BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Sinar – X
Sinar- X merupakan gelombang elektromagnetik, dimana dalam proses terjadinya memiliki energi yang berbeda-beda. Perbedaan tersebut didasarkan pada energi kinetik elektron.Sinar-X yang terbentuk ada yang memiliki energi rendah sekali sesuai dengan energi elektron pada saat timbulnya sinar-X. Juga ada yang berenergi tinggi, yakni berenergi sama dengan energi kinetik elektron pada saat menumbuk target anode. Terbentuknya sinar-X dapat terjadi apabila partikel bermuatan, elektron misalnya, mengalami perlambatan yang diakibatkan adanya interaksi dengan suatu material. Sinar-X yang terbentuk dengan cara demikian disebut sebagai sinar-X bremsstrahlung. Sinar-X bremsstrahlung memiliki energi yang tinggi, yang besarnya sama dengan energi kinetik partikel bermuatan pada awal terjadinya perlambatan. Selain itu sinar-X juga dapat terbentuk melalui proses perpindahan elektron dari tingkat energi tinggi menuju ke tingkat energi yang lebih rendah. Sinar-X yang terbentuk dengan cara seperti itu mempunyai energi yang sama dengan perbedaan energi antara kedua tingkatan elektron. Energi tersebut merupakan besaran energi yang khas untuk setiap jenis atom.Sehingga sinar-X yang terbentuk disebut sinar-X karakteristik. Pada dasarnya pesawat sinar-X terdiri dari tiga bagian utama, yaitu tabung sinar-X, sumber tegangan tinggi yang mencatu tegangan listrik pada kedua elektrode dalam tabung sinar-X, dan unit pengatur bagian pesawat sinar-X. Tabung pesawat sinar-X yang biasanya terbuat dari bahan gelas yang terdapat filamen. Filamen tersebut berfungsi sebagai katode dan target yang berfungsi sebagai anode. Gambar 2.1menunjukkan skema dari tabung pesawat sinar-X, tabung tersebut dibuat hampa udara agar elektron yang berasal dari filamen tidak terhalang oleh molekul udara sewaktu menuju ke anode.Filamen yang di panasi
oleh arus listrik berfungsi sebagai sumber elektron. Makin besar arus filamen, akan makin tinggi suhu filamen dan berakibat makin banyak elektron dibebaskan persatuan waktu. (Kane S.A, 2005)
Gambar 2.1Skema Tabung Pesawat Sinar-X
Elektron-elektron yang dibebaskan oleh filamen tertarik menuju anode karena adanya beda potensial yang besar antara katode dan anode (potensial katode beberapa puluh hingga beberapa ratus KV atau MV lebih rendah dibandingkan potensial anode). Selanjutnya elektron-elektron tersebut akan menumbuk bahan target yang umumnya bernomor atom dan bertitik cair tinggi (misalnya tungsten) dan terjadilah proses bremsstrahlung. Khusus pada pemercepat partikel energi tinggi beberapa elektron atau partikel yang dipercepat dapat sedikit menyimpang dan menabrak dinding sehingga menimbulkan bremsstrahlung pada dinding.Beda potensial atau tegangan antara kedua elektrode menentukan energi maksimum sinar-X yang terbentuk.Sedangkan fluks sinar-X bergantung pada jumlah elektron persatuan waktu yang sampai ke bidang anode.Namun demikian dalam batas tertentu, tegangan tabung juga dapat mempengaruhi arus tabung.Arus tabung dalam sistem pesawat sinar-X biasanya hanya mempunyai tingkat besaran dalam milliampere (mA), berbeda dengan arus filamen yang besarnya dalam tingkat ampere. Sumber radiasi yang sebenarnya adalah bidang target dalam tabung sinarX, bidang ini disebut bidang fokus. Pada proses bremsstrahlung sinar-X
mempunyai kemungkinan dipancarkan kesegala arah. Namun demikian bagian dalam tabung atau di sekitar tabung, misalnya logam penghantar anode gelas tabung dan juga rumah tabung yang biasanya terbuat dari logam berat menyerap sebagian besar sinar-X yang dipancarkan sehingga sinar-X yang keluar dari rumah tabung, kecuali yang mengarah ke jendela tabung sudah sangat sedikit. Sinar-X yang dimanfaatkan adalah berkas yang mengarah ke jendela bagian yang tipis dari tabung. Pesawat sinar-X energi tinggi (orde MV) biasanya lebih dikenal dengan nama pemercepat partikel. Dalam pesawat ini percepatan elektron dilakukan bertingkat-tingkat sehingga pada waktu mencapai target mempunyai energi sangat tinggi, misalnya ada yang sampai setinggi 20 MV atau lebih. Energi sinar-X yang dipancarkan sudah tentu juga sangat tinggi.Sinar-X yang dipancarkan dari pesawat pemercepat partikel memiliki energi yang lebih seragam dibandingkan dengan yang dipancarkan melalui pesawat sinar-X energi rendah. Sasaran pada pesawat pemercepat partikel biasanya sangat tipis, sehingga energi sinar-X yang dipancarkan juga hampir sama. (Kane S.A, 2005).
