BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Persepsi 2.1.1. Pengertian Persepsi Menurut Wenburg dan Wilmot mendefinisikan persepsi sebagai cara organisme memberi makna (Riswandi, 2009). Persepsi merupakan istilah yang umumnya dikenal oleh masyarakat, persepsi dapat diartikan sebagai penafsiran terhadap suatu hal. Notoatmodjo, 2010 mengemukakan bahwa persepsi adalah mengenal dan memilih berbagai objek sehubungan dengan tindakan yang akan diamil. Persepsi adalah satu proses pengorganisasian dan penginterpretasian terhadap stimulus yang diterima oleh organisme atau individu sehingga menjadi sesuatu yang berarti dan merupakan aktivitas yang terintegrasi dalam diri individu. Feldman (1985) dalam Ramadhan (2009) menyatakan bahwa informasi yang pertama kali diperoleh sangat mempengaruhi pembentukan persepsi. Oleh karena itu, pengalaman pertama yang tidak menyenangkan akan sangat mempengaruhi pembentukan persepsi seseorang. Tetapi karena stimulus yang dihadapi oleh manusia senantiasa berubah, maka persepsi pun dapat berubah-ubah sesuai dengan stimulus yang diterima. Dari beberapa pendapan para ahli mengenai persepsi diatas, dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa persepsi merupakan suatu proses dari kegiatan individu dalam menafsirkan suatu objek karena adanya stimulus yang diterima dan dimulai dari indera penglihatan hingga terbentuk tanggapan.
8
9
2.1.2. Jenis Persepsi Terdapat dua jenis persepsi menurut Riswandi (2009), yaitu persepsi lingkungan fisik dan persepsi sosial atau persepsi terhadap manusia. Persepsi lingkungan fisik berbeda dengan persepsi sosial. Adapun perbedaan jenis persepsi yaitu sebagai berikut : a.
Persepsi lingkungan fisik yaitu suatu kegiatan dalam menafsirkan stimulus
berupa lambang-lambang yang bersifat fisik baik terhadap suatu objek. Persepsi terhadap objek terjadi dengan menanggapi sifat-sifat luar objek. Objek bersifat statis, sehingga ketika seseorang mempersepsikan suatu objek, objek tersebut tidak memberi tanggapan. b.
Persepsi sosial merupakan persepsi terhadap orang melalui lambang-
lanbang verbal dan non-verbal. Persepsi sosial yaitu menanggapi sifat-sifat luar dan dalam yang meliputi perasaan, motif, harapan, keyakinan dan lain sebagainya. Persepsi terhadap manusia bersifat interaktif, dimana ketika sesorang mempersepsikan orang lain terhadap kemungkinan timbul reaksi dari orang yang dipersepsikan. Berdasarkan jenis persepsi, maka persepsi masyarakat mengenai kinerja jumantik tergolong dalam persepsi sosial. Hal tersebut dikarenakan persepsi ini ditujukan kepada orang atau individu lainnya. 2.1.3. Teori-Teori Persepsi 1. Menurut Muchlas (2005) dalam Arifin (2011), faktor yang mempengaruhi persepsi yaitu usia dan jenis kelamin. 2. Menurut Potter dan Perry (2001) dalam Nurhidayat (2012) faktor interpersonal merupakan faktor yang mempengaruhi persepsi. Faktor
interpersonal
meliputi
tingkat
pendidikan,
tingkat
10
pengembangan, latar belakang sosio-kultural, faktor emosi, gender, status kesehatan fisik, nilai dan kepercayaan serta peran. 3. Faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi seseorang menurut Kozier (2004) dalam Nurhidayat (2012) adalah: a. Variabel demografis meliputi usia, jenis kelamin, ras dan suku bangsa b. Variabel sosio-psikologi yaitu faktor sosia dan emosional. Tekanan sosial, merupakan pengaruh dari teman kelompok dapat
mempengaruhi
seseorang
dalam
mempersepsikan
mengenai suatu hal c. Variabel struktural meliputi pengetahuan d. Cues of action, dapat berupa isyarat internal atau eksternal
misalnya perasaan lemah, gejala yang tidak menyenangkan atau anggapan seseorang terhadap kondisi orang terdekat yang menderita suatu penyakit 4.
Menurut Robbins (1998) dalam Arifin (2011), faktor yang mempengaruhi persepsi yaitu a.
