BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1
Pengertian Peranan Pengertian peranan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2007): “Peranan adalah bagian atau fungsi seseorang dalam kelompok”. Pengertian peranan menurut Komaruddin (2006) adalah sebagai berikut: 1. Bagian dari tugas utama yang harus dilakukan seseorang dalam manajemen. 2. Pola perilaku yang diharapkan dapat menyertai suatu status. 3. Bagian atau fungsi seseorang dalam kelompok atau pranata. 4. Fungsi yang diharapkan dari seseorang atau menjadi karakteristik yang ada padanya. 5. Fungsi setiap variabel dalam hubungan sebab akibat. Pengertian peranan menurut Soerjono Soekanto (2002) “Peranan merupakan aspek dinamis kedudukan (status). Apabila seseorang melaksanakan hak dan kewajibannya sesuai dengan kedudukannya, maka ia menjalankan suatu peranan”.
2.2
Audit Internal Untuk memberikan keyakinan yang memadai bahwa tujuan akan tercapai,
pengendalian intern yang dilakukan secara terus-menerus memerlukan suatu pengawasan dari manjemen untuk menentukan apakah pelaksanaannya telah sesuai dengan yang diinginkan. Oleh karena itu, manajemen menentukan bagian khusus untuk melakukan penilaian atas pengendalian intern, bagian ini disebut bagian audit internal, yang pelaksanaannya dilakukan oleh seorang yang bebas dari pengaruh bagian-bagian yang diperiksanya.
2.2.1 Pengertian Audit Internal Menurut Soenarto (2003) menyatakan tentang pengertian audit internal sebagai berikut: “Auditor yang bekerja pada suatu perusahaan dan oleh karenanya berstatus sebagai pegawai pada perusahaan tersebut”. Menurut Mulyadi (2002) memberikan pengertian audit internal sebagai berikut: “Audit internal merupakan kegiatan penilaian yang bebas yang terdapat dalam organisasi yang dilakukan yang dilakukan dengan cara memeriksa akuntansi dan kegiatan lain untuk memberikan jasa kepada manajemen”. Menurut Tugiman (2002) menyatakan bahwa audit internal adalah sebagai berikut: “Pemeriksaan internal adalah suatu fungsi yang ada didalam organisasi yang berperan untuk melakukan evaluasi terhadap kegiatan atau aktivitas atau program didalam organisasi untuk menilai efisiensi, efektivitas dan ekonomisnya kegiatan kegiatan atau aktivitas atau program”. Kemudian menurut Konsersium Organisasi Profesi Audit Internal (2004): “Audit internal adalah kegiatan assurance dan konsultasi yang independen dan objektif, yang dirancang untuk memberikan nilai tambah dan meningkatkan kegiatan operasi organisasi. Audit internal membantu organisasi untuk mencapai tujuannya melalui suatu pendekatan yang sistematis dan teratur untuk mengevaluasi dan meningkatkan efektivitas pengelolaan resiko, pengendalian, dan proses governance”. Berdasarkan definisi tersebut, dapat ditentukan bahwa audit internal adalah: 1. Suatu aktivitas pemeriksaan yang independen objektif 2. Aktivitas pemberian jaminan kelayakan dan konsultasi 3. Dirancang untuk memberikan suatu nilai tambah serta meningkatkan kegiatan operasi perusahaan 4. Membantu organisasi dalam mencapai usahanya 5. Memberikan suatu pendekatan disiplin yang sistematis untuk mengevaluasi dan meningkatkan efektivitas resiko manajemen, pengendalian, pengaturan, dan pengelolaan organisasi.
2.2.2
Fungsi Audit Internal Fungsi
audit internal yaitu menyediakan jasa analisis dan evaluasi juga
memberikan keyakinan dan rekomendasi serta informasi lain kepada manajemen dan dewan komisaris serta pihak lain yang memiliki wewenang dan tanggung jawab yang setara. Fungsi audit internal yang terperinci dan relatif lengkap menunjukkan bahwa aktivitas audit internal harus diterapkan secara menyeluruh terhadap seluruh aktivitas perusahaan.
Fungsi audit internal menurut Tugiman (2000) adalah sebagai berikut: “Fungsi audit internal adalah suatu fungsi penilaian yang bebas dalam suatu organisasi, guna menelaah atau mempelajari dan menilai kegiatan-kegiatan perusahaan untuk memberikan saran-saran kepada manajemen, agar tanggung jawab dapat dilaksanakan secara efektif”. Dapat disimpulkan bahwa fungsi audit internal adalah untuk memantau kinerja pengendalian suatu organisasi, menelaah dan mempelajari, serta menilai kegiatan perusahaan juga membantu perusahaan dalam pengambilan keputusan.
2.2.3
Tujuan dan Ruang Lingkup Audit Internal Audit internal bertujuan untuk membantu semua bagian dalam perusahaan agar
dapat melaksanakan fungsinya secara efektif dan efisien. Audit internal akan memberikan penilaian, analisis. ataupun rekomendasi yang akan dapat membantu semua bagian dalam perusahaan untuk melaksanakan aktivitasnya. Menurut Tugiman (2002) tujuan audit internal adalah sebagai berikut: “Tujuan dasar audit internal adalah untuk membantu para anggota organisasi agar dapat menyelesaikan tanggung jawabnya secara efektif, untuk tujuan tersebut, pengawasan internal menyediakan bagi mereka berbagai analisis, penilaian, rekomendasi, nasihat dan informasi sehubungan dengan aktivitas yang diperiksa.” Untuk mencapai tujuan tersebut, audit internal harus melakukan kegiatankegiatan berikut:
1.
Menelaah dan menilai kebaikan penerapan dari sistem pengendalian manajemen, pengendalian intern dan pengendalian operasional lainnya serta mengembangkan pengendalian yang efektif dengan biaya yang tidak terlalu mahal.
2.
