Bab II Tinjauan Pustaka
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Laston Lapis Aus (AC-WC)
Laston adalah lapisan penutup konstruksi perkerasan jalan yang mempunyai nilai struktural. Campuran ini terdiri atas agregat bergradasi menerus dengan aspal keras, dicampur, dihamparkan dan dipadatkan dalam keadaan panas pada suhu tertentu. Laston adalah suatu lapisan pada konstruksi jalan yang terdiri dari campuran aspal keras dan agregat yang mempunyai gradasi menerus, dicampur, dihampar dan dipadatkan pada suhu tertentu. (Silvia Sukirman, 2007) Ada beberapa jenis beton aspal campuran panas, namun dalam penelitian ini jenis beton aspal campuran panas yang ditinjau adalah AC-BC dan AC-WC. Laston sebagai lapisan pengikat (Binder Course) adalah lapisan yang terletak dibawah lapisan aus. Tidak berhubungan langsung dengan cuaca, tetapi perlu memiliki stabilitas untuk memikul beban lalu lintas yang dilimpahkan melalui roda kendaraan dengan tebal nominal minimum 5 cm. Sedangkan laston sebagai lapis aus (Wearing Course) adalah lapisan perkerasan yang berhubungan langsung dengan ban kendaraan, merupakan lapisan yang kedap air, tahan terhadap cuaca, dan mempunyai kekesatan yang disyaratkan dengan tebal nominal minimum 4 cm. Lapisan-lapisan tersebut berfungsi untuk menerima beban lalu lintas dan menyebarkannya kelapisan dibawahnya berupa muatan kendaraan (gaya vertikal), gaya rem (Horizontal) dan pukulan Roda kendaraan (getaran). Karena sifat penyebaran beban, maka beban yang diterima oleh masing–masing lapisan berbeda dan semakin kebawah semakin besar. Lapisan yang paling atas disebut lapisan permukaan dimana lapisan permukaan ini
II-1 http://digilib.mercubuana.ac.id/
BAB II Tinjauan Pustaka
harus mampu menerima seluruh jenis beban yang bekerja. Oleh karena itu lapisan permukaan mempunyai fungsi sebagai berikut :
a. Lapis perkerasan penahan beban roda, harus mempunyai stabilitas tinggi untuk menahan beban roda selama masa pelayanan.
b. Lapis kedap air, sehingga air hujan yang jatuh diatasnya tidak meresap ke lapisan dibawahnya dan melemahkan lapisan–lapisan tersebut.
c. Lapis aus, lapisan yang langsung menerima gesekan akibat gaya rem dari kendaraan sehingga mudah menjadi aus.
d. Lapisan yang meyebarkan beban kelapisan bawah, sehingga dapat dipikul oleh lapisan lain yang ada di bawahnya.
Gambar 2.1 Lapisan Perkerasan
Untuk dapat memenuhi fungsi tersebut diatas, pada umumnya lapisan permukaan dibuat dengan menggunakan bahan pengikat aspal sehingga menghasilkan lapisan yang kedap air dengan stabilitas yang tinggi dan daya tahan yang lama. (Silvia Sukirman, 2007) 2.2
Material Pengujian Perkerasan Jalan
2.2.1 Agregat Agregat merupakan butir‐butir batu pecah, kerikil, pasir atau mineral lain, baik yang berasal dari alam maupun buatan yang berbentuk mineral padat berupa ukuran besar mauppun kecil atau fragmen‐fragmen. Agregat merupakan komponen utama dari struktur perkerasan perkerasan jalan, yaitu 90% – 95% agregat berdasarkan persentase berat, atau 75 –85% agregat berdasarkan persentase volume. Dengan demikian kualitas perkerasan jalan ditentukan juga dari sifat agregat dan hasil campuran agregat dengan material lain. Sifat
II-2
http://digilib.mercubuana.ac.id/
BAB II Tinjauan Pustaka
agregat merupakan salah satu faktor penentu kemampuan perkerasan jalan memikul beban lalu lintas dan daya tahan terhadap cuaca. Yang menentukan kualitas agregat sebagai material perkerasan jalan adalah: gradasi, kebersihan, kekerasan, ketahanan agregat, bentuk butir, tekstur permukaan, porositas, kemampuan untuk menyerap air, berat jenis, dan daya kelekatan terhadap aspal.Agregat dengan kadar pori besar akan membutuhkan jumlah aspal yang lebih banyak karena banyak aspal yang terserap akan mengakibatkan aspal menjadi lebih tipis.Penentuan banyak pori ditentukan berdasarkan air yang dapat terarbsorbsi oleh agregat. Nilai penyerapan adalah perubahan berat agregat karena penyerapan air oleh poripori dengan agregat pada kondisi kering, yang didapat dengan persamaan sebagai berikut :
𝑃𝑒𝑛𝑦𝑒𝑟𝑎𝑝𝑎𝑛 𝑎𝑔𝑟𝑒𝑔𝑎𝑡 𝑘𝑎𝑠𝑎𝑟 =
𝐵𝑗 − 𝐵𝑘 𝑥 100 % 𝐵𝑘
𝑃𝑒𝑛𝑦𝑒𝑟𝑎𝑝𝑎𝑛 𝑎𝑔𝑟𝑒𝑔𝑎𝑡 ℎ𝑎𝑙𝑢𝑠 =
𝐵𝑠 𝑥 100 % 𝐵 + 𝐵𝑠 − 𝐵𝑡
