BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Mineral dalam Diet Mineral merupakan bagian dari tubuh dan memegang peranan penting dalam pemeliharaan fungsi tubuh, baik pada tingkat sel, jaringan, organ, maupun fungsi tubuh secara berlainan (Almatsier, 2004). Berdasarkan jumlah yang dibutuhkan mineral dikelompokkan menjadi dua, mineral makro yang dibutuhkan dalam jumlah yang tinggi (100 mg atau lebih) dan mineral mikro yang dibutuhkan dalam jumlah yang rendah (kurang dari 100 mg). Berdasarkan kriteria ini kalsium, fosfor, kalium, magnesium, natrium dan klorida adalah mineral makro (Silalahi, 2011). Beberapa sumber mineral dalam makanan sehari-hari adalah air mineral, air kelapa, buah-buahan seperti pisang, apel, semangka, serta sayuran seperti bayam. Kandungan kalsium, kalium, magnesium, dan natrium beberapa bahan makanan dapat dilihat pada Tabel 2.1. Tabel 2.1 Kandungan kalsium, kalium, magnesium, dan natrium beberapa bahan makanan Mineral (mg/100 g) Bahan Makanan Kalsium Kalium Magnesium Air mineral 10 2 Air kelapa 2,9 31,2 3 Pisang 5 358 27 Apel 6 107 5 Semangka 8 82 10 Bayam 99 558 79 Sumber: USDA Nutrient database
Natrium 2 10,5 18 1 1 70
Secara tidak langsung, mineral banyak yang berperan dalam proses pertumbuhan. Peran mineral dalam tubuh kita berkaitan satu sama lainnya, dan
Universitas Sumatera Utara
kekurangan atau kelebihan salah satu mineral akan berpengaruh terhadap kerja mineral lainnya (Poedjiadi, 1994). 2.1.1 Kalium Kalium merupakan salah satu mineral makro yang berperan dalam pengaturan keseimbangan cairan tubuh. Sebanyak 95% kalium berada di dalam cairan intraseluler (Almatsier, 2004). Bahan pangan yang mengandung kalium baik dikonsumsi penderita darah tinggi (Lingga, 2012). Asupan yang dianjurkan bagi orang dewasa adalah 4700 mg/hari. Kalium berfungsi untuk keseimbangan cairan dan kontraksi otot. Kalium dapat menurunkan tekanan darah. Kadar kalium rendah di dalam darah dapat mengancam hidup. Gejalanya meliputi hilang selera, kejang otot, kebigungan, peningkatan ekskresi kalsium dari urin dan akhirnya denyut jantung tidak teratur dan menurunkan kemampuan memompa darah (Silalahi, 2011). 2.1.2 Kalsium Kalsium merupakan mineral yang paling banyak terdapat di dalam tubuh, yaitu 1,5 – 2% dari berat badan orang dewasa atau kurang lebih sebanyak 1 kg (Barasi, 2004). Peningkatan kebutuhan akan kalsium terjadi pada masa pertumbuhan, kehamilan, dan menyusui (Almatsier, 2004). Kalsium dibutuhkan untuk perkembangan tulang. Kalsium juga berfungsi dalam proses pembekuan darah, kontraksi otot dan metabolisme sel. Kekurangan kalsium dapat menyebabkan hipertensi dan menambah resiko penyakit kanker seperti kanker kolon. Batas maksimum kalsium adalah 2500 mg/hari berdasarkan pertimbangan resiko pembentukan batu ginjal (Silalahi, 2011). Kekurangan
Universitas Sumatera Utara
kalsium pada masa pertumbuhan dapat menyebabkan gangguan pertumbuhan. Tulang kurang kuat, mudah bengkok dan rapuh (Almatsier, 2004). 2.1.3 Magnesium Magnesium memegang peranan penting dalam lebih dari tiga ratus jenis sistem enzim di dalam tubuh. Magnesium bertindak di dalam semua sel jaringan lunak sebagai katalisator dalam reaksi-reaksi biologik termasuk reaksi-reaksi yang berkaitan dengan metabolisme energi, karbohidrat, lipida, protein, dan asam nukleat serta dalam sintesis, degradasi, dan stabilitas bahan gen Deoxyribonucleic acid (DNA). Sebagian besar reaksi ini terjadi dalam mitokondria sel. Magnesium mencegah kerusakan gigi dengan cara menahan kalsium di dalam email gigi (Almatsier, 2004). Kekurangan magnesium akan menyebabkan denyut jantung yang tidak teratur, disertai dengan kelelahan, kejang, mual dan muntah. Magnesium dibutuhkan sebanyak 310 - 400 mg/hari (Silalahi, 2011). 2.1.4 Natrium Natrium adalah kation utama dalam darah dan cairan ekstraselular. Fungsi natrium di dalam tubuh bersama-sama dengan kalium menjaga keseimbangan cairan di dalam tubuh dan sebagai penghantar impuls dalam serabut syaraf (Almatsier, 2004). Konsumsi harian kita terhadap natrium yang berlebih, perlu diimbangi dengan konsumsi kalium yang tinggi (Lingga, 2012). Kebutuhan natrium bagi orang dewasa adalah 200 mg/hari, tetapi asupan yang cukup adalah 1500 mg/hari. Kekurangan natrium terjadi karena muntah dan mencret. Biasanya diatasi dengan minuman elektrolit. Batas maksimum natrium
Universitas Sumatera Utara
bagi orang dewasa adalah 2300 mg/hari. Kelebihan natrium dapat menyebabkan hipertensi dan meningkatkan resiko pembentukan batu ginjal (Silalahi, 2011). Perubahan kadar natrium dapat mempengaruhi tekanan darah tetapi tidak dengan sendirinya menyebabkan tekanan darah tinggi. Meskipun demikian, terdapat cukup banyak bukti yang mendukung anggapan bahwa mengurangi asupan natrium dapat menurunkan tekanan darah (Barasi, 2007).
