5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Kajian Pustaka Penelitian terhadap pengecoran ulang (remelting) telah dilakukan oleh peneliti lain diantaranya purnomo (2004) Meneliti material yang telah diteliti adalah Aluminium paduan 320 (72,37% Al, 11,39% Si, 6,82% Mg, 2,77% Cu) (Purnomo, 2004 ), dengan melebur paduan aluminium 320 dan menuangnya kedalam cetakan logam. Pengecoran diulang sampai tiga kali, dan hasil coran kemudian dibuat spesimen uji tarik dan uji impak. Hasil pengujian yang dilakukan menerangkan bahwa pengecoran ulang akan menurunkan kekuatan tarik, dan kekuatan impak dari bahan. Djatmiko (2008) mengatakan bahwa bahan paduan Al-Si-Mg merupakan salah satu paduan aluminium yang cocok dipakai untuk material piston motor. Paduan ini mempunyai kelebihan seperti ringan,tahan korosi dan warnanya menarik, tetapi sifat mekaniknya belum memenuhi standart JIS H 5201 oleh karena itu sifat mekaniknya perlu ditingkatkan. Sifat mekanik paduan Al-Si-Mg dapat ditingkatkan dengan salah satunya perlakuan panas T6 dengan waktu tahan 40 jam dengan suhu bervariasi antara 30oC, 150oC, 180oC, 210oC, dan 240oC. kemudian dilakukan uji kekerasan, kekuatan impak, identifikasi fasa dan pengamatan struktur mikro. Hasil pengujian menunjukkan bahwa sifat mekanik paduan Al-Si-Mg naik akibat adanya perlakuan panas T6. Sifat mekanik optimum diperoleh pada suhu 210oC. mempunyai nilai kekerasan 93,30 HVN, kekuatan impak 5,13 j/cm2 dan telah memenuhi standart JIS H 5201. M. Arif (2005) telah melebur torak bekas dengan paduan SiO2 0,07%, Al 98,09 %, dan Fe 1,27 % yang dicor kembali, kemudian dilanjutkan dengan proses o aging pada suhu 150 C dan 220oC dengan holding time bervariasi. Pengujian
tarik, kekerasan dan struktur mikro dilakukan setelah dilaksanakan proses aging. (Arif 2005). Hasil penelitian menunjukkan kekuatan tarik pada suhu aging 150oC dan 220oC dengan holding time berturut-turut 45 menit, 120 menit, 240 menit, 420 menit dan 540 menit adalah 67,19 kg/mm2, 68,01 kg/mm2, 68,63 kg/mm2, 98,59 kg/mm2, 60,81 kg/mm2 dan 87,01 kg/mm2, 93 kg/mm2, 70,91 kg/mm2,
5
6 68,58 kg/mm2, 66,58 kg/mm2. Kekuatan tarik tertinggi sebesar 98,59 kg/mm2 naik sebesar 26,38 % dari raw materials (78,01 kg/mm2) (M. Arif, 2005). Harsono (2006) Aluminium dalam penelitian ini termasuk dalam paduan Al-Si, karena 92,60% adalah aluminium, 6,73% Si dan sisanya adalah paduan unsur lain. Setelah dilakukan foto mikro ternyata paduan aluminium yang telah di remelting mempunyai porositas yang lebih besar dibandingkan dengan raw material, Proses remelting mempengaruhi sifat mekanis pada paduan aluminium, yaitu terdapat penurunan kekerasan kekuatan fatik.
2.2. Landasan Teori 2.2.1. Aluminium Aluminium merupakan logam non ferro yang memiliki sifat ringan dan tahan karat. Aluminium dipakai sebagai paduan berbagai logam murni, sebab tidak kehilangan sifat ringan dan sifat–sifat mekanisnya dan mampu cornya diperbaiki dengan menambah unsur–unsur lain. Unsur-unsur paduan itu adalah tembaga, silikon, magnesium, mangan, nikel, dan sebagainya yang dapat merubah sifat paduan aluminium (Surdia, 1991). Seperti terlihat pada Tabel 2.1. Tabel 2.1. Komposisi paduan Aluminium menurut Standar JIS H5302 JIS
ISO
ADC1
Cu
Si
Mg
Zn
Fe
Mn
Ni
Sn
<1.0
11.0 to 13.0
<0.3
<0.5
<1.3
<0.3
<0.5
<0.1<
Pb
Ti
Al Rest
ADC1C
Al-Sil2CuFe
<1.2
11.0 to 13.5
<0.3
<0.5
<1.3
<0.5
<0.3
<0.1<
<0.2
<0.2
Rest
ADC2
Al-Sil2Fe
<0.10
11.0 to 13.5
<0.10
<0.1
<1.3
<0.5
<0.1
<0.05
<0.1
<0.2
Rest
ADC3
<0.6
90 to 10
0.4 to 0.6
<0.5
<1.3
<0.3
<0.5
<0.1
Rest
ADC5
<0.2
<0.3
4.0 to 8.5
<0.1
<1.8
<0.3
<0.1
<0.1
Rest
ADC6
<0.1
<1.0
2.5 to 4.0
<0.4
<0.8
0.4-0.6
<0.1
<0.1
Rest
ADC7
Al-Si5Fe
<0.10
4.5 to 6.0
<0.1
<0.1
<1.3
<0.5
<0.1
<0.1
<0.1
<0.2
Rest
ADC8
Al-Si6Cu4Fe
3.0 to 5.0
5.0 to 7.0
<0.3
<2.0
<1.3
0.2-0.6
<0.3
<0.1
<0.2
<0.2
Rest
ADC10
2.0 to 4.0
7.5 to 9.5
<0.3
<1.0
<1.3
<0.5
<0.5
<0.2
Rest
ADC10Z
2.0 to 4.0
7.5 to 9.5
<0.3
<3.0
<1.3
<0.5
<0.5
<0.2
Rest
2,5 to 4.0
7.5 to 9.5
<0.3
<1.2
<1.3
<0.6
<0.5
<0.2
ADC12
1.5 to 3.5
9.6 to 12.0
<0.3
<1.0
<1.3
<0.5
<0.5
<0.2
Rest
ADC12Z
1.5 to 3.5
9.6 to 12.0
<0.3
<3.0
<1.3
<0.5
<0.5
<0.2
Rest
ADC11
Al-Si8Cu3Fe
<0.3
<0.2
Rest
7 Selain itu pada paduan aluminium ADC 12 juga terdapat sifat mekanik yang terkandung pada aluminium paduan tersebut seperti terlihat pada Tabel 2.2. Tabel 2.2. Sifat mekanik paduan Aluminium menurut JIS H5302 Brinell hardness Tensile strength Rm MPa min.