Keterangan : B = Berat piknometer berisi air, (gram) Bt = Berat piknometer berisi benda uji dan air, (gram) Bs = Berat sample, (gram) Bj = Berat semple kering permukaan jenuh Bk = Berat sample kering oven Berdasarkan kondisi kelembaban agregat, pemeriksaan fisik terhadap agregat yaitu pemeriksaan berat jenis yang dibagi kedalam 3 kondisi kelembababn agregat yaitu Bj curah / Bulk, Bj SSD, dan Bj Semu. Pemeriksaan berat jenis agregat berdasarkan perbandingan berat karena lebih teliti, yang nantinya hasil dari pengukuran berat jenis tersebut digunakan sebagai perencanaan campuran agregat dengan aspal. Adapun macam-macam dari berat jenis agregat sebagai berikut :
II-3
http://digilib.mercubuana.ac.id/
BAB II Tinjauan Pustaka
1. Berat jenis curah (Bulk specific gravity) Adalah berat jenis yang diperhitungkan terhadap seluruh volume yang ada (Volume pori yang dapat diresapi aspal atau dapat dikatakan seluruh volume pori yang dapat dilewati air dan volume partikel). 𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑗𝑒𝑛𝑖𝑠 𝐵𝑢𝑙𝑘 𝑎𝑔𝑟𝑒𝑔𝑎𝑡 𝑘𝑎𝑠𝑎𝑟 =
𝐵𝑘 𝑥 100 % 𝐵𝑗 − 𝐵𝑎
𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑗𝑒𝑛𝑖𝑠 𝐵𝑢𝑙𝑘 𝑎𝑔𝑟𝑒𝑔𝑎𝑡 ℎ𝑎𝑙𝑢𝑠 =
𝐵𝑘 𝑥 100 % 𝐵 + 𝐵𝑠 − 𝐵𝑡
Keterangan : B = Berat piknometer berisi air, (gram) Bt = Berat piknometer berisi benda uji dan air, (gram) Bs = Berat sample, (gram) Bj = Berat semple kering permukaan jenuh Bk = Berat sample kering oven Ba = Berat uji kering - permukaan jenuh didalam air, (gram) 2. Berat jenis kering permukaan jenis (SSD specific gravity) Adalah berat jenis yang memperhitungkan volume pori yang hanya dapat diresapi aspal ditambah dengan volume partikel. 𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑗𝑒𝑛𝑖𝑠 𝑆𝑆𝐷 𝑎𝑔𝑟𝑒𝑔𝑎𝑡 𝑘𝑎𝑠𝑎𝑟 =
𝐵𝑗 𝑥 100 % 𝐵𝑗 − 𝐵𝑎
𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑗𝑒𝑛𝑖𝑠 𝑆𝑆𝐷 𝑎𝑔𝑟𝑒𝑔𝑎𝑡 ℎ𝑎𝑙𝑢𝑠 =
𝐵𝑠 𝑥 100 % 𝐵 + 𝐵𝑠 − 𝐵𝑡
Keterangan : B = Berat piknometer berisi air, (gram) Bt = Berat piknometer berisi benda uji dan air, (gram) Bs = Berat sample, (gram) II-4
http://digilib.mercubuana.ac.id/
BAB II Tinjauan Pustaka
Bj = Berat semple kering permukaan jenuh Bk = Berat sample kering oven Ba = Berat uji kering-permukaan jenuh didalam air, (gram) 3. Berat jenis semu (apparent specific gravity) Adalah berat jenis yang memperhitungkan volume partikel saja tanpa memperhitungkan volume pori yang dapat dilewati air.Atau merupakan bagian relative density dari bahan padat yang terbentuk dari campuran partikel kecuali pori atau pori udara yang dapat menyerap air. 𝑃𝑒𝑛𝑦𝑒𝑟𝑎𝑝𝑎𝑛 𝑎𝑔𝑟𝑒𝑔𝑎𝑡 𝑘𝑎𝑠𝑎𝑟 =
𝐵𝑗 − 𝐵𝑘 𝑥 100 % 𝐵𝑘
𝑃𝑒𝑛𝑦𝑒𝑟𝑎𝑝𝑎𝑛 𝑎𝑔𝑟𝑒𝑔𝑎𝑡 ℎ𝑎𝑙𝑢𝑠 =
𝐵𝑠 𝑥 100 % 𝐵 + 𝐵𝑠 − 𝐵𝑡
Keterangan : B = Berat piknometer berisi air, (gram) Bt = Berat piknometer berisi benda uji dan air, (gram) Bs = Berat sample, (gram) Bj = Berat semple kering permukaan jenuh Bk = Berat sample kering oven Ba = Berat uji kering-permukaan jenuh didalam air, (gram) Pemeriksaan lain terhadap agregat adalah kekuatan. Kekuatan dibutuhkan untuk mencegah pertikel rusak saat proses pemadatan campuran aspal panas, dan juga saat menerima beban kendaraan. Solusi yang dapat digunakan saat kekuatan agregat bernilai kecil adalah menggunakan agregat bergradasi rapat. Agregat juga harus tahan terhadap keausan/abrasi akibat beban lalu lintas. Ketahanan terhadap keausan butiran agregat. Tes terhadap keausan dilakukan dengan tes abrasi Los Angeles (SNI 03-2417-1991). II-5
http://digilib.mercubuana.ac.id/
BAB II Tinjauan Pustaka
Batas keausan maksimum berdasarkan tes abrasi dengan mesin Los Angeles adalah 40%. 2.2.2 Persyaratan Agregat Berdasarkan jenis dan ukuran butirannya agregat dibedakan menjadi agregat kasar, agregat halus dan bahan pengisi (filler). Batasan dari masing-masing agregat ini seringkali berbeda, sesuai institusi yang menentukannya. a) Agregat kasar Fraksi Agregat kasar untuk rancangan adalah yang tertahan saringan No. 4 (4,75 mm) dan haruslah bersih, awet dan bebas dari lempung atau bahan yang tidak dikehendaki lainya dan memenuhi persyaratan pada tabel 2.1. fraksi agregat kasar untuk keperluan pengujian harus terdiri atas batu pecah atau kerikil pecah dan harus disediakan dalam ukuran-ukanan normal. Agregat kasar ini menjadikan perkerasan lebih stabil dan mempunyai ketahanan terhadap slip (skid resistance) yang tinggi sehingga menjamin keamanan lalu lintas. Agregat kasar yang mempunyai bentuk butiran yang bulat memudahkan proses pemadtatan tetapi rendah stabiltasnya, sedangkan yang berbentuk menyudut angular (angular) sulit dipadatkan tetapi mempunyai stabilitas tinggi. Agregat kasar harus mempunyai ketahanan terhadap abrasi bila digunkan sebagai campuran wearing course, untuk itu nilai los angles abration test harus dipenuhi.
