BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Dasar Teori
2.1.1
Sistem Pendukung Keputusan (SPK)
2.1.1.1 Definisi Sistem Pendukung Keputusan (SPK) Pada awal tahun 1970-an, Scott-Morton (dikutip dalam Turban, Sharda, & Delen 2011) pertama kali menyampaikan konsep utama dari sistem pendukung keputusan (SPK). Dia mendefinisikan sistem pendukung keputusan (SPK) sebagai sistem interaktif berbasis komputer, yang membantu pengambil keputusan dalam memanfaatkan data dan model untuk menangani permasalahan yang tidak terstruktur. Definisi lain yang dikemukakan oleh Keen dan Scott-Morton (1978) (dikutip dalam Turban, Sharda, & Delen 2011) menyatakan bahwa sistem pendukung keputusan merupakan gabungan dari sumber daya intelektual individu dengan kemampuan komputer untuk meningkatkan kualitas keputusan. Ini adalah sebuah sistem pendukung berbasis komputer bagi para pengambil keputusan yang menangani masalah semi terstruktur (Turban, Sharda, & Delen 2011). Marek dan Roger (2002) mengemukakan bahwa sistem pendukung keputusan adalah sistem berbasis komputer interaktif yang membantu pengguna dalam kegiatan penilaian dan pemilihan. SPK menyediakan penyimpanan dan pengambilan data tetapi meningkatkan akses informasi dan pengambilan fungsi tradisional yang mendukung untuk pembentukan dan penalaran berbasis model. SPK mendukung kerangka, pemodelan, dan penyelesaian masalah. Kemudian Turban (1995) mendefinisikan SPK sebagai sistem informasi komputer interaktif, fleksibel, dan mudah beradaptasi, terutama dikembangkan untuk mendukung solusi dari masalah manajemen yang tidak terstruktur guna pengambilan keputusan (decision-making) yang lebih baik. 2.1.1.2 Arsitektur Sistem Pendukung Keputusan (SPK) Sistem Pendukung Keputusan membutuhkan penggunaan data dalam memecahkan masalah. Data bisa diperoleh dari berbagai sumber, termasuk Web.
Setiap permasalahan yang harus diselesaikan dan setiap kesempatan atau strategi yang harus di analisis, memerlukan beberapa data. Data merupakan komponen pertama dari arsitektur sistem pendukung keputusan. Data terkait dengan situasi tertentu, dimanipulasi dengan menggunakan model. Model ini, merupakan komponen kedua dari arsitektur DSS. Beberapa sistem memiliki komponen pengetahuan (intelligence). Ini merupakan komponen ketiga dari arsitektur sistem pendukung keputusan. Arstitektur dari sistem pendukung keputusan dapat dilihat pada Gambar 2.1.:
MODELS
DATA
KNOWLEDGE
USER INTERFACE Gambar 2. 1. Arsitektur sistem pendukung keputusan (Turban, Sharda, & Delen, 2011)
Ketika membuat sistem pendukung keputusan, sangat penting untuk merencanakan sistem kemudian membangun komponennya. Kebanyakan sistem pendukung keputusan, menggunakan model-model standar (sesuai keinginan pengguna) dalam menganalisis keputusan (Turban, Sharda, & Delen, 2011).
2.1.1.3 Komponen Sistem Pendukung Keputusan (SPK) Aplikasi sistem pendukung keputusan bisa terdiri dari subsistem data manjemen, subsistem model manajemen, subsistem user interface, dan subsistem manajemen berbasis pengetahuan (Turban, Sharda, & Delen, 2011). a. Subsistem Data Manjemen (Data Mangement Subsystem) Subsistem data manjemen meliputi database yang mengandung data yang relevan dengan keadaan dan dikelola oleh software yang disebut Database Management
System
(DBMS).