Memastikan ketaatan terhadap kebijakan, rencana-rencana dan prosedurprosedur yang telah ditetapkan oleh manajemen.
3.
Memastikan seberapa jauh harta perusahaan dipertanggungjawabkan dan dilindungi dari kemungkinan terjadinya segala bentuk pencurian, kecurangan dan penyalahgunaan.
4.
Memastikan bahwa pengelolaan data yang dikembangkan dalam organisasi dapat dipercaya.
5.
Menilai mutu pekerjaan setiap bagian dalam melaksanakan tugas-tugas yang diberikan oleh manajemen.
6.
Menyarankan
perbaikan-perbaikan
operasional
dalam
rangka
menigkatkan efisiensi dan efektivitas. Dari uraian tersebut menyatakan bahwa tujuan dari audit internal adalah membantu para anggota organsiasi atau perusahaan dalam usaha mencapai tujuannya. Dalam hal ini audit internal sering kali memberikan layanan berupa pemberian saran untuk memperbaiki kinerja organisasi. Audit internal menilai apakah hasil yang dicapai suatu organisasi telah sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan. Audit
internal
meliputi
evaluasi
dan
pemeriksaan
atas
efektivitas
pengendalian serta kuatlitas pelaksanaan tugas setiap personil. Ruang lingkup dari audit internal yang dikemukakan oleh Tugiman (2004) adalah sebagai berikut: “The scope of internal auditing should encompass the examination and evaluation of the adequacy and effectiveness of the organization’s system of internal control and the quality of performance in carrying out assigned responsibilities”.
Berdasarkan pernyataan tersebut dikemukakan bahwa lingkup pekerjaan dari audit internal haruslah meliputi pengujian dan penilaian terhadap kecukupan dan keefektifan sistem pengendalian intern yang dimiliki oleh organisasi dan kualitas dari pelaksanaan tanggung jawab yang diberikan. 2.2.4
Jenis-jenis Audit Menurut Arens (2006) terdapat tiga jenis audit yaitu: 1. Financial Statement Audit Financial statement audit (audit laporan keuangan) adalah audit yang dilakukan oleh seorang akuntan publik terhadap laporan keuangan yang disajikan oleh kliennya untuk memberikan pendapat mengenai kewajaran laporan keuangan tersebut. Dalam jenis audit ini, seorang auditor menilai kewajaran laporan keuangan atas dasar kesesuaiannya dengan prinsip akuntansi yang lazim. Laporan keuangan yang biasanya digunakan adalah laporan posisi keuangan, laporan laba rugi dan laporan arus kas. Hasil audit biasanya digunakan untuk pihak luar perusahaan seperti pemegang saham, investor, kreditur dan inspeksi pajak. Contoh financial statement audit adalah audit tahunan yang dilakukan terhadap laporan keuangan suatu organsiasi, misalnya Bank atau Perseroan Terbatas. 2. Operational Audit Operational audit (audit operasional) merupakan penelaahan sistematik kegiatan organisasi atau bagan daripadanya, dalam hubungannya untuk tujuan tertentu, biasanya berhubungan dengan efisiensi dan efektivitas. tujuan operational audit adalah untuk: a. Menilai prestasi b. Mengidentifikasikan kesempatan untuk perbaikan c. Membuat rekomendasi untuk perbaikan atau tindakan lebih lanjut. Pihak yang memerlukan operational audit biasanya pihak manajemen atau pihak ketiga. Hasil audit akan disampaikan kepada pihak yang meminta
dilaksanakannya pemeriksaan tersebut. Contoh operational audit adalah memeriksa
efisiensi
dan
akurasi
proses
transaksi
penjualan
terkomputerisasi yang baru ditetapkan. 3. Compliance Audit Compliance audit (audit kepatuhan) bertujuan untuk memeriksa apakah auditee telah memenuhi atau melaksanakan prosedur tertentu, peraturan atau undang-undang yang telah ditetapkan oleh pemegang kekuasaan yang lebih.
2.2.5 Wewenang dan Tanggung Jawab Audit Internal Tanggung jawab penting fungsi audit internal adalah memantau kinerja pengendalian intern dalam perusahaan, pada waktu auditor berusaha memahami pengendalian intern, ia harus berusaha memahami fungsi audit internal untuk mengidentifikasi aktivitas audit internal yang relevan dengan perencanaan audit. Lingkup prosedur yang diperlukan untuk memahaminya bervariasi, tergantung atas sifat aktivitas audit internal tersebut. Auditor biasanya meminta keterangan dari manajemen yang semestinya dan dari staf auditor internal mengenai berbagai hal yang berkaitan dengan fungsi audit internal berikut ini: 1. Status auditor internal dalam organisasi. 2. Penerapan standar profesional. 3. Perencanaan audit, termasuk sifat, saat, dan lingkungan pekerjaan audit. 4. Akses ke catatan dan apakah terdapat pembatasan atas lingkup aktivitas mereka. Auditor internal haruslah independen, maka auditor internal harus memiliki wewenang yang jelas untuk mempermudah pelaksanaan tugas dan tanggung jawabnya.
Tanggung jawab seorang auditor internal menurut Komite SPAP Ikatan Akuntansi Indonesia dalam Standar Profesi Akuntan Publik (2001) yaitu: “Auditor internal bertanggung jawab untuk menyediakan jasa analisis dan evaluasi, memberikan keyakinan dan rekomendasi dan informasi lain kepada manajemen entitas dan bagian komisaris atau pihak lain yang setara wewenang dan tanggung jawabnya. Untuk memenuhi tanggung jawabnya tersebut auditor internal mempertahankan objektivitasnya yang berkaitan dengan aktivitas yang diauditnya” Berdasarkan penjelasan yang telah diuraikan mengenai fungsi dan tanggung jawab audit internal dapat diketahui bahwa, audit internal merupakan fungsi staf yang lepas dari fungsi keuangan. Oleh karena itu auditor internal tidak memiliki wewenang langsung untuk memberikan perintah (line authority) kepada karyawan-karyawan bidang operasi.