2.2 Kelapa Kelapa (Cocos nucifera, L.) merupakan salah satu anggota tanaman palmae yang paling dikenal dan banyak tersebar di daerah tropis. Daunnya panjang dapat mencapai 3-4 meter lebih dengan sirip-sirip lidi yang menopang tiap helaian. Dalam taksonomi tumbuh-tumbuhan, tanaman kelapa menurut hasil identifikasi tumbuhan dari Herbarium Medanense Universitas Sumatera Utara dimasukkan ke dalam klasifikasi sebagai berikut: Kingdom
: Plantae
Divisio
: Spermatophyta
Sub-divisio : Angiospermae Class
: Monocotyledonae
Ordo
: Arecales
Familia
: Arecaceae
Genus
: Cocos
Spesies
: Cocos nucifera L Ciri-ciri dari kelapa hijau yang dapat diamati antara lain seperti mulai
berbuah pada umur 6 - 8 tahun dan setelah ditanam, umur pohon mencapai 50
Universitas Sumatera Utara
tahun lebih. Pada umumnya tinggi batangnya mencapai 30 m. Buahnya berukuran besar, yaitu rata-rata beratnya 2 kg dengan daging buah ½ kg dan air ½ liter (Warisno, 2003). Buah kelapa terdiri dari kulit luar, sabut, tempurung, kulit daging (testa), daging buah dan air kelapa. Kulit luar merupakan lapisan tipis yang memiliki permukaan licin dengan warna bervariasi dari hijau, kuning sampai jingga, tergantung kepada kematangan buah dan varietasnya (Warisno, 2003). 2.2.1 Air Kelapa Air kelapa adalah cairan yang terdapat di rongga daging buah kelapa atau endosperm yang masih muda. Air kelapa ini mengisi ¾ bagian rongga sebelah dalam buah kelapa. Satu buah kelapa terdapat 200 - 1000 ml air kelapa (Lingga, 2012). Air kelapa hijau termasuk minuman yang alami dan higienis serta memiliki komposisi gizi yang cukup baik. Oleh karena itu dengan minum air kelapa hijau selain dapat memenuhi rasa haus juga dapat menyembuhkan beberapa jenis penyakit, seperti demam, demam berdarah, hipertensi dan batu ginjal. Ini dikarenakan air kelapa hijau memiliki unsur kalium yang tertinggi. Oleh karena itu, air kelapa hijau berperan penting dalam meningkatkan frekuensi pembuangan urin (Barlina, 2004). 2.2.2 Mineral dalam Air Kelapa Air kelapa mengandung gizi, tidak hanya unsur makro saja tapi juga unsur mikro. Unsur makro yang terdapat pada air kelapa adalah karbon (C) dan nitrogen (N). Unsur karbon dalam air kelapa berupa karbohidrat sederhana seperti glukosa, sukrosa, fruktosa, sorbitol, dan inositol. Unsur nitrogen berupa protein, tersusun dari asam-asam amino, seperti arginin, alanin, sistin, dan serin. Selain karbohidrat
Universitas Sumatera Utara
dan protein, air kelapa juga mengandung unsur mikro berupa mineral yang dibutuhkan tubuh. Mineral tersebut di antaranya kalium (K), natrium (Na), kalsium (Ca), magnesium (Mg), ferum (Fe), cuprum (Cu), fosfor (P), sulfur (S), dan klorida (Cl) (Barlina, 2004). Menurut Barlina (2004), komposisi mineral pada air kelapa dapat dilihat pada Tabel 2.2 berikut ini: Tabel 2.2 Komposisi Mineral pada Air Kelapa Kadar Mineral Kalsium (Ca) Kalium (K) Magnesium (Mg) Natrium (Na) Posfor (P) Chlorida (Cl) Sulfur (S) Besi (Fe) Nitrogen (N) Mangan (Mn) Seng (Zn) Tembaga (Cu)
Jumlah (mg/l) 994 7300 262 5,1 1) 186 18302) 35,4 11,54 432 49 18 0,8