JIS
Yield strength Rp0,2 MPa min.
HB
HRB
Average
σ
ASTM
Average
σ
ASTM
Average
σ
ASTM
Average
σ
ADC1
250
46
290
172
22
130
71.2
3.5
72
36.2
5.5
ADC3
279
48
320
179
35
170
71.4
1.8
76
36.7
2.2
ADC5
(213)
65
310
145
26
190
64.4
2.4
74
(30.1)
3.7
ADC6
266
61
280
172
23
64.7
2.3
67
27.3
3.9
ADC10
241
34
320
157
18
160
73.6
2.4
83
39.4
3.0
ADC12
228
41
310
154
14
150
74.1
1.5
86
40.0
1.8
ADC14
193
28
320
188
31
250
76.8
1.7
108
43.1
2.1
Pada paduan aluminium ADC 12 juga dapat digunakan untuk pembuatan bahan dasar seperti yang terlihat pada Tabel 2.3. Material ADC 12 pada standar ASM Handbook sama dengan material dengan kode 384. Tabel 2.3. Aplikasi atau kegunaan material menurut (ASM Handbook vol 15, 1998)
Paduan
Perwakilan Aplikasi
308.0
coran cetakan tujuan umum permanen, kisi-kisi hias dan reflektor
319.0
Engine crankcases; bensin dan tangki minyak, panci minyak; frame mesin tik; bagianbagian mesin
332.0
Otomotif dan piston, puli,
333.0
Gas meter dan bagian regulator; blok gigi; coran otomotif umum; piston
354.0
Premium-kekuatan coran untuk industri kedirgantaraan
355.0
Pasir: piston kompresor udara; cetak bedplates pers; jaket air; crankcases. Tetap: impeller, fitting pesawat udara; timinggears; kasus mesin jet kompresor
356.0
Pasir: roda gila tuang; kasus transmisi otomotif, panci minyak; badan pompa. Tetap: mesin bagian alat; roda pesawat udara; badan pesawat tuang; pagar jembatan
8 A356.0
Struktural bagian yang membutuhkan kekuatan tinggi; bagian mesin, truk bagian chassis
357.0
Tahan korosi dan aplikasi tekanan-ketat
359.0
kekuatan coran untuk industri kedirgantaraan
360.0
bagian motor tempel, peralatan tas, pelat penutup, coran laut dan pesawat
A360.0 380.0 A380.0
Cover piring, peralatan tas, bagian-bagian sistem irigasi; bagian motor tempel; engsel rumah untuk mesin pemotong rumput dan pemancar radio; udara coran rem; kasus gigi Aplikasi membutuhkan kekuatan pada suhu tinggi
384.0
Pistons dan aplikasi layanan lainnya; transmisi otomatis
390.0
Piston dengan mesin pembakaran dalam, blok, manifold, dan kepala silinder
413.0
Arsitektur, hias, laut, dan makanan dan aplikasi peralatan susu
A413.0
piston motor tempel, peralatan gigi, frame mesin tik; jalan perumahan lampu
443.0
Cookware; pipa fitting, fitting laut; cetakan ban; badan karburator
514.0
Alat kelengkapan untuk kimia dan penggunaan limbah; susu dan makanan peralatan penanganan; cetakan ban
Pengaruh unsur-unsur pemadu pada paduan aluminium adalah sebagai berikut: a. Silikon (Si) Unsur Si dalam paduan aluminium mempunyai pengaruh positif : • Meningkatkan sifat mampu alir (Hight Fluidity). • Mempermudah proses pengecoran • Meningkatkan daya tahan terhadap korosi • Memperbaiki sifat-sifat atau karakteristik coran • Menurunkan penyusutan dalam hasil cor • Tahan terhadap hot tear (perpatahan pada metal casting pada saat solidifikasi karena adanya kontraksi yang merintangi) Pengaruh negatif yang ditimbulkan unsur Si berupa: • Penurunan keuletan bahan terhadap beban kejut jika kandungan silikon terlalu tinggi. b. Tembaga (Cu) Pengaruh baik yang dapat timbul oleh unsur Cu dalam paduan aluminium: • Meningkatkan kekerasan bahan dengan membentuk presipitat • Memperbaiki kekuatan tarik
9 • Mempermudah proses pengerjaan dengan mesin. Pengaruh buruk yang dapat ditimbulkan oleh unsur Cu : • Menurunkan daya tahan terhadap korosi • Mengurangi keuletan bahan dan • Menurunkan kemampuan dibentuk dan dirol c. Unsur Magnesium (Mg) Magnesium memberikan pengaruh baik yaitu: • Mempermudah proses penuangan • Meningkatkan kemampuan pengerjaan mesin • Meningkatkan daya tahan terhadap korosi • Meningkatkan kekuatan mekanis • Menghaluskan butiran kristal secara efektif • Meningkatkan ketahanan beban kejut atau impak. Pengaruh buruk yang ditimbulkan oleh unsur Mg: • Meningkatkan kemungkinan timbulnya cacat pada hasil pengecoran d. Unsur besi (Fe) Pengaruh baik yang dapat ditimbulkan oleh unsur Fe ada1ah : • mencegah terjadinya penempelan logam cair pada cetakan. Pengaruh buruk yang dapat ditimbulkan unsur paduan ini adalah : • Penurunan sifat mekanis • Penurunan kekuatan tarik • Timbulnya bintik keras pada hasil coran • Peningkatan cacat porositas. Macam-macam Unsur paduan aluminium dapat diklasifikasikan sebagai berikut : a. Paduan aluminium – tembaga, aluminium – tembaga - silikon.