Tabel 2.1 Persyaratan Agregat Kasar Jenis Pemerikasaan
Metode Pengujian
Persyaratan
SNI 03-1969-1990
Min. 2,5
Penyerapan (%)
SNI 03-1969-1990
Maks. 3%
brasi dalam mesin Los Angeles
SNI 03-2417-2008
Maks. 40%
Material lolos Saringan No. 200
SNI 03-1968-1990
Maks. 1%
Berat jenis Bulk Berat jenis SSD Berat jenis Semu
(Sumber : Standar Nasional Indonesia)
II-6
http://digilib.mercubuana.ac.id/
BAB II Tinjauan Pustaka
b) Agregat halus Agregat halus adalah agregat dengan ukuran butir lebih kecil dari saringan no.8 (2,36 mm). Agregat dapat meningkatkan stabilitas campuran dengan penguncian antara butiran, agregat halus juga mengisi ruang antar butir. Bahan ini dapat terdiri dari butir-butiran batu pecah atau pasir alam atau campuran dari keduanya. Persyaratan umum agregat halus sesuai ketentuan Spesifikasi Bina Marga 2010 Divisi 6 diperlihatkan dalam tabel 2.2. Tabel 2.2 Persyaratan Agregat Halus Jenis Pemeriksaan
Metode Pengujian
Persyaratan
SNI 03-1969-1990
Min. 2,5
Penyerapan (%)
SNI 03-1969-1990
Maks. 3%
Kadar Lempung
SNI 03-4142-2008
Maks. 1%
Berat jenis Bulk Berat jenis SSD Berat jenis Semu
(Sumber : Standarc Nasional Indonesia)
2.2.3
Bahan Pengisi (Filler) Mineral pengisi (filler) yaitu material yang lolos saringan No. 200 (0,075 mm).
Filler dapat berfungsi untuk mengurangi jumlah rongga dalam campuran, namun demikian jumlah filler harus dibatasi pada suatu batas yang menguntungkan. Terlampau tinggi kadar filler cenderung menyebabkan campuran menjadi getas dan akibatnya akan mudah retak akibat beban lalu lintas, pada sisi lain kadar filler yang terlampau rendah menyebabkan campuran menjadi lembek pada temperatur yang relatif tinggi. 2.2.4 Spesifikasi gradasi agregat lapis AC-WC Sifat agregat menentukan kualitasnya sebagai bahan material perkerasan jalan, dimana agregat itu sendiri merupakan bahan yang kaku dan keras. Agregat dengan kualitas dan mutu yang baik dibutuhkan untuk lapisan permukaan yang langsung II-7
http://digilib.mercubuana.ac.id/
BAB II Tinjauan Pustaka
memikul beban lalu lintas dan menyebarkannya ke lapisan dibawahnya. (Silvia Sukirman, 2012). Sifat agregat yang menentukan kualitasnya sebagai bahan konstruksi perkerasan jalan dapat dikelompokkan menjadi : 1. Kekuatan dan keawetan yang dipengaruhi oleh : − Gradasi − Ukuran maksimum − Kadar lempung − Kekerasan dan ketahanan − Bentuk butir − Tekstur permukaan 2. Kemampuan yang dilapisi dengan aspal yang baik dipengaruhi oleh : − Porositas − Kemungkinan basah − Jenis agregat 3. Kemudahan dalam pelaksanaan dan menhgasilkan lapisan yang nyaman dan aman yang dipengaruhi oleh : − Tahan geser − Campuran yang memberikan kemudahan dalam pelaksanaan (Silvia Sukirman, 2007) 2.2.5
Gradasi Agregat Gradasi merupakan hal yang penting dalam menentukan stabilitas perkerasan.