Orang yang melakukan persepsi. -
Sikap individu yang bersangkutan terhadap objek persepsi
-
Motivasi atau keinginan yang belum terpenuhi yang ada didalam diri seseorang akan berpengaruh terhadap persepsi
-
Interest
atau
keterkaritan,
faktor
perhatian
dipengaruhi oleh keterkaritan tentang sesuatu.
individu
11
-
Harapan, seseorang akan mempersepsikan suatu objek atau kejadian sesuai dengan apa yang diharapkan pada orang tersebut.
-
Pengalaman
b.
Target atau objek persepsi
c.
Faktor keadaan atau situasi lingkungan 1.
Konteks sosial
2.
Konteks pekerjaan, persepsi seseorang terhadap suatu peristiwa dalam lingkup pekerjaan
3.
Waktu saat objek dipersepsikan
2.1.4. Persepsi Masyarakat Mengenai Kinerja Jumantik Persepsi masyarakat mengenai kinerja jumantik merupakan penilaian subjektif dari hasil yang diperolehnya. Perbedaan Persepsi berdasarkan Karakteristik Responden a.
Umur Menurut Kozier (2004) dalam Nurhidayat (2012), umur merupakan faktor yang dapat mempengaruhi persepsi seseorang. Seseorang melihat sebuah target dan mencoba untuk memberikan interpretasi persepsi dari objek yang dilihatnya dengan berbeda-beda. Karakteristik individu seperti usia dapat mempengaruhi interpretasi persepsi seseorang, sehingga setiap orang yang usianya berbeda mempunyai persepsi yang berbeda terhadap suatu objek atau stimulus. Umur merupakan faktor yang dapat mempengaruhi pengetahuan dan persepsi seseorang. Umur dapat mempengaruhi daya tangkap seseorang dan pola pikir seseorang.
12
Semakin bertambah usia seseorang maka semakin berkembang pula daya tangkap dan pola pikirnya. Belum ada penelitian sebelumnya yang menunjukkan bahwa terdapat perbedaan usia seseorang yaitu seseorang dengan usia tua maupun muda dalam mempersepsikan kinerja jumantik. Namun pada penelitian Pratiwi (2011) menyatakan bahwa terdapat perbedaan yang bermakna secara statistik antara persepsi child abuse berdasarkan umur orang tua di Dusun Mantaran Trimulyo Sleman Yogyakarta. b.
Jenis Kelamin Menurut Muchlas (2005) dalam Arifin (2011), mengatakan bahwa karakteristik
individu
seseorang
seperti
jenis
kelamin
dapat
mempengaruhi seseorang dalam memberikan interpretasi persepsi pada suatu objek atau stimulus yang dilihatnya. Sehingga dapat disimpulkan bahwa jenis kelamin laki-laki dalam mempersepsikan tentang sesuatu objek atau stimulus berbeda dengan perempuan. Perbedaan jenis kelamin cenderung membentuk persepsi yang berbeda sehingga mempengaruhi sikap yang berbeda pula antara laki-laki dengan perempuan dalam menilai kinerja jumantik.Namun pengaruh dari perbedaan jenis kelamin mengenai persepsi masyarakat mengenai kinerja jumantik dapat dikatakan tidak pasti. Hasil penelitian Faranita (2006) menyatakan bahwa tidak terdapat perbedaan persepsi antara mahasiswa akuntansi pria dan wanita tentang kinerja auditor. c.
Tingkat Pendidikan Pendidikan merupakan faktor yang penting dalam kehidupan sehari-hari. Tingkat pendidikan akan mempengaruhi persepsi seseorang tentang
13
kinerja. Tingkat pendidikan yang baik dapat mempengaruhi tingkat pengetahuan masyarakat dalam memahami suatu informasi tentang jumantiik. Pendidikan mempengaruhi proses belajar, semakin tinggi pendidikan seseorang maka semakin mudah seseorang untuk menerima informasi. Menurut Potter dan Perry (2001) dalam Nurhidayat (2012) faktor interpersonal merupakan faktor yang dapat mempengaruhi persepsi. Faktor interpersonal meliputi tingkat pendidikan, tingkat pengembangan, latar belakang sosio-kultural, faktor emosi, gender, status kesehatan fisik, nilai dan kepercayaan serta peran. Seseorang
yang
berpendidikan
tinggi
dianggap
memiliki
pengetahuan yang tinggi. Berdasarkan Ari Kunto, kategori tingkat pendidikan tinggi apabila tingkat pendidikan terakhir responden yaitu SMA dan Perguruan Tinggi. Sedangkat kategori tingkat pendidikan rendah apabila tingkat pendidikan terakhir responden yaitu tidak sekolah, SD, SMP.Belum ada penelitian sebelumnya yang menunjukkan bahwa terdapat perbedaan tingkat pendidikan seseorang yaitu seseorang dengan tingkat pendidikan tinggi maupun rendah dalam mempersepsikan kinerja jumantik. Namun pada penelitian Pratiwi (2011) menyatakan bahwa terdapat perbedaan yang bermakna secara statistik antara persepsi child abuse berdasarkan pendidikan orang tua di Dusun Mantaran Trimulyo Sleman Yogyakarta. d.
