BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Ternak Sapi Usaha peternakan sapi bertujuan untuk menghasilkan keuntungan. Agar sesuatu usaha memperoleh keuntungan seperti yang diharapkan, perencanaan harus dibuat dengan pertimbangan matang Abidin (2002). Sejalan dengan perkembangan jaman, sapi memiliki beberapa arti ekonomis sebagai berikut. a.
Penghasil susu Beberapa bangsa sapi, seperti FH (Frisien Holstein) merupakan sapi
pengahasil susu hanya untuk anak-anaknya, produksi susu sapi ini cukup tinggi. Rata-rata produksi susu harianya mencapai 20 liter. Di Indonesia, sapi perah ini banyak dipelihara di daerah Pangalengan, Jawa Barat, Pondok Rangon, Jakarta, Purwokerto, Boyolali dan Jawa Tengah. b.
Tenaga kerja Di beberapa daerah di Indonesia yang belum terlalu bersentuhan dengan
teknologi penggunaan ternak sapi masi digunakan sebagai tenaga kerja masih sering dijumpai. Contohnya sapi digunakan untuk membajak sawah atau menarik pedati, bahkan di Madura, pada waktu-waktu tertentu diadakan lomba karapan sapi. c.
Penghasil pupuk kandang Pupuk kandang merupakan hasil sampingan dari usaha pemeliharaan sapi.
Secara umum, sapi dewasa mampu menghasilkan kotoran sebanyak 7,5 ton per tahun, yang identik dengan 5 ton pupuk siap pakai. d.
Penentu status sosial Di beberapa daerah, seperti Madura dan Nusa Tenggara, jumlah sapi yang
dimiliki seseorang menentukan status sosial dalam masyarakatnya. Situasi seperti ini bisa dimengerti, mengingat harga seekor sapi cukup tinggi. Di Madura, harga sapi ditentukan bukan hanya oleh berat badanya, melainkan lebih pada kemampuan sapi tersebut menjadi juara dalam karapan sapi. Pasangan sapi menang lomba bisa berharga bahkan ratusan juta rupiah.
4
e.
Penghasil bahan baku industri Kulit, tanduk, tulang, dan darah sapi dari hasil pemotongan merupakan
sumber bahan baku industri yang menghasilkan nilai tambah cukup tinggi. Dari kulit sapi bisa dihasilkan aneka model tas, sepatu, ikat pinggang, dan jaket. Tanduk, yang pada beberapa dekade lalu hanya menjadi sampah, kini sudah menjadi beberapa aneka kerajinan, bahkan menjadi bahan baku pembuatan lem. Tulang dan darah diolah demikian rupa untuk pakan ternak. Beberapa waktu lalu, penggunaan tepung ini masih ditolelir di Australia, tetapi sejak agustus 2001 penggunaanya sudah dilarang menyusul mewabahnya penyakit sapi gila (BSE) di Inggris. f.
Ternak potong Diatas dari segala nilai ekonomis seekor sapi, pada akhirnya sapi akan
menjadi penghasil daging. Sapi-sapi yang diperkejarkan sebagai pembajak sawah atau ternak-ternak perah yang tidak produktif lagi biasanya akan menjadi ternak potong. Umunya, mutu daging yang berasal dari sapi-sapi afrika ini tidak terlalu baik.
Meskipun demikian, ada beberapa jenis sapi yang memang khusus di
pelihara untuk digemukkan karena karakteristik yang demikian, seperti tingkat pertumbuhannya cepat dan kualitas daging cukup baik. Sapi-sapi inilah yang umumnya dijadikan sebagai sapi bakalan, yang dipelihara secara intensif selama beberapa bulan, sehingga diperoleh pertambahan berat yang ideal untuk di potong. Ada beberapa jenis sapi yang menyebar di wilayah Indonesia yang biasa digunakan untuk bakalan dalam usaha penggemukan sapi potong di Indonesia sebagai berikut (Soerapto dan Z Abidin 2006). a.
Sapi bali Sapi bali merupakan jenis sapi asli di Indonesia yang mempunyai potensi
besar untuk dikembangkan. Sapi bali paling banyak diminati oleh petani kecil Indonesia karena memiliki beberapa keunggulan. Sapi ini memiliki tingkat kesuburan tinggi, tipe pekerja yang baik. Efisien dalam memanfaatkan sumber pakan, persentase karkas tinggi, daging sapi bali rendah lemak, dan daya adaptasi terhadap lingkungan tinggi. Penyebaran sapi bali sudah hampir merata di Indonesia, tetapi populasi terbesar berada di Pulau Bali.
5
b.
Sapi madura Selain sapi bali, sapi lokal lain yang juga banyak dipelihara di Indonesia
adalah sapi madura. Penampilan secara umum tidak berbeda dengan sapi bali. Sapi madura berwarna merah bata, baik jantan maupun betina. Perbedaan yang signifikan antara sapi bali dan sapi madura terletak pada keberadaan punuk. Populasi sapi madura terkonsentrasi di Pulau Madura, dan menjadi bagian budaya lokal c.
Sapi ongole Sapi potong yang memiliki punuk adalah sapi ongole. Sapi ini berwarna
putih dan memiliki banyak lipatan di bagian leher dan perut. Sapi ini adalah keturunan Bos Indicus yang masuk ke Indonesia melalui jalur perdagangan para pedagang India. Di Pulau Jawa, sapi ini berkembang dengan baik. Hasil persilangan sapi ongole dengan sapi lokal turun menurun disebut sapi peranakan ongole. d.