2.2.3 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kadar Mineral dalam Air Kelapa Komposisi nutrisi dari air kelapa secara langsung dipengaruhi oleh jenis varietas kelapa, dan perbedaan tingkat kematangan buah, secara tidak langsung dipengaruhi oleh lingkungan hidup yang sesuai untuk pertumbuh (Barlina, dkk., 1995). Faktor lingkungan itu adalah suhu, ketinggian tempat, letak geografis, curah hujan, keadaan angin, penyinaran matahari, kelembapan udara dan tanah (Warsino, 2003). Tanaman kelapa dapat tumbuh di dataran rendah sampai dataran tinggi. Tanaman kelapa tumbuh dengan baik di daerah dataran rendah. Ketinggian tempat yang optimal adalah 0 - 450 meter di atas permukaan laut. Pada ketinggian tempat
Universitas Sumatera Utara
ini, kelapa dapat tumbuh dan berbuah lebih cepat. Serta produksi banyak dan kadar minyak yang lebih tinggi (Setyamidjaja, 1985). Di daerah dataran tinggi pertumbuhan tanaman kelapa sangat lambat dan pembuahan kurang memuaskan. Di daerah yang memiliki ketinggian lebih dari 1000 m di atas permukaan laut tanaman kelapa dapat tumbuh, dengan pertumbuhan yang sangat lambat, serta produksi sedikit dan kadar minyak yang rendah. Bahkan, kadang-kadang tanaman sulit berbuah atau tidak berbuah sama sekali (Warisno, 2003). Komposisi mineral dalam air kelapa berasal dari penyerapan unsur hara tanah oleh akar. Banyak sedikitnya unsur hara yang diserap dipengaruhi oleh kelembapan tempat tumbuhnya. Kelembapan yang terlalu tinggi menyebabkan pertumbuhan lambat. Selain itu, kelembapan yang terlalu tinggi akan mengurangi penguapan sehingga kemampuan pengambilan unsur hara menurun. Kelembapan yang terlalu rendah dapat menyebabkan rontoknya buah, rusaknya mahkota dan mengakibatkan terbakarnya daun kelapa (Warisno, 2003). 2.2.4 Penetapan Kadar Mineral dalam Air Kelapa Telah banyak dilakukan penelitian yang berkenaan dengan penetapan kadar mineral dalam air kelapa. Annisa (2010), melakukan penelitian untuk membandingkan kadar kalium pada air kelapa hijau dari dua tempat berbeda, yaitu dataran tinggi dan dataran rendah. Dalam penelitian ini, persiapan sampel diawali dengan metode destruksi basah menggunakan HNO3(p) sebanyak 5 ml dan sampel sebanyak 50 ml, selanjutnya dilaksanakan analisis kualitatif dan kuantitatif dari larutan sampel.
Universitas Sumatera Utara
Minawati (2011), melakukan penelitian yang membandingkan kadar kalium dan natrium pada air kelapa hijau dari dua varietas berbeda, yaitu varietas kelapa hijau dan varietas kelapa gading. Metode persiapan sampel diacu kepada metode yang digunakan oleh Annisa (2011), dengan sedikit modifikasi jumlah HNO3(p) dan sampel, yaitu secara berturut-turut 15 ml dan 5 ml. Arsa (2011), melakukan penelitian tentang pengaruh tingkat kematangan terhadap kadar kalium dan natrium pada air kelapa hijau, kelapa gading dan kelapa hibrida. Dalam hal ini digunakan metode destruksi basah menggunakan HNO3(p) sebanyak 0,5 ml dan sampel 10 ml. Dalam penelitian ini, faktor yang dijadikan acuan untuk menyatakan buah kelapa itu sangat muda, muda dan tua adalah penampakan dan ciri dari daging buah kelapa. Kelapa yang sangat muda dicirikan dari belum adanya daging buah pada batok muda buah kelapa. Kelapa muda dicirikan dengan adanya daging buah yang lembek yang terdapat pada batok kelapa. Sedangkan kelapa tua memiliki daging buah yang keras atau daging buahnya sudah bisa diparut. Ketiga penelitian di atas menggunakan metode spektrofotometri serapan atom (SSA) untuk analisis kuantitatif mineral. Selain
dengan
metode
spektrofotometri
serapan
atom,
metode
kompleksometri dan gravimetri banyak digunakan untuk penetapan kadar kalium, kalsium, magnesium, dan natrium (Gandjar dan Rohman, 2009).