Gradasi agregat biasanya mempengaruhi besarnya rongga antar butir yang akan menentukan stabilitas dan kemudahan dalam proses pelaksanaa. Gradasi agregat diperoleh dari hasil analisa saringan dengan menggunakan 1 set saringan dimana II-8
http://digilib.mercubuana.ac.id/
BAB II Tinjauan Pustaka
saringan yang paling kasar diletakkan diatas dan yang paling halus terletak paling bawah. 1 set saringan dimulai dari pan dan diakhiri dengan tutup. Gradasi agregat dibedakan atas : a. Gradasi seragam (uniform graded) Gradasi seragam adalah gradasi agregat dengan ukuran yang hampir sama. Gradasi seragam disebut juga gradasi terbuka (open graded) karena hanya mengandung sedikit agregat halus sehingga terdapat banyak rongga atau ruang kosong antar agregat. Campuran beraspal yang dibuat dengan gradasi ini bersifat porus atau memiliki permeabilitas yang tinggi, stabilitas yang rendah dan memiliki berat isi yang kecil. b. Gradasi rapat (Dense graded) Gradasi rapat adalah gradasi agregat dimana terdapat butiran dari agregat kasar sampai halus dalam porsi yang seimbang, sehingga sering disebut gradasi menerus atau gradasi baik (well graded). Agregat dikatakan bergradasi baik jika persen yang lolos setiap lapis dari sebuah gradasi memenuhi : P = 100 (d/D)0,45 Dimana: P = Persen lolos saringan dengan bukaan d mm d = Ukuran agregat yang sedang diperhitungkan D = Ukuran maksimum partikel dalam gradasi terbuka Agregat dengan gradasi rapat akan menghasilkan lapisan perkerasan dengan stabilitas yang tinggi, kurang kedap air, sifat drainase jelek dan berat volume besar. c. Gradasi senjang (Gap graded) Gradasi senjang adalah gradasi agregat dimana ukuran agregat yang ada tidak lengkap atau ada fraksi agregat yang tidak ada atau jumlahnya sedikit sekali. II-9
http://digilib.mercubuana.ac.id/
BAB II Tinjauan Pustaka
Agregat dengan gradassi senjang akan menghasilkan lapisan perkerasan yang mutunya terletak antara agregat bergradasi seragam dan agregat bergradasi rapat. Gradasi agregat yang ditentukan pada Spesifikasi Bina Marga 2010 diperlihatkan pada tabel 2.3. Tabel 2.3 Gradasi agregat untuk campuran aspal Ukuran ayakan (mm)
(%) Berat yang lolos terhadap total agregat dalam campuran Laston (AC) Gradasi Halus Gradasi Kasar WC
BC
Base
WC
BC
Base
37,5
-
-
100
-
-
100
25
-
90 - 100
-
100
90 - 100
19
100
100
73 – 90
100
90 - 100
73 - 90
12,5
90 – 100
90 - 100
61 - 79
90 - 100
71 - 90
55 – 76
9,5
72 – 90
74 - 90
47 - 67
72 - 90
58 - 80
45 – 66
4,75
54 - 69
64 – 82
39,5 - 50
43 – 63
37 – 56
28 – 39,5
2,36
39,1 – 53
34,6 - 49
30,8 - 37
28 - 39,1
23 – 34,6
19 – 26,8
1,18
31,6 – 40
28,3 – 38
24,1 - 28
19 – 25,6 15 – 22,3
12 – 18,1
0,600
23,1 – 30
20,7 – 28
17,6 - 22
13 – 19,1 10 – 16,7
7 – 13,6
0,300
15,5 - 22
13,7 – 20
11,4 - 16
9 – 15,5
7 – 13,7
5 -11,4
0,150
9 - 15
4 – 13
4 - 10
6 - 13
5 - 11
4,5 – 9
0,075
4 - 10
4-8
3-6
4 - 10
4-8
3 -7
(Sumber : Standar Nasional Indonesia)
Pada campuran asphalt concrete yang bergradasi menerus tersebut memepunyai sedikit rongga dalam struktur agretgatnya dibandingkan dengan campuran bergrsadi senjang. Hal tersebut menyebabkan campuran AC-WC lebih peka terhadap variasi dalam proporsi campuran. Gradasi agregat gabungan untuk campuran AC-WC yang mempunyai gradasi menrus tersebut ditunjukkan dalam persen berat agregat.
II-10
http://digilib.mercubuana.ac.id/
BAB II Tinjauan Pustaka
2.3
Aspal Aspal pada umumnya harus memenuhi persyaratan yang telah ditetapkan sesuai
dengan ketentuan yang ada, seperti tertera dalam tabel 2.4. Tabel 2.4 Persyaratan Aspal Keras Pen 60/70
No. 1 2 3
Jenis Pengujian Penetrasi, 25º C, 100 gr, 5 detik Titik lembek
Metode Pengujian
Persyaratan
SNI 06-2456-1991
60 – 70
SNI 06-2434-1991
≥ 48
-
≥ - 1,0
SNI 06-2432-1991
≥ 100
5
Indeks penetrasi Daktilitas pada 25º C (cm) Titik nyala
SNI 06-2433-1991
≥ 232
6
Berat jenis
SNI 06-2441-1991
≥ 1,0
7
Berat yang hilang
SNI 06-2440-1991
≥ 0,8
4
(Sumber : Standar Nasional Indonesia.)