Pengetahuan Notoatmojo (2003) dalam Ummuhani (2014) mengatakan bahwa pengetahuan (knowledge) merupakan hasil tahu dan ini terjadi setelah
14
seseorang melakukan penginderaan tehadap suatu objek tertentu. Faktorfaktor yang dapat mempengaruhi pengetahuan adalah pendidikan, pengalaman dan usia. Kurniawan (2008) dalam Rini (2010) menyatakan bahwa pendidikan mempunyai peranan penting dalam pembentukan kecerdasan manusia maupun perubahan tingkah lakunya. Tingkat pendidikan yang baik dapat mempengaruhi tingkat pengetahuan masyarakat dalam memahami suatu informasi tentang jumantik. Pendidikan mempengaruhi proses belajar, semakin tinggi pendidikan seseorang maka semakin mudah seseorang untuk menerima informasi. Namun, seseorang yang berpendidikan rendah tidak berarti mempunyai pengetahuan yang rendah. Setiap orang mempunyai kecenderungan dalam melihat benda yang sama dengan cara yang berbeda-beda. Perbedaan tersebut bisa dipengaruhi oleh banyak faktor, diantaranya adalah pengetahuan, pengalaman dan sudut pandangnya. Persepsi juga bertautan dengan cara pandang seseorang terhadap suatu objek tertentu dengan cara yang berbeda-beda dengan menggunakan alat indera yang dimiliki, kemudian berusaha untuk menafsirkannya. Menurut Robbins (1998) dalam Arifin (2011), faktor-faktor yang dapat mempengaruhi persepsi seseorang yaitu pengalaman dan pengetahuan. Setiap orang memiliki pengetahuan terhadap suatu hal yang berbeda-beda, termasuk dengan pengetahuan seseorang mengenai jumantik. Pengetahuan seseorang mengetahui segala sesuatu mengenai jumantik, tugas dan tanggung jawab jumantik tentu berbeda. Sebagian orang mengetahui jumantik, tugas dan tanggung jawab jumantik. Namun,
15
beberapa orang juga tidak mengetahui jumantik, tugas dan tanggung jawab dari jumantik.
e.
Status Pekerjaan Menurut Kozier (2004) dalam Nurhidayat (2012), pengetahuan merupakan
salah
saatu
faktor
yang
mempengaruhi
persepsi
seseorang.Faktor pekerjaan dapat mempengaruhi tingkat pengetahuan seseorang, karena sebagian responden memiliki status pekerjaan sebagai buruh, petani, dan ibu rumah tangga atau tidak bekerja sehingga masih kurang dalam mendapatkan informasi mengenai jumantik sehingga hal tersebut dapat mempengaruhi persepsi responden mengenai kinerja jumantik. Hal ini sesuai dengan yang dikemukakan oleh Robbins (1998) dalam Arifin (2011) bahwa faktor keadaan dan kondisi lingkungan seperti pekerjaan merupakan salah satufaktor yang dapat mempengaruhi persepsi seseorang. Persepsi setiap orang berbeda-beda dikarenakan adanya perbedaan dari pengalaman serta lingkungan sekitar orang tersebut tinggal. Mubarak (2007) dalam Pratiwi (2011) bahwa lingkungan
pekerjaan
dapat
menjadikan
seseorang
memperoleh
pengalaman dan pengetahuan baik secara langsung maupun tidak langsung. Belum ada penelitian sebelumnya yang menunjukkan bahwa terdapat perbedaan status pekerjaan seseorang dalam mempersepsikan kinerja jumantik. Namun pada penelitian Pratiwi (2011) menyatakan bahwa terdapat perbedaan yang bermakna secara statistik antara persepsi child abuse berdasarkan pekerjaan orang tua di Dusun Mantaran Trimulyo Sleman Yogyakarta.
16
f.
Pendapatan Perkapita Keluarga Belum ada penelitian sebelumnya yang menunjukkan bahwa terdapat perbedaan pendapatan perkapita keluarga antara seseorang dengan pendapatan tinggi dan rendah dalam mempersepsikan kinerja jumantik. Budi
(2007) bahwa
penghasilan memiliki hubungan signifikan
(bermakna) dengan persepsi nilai anak.