2.3 Spektrofotometri Serapan Atom Spektrofotometri serapan atom didasarkan pada penyerapan energi sinar oleh atom-atom netral, dan sinar yang diserap biasanya sinar tampak atau sinar ultraviolet (Gandjar dan Rohman, 2009).
Universitas Sumatera Utara
Spektrofotometri serapan atom digunakan untuk analisis kuantitatif unsurunsur mineral dalam jumlah sekelumit (trace) dan sangat sekelumit (ultratrace). Cara analisis ini memberikan kadar total unsur mineral dalam suatu sampel dan tidak tergantung pada bentuk molekul mineral dalam sampel tersebut. Cara ini cocok untuk analisis sekelumit mineral karena mempunyai kepekaan yang tinggi (batas deteksi kurang dari 1 ppm), pelaksanaanya relatif sederhana, dan interferensinya sedikit (Gandjar dan Rohman, 2009). Atom-atom logam diuapkan dalam suatu nyala dan radiasi dilewatkan melalui nyala tersebut. Dalam hal ini, atom-atom yang diuapkan, yang sebagian besar terdapat dalam keadaan dasarnya, sehingga tidak memancarkan energi yang berkaitan dengan perbedaan antara keadaan dasar dan keadaan tereksitasinya. Prinsip dari spektofotometer serapan atom adalah atom atom pada keadaan dasar mampu menyerap cahaya pada panjang gelombang tertentu, yang pada umumnya adalah panjang gelombang radiasi yang akan dipancarkan atom atom itu bila kembali ke keadaan dasar dari keadaan tereksitasi. Jika pada cahaya dengan panjang gelombang tertentu dilewatkan nyala yang mengandung atom atom yang bersangkutan maka sebagian cahaya itu akan diserap dan banyaknya penyerapan akan berbanding lurus dengan banyaknya atom keadaan dasar yang berada dalam nyala. Lampu yang digunakan disebut ‘lampu katoda rongga’ dan katoda tersebut dilapisi dengan logam yang akan dianalisis. Kerugian teknik ini adalah bahwa lampu harus selalu diganti tiap kali suatu unsur yang berbeda sedang dianalisis dan hanya satu unsur yang dapat dianalisis pada sewaktu-waktu. Instrumeninstrumen modern memiliki sekitar 12 lampu yang tersusun, yang dapat secara otomatis berputar (Watson, 2005).
Universitas Sumatera Utara
Metode spektrofotometri serapan atom berdasarkan pada absorbsi cahaya oleh atom. Atom-atom akan menyerap cahaya pada panjang gelombang tertentu, tergantung
pada
sifat
unsurnya.
Dasar
analisis
menggunakan
teknik
spektrofotometri serapan atom adalah bahwa dengan mengukur besarnya absorbsi oleh atom analit, maka konsentrasi analit tersebut dapat ditentukan (Gandjar dan Rohman, 2009). Lampu katoda berongga diisi dengan gas mulia bertekanan rendah. Dengan pemberian tegangan pada arus tertentu, logam mulai memijar, dan atomatom logam katodanya akan teruapkan dengan pemercikan. Atom akan tereksitasi kemudian mengemisikan radiasi pada panjang gelombang tertentu (Gandjar dan Rohman, 2009). Menurut Gandjar dan Rohman (2009), Komponen Spektrofotometer Serapan Atom dapat dilihat pada Gambar 2.1.
Gambar 2.1 Komponen Spektrofotometer Serapan Atom Menurut Gandjar dan Rohman (2009), Suatu spektrofotometer serapan atom terdiri atas komponen-komponen berikut ini: a. Sumber cahaya Lampu katoda berongga yang dilapisi dengan unsur yang sedang dianalisis.