Sapi peranakan ongole Sapi peranakan ongole merupakan salah satu bangsa sapi yang banyak
dipelihara peternak kecil di Pulau Jawa. Sapi ini merupakan persilangan antara sapi ongole ongole asal India dengan sapi madura secara granding up (keturunan asli perkawinan itu dikawinkan kembali dengan ongole). Sapi ini berwarna putih dan berpunuk. Di Pulau Sumba, sapi ini juga dikenal sebagai sapi sumba ongole. e.
Sapi Frisian Holstein (FH) Di beberapa sentra sapi perah Purwokerto, pengalengan, dan Boyolali,
juga dikembangkan sapi bakalan berupa sapi frisian holstein jantan. Tentu saja hanya sapi betina yang dapat menghasilkan susu. Teknologi persilangan sapi di Indonesia sampai saat ini belum menghasilkan sapi kelamin betina seutuhnya. Dalam dunia peternakan, sapi perah jantan hanya memiliki satu fungsi yaitu sebagai pemacek ( mengawini sapi betina). Saat ini fungsi sebagai pemacek pun sudah mulai ditinggalkan karena banyak sapi-sapi jantan yang dilahirkan bisa menghasilkan nilai jual yang cukup tinggi, para peternakan sapi perah melakukan penggemukan FH jantan dan menjual hasilnya sebagai sapi potong.
6
B. Pasar dan Pemasaran Pertanian Pengertian pasar yang sering disarankan oleh para ahli ekononomi adalah sekumpulan pembeli dan penjual yang melakukan transaksi atas sejumlah produk atau kelas produk tertentu. Pasar juga dapat diartikan sebagai tempat terjadinya penawaran dan permintaan, transaksi, tawar menawar melalui kesepakatan harga, cara pembayaran, cara pengiriman, tempat pengambilan atau penerimaan produk, jenis dan jumlah produk, spesifikasi serta mutu produk. Menurut Said dan Intan (2001) dalam Rahim dan Diah (2007 : 107) pasar pertanian merupakan tempat dimana terjadi tansaksi antara kekuatan penawaran dan permintaan produk pertanian, terjadi penawaran nilai produk, terjadi pemindahan kepemilikan. Menurut Assauri (2004) dalam Sunyoto (2012:39) Secara teoritis dalam ekonomi, pasar menggambarkan semua pembeli dan penjual yang terlibat dalam transaksi aktual atau potensial terhadap barang dan jasa yang ditawarkan. Transaksi potensial ini dilaksanakan jika kondisi berikut terpenuhi yaitu 1.
Terdapat paling sedikit dua pihak
2.
Masing-masing pihak mampu untuk berkomunikasi dan menyalurkan keinginannya.
3.
Masing masing pihak bebas untuk menerima satu menolak penawaran dari pihak lain. Kegiatan pemasaran itu luas bukan sekedar menjual barang, melainkan
segala aktifitas yang berhubungan dengan arus barang sejak dari tangan produsen ke konsumen akhir. Termasuk tiap bidang pemasaran antara lain saluran distribusi, kebijakan produk, periklanan, seni menjual, promosi penjualan, penyimpanan dan pergudangan produk, transportasi, kuota, kebijaksanaan pelayanan, daerah penjualan, pengawasan penjualan, dan organisasi penjualan. Suhardi Sigid (1992) dalam Sunyoto (2012:25) Pemasaran komoditas pertanian merupakan kegiatan atau proses pengaliran komoditas pertanian dari produsen (petani, peternak, dan nelayan) sampai ke konsumen atau pedagang perantara (tengkulak, pengumpul, pedagang besar, dan pengecer). berdasarkan pendekatan sistem pemasaran kegunaan pemasaran dan fungsi-fungsi pemasaran Rahim dan Diah (2007 : 113)
7
Beberapa pendekatan yang dilakukan dalam sistem pemasaran yaitu 1.
Pendekatan serba barang Pendekatan serba barang merupakan suatu pendekatan pemasaran yang melibatkan studi tentang bagaimana barang-barang tertentu berpindah dari titik produsen ke konsumen akhir atau konsumen industri.
2. Pendekatan serba fungsi Pendekatan serba fungsi yaitu penggolongan kegiatan atau fungsi-fungsi pemasaran yang meliputi fungsi pertukaran, fungsi fisik, dan fungsi penyediaan. 3.
Pendekatan serba menejemen Pendekatan serba manajemen yaitu mempelajari pemasaran komoditas pertanian dengan menitikberatkan pada pendapat manajer serta keputusan yang mereka ambil. Kegunaan pemasaran komoditas pertanian terdiri atas kegunaan bentuk
(form utility), kegunaan tempat (place utility), dan kegunaan kepemilikan (prossesing utility). 1.
Kegunaan bentuk (form utility) Kegunaan bentuk (form utility) yaitu industri berusaha mengubah suatu benda (bahan dasar) menjadi benda lain yang berbeda bentuknya sehingga menjadi lebih bermanfaat bagi manusia / masyarakat, seperti ulat sutra menjadi kain sutra.
2.
Kegunaan tempat (place utility) Kegunaan tempat (place utility) yaitu usaha yang bergerak dalam bidang transportasi atau pengangkutan, baik barang maupun angkutan manusia, misalnya padi yang kurang bermanfaat nilai nominalnya di desa dipindahkan kekota yang lebih bermanfaat.
3.