2.4
Bahan Tambahan Dalam campuran beraspal untuk memperbaiki perilaku suatu campuran beraspal
serta meningkatkan kualitas aspal sehingga dapat menghasilkan perkerasan yang baik adalah dengan menggunakan bahan modifikasi. Bahan modifikasi yang dimaksud adalah bahan tambah baik berupa polimer, selulosa, lain-lain (filler), maupun mikro karbon atau zat aditif. Adapun bahan tambahan yang akan digunakan berupa Karet alam (Lateks). Penggunaan lateks alam sebagai adiktif diprediksi lebih baik, karena selain berupa bahan alam yang ketersediaannya berlimpah, sifat lengket (tacky) dan sifat plastis lateks alam lebih baik. 2.4.1
Getah karet Bahan tambah yang digunakan pada penelitian ini adalah getah karet cair dengan
kandungan 65% getah karet cair alami, 20% air, 5% protein dan selebihnya kandungan lain. Lateks merupakan cairan yang berwarna putih atau putih kekuning - kuningan II-11
http://digilib.mercubuana.ac.id/
BAB II Tinjauan Pustaka
yang terdiri atas partikel karet dan bukan karet yang terdispersi di dalam air. Lateks merupakan sistem koloid karena partikel karet yang dilapisi oleh protein dan fosfolipid terdispersi didalam air. Protein di lapisan luar memberikan muatan negatif pada partikel. Lateks merupakan suatu disperse butir-butir karet dalam air, dimana di dalam dispersi tersebut juga larut beberapa garam dan zat organik, seperti zat gula, dan zat protein (Yusa, 2010). 2.4.2 Karet Alam Karet alam adalah jenis karet pertama yang ditemukan oleh manusia. Setelah penemuan proses vulkanisasi sesuai dengan namanya, karet alam berasal dari alam yakni terbuat dari getah tanaman karet, baik spesies Ficuselatica maupun neveabrassiiensis (Amiruddin, 2012).
Gambar 2.2 Getah Pohon Karet
Sifat-sifat atau kelebihan karet alam sebagai berikut :
Daya elastisnya atau daya lentingnya sempurna
Sangat plastis, sehingga mudah diolah
Tidak mudah panas
Tidak mudah retak
II-12
http://digilib.mercubuana.ac.id/
BAB II Tinjauan Pustaka
Kelemahan karet alam terletak pada keterbatasannya dalam memenuhi kebutuhan pasar. Saat pasar membutuhkan pasokan tinggi para produsen karet alam tidak bisa mengenjot produksinya dalam waktu singkat sehingga harganya cenderung tinggi. Jenis-jenis karet alam (Amiruddin, 2012) : a) Bahan olah karet (lateks kebun, sheet angin, slab tipis dan lump ) b) Karet konvensional c) Lateks pekat d) Karet bongkah (block rubber) e) Karet spesifikasi teknis (crumb rubber) f) Karet siap olah (tyre rubber) dan g) Karet reklim (reclaimed rubber). 2.4.3 Kualitas Karet Unsur-unsur dalam penetapan kualitas karet secara spesifikasi teknis adalah sebagai berikut (Amiruddin, 2012) : a. Kadar Kotoran (Dirt content) Kadar kotoran menjadi dasar pokok kriterium terpenting dalam spesifikasi teknis karena kadar kotoran sangat besar pengaruhnya terhadap ketahanan retak dan kelenturan barang - barang dari karet. b. Kadar Abu (Ash content) Penentuan kadar abu dimaksudkan untuk melindungi konsumen terhadap penambahan bahan - bahan pengisi ke dalam karet pada waktu pengolahan. c. Kadar Menguap (Volatile Content) Penentuan kadar zat menguap ini dimaksud dan untuk menjamin bahwa karet yang disajikan cukup kering. Selain penentuan ketiga bahan tersebut, masih dianalisis juga kadar tembaga, II-13
http://digilib.mercubuana.ac.id/
BAB II Tinjauan Pustaka
mangan dan nitrogen. 2.4.4 Kadar Karet Kering (KKK) Kadar Karet Kering adalah jumlah karet yang terkandung dalam bahan olahan karet, yang dinyatakan dalam persen (SNl-06-2047-2002), kadar karet kering pada karet tergantung dari beberapa faktor antara lain jenis klon, umur pohon, waktu penyadapan, musim, suhu udara serta letak tinggi dari permukaan laut. Cara menentukan kadar karet kering adalah dengan melakukan pengujian laboratorium. Prinsip dalam metode laboratorium adalah pemisahan karet dari lateks yang dilakukan dengan cara pembekuan, pencucian dan pengeringan. Alat yang diperlukan adalah gelas piala 50 ml, mangkuk bersih, penangas air, desikator, timbangan analitik, dan oven. Sebagai bahan pembeku digunakan asam asetat atau asam semut 2%. Prosedur pengujian dengan metode laboratorium adalah sebagai berikut (Amiruddin, 2012) : a. Lateks dituangkan ke dalam gelas ukur 50 ml yang sebelumnya telah diketahui beratnya secara perlahan - lahan, kemudian catat beratnya (berat lateks adalah berat total dikurangi dengan berat gelas ukur/ wadah). b. Lateks dibekukan dengan asam asetat atau asam format 2% dan dipanaskan di atas pemanas air pada suhu 80°𝐶 sampai serumnya menjadi jernih. c. Koagulump atau bekuan digiling menjadi krep dengan ketebalan 1-2 mm, dan dicuci. d. Krep kemudian dikeringkan di dalam oven, setelah itu didinginkan dalam desikator dan ditimbang. Rumus perhitungan KKK adalah ditunjukkan pada persamaan berikut : 𝐾𝑎𝑑𝑎𝑟 𝐾𝑎𝑟𝑒𝑡 𝐾𝑒𝑟𝑖𝑛𝑔 =
𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝐾𝑟𝑒𝑝 𝐾𝑒𝑟𝑖𝑛𝑔 𝑥 100 % 𝐿𝑎𝑡𝑒𝑘𝑠
II-14
http://digilib.mercubuana.ac.id/
BAB II Tinjauan Pustaka