Universitas Sumatera Utara
b. Nyala Nyala biasanya berupa udara/asetilen, menghasilkan suhu ± 2500ºC, dinitrogen oksida/asetilen dapat digunakan untuk menghasilkan suhu 3000ºC, yang diperlukan untuk menguapkan garam-garam dari unsurunsur seperti alumunium atau kalsium. c. Monokromator Monokromator digunakan untuk menyempitkan lebar pita radiasi yang sedang diperiksa sehingga diatur untuk memantau panjang gelombang yang sedang dipancarkan oleh lampu katode rongga. Ini menghilangkan interferensi oleh radiasi yang dipancarkan dari nyala tersebut, dari gas pengisi di dalam lampu katode rongga, dan dari unsur-unsur lain di dalam sampel tersebut. d. Detektor Detektor berupa sel fotosensitif. Pemilihan
bahan
bakar
dan
gas
pengoksidasi
serta
komposisi
perbandingannya sangat mempengaruhi suhu nyala (Gandjar dan Rohman, 2009). Umumnya bahan bakar yang digunakan adalah propana, butana, hidrogen dan asetilen, sedangkan oksidatornya adalah udara, oksigen dan dinitrogen oksida (Khopkar, 1985). Gangguan-gangguan (interference) yang ada pada AAS adalah peristiwaperistiwa yang menyebabkan pembacaan absorbansi unsur yang dianalisis menjadi lebih kecil atau lebih besar dari nilai yang sesuai dengan konsentrasinya dalam sampel (Gandjar dan Rohman, 2009).
Universitas Sumatera Utara
Menurut Gandjar dan Rohman (2009), gangguan-gangguan yang terjadi pada Spektrofotometri Serapan Atom adalah: 1. Gangguan yang berasal dari matriks sampel yang mana dapat mempengaruhi banyaknya sampel yang mencapai nyala. 2. Gangguan kimia yang dapat mempengaruhi jumlah atau banyaknya atom yang terjadi di dalam nyala. 3. Gangguan oleh absorbansi yang disebabkan bukan oleh absorbansi atom yang dianalisis, yakni absorbansi oleh molekul-molekul yang tidak terdisosiasi di dalam nyala. 4. Gangguan oleh penyerapan non-atomik.
2.4 Validasi Metode Analisis Validasi metode analisis adalah suatu tindakan penilaian terhadap parameter tertentu berdasarkan percobaan laboratorium untuk membuktikan bahwa parameter tersebut memenuhi persyaratan untuk penggunaannya (Harmita, 2004). Beberapa parameter analisis yang harus dipertimbangkan dalam validasi metode analisis adalah sebagai berikut: a. Kecermatan Kecermatan adalah ukuran yang menunjukkan derajat kedekatan hasil analisis dengan kadar analit yang sebenarnya. Kecermatan dinyatakan sebagai persen perolehan kembali (recovery) analit yang ditambahkan. Kecermatan ditentukan dengan dua cara, yaitu:
Universitas Sumatera Utara
-
Metode simulasi Metode simulasi (Spiked-placebo recovery) merupakan metode yang
dilakukan dengan cara menambahkan sejumlah analit bahan murni ke dalam suatu bahan pembawa sediaan farmasi (plasebo), lalu campuran tersebut dianalisis dan hasilnya dibandingkan dengan kadar analit yang ditambahkan (kadar yang sebenarnya) (Harmita, 2004). -
Metode penambahan baku Metode penambahan baku (standard addition method) merupakan metode
yang dilakukan dengan cara menambahkan sejumlah analit dengan konsentrasi tertentu pada sampel yang diperiksa, lalu dianalisis dengan metode yang akan divalidasi. Hasilnya dibandingkan dengan sampel yang dianalisis tanpa penambahan sejumlah analit. Persen perolehan kembali ditentukan dengan menentukan berapa persen analit yang ditambahkan ke dalam sampel dapat ditemukan kembali (Harmita, 2004). b. Keseksamaan Keseksamaan atau presisi diukur sebagai simpangan baku relatif atau koefisien variasi. Keseksamaan atau presisi merupakan ukuran yang menunjukkan derajat kesesuaian antara hasil uji individual ketika suatu metode dilakukan secara berulang untuk sampel yang homogen (Harmita, 2004). c. Linearitas dan rentang Linearitas adalah kemampuan metode analisis yang memberikan respon baik secara langsung maupun dengan bantuan transformasi matematika, menghasilkan suatu hubungan yang proporsional terhadap konsentrasi analit dalam sampel (Harmita, 2004).
Universitas Sumatera Utara
d. Batas Deteksi dan Batas Kuantitasi Batas deteksi merupakan jumlah terkecil analit dalam sampel yang dapat dideteksi yang masih memberikan respon signifikan, sedangkan batas kuantitasi merupakan kuantitas terkecil analit dalam sampel yang masih dapat memenuhi kriteria cermat dan seksama (Harmita, 2004).
Universitas Sumatera Utara