2.2 Kualitas Citra Kualitas citra dapat digunakan untuk mengindikasikan keakuratan detail yang diperoleh dari sebuah citra atau sebagai informasi dari sebuah citra yang dapat terlihat sebagai kontras dan detail.Kualitas citra sangat penting dalam menentukan keakuratan dari diagnosis objek.Oleh karena itu, perlu diperhatikan faktor-faktor yang mempengaruhinya agar dapat diperoleh citra yang cukup baik dan bisa memberikan informasi yang tepat untuk mengenali kelainan yang terdapat pada objek yang diperiksa. Kualitas citra terdiri dari beberapa komponen utama yaitu ketajaman, kontras dan noise radiografi.( Tiago, A. dkk, 2011 ).
2.2.1 Ketajaman dan kontas radiografi Ketajaman radiografi berkaitan dengan ukuran dari perubahan kerapatan optik dari suatu media.Kerapatan optik sering disebut sebagai kerapatan fotografi yang terkait dengan kehitaman dari kehitaman dari citra film.Ketajaman radiografi
dipengaruhi oleh kontras radiografi yang menunjukkan besar perbedaan kehitaman optik dari struktur yang diinginkan dan daerah disekitarnya. Faktor yang mempengaruhinya adalah perbedaan penyerapan atau atenuasi jaringan, kualitas radiasi dan radiasi hambur.Kontras radiografi juga dipengaruhi oleh reseptor kontras yang merupakan komponen yang menentukan seberapa banyak intensitas sinar-X yang berhubungan dengan pola kehitaman optik pada suatu citra. Untuk screen-film hal ini dipengaruhi oleh jenis film yang digunakan.( Tiago, A. dkk, 2011 )
2.2.2 Noise radiografi Noise radiografimerupakan fluktuasi yang tidak diharapkan dalam kehitaman optik pada screen-film, dan dapat dibedakan menjadi dua hal yaitu mottle dan artefak. Mottle radiografi adalah variasi kerapatan optik yang memberikan paparan sinar-X yang seragam sedangkan artefak adalah variasi kehitaman optik yang tidak diharapkan dalam bentuk kerusakan dalam suatu citra.
2.3 CT Scanner Computer Tomography (CT) Scanner merupakan alat diagnostik dengan teknik radiografi yang menghasilkan gambar potongan tubuh secara melintang berdasarkan penyerapan sinar-x pada irisan tubuh yang ditampilkan pada layar monitor.CT-Scan merupakan alat penunjang diagnosa yang mempunyai aplikasi yang universal untuk pemeriksaan seluruh organ tubuh, seperti sususan saraf pusat, otot dan tulang, tenggorokan, hingga rongga perut.Pada tahun 1972, Godfrey N. Hounsfield dan J. Ambrose yang bekerja di Central Research Lab of EMI, di Inggris menghasilkan Gambar klinis pertama dengan CT-Scan (Computed Tomography Scan).Dan merupakan tanda awal perkembangan diagnostic imajing. Dua tahun kemudian, enam puluh unit CT terpasang, yang digunakan hanya terbatas pada pemeriksaan CT kepala saja, namun pada tahun 1975 digunakan untuk CT-Scan seluruh tubuh atau Whole Body scanner untuk pertama kalinya, sehingga tahun 1979, Hounsfield dan Cormack dianugerahi hadiah nobel. Sepuluh tahun kemudian, W.A. Kalender dan P. Vock melakukan pemeriksaan klinis pertama dengan menggunakan Spiral CT. Dan pada tahun
1998 awal Multi Slice CT (MSCT) dengan 4 slice diperkenalkan. Pada tahun 2000 dikembangkan PET/CT system, kemudian di tahun 2001 telah dikembangkan CT Scan 16 slice. Pada tahun 2004 dikembangkan teknik CT Scan 64 slice untuk aplikasi klinik, seperti pemeriksaan untuk memperjelas adanya dugaan yang kuat antara suatu kelainan, yaitu : Gambaran lesi dari tumor, hematoma dan abses, Perubahan vaskuler: malformasi, naik turunnya vaskularisasi dan infark, Braincontusion, Brainatrofi, Hydrocephalus, dan Inflamasi.