Kegunaan kepemilikan (prossesing utility) Kegunaan kepemilikan (prossesing utility) yaitu usaha yang bergerak dalam bidang perdagangan atau pertokoan, seperti pemindahan barang-barang hasil olahan milik pabrik agroindustri menjadi milik masyarakat luas.
8
Menurut Sudiyono (2004:82) Fungsi-fungsi pemasaran yang dilaksanakan oleh lembaga-lembaga pemasaran tersebut bermacam-macam, pada prinsipnya terdapat tiga tipe fungsi pemasaran, yaitu : 1.
Fungsi pertukaran (Exchange Funstion) Fungsi pertukaran ini terdiri dari penjualan dan pembelian. Dalam melaksanakan fungsi penjualan, maka produsen dan lembaga pemasaran yang berada pada rantai pemasaran sebelumnya harus memperhatikan kualitas, kuantitas, bentuk dan waktu serta harga yang di inginkan konsumen ataupun lembaga pemasaran yang ada pada rantai pemasaran berikutnya. Sedangkan fungsi pembelian ini diperlukan untuk memiliki komoditi-komoditi pertanian yang akan dikomsumsi ataupun digunakan dalam proses komsumsi berikutnya.
2.
Fungsi fisik Fungsi fisik meliputi kegiatan-kegiatan secara langsung diperlakukan terhadap komoditi pertanian, sehingga komoditi pertanian tersebut mengalami tambahan guna tempat dan guna waktu. Berdasarkan definisi fungsi fisik diatas fungsi fisik meliputi pengangkutan dan penyimpanan. Fungsi pengangkutan meliputi perencanaan, pemilihan dan penggerakan alat-alat transportasi dalam pemasaran produk-produk pertanian. Fungsi prinsip ini pada prinsipnya adalah pemindahan produk-produk pertanian dari daerah surplus, dimana kegunaan produk pertanian rendah, kedaerah minus atau derah produsen kedaerah konsumen. Fungsi penyimpanan di perlukan karena produksi komoditi pertanian bersifat musiman, sedangkan pola komsumsi bersifat relatif tetap dari waktu ke waktu. Penyimpanan ini bertujuan untuk mengurangi fluktuasi harga yang berlebihan dan menghindari serangan hama dan penyakit selama proses pemasaran berlangsung. Fungsi penyimpanan dalam masyarakat modern sangat kompleks sekali dan membutuhkan biaya yang besar sekali. Usaha untuk mengurangi biaya-biaya fungsi penyimpanan ini yang dapat dilakukan adalah ; 1) menyediakan struktur dan konstruksi tempat penyimpanan sesuai dengan karakteristik hasil pertanian, 2) penggunaan bahan penyakit untuk mengurangi atau menghindari serangan
9
hama dan penyakit selama penyimpanan 3) perlu dilakukan pengendalian hasil sebelum dilakukan penyimpanan 4) penempatan waktu panen yang sesuai 5) manekan ongkos fasilitas fisik yang kurang penting. 3.
Fungsi penyediaan fasilitas Fungsi penyediaan fasilitas pada hakekatnya adalah untuk memperlancar fungsi pertukaran dan fungsi fisik. Fungsi penyediaan fasilitas merupakan usaha-usaha perbaikan sistem pemasaran untuk peningkatkan efisiensi operasional dan efisiensi penentuan harga. Fungsi penyediaan fasilitas ini meliputi standarisasi, penggunaan resikom informasi harga dan penyediaan dana. Menurut Stanton dalam Murshid (2010 : 26) pemasaran meliputi
keseluruhan sistem yang berhubungan dengan kegiatan-kegiatan usaha, yang bertujuan merencanakan, menentukan harga, hingga mempromosikan, dan mendistribusikan barang-barang atau jasa yang akan memuaskan kebutuhan pembeli, baik yang aktual maupun potensial. Dengan demikian bahwa ruang lingkup pemasaran merupakan proses pemindahan barang dan jasa dari tangan produsen ke tangan konsumen. Pemasaran adalah suatu proses sosial dan manajerial yang membuat individu dan kelompok memperoleh apa yang mereka butuhkan serta keinginan lewat terciptanya dan pertukaran timbal balik produk dan nilai dengan orang lain. Sedangkan
untuk
menejemen
pemasaran
adalah
analisis,
perencanaan,
implementasi, dan pengendalian program yang dirancang untuk menciptakan, membangun, dan mempertahankan pertukaran yang menguntungkan dengan target pembeli untuk tujuan mencapai obyektif organisasi (Kotler dan Armstrong, 1997 : 6) C. Saluran Pemasaran Dalam usaha untuk memperlancar arus barang/jasa dari produsen ke konsumen terdapat salah satu faktor yang tidak boleh diabaikan, yaitu memilih secara tepat saluran distribusi (channel of distribution) yang digunakan dalam rangka usaha penyaluran barang-barang/ jasa –jasa dari produsen ke konsumen.
