahwa bahan makanan jajanan yang tidak memenuhi syarat mempunyai risiko untuk terkontaminasi E.coli dibandingkan dengan bahan makanan yang memenuhi syarat. Pedagang menyimpan bahan makanan mentah dengan makanan siap saji yang tidak terpisah, hal tersebut dapat menyebabkan terjadinya cross contamination (kontaminasi silang) dari bahan mentah ke makanan jajanan yang siap saji (Situmorang, 2013). 5. Tempat pengolahan makanan Sanitasi lingkungan atau tempat pengelolaan makanan juga mempengaruhi tingkat kontaminasi E.coli. Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 1098/MENKES/PER/VII/2003, lokasi rumah makan dan restoran lebih dari 100 m dari sumber pencemaran seperti pabrik, toilet umum, tempat sampah umum, dan sumber pencemaran lainnya. Infrastruktur bangunan seperti langit-langit, dinding, pintu, jendela, dan lantai harus dalam keadaan yang baik dan bersih. Penelitian Zulfa (2011) mengenai hubungan higiene sanitasi dengan keberadaan E.coli pada nasi rames di pasar johar Kota Semarang, diperoleh hasil bahwa ada hubungan tempat pengolahan makanan yang kotor dengan kontaminasi E.coli.
Universitas Sumatera Utara
40
2.9 Rumah Makan dan Restoran 2.9.1 Pengertian Rumah Makan dan Restoran Rumah Makan adalah jasa usaha pangan yang bertempat disebagian atau seluruh bangunan yang permanen/semi permanen, dilengkapi dengan peralatan dan perlengkapan untuk proses pembuatan, penyimpanan, penyajian dan penjualan
makanan
dan
minuman
bagi
umum
di
tempat
usahanya.
(Depkes RI, 2002). Rumah makan adalah setiap tempat usaha komersial yang ruang lingkup kegiatannya menyediakan makanan dan minuman untuk umum ditempat usahanya (Depkes RI, 2003). Restoran adalah salah satu jenis usaha jasa pangan yang bertempat di sebagian atau seluruh bangunan yang permanen dilengkapi dengan peralatan dan perlengkapan untuk proses pembuatan, penyimpanan, penyajian dan penjualan makanan dan minuman bagi umum ditempat usahanya (Depkes RI, 2003). Restoran adalah suatu tempat atau bangunan yang diorganisasi secara komersial, yang menyelenggarakan pelayanan dengan baik kepada semua tamunya baik berupa makan maupun minum (Marsum, 2001). Sedangkan menurut Endar dan Sri (1996), restoran adalah suatu tempat yang identik dengan jajaran meja-meja yang tersusun rapi, dengan kehadiran orang, timbulnya aroma semerbak dari dapur dan pelayanan para pramusaji, berdentingnya bunyi-bunyian kecil karena persentuhan gelas-gelas kaca, porselin menyebabkan suasana hidup didalamnya. 2.9.2 Persyaratan Hygiene Sanitasi Rumah Makan dan Restoran Persyaratan hygiene dan sanitasi adalah ketentuan-ketentuan teknis yang ditetapkan terhadap produk rumah makan dan restoran, personel dan
Universitas Sumatera Utara
41
perlengkapannya yang meliputi persyaratan bakteriologis, kimia, dan fisika (Depkes RI, 2003). Unsur restoran dan rumah makan diperlukan beberapa persyaratan agar tercapai kondisi hygiene sanitasi yang memenuhi syarat. Persyaratan hygiene dan sanitasi yang harus dipenuhi sebagaimana dimaksud meliputi : 1. Persyaratan lokasi dan bangunan. 2. Persyaratan fasilitas sanitasi. 3. Persyaratan dapur, ruang makan dan gudang makanan. 4. Persyaratan bahan makanan dan makanan jadi. 5. Persyaratan pengolahan makanan. 6. Persyaratan penyimpanan bahan makanan dan makanan jadi. 7. Persyaratan penyajian makanan jadi. 8. Persyaratan peralatan yang digunakan. 2.10 Hubungan antara Rumah Makan dan Restoran dengan Penyakit Rumah makan dan restoran tidak hanya memberikan kepuasan kepada pelanggan dengan menikmati makanan atau minuman yang tersedia di rumah makan dan restoran tersebut. Namun dapat sebaliknya dan menimbulkan dampak negatif kepada pelanggannya. Ada beberapa penyakit yang dapat ditularkan melalui makanan dan minuman Yang disuguhkan oleh rumah makan dan restoran. Penyakit tersebut dikenal sebagai food and water borne disease. Penyakit yang ditularkan oleh mikro-organisme yang ada pada makanan dan minuman tersebut biasanya berupa penyakit infeksi. (Mukono, 2004) Dibawah ini adalah mikroorganisme penyebab food and water borne disease.
Universitas Sumatera Utara
42
Tabel 2.2 Mikroorganisme penyebab food and water borne disease. Mikroorganisme
Food and water borne disease
Salmonela thyphosa
Thyphus abdominalis
Vibrio cholera
Cholera
Entamoeba histolityca
Dysentrie amoeba
Shigella dysentri
Dysentrie baciler
Spirochaeta
Leptospirosis
Virus hepatitis A
Hepatitis A
Protozoa
Giadiasis
Parasit
Ascaris lumbricoides dan penyakit cacing lainnya
Sumber : (Mukono, 2004) Selain mikroorganisme dapat menyebabkan water and food borne disease ada juga penyakit atau gangguan kesehatan yang disebabkan oleh faktor lain dari makanan dan minuman yang bersumber dari rumah makan dan restoran. Faktor makanan dan minuman selain dapat menyebabkan penyakit yang bersifat infektif, dapat pula menyebabkan penyakit atau gangguan yang bukan bersifat infektif. Penyakit atau gangguan tersebut dapat berupa alergi, botulisme, kanker dan penyakit yang dapat ditularkan oleh binatang diantaranya tuberkulose. Faktor makanan dan minuman sebagai penyebab penyakit yang berhubungan dengan penyakit atau gangguan kesehatan tersebut adalah seperti tabel dibawah ini :
Universitas Sumatera Utara
43
Tabel 2.3. Faktor makanan dan minuman sebagai penyebab penyakit
Penyakit/gangguan kesehatan
Faktor
penyebab
dari
makanan/minuman Alergi :
Seafood/makanan mengandung produk
Gatal-gatal/kulit merah pada kulit
laut seperti (terasi, petis, kerupuk
Sesak nafas, Mata sembab
udang)
Botulisme
Makanan/minuman yang mengandung clotridium botulinum (ditandai dengan wadah kaleng yang menggelembung)
Kanker
Makanan mengandung jamur aflatoxine. Minuman/makanan
mengandung
zat
pewarna dari bahan rodamine B Tuberkulosa
Susu
sapi
yang
mengandung
mycobacterium tuberculosa
Sumber : (Mukono, 2004)
Universitas Sumatera Utara
44
2.11 Kerangka Konsep
1. 2. 3. 4.
1. 2. 3. 4. 5. 6.
Karakteristik Penjamah Makanan Umur Jenis Kelamin Pendidikan Lama Kerja
Higiene Penjamah Makanan Praktek cuci tangan Keadaan kuku Pemakaian sarung tangan Kondisi kesehatan Perilaku selama mengolah makanan Kebersihan pakaian
Kandungan E.coli Pada Makanan 6 Prinsip Higiene dan Sanitasi Pengelolaan Makanan
Kandungan E.coli Pada Peralatan
Universitas Sumatera Utara