BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Daun Kelapa Sawit
Daun kelapa sawit mirip daun kelapa yaitu membentuk susunan daun majemuk, bersirip genap, dan bertulang belakang sejajar. Daun – daun membentuk satu pelepah yang panjangnya mencapai lebih dari 7,5 – 9 m. Jumlah anak daun di setiap pelepah berkisar antara 250 – 400 helai. Daun muda yang masih kuncup berwarna kuning pucat. Pada tanah yang subur, daun cepat membuka sehingga makin efektif melakukan fungsinya sebagai tempat berlangsungnya fotosintesis dan sebagai alat respirasi. Semakin lama proses fotosintesis berlangsung, semakin banyak bahan makanan yang dibentuk sehingga produksi akan meningkat. Produksi daun tergantung iklim setempat. Di Sumatera Utara, misalnya produksi daun mencapai 20 – 24 helai/tahun. Umur daun mulai terbentuk sampai tua sekitar 6 – 7 tahun. Daun kelapa sawit yang sehat dan segar berwarna hijau tua. Jumlah pelepah, panjang pelepah, dan jumlah anak daun tergantung pada umur tanaman.
Pemangkasan adalah pembuangan daun - daun tua atau yang tidak produktif pada tanaman kelapa sawit. Pada tanaman muda sebaiknya tidak dilakukan pemangkasan, kecuali dengan maksud mengurangi penguapan oleh daun pada saat tanaman akan dipindahkan dari pembibitan ke areal perkebunan. Tujuan pemangkasan adalah sebagai berikut:
Universitas Sumatera Utara
1. Memperbaiki sirkulasi udara di sekitar tanaman sehingga dapat membantu proses penyerbukan alami. 2. Mengurangi penghalangan pembesaran buah dan kehilangan brondolan buah terjepit pada pelepah daun. 3. Membantu dan memudahkan pada waktu panen. 4. Agar proses metabolisme tanaman berjalan lancer, terutama pada fotosintesis dan respirasi.
Dalam satu tahun tanaman kelapa sawit mampu menghasilkan 20 - 30 pelepah daun. Kemampuan produksi tanaman tersebut menurun menjadi 18 - 25 pelepah daun seiring dengan pertambahan umur tanaman. Dengan demikian rata – rata produksi pelepah adalah 1,5 - 2,5 pelepah/bulan. Namun, hanya sekitar 8 – 22 pelepah daun yang ditemukan bunga atau buah, sedangkan pelepah lainnya tidak menghasilkan bunga atau buah. Pelepah daun yang menghasilkan bunga atau buah disebut pelepah penyangga (songgoh) dan pelepah yang tidak bisa menghasilkan bungaan atau buah disebut pelepah kosong. pelepah penyanggah akan ditunas bersamaan dengan panen buah, sedangkan pelepah kosong akan ditunas secara rutin dengan interval waktu tertentu di luar waktu panen.
Untuk terus melangsungkan metabolisme yang baik, seperti proses fotosintesis dan respirasi maka jumlah pelepah pada setiap batang tanaman harus dipertahankan dalam jumlah tertentu sesuai umur tanaman. Untuk tanaman berumur antara 3 – 8 tahun, jumlah pelepah yang optimal sekitar 48 – 56 ( 6 – 7 lingkaran duduk daun ) dan untuk tanaman dengan umur lebih dari 8 tahun, jumlah pelepah sekitar 40 – 48 ( 5 – 6
Universitas Sumatera Utara
lingkaran duduk daun). Pemangkasan dilakukan 6 bulan sekali untuk tanaman belum menghasilkan dan 8 bulan sekali untuk tanaman menghasilkan. Pemangkasan dapat dilakukan dengan menggunakan alat Chisel (alat pahat), egrek (arit bergagang), atau kampak petik. Salah satu tindakan perawatan tanaman yang berpengaruh besar terhadap pertumbuhan dan produksi tanaman adalah pemupukan. Pemupukan bertujuan untuk menanmbah ketersediaan unsur hara di dalam tanah terutama agar tanaman dapat menyerapnya sesuai dengan kebutuhan. Dengan pemupukan dapat meningkatkan produktivitas tanaman.
2.2. Penyakit Pada Daun dan Tajuk ( Helai Daun) Kelapa Sawit
Beberapa jenis penyakit yang banyak ditemukan di areal perkebunan kelapa sawit serta cara pengendalian dan pemberantasannya.