10
Menurut Sudiro (1995) dalam Rahim dan Diah (2007:113), pengertian saluran distribusi adalah pertama, jalur yang dilalui oleh arus barang dari produsen ke perantara dan sampai pada konsumen/ pemakai. Kedua, struktur unit organisasi dalam perusahaan dan luar perusahaan yang terdiri dari agen, pedagang besar, dan pengecer yang di lalui barang/ jasa saat di pasarkan. Menurut Downey dan Erickson (1992) dalam Suarda (2009:115) bahwa penyaluran barang dari produsen ke konsumen akhir sering dinamakan sebagai saluran pemasaran, kerumitan saluran tersebut tergantung pada jenis komoditinya. Swasta dan Sukotjo (1983) dalam Suarda (2009:115) mengemukakan bahwa ada lima macam saluran pemasaran dalam pemasaran masing-masing komsumsi yaitu: 1. Produsen → Konsumen akhir 2. Produsen → Pengecer → Konsumen akhir 3. Produsen → Pedagang besar → pengecer→ Konsumen akhir 4. Produsen → Agen → Pengecer → konsumen akhir 5. Produsen → Agen →Pedagang besar → pengecer → konsumen akhir Proses penyaluran produk sampai ke tangan konsumen akhir dapat menggunakan
saluran
panjang
ataupun
saluran
pendek
sesuai
dengan
kebijaksanaan distribusi yang ingin dilaksanakan perusahaan. Dengan demikian, rantai distribusi langsung menurut bentuknya di bagi dua yaitu: Pertama : saluran distribusi langsung (direct chanenel of distibution) yaitu penyaluran barang-barang atau jasa-jasa dari produsen ke konsumen dengan tidak melalui perantara, seperti penjualan di tempat produksi, penjualan di toko/ gerai produsen, penjualan dari pintu ke pintu, penjualan melalui surat. Kedua : saluran distribusi tak langsung yaitu, bentuk saluran distribusi yang menggunakan jasa kepada para konsumen. Angipora (1999) dalam Rahim dan Diah (2007 : 144) mengemukakan pengertian tentang perantara adalah mereka yang membeli dan menjual barang-barang tersebut dan memilikinya. Mereka bergerak di bidang perdagangan besar dan pengecer. Sementara agen adalah orang atau perusahaan yang membeli atau menjual barang untuk perdagangan besar (munufacturer). Panjang pendeknya saluran pemasaran yang dilalui oleh suatu hasil komoditas pertanian tergantung pada beberapa faktor, antara lain:
11
1.
jarak antar produsen dan konsumen. Semakin jauh jarak antara produsen dan konsumen biasanya makin panjang saluran yang di tempuh oleh produk.
2.
Cepat tidaknya produk rusak. Produk yang cepat atau yang mudah rusak harus segera diterima konsumen dan dengan demikian menghendaki saluran yang pendek dan cepat.
3.
Skala produksi, bila produksi berlangsung dengan ukuran-ukuran kecil, maka jumlah yang dihasilkan berukuran kecil pula, hal ini akan menguntungkan bila produsen langsung menjual ke pasar.
4.
Posisi keuangan pengusaha. Produsen yang posisi keuangannya kuat cenderung untuk memperpendek saluran pemasaran. Menurut Stern dalam Abdullah dan Francis (2012:207) saluran pemasaran
merupakan sekumpulan organisasi yang saling ketergantungan satu sama lainnya yang terlibat dalam proses penyediaan sebuah produk atau pelayanan untuk digunakan atau dikomsumsi. Dari pandangan sistem ekonomi, peranan utama dari perantara pemasaran adalah mentransformasikan beragam bahan yang ada di alam dan mengolahnya menjadi macam-macam barang yang anggota masyarakat mau membelinya. 1.
Fungsi dan saluran pemasaran Sebuah saluran pemasaran melakukan kerja dengan memindahkan barang
dari produsen ke konsumen. Saluran ini mengatasi kesenjangan waktu, tempat, dan kepemilikan yang memisahkan barang dan jasa dari yang akan menggunakan. Angggota – anggota dalam saluran pemasaran melakukan beberapa fungsi utama dan berpartisipasi dalam arus pemasaran sebagai berikut : 1.
Informasi : pengumpulan dan pentebaran informasi riset pemasaran mengenai pelanggan potensial dan pelanggan saat ini, pesaing, dan pelaku kekuatan lain dalam lingkungan pemasaran.
2.
Promosi : pengembangan dan penyebaran komunikasi persuasif mengenai penawaran yang dirancang untuk menarik pelanggan.
3.
Negosiasi: usaha untuk mencapai persetujuan akhir mengenai harga dan syarat-syarat lain sehingga pengalihan kepemilikan dapat dipengaruhi.
12
4.
Pesanan : komunikasi kebelakang yang bermaksud mengadakan pembelian oleh anggota saluran pemasaran kepada produsen
5.
Pendanaan : penerimaan dan pengalokasian dana yang yang dibutuhkan untuk penyediaan persediaan pada tingkat saluran pemasaran yang berbeda.
6.
Pengambilan resiko : asumsi risiko yang terkait dengan pelaksanaan kerja saluran pemasaran.
7.
Kepemilikan fisik : gerakan penyimpanan dan pemindahan produk fisik mulai dari bahan mentah hingga produk jadi ke pelanggan.
8.
Pembayaran : pembeli yang membayar melalui bank dan lembaga keuangan lainnya kepada penjual.
9.
Kepemilikan : pengalihan kepemilikan dari satu organisasi atau individu kepada organisasi atau individu lainnya.
2.
Jumlah tingkat saluran pemasaran Saluran pemasaran dapat di karakteristikkan dengan jumlah tingkat
saluran. Setiap perantara yang menjalankan pekerjaan tertentu untuk mengalihkan produk dan kepemilikannya agar lebih mendekati pembeli akhir bisa di sebut tingkat saluran. Sebuah saluran tingkat nol (disebut sebagai saluran langsung) terdiri dari sebuah produsen yang menjual secara langsung kepelanggan akhir. Empat metode utama pemasaran langsung adalah dari pintu kepintu, partai rumah, pos langsung dan toko yang memiliki produsen Saluran pemasaran tingkat satu terdiri dari satu perantara penjualan seperti pengecer (retailer). Sebuah saluran tingkat dua terdiri dari perantara. 3.