2.2. Kinerja Kata kinerja secara entimologis adalah kata yang berasal dari kata dasar “kerja” dan terjemahan dari prestasi kerja (performance). Kinerja adalah pencapaian/prestasi seseorang berkenaan dengan tugas – tugas yang dibebankan kepadanya (Marwansyah, 2010 dalam Sandhy, 2014). Kinerja adalah hasil atau tingkatan keberhasilan seseorang secara keseluruhan selama periode tertentu di dalam melaksanakan tugas dibandingkann dengan berbagai kemungkinan, seperti standar hasil kerja, target atau sasaran atau kriteria yang telah ditentukan terlebih dahulu dan telah disepakati bersama (Rivai, 2005 dalam Komara, 2012). Kinerja (Job performance) sering diartikan oleh para cendekiawan sebagai penampilan kerja prestasi kerja. Kinerja merupakan kombinasi antara kemampuan dan usaha, untuk menghasilkan apa yang dikerjakan menghasilkan kerja yang baik seseorang harus memiliki kemampuan, kemauan, usaha serta kegiatan yang dilaksanakan tidak mengalami hambatan yang berat dalam lingkungannya. Kemauan dan usaha dapat menghasilkan motivasi, kemudian setelah ada motivasi dapat menimbulkan kegiatan (Berry, 1993 dalam Zubaedah, 2007). Kinerja adalah hasil yang dicapai atau prestasi yang dicapai karyawan dalam melaksanakan suatu
17
pekerjaan dalam suatu organisasi (Gomez, 1995 dalam Zubaedah, 2007). Berdasarkan pendapat-pendapat tersebut, dapat disimpulkan bahwa kinerja adalah proses yang dilakukan dan hasil yang dicapai oleh seseorang dalam melaksanakan suatu fungsi pekerjaan dalam suatu periode waktu tertentu. Dengan demikian indikator pengukuran kinerja dapat dikembangkan dari hasil yang dicapai (kinerja hasil) dan proses dalam mencapai hasil (kinerja proses). Adapun faktor yang memperngaruhi kinerja, yaitu kemampuan, keinginan dan lingkungan (Mangkuprawira, 2007 dalam Komara, 2012). Berdasarkan teori Gibson dalam Notoatmodjo, 2007 bahwa perilaku dan kinerja individu dipengaruhi oleh sejumlah variabel. Terdapat tiga kelompok yang mempengaruhi kinerja dan perilaku yaitu variabel individu (kemampuan, keterampilan, latar belakang dan demografis), variabel psikologi (persepsi, sikap, kepribadian, belajar dan motivasi) dan variabel organisasi (sumber daya, kepemimpinan, imbalan struktur dan desain pekerjaan). Subvariabel kemampuan dan keterampilan merupakan faktor utama yang mempengaruhi perilaku dan kinerja individu. Subvariabel demografis terdiri dari umur, etnis dan jenis kelamin mempunyai hubungan langsung dengan perilaku dan kinerja. Subvariabel latar belakang terdiri dari keluarga, tingkat sosial dan pengalaman. Menurut Hall TL dan Meija, 1987 seperti yang ditulis oleh Komara, 2012 menyebutkan bahwa faktor yang mempengaruhi kinerja adalah : a.
Faktor internal yang terbagi menjadi dua yaitu karakteristik individu (umur, pendapatan, status perkawinan, pengalaman kerja dan masa kerja) dan sikap terhadap tugas (persepsi, pengetahuan motivasi, tanggung jawab dan kebutuhan terhadap imbalan)
18
b.
Faktor eksternal yang meliputi sosial ekonomi, demografi, geografi (lingkungan kerja), aseptabilitas, aksesbilitas, beban kerja dan organisasi (pembinaan, pengawasan, koordinasi dan fasilitas). 2.2.1. Penilaian Kinerja Penilaian kerja merupakan evaluasi terhadap penampilan kerja personil dengan membandingkan dengan standar baku penampilan. Penilaian kinerja juga merupakan proses yang berkelanjutan untuk menilai kualitas kerja personil dan usaha untuk memperbaiki unjuk kerja personil dalam organisasi. sehingga penilaian kinerja juga merupakan proses menilai hasil personil dalam suatu organisasi melalui instrumen penilaian kinerja (Syarifudin, 2004 dalam Zubaedah, 2007).
1.