Paduan aluminium - tembaga adalah paduan aluminium yang mengandung tembaga 4,5 %, memiliki sifat–sifat mekanik dan mampu mesin yang baik sedangkan mampu cornya agak jelek. Paduan aluminium tembaga – silikon dibuat dengan menambah 4 – 5 % silikon pada paduan aluminium tembaga untuk memperbaiki sifat
10 mampu cornya. Paduan ini dipakai untuk bagian–bagian motor mobil, dan rangka utama dari katup (Surdia, 1991). b. Paduan aluminium – silikon, aluminium – silikon – magnesium. Paduan dari aluminium dan silikon sekitar 2 % disebut silumin yang memiliki mampu cor yang baik, sehingga terutama dipakai untuk bagian – bagian mesin biasa. Tetapi paduan yang biasa dicor mempunyai sifat mekanik yang jelek karena butir – butir silikon yang besar, sehingga dicor dengan tambahan natrium dan agitasi dari logam cair untuk membuat kristal halus dan memperbaiki sifat – sifat mekanik, tetapi cara ini tidak efektif untuk coran besar. Paduan aluminium silikon diperbaiki sifat mekaniknya dengan menambahkan magnesium, tembaga atau mangan dan selanjutnya diperbaiki dengan perlakuan panas (Surdia, 1991). c. Paduan aluminium – magnesium. Paduan aluminium yang mengandung magnesium 4 % atau 10 % mempunyai ketahanan korosi dan sifat mekanik yang baik. Paduan ini mempunyai kekuatan tarik diatas 30 kgf/mm2 dan perpanjangan diatas 12 % dipakai untuk alat – alat industri kimia , kapal laut, dan pesawat terbang (Surdia, 1991). d. Paduan aluminium tahan panas. Paduan ini terdiri dari Al – Cu – Ni – Mg yang kekuatannya tidak berubah sampai 300oC, sehingga paduan ini dipakai untuk torak dan tutup silinder.
P
Gambar 2.1. Diagram fasa paduan Al-Si (ASM Internasional, 2004)
11
2.2.2. Sifat Aluminium Perlu diketahui aluminium merupakan logam yang paling banyak terkandung di kerak bumi. Aluminium terdapat di kerak bumi sebanyak kira-kira 8,07% hingga 8,23% dari seluruh massa padat dari kerak bumi, dengan produksi tahunan dunia sekitar 30 juta ton pertahun dalam bentuk bauksit dan bebatuan lain. Saat ini aluminium berkembang luas dalam banyak aplikasi industri seperti industri otomotif, rumah tangga, maupun elektrik, karena beberapa sifat dari aluminium itu sendiri, yaitu: 1. Ringan (light in weight) Aluminium memiliki sifat ringan, bahkan lebih ringan dari magnesium dengan densitas sekitar 1/3 dari densitas besi. Kekuatan dari paduan aluminium dapat mendekati dari kekuatan baja karbon dengan kekuatan tarik 700 Mpa (100 Ksi). Kombinasi ringan dengan kekuatan yang cukup baik membuat aluminium sering diaplikasikan pada kendaraan bermotor, pesawat terbang, alat-alat konstruksi seperti tangga, scaffolding, maupun pada roket. 2. Mudah dalam pembentukannya (easy fabrication) Aluminium merupakan salah satu logam yang mudah untuk dibentuk dan mudah dalam fabrikasi seperti ekstrusi, forging, bending, rolling, casting, drawing, dan machining. Struktur kristal yang dimiliki aluminium adalah struktur kristal FCC (Face Centered Cubic), sehingga aluminium tetap ulet meskipun pada temperatur yang sangat rendah. Bahan aluminium mudah dibentuk menjadi bentuk yang komplek dan tipis sekalipun, sepeti bingkai jendela, lembaran aluminium foil, rel, gording, dan lain sebagainya. 3. Tahan terhadap korosi (corrosion resistance) Aluminium tahan terhadap korosi karena fenomena pasivasi. Pasivasi adalah pembentukan lapisan pelindung akibat reaksi logam terhadap komponen udara sehingga lapisan tersebut melindungi lapisan dalam logam dari korosi. Hal tersebut dapat terjadi karena permukaan aluminium mampu membentuk lapisan alumina (Al2O3) bila bereaksi dengan oksigen.