2.4 Dasar-dasar Dan Komponen Computed Tomography (CT) Scan. Bebarapa Generasi CT-Scan Sebagai Berikut: 1. Scanner Generasi Pertama Prinsip scanner generasi pertama, menggunakan pancaran sinar-X model pensil yang diterima oleh satu detektor. Waktu yang dicapai 4,5 menit untuk memberi informasi yang cukup pada satu slice dari rotasi tabung dan detektor sebesar 180 derajat. Scanner ini hanya mampu digunakan untuk pemeriksaan kepala saja (Bontrager, 2010). 2. Scanner Generasi Kedua Scanner generasi ini mengalami perkembangan besar dan memberikan pancaran sinar-X model kipas dengan menaikkan jumlah detektor sebanyak lebih dari 30 buah.Dengan waktu scanning yang sangat pendek, yaitu antara 15 detik per slice atau 10 menit untuk 40 slice (Bontrager, 2010). 3. Scanner Generasi Ketiga Scanner generasi ketiga ini, dengan kenaikan 960 detektor yang meliputi bagian tepi, berhadapan dengan tabung sinar-X yang saling rotasi memutari pasien dengan membentuk lingkaran 360º secara sempurna untuk menghasilkan satu slice data jaringan.Waktu scanning pada scanner generasi ketiga ini berkurang sangat signifikan jika dibandingkan dengan scanner generasi pertama dan kedua (Bontrager, 2010).
4. Scanner Generasi Keempat Sekitar tahun 1980 scanner generasi ini diperkenalkan dengan teknologi fixed-ring yang mempunyai 4800 detektor atau lebih.Saat pemeriksaan berlangsung, X-ray tube mampu berputar 360 derajat mengelilingi pasien yang diam (Bontrager, 2010). 5. Scanner Generasi Kelima (Electron Beam Technique) Pada Electron Beam Technique tidak menggunakan tabung sinar-x, tapi menggunakan electron gun yang memproduksi pancaran electron berkekuatan 130 KV. Pancaran electron difokuskan oleh electro-magnetic coil menuju fokal spot pada ring tungsten. Proses penumbukkan electron pada tungsten menghasilkan energy sinar-x. Sinar-x akan keluar melewati kolimator yang membentuknya menjadi pancaran fan beam. Kemudian sinar-x akan mengenai obyek dan hasil atenuasinya akan mengenai solid state detector dan selanjutnya prosesnya sama dengan prinsip kerja CT Scan yang lain. Perbedaannya hanya pada pembangkit sinar-x nya bukan menggunakan tabung sinar-x tetapi menggunakan electron gun. 6. Scanner Generasi Keenam (Spiral / Helical CT) Akuisisi data dilakukan dengan meja bergerak sementara tabung sinar-x berputar, sehingga gerakan tabung sinar-x membentuk pola spiral terhadap pasien ketika dilakukan akuisisi data.Pola spiral ini diterapkan pada konfigurasi rancangan CT generasi ketiga dan keempat. Pengembangan dari generasi III dan IV X-ray : wide fan beam Gerakan : stationary-rotate system scanning (spiral CT) Detektor : multi detector (424-2400) slip ring detector Rotasi : 360 derajat Waktu :<10 detik / scan slice App : whole body scanner (multi slice, 3D, 4D)
7. Scanner Generasi Ketujuh (Multi Array Detector CT / Multi Slice CT) Dengan menggunakan multi array detector, maka apabila kolimator dibuka lebih lebar maka akan dapat diperoleh data proyeksi lebih banyak dan juga diperoleh irisan yang lebih tebal sehingga penggunaan energy sinar-x menjadi lebih efisien.