Penilaian kinerja mencakup faktor-faktor antara lain : a. Pengamatan, yang merupakan proses menilai dan menilik perilaku yang ditentukan oleh sistem pekerjaan b. Ukuran, yang dipakai untuk mengukur prestasi kerja pegawai dibanding dengan uraian pekerjaan yang telah ditetapkan c. Pengembangan, yang bertujuan untuk memotivasi pegawai mengatasi kekurangan
dan
mendorong
pegawai
untuk
mengembangkan
kemampuan dan potensi yang dimiliki 2.
Tujuan penilaian kinerja antara lain : a.
Penilaian kemampuan personil,merupakan tujuan mendasar dalam rangka penilaian personel secara individual, yang dapat digunakan sebagai informasi untuk menilai efektivitas manajemen SDM
19
b.
Pengembangan personil, sebagai informasi untuk pengambilan keputusan untuk pengembangan personil seperti promosi, mutasi, kompensasi
c.
Memperbaiki kualitas pelaksanaan pekerjaan
d.
Sebagai bahan perencanaan sumber daya manusia organisasi di masa depan memperoleh umpan balik prestasi kerja personil.
3.
Metode Penilaian Kinerja Berdasarkan metoda dan teknik yang dapat digunakan untuk melakukan
penilaian kerja (Singer, 1990 dalam Zubaedah, 2007). a. Teknik skala penghargaan grafik(rating scale), merupakan tehnik yang paling sederhana dan populer. Skala ini mencantumkan sejumlah faktor kualitas dan kuantitas juga jajaran prestasi dari yang tidak memuaskan sampai pada prestasi yang luar biasa bagi tiap faktor. b. Metode penjejangan berselang-seling (rank order), diterapkan dengan cara mendaftar semua karyawan yang akan dinilai dan dicoret mereka yang tidak cukup
diketahui
dengan
baik
untuk
diperingatkan,
setelah
itu
mengidentifikasi karyawan yang berprestasi paling tinggi dan paling rendah berdasarkan faktor yang telah diukur. c. Metode perbandingan berpasangan (paired comparation), dimana setiap karyawan dibandingkan dalam setiap faktor kualitas dankuantitas pekerjaan. d. Metode insiden kritis (critical incident), dengan metode ini para penyelia menyimpan catatan bawahan, setiap 6 bulan atau lebih, kemudian penyelia dan bawahan dengan menggunakan insiden khusus sebagai contoh.
20
e. Skala pengharkatan perilaku (weight checklist), skala ini dikaitkan dengan perilaku yang bertujuan untuk mengkombinasikan manfaat yang diperoleh dan insiden krisis naratif dan pengharkatan kuantitatif dengan mengaitkan suatu skala kualitatif terhadap contoh-contoh spesifik, naratif yang baik dan buruk. f. Metode gabungan, pada umumnya perusahaan menerapkan beberapa metode sekaligus dalam pembuatan penilaian terhadap prestasi kerja, ini dilakukan dengan pertimbangan bahwa metode yang satu akan menutupi kekurangan metode yang lain. g. Manajemen Berdasarkan Sasaran (MBS), hasil riset pada departemen pemeriksaan internal, menyarankan bahwa manajemen berdasarkan sasaran yang dikombinasikan dengan beberapa bentuk checklist penilaian adalah merupakan metode penilaian yang sering digunakan. 4.
Kriteria Tingkat Kinerja Kriteria Tingkat kinerja tergantung pada sudut pandang mana pengkajian
tersebut akan digunakan. Fleksibilitas organisasi merupakan unsur yang sangat penting dalam menggunakan tingkat-tingkat kinerja guna menentukan harga nilai seseorang individu dan memenuhi sasaran-sasaran organisasi. Beberapa kriteria tingkat kinerja sebagai berikut : Tabel 2.1 Kriteria Tingkat Kinerja Kriteria
Deskripsi
Buruk
Kinerja dibawah harapan dan sasaran minimum
Sedang
Kinerja memenuhi sebagian besar sasaran minimum yang ditentukan bagi individu tersebut
Baik
Kinerja memuaskan, telah memenuhi persyaratan persyaratan esensial, mencapai hasil yang dianggap beralasan bagi pegawai tersebut sesuai dengan masa kerja, pengalaman dan
21
pelatihan yang dimiliki. Sangat
Kinerja diatas normal, pencapaian/hasil telah berada diatas
baik
harapan. Untuk pegawai yang cakap, masa kerja, pengalaman dan pelatihan yang dimiliki
2.2.2. Pengukuran Kinerja Menurut Mangkunegara (2009) mengemukakan bahwa pengukuran kinerja individu dilakukan melalui beberapa dimensi kinerja yaitu sebagai berikut : a. Kualitas adalah seberapa baik seorang pegawai mengerjakan apa yang seharusnya dikerjakan. Kualitas dapat dilihat ketepatan kesesuaian dengan prosedur kerja yang ada. b. Kuantitas adalah seberapa lama seorang pegawai bekerja dalam satu harinya. Kuantitas dapat dilihat dari kecepatan kerja setiap pegawai dalam penyelesaian pekerjaan. c. Pelaksanaan tugas adlah seberapa jauh pegawai mampu melakukan pekerjaannya dengan akurat atau tidak ada kesalahan. d. Tanggung jawab terhadap pekerjaan adalah kesadaran akan kewajiban pegawai untuk melaksanakan pekerjaan yang diberikan instansi.