12 4. Konduktifitas panas tinggi (high thermal conductivity) Konduktifitas panas aluminium tiga kali lebih besar dari besi, maupun dalam pendinginan dan pemanasan. Sehingga aplikasi banyak digunakan pada radiator mobil, koil pada evaporator, alat penukar kalor, alat-alat masak, maupun komponen mesin. 5. Konduktifitas listrik tinggi (high electrical conductivity) Konduktifitas listrik dari aluminium dua kali lebih besar dari pada tembaga dengan perbandingan berat yang sama. Sehingga sangat cocok digunakan dalam kabel transmisi listrik. 6. Tangguh pada temperatur rendah (high toughness at cryogenic temperature) Aluminium tidak menjadi getas pada temperatur rendah hingga -100oC, bahkan menjadi lebih keras dan ketangguhan meningkat. Sehingga aluminium dapat digunakan pada material bejana yang beroperasi pada temperatur rendah (cryogenic vessel) 7. Tidak beracun (non toxic) Aluminium tidak memiliki sifat racun pada tubuh manusia, sehingga sering digunakan dalam industri makanan seperti kaleng makanan dan minuman, serta pipa-pipa penyalur pada industri makanan dan minuman. 8. Mudah didaur ulang (recyclability) Aluminium mudah untuk didaur ulang, bahkan 30% produksi aluminium di Amerika berasal dari aluminium yang didaur ulang. Pembentukan kembali aluminium dari material bekas hanya membutuhkan 5% energy dari pemisahan aluminium dari bauksit. Dengan berbagai keunggulan dari aluminium tersebut, saat ini penggunaan aluminium sangat berkembang pesat terutama pada industri pesawat terbang dan otomotif. Masih banyak pengembangan yang dilakukan sehingga dapat menciptakan paduan aluminium baru yang memiliki sifat dan karakteristik yang berbeda.
13
2.2.3. Teori Dasar Peleburan dan Pencetakan Aluminium Pengecoran adalah suatu proses manufaktur yang menggunakan logam cair dan cetakan untuk menghasilkan bagian dengan bentuk yang mendekati bentuk geometri akhir produk jadi. Logam cair akan dituangkan atau ditekan ke dalam cetakan yang memiliki rongga sesuai dengan bentuk yang diinginkan. Setelah logam cair memenuhi rongga dan kembali ke bentuk padat, selanjutnya cetakan dipisahkan dan hasil cor dapat digunakan untuk proses sekunder. Proses pengecoran sendiri dibedakan menjadi dua macam, yaitu traditional casting dan non-traditional/contemporary casting. a. Teknik Tradisional 1. Pengecoran dengan cetakan pasir (Sand-Mold Casting). 2. Penggecoran dengan menggunakan Pasir Basah (Dry-Sand Casting). 3. Shell-Mold Casting. 4. Full-Mold Casting. 5. Pengecoran dengan menggunakan cetakan semen (Cement-Mold Casting ). 6. Pengecoran dengan sistim vacum (Vacuum-Mold Casting). b. Sedangkan teknik non-traditional terbagi atas : 1. Pengecoran dengan Tekanan tinggi (High-Pressure Die Casting). 2. Pengecoran dengan cara diputar (Centrifugal Casting). 3. pengecoran dengan sistim suntik (Injection-Mold Casting). 4. Pengecoran dengan cetakan keramik (Investment Casting). 5. Pengecoran dengan sistim tiup, biasa digunakan untuk cetakan plastik (Blow-mold casting) . Perbedaan secara mendasar diantara keduanya adalah bahwa contemporary casting tidak bergantung pada pasir dalam pembuatan cetakannya. Perbedaan lainnya adalah bahwa contemporary casting biasanya digunakan untuk menghasilkan produk dengan geometri yang relatif kecil dibandingkan bila menggunakan traditional casting. Hasil coran non-traditional casting juga tidak memerlukan proses tambahan
14 untuk penyelesaian permukaan. Tradisional casting khususnya sand mold casting bahan yang digunakan adalah pasir cetak. Keuntungan dari pasir adalah harganya murah, mudah didapat dan cara pembuatannya mudah. Namun kerugian dari cetakan pasir adalah hanya dapat digunakan satu kali pencetakan sehingga tidak dapat digunakan untuk produksi masal.
2.2.4. Pasir Cetak Pasir Cetak adalah pasir yang dibuat untuk membuat cetakan. Pasir cetak harus memiliki sifat- sifat antara lain : a. Mempunyai sifat mampu bentuk sehingga mudah untuk dibentuk. b. Distribusi besar yang cocok, dan seragam. c. Tahan terhadap temperatur logam yang dituang. d. Permeabilitas yang cocok, sehingga tidak terjadi cacat seperti rongga penyusutan, kekasaran permukaan, dan gelembung gas. Selain yang diatas pasir cetak harus memiliki kadar lempung sekitar 10-20% untuk dapat dipakai. Pasir cetak ada beberapa jenis yaitu pasir gunung, pasir pantai, pasir sungai, dan pasir silika. Beberapa dari pasir tersebut dipakai begitu saja tanpa melalui proses lain, namun ada juga yang harus digiling dan dipecah menjadi butir-butir dengan komposisi yang cocok. Pasir yang memiliki komposisi yang cocok dan bersifat adhesi mereka dipakai begitu saja sedang kalau sifat adhesinya kurang maka harus ditambahkan lempung (Surdia, 1991).
2.2.5. Cetakan Pasir Cetakan Pasir adalah cetakan yang terbuat dari bahan dasar pasir dan tanah lempung sebagai penguatnya. Cetakan pasir biasanya dibuat dengan tangan, namun ada juga yang dibuat dengan mesin cetakan. Cetakan pasir terdiri dari dua macam yaitu cetakan atas (cup) dan cetakan bawah (drug) (Surdia, 1991). Cara pembuatan Cetakan pasir adalah sebagai berikut: a. Papan cetakan diletakkan pada lantai yang rata dengan pasir yang tersebar mendatar.