8. Scanner Generasi Kedelapan (Dual Source CT) Dual Source CT (DSCT) menggunakan dua buah tabung sinar-x dan terhubung pada dua buah detector.Masing-masing tabung sinar-x menggunakan tegangan yang berbeda.Yang satu menggunakan tegangan tinggi (biasanya sekitar 140 KV) dan tabung yang lainnya menggunakan tegangan rendah (sekitar 80 KV).DSCT berguna untuk menentukan jenis bahan atau zat.
Makin banyak manfatnya
Makin kecil bahayanya.
Makin luas dimensinya
Dari
perkembangan
teknologi
CT
Scan
dapat
diperoleh
indicator
perkembangannya sebagai berikut :
Makin compact / ringkas komponennya
Makin cepat scanning time nya
Makin halus resolusinya
Makin banyak slice nya
2.5 Komponen Dasar CT Scan. CT Scan memiliki komponen utama yaitu : Komputer, gantry dan meja pemeriksaan (couch), serta operator konsul. Gantry dan couchberada di dalam ruang pemeriksaan sedangkan komputer dan operator konsul diletakkan terpisah dalam ruang kontrol.
1. Komputer Komputer menyediakan link diantara radiografer dengan komponen lain dari sistem imejing. Komputer dalam CT Scan mempunyai 4 fungsi dasar, yaitu : sebagai kontrol akuisisi data, rekonstruksi gambar, penyimpanan data gambar, dan menampilkan gambar scanning. 2. Gantry dan meja pemeriksaan (couch) Gantry adalah perangkat CT yang melingkar sebagai rumah dari tabung sinar-x, Data Acquisition System (DAS), dan detector array.Unit CT terbaru juga memuat continuous slip ring dan generator bertegangan tinggi di dalam gantry.Struktur pada gantry mengumpulkan pengukuran atenuasi yang diperlukan untuk dikirim kekomputer untuk rekonstruksi citra.Gantry bisa disudutkan kedepan dan kebelakang hingga 300 untuk menyesuaikan bagian tubuh.Meja pemeriksaan merupakan tempat untuk memposisikan pasien, biasanya terhubung otomatis dengan komputer dan gantry.Meja ini terbuat dari kayu atau fiber karbon yang dapat digunakan untuk mendukung pemeriksaan tetapi tidak menimbulkan artefak pada gambar scanning.Kebanyakan dari meja pemeriksaan dapat diprogram untuk bergerak keluar dan masuk gantry, tergantung pada pasien dan protokol pemeriksaan yang digunakan. 3. Tabung sinar-X Berdasarkan strukturnya, tabung sinar-X sangat mirip dengan tabung sinar-X konvensional tetapi perbedaanya terletak pada kemampuannya untuk menahan panas dan output yang tinggi.
2.6. Prinsip Kerja Prinsip dasar CT scan mirip dengan perangkat radiografi yang sudah lebih umum dikenal.Kedua perangkat ini sama-sama memanfaatkan intensitas radiasi terusan setelah melewati suatu obyek untuk membentuk citra/gambar.Perbedaan antara keduanya adalah pada teknik yang digunakan untuk memperoleh citra dan pada citra yang dihasilkan. Tidak seperti citra yang dihasilkan dari teknik radiografi, informasi citra yang ditampilkan oleh CT scan tidak tumpang tindih
(overlap) sehingga dapat memperoleh citra yang dapat diamati tidak hanya pada bidang tegak lurus berkas sinar (seperti pada foto rontgen), citra CT scan dapat menampilkan informasi tampang lintang obyek yang diinspeksi. Oleh karena itu, citra ini dapat memberikan sebaran kerapatan struktur internal obyek sehingga citra yang dihasilkan oleh CT scan lebih mudah dianalisis daripada citra yang dihasilkan oleh teknik radiografi konvensional. CT Scanner menggunakan penyinaran khusus yang dihubungkan dengan komputer berdaya tinggi yang berfungsi memproses hasil scan untuk memperoleh gambaran panampang-lintang dari badan. Pasien dibaringkan diatas suatu meja khusus yang secara perlahan – lahan dipindahkan ke dalam cincin CT Scan. Scanner berputar mengelilingi pasien pada saat pengambilan sinar rontgen. Waktu yang digunakan sampai seluruh proses scanning ini selesai berkisar dari 45 menit sampai 1 jam, tergantung pada jenis CT scan yang digunakan( waktu ini termasuk waktu check-in nya). Proses scanning ini tidak menimbulkan rasa sakit . Sebelum dilakukan scanning pada pasien, pasien disarankan tidak makan atau meminum cairan tertentu selama 4 jam sebelum proses scanning. Bagaimanapun, tergantung pada jenis prosedur, adapula prosedur scanning yang mengharuskan pasien untuk meminum suatu material cairan kontras yang mana digunakan untuk melakukan proses scanning khususnya untuk daerah perut.