2.3. Jumantik 2.3.1. Pengertian Jumantik Juru Pemantau Jentik (jumantik) merupakan warga masyarakat setempat yang dilatih untuk memeriksa keberadaan jentik di tempat-tempat penampungan air. Jumantik merupakan salah satu bentuk gerakan atau
22
partisipasi aktif dari masyarakat dalam menanggulangi penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) yang sampai saat ini masih belum dapat diberantas tuntas (Depkes RI, 2010) 2.3.2. Tugas dan Tanggung Jawab Jumantik Adapun tugas dan tanggung jawab jumantik menurut Dirjen PP & PL, 2012 adalah sebagai berikut : a.
Membuat rencana/jadwal kunjungan ke seluruh rumah dan tempat-tempat umum di wilayah kerjanya.
b.
Melakukan kegiatan pemantauan jentik di seluruh tempat tinggal dan tempat-tempat umum di wilayah kerjanya.
c.
Membuat catatan/rekapitulasi hasil pemeriksaan jentik.
d.
Melaporkan hasil pemeriksaan jentik ke Puskesmas sebulan sekali.
e.
Memberikan penyuluhan PSN 3M plus untuk pencegahan DBD secara perorangan atau kelompok.
f.
Berperan sebagai penggerak dan pengawas masyarakat agar mau melaksankan pemberantasan sarang nyamuk terutama di sekitar tempat tinggalnya.
g.
Bersama supervisior, melakukan pemantauan wilayah setempat (PWS) dan pemetaan per RW hasil pemeriksaan jentik setiap bulan.
2.3.3.
Tata Kerja Jumantik Tata kerja secara teknis jumantik di lapangan pada pedoman
Pemberantasan Sarang Nyamuk DBD oleh jumantik (Depkes RI, 2006) yaitu sebagai berikut : a. Penentuan rumah/keluarga yang akan diperiksa dan penentuan jadwal waktu berkunjung untuk memeriksa jentik dengan sasaran 30 rumah KK.
23
Pemilihan rumah rencana kunjungan dilakukan dengan mengetahui daftar nama KK yang ada terlebih dahulu, kemudian dilakukan penentuan rumah/KK yang akan dikunjungi dengan cara sebaai berikut : 1.
Misalnya disuatu Desa/Kelurahan terdiri dari 10 RW, 100 RT dengan 3000 rumah/banguan sehingga terdapat 10 RT per RW dan 30 rumah/bangunan per RT.
2.
Pemeriksaan dilakukan secara berurutan yang dimulai dari RT 1 sampai RT 100, misalnya hai pertama RT 1-4, hari kedua Rt 5-8 demikian seterusnya sehingga dalam 25 hari kerja sudah mencakup seluruh RT yang ada.
3.
Melakukan kunjungan rumah pada waktu yang tepat (waktu santai keluarga) dengan menceritakan keadaan/peristiwa yang ada kaitannya dengan penyakit DBD sseperti banyaknya kasus DBD di wilayahnya. Adanya catatan kunjungan rumah pada kartu merah/kartu jentik yang dibagikan setiap KK.
4.
Memeriksa semua tempat-tempat penampungan air yang berpengaruh menjadi tempat perkembangbiakan nyamuk dengan menggunakan senter.
Cara-cara memeriksa jentik antara lain : a.
Periksalah bak mandi/WC, tempayan, drum dan tempat-tempat penampungan air lainnya yang terdapat didalam maupun diluar rumah.
b.
Jika tampak, tunggu kurang lebih 0,5 – 1 menit jika ada jentik maka akan muncul ke permukaan air untuk bernafas.
24
c.