2.2.6 Kode Etik Audit Internal Kode etik dibuat dengan tujuan untuk mengatur tingkah laku individu agar sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Pelanggaran kode etik yang dilakukan oleh seseorang dari anggota profesi tertentu dapat menyebabkan berkurangnya rasa kepercayaan masyarakat terhadap suatu profesi secara keseluruhan. Menurut Picket (2005) tentang pengertian kode etik audit internal sebagai berikut: “The institute’s code of ethics extend beyond the definitions of internal auditing to include two essential components: 1. Principles that are relevan to the professions and practice of internal auditing 2. Rules of conduct that describe behavior norms expected of internal auditor”. Menurut Sawyers (2005) tentang kode etik auditor internal sebagai berikut: “Auditor internal harus menjaga reputasinya agar tetap objektif dan bebas dari bias, tidak hanya dalam kenyataan tetapi juga dalam persepsi”
Berdasarkan keterangan tersebut bahwa seorang auditor harus melaksanakan dan menjaga sikapnya sesuai dengan kode etik yang telah ada dan bertindak sesuai dengan norma seorang auditor. Kode etik audit internal memerintahkan auditor internal untuk mendukung kepentingan dan kesejahteraan organisasi tempat ia bekerja, dengan cara sebaik mungkin, menjalankan kode etik, serta menghindarkan diri dari aktivitas ilegal atau yang sepantasnya tidak dilakukan. Sejalan dengan pernyataan tentang tanggung jawab auditor internal, kode etik tidak memandang auditor internal sebagai pihak yang bebas atau terpisah dari organisasi. Karenanya, kode etik tidak mengikat auditor internal dengan berbagai tugas atau tanggung jawab terhadap pihak lain diluar perusahaan.
2.2.7 Independensi dan Kompetensi Auditor Internal 2.2.7.1 Independensi Tugiman (2002) dalam bukunya “Standar Profesional Internal Audit” mengemukakan : “Bahwa kegiatan pemeriksaan internal akan memadai jika ditunjang, minimal oleh keberadaan auditornya yang independen baik dari segi status organisasi dan objektifitasnya”. Dari penjelasan tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut: 1. Status unit organisasi audit internal haruslah mendapatkan dukungan dari pimpinan puncak yang memberikan kewenangan yang luas bagi auditor internal untuk melaksanakan tugas pemeriksaan internal yang menjadi tanggung jawabnya. 2. Objektifitas seorang audit internal dalam melaksanakan fungsi dan tanggung jawabnya harus mempertahankan sikap mental yang mampu memberikan penilaian yang bebas dari pengaruh pihak lain dan kejujuran dalam melaksanakan pekerjaannya. Agar dapat mempertahankan sikap
tersebut hendaknya audit internal dibebaskan dari tanggung jawab operasional.
Menurut Tugiman (2004) tentang objektifitas sebagai berikut: “Objektif adalah sikap mental yang tidak memihak yang memungkinkan auditor internal untuk melaksanakan tugas sedemikian rupa sehingga mereka memiliki keyakinan yang jujur dalam hasil kerja mereka tanpa kompromi penting dalam kualitas”. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa syarat audit internal yang memadai adalah harus memiliki auditor internal yang independen dan objektif dalam pelaksanaan tugasnya sehingga tujuan audit dan tujuan perusahaan dapat tercapai.
2.2.7.2 Kompetensi Kualifikasi audit internal menurut Tugiman (2004), antara lain: 1. Audit internal harus memiliki pendidikan dan latihan yang memadai, karena audit berhubungan dengan analisis dan pertimbangan. Oleh karena itu audit internal harus mengerti catatan keuangan dan akuntansi sehingga dapat memverifikasi dan menganalisa dengan baik. 2. Selain pendidikan dan pelatihan, seorang audit internal juga harus berpengalaman dibidangnya. Apabila ia seorang auditor internal yang baru, ia harus dibimbing oleh auditor yang kompeten. 3. Seorang auditor dikatakan kompeten apabila ia memiliki cirri-ciri sebagai berikut: a. Auditor harus tertarik dan ingin mengetahui semua operasi perusahaan, selain itu juga harus mempunyai perhatian terhadap prestasi dan persoalan karyawan perusahaan mulai dari tingkat bawah sampai tingkat atas.
b. Seorang
auditor
internal
harus
tekun
dan
menjalankan
pekerjaannya. c. Auditor juga harus memandang suatu kesalahan sebagai sesuatu yang harus diselesaikan dan kesalahan dibuat sebisa mungkin dihindari. d. Auditor internal harus menelaah semua pengaruh yang terjadi terhadap profitabilitas dan efisiensi kegiatan perusahaan. e. Mempertimbangkan auditee sebagai mitra, karena tujuan dari audit internal bukan mengkritik tetapi untuk meningkatkan operasi perusahaan. 4. Seorang auditor internal harus mempunyai ide-ide yang cemerlang untuk membangun organisasi. Berdasarkan keterangan tersebut, dapat dijadikan kesimpulan bahwa seorang auditor internal harus mempunyai kualifikasi sebagai berikut: 1. Keahlian yang didapat dari pendidikan dan pelatihan serta pengalaman 2. Seorang auditor harus mempunyai ide-ide yang cemerlang yang dapat menunjang tugasnya dalam mengaudit. 2.2.8 Program Audit Internal Untuk dapat melakukan audit yang sistematis dan terarah maka pada saat audit dimulai, audit internal terlebih dahulu menyusun suatu perencanaan atau program audit yang akan dilakukan. Program audit ini dapat dipergunakan sebagai perencanaan dan pengawasan yang efektif atas pekerjaan audit secara keseluruhan. Program audit internal merupakan rangkaian yang sistematis dari prosedurprosedur audit untuk mencapai tujuan audit, untuk melaksanakan audit dengan hasil yang baik diperlukan program audit yang lengkap, rinci, dan terarah Menurut Mulyadi (2002) Program audit adalah sebagai berikut:
“Program audit merupakan daftar prosedur audit untuk seluruh audit unsur tertentu, sedangkan prosedur audit adalah instruksi rinci untuk menentukan tipe bukti audit tertentu yang harus diperoleh pada saat tertentu dalam audit”. Dalam program audit, auditor menyebutkan prosedur audit yang harus diikuti dalam melakukan verifikasi setiap unsur yang tercantum dalam laporan keuangan, tanggal dan paraf pelaksana program audit tersebut, serta penunjukkan indeks kertas kerja yang dihasilkan. Dengan demikian, program audit berfungsi sebagai suatu alat yang bermanfaat untuk menetapkan jadwal pelaksanaan dan pengawasan pekerjaan audit. Program audit dapat digunakan untuk merencanakan jumlah orang yang diperlukan untuk melaksanakan audit serta komposisinya, jumlah asisten dan auditor junior yang akan ditugasi, taksiran jam yang akan dikonsumsi, serta untuk memungkinkan auditor yang berperan sebagai supervisor dapat mengikuti kemajuan audit yang sedang berlangsung.