2.7 CT Number Untuk memperjelas suatu struktur yang satu dengan struktur yang lainnya yang mempunyai nilai perbedaan koefisien atenuasi kurang dari 10% maka dapat digunakan window width untuk memperoleh rentang yang lebih luas.CT number (CTN) dan merupakan salah satu parameter dalam penilaian kualitas gambar CT Scan. Semakin rendah index image noise, maka kualitas gambar yang dihasilkan pada CT Scan akan semakin baik. Semakin tinggi index image noise maka dapat dikatakan bahwa kualitas gambar CT Scan akan semakin menurun, nilai noise yang terlalu besar akan menimbulkan artefak yang dapat mengganggu resolusi kontras dari gambaran CT Scan yang akhirnya akan mempengaruhi hasil diagnosis. Noise pada gambaran CT Scan bisa diketahui dengan uji cross field
uniformity CT number. Uniformity CT number dapat diartikan sebagai nilai keseragaman CT number air pada sebuah image noise. Pengukuran noise dilakukan dengan melakukan scanning pada pantom air berdiameter 20 cm, kemudian dilakukan ROI pada daerah tepi dan pusat. Hasil mean CT number yang diharapkan pada tiap ROI uniform/seragam .Menurut American College of Radiology kriteria penerimaan mean CT number water (air) masih terjaga jika nilai tersebut masih dalam standar dengan nilai dibawah 0±5 HU.Di atas rentang tersebut dapat menimbulkan noise dan artefak. CT Number Pada CT Scanner mempunyai koefisien atenuasi linear yang mutlak dari suatu jaringan yang diamati, yaitu berupa CT Number. Tulang memiliki nilai besaran CT Number yang tertinggi yaitu sebesar 1000 HU (Hounsfield Unit) Udara mempunyai nilai CT Number yang terendah yaitu -1000 HU (Hounsfield Unit) Sebagai standar digunakan air yang memiliki CT Number 0 HU (Hounsfield Unit). Citra yang dihasilkan oleh CT scan secara matematis dapat dipandang sebagai peta distribusi spasial parameter fisis f(x,y) dalam bidang dua dimensi tampang lintang obyek, tegak lurus sumbu z. Parameter fisis ini, yang besarnya dinyatakan dengan angka-angka, ditampilkan pada perangkat display dalam representasi warna, biasanya dalam derajat keabuan (grayscale) sehingga peta ini tampak sebagai gambar hitam putih di layar monitor. Bagian gambar yang memiliki warna paling gelap atau derajat keabuan paling tinggi merepresentasikan nilai parameter fisis yang kecil, sebaliknya bagian gambar yang paling terang atau derajat keabuan paling kecil merepresentasikan nilai parameter fisis yang besar. Parameter fisis yang ditampilkan ini bersesuaian dengan besaran fisis yang disebut koefisien atenuasi linear (linear attenuation coefficient) dan diberi lambang mu.Besarnya mu ditentukan oleh jenis bahan yang merujuk pada nomor atom (Z) dan energi radiasi (E).Jumlah intensitas radiasi terusan, selain ditentukan oleh tebal bahan, juga ditentukan oleh harga mu ini.