Gunakan senter dalam memeriksa jentik pada tempat yang gelap
d.
Periksa juga vas bunga, tempat minum burung, kaleng-kaleng terbuka uang menghadap ke atas, ban bekas, talang/saluran air yang rusak/tidak lancar, lubang-lubang pada potongan bambu dan pohon serta tempat-tempat yang memungkinkan air tergenang seperti rumah-rumah kosong, pemakaman dan lainlain.
5.
Melakukan penyuluhan perorangan atau kelompok yang dilaksanakan di kelompok dasa eisma, pertemuan arisan, pertemuan warga RT/RW dan pertemuan dalam kegiatan keagamaan dan pertemuan lain yang membicarakan tentang penyakit DBD baik cara penularan dan pencegahannya. Penyuluhan kelompok yang dilaksanakan tercatat dalam buku notulen rapat.
6.
Berperan sebagai penggerak dan pengawas masyarakat dalam PSN DBD. Bersama-sama masyarakat melaksanakan gerakan serentak, membersihkan lingkungan yang dapat berpotensi sebagai tempat perkembangbiakan nyamuk aedes aegypti seminggu sekali. Para jumantik diharapkan mencatat setiap kegiatan dalam buku harian.
7.
Mencatat
dan
melaporkan
hasil
pemeriksaan
jenrik
dengan
menggunakan formulir JPJ 1. Formulir ini berisikan nama kepala keluarga yang dikunjungi, alamat (RT/RW), kolom hasil pemeriksaan jentik dengan memberi tanda positif (+)jika ditemukan jentik dan tanda negatif (-) jika tidak sitemukan jentik serta adanya kolom untuk keterangan agar diisi jenis tempat penampungan air yang diketemukan
25
adanya jentik. Adanya rekapitulasi hasil pemeriksaan jentik setiap hari kerja. 8.
Melaporkan hasil pemeriksaan jentik ke puskesmas sebulan sekali. Adanya arsip laporan sebagai bukti pengiriman laporan.
9.
Bersama supervisior, melakukan PSW dan pemetaan per RW hasil pemeriksaan jentik.
2.4. Penelitian Terdahulu No 1
Penelitian Terdahulu Judul
Upaya Peningkatan Angka Bebas Jentik Demam Berdarah Dengue (ABJ-DBD) melalui Penggerakan Juru Pemantau jentik (Jumantik) di RW 1 Kelurahan Danyang Kecamatan Purwodadi Kabupaten Grobogan Tahun 2012
Tahun
2013
Desain
one group pretest-posttest design
Variabel
Variabel terikat: Angka Bebas Jentik (ABJ) Variabel bebas: Penggerakan Juru Pemantau Jentik (Jumantik)
Hasil
Penggerakan Juru Pemantau Jentik (Jumantik) dapat meningkatkan Angka Bebas Jentik Demam Berdarah Dengue (ABJ DBD) di RW I Kelurahan Danyang Kecamatan Purwodadi Kabupaten Grobogan
2
Judul
Pengaruh Faktor Motivasi Terhadap Kinerja Juru Pemantau Jentik Dalam Pelaksanaan Pemberantasan Sarang Nyamuk Di Kecamatan Denpasar Selatan Tahun 2013
Tahun
2014
Desain
Cross sectional
Variabel
Variabel terikat: Kinerja Jumantik Variabel bebas: lingkungan kerja, kompensasi, supervisi
Hasil
Hasil Penelitian ini menunjukkan analisis univariat variabel lingkungan kerja sebagian besar memiliki kategori kurang
26
baik 35 orang (61,4%), variabel kompensasi separuhnya memiliki kategori kurang baik 29 orang (50,9%), variabel supervisi sebagaian besar memiliki kategori kurang baik 33 orang (57,9%), dan variabel kinerja sebagian besar memiliki kategori kurang baik 32 orang (56,1%). Berdasarkan analisis bivariat lingkungan kerja dan kompensasi tidak ada hubungan signifikan dengan kinerja jumantik dengan nilai p value 0,197 dan 0,147 (p>0,05) sedangkan supervisi memiliki hubungan signifikan dengan kinerja jumantik dengan nilai p value 0,000 (p<0,05). Analisis multivariat menunjukkan lingkungan kerja dan kompensasi tidak berpengaruh signifikan dengan kinerja jumantik dengan nilai p value 0,194 dan 0,495 (p>0,05) sedangkan supervisi memiliki pengaruh signifikan dengan kinerja jumantik dengan nilai p value 0,000 (p<0,05). 3
Judul
Faktor Yang Mempengaruhi Kinerja Jumantik Dalam Memantau Jentik Aedes Aegypti Di Kecamatan Denpasar Selatan Kota Denpasar Tahun 2009
Tahun
2011
Desain
Crossectional
Variabel
Variabel terikat: Kinerja Jumantik Variabel bebas: karakteristik individu jumantik
Hasil
Tingkat kinerja jumantik di wilayah Kecamatan Denpasar Selatan tidak add mempunyai kinerja sangat baik, 53,8% kinerja baik.