Menurut Russel (2002) definisi program audit sebagai berikut: “An audit program is the organizational structure, commitment, and documented methods used to plan and performs audits. A well managed audit program: 1. Plans and performs the audit 2. Strives to standardize and improve its performance 3. Produces audit results that are meaningful 4. Verifies compliance 5. Promotes continual improvement within the organization”. Russel mendefinisikan bahwa program audit adalah suatu struktur organisasi, komitmen, dan metode dokumentasi yang digunakan untuk merencanakan dan melaksanakan pemeriksaan. Program audit yang baik yaitu memiliki perencanaan dan pelaksanaan audit, berusaha atau menuju standar dan perbaikan pelaksanaan,
menghasilkan pemeriksaan yang memiliki arti, adanya pelaksanaan yang teruji, memperhatikan atau memelihara perbaikan dari perusahaan secara terus-menerus. Sedangkan menurut Arens (2005) mengenai program audit sebagai berikut: “The list of audit procedures for an audit area or an entire audit is called an audit program”. Berdasarkan definisi yang telah dikemukakan, dapat disimpulkan bahwa program audit merupakan suatu daftar prosedur audit yang dapat digunakan oleh auditor internal untuk melaksanakan tugas auditnya.
Menurut Tugiman (2006) program audit yang lengkap mempunyai kerangka pemikiran sebagai berikut: 1. Perencanaan pemeriksaan Perencanaan pemeriksaan haruslah didokumentasikan. 2. Pengujian dan pengevaluasian informasi Pemeriksa internal harus mengumpulkan, menganalisis, menginterpretasi, dan membuktikan kebenaran informasi untuk mendukung hasil pemeriksaan.. 3. Penyampaian hasil pemeriksaan Pemeriksa internal harus melaporkan hasil pemeriksaan yang dilakukannya. 4. Tindak lanjut hasil pemeriksaan Pemeriksaan internal harus terus-menerus meninjau dan melakukan tindak lanjut (follow up) untuk memastikan bahwa terhadap temuan pemeriksaan yang dilaporkan telah dilakukan tindakan yang tepat. Suatu audit diarahkan untuk menemukan salah saji yang material dalam laporan keuangan, apapun penyebabnya. Suatu audit memberikan keyakinan yang memadai bahwa laporan keuangan telah bebas dari kesalahan yang material. Auditor tidak pernah menjamin seratus persen apakah laporan keuangan tersebut akurat. Adapun tujuan program audit Menurut Mulyadi (2002) sebagai berikut:
“Program audit bertujuan untuk menyajikan analisis, penilaian, rekomendasi, dan komentar-komentar penting terhadap kegiatan manajemen, auditor internal menyediakan jasa tersebut”. Untuk mencapai tujuan tersebut, menurut Mulyadi (2002) auditor internal melaksanakan kegiatan-kegiatan berikut ini: 1. Pemeriksaan dan penilaian terhadap efektivitas pengendalian intern dan mendorong penggunaan pengendalian intern yang efektif dengan biaya yang minimum. 2. Menentukan sampai seberapa jauh pelaksanaan kebijakan manajemen puncak dipatuhi. 3. Menentukan
sampai
seberapa
jauh
kekayaan
perusahaan
dipertanggungjawabkan dan dilindungi dari segala macam kerugian. 4. Menentukan keandalan informasi yang dihasilkan oleh berbagai bagian dalam perusahaan. 5. Memberikan rekomendasi perbaikan kegiatan-kegiatan perusahaan.
Sedangkan tujuan program audit menurut Agoes (2004) sebagai berikut: “Program audit bertujuan untuk membantu semua pimpinan perusahaan (manajemen) dalam melaksanakan tanggung jawabnya dengan memberikan analisis,
penilaian,
saran,
dan
komentar
mengenai
kegiatan
yang
diperiksanya”. Untuk mencapai tujuan tersebut menurut Agoes (2004) sebagai berikut: 1. Menelaah dan menilai kebaikan, memadai tidaknya dan penerapan dari sistem pengendalian manajemen, pengendalian intern dan pengendalian operasional lainnya serta mengembangkan pengendalian yang efektif dengan biaya yang tidak terlalu mahal. 2. Memastikan ketaatan terhadap kebijakan, rencana dan prosedur-prosedur yang telah ditetapkan oleh manajemen.
3. Memastikan seberapa jauh harta perusahaan dipertanggungjawabkan dan dilindungi dari kemungkinan terjadinya segala bentuk pencurian, kecurangan dan penyalahgunaan. 4. Memastikan bahwa pengelolaan data yang dikembangkan dalam organisasi dapat dipercaya. 5. Menilai mutu pekerjaan setiap bagian dalam melaksanakan tugas yang diberikan oleh manajemen. 6. Menyarankan perbaikan-perbaikan operasional.