Subsistem
data
manjemen
bisa
berhubungan dengan data warehouse, repositori untuk data perusahaan pengambilan keputusan yang relevan. Biasanya data disajikan atau diakses melalui database Web server. b. Subsistem Model Manajemen (Model Mangement Subsystem) Subsistem model manajemen adalah software package terdiri dari modelmodel finansial, statistik, ilmu manajemen, atau model kuantitatif, yang menyediakan kemampuan analisa sistem dan manajemen software yang sesuai. c. Subsistem User Interface (User Interface Subsystem) User berkomunikasi dengan dan memberikan perintah (commands) pada sistem pendukung keputusan melalui subsistem user interface. User merupakan bagian dari sistem. d. Subsistem Manajemen Pengetahuan (Knowledge Mangement Subsystem) Subsistem manajemen berbasis pengetahuan merupakan subsistem yang dapat mendukung subsistem lain atau berlaku sebagai komponen yang berdiri sendiri.
2.1.2 Simple Additive Weighting (SAW) Metode Simple Additive Weighting (SAW) yang juga dikenal dengan istilah metode penjumlahan berbobot adalah salah satu metode Multiple-Attribute Decision Making (MADM) yang paling terkenal dan paling banyak digunakan. Metode SAW pertama kali dimanfaatkan oleh Chruchman dan Ackoff (1954) untuk menyelesaikan masalah seleksi (Tzeng & Huang, 2011). Metode SAW juga
merupakan salah satu metode yang sering digunakankan ketika data yang gunakan merupakan data yang tidak stabil atau dapat berubah-ubah sehingga perlu dilakukan analisa sensitivitas, hal ini dikarenakan metode SAW memungkinkan peneliti mengubah bobot dari atribut (Memariani, Amini & Alinezhad, 2009). Metode SAW disasarkan pada konsep perangkingan dengan perbandingan berpasangan antara alternatif pada kriteria tertentu. Metode SAW terdiri dari 2 konsep dasar (Virvou, 2008): a. Buat skala nilai dari n kriteria untuk membuat perbandingan. Ada kasus dimana interval nilai skala beberapa kriteria adalah [0,1] sedangkan yang lainnya memiliki nilai skala [0,100]. Nilai-nilai tersebut tidak mudah untuk diperbandingkan. Solusi untuk masalah ini adalah dengan mengubah nilainilai kriteria menjadi sedemikian rupa sehingga berada di interval yang sama. Jika nilai-nilai kriteria sudah memiliki skala yang sama, langkah ini dihilangkan. b. Jumlahkan nilai-nilai dari n kriteria untuk setiap alternatif. Setelah bobot dan nilai n kriteria ditentukan, nilai dari fungsi multi-kriteria dihitung untuk setiap alternatif sebagai kombinasi linear dari n kriteria Kelebihan
dari
metode Simple
Additive
Weighting (SAW)
adalah
perubahan linear yang proporsional atau sebanding dari data mentah, yang berarti bahwa besarnya urutan relative dari nilai standar tetap sama (Soylemez, 2009). Metode SAW membutuhkan proses normalisasi matriks keputusan (X) ke suatu skala yang dapat dibandingkan dengan semua rating alternatif yang ada. Berikut ini adalah langkah-langkah algoritma metode SAW: a. Menentukan alternatif yang akan digunakan dalam penelitian, yaitu Ai. b. Menentukan kriteria yang akan dijadikan sebagai instrumen pengambilan keputusan, yaitu Cj. c. Menentukan bobot untuk setiap kriteria yang telah ditentukan, yaitu Wj. d. Membuat tabel rating kecocokan dari setiap alternatif pada setiap kriteria. e. Membuat matrik keputusan (X) dari tabel rating kecocokan yang telah dibuat sebelumnya.
f. Menghitung normalisasi dari matrik keputusan (X), seperti pada persamaan (2.1).
{ (
)
Keterangan : digunakan jika j adalah atribut/kriteria keuntungan (benefit), sedangkan
digunakan jika j adalah atribut/kriteria biaya (cost).
adalah nilai atribut yang dimiliki dari setiap kriteria. adalah rating kinerja ternormalisasi dari alternatif Ai pada atribut Cj, i=1,2,...,m dan j=1,2,...,n. g. Hasil normalisasi matrik keputusan (X), membentuk matrik keputusan ternormalisasi (R) h. Menghitung nilai preferensi (Vi) untuk setiap alternatif yaitu dengan penjumlahan perkalian matrik ternormalisasi R dengan vektor bobot, seperti pada persamaan (2.2).