2.4.5 Efektifitas Aspal Karet dalam Campuran Beraspal Panas Besarnya efektifitas penambahan karet ke dalam aspal tergantung dari luas partikel karet yang distribusi dalam aspal. Campuran sangat efektif jika semua partikel karet terdistribusi dengan baik di dalam aspal. Faktor lain yang mempengaruhi efektifitas campuran adalah jenis, jumlah dan ukuran partikel karet, besarnya temperatur dan lamanya pemanasan, interaksi antara karet dan aspal secara kimiawi, serta jenis aspal. Karet dapat ditambahkan dalam aspal dalam berbagai bentuk, baik dalam bentuk cair, lembaran karet maupun dengan bubuk karet selama pemanasan pada temperatur tinggi, sifat karet bisa menurun. Untuk memperkecil terjadinya penurunan sifat selama percobaan suhu yang di syaratkan adalah 150°𝐶 – 160°𝐶 (Amiruddin, 2012). 2.4.5.1 Interaksi Antara Aspal dan Karet Karet alam adalah termoplastik yang mengandung bahan dengan berat molekul yang sama dengan molekul dari fraksi aspal. Bila karet ditambahkan ke dalam aspal, sebagian “fraksi ringan” aspal diserap ke dalam karet. Jika terdapat kesesuaian antara karet dan aspal, maka akan menghasilkan penambahan kekentalan dan elastisitas dari aspal. Perubahan sifat bahan pengikat aspal diatas akan membuat perkerasan jalan beraspal lebih tahan terhadap deformasi dan retak. Karet seperti itu juga aspal dapat teroksidasi terutama pada suhu tinggi. Perubahan ini terjadi pada sifat kimia dan fisik. Walaupun aspal karet lebih tahan terhadap oksidasi dibandingkan aspal atau karet saja, aspal karet tetap harus dilindungi dari proses oksidasi. Dalam praktek ini, aspal karet tidak boleh disimpan lama pada suhu diatas 130°𝐶 (Amiruddin, 2012). 2.4.5.2 Ketahanan Terhadap Oksidasi Semua aspal teroksidasi dan mengeras selama pencampuran, penghamparan dan selama masa pelayanan dimana hal ini tidak diinginkan. Bila penetrasinya turun tajam dibawah kira - kira 30, maka perkerasan beraspal cenderung dapat menjadi retak. II-15
http://digilib.mercubuana.ac.id/
BAB II Tinjauan Pustaka
Tambahan karet ke dalam aspal mengurangi pengaruh-pengaruh tersebut (Amiruddin, 2012). 2.4.5.3 Ketahanan Terhadap Retak Penambahan karet ke dalam aspal meningkatkan ketahanan terhadap retak. Lapisan campuran beraspal karet lebih mampu menahan retak refleksi dari pada campuran beraspal tanpa karet. Dengan semakin tua dan mengeras, maka campuran beraspal karet dapat menahan pengaruh oksidasi yang lebih baik daripada campuran beraspal tanpa karet. demikian ketahan retak campuran beraspal karet relative lebih baik (Amiruddin, 2012). 2.4.5.4 Kekakuan Struktur Karet dapat meningkatkan kekakuan aspal tanpa membuatnya rapuh. Dengan demikian, campuran beraspal karet memiliki kemampuan penyebaran yang lebih besar. Jika dua jalan dibangun dengan ketebalan yang sama, perkerasan aspal karet akan melendut lebih kecil akibat lalu lintas dan akan diperkirakan berumur lebih lama dari pada menggunakan aspal tanpa karet (Amiruddin, 2012). 2.5
Metode Pengujian Laboratorium Rancangan campuran bertujuan untuk mendapatkan resep campuran dari
material yang terdapat di lokasi sehingga dihasilkan campuran yang memenuhi spesifikasi campuran yang ditetapkan. Saat ini, metode rancangan campuran yang paling banyak dipergunakan di Indonesia adalah metode rancangan campuran berdasarkan pengujian empiris dengan mempergunakan alat Marshall. Rancangan campuran berdasarkan metode Marshall ditemukan oleh Bruce Marshall, dan telah distandarisasi oleh ASTM maupun AASTHO melalui beberapa modifikasi yaitu ASTM D 1559-76 atau AASTHO T-245-90. Prinsip dasar dari metode Marshall adalah pemeriksaan stabilitas dan kelelehan (flow) serta analisis kepadatan dan pori dari II-16
http://digilib.mercubuana.ac.id/
BAB II Tinjauan Pustaka
campuran padat yang terbentuk. Metode rancangan berdasarkan pengujian empiris terdiri dari 4 tahap yaitu: a. Menguji sifat agregat dan aspal yang akan dipergunakan sebagai bahan dasar campuran. b. Rancangan campuran di laboratorium yang menghasilkan rumus campuran rancangan. c. Kalibrasi hasil rancangan campuran ke instalasi pencampur yang akan digunakan. Berdasarkan hasil kedua tahap di atas, dilakukan percobaan produksi di instalasi pencampur, dilanjutkan dengan penghamparan dan pemadatan dari hasil campuran percobaan. Langkah-langkah rancangan campuran metode Marshall adalah: a. Mempelajari spesifikasi gradasi agregat campuran yang diinginkan dari spesifikasi campuran pekerjaan. b. Merancang proporsi dari masing-masing fraksi agregat yang tersedia untuk mendapatkan agregat campuran dengan gradasi sesuai butir. c. Menentukan kadar aspal total dalam campuran. d. Membuat benda uji. e. Melakukan penimbangan terhadap benda uji tersebut, dalam hal ini ada 3 macam penimbangan, yaitu ditimbang: dalam keadaan kering, dalam air, dalam keadaan basah (SSD). f. Melakukan perendaman benda uji didalam waterbath dengan suhu 60°C selama 30 menit. g. Melakukan uji marshall untuk mendapatkan stabilitas dan kelelahan (flow) benda uji.