Dalam pembuatan program audit internal mengacu kepada proses audit internal. Menurut Tugiman (2007) proses audit internal ada sembilan langkah : 1. Seleksi audit 2. Persiapan penugasan 3. Servei pendahuluan 4. Deskripsi, analisis, dan evaluasi pengendalian intern 5. Pengujian lapangan 6. Pengembangan temuan dan rekomendasi 7. Pelaporan 8. Monitoring tindak lanjut 9. Evaluasi audit.
2.2.9
Laporan Audit Internal Laporan audit internal merupakan laporan yang berupa penyampaian hasil
seluruh kegiatan yang dilakukan audit internal, selain itu juga laporan ini merupakan realisasi dari tanggung jawab audit internal untuk mengkonfirmasikan hasil pengukuran efektivitas perusahaan terutama mengenai penilaian pelaksanaan pengendalian internal perusahaan.
Laporan yang dibuat audit internal yang efektif artinya bahwa penyajian laporan hasil pemeriksaan yang efektif tergantung dari kualitas pekerjaan yang telah dilakukan sebelumnya tetapi sebaliknya bahwa pekerjaan yang baik pun akan tidak berarti apabila penyajian laporan audit tidak memadai. Laporan hasil audit internal, dikemukakan oleh Brink and Witt (1999) "Effective reporting quite obviously depen on the quality of the work that has gone before, but it also true that good auditing work can be nullified by poor reporting”. Dari uraian tersebut, pelaporan yang efektif jelas sangat bergantung pada kualitas kerja auditor internal yang telah dilakukan sebelumnya. Oleh karena itu laporan audit jelas dan mudah dipahami agar kualitas kerja yang baik tidak dapat dirusaki dengan penyajian laporan yang tidak memadai. Agar laporan audit berfungsi efektif, menurut Tugiman (2003) auditor harus melaporkan hasil audit yang dilakukannya dengan memperhatikan hal-hal berikut: 1. laporan tertulis yang telah ditandatangani 2. mendiskusikan berbagai kesimpulan dan rekomendasi dengan tingkatan yang tepat 3. laporan harus objektif, jelas, singkat, konstruktif, dan tepat waktu 4. laporan harus mengemukakan tentang maksud, lingkup dan hasil pelaksanaan audit 5. laporan mencantumkan rekomendasi bagi perkembangan yang mungkin dicapai 6. mencantumkan pandangan dari pihak yang diaudit tentang berbagai kesimpulan atau rekomendasi 7. pimpinan audit internal harus mereview dan menyetujui laporan audit akhir 2.2.10 Tindak Lanjut Auditor Internal Auditor internal harus melaporkan tindak lanjut pemeriksaan untuk memastikan tindakan-tindakan perbaikan yang memadai telah dilakukan untuk mengatasi kelemahan-kelemahan yang dikemukakan dalam pemeriksaan. Apabila laporan telah dikeluarkan, tidak berarti semua tugas auditor internal telah selesai
karena masih diperlukan suatu tindak lanjut yang berupa evaluasi terhadap tindakantindakan yang telah diambil. Tindak lanjut hasil audit sangat diperlukan, karena segala usaha yang dilaksanakan dalam rangka audit mempunyai arti jika disertai tindak lanjut atas saran, usulan, rekomendasi yang diberikan. Hal ini sesuai dengan Norma Audit yang dikutip oleh Tugiman (2003) yang menyatakan bahwa: “Pemeriksa internal harus terus-menerus meninjau dan melakukan tindak lanjut (follow up) untuk memastikan bahwa terhadap temuan pemeriksaan yang dilaporkan telah dilakukan tindakan yang tepat”. Prosedur tindak lanjut yang sesuai harus diadakan untuk menentukan apakah rekomendasi atau saran-saran yang didasarkan pada aktivitas audit internal telah dipertimbangkan, apakah telah dilaksanakan tindakan korektif dan apakah hasil yang diperoleh bermanfaat, efektif dan memuaskan atau tidak.
2.3
Pengertian Efektivitas Efektivitas merupakan salah satu bagian dari pengendalian internal. Terdapat
beberapa faktor yang hendak dicapai atas pengendalian intern, diantaranya adalah hemat, efisiensi dan efektivitas operasi perusahaan dengan adanya audit internal. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia yang diterbitkan oleh Departemen Pendidikan dan Kebudayaan tentang pengertian efektivitas sebagai berikut: “Efektivitas adalah keberhasilan suatu tindakan yang diukur berdasarkan pencapaian tujuan tindakan tersebut”. Pengertian Efektivitas menurut Komarudin (1994) adalah sebagai berikut: “ Efektivitas merupakan suatu keadaan yang menunjukkan tingkat keberhasilan atau kegagalan kegiatan manajemen dalam mencapai tujuan yang telah di tetapkan “. Menurut Arens and Loebecke (2000) tentang pengertian efektivitas sebagai berikut:
“Effectiveness refers to the accomplishment of objective”. Whereas efficiency refers to the resource used to achive those objectives. An example of effectiveness is the production op parts without defects. Efficiency concerns whether those parts are produced at minimum cost”. Dari uraian tersebut, keadaan efektif jika tujuan dapat tercapai sesuai dengan yang diharapkan. Sedangkan efisiensi dapat dimaksudkan sebagai kemampuan organisasi dalam menggunakan sumber daya yang ada untuk menghasilkan keluaran yang diharapkan. Dalam hal ini efisiensi dapat dilihat dari dua sisi, yaitu kemampuan untuk menghasilkan keluaran tertentu dengan penggunaan sumber daya yang lebih sedikit dan kemampuan menggunakan sejumlah sumber daya tertentu untuk menghasilkan keluaran yang lebih besar.