∑
(
)
Keterangan : adalah rangking untuk setiap alternatif. adalah bobot dari setiap kriteria adalah rating kinerja ternormalisasi. Nilai Vi yang lebih besar mengindikasi bahwa alternatif Ai merupakan alternatif terbaik.
2.1.3 Outlier Hawkins (Hawkin, 1980) mendefinisikan outlier adalah data yang secara signifikan berbeda dari data lainnya yang ada. Sebuah outlier merupakan pengamatan yang menyimpang jauh dari pengamatan lain untuk membangkitkan kecurigaan bahwa pengamatan itu dihasilkan oleh mekanisme yang berbeda. Dixon dan Wainer (Osborne, 2004) mendefinisaikan outlier sebagai nilai yang “meragukan di mata peneliti” dan pencemar. Barnet dan Lewis menunjukkan bahwa observasi terpencil, atau outlier, adalah salah satu yang tampaknya menyimpang nyata dari anggota lain dari sampel, sama halnya Johnson juga mendefinisikan outlier sebagai pengamatan dalam kumpulan data yang tampaknya tidak konsisten dengan sisa data set (Ben-Gal, 2005). Outliers dapat memiliki efek merusak pada analisis statistik. Pertama, mereka umumnya berfungsi untuk meningkatkan kesalahan varians dan mengurangi kekuatan uji statistik. Kedua, jika didistribusikan secara non-acak, outlier dapat menurunkan normalitas. Ketiga, outlier dapat mempengaruhi penilaian substantif (Rasmussen,
1988; Schwager & Margolin, 1982;
Zimmerman, 1994; Ben-Gal, 2005). Barnett & Lewis mengemukakan bahwa tidak semua outlier adalah kontaminan (pencemar) yang tidak-diperbolehkan, dan tidak semua nilai yang tidak-diperbolehkan adalah outlier. (Ben-Gal, 2005). Outlier juga disebut sebagai kelainan, pertentangan, penyimpangan, atau anomali pada literatur data mining dan statistik. Dalam sebagian besar aplikasi, data yang dibuat oleh satu atau lebih proses, dapat mencerminkan aktivitas dalam sistem ataupun dapat berupa pengamatan
terhadap entitas. Ketika proses
menghasilkan perilaku yang tidak biasa, itu menghasilkan outlier. Oleh karena itu, outlier sering mengandung informasi yang berguna tentang karakteristik abnormal dari sistem dan entitas, yang berdampak pada proses pembuatan data. Pengenalan terhadap karakteristik yang tidak biasa (abnormal) ini, memberikan pengertian yang berguna (Aggarwal, 2013). Outlier muncul karena kesalahan manusia (human-error), kesalahan instrumen, penyimpangan alami dalam populasi, perilaku kecurangan, perubahan perilaku sistem atau kesalahan pada sistem (Hodge & Austin, 2004). Outlier bisa
muncul dari beberapa mekanisme ataupun penyebab yang berbeda. Anscome memisahkan outlier ke dalam dua kategori utama: outlier yang muncul dari error pada data, dan outlier yang muncul dari variabel yang melekat pada data (BenGal, 2005). Pada banyak analisis data, sejumlah besar variabel direkam atau dijadikan sampel. Salah satu langkah pertama untuk mendapatkan analisis yang koheren adalah dengan deteksi pengamatan outlier. Meskipun outlier sering dianggap sebagai kesalahan atau gangguan, mereka dapat membawa informasi penting. Outlier terdeteksi adalah kandidat untuk data menyimpang yang sebaliknya menyebabkan kesalahan spesifikasi, penyimpangan penilaian parameter dan kesalahan hasil. Hal ini penting untuk diidentifikasi sebelum melakukan pemodelan dan analisis (Williams et al., 2002; Liu et al., 2004; Ben-Gal, 2005). Dengan mendeteksi dan mempelajari karakteristik yang tidak biasa dari outlier, dapat membantu untuk mengetahui pengetahuan yang tersembunyi di balik outlier dan membantu para pengambil keputusan untuk mendapatkan keuntungan ataupun meningkatkan kualitas layanan. Deteksi outlier telah digunakan selama berabad-abad untuk mendeteksi dan, bila sesuai, menghapus pengamatan anomali dari data. Deteksi outlier dapat mengidentifikasi kesalahan dan kecurangan sistem sebelum meningkatkan konsekuensi yang berpotensi bencana. Hal ini dapat mengidentifikasi kesalahan dan menghapus efeknya dalam mencemari kumpulan data dan untuk memurnikan data untuk diproses (Hodge & Austin, 2004). Metode deteksi outlier telah dimanfaatkan pada banyak aplikasi antara lain untuk mendeteksi penyalahgunaan kartu kredit, mendeteksi tindakan kriminal pada perdagangan elektronik, prediksi cuaca, dan pemasaran (marketing) (Zengyou, Xiaofei, Shengchun, 2006). Hodge & Austin (2004) mengungkapkan daftar yang lebih lengkap dari aplikasi yang memanfaatkan deteksi outlier, yaitu: a. Deteksi kecurangan – aplikasi deteksi kecurangan pada kartu kredit, deteksi penggunaan penipuan kartu kredit atau ponsel. b. Pengolahan aplikasi Pinjaman - untuk mendeteksi aplikasi penipuan atau mendeteksi kustomer yang berpotensi mempunyai masalah.