4
Judul
Kinerja Jumantik dan Program Pengendalian Demam Berdarah Dengue (DBD) di Kecamatan Tebet Tahun 2011
Tahun
2012
Desain
Cross sectional
Variabel
Variabel terikat: Kinerja Jumantik Variabel bebas: usia, tingkat pendidikan, masa kerja, pengetahuan, perlengkapan, imbalan, peran lintas sektoral, lingkungan
Hasil
Kinerja jumantik dipengaruhi oleh faktor usia dan sesuaian honor, kinerja tidak berbeda menurut tingkat pendidikan,
27
status pekerjaan, masa kerja, pengetahuan, pelatihan PSN, frekuesi pelatihan PSN, perlengkapan PSN, kartu berobat gratis, pemberian bubuk larvasida dan lingkungan kerja 5
Judul
Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Persepsi tentang Keselamatan
Berkendara
pada
Civitas
Akademika
Pengendara Motor di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2011 Tahun
2011
Desain
Cross sectional
Variabel
Variabel terikat: Persepsi tentang Keselamatan Berkendara Variabel
bebas:
usia,
jenis
kelamin,
pengalaman
mengemudi dan motivasi Hasil
Gambaran responden yang memiliki persepsi baik tentang keselamatan berkendara lebih banyak yaitu berjumlah 85 orang (66,7%). Hanya motivasi yang ada hubungan dengan persepsi tentang keselamatan berkendara, sedangkan usia, jenis kelamin dan pengalaman mengemudi tidak ada hubungan dengan persepsi tentang keselamatan berkendara pada Civitas Akademika pengendara motor di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 2011.
6
Judul
Persepsi Siswa SMP Putra Bangsa terhadap Perilaku Merokok di Kelurahan Kemiri Muka, Depok
Tahun
2012
Desain
Cross sectional
Variabel
Variabel terikat: Persepsi siswa SMP terhadap perilaku merokok Variabel bebas: Karakteristik Demografi (usia, jenis kelamin, kelas dan suku) ; Latar belakang sosio kultural (pekerjaan orang tua, status perokok prang tua responden) dan Peran (status perokok siswa)
Hasil
Siswa berpersepsi positif (51,9%). Usia >14 tahun berpersepsi negatif dibandingkan usia dibawahnya. Persepsi responden laki-laki berpersepsi negatif dibandingkan perenpuan sebanyak 2,6 kali, responden dengan orang tua perokok serta bekerja di bidang non kesehatan berpersepsi
28
positif. 23% responden mendukung pernyataan bahwa merokok
membuat
responden
laki-laki
mendukung
terlihat
pernyataan
jantan.
28,9%
merokok
dapat
mengurangi stres. 7
Judul
Gambaran Persepsi Masyarakat tentang Peran Perawat Puskesmas di Kelurahan Bintara Kota Bekasi Tahun 2012
Tahun
2012
Desain
Cross sectional
Variabel
Input : penerapan peran perawat puskesmas meliputi peran pemberi asuhan keperawatan (care provider), penemu kasus, pendidik kesehatan, koordinator dan kolaborator, konselor dan role model Proses : proses terbentuknya persepsi Output : persepsi masyarakat (positif dan negatif)
Hasil
Sebanyak 55,2% responden memiliki persepsi positif tentang
peran
perawat
secara
keseluruhan.
Dengan
demikian, persepsi masyarakt hampir seimbang karena selisih persentase antara persepsi baik dan buruk hanya 10,4 8
Judul
Perbandingan Persepsi tentang Child Abuse berdasarkan Karakteristik Demografi Orang Tua di Dusun Mantaran Trimulyo Sleman Yogyakarta
Tahun
2011
Desain
Cross sectional
Variabel
Variabel terikat: Persepsi tentang Child Abuse Variabel bebas: Karakteristik Demografi Orang Tua (umur, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan, pendapatan)
Hasil
Ada perbedaan perssepsi tentang child abuse berdasarkan umur, pendidikan dan pekerjaan.