15 b. Pola dan rangka cetak diletakkan diatas papan cetakan. Rangka cetak harus lebar agar tebal pasir kira-kira 30 mm sampai 50 mm. c. Pasir muka yang telah diayak ditaburkan untuk menutupi permukaan pola dalam rangka cetakan. Pasir cetak ditaburkan diatasnya dan dipadatkan. d. Cetakan untuk drug dibalik dan setengah dari pola bersama rangka cup diletakkan di atasnya, dan bahan pemisah ditaburkan di atasnya. e. Batang saluran turun dipasang didalam cetakan, kemudian pasir muka dan pasir cetak ditaburkan kedalam rangka cetak dan dipadatkan. Cetakan harus diberi penanda agar tidak salah dalam peletakanya. Selanjutnya cup dibuka dan dipisahkan dari drug. f. Pola kemudian diambil, inti yang cocok dipasang pada rongga cetakan, kemudian cup ditutup, dan pembutan cetakan telah selesai
2.2.6. Pola Pola adalah model untuk membuat coran. Pola pada umumnya berbentuk seperti coran yang akan dibuat. Pola harus mudah dikeluarkan dari cetakan agar tidak merusak cetakan saat dikeluarkan. Macm-macam pola antara lain: a. Pola pejal. b. Pola pelat pasangan. c. Pola pelat cup dan drug. d. Pola cetakan sapuan. e. Pola penggeret dengan penuntun. f. Pola penggeret berputar dengan rangka cetak. g. Pola kerangka. Pola biasanya dibuat dari bahan yang mudah dibentuk. Bahan pembuat pola antara lain: a. Kayu yang dibuat untuk pola adalah kayu saru, kayu aras, kayu jati dan lain-lain. Kayu yang mempunyai kadar air dari 14% tidak biasa digunakan untuk pola.
16 b. Resin Sintetis epoksi merupakan resin yang banyak dipakai karena mempunyai sifat penyusutan yang kecil pada waktu mengeras, tahan aus. Selain resin epoksi juga dipakai resin resin polisetirina namun pola dari bahan ini hanya untuk sekali pakai saja. c. Bahan untuk pola logam yang banyak dipakai adalah besi cor, selain itu adalah tembaga untuk cetakan kulit, aluminium dan baja (Surdia, 1991).
2.2.7. Membuat Coran Untuk membuat coran, harus dilakukan proses-proses seperti: pencairan
logam,
membuat
cetakan,
menuang,
membongkar
dan
membersihkan coran seperti ditunjukkan pada Gambar 2.2. untuk mencairkan logam bermacam-macam tanur dipakai. Umumnya kupola atau tanur induksi frekuensi rendah dipergunakan untuk besi cor, tanur busur listrik atau tanur induksi frekuensi tinggi dipergunakan untuk baja cor dan tanur krus untuk paduan tembaga atau paduan coran ringan, karena tanurtanur ini dapat memberikan logam cair yang baik dan sangat ekonomis untuk logam-logam tersebut.
Bahan baku Sistim pengolahan pasir
pasir
Tungku Mesin pembuat cetakan
Ladel
Penuangan
Rangka cetak
Pembongkaran Pembersihan Pemeriksaan Gambar 2.2. Aliran proses pada pembuatan coran (Surdia 1991).
17 Cetakan biasanya dibuat dengan jalan memadatkan pasir. Pasir yang dipakai kadang-kadang pasir alam atau pasir buatan yang mengandung tanah lempung. Cetakan pasir mudah dibuat dan tidak mahal asal dipakai pasir yang cocok. Kadang-kadang dicampurkan pengikat khusus, misalnya air kaca, semen, resin furan, resin fenol atau minyak pengering, karena penggunaan zat-zat tersebut memperkuat cetakan atau mempermudah operasi pembuatan cetakan. Selain dari cetakan pasir, kadang-kadang dipergunakan cetakan logam. Pada penuangan, logam cair mengalir melalui pintu cetakan, maka bentuk pintu harus dibuat sedemikian sehingga tidak mengganggu aliran logam cair. Pada umumnya logam cair dituangkan dengan pengaruh gaya berat, walaupun kadang-kadang dipergunakan tekanan pada logam cair selama atau setelah penuangan. Setelah penuangan, coran dikeluarkan dari cetakan dan dibersihkan, bagian-bagian yang tidak perlu dibuang dari coran. Kemudian coran diselesaikan dan dibersihkan dengan disemprot cairan pembersih agar memberikan rupa yang baik. Kemudian dilakukan pemeriksaan dengan penglihatan tehadap rupa dan kerusakan, dan akhirnya dilakukan pemeriksaan dimensi. Disamping itu berbagai macam pemeriksaan metalurgi dilakukan untuk mencari kerusakan dalam, umpamanya dengan pengujian getaran supersonik, atau pemeriksaan radiografi. Selanjutnya kadang-kadang kekuatan, struktur mikro dan komposisi kimia diujikan pada batang uji yang dibuat dari logam cair yang sama. Mudah tidaknya pembuatan coran tergantung pada bentuk dan ukuran benda coran. Coran yang tebalnya seragam, tipis dan lebar, atau tuangan yang memerlukan inti tipis dan panjang adalah
sangat sukar
dibuat. Disamping itu coran-coran yang memerlukan ketelitian atau sudutsudut tajam susah kemungkinannya untuk dibuat.
18
2.2.8. Sifat Logam Cair Kekentalan atau kecairan logam sangat tergantung pada temperatur, dimana pada temperatur tinggi logam akan mencair seluruhnya sedangkan pada temperatur rendah keadaanya sangat kental dan beku dan di dalamnya terdapat inti-inti kristal. Berat jenisnya besar menjadikan logam cair memiliki kelembaman dan ketika mengalir, misalnya saat proses penuangan ke dalam cetakan alirannya mempunyai gaya tumbuk besar. Logam cair lebih suka membentuk tetesan bulat karena mempunyai tegangan permukaan yang lebih besar dibandingkan dengan air, dan ketika berhubungan dengan permukaan cetakan terjadi gaya tahanan yang melawan penetrasi logam cair dari dalam dinding sehingga logam cair tidak melekat pada cetakan, perencana dan pembuat coran perlu mengerti mengenai pengecoran.