c. Deteksi gangguan - mendeteksi akses yang tidak sah dalam jaringan komputer. d. Kegiatan monitoring - mendeteksi kecurangan ponsel dengan memantau aktivitas telepon atau perdagangan yang mencurigakan di pasar modal. e. Performa Jaringan - pemantauan performa jaringan komputer, misalnya untuk mendeteksi kemacetan jaringan. f. Diagnosis kesalahan - proses pemantauan untuk mendeteksi kesalahan pada motor, generator, pipa atau instrumen ruang pada pesawat ulang-alik misalnya. g. Deteksi cacat struktural - memantau garis manufaktur untuk mendeteksi kesalahan produksi. h. Analisis citra satelit - mengidentifikasi fitur baru atau fitur dengan kesalahan klasifikasi. i. Mendeteksi kebaruan pada gambar - untuk neotaxis robot atau sistem surveilans. j. Segmentasi Gerak - mendeteksi gambar fitur bergerak secara independen dari background. k. Pemantauan Time-series - memantau keamanan aplikasi kritis seperti pengeboran atau kecepatan tinggi pada mesin penggilingan. l. Pemantauan kondisi medis - seperti memantau denyut jantung. m. Penelitian Farmasi - mengidentifikasi struktur molekul baru. n. Mendeteksi kebaruan dalam teks - untuk mendeteksi terjadinya berita, untuk deteksi dan pelacakan topik atau untuk trader (pedagang) dalam menentukan kekayaan atau komoditas. o. Mendeteksi inputan tak terduga dalam database - untuk data mining untuk mendeteksi kesalahan, penipuan atau inputan yang valid tapi tak terduga. p. Mendeteksi kesalahan identifikasi data pada kumpulan data pelatihan.
2.1.4
Boxplot
Boxplot pertama kali dikenalkan oleh ahli statistik Amerika, John Tukey pada tahun 1977. Boxplot adalah alat analisis data yang digunakan untuk menampilkan dan menyimpulkan data. Boxplot membantu dalam menampilkan lokasi, penyebaran, dan bentuk distribusi data (skewness), bersama dengan nilainilai yang tidak biasa (unusual) atau outlier (Dovoedo, Y.H., 2011). Metode Tukey (1977), boxplot, adalah alat grafis terkenal sederhana untuk menampilkan informasi tentang data univariat, seperti median, kuartil bawah, kuartil atas, batas bawah, dan batas atas suatu set data (Seo, 2002). Boxplot telah menjadi teknik standar untuk menyajikan 5 ringkasan angka yang terdiri dari nilai-nilai batas bawah dan atas, kuartil atas dan bawah, dan median. Kumpulan angka-angka ini adalah cara cepat untuk meringkas distribusi dataset (Potter, 2006). Adapun rincian detail boxplot beserta batas-batasnya, dapat dilihat pada Gambar 2.2.