2.4
Kredit
2.4.1 Pengertian Kredit Menurut UU No. 7 tahun 1992 sebagaimana telah diubah menjadi UU No. 10 tahun 1998 tentang perbankan menjelaskan pengertian kredit,disebutkan bahwa: “Kredit adalah penyediaan uang atau tagihan atau yang dapat dipersamakan dengan itu berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam-meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan jumlah bunga, imbalan, atau pembagian hasil keuntungan”. Dari pengertian tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa kredit dapat berupa uang atau tagihan yang nilainnya diukur dengan uang.
2.4.2 Unsur-unsur Kredit Kredit yang diberikan oleh suatu lembaga kredit berdasarkan atas asas kepercayaan, sehingga dengan demikian pemberian kredit merupakan pemberian kepercayaan. Unsur-unsur yang terdapat dalam kredit antara lain: 1. Kepercayaan Yaitu keyakinan dari si pemberi kredit bahwa prestasi yang diberikannya baik dalam bentuk uang, barang atau jasa, akan benar-benar diterimanya kembali dalam jangka waktu tertentu dimasa yang akan datang. 2. Waktu Yaitu masa yang memisahkan antara pembelian kredit prestasi dengan kontraprestasi yang akan diterima pada masa akan datang. Dalam unsur waktu ini terkandung pengertian nilai agio dari uang yaitu uang yang ada sekarang lebih tinggi nilainya dari uang yang akan diterima pada masa yang akan datang. 3. Degree Of Risk Yaitu suatu tingkat resiko yang akan dihadapi sebagai akibat dari adanya jangka waktu yang memisahkan antara pemberian prestasi dengan kontraprestasi yang akan diterima kemudian hari. 4. Prestasi, atau objek kredit itu saja diberikan dalam bentuk uang, tetapi juga dalam bentuk barang atau jasa. 2.4.3 Tujuan dan Fungsi Kredit Tujuan kredit mencakup scope yang luas. Dua fungsi pokok yang saling berkaitan dari kredit, menurut Sinungan (2000) adalah: 1. Profitability Yaitu tujuan untuk memperoleh hasil dari kredit berupa keuntungan yang dapat diperoleh dari bunga. 2. Safety
Yaitu keamanan dari prestasi atau fasilitas yang diberikan harus benarbenar terjamin sehingga tujuan profitability dapat benar-benar tercapai tanpa hambatan yang berarti. Menurut Kasmir (2003), dalam bukunya Dasar-dasar Fungsi Kredit Perbankan dalam Kehidupan Perekonomian antara lain: 1. Kredit dapat meningkatkan daya guna uang a. Para pemilik uang modal dapat secara langsung meminjamkan uangnya kepada para pengusaha yang memerlukan, untuk meningkatkan produksi atau untuk meningkatkan usahanya. b. Para pemilik uang atas modal dapat menyimpan uangnya pada lembaga-lembaga keuangan. Uang tersebut diberikan sebagai pinjaman kepada perusahaan-perusahaan untuk meningkatkan daya usahanya. 2. Kredit dapat meningkatkan peredaran dan lalu lintas uang Kredit uang yang disalurkan melalui rekening giro dapat menciptakan pembayaran baru seperti cek, giro, bilyet, dan wesel, sehingga apabila pembayaran-pembayaran dilakukan dengan cek, giro, bilyet, dan wesel maka akan dapat meningkatkan peredaran uang giral. Disamping itu, kredit perbankan yang ditarik secara tunai dapat pula meningkatkan peredaran uang kartal, sehingga arus lalu lintas uang akan berkembang pula. 3. Kredit dapat meningkatkan daya guna dan peredaran barang Dengan mendapat kredit, para pengusaha dapat memproses bahan baku menjadi barang jadi, sehingga daya guna barang tersebut meningkat. Disamping itu, kredit dapat pula meningkatkan peredaran barang, baik melalui penjualan secara kredit maupun dengan membeli barang-barang dari suatu tempat dan menjualnya ketempat lain. Pembelian tersebut
uangnya berasal dari kredit. Hal ini juga berarti bahwa kredit tersebut dapat pula meningkatkan manfaat suatu barang. 4. Kredit sebagai salah satu alat stabilitas ekonomi Dalam keadaan yang kurang sehat, kebijakan diarahkan kepada usahausaha antara lain: a. Pengendalian inflasi b. Peningkatan eskpor, dan c. Pemenuhan kebutuhan pokok masyarakat. 5. Kredit dapat meningkatkan gairah berusaha Setiap orang berusaha selalu ingin meningkatkan usahanya tersebut, namun adakalanya dibatasi oleh kemampuan dari faktor permodalan. Bantuan kredit yang diberikan oleh bank akan dapat mengatasi kekurangmampuan para pengusaha dalam faktor permodalan tersebut, sehingga pengusaha akan dapat meningkatkan usahanya. 6. Kredit dapat meningkatkan pemerataan pendapatan Dengan bantuan kredit dari bank, para pengusaha dapat memperluas usahanya dan mendirikan proyek-proyek baru. Peningkatan usaha dan pendirian proyek tersebut, dengan demikian pekerja tersebut akan memperoleh pendapatan. Apabila perluasan usaha serta pendirian proyekproyek baru telah selesai, maka untuk mengelolanya diperlukan pula tenaga kerja, dengan tertampungnya tenaga-tenaga kerja tersebut, maka pemerataan pendapatan akan meningkat pula. 7. Kredit dapat meningkatkan hubungan internasional Bank-bank besar di luar negeri yang mempunyai jaringan usaha, dapat memberikan bantuan dalam bentuk kredit, baik secara langsung maupun tidak langsung kepada perusahaan-perusahaan didalam negeri. Begitu juga negara-negara yang telah maju yang mempunyai cadangan devisa dan tabugan yang tinggi, dapat pula memberikan bantuan-bantuan dalam
bentuk kredit kepada negara-negara yang sedang berkembang untuk membangun. Bantuan dalam bentuk kredit ini tidak saja dapat mempererat hubungan ekonomi antar negara yang bersangkutan, tetapi juga dapat meningkatkan hubungan internasional. 2.4.4 Jenis-jenis Kredit Jenis-jenis kredit kredit yang ditawarkan perbankan kepada masyarakat, menurut Kasmir (2003) adalah sebagai berikut: 1. Kredit dilihat dari sudut tujuannya a. Kredit konsumtif Yaitu kredit yang diberikan dengan tujuan untuk memperlancar jalannya proses komsumtif b. Kredit produktif Yaitu kredit yang diberikan dengan tujuan untuk memperlancar jalannya proses produksi c. Kredit perdagangan Yaitu kredit yang diberikan dengan tujuan untuk membeli barangbarang untuk dijual lagi. Kredit perdagangan tersebut dapat terdiri atas: i.