2.2.9. Pembekuan Coran Pembekuan coran dimulai dari bagian logam yang bersentuhan dengan cetakan, yaitu ketika panas dari logam cair diambil oleh cetakan sehingga bagian logam yang bersentuhan dengan cetakan itu mendingin sampai kemudian inti-inti kristal tumbuh. Bagian dari coran mendingin lebih lambat dari pada bagian luar, sehingga kristal-kristal tumbuh dari inti mengarah kebagian dari coran dan butir-butir kristal tersebut berbentuk kolam dan disebut struktur kolom (Kalpakijan, 1989). Waktu pembekuan aluminium dalam cetakan dapat diketahui pada Tabel 2.4 dimana material dan proses cetakan sangat berpengaruh terhadap cepat lambatnya pendinginan.
Tabel 2.4. Waktu pembekuan pengecoran aluminium dari beberpa proses pengecoran. (John, 1994). Proses pengecoran
Bahan Cetakan
Waktu Pembekuan (second)
Cetakan permanen
Steel
47
Core
Pasir Silika
175
Pasir silikon
80
Disamatic
silika
85
19
2.2.10. Pengecoran Ulang Pengecoran ulang adalah pengecoran yang menggunakan material daur ulang yang sudah tidak terpakai untuk di tuang kembali. Pengecoran ulang
biasanya
dilakukan
didalam
industri-industri
kecil
dengan
menggunakan dapur sederhana dengan menggunakan tungku api dengan pembakaran menggunakan minyak tanah. Api disemburkan kedalam tungku menggunakan blender yang dipasang dibagian bawah tungku. Logam yang dimasukkan pada dapur terdiri dari sekrap dan aluminium ingot. Aluminium paduan tuang ingot didapatkan dari peleburan primer dan sekunder serta pemurnian. Kebanyakan kontrol analisa didapatkan dari analisis pengisian yang diketahui, yaitu ketelitian pemisahan tuang ulang dan ingot aluminium baru. Praktek peleburan yang baik mengharuskan dapur dan logam yang dimasukan dalam keadaan bersih. Untuk menghemat waktu peleburan dan mengurangi kehilangan karena oksidasi lebih baik memotong logam menjadi potongan kecil yang kemidian dipanaskan mula. Kalau bahan sudah mulai mencair, fluks harus ditaburkan untuk mengurangi oksidasi dan absorbsi gas. Cacat hasil pengecoran terdiri dari : a. Salah bentuk cetakan yaitu Cacat yang disebabkan oleh salah dalam membuat medel cetakan. b. Cacat inklusi pasir yaitu cacat yang disebabkan pasir dari cetakan masuk kedalam cairan logam. c. Cacat gas. Apabila diberi kesempatan paduan aluminium akan menyerap gas hidrogen. Peningkatan temperatur sebuah efek yang sangat besar pada kelarutan maksimum dari hidrogen pada aluminium, sebagaimana ditunjukkan pada Gambar 2.3. Pada titik lebur tiba–tiba terjadi kenaikan kelarutan hidrogen pada aluminium sampai dicapainya temperatur penuangan.
20
Gambar 2.3. Pengaruh temperatur pada kelarutan hidrogen dalam aluminium (Surdia, 1991) d. Cacat penyusutan yaitu cacat yang disebabkan kontraksi volume di dalam larutan dan pada saat pembekuan.
2.2.11. Proses Pengecoran Bertitik tolak pada cara kerja proses ini, maka proses pembuatan jenis pengecoran ini dapat dibagi menjadi 2 yaitu proses penuangan, dan proses pencetakan. a. Proses penuangan Proses penuangan adalah proses pembuatan benda kerja dari logam tanpa adanya penekanan sewaktu logam cair mengisi cetakan. Cetakan biasanya terbuat dari pasir, plaster, keramik, atau bahan tahan api lainnya yaitu dengan proses penuangan gravitasi dan proses penuangan Die Casting (Sistem tekan). b. Proses Pencetakan Proses pencetakan adalah proses pembuatan benda kerja dari logam cair dengan jalan menuang lelehan aluminium ke dalam cetakan sehingga logam cair tersebut mengisi rongga cetakan. Proses
21 dibagi dalam beberapa macam yaitu proses Molding Casting (Cetakan permanen) dan Sand Casting (Cetakan pasir).
2.2.12. Uji Komposisi Kimia Uji komposisi merupakan pengujian yang berfungsi untuk mengetahui seberapa besar atau seberapa banyak jumlah suatu kandungan yang terdapat pada suatu logam, baik logam ferro maupun logam non ferro. Uji komposisi biasanya dilakukan ditempat pabrik-pabrik atau perusahaan logam yang jumlah produksinya besar, ataupun juga terdapat di Instititut pendidikan yang khusus mempelajari tentang logam. Proses pengujian komposisi berlangsung dengan pembakaran bahan menggunakan elektroda dimana terjadi suhu rekristalisasi, dari suhu rekristalisasi terjadi penguraian unsur yang masing-masing beda warnanya. Sedangkan untuk Penentuan kadar berdasar sensor perbedaan warna. Proses pembakaran elektroda ini tidak lebih dari tiga detik. Pengujian komposisi dapat dilakukan untuk menentukan jenis bahan yang digunakan dengan melihat persentase unsur yang ada.