M 𝑥 ⦁
0 Q1 1.5*IQR 3*IQR
* Q3 1.5*IQR 3*IQR
Gambar 2. 2. Detail boxplot (Neelakantan, 2006)
Marmolejo-Ramos & Tian
(2010) mendeskripsikan bahwa 5 ukuran
statistik yang bisa dibaca dari boxplot yaitu, batas bawah (lower fences, LW), kuartil pertama (Q1), median (Q2), kuartil ketiga (Q3), dan batas atas (upper fences, UF). Jarak antara kuartil pertama (Q1) dan kuartil ketiga (Q3) disebut jarak antar kuartil (IQR). IQR mengindikasikan penyebaran. Batas bawah (LF) dan batas atas (UF) merupaka nilai yang berada di luar garis yang
menghubungkan antara jarak antar kuartil (IQR) dengan nilai terkecil atau terbesar yang bukan outlier. Aturan dari metode boxplot adalah sebagai berikut (Seo, 2002): a. IQR (Inter Quartile Range) adalah jarak antara kuartil bawah (Q1) dan kuartil atas (Q3). b. Batas dalam (inner-fences) terletak pada jarak 1.5 IQR dibawah Q1 dan 1.5 IQR diatas Q3. [Q1-1.5 IQR, Q3+1.5 IQR]. c. Batas luar (outer-fences) terletak jarak 3 IQR dibawah Q1 dan 3 IQR diatas Q3. [Q1-3 IQR, Q3+3 IQR]. d. Nilai yang berada di antara batas dalam (inner-fences) dan batas luar (outer-fences) merupakan nilai outlier. Tidak ada dasar statistik mengapa Tukey menggunakan 1.5 dan 3 mengenai IQR untuk membuat batas dalam dan batas luar.
2.2
Penelitian Terkait Beberepa
penelitian
telah
dilakukan
berhubungan
dengan
pendukung/pembuat keputusan, diantaranya adalah Pratiwi, Lestari, & R (2014), yang membangun sebuah sistem pendukung keputusan pada penjurusan di SMA. SPK yang dibuat memanfaatkan metode Simple Additive Weighting untuk membuat hasil rekomendasi keputusan pemilihan jurusan. Perbedaan dengan penelitian ini adalah dari kasus penelitian yang dilakukan. Nursyanti & Mujiasih, (2014) melakukan penelitian penggunaan metode Simple Additive Weighting (SAW) pada sistem pendukung keputusan untuk malnutrisi (gizi buruk). Metode Simple Additive Weighting (SAW) digunakan untuk mendukung penilaian status gizi anak di puskesmas Gunung Labuan, Waykanan. Penelitian dilakukan untuk mempermudah proses pengolahan data dan status gizi balita, yang berguna untuk pemantauan perkembangan anak usia dini. Perbedaan dari penelitian ini adalah kasus penelitian yang dilakukan. Afshari, Mojahed & Yusuff (2010) yang menggunakan pendekatan metode Simple Additive Weighting untuk permasalah pemilihan personil pada perusahaan telekomunikasi di Iran. Terdapat 7 kriteria yang digunakan untuk proses seleksi,
dimana tiap kriteria mempunyai skala penilaian 1-5. Hasil yang diperoleh berupa data perangkingan personil. Perbedaan pada penelitian ini adalah kasus yang digunakan. Rinaldhi (2014) melakukan penelitian dengan menggunakan metode Simple Additive Weighting untuk penentuan keputusan penerimaan Beasiswa Bantuan Siswa Miskin (BSM) pada SMA Negeri 1 Subah Kab. Batang. Penelitian ini dilakukan untuk menyeleksi siswa yang pantas menerima beasiswa BSM. Metode Simple Additive Weighting digunakan untuk memilih siswa penerima beasiswa BSM agar proses seleksi dapat tepat sasaran. Perbedaan pada penelitian di atas kasus yang digunakan. Sim C.H. (2008) melakukan penelitian mengenai penyaringan (pelabelan) outlier pada suatu data set univariat. Pelabelan outlier menggunakan empat data set yang diambil dari proses trim-and-form pada pembuatan IC (Integrated Circuit). Metode yang digunakan untuk mendeteksi outlier adalah metode boxplot dengan batas atas dan batas bawah-nya yang di evaluasi berdasarkan bentuk data set yang ada. Perbedaan pada penelitian di atas kasus yang digunakan. Zhao, Lehman, Ball, Mosesian, & de Palma (2013) melakukan penelitian untuk mendeteksi kesalahan pada Solar PV (Photovoltaic) dengan menggunakan aturan outlier. Penelitian membandingkan tiga aturan outlier yaitu 3-Sigma, Hampel identifier dan Boxplot. Hasil penelitian menunjukkan bahwa aturan Boxplot memiliki ketahan akurasi yang terbaik pada deteksi kesalahan Solar PV di tingkat kontaminasi yang relatif tinggi. Perbedaan pada penelitian di atas kasus yang digunakan. Untuk lebih jelasnya mengenai penelitian-penelitian terkait, dapat dilihat pada Tabel 2.1.