II-17
http://digilib.mercubuana.ac.id/
BAB II Tinjauan Pustaka
h. Menghitung parameter marshall yaitu VIM, VMA, VFB, Stabilitas, flow dan MQ sesuai dengan parameter yang ada pada spesifikasi campuran. i. Menggambarkan hubungan antara kadar aspal dan parameter marshall. j. Menentukan nilai kadar aspal optimum dari hubungan antara kadar aspal dan parameter marshall. k. Menghasilkan rumus rancangan campuran. Penggunaan aspal harus memperhatikan hal-hal berikut: a. Suhu saat aspal mulai menyala. Hal ini terkait dengan batas pemanasan izin dengan tanpa menimbulkan bahaya kebakaran. b. Suhu pada saat aspal mulai meleleh. Hal ini terkait dengan proses pencampuran, penghamparan dan pemadatan. c. Penetrasi aspal. Hal ini terkait dengan dengan lokasi penggunaan aspal, jenis struktur. d. Kehilangan berat akibat pemanasan, hal ini terkait dengan pencegahan kerapuhan aspal. Kekerasan aspal dinyatakan dengan angka penetrasinya. Semakin besar angka penetrasinya, maka tingkat kekerasannya makin rendah. Sebagai bahan untuk campuran perkerasan, aspal harus mempunyai kinerja, kekuatan dan keawetan yang memadai. Oleh karena itu, pemilihan jenis aspal harus meninjau dari segi jenis, sifat dan maksud penggunaan yang terkait dengan syarat teknis dan kondisi di lapangan (Amiruddin, 2012). 2.5.1 Parameter Perhitungan Parameter yang digunakan dalam metode Marshall adalah (Ghofar, 2010): a) Nilai VIM (Voids in Mixed) menunjukkan banyaknya rongga yang ada dalam suatu campuran untuk memungkinkan tambahan pemadatan akibat beban lalu II-18
http://digilib.mercubuana.ac.id/
BAB II Tinjauan Pustaka
lintas yang berulang. Rongga yang kecil/sedikit akan memberikan campuran yang kedap sehingga akan meningkatkan ketahanan campuran tersebut terhadap stripping (lepasnya aspal dari agregat), Perkerasan yang memiliki nilai VIM yang terlalu rendah akan mudah mengalami deformasi plastis, VIM yang terlalu besar akan mengurangi kekedapan campuran dan dapat mengakibatkan terjadinya retakan sehingga keawetan campuran menjadi menurun. Nilai VIM yang disyaratkan untuk lataston adalah 3 – 6%. 𝑉𝐼𝑀 = 100 𝑥
(𝐺𝑚𝑚 − 𝐺𝑚𝑏) 𝐺𝑚𝑚
Keterangan: Gmm = Berat jenis curah maksimum campuran (gr/cm3) Gmb = Berat jenis campuran padat (gr/cm3) VIM = Rongga dalam udara (%) b) VMA, rongga dalam agregat mineral adalah rongga antar partikel agregat pada campuran padat termasuk rongga udara dan kadar aspal efektif, dinyatakan dalam persen volume total. VMA dihitung berdasarkan Berat jenis agregat curah (Bulk) dan dinyatakan dalam persentase dari volume curah campuran padat. Jika komposisi campuran ditentukan sebagai persen berat dari campuran total, maka VMA dihitung dengan persamaan sebagai berikut : 𝑉𝑀𝐴 = 100 −
𝐺𝑚𝑏(100 − 𝑎) 𝐺𝑠𝑏
Keterangan: Gmb = Berat jenis campuran padat (gr/cm3) Gsb = Berat jenis kering masing-masing agregat (gr/cm3) a = Kadar aspal dalam campuran (%) VMA = Rongga dalam mineral agregat (%) II-19
http://digilib.mercubuana.ac.id/
BAB II Tinjauan Pustaka
c) VFA adalah rongga udara terisi aspal, merupakan persentase rongga antar agregat pertikel (VMA) yang terisi aspal. Nilai VFA menunjukkan besarnya rongga yang dapat terisi aspal. Besarnya nilai VFA menentukan tingkat keawetan campuran. Semakin besar nilai VFA berarti rongga yang terisi aspal semakin besar dan kekedapan campuran semakin besar. VFA yang terlalu besar akan menyebabkan terjadinya bleeding pada saat suhu tinggi, yang disebabkan VIM yang terlalu kecil, sehingga apabila perkerasan menerima beban maka aspal akan naik ke permukaan. Sebaliknya, nilai VFA yang terlalu kecil akan mengakibatkan kekedapan perkerasan semakin kecil sehingga air dan udara akan dapat mengoksidasi aspal dalam dan keawetan campuran menjadi berkurang. VFA, tidak termasuk aspal yang terserap agregat, dihitung dengan persamaan sebagai berikut: 𝑉𝐹𝐴 =