1. Penyakit daun bibit muda (anthracnose)
Gejala Terdapat bercak – bercak dikelilingi warna kuning yang merupakan batas antara bagian daun yang sehat dan yang terserang. Gejala yang lain yang tampak adalah adanya warna coklat dan hitam diantara tulang daun. Daun – daun yang diserang menjadi kering dan akhirnya mengalami kematian.
Penyebab Jamur Melanoconium elaedeis, Glomerella singulata dan Botryodiplodia palmarum.
Pengendalian dan pemberantasan
Universitas Sumatera Utara
Pengendalian dengan mengurangi naungan bibit sesuai dengan perkembangan umur tanaman. Serangan yang bersifat sporadic, dapat dilakukan tindakan pemangkasan ringan pada tajuk bibit yang terinfeksi. Jika mengalami serangan berat, sebaiknya bibit dimusnahkan. Pemberantasan secara kimiawi dapat dilakukan dengan menggunakan fungisida, seperti Dithane M – 45 80 WP yang berbahan aktif mancozeb 80% dengan kosentrasi 0,2% atau dengan Captan dengan kosentrasi 0,2%.
2. Penyakit Tajuk ( Crown Disease)
Gejala Helai daun mulai dari pertengahan sampai ujung pelepah kecil – kecil, sobek atau tidak ada sama sekali. Pelepah yang bengkok dan tidak berhelai daun merupakan gejala yang cukup serius. Jaringan yang terinfeksi pada pelepah yang tidak membuka berwarna coklat kemerah – merahan. Gejala ini tampak pada tanaman yang berumur 2 – 4 tahun.
Penyebab Penyebab yang pasti belum diketahui, tetapi kemungkinan faktor fisiologis tanaman atau faktor genetis. Namun, tingkat serangan ditentukan oleh faktor keturunan.
Pengendalian dan pemberantasan
Dengan menyemprotkan fungisida langsung pada titik tumbuh dan pelepah daun yang busuk seperti Dithane M – 45 80 SP yang berbahan aktif mankozeb 80%
Universitas Sumatera Utara
dengan kosentrasi 0,25%. Namun, yang terpenting adalah melakukan penyeleksian yang ketat terhadap bibit yang akan ditanam yaitu memilih tanaman yang berasal dari pohon induk yang resisten terhadap penyakit tajuk.
2.3. Gejala Defisiensi Unsur Hara Tanaman Kelapa Sawit
Salah satu tindakan perawatan tanaman yang berpengaruh besar terhadap pertumbuhan dan produksi tanaman adalah pemupukan. Pemupukan bertujuan untuk menambah ketersediaan unsur hara di dalam tanah terutama agar tanaman dapat menyerapnya sesuai dengan kebutuhan. Dengan pemupukan dapat meningkatkan produktivitas tanaman.
Kekurangan unsur hara tanaman, dapat diketahui dari gejala – gejala yang tampak pada tanaman. Kekurangan unsur hara yang berlebihan dapat menurunkan produktivitas tanaman bahkan dapat menyebabkan kematian.
Pemberian pupuk pada tanaman harus memperhatikan beberapa hal yang menjadi kunci keefektifan pemberian pupuk, diantaranya daya serap akar tanaman, cara pemberian dan penempatan pupuk, waktu pemberian, serta jenis dan dosis pupuk.
- Cara pemupukan
Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam memupuk tanaman sebagai berikut : 1. Bersihkan terlebih dahulu piringan dari rumput, alang – alang dan kotoran lain.
Universitas Sumatera Utara
2. Pada area datar semua pupuk di tabur merata mulai 0,5 m dari pohon sampai pinggir piringan. 3. Pada areal yang berteras pupuk disebar pada piringan kurang lebih 2/3 dari dosis dibagian dalam teras dekat dinding bukit, sisanya (1/3 bagian) diberikan pada bagian luar teras.
2.4. Daun Kelapa Sawit
Pengambilan contoh daun bertujuan terutama untuk memperoleh data tentang kandungan unsur hara dalam daun melalui analisis laboratorium, mengingat adanya hubungan antara kandungan hara daun dengan pertumbuhan tanaman dan produksi tandan buah segar kelapa sawit.
Dengan demikian kandungan hara daun digunakan sebagai salah satu bahan pertimbangan dalam dalam penyusun rekomendasi pemupukan tanaman kelapa sawit pada masa berikutnya. Cara pengambilan contoh daun dilapangan sangat mempengaruhi hasil analisis laboratorium.