Tabel 2. 1. Penelitian Terkait Penelitian Pratiwi, Lestari, R (2014)
Judul Decision Support System to Majoring High School Student Using Simple Additive Weighting Method
Nursyanti, Reni & Mujiasih (2014)
Decision Support System for Mall Nutrition Using Simple Additive Weighting (SAW) Method
Afshari, A., Mojahed, M. Yusuff, R. M. (2010) Rinaldhi, Galih Eka (2014)
Simple Additive Weighting Approach to Personnel Selection Problem Penerapan Metode Simple Additive Weighting (SAW) untuk Sistem Pendukung Keputusan Penentuan Penrimaan Beasiswa Bantuan Siswa Miskin (BSM) Pada SMA Negeri 1 Subah Kab. Batang. Outlier Labeling With Boxplot Constructed Based On The Shape Of Univariate Data Set Outlier Detection Rules for Fault Detection in Solar Photovoltaic Arrays
Sim C.H. (2008)
Zhao, Ye. Lehman, Brad. Ball, Roy. Mosesian, Jerry. de Palma, Jean Francois. (2013)
2.3
Keterangan Membangun sistem penunjang keputusan untuk pemilihan jurusan pada SMA dengan menggunakan metode Simple Additive Weighting Menggunakan metode Simple Additive Weighting (SAW) pada sistem pendukung keputusan untuk malnutrisi guna mendukung penilaian status gizi anak (balita) di puskesmas Gunung Labuan yang berguna untuk pemantauan perkembangan anak usia dini Memanfaatkan metode Simple Additive Weighting pada permasalah pemilihan personil suatu perusahaan telekomunikasi Menggunakan metode Simple Additive Weighting untuk penentuan keputusan dalam menyeleksi siswa yang tepat dalam menerima Bantuan Siswa Miskin (BSM)
Menggunakan metode boxplot untuk melakukan penyaringan outlier pada proses tirm-and-form produksi IC. Menggunakan aturan outlier untuk mendeteksi kesalahan pada array Solar PV (Photovoltaic)
Kerangka Pemikiran Berdasarkan penelitian-penelitian terkait sebelumnya, pada penelitian ini,
penulis akan mengangkat tema pembuatan sistem pendukung keputusan (SPK) untuk kasus penilaian guru SMP Negeri. Metode SPK yang digunakan penulis dalam penelitian ini menggunakan metode seperti yang digunakan pada penelitian yang dilakukan oleh Afshari, A., Mojahed, M. Yusuff, R. M. (2010), Pratiwi, Lestari, R (2014), Nursyanti, Reni & Mujiasih (2014), dan Rinaldhi, Galih Eka (2014) yaitu metode Simple Additive Weighting (SAW). Pada sistem pendukung keputusan yang akan dibuat, penulis akan menambahkan fitur untuk mendeteksi adanya outlier pada penilaian guru. Pendeteksian outlier berguna untuk mencari data hasil penilaian yang dianggap mencurigakan sebagai bahan pertimbagan pihak manajemen sekolah pada penilaian kinerja guru. Metode yang digunakan
untuk analisis outlier menggunakan metode boxplot, seperti penelitian yang dilakukan oleh Sim C.H. (2008) dan Zhao, Ye. Lehman, Brad. Ball, Roy. Mosesian, Jerry. de Palma, Jean Francois. (2013).