Saluran dalam sektor jasa Kosep saluran pemasaran tidak terbatas untuk distribusi barang – barang.
Produsen dari jasa-jasa dan ide menghadapi masalah dalam melakukan pengadaan dan penyebaran output untuk populasi sasaran. Para produsen ini mengembangkan “sistem penyebaran pendidikan” dan “sistem pelayanan kesehatan”. Maka harus menetapkan agen-agen dan lokasi-lokasi untuk menjangkau populasi yang terdistribusi secara menyebar. Limbong dan Panggabean, (1985) dalam Nugraha (2006:17) ada empat cara untuk yang dapat digunakan untuk mengelompokkan lembaga-lembaga
13
pemasaran yang terlibat didalam proses penyaluran barang dari produsen sampai ke konsumen. Keempat cara tersebut yaitu: (a) penggolongan menurut fungsi yang dilakukan, (b) penggolongan menurut penguasaan terhadap barang, (c) penggolongan menurut kedudukan dalam struktur pasar, dan (d) penggolongan menurut bentuk usahanya. 1.
Penggolongan menurut fungsi yang dilakukan. Menurut fungsi yang dilakukan oleh suatu lembaga pemasaran, lembaga-
lembaga pemasaran dapat dikelompokkan menjadi tiga macam: (a) Lembaga pemasaran yang melakukan kegiatan pertukaran seperti pedagang, pengecer, grosir, dan lembaga-lembaga perantara lainnya; (b) Lembaga pemasaran yang melakukan kegiatan fisik pemasaran seperti lembaga pengolahan, lembaga pergudangan; dan (c) Lembaga pemasaran yang menyediakan fasilitas pemasaran, seperti Kredit Desa, KUD, lembaga yang menyediakan informasi pasar, lembaga yang melakukan pengujian kualitas (mutu) barang, dan lainnya. 2.
Penggolongan menurut penguasaan terhadap barang Berdasarkan penguasaan terhadap barang, lembaga-lembaga pemasaran
dapat dikelompokkan menjadi (a) lembaga ya ng menguasai dan memiliki barang yang dipasarkan, seperti pengecer, grosir, pedagang pengumpul, tengkulak, dan lainnya; (b) lembaga yang menguasai tetapi tidak memiliki barang yang dipasarkan, seperti agen, broker, lembaga pelelangan, dan lainnya; (c) lembaga yang tidak memiliki dan tidak menguasai barang yang dipasarkan, seperti lembaga pengangkutan, pengolahan, perkreditan, dan lainnya. 3.
Penggolongan menurut kedudukan dalam struktur pasar Berdasarkan
kedudukan
dalam
struktur
pasar,
lembaga-lembaga
pemasaran dapat dikelompokkan menjadi: (a) lembaga pemasaran yang bersaing sempurna, seperti pedagang pengecer rokok, pengecer beras, dan lain- lain; (b) lembaga pemasaran bersaing monopolistik seperti pedagang asinan, pedagang benih, pedagang ubin, dan lain- lain; (c) lembaga pemasaran oligopolis seperti importir gula di Indonesia ; (d) lembaga pemasaran monopolis seperti perusahaan pengolahan tepung gandum di Indonesia.
14
4.
Penggolongan menurut bentuk usahanya Menurut bentuk usahanya, lembaga-lembaga pemasaran yang ada dapat
dikelompokkan menjadi (a) berbadan hukum, seperti Perseroan Terbatas, Koperasi, dan semacamnya; dan (b) tidak berbadan hukum, seperti perusahaan perseorangan, pedagang pengecer, tengkulak, dan lain-lain. Lembaga
pemasaran
adalah
badan
usaha
atu
individu
yang
menyelenggrakan pemasaran, menyalurkan jasa dan komoditi dari produsen kepada konsumen akhir serta mempunyai hubungan dengan badan usaha atau individu lainnya Sudiyono (2004:79). Menurut penguasaanya terhadap komoditi yang diperjual belikan lembaga pemasaran ini dapat dibedakan menjadi tiga, yaitu: Pertama ; Lembaga yang tidak memiliki tapi menguasai benda, seperti agen perantara, mekelar (broker, selling broker, buying) Kedua
; Lembaga yang memiliki dan menguasai komoditi-komoditi pertanian yang diperjual belikan, seperti pedagang pengumpul, tengkulak, eksportir dan impor.