2.4.1. Penentuan kesatuan contoh daun (KCD)
Pengambilan contoh daun didasarkan pada satu unit yang dikenal dengan kesatuan contoh daun (KCD) atau leaf sampling unit (LSU). Satu KCD harus mencerminkan keseragaman meliputi : -
Umur tanaman
-
Jenis tanah
-
Tindakan kultur teknis
Universitas Sumatera Utara
-
Topografi dan Drainase
Luas satu KCD berkisar 20 – 30 ha, namun jika keadaannya sangat seragam maka luas KCD dapat diperluas menjadi 40 ha. Luas KCD tidak dianjurkan kurang dari 10 ha agar tidak menyulitkan dalam aplikasi pemupukan dan mengefisienkan biaya analis.
2.4.2. Penomoran KCD
Nomor KCD ditulis pada pohon dipinggir jalan produksi, untuk mempermudah petugas pengambilan contoh daun maupun untuk pengawasan. Penomoran KCD di sarankan dengan sistem afdeling. Nomor terdiri atas tiga digit, digit pertama menunjukkan nomor afdeling, sedangkan digit kedua dan ketiga menunjukkan nomor KCD di afdeling tersebut. Nomor pohon umumnya dibuat pada bekas tunas an pelepah dengan warna biru.
2.4.3. Cara Penentuan Letak daun -
Daun ke 1 adalah daun termuda yang helai daunnya telah terbuka seluruhnya dan jarak antara helai daun tersebut dengan daun yang lain sudah jelas nampak pada pangkal pelepah.
-
Daun ke 9 letaknya dibawah daun ke 1 agak ke sebelah kiri pada spiral arah kanan dan agak kesebelah kanan pada spiral arah kiri.
-
Daun ke 17 letaknya di bawah daun ke 9 agak kesebelah kiri pada spiral arah sebelah kanan dan agak kesebelah kanan pada spiral arah kiri.
Universitas Sumatera Utara
2.5. Peranan Unsur Hara Mikro Pada Tanaman Kelapa Sawit
Meskipun unsur hara mikro diperlukan oleh tanaman dalam jumlah yang sangat kecil, kegunaan bagi tanaman sama pentingnya dengan unsur hara lainnya. Kekurangan unsur hara mikro dapat menurunkan hasil panen secara drastis seperti pada kekurangan unsur hara makro . Pengamatan yang seksama diperlukan untuk menganalisa gejala kekurangan unsur hara mikro, karena gejala kekurangan unsur mikro sering kali mirip.
Pemupukan untuk mencegah terjadinya kekurangan unsur hara mikro tidak perlu dilakukan secara terus – menerus karena jika jumlahnya berlebih, unsur ini gampang sekali meracuni tanaman. Pemupukan dilakukan jika tanaman benar – benar terlihat mengalami gejala defisiensi ( kekurangan ) unsur hara mikro. Keenam unsur hara mikro (Zn, Fe, Mn, Mo, Cu, B ) berbeda – beda reaksinya pada setiap jenis tanah. Setiap jenis tanaman juga membutuhkan unsur hara mikro dalam jumlah yang berbeda – beda.
2.5.1. Tembaga (Cu) Tembaga diserap tanaman dalam bentuk ion Cu2+ atau ion Cu3+. Unsur mikro ini adalah aktifator enzim dalam proses penyimpanan cadangan makanan. Di dalam tanaman, tembaga memiliki beberapa peran, yakni sebagai katalisator dalam proses pemapasan dan peromabakan karbohidrat. Sebagai salah satu elemen dalam proses pembentukan vitamin A, dan secara tidak langsung berperan dalam proses pembentukan klorofil. Tanaman yang memasuki fase genertif sangat memerlukan Cu. Kekurangan Cu pada fase ini akan mengurangi hasil panen secara drastis.
Universitas Sumatera Utara
Kekurangan Cu dapat terjadi pada tanah berpasir atau pada tanah yang mengandung banyak kapur. Ketersediaan Cu di dalam tanah akan menurun seiring dengan peningkatan pH. Pada tanah organik seperti gambut, Cu terikat sangat kuat sehingga tidak dapat digunakan oleh tanaman. Unsur ini jarang ditambahkan lewat pemupukan, karena kelebihan Cu dalam jumlah sedikit saja akan meracuni tanaman dan menurunkan penyerapan Mn. Karena itu, pemupukan Cu tidak disarankan, kecuali gejala defisiensi sudah dapat dipastikan. Aplikasi menjadi lebih aman jika diberikan lewat penyemprotan pupuk daun. Pada daerah pertanian intensif, kelebihan Cu di dalam tanah diakibatkan oleh tingginya pemakaian fungisida.