100 (𝑉𝑀𝐴 − 𝑉𝐼𝑀) 𝑉𝑀𝐴
Keterangan: VIM = Rongga dalam udara (%) VMA = Rongga dalam mineral agregat (%) VFA = Rongga terisi aspal (%) d) Stabilitas adalah kemampuan suatu lapisan permukaan untuk menahan deformasi akibat adanya beban yang bekerja di atasnya tanpa mengalami perubahan bentuk tetap seperti gelombang dan alur. Stabilitas yang terlalu tinggi menyebabkan campuran terlalu kaku sehingga akan mudah terjadi retak pada waktu menerima beban. Sebaliknya, dengan stabilitas yang rendahakan mudah mengalami rutting oleh beban lalu lintas atau oleh perubahan bentuk subgrade. Kuat tidaknya suatu lapisan perkerasan dipengaruhi oleh bentuk, kualitas, tekstur II-20
http://digilib.mercubuana.ac.id/
BAB II Tinjauan Pustaka
permukaan, gradasi agregat, gesekan antar butir agregat, penguncian antara gregat, daya lekat serta kadar aspal dalam campuran. Stabilitas cenderung naik seiring naiknya kadar aspal yang berfungsi sebagai film aspal untuk menyelimuti agregat pada campuran. Sebaliknya, penurunan nilai stabilitas pada kadar aspal tinggi disebabkan aspal yang awalnya berfungsi sebagai pengikat agregat dalam campuran telah berubah menjadi pelumas setelah melewati nilai optimum. Nilai stabilitas dinyatakan dalam kilogram dengan rumus dibawah ini: Stabilitas = Pembacaan dial x PRC x 0,4536 x faktor volume Keterangan : PRC = Proving Ring Calibration Faktor Volume = Volume agregat (m2/kg) Stabilitas = Kemampuan menahan deformasi akibat beban (kg) e) Flow atau kelelehan adalah besarnya deformasi yang terjadi pada awal pembebanan sampai stabilitas menurun yang menunjukkan besarnya deformasi dari campuran perkerasan akibat beban yang bekerja. Nilai flow campuran dipengaruhi oleh viskositas dan kadar aspal, gradasi agregat serta suhu pemadatan. Campuran yang memiliki nilai kelelehan tinggi dengan nilai stabilitas rendah cenderung bersifat plastis dan mudah mengalami perubahan bentuk apabila mengalami pembebanan lalu lintas, sedangkan campuran dengan kelelehan rendah dan stabilitas yang tinggi cenderung bersifat getas. Kenaikan stabilitas cenderung berbanding terbalik terhadap nilai flow. Nilai flow dinyatakan dalam mm dalam pembacaan dial alat marshall. f) Nilai MQ (Marshall Quotient) adalah hasil bagi antara stabilitas dengan nilai flow. Nilai MQ mengindikasikan pendekatan terhadap kekuatan dan fleksibilitas suatu campuran aspal. Campuran yang memiliki MQ yang terlalu tinggi berarti II-21
http://digilib.mercubuana.ac.id/
BAB II Tinjauan Pustaka
campuran kaku dan fleksibilitasnya rendah sehingga campuran akan lebih mudah mengalami retak - retak (cracking). Sebaliknya, campuran yang memiliki MQ yang terlalu rendah akan bersifat fleksibel (lentur) dan cenderung menjadi plastis sehingga mudah mengalami deformasi pada saat menerima beban lalu lintas. 𝑀𝑄 = 2.6
𝑆𝑡𝑎𝑏𝑖𝑙𝑖𝑡𝑎𝑠 𝑓𝑙𝑜𝑤
Hasil Penelitian Yang Pernah Dilakukan Berdasarkan pengamatan yang dilakukan, penelitian lateks sebagai bahan
tambah pernah dilakukan oleh Muchamad Nurcahya dan Yogie Nugraha (Institut Teknologi Bandung, 1998) dalam judul “Pengaruh Latex Terhadap Kinerja Campuran Aspal Beton” dengan cara mencampurkan aspal dengan latex (cair) sebagai aspal latek/karet. Pada tahun 2012 penelitian bahan lateks digunakan sebagai bahan pengikat dalam judul “Kajian Eksperimental Campuran HRS-WC Dengan Aspal Minyak dan Penambahan Aditif Lateks Sebagai Bahan Pengikat” oleh Armin, Sasmita, Nur Ali, dan Renta dengan cara mencampurkan lateks dalam bentuk lump (getah) kedalam campuran aspal beton. Perbedaan penelitian ini dengan terdahulunya adalah penggunaan bahan campuran agregat Laston AC – WC (Asphalt Concrete – Wearing Course).
II-22
http://digilib.mercubuana.ac.id/