Ketiga ; Lembaga pemasaran yang tidak memiliki dan menguasai komoditikomoditi yang diperjual belikan, seperti perusahaan-perusahaan penyediaan fasilitas-fasilitas transportasi, asuransi pemasaran dan perusahaan penentu kualitas produk pertanian (surveyor). C. Margin Pemasaran Dalam teori harga yang asumsikan bahwa penjual dan pembeli bertemu langsung sehingga harga yang di tentukan oleh kekuatan penawaran dan permintaan secara agregat. Dengan demikian disimpulkan tidak ada tidak ada perbedaan antara harga di tingkat petani dengan harga di tigkat pengecer atau konsumen. Marjin tataniaga dapat didefinisikan sebagai perbedaan harga yang dibayar konsumen dengan harga yang diterima produsen. Tetapi dapat juga marjin tataniaga ini dinyatakan sebagai nilai dari jasa-jasa pelaksanaan kegiatan tataniaga sejak dari tingkat produsen hingga tingkat konsumen akhir. Komponen marjin
15
pemasaran menurut Sudiyono (2005) dalam Fitrina (2007:30) terdiri dari : (1) Biaya-biaya yang diperlukan lembaga-lembaga pemasaran untuk melakukan fungsi-fungsi pemasaran yang disebut biaya pemasaran atau biaya fungsional (functional cost) dan (2) Keuntungan (profit) lembaga pemasaran. Biaya tataniaga adalah semua jenis biaya yang dikeluarkan oleh lembagalembaga yang terlibat dalam sistem tataniaga suatu komoditi dalam proses penyampaian komoditi tersebut mulai dari produsen sampai konsumen dan mempunyai motivasi atau tujuan untuk mencari atau memperoleh keuntungan dari pengorbanan yang diberikan. Semakin banyak lembaga tataniaga yang terlibat dalam penyaluran suatu komoditi dari titik produsen sampai titik konsumen, maka akan semakin besar perbedaan harga komoditi tersebut. Menurut Daly et.al., (1962) dalam Sudiono (2004:94) margin pemasaran dapat di definisikan pertama, margin pemasaran merupakan perbedaan harga yang di bayarkan konsumen dengan harga yang di teriam petani. Kedua, margin pemasaran merupakan biaya dari jasa-jasa pemasaran yang dibutuhkan sebagai akibat permintaan dan pemnawaran dari jasa-jasa pemasaran. Komponen margin pemasaran ini terdiri dari ; 1). Biaya-biaya yang di perlukan lembaga-lembaga pemasaran untuk melakukan fungsi-fungsi pemasaran yang disebut biaya pemasaran atau biaya fungsional dan 2) keuntungan (profit) lembaga pemasaran. Menurut Amang et.al., (1996) dalam Rahim dan Diah (2007:127) margin pemasaran diartikan sebagai perbedaan antar harga yang dibayarkan oleh konsumen untuk membeli produk dengan harga yang dibayarkan oleh konsumen untuk membeli produk dengan harga pabrik yang diterima oleh produsen yang membuat produk tersebut. Margin pemasaran (marketing margin) adalah harga yang dibiayai oleh konsumen dikuragi harga yang diterima oleh produsen. Tingkat yang harus di bayarkan oleh produsen sangat tergantung pada bentuk dan struktur pasar yang berlaku, baik pasar bersaing (penjual dan pembeli banyak), pasar monopsoni (pembeli tunggal), pasar oligopsoni (pembeli sedikit). Margin pemasaran menjadi tinggi akibat bagian yang diterima petani (farmer’s share) menjadi kecil. Hal ini sangat tidak menggairahkan produksen untuk ber produksi Hanafie (2010 :209).
16
Berdasarkan penjelasan sebelumnya, dapat disimpulkan bahwa margin pemasaran atau tataniaga komoditas pertanian adalah selisih harga dari yang dibayarkan di tingkat pengecer (konsumen) dengan harga yang diterima oleh produsen (petani/nelayan/peternak). Dengan kata lain, margin pemasaran merupakan perbedaan harga ditingkat konsumen (harga yang terjadi karena perpotongan kurva penawaran primer (primary demand curve) dengan kurva penawaran primer (primary supply) dengan permintaan turunan (derived demand). Margin pemasaran adalah selisih harga di tingkat pengecer dengan harga di tingkat pengecer dengan harga ditingkat petani (M = Pr - Pf). Secara matematik, besarnya margin pemasaran dapat dirumuskan sebagai berikut: Di mana : Mp = Pr – Pf
1.
Mp
: margin pemasaran (Rp)
Pr
: harga di tingkat pengecer (Rp)
Pf
: harga di tingkat petani (Rp)
Distribusi margin pemasaran Pada uraian di jelaskan bahwa mergin pemasaran merupaka selisih antara
yang di bayarkan oleh konsumen dan harga yang di terima petani (Pr-Pf). Berdasarkan pemasaran dijelaskan bahwa margin pemasaran sendiri terdiri dari biaya-biaya untuk melaksanakan fungsi-fungsi pemasaran dan keuntungan lembaga-lembaga pemasara yang terlibat dalam aktifitas pemasaran suatu komoditi pertanian Sudiyono (2004:103). Maka dapat di tentukan beberapa persen total bagian margin yang digunakan untuk melaksanakan fungsi pemasaran je–i oleh lembaga pemasaran ke-j berapa persen total bagian margin yang digunakan untuk keuntungan lembaga pemasaran ke-j adalah : Sbij
= [ cij / (pr-pf) ] [100%]
Cij
= Hjj – Hbj- Iij
Sedangkan keuntungan lembaga pemasaran ke –j Skj
= [Πij / (Pr – Pf) ] [ 100%]
Πij
= Hjj – Hbj – cij
17
Dimana : Sbij
= bagian biaya untuk melaksanakan fungsi pemasaran ke –i oleh lembaga pemasaran ke-j
Cij
= biaya untuk melaksanakan fungsi pemasaran ke-i oleh lembaga pemasaran ke-j
2.