Tanaman seperti gandum, lettuce, bawang, bayam, dan jagung sangat peka terhadap kekurangan Cu. Gejala yang ditimbulkan akibat kekurangan Cu tidak spesifik. Hanya hasil analisis tanah dan analisis jaringan tanaman yang akan memastikan terjadinya defisiensi Cu. Gejala awal yang ditunjukkan adalah daun muda akan menguning, pertumbuhannya tertekan, kemudian berubah memutih. Sementara itu, daun – daun tua akan gugur. Kekurangan Cu pada padi ditunjukkan lewat gejala daun muda yang memutih dengan ujungnya mengering.
A.
Cuprum (Cu) 1. Gejala jika kekurangan unsur Cu, daun menjadi klorosis dan bagian ujungnya berwarna putih. 2. Pada keadaan parah, tanaman menjadi layu dan mati.
Universitas Sumatera Utara
2.5.2. Seng (Zn) Seng diserap tanaman dalam bentuk ion Zn2+ . Seng merupakan bagian dari sistem enzim tanaman. Fungsi seng cukup penting, antara lain sebagai katalisator dalam pembentukan protein, mengatur pembentukan asam indoleasetik (asam yang berfungsi sebagai zat pengatur tumbuh tanaman), dan berperan aktif dalam transformasi karbohidrat. Seperti unsur hara mikro lainnya, kebutuhan Zn sangat kecil. Jika terjadi kelebihan sedikit saja, tanaman akan keracunan. Kekurangan Zn dapat terjadi pada tanah yang mengandung kadar phosphat tinggi atau di daerah yang bersuhu rendah, misalnya di pegunungan.
Ketersediaan Zn di dalam tanah akan menurun seiring dengan peningkatan pH. Pada tanah ber – pH 5 – 6 , Zn banyak tersedia. Pada tanah ber – pH 6 – 9 , ketersediaan Zn semakin menurun. Pada pH di atas 9, Zn tidak lagi dapat diserap oleh tanaman. Pemberian pupuk Zn lewat tanah atau daun sebaiknya dilakukan saat tanaman masih muda, yakni begitu gejala kekurangan unsur Zn terlihat. Jika hal ini diterapkan dengan benar, hasil panen akan meningkat dengan nyata. Untuk tanaman yang disemprot Zn secara rutin, pemberian lewat daun adalah langkah yang paling efisien.
Gejala lain yang umum terjadi akibat kekurangan Zn sebagai berikut : -
Ruas pada bagian pucuk lebih pendek sehingga membentuk gejala ”roset” (saling bertumpukan pada satu titik tumbuh).
-
Pembentukan warna kuning diantara tulang daun (interveinal clorosis) pada daun muda. Kemudian diikuti kematian jaringan diantara tulang daun.
-
Ukuran daun menjadi lebih kecil, sempit, dan menebal.
Universitas Sumatera Utara
B. Zinkum (Zn) - Gejala jika kekurangan Zn, daun kekuningan bahkan kemerah – merahan terutama pada daun yang agak tua – kondisi parah, daun dan pelepah mengering sehingga dapat menyebabkan kematian. Ada beberapa penyebab kekurangan seng diantaranya sebagai berikut : -
Tanah secara umum memang tidak mengandung seng.
-
Tanah asam dan tanah berpasir mengandung seng rendah sekali.
-
Tanah kelebihan kapur, pH menjadi tinggi, kelarutan seng berkurang.
-
Pemupukan fosfat berlebihan selama bertahun – tahun dapat menyebabkan kekurangan seng.
2.6. Spektroskopi Serapan Atom 2.6.1. Teori Spektroskopi Serapan Atom
Metode AAS berprinsip pada absorpsi cahaya oleh atom. Atom – atom menyerap cahaya tersebut pada panjang gelombang tertentu, tergantung pada sifat unsurnya. Misalkan natrium menyerap pada 589 nm, uranium pada 358,5 nm, sedangkan kalium pada 766,5 nm. Cahaya pada panjang gelombang ini mempunyai cukup energi untuk mengubah tingkat elektronik suatu atom. Transisi elektronik suatu unsur bersifat spesifik. Dengan absorpsi energi, berarti memperoleh lebih banyak energi, suatu atom pasda keadaan dasar dinaikkan tingkat energinya ketingkat eksitasi. Tingkat – tingkat eksitasinya pun bermacam – macam. Misalkan unsur Na dengan nomor atom 11 mempunyai konfigurasi elektron 1s22s22p63s1, tingkat dasar untuk elektron valensi 3s, artinya tidak
memiliki kelebihan energi. Elektron ini dapat
Universitas Sumatera Utara
tereksitasi ke tingkat 3p dengan energi 2,2 eV ataupun ke tingkat 4p dengan energi 3,6 eV, masing – masing sesuai dengan panjang gelombang sebesar 589 nm dan 330 nm. Kita dapat memilih diantara panjang gelombang ini yang menghasilkan garis sepktrum yang tajam dan dengan intensitas maksimum. Inilah yang dikenal dengan garis resonansi. Spektrum atomik untuk masing – masing unsur terdiri atas garis – garis resonansi. Garis – garis lain yang bukan garis resonansi dapat berupa spektrum yang berasosiasi dengan tingkat energi molekul, biasanya berupa pita – pita lebar ataupun garis tidak berasal dari eksitasi tingkat dasar yang disebabkan proses atomisasinya.