Tabel Tabel 2.1 (Bontrager, 2010). Nilai CT pada jaringan yang berbeda penampakannya pada layar monitor. Tipe Jaringan
Nilai CT (HU)
Penampakan
Tulang Otot Materi putih Materi abu-abu Darah CSF Air Lemak Paru Udara
+1000 +50 +45 +40 +20 +15 0 -100 -200 -1000
Putih Abu-abu Abu-abu menyala Abu-abu Abu-abu Abu-abu Abu-abu gelap kehitam Abu-abu gelap kehitam Hitam
2.8 Definisi Kualitas Radiografi. Mutu gambar secara radiografi (radiographic quality) biasa diartikan sebagai kemampuan atau kesanggupan suatu gambar radiografi memperlihatkan struktur anatomi dari organ tubuh yang diperiksa. Suatu Radiograf yang benar-benar dapat mereproduksi kembali gambaran struktur anatomi dan jaringan-jaringan adalah dikatakan sebagai radiograf berkualitas tinggi atau ”high-quality radiograph” demikian pula sebaliknya atau biasa disebut dengan ”poor-quality radiograph.Kualitas gambar radiografi kedokteran sangat komplek dan konsep dasarnya akan selalu menjadi bahan diskusi yang menarik. Konsep ini mencakup tipe-tipe yang bermakna pada target maupun temuan yang menjelaskan terjadinya latar belakang anatomi mengapa itu bisa terjadi. Parameter fisik dalam sistim radiografi yang dinilai dalam kualitas radiografi meliputi densitas, kontras dan visibilitas/detail berperan dalam membedakan gambaran akhir radiografi dan tidak hanya berpengaruh pada kondisi kelainan yang ditemukan tetapi juga pada gambaran anatomi normal.( Aichinger, H et al) Dari segi teknik kualitas radiografi sangat tergantung pada aspek fotoradiografi dan geometrik, secara umum dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti faktor film, faktor geometrik dan faktor obyek yang diperiksa.(Bushong,SC)
2.9 Faktor Film/Reseptor. Karakterisrik factor film/reseptor ini berkaitan erat dengan system dosis, energi, noise, DQE (detective quantum efficiency) dan digitization (Bit depth, Matrix).Tingkat paparan pada reseptor ditentukan oleh optical density yang dibutuhkan untuk diagnosis. Saat ini ada dua jenis reseptor yang digunakan dalam pencitraan x-ray yaitu sistim film-screen dan digital detektor, kedua jenis reseptor tersebut mempunyai perbedaan karakteristik secara fisik diantaranya pada sistim film-screen paparan optimal berdasarkan optical density film yang digunakan dan ditetapkan sebagai speed class sistim film screen dalam ISO 9236-1 sebagai dasar paparan radiasi yang diperlukan untuk mencapai optical density 1.0 pada film. Speed merupakan sensitifitas film yang ditetapkan sebagai : S=K0/Ks, dimana K0 sama dengan 10-3Gy dan Ks adalah kerma udara pada kombinasi di samping film screen pada phantom spesifik untuk menghasilkan optical density 1.0 diatas basis dan pelapis film. Untuk Speed Class atau sensitifitas class (SC) mempunyai nilai range seperti 6, 12, 25, 50, 100, 200, 400, 800, 1600), pada radiografi umum menggunakan 200-800 sedangkan pada mammografi menggunakan SC 12 dan 25. Noise (granularity, quantum noise) dan resolusi yang dihasilkan tergantung speed class film.Jika noise rendah dan resolusi tinggi untuk keperluan gambar yang detail (misalnya mammografi) maka sistim speed class rendah yang digunakan dan dosis pada pasien/obyek perlu ditingkatkan. Sedangkan pada digital detektor Brightness dan kontras pada pencitraan digital ini selalu tergantung paparan radiasi pada detektor, dalam arti lain tidak ada hubungan antara resolusi dengan paparan. Resolusi terbentuk secara khusus oleh sistim geometri radiografi dan matrik serta ukuran pixel pada reseptor digital.Overexposure dan underexposure hanya dikenali pada noise level (quantum noise) gambar.Brightness dan kontras penting untuk dibedakan setelah proses digital pada data yang tersedia. Sementara underexposure bisa dikenali dengan meningkatnya noise level akantetapi overexposure tidak bisa dikenali dengan mudah pada tampilan gambar digital. Dosis yang tinggi akan menghasilkan kualitas gambar yang tinggi dengan meningkatnya karakteristik noise tetapi akan memberi dampak yang kurang baik pada pasien.( Aichinger, H et al)