Pr
= harga di tingkat pengecer
Pf
= harga di tingkat petani
Hjj
= harga jual lembaga pemasaran ke-j
Hbj
= harga lembaga pemasaran ke-j
Πij
= keuntungan lembaga pemasara ke-j
Skj
= bagan keuntungan lembaga pemasaran ke-j
Share (Bagian) Untuk mengetahui bagian (share) yang diterima petani/nelayan/peternak
dapat dilihat keterkaitannya antara pemasaran dan proses produksi. Komoditas yang di produksi secara efisien (biaya per unit tinggi) harus di jual dengan harga per unit lebih tinggi. Dengan demikian, bagian harga yang diterima petani (farmer’s share) menjadi kecil . Semakin panjang rantai pemasaran, biaya pemasaran akan semakin besar. Hal ini berakibat semakin banyak margin pemasaran sehingga harga yang diterima petani (farmer’s share) atau peternak semakin kecil. Menurut Kohls dan Joseph (1980) Cit Ginting (2001) dalam Rahim dan Diah (2007 : 140) besarnya margin yang diterima petani (farmer’s share) dipengaruhi oleh tingkat pemprosesan, biaya transportasi, keawetan, atau mutu, dan jumlah produksi. Besarnya share harga yang diterima petani/nelayan/peternak (Sp) dan harga yang dibayarkan konsumen dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut:
Dimana : Sp = Bagian (share) yang di terima petani Pf = Harga di tingkat petani
18
Pr = Harga di tingkat konsumen akhir atau harga di tingkat pengecer ( Rp) 3.
Biaya pemasaran komoditas pertanian Secara umum biaya merupakan pengorbanan yang dikeluarkan oleh
produsen (petani, nelayan, dan ternak) dalam mengelola usahataninya untuk mendapatkan hasil yang maksimal. Biayapun merupakan korbanan yang diukur untuk satu saluran alat tukar berupa uang yang dilakukan untuk mencapai tujuan tertentu dalam usahataninya. Biaya komoditas pertanian merupakan biaya yang dikeluarkan untuk kegiatan atau aktivitas usaha pemasaran komoditas pertanian. Biaya pemasaran komoditas pertanian meliputi biaya transportasi atau biaya angkut, biaya pungutan retribusi, dan lain-lain. Besarnya biaya pemasaran berbeda satu sama lain. Hal ini disebabkan lokasi pemasaran, macam lembaga pemasaran (pengumpul, pedagang besar, pengecer, dan sebagainnya) dan fektifitas pemasaran yang dilakukan, serta macam komoditasnya Rahim dan Diah (2007 : 141) 4.
Keuntungan pemasaran komoditas pertanian Keuntungan pemasaran komoditas pertanian merupakan selisih antara
harga yang dibayar ke produsen (petani, nelayan, peternak) dan harga yang dibayarkan konsumen akhir. Keuntungan pemasaran dapat pula disebut margin pemasaran (marketing margin). Perbedaan jarak dari produsen ke konsumen menyebabkan terjadinya perbedaan besarnya keuntungan. Oleh karena produsen tidak dapat bekerja sendiri untuk memasarkan produknya sehingga memerlukan pihak lain atau lembaga pemasaran untuk membantu memasarkan hasil produksinya, misalnya pedagang pengumpul, pedagang besar, pengecer, dan sebagainya. Masing-masing lembaga pemasaran ingin mendapatkan keuntungan sehingga harga yang dibayarkan oleh lembaga pemasaran itu berbeda-beda. Perbedaan harga masing-masing lembaga pemasaran sangat bervariasi tergantung besar kecilnya keuntungan yang diambil oleh masing-masing lembaga pemasaran. Jadi, harga jual tingkat produsen (petani, peternak, dan nelayan) akan lebih rendah dari pada harga jual di tingkat perantara akan lebih rendah dari pada harga jual di tingkat pedagang perantara (tengkulak, pengumpul, dan pedagang basar). Harga
19
jual tingkat pengecer atau harga beli di tingkat konsumen akhir Rahim dan Diah (2007 : 141). D. Penelitian Terdahulu Arinong dan Kadir (2008) melakukan penelitian analisis saluran pemasaran dan margin pemasaran kakao di Desa Timbusseng Kecamatan Pattalassang Kabupaten Gowa dengan tujuan penelitian adalah mengetahui saluran dan margin pemasaran kakao di Desa Timbuseng Kecamatan Pattalassang Kabupaten Gowa. Metode penelitian yang digunakan adalah metode survei yang bersifat deskriptif dan menggunakan rumus margin dan keuntungan.
Hasil
penelitian adalah bahwa saluran pemasaran yang dapat meningkatkan petani adalah petani → pedagang besar (eksportir) dengan keuntungan sebesar Rp. 11.045,-. Margin pemasaran yang tepat untuk produsen adalah 20.11 % sebesar Rp. 655/kg, dimana petani langsung menjual kakao ke pedagang besar (eksportir). Rasuli et.al., (2007) melakukan penelitian analisis margin pemasaran telur itik di Kelurahan Borongloe Kecamatan Bontomaranu Kabupaten Gowa dengan tujuan penelitian adalah untuk mengetahui model pemasaran telur itik dan berapa besar margin yang di terima produsen telur itik dan lembaga-lembaga pemasaran di Kelurahan Borongloe Kecamatan Bontomarannu Kabupaten Gowa. Metode yang digunakan adalah metode deskriptif kuantitatif.