Keberhasilan analisis ini tergantung pada proses eksitasi dan cara memperoleh garis resonansi yang tepat. Temperatur nyala harus sangat tinggi. Ini dapat diterangkan dari persamaan distribusi Boltzman :
Jika Nj dan No masing – masing jumlah atom tereksitasi dan atom pada keadaan dasar K tetapan Boltzman (1,38 x 10-16 erg/K), T temperatur absolute (K) Ej perbedaan energy tingkat eksitasi dan tingkat dasar. Pj dan Po faktor statistik yang ditentukan oleh banyaknya tingkat yang mempunyai energi setara pada masing – masing tingkat kuantum. Pada umumnya fraksi atom tereksitasi yang berada pada gas yang menyala, kecil sekali. Pengendalian temperature nyala penting sekali.
Kita membutuhkan kontrol tertutup dari temperatur yang digunakan untuk eksitasi. Kenaikan temperatur menaikkan efisiensi atomisasi. Tenaga radiasi emisi akan menentukan jumlah atom tereksitasi sesuai dengan persamaan :
Universitas Sumatera Utara
PT = h v Nj AT Dengan keterangan PT = tenaga radiasi dalam nyala h tetapan planck = 6,6 x 10-34 joule/det, V frekuensi uncak garis spektral, AT koefesien Eistein yaitu jumlah transisi tiap atom tiap detik, nilainya sekitar 108 transisi. Persamaan ini hanya digunakan untuk metode emisi nyala.
2.6.2. Cara Kerja AAS
Setiap alat AAS terdiri atas tiga komponen berikut : a) Unit atomisasi b) Sumber radiasi c) Sistem pengukur fotometrik
Atomisasi dapat dilakukan baik denagn nyala maupun dengan tungku. Untuk mengubah unsur metalik menjadi uap atau hasil disosiasi diperlukan energi panas. Temperatur harus benar – benar terkendali dengan sangat hati – hati agar proses atomisasinya sempurna. Ionisasi harus dihindarkan dan ini dapat terjadi bila temperatur terlalu tinggi. Gambar 1.1 menunjukkan suatu tipe atomiser nyala. Bahan bakar dan gas oksidator dimasukkan kedalam kamar pencampur kemudian dilewatkan melalui baffle menuju ke pembakar, nyala akan dihasilkan. Sampel dihisap masuk ke kamar penampur. Hanya tetesan kecil yang dapat melalui baffle. Tetapi hal ini tidak selalu sesempurna ini, karena kadangkala nyala tersedot balik ke dalam kamar pencampur sehingga meghasilkan ledakan. Untuk itu biasanya lebih disukai pembakar dengan lubang yang sempit dan aliran gas pembakar serta oksidator dikendalikan dengan seksama. Dengan gas asetilen dan oksidator udara tekan, temperatur
Universitas Sumatera Utara
maksimum yang tercapai adalah 1200 o C. Untuk temperatur tinggi biasanya digunakan N:O (2:1). Karena banyaknya interferensi dan efek nyala yang tersedot balik, nyala mulai kurang digunakan, sebagai gantinya digunakan proses atomisasi tanpa nyala, misalkan suatu perangkat pemanas listrik. Sampel sebanyak 1 – 2 µl diletakkan pada batang grafit yang porosnya horizontal atau pada logam tantalum yang berbentuk pita. Pada tungku grafit temperatur dapat dikendalikan secara elektris. Biasanya temperatur dinaikkan secara bertahap, unutk menguapkan dan sekaligus mendisosiasi senyawa yang dianalisis.
Nyala Pembakar Bahan bakar Udara
Terisap
Penggerak Saluran
Sampel analit
Gambar 1.1 Atomiser nyala.
Universitas Sumatera Utara