Pada film konvensional menggunakan dasar kimia fotosensitif menggunakan perak bromide yang peka terhadap radiasi elektromagnetik dengan panjang gelombang kurang dari 510 nm, tingkat sensitivitas tergantung pada panjang gelombang radiasi elektromagnetik, yang terbesar di sekitar 440-450 nm. Ketika film terekspose radiasi elektromagnetik atau sinar-x akan terbentuk bayangan laten dan jika dilakukan proses pembentukan gambar maka akan timbul area hitam, kehitamannya ini dapat diukur menggunakan densitometer sedangkan sensitometri adalah studi kuantitatif hubungan antara paparan dan respon film dengan informasi yang diperoleh biasanya ditampilkan dalam bentuk kurva karakteristik. Sebelum membahas kurva karakteristik secara rinci harus mempertimbangkan visibilitas informasi gambar.Visibilitas informasi gambar mencakup perbedaan kecerahan gambar (brightness) atau perbedaan kepadatan (density).Jika perbedaan kepadatan gambar dari berbagai ekspose kurang dari sekitar 5% maka sulit untuk membedakannya.Perbedaan kepadatan dijelaskan dalam hal kontras, dan untuk mengambil informasi gambar visual harus ada perbedaan kontras pada berbagai bagian gambar. Kepadatan hasil dari berbagai eksposur (intensitas radiasi) yang diterima oleh film dari sinar X-ray yang memiliki pola karakteristik intensitas radiasi , jika diformulasikan maka:
D = log Io/It………………………………………..(2.1) Dengan
Io = cahaya yang masuk It = cahaya yang keluar
Area dengan kepadatan/densitas tinggi (ekspose tinggi) akan lebih hitam dibandingkan densitas rendah (ekspose rendah). Sebagai contoh Dbone = log 1500/480 = 0,5 dan Dsoft = log 1500/2 = 2,9.4 Gambaran ekspose akan memperlihatkan perbedaan densitas hitam dan putih pada film yang biasa disebut kontras. Perbedaan yang tajam pada densitas akan menghasilkan kontras yang tinggi, begitu pula sebaliknya pada perbedaan densitas yang minimal akan menghasilkan kontras yang rendah. Kontras dipengaruhi oleh subyek yang diperiksa dan film. Pengaruh dari subyek terjadi karena perbedaan attenuasi radiasi x-ray pada jaringan penyusun tubuh misalnya jaringan lemak, air,
glandula mammae dan lain-lain. Pada pengaruh film, pemilihan jenis film pada kasus-kasus tertentu bisa menguatkan kontras seperti pada gambar yang difokuskan pada jaringan lunak. Untuk jenis film biasanya tanpa dan dengan intensifying screen.(Jenkins D,J) Faktor film lain yang berpengaruh pada produk radiografi adalah Latitude, Latitude bermakna pengembangan luas untuk menentukan karakteristik film (film latitude) dan karakteristik yang berhubungan dengan ekspose (latitude ekspose). Pada radiodiagnostik latitude merupakan range eksposure yang menghasilkan densitas pada kisaran 0,5 – 2,5, sehingga pada film dengan latitude lebar akan menghasilkan tampilan gray scale yang panjang sedangkan latitude film yang sempit akan menimbulkan gray scale yang pendek.
2.10 Makroradiografi Makroradiografi berasal dari kata macro dan radiography. Menurut Curry (1984), makro berarti bentuk kombinasi yang besar atau ukuran panjang yang abnormal. Sedangkan radiografi berarti membuat film rekaman (radiograf) jaringan-jaringan tubuh bagian dalam dengan melewatkan sinar-X atau sinar gamma melewati tubuh agar mencetak gambar pada film yang sensitif.Radiografi makro sering juga disebut dengan magnifikasi radiografi, yang berasal dari kata magnification dan radiography.Magnification adalah proses membuat sesuatu sehingga nampak lebih besar serta dengan menggunakan perbandingan atau rasio antara ukuran bayangan yang nampak dengan ukuran objek yang sebenarnya. (Curry, 1984) Pengertian radiografi makro adalah suatu metode pembesaran secara langsung dari pencitraan dengan meletakkan subjek diantara tabung sinar-X dan film sejauh jarak tertentu yang kemudian menghasilkan pembesaran bayangan (magnifikasi).
2.11 Prinsip Makroradiografi Prinsip dasar makroradiografi adalah perubahan ukuran menjadi lebih besar daripada ukuran objek aslinya.Perbedaan makroradiografi dengan magnifikasi yaitu makroradiografi dalam ilmu teknik radiografi adalah suatu
teknik pemeriksaan dengan hasil pembesaran bayangan yang dikehendaki sedangkan magnifikasi dalam teknik radiografi adalah sesuatu yang harus dihindari. Semakin besar nilai OID maka ketidaktajaman gambaran (unsharpness geometry) meningkat, untuk mengantisipasi adanya unsharpnessgeometry yang disebabkan oleh magnifikasi dalam teknik makroradiografi, maka digunakan ukuran fokus yang kecil, pada pemeriksaan mammografi menggunakan ukuran fokus yang kecil ukuran 0,1 mm. Untuk mendapatkan radiografi makro, maka cara yang dilakukan adalah merubah jarak sumber radiasi ke objek (source to object distance /SOD) dengan jarak sumber sinar ke bayangan (source to image distance/ SID) yang tetap atau merubah jarak sumber sinar ke bayangan (SID) dengan jarak sumber radiasi ke objek (SOD) yang tetap dengan konsekuensi teknik ini terdapat koreksi pemilihan faktor eksposi.