Hasil penelitian adalah
saluran pemasaran langsung yaitu peternak itik → konsumen yang merupakan saluran pemasaran yang paling baik. Margin pemasaran yang paling besar diterima yaitu pedagang pengecer Rp.150 karena tambahan biaya pemasaran yang dikeluarkan lebih sedikit dibandingkan dengan pedagang pengumpul yaitu sebesar Rp. 50,- sedangkan pedagang pengumpul sebesar Rp. 75,-. Suarda (2009) melakukan penelitian saluran pemasaran sapi potong di Sulawesi Selatan dengan tujuan penelitian adalah untuk mengetahui saluran pemasaran sapi potong di Sulawesi Selatan. Metode penelitian deskriptif kuantitatif. Hasil penelitian yang dilakukan, adalah saluran pemasaran ternak sapi potong di Sulawesi Selatan dilalui tiga tipe saluran yaitu, saluran I produsen →
20
konsumen saluran II peternak → pedagang pnegumpul → konsumen dan saluran III peternak → pedagang pengumpul → pedagang antar pulau → konsumen. Harifuddin et.al., (2011) melakukan penelitian analisis margin dan efisien pemasaran rumput laut di Desa Mandelle Kecamatan Mandelle Kabupaten Pangkep dengan tujuan penelitian adalah untuk mengetahui bentuk saluran pemasaran, jumlah margin dan keuntungan serta efisiensi pemasaran yang di peroleh masing-masing lembaga pemasaran di Desa Mandalle Kecamatan Mandalle Kabupaten Pangkep. Metode penelitian deskriptif kuantitatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pola pemasaran penyaluran rumput laut di Desa Mandalle yaitu saluran I petani/produsen → pedagang pengumpul → pedagang besar → pedagang besar → eksportir. Saluran II petani/produsen → pedagang pengumpul → eksportir. Dengan jumlah margin saluran I dan saluran II sama Rp.750,- dan jumlah keuntungan sauran I sebesar Rp. 496/kg dan saluran II Rp. 529/kg hal ini menujukkan bahwa saluran II lebih efisien daripada saluran I. Nugraha, (2006) melakukan penelitian saluran pemasaran dan fungsi pemasaran jamur tiram segar di bogor propinsi Jawa Barat dengan tujuan penelitian untuk mengetahui saluran dan fungsi-fungsi pemasaran jamur tiram segar Kabupaten Bogor Propinsi Jawa Barat . Metode penelitian adalah metode survei deskriptif. Hasil penelitian adalah saluran pemasaran jamur tiram melalui dalalui enam saluran pemasaran yaitu, saluran I produsen → konsumen saluran II produsen → pengumpul → konsumen, saluran III produsen → pedagang besar →konsumen saluran IV produsen → pengumpul→ pedagang besar → pedagang menengah →dan konsumen, saluran V produsen → pengumpul → pedagang besar → pedagang menengah → pengecer→ konsumen saluran, VI produsen → pengecer → konsumen, sementara dua saluran lain yang tidak dapat diteliti secara lengkap adalah saluran VII produsen supplier supermarket → konsumen dan saluran VIII produsen → pengumpul → pedagang besar. Produsen melakukan fungsi pertukaran berupa penjualan, fungsi fisik berupa pengangkutan, dan fungsi fasilitas berupa sortasi, pengemasan, dan grading. Pengumpul melakukan fungsi pemasaran yaitu fungsi pertukaran seperti pembelian dan penjualan, fungsi fisik yaitu pengangkutan, dan fungsi fasilitas.
21
E. Kerangka Pikir Penelitian ini mengkaji tentang pemasaran sapi yang ada di Kecamatan Pulubala Kabupaten Gorontalo yang telah berjalan selama ini melibatkan lembaga lembaga pemasaran, seperti produsen, lembaga perantara dan konsumen akhir. Pemasaran yang berjalan selama ini lebih baik dimana dilihat dari segi keuntungan cukup untuk memenuhi kebutuhan mereka. Untuk itu dilakukan penelitian mengenai analisis pemasaran ternak sapi dan dampaknya terhadap margin pemasaran (studi kasus pasar pulubala). Dilihat dari Sudut pandang pertama yaitu pemasaran sapi dilakukan oleh beberapa lembaga pemasaran, yang dilalui oleh produsen, pedagang dan konsumen. Penelitian ini kemudian dianalisis menggunakan analisis data deskriptif dan kuantitatif. Analisis yang dilakukan terhadap kedua sudut pandang penelitian ini adalah analisis kualitatif yang meliputi analisis saluran pemasaran, analisis margin pemasaran, distribusi pemasaran, dan bagian yang diterima (share) oleh lembaga pemasaran. Berdasarkan penjelasan diatas maka dapat dilihat pada Gambar 1 kerangka pikir penelitian.
22
Berdasarkan tinjauan pustaka maka dapat di susun suatu kerangka pikir dalam penelitian ini seperti disajikan dalam gambar di bawah ini:
Analisis pemasaran ternak sapi
Produsen
Pedagang
Konsumen
Alat analisis - analisis deskriptif - analisis kuantitatif
- Saluran pemasaran - Margin pemasaran, distribusi margin, share Gambar 1. Kerangka pikir analisis pemasaran ternak sapi dan dampaknya terhadap margin pemasaran Ternak sapi di Kecamatan Pulubala Kabupaten Gorontalo (studi kasus pasar pulubala) F. Hipotesis Berdasarkan rumusan masalah dan kerangka pikir diatas maka hipotesis dalam penelitian ini yaitu : 1. Diduga bahwa terdapat saluran pemasaran lebih dari satu saluran pemasaran ternak sapi. 2. Diduga bahwa saluran pemasaran ternak sapi memberikan margin yang berbeda ditingkat lembaga pemasaran.
23