2.2.13. Uji Kekerasan Kekerasan Ketahanan bahan terhadap indentasi secara kualitatif menunjukan kekuatannya (Shackelford, 1976). Skala yang lazim dalam pengujian kekerasan antara lain skala Brinell, Vickers, Rockwell dan Knop. Skala kekerasan brinell (BHN) cenderung menunjukkan korelasi yang cukup linier terhadap bahan tertentu, termasuk paduan aluminium terlihat pada Tabel 2.5 merupakan sifat dari logam yang sering
dipergunakan dalam pengecoran, dimana dalam Tabel tersebut terdapat sifat paduan aluminium seperti kekerasan (Amstead, 1995).
22 Tabel 2.5 Sifat-sifat dari logam (Amstead, 1995) Kekuatan Tarik (MPa)
Jenis logam kg
Keuletan (%)
Kekerasan (BHN)
110-207 310 276-2070
0-1 0-1 12-15
100-150 450 110-500
83-310 345-689 83-345 48-90 552-1034 414-1103
10-35 5-10 9-15 2-10 15-40
30-100 50-100 30-60 80-100 158-266 90-250
2
mm
Besi dan baja Besi cor kelabu Besi cor putih baja Bukan besi Aluminium Tembaga Magnesium Seng Titan Nikel
Skema pengujian kekerasan Brinell ditunjukkan Gambar 2.4. Kekerasan Brinell dihitung berdasarkan persamaan :
BHN =
(
2P
πD D − D − d 2
) ……………………………
(2.1)
Dimana : P
: besar beban
D
: Diameter Indentor
d
: Diameter lubang D
P d
Gambar 2.4. Skema pengujian brinell
Dari Gambar 2.4. terlihat bahwa benda kerja ditekan menggunakan bola identor yang berdiameter (D), dan kemudian dilakukan pembebanan setelah selesai pembebanan kemudian bekas dari tekanan identor diukur diameter lubangnya (d). Setelah itu dilakukan perhitungan dengan menggunakan Persamaan 2.1.
23
2.2.14. Uji Strukturmikro Untuk mengetahui strukturmikro dari suatu logam pada umumnya pengujian dilakukan dengan reflek pemendaran (sinar), pada pemolesan atau etsa, tergantung pada permukaan logam uji polis, dan diperiksa langsung di bawah mikroskop atau dietsa lebih dulu, baru diperiksa di bawah mikroskop. Seperti terlihat pada Gambar 2.5.
Gambar 2.5 Strukturmikro paduan Al-si (a) Strukturmikro paduan hypoeutectic (1.65-12.6 % Si). 150X. (b) Strukturmikro paduan eutectic (12.6% Si). 400X. (c) Strukturmikro paduan hypereutectic (>12.6% Si). 150X (ASM International, 2004) Adapun beberapa tahap yang perlu dilakukan sebelum melakukan pengujian strukturmikro, yaitu: 1. Pemotongan (sectioning) Pemilihan sampel yang tepat dari suatu benda uji studi mikroskopik merupakan hal yang sangat penting. Pemilihan sampel tersebut didasarkan pada tujuan pengamatan yang hendak dilakukan. Pada umumnya bahan komersil tidak homogen, sehingga satu sampel yang diambil dari suatu volume besar tidak dapat dianggap representatif. Pengambilan sampel harus direncanakan sedemikian sehingga menghasilkan sampel yang sesuai dengan kondisi rata-rata bahan atau kondisi di tempat-tempat tertentu (kritis), dengan memperhatikan kemudahan pemotongan pula.
24 Secara garis besar, pengambilan sampel dilakukan pada daerah yang akan diamati mikrostruktur maupun makrostrukturnya. Sebagai contoh, untuk pengamatan mikrostruktur material yang mengalami kegagalan, maka sampel diambil sedekat mungkin pada daerah kegagalan (pada daerah kritis dengan kondisi terparah), untuk kemudian dibandingkan dengan sampel yang diambil dari daerah yang jauh dari daerah gagal. Perlu diperhatikan juga bahwa dalam proses memotong, harus dicegah kemungkinan deformasi dan panas yang berlebihan. Oleh karena itu, setiap proses pemotongan harus diberi pendinginan yang memadai. 2. Pemegangan (mounting) Spesimen yang berukuran kecil atau memiliki bentuk yang tidak beraturan akan sulit untuk ditangani khususnya ketika dilakukan pengamplasan dan pemolesan akhir. Sebagai contoh adalah spesimen yang berupa kawat, spesimen lembaran metal tipis, potongan yang tipis, dll. Untuk memudahkan penanganannya, maka spesimen-spesimen tersebut harus ditempatkan pada suatu media (media mounting). Secara umum syarat-syarat yang harus dimiliki bahan mounting adalah: •
Bersifat inert (tidak bereaksi dengan material maupun zat etsa)
•
Sifat eksoterimis rendah
•
Viskositas rendah
•
Penyusutan linier rendah
•
Sifat adhesi baik
•
Memiliki kekerasan yang sama dengan sampel
•
Flowabilitas baik, dapat menembus pori, celah dan bentuk ketidakteraturan yang terdapat pada sampel
•
Khusus untuk etsa elektrolitik dan pengujian SEM, bahan mounting harus kondusif
25 Media mounting yang dipilih haruslah sesuai dengan material dan jenis reagen etsa yang akan digunakan. Pada umumnya mounting menggunakan material plastik sintetik. Materialnya dapat berupa resin (castable resin) yang dicampur dengan hardener, atau bakelit. Penggunaan castable resin lebih mudah dan alat yang digunakan lebih sederhana dibandingkan bakelit, karena tidak diperlukan aplikasi panas dan tekanan. Namun bahan castable resin ini tidak memiliki sifat mekanis yang baik (lunak) sehingga kurang cocok untuk material-material yang keras. 3. Pengamplasan kasar (grinding) Grinding dilakukan dengan menggunakan disc pengamplasan yg ditutup dengan Silicon carbide kertas dan air. Ada sejumlah ukuran amplas, yaitu 180, 240, 400, 1200, butir Silicon carbide per inci persegi. Ukuran 180, menunjukkan kekasaran dan partikel ini adalah ukuran untuk memulai operasi pengamplasan. Selalu menggunakan tekanan langsung di pusat sampel. Lanjutkan pengamplasan hingga semua noda kasar telah dihapus, permukaan sampel rata, dan semua goresan yang pada satu posisi. Hal ini membuat mudah untuk dilihat ketika goresan semuanya telah dihapus. Setelah operasi pengamplasan selesai pada ukuran amplas 1200, cuci sampel dengan air diikuti oleh alkohol dan keringkan sebelum dipindah ke polish. Atau juga dapat tahap ini ukurannya 240, 800, 1000, 1500. Berikut adalah beberapa tahap dalam pengampelasan, yaitu: • Persiapan, tahap ini adalah tahap dimana melakukan pemilihan amplas yang dimulai dengan menggunakan amplas dengan nomor yang paling rendah (kasar) dan juga ditambah dengan penggunaan air dengan tujuan supaya tidak terjadi gesekan antara permukaan spesimen dengan amplas yang dapat mengakibatkan percikan bunga api.
26 • Abrasion damage, adalah tahap menghaluskan permukaan dari spesimen dengan menggunakan amplas dari nomor rendah (nomor 360) ke nomor yang paling tinggi (nomor 2000) sampai permukaan dari spesimen yang diuji rata dan tidak ada lagi scratch pada material bila dilihat di mikroskop. 4. Pemolesan (polishing) Tahap polishing bertujuan untuk menghasilkan permukaan spesimen yang rata dan mengkilap, tidak boleh ada goresan yang merintangi
selama
pengujian.
finish
lap
merupakan
tahap
penghalusan akhir material dengan menggunakan kain yang telah diolesi polisher agar permukaan mengkilap dan rata atau bias disebut juga dengan polishing. Polish yang terdiri dari disc pengamplasan ditutup dengan kain lembut penuh dengan partikel berlian (ukuran 6 dan 1 mikron) dan minyak pelumas yang berminyak. Mulai dengan ukuran 6 mikron dan terus menggosok sampai goresan hilang 5. Etsa (etching). Etching
digunakan
dalam
metallography
untuk
memperlihatkan mikrostruktur dari specimen dengan menggunaka mikroskop. Specimen yang akan dietching harus dipolish secara teliti dan rata serta bebas dari perubahan yang disebabkan deformasi pada permukaan spesimen, alur material, pullout, dan goresan. Meskipun dalam mikrography beberapa informasi sudah dapat diketahui tanpa proses etching, tetapi mikrostruktur suatu material biasanya baru dapat terlihat setelah dilakukan pengetsaan. Hanya sekitar 10% informasi yang dapat terlihat tanpa proses etching. Hanya reaktan, pori, celah, dan unsur non-metalik lainya yang dapat diamati hanya dengan polishing, selebihnya diperlukan etching.Secara umum tujuan dari etching adalah: •
Memberi warna pada permukaan benda uji sehingga tampak jelas ketika diamati dengan mikoskop (color enhancement)
•
Menimbulkan korosi sehingga memperjelas batas butir
27 •
Meningkatkan kontras antar butir dan batas butir (optical enhancement of contrast)
•
Mengidentifikasi fasa pada suatu spesimen (anodizing process)
6. Pemotretan (photo) Dimaksudkan untuk mendapatkan Gambar dari struktur kristal yang dimaksud. Untuk mendapatkan foto mikrografi yang tajam, variabel berikut harus terkontrol yaitu penghilangan getaran, pelurusan pencahayaan, penyesu-aian warna cahaya terhadap korelasi objek, menjaga kejernihan objek, penyesuaian daerah pengamatan, dan lubang diagram serta kecepatan fokus.
2.2.14. Uji Porositas Porositas adalah suatu cacat atau void pada produk cor yang dapat menurunkan kualitas benda tuang. Salah satu penyebab terjadinya porositas pada penuangan paduan aluminium adalah gas hidrogen. Gas hidrogen ini dapat terbentuk karena logam cair saat proses pengecoran dimulai, dapat beroksidasi dengan gas karbon monoksida dan karbon dioksida. Porositas oleh gas hidrogen dalam benda cetak paduan aluminium silikon akan memberikan pengaruh yang buruk pada kekuatan serta kesempurnaan dari benda tuang tersebut. Cacat produk cor dapat dikategorikan atas: major difect dan minor difect. Major difect yaitu cacat produk cor yang tidak dapat diperbaiki, sedangkan minor defect adalah cacat yang masih dapat diperbaiki dengan perbaikan ekonomis. Cacat porositas termasuk dalam major defect, penyebab utama timbulnya cacat porositas pada proses pengecoran adalah: 1. Temperatur penuangan yang tinggi 2. Gas yang terserap dalam logam cair selama proses penuangan. 3. Cetakan yang kurang kering 4. Reaksi antara logam induk dengan uap air dari cetakan. 5. Kelarutan hidrogen yang tinggi 6. Permeabilitas pasir yang kurang bagus.
28
............................(2.2)
Dimana: = berat piknometer (gr) = berat piknometer yang diisi aquadesh (gr) = berat massa sampel dalam piknometer (gr) = berat massa sampel dalam piknometer yang tela dimasukkan aquadesh (gr)
.....................................................(2.3)
Dimana = apparent density (g/cm3) = true density (g/cm3)