Kredit perdagangan dalam negeri
ii.
Kredit perdagangan luar negeri
2. Kredit dilihat dari sudut jangka waktunya a. Kredit jangka pendek (Short term loan) Yaitu kredit yang berjangka waktu maksimum 1 tahun b. Kredit jangka menengah (Medium term loan) Yaitu kredit yang berjangka waktu antara 1 sampai 3 tahun c. Kredit jangka panjang (Long term loan) Yaitu kredit yang berjangka waktu lebih dari 3 tahun
3. Kredit dilihat dari sudut jaminannya a. Kredit tanpa jaminan (Unsecured loan) b. Kredit dengan jaminan (Secured loan) 4. Kredit dilihat dari sudut penggunaannya a. Kredit modal kerja Digunakan untuk keperluan untuk meningkatkan produksi dalam oprasianalnya.Sebagai contoh kredit modal kerja diberikan untuk membeli bahan baku, membayar gaji pegawai atau biaya-biaya lainnya yang berkaitan dengan proses produksi perusahaan. b. Kredit investasi Yaitu kredit jangka menengah atau jangka panjang yang diberikan oleh suatu bank kepada perusahaan untuk melakukan investasi atau penanaman modal.
2.4.5 Prinsip-prinsip Penilaian Kredit Penilaian kredit oleh bank dilakukan untuk mendapatkan keyakinan tentang nasabahnya. Adapun bentuk penilaian kredit secara umum dilakukan dengan analisis 5C + 2C, menurut Munawir (2002), prinsip-prinsip tersebut antara lain: 1. Character Merupakan sifat atau watak seseorang, yang harus benar-benar dapat dipercaya. Dilakukan dengan melihat dari latar belakang pekerjaan dan gaya hidup calon debitur tersebut. 2. Capacity Analisis untuk mengetahui kemampuan nasabah dalam membayar kreditnya. Kemampuan ini dihubungkan dengan latar belakang pendidikan dan pengalaman dalam mengelola bidang usahanya. 3. Capital
Menunjukkan posisi keuangan perusahaan pemohon kredit secara keseluruhan yang dapat dilihat dari laporan keuangannya (neraca dan laba rugi), yang disajikan dengan pengukuran solvabilitas dan rentabilitasnya. Analisis capital juga harus menganalisis dari sumber mana saja modal diperoleh sekarang ini, berapa persentase modal kerja yang digunakan untuk membiayai proyek yang dijalankan, berapa modal sendiri, dan berapa alokasi modal pinjaman. 4. Collateral Menunjukkan besarnya aktiva yang akan dijadikan sebagai jaminan atas kredit yang akan diberikan oleh bank. 5. Conditions Bank harus melihat kondisi ekonomi secara umum serta kondisi pada sektor usaha pemohon kredit. 6. Constrains Merupakan tambahan prinsip 5C lainnya yang perlu dijadikan bahan penilaian dan pertimbangan, constrains adalah faktor hambatan dan keterbatasan yang dapat timbul dalam perkreditan. Dalam pemutusan kredit perlu dilakukan penelitian mengenai kemungkinan timbulnya hambatan tersebut yang pada gilirannya akan dapat mengganggu kelancaran pembayaran kredit. 7. Convering Adalah suatu tindakan yang dilakukan oleh bank dengan mengikuti asuransi yang bertujuan untuk menghindari adanya kerugian apabila kredit yang diberikan mengalami kemacetan.
2.4.6 Kredit Modal Kerja Salah satu jenis kredit yang ditawarkan oleh bank adalah kredit modal kerja. Menurut Kasmir (2003), pengertian kredit modal kerja sebagai berikut: “Kredit yang digunakan untuk keperluan meningkatkan produksi dalam operasionalnya.”. Menurut Bastian (2006) tentang pengertian kredit modal kerja sebagai berikut: “Kredit modal kerja yaitu kredit yang diberikan oleh bank untuk menambah modal kerja debitor.” Berdasarkan uraian tersebut, kredit modal kerja adalah kredit yang diberikan oleh bank yang dimaksudkan untuk meningkatkan produksi dalam kegiatan operasional perusahaan, seperti membeli bahan baku, membayar gaji pegawai, dan biaya-biaya lainnya yang berkaitan dengan proses produksi perusahaan. Ciri-ciri kredit modal kerja sebagai berikut: 1. Diperlukan untuk penanaman modal 2. Mempunyai perencanaan yang terarah 3. Waktu penyelesaian kredit berjangka menengah Sehubungan dengan ciri-ciri tersebut, maka pada umumnya jumlah uang dalam kredit modal kerja lebih kecil dibandingkan dengan kredit investasi dan jangka waktunya relatif singkat. Hal ini akan menyangkut resiko pada pihak bank. Untuk menghindari atau memperkecil resiko atas pemberian kredit maka bank harus menetapkan suatu prosedur tertentu dalam memberikan kredit.
2.4.7 Prosedur Umum Pemberian Kredit Menurut Firdaus (2003) dalam bukunya Manajemen Perkreditan Bank Umum, mengemukakan tahap-tahap dalam proses pemberian kredit, sebagai berikut: 1. 2. 3. 4.