Gambar 2.2Skema variabel pembentukan bayangan: SOD, SID, OID, Ukuran focus (F), ukuran objek dan bayangan (Sumber: Fundamental Physic of Radiology, Merideth, 1977) Berdasarkan gambar 2.2 setiap pembentukan bayangan pada radiografi maka bayangan akan terproyeksi ukurannya lebih besar dari ukuran objek aslinya. Magnifikasi gambar dirumuskan sebagai berikut:
𝑚=
……………………….(2.2)
Dengan: m
= magnifikasi
SID
= source image distance
OID
= object image distance
Rumus magnifikasi di atas berlaku jika sumber sinar-X berbentuk ukuran focal spots yaitu suatu titik poin (poin source focal spots), magnifikasi gambar dikenal dengan istilah pembesaran geometri (geometry magnification).Faktanya suatu sumber sinar-X pada pesawat rontgen adalah suatu bidang. Berikut skema geometri pembesaran bayangan pada fokus berbentuk bidang :
Gambar 2.3 Geometri pembesaran gambar pada ukuran focal berbentuk bidang (Sumber: Cresten’s Fhysics of Diagnostic radiology, 1984) Ukuran pembesaran bayangan yang terjadi pada sumber sinar yang berbentuk bidang dirumuskan sebagai berikut: 𝑚 Dengan
𝑚
…………………………………..(2.3)
M = ukuran pembesaran bayangan sesungguhnya, m = magnifikasi geometri, F = ukuran fokus dan d = ukuran objek.
Dari rumus (2.3) didapatkan nilai magnifikasi atau pembesaran yang sesungguhnya (true magnification) yang ukurannya lebih besar dari pembesaran geometri. Pada gambar 2.3 penambahan ukuran bayangan Pembesaran yang terjadi nilainya selain tergantung faktor magnifikasi geometri juga sebanding dengan ukuran fokal spot dan berbanding terbalik dengan ukuran objek.
2.12 Ketidaktajaman Geometri (Unsharpness Geometry) Hasil radiografi pembesaran gambar citra anatomi yang dihasilkan terproyeksi lebih besar dari struktur aslinya sehingga diharapkan detail anatomi yang diperiksa akan terlihat dengan jelas, dalam arti detail kecil menjadi lebih jelas. Adanya jarak antara objek dengan film juga teknik radiografi makro menghasilkan kontras gambar yang lebih baik, sebab secara tidak langsung teknik ini mempresentasikan teknik celah udara (air gap technique).Kelemahan teknik radiografi ini adalah menurunkan ketajaman gambar disebabkan timbulnya ketidaktajaman gambar yang disebabkan olehfaktor geometri. Faktor geometri pembentukan bayangan meliputi ukuran focal spots ( F), SID, OID dan SOD.
Gambar 2.4.Skema pembentukan ketidaktajaman geometry Akibat sumber sinar berupa bidang maka suatu objek dengan ukuran PQ (gambar 2.4) akan terproyeksikan di film menjadi bayangan yang terdiri dari P’Q’ yang merupakan pusat bayangan dikenal dengan istilah umbra (bayangan sejati) yang
dikelilingi bayangan RP’ dan Q’S yang dibentuk oleh beberapa titik dari focal spots yang disebut daerah penumbra (setengah bayangan) dengan densitas lebih rendah dan lebih kabur. Besarnya ketidaktajaman geometri pada prinsipnya adalah menghitung lebar daerah penumbra (RP’ atau Q’S). Dari gambar 2.4 dengan rujukan gambar 2.3 maka ukuran penumbra (RP’ atau Q’S) yang disebut ketidaktajaman geometri (Ug) dirumuskan : Ug = F Dengan :
………………………………………….(2.4)
Ug
= ketidak tajaman geometri
F
= focal spot
SID
= source image distance
OID
= object image distance
Dari rumusan ini tampak jelas, ketidaktajaman geometri bertambah jika ukuran focus bertambah (F) dan jarak objek ke bayangan (OID) bertambah.