Persiapan kredit (credit preparation) Analisis atau penilaian kredit (credit analysis/credit appraisal) Keputusan kredit (credit decision) Pelaksanaan dan administrasi kredit (credit realization and credit administration)
5. Supervisi kredit dan pembinaan debitur (credit supervision and follow up). 1.
Persiapan kredit (credit preparation) Persiapan kredit adalah kegiatan tahap permulaan dengan maksud untuk
saling mengetahui informasi dasar antara calon debitur dengan baik, terutama calon debitur yang baru pertama kali akan mengajukan kredit kepada bank yang bersangkutan, biasanya dilakukan melalui wawancara langsung antara pejabat dengan pemohon atau cara-cara lain. Tujuan wawancara ini adalah untuk mencari informasi tambahan termasuk masalah yang dihadapi pemohon. Agar dapat memperoleh kredit, pemohon harus memenuhi syarat dan ketentuan yang telah ditetapkan oleh bank. Permohonan kredit harus diajukan secara tertulis, baik permohonan baru untuk mendapat kredit, permohonan tambahan kredit, permohonan perpanjangan masa berlaku kredit maupun perubahan syarat kredit. Formulir permohonan kredit pada umumnya berisi data yang bersifat informasi umum meliputi nama, alamat jelas pemohon, nama para pemilik atau pemegang saham perusahaan, susunan pengurus perusahaan sebelum menjadi nasabah maupun sejak menjadi nasabah lain, hubungan dengan perusahaan lain. Sedangkan data kuantitatif terdiri dari informasi data keuangan pemohon kredit yang terdiri dari data proyeksi usaha yang dilakukan, realisasi keuangan yang dicapai pada suatu periode yang lalu, serta data keuangan yang lainnya, informasi mengenai jaminan, seperti aktiva tetap, aktiva tidak tetap atas persediaan maupun piutangnya, serta informasi yang menyangkut besarnya kredit yang diminta. Informasi yang diperoleh akan diteliti kebenarannya oleh pihak bank, kemudian pihak bank akan menentukan apakah permohonan dapat dipertimbangkan atau ditolak. Suatu permohonan kredit ditolak apabila dalam penelitian pendahuluan disimpulkan bahwa permohonan tersebut dalam larangan pemberian kredit oleh pemerintah atau menyimpang dari kebijakan perkreditan. Penolakan tersebut akan diberitahukan kepada pemohon secara tertulis.
Sedangkan untuk permohonan kredit yang dipertimbangkan, akan diproses atau ditiadakan persiapan dengan melengkapi informasi yang diperlukan atau dikenal dengan persiapan kredit Permohonan kredit mencakup, permohonan fasilitas kredit terdiri dari: a. Permohonan baru kredit b. Permohonan tambahan kredit c. Permohonan perpanjangan masa laku kredit d. Permohonan syarat-syarat fasilitas kredit e. Permohonan diisi dan ditandatangani secara lengkap dan jelas, disertakan dengan lampiran yang diperlukan menurut jenis dan fasilitas kredit. 2.
Analisis atau penilaian kredit (credit analysis/credit appraisal) Dalam penyidikan ini dilakukan wawancara, pengumpulan data, pemeriksaan
atas kebenaran data dan informasi yang dikemukakan nasabah, sedang dalam keadaan analisis mempersiapkan pekerjaan-pekerjaan penguraian dari beberapa aspek dan menyusun laporan dari hasil analisis. Tujuan dalam tahap ini untuk menilai kelayakan permohonan kredit yang diajukan kepada bank, disamping itu penilaian dan analisis ini dilakukan dengan tujuan untuk meletakkan kepercayaan dan menghindari hal-hal yanag tidak diinginkan dikemudian hari bila kredit dikabulkan. Dengan analis kredit mengalami masalah dapat ditekan seminimal mungkin. Menurut Munawir (2002) aspek-aspek dalam analisis kredit sebagai berikut: a. Aspek Manajemen dan Organisasi Penilaian
aspek
manajemen
perusahaan
dimaksudkan
untuk
mengetahui kegiatan dan kemampuan juga kecakapan manajemen perusahaan. Penilaian aspek ini sangat kompleks perlu diperoleh informasi secara informal melalui pihak yang tahu persis keadaan manajemen perusahaan yang bersangkutan. b. Aspek Pemasaran
Penilaian aspek pemasaran produk memang perlu diketahui bank mengenai kemungkinan pangsa pasar yang dapat dicapai oleh produk tersebut terutama bagi produk-produk yang masih baru. Oleh karena itu dalam menganalisis aspek ini perlu diperhatikan daya serap, daya beli konsumen, serta prospek produk tersebut dimasa yang akan datang. c. Aspek Teknis Tujuan penilaian aspek ini antara lain untuk mengetahui sejauh mana kemampuan dan kesiapan teknis perusahaan dalam melakukan operasinya. Penilain aspek ini meliputi penilaian alat-alat produksi, tenaga kerja yang terlatih, proses produksi yang meliputi rencana dan supervisi serta terjaminnya bahan baku secara terus-menerus dan letak dari lokasi proyek. d. Aspek Keuangan Penilaian keadaan keuangan pemohon kredit dapat dilakukan dengan menganalisis laporan keuangan, analisis laporan keuangan meliputi arus kas, rasio-rasio keuangan, dan modal kerja perusahaan. Dari data tersebut dapat diketahui mengenai kinerja perusahaan dan selanjutnya dapat dibuat proyeksi keadaan keuangan perusahaan dimasa yang akan datang. e. Aspek Hukum Analisa aspek ini pada prinsipnya untuk menilai kebutuhan ketentuanketentuan legalitas oleh perusahaan yang meliputi akte pendirian serta ijin usaha.
f. Aspek Sosial dan Ekonomi Aspek ini berkaitan dengan lingkungan dimana proyek tersebut berlokasi yang meliputi reaksi masyarakat setempat atas proyek yang dibiayai dan kemungkinan kesempatan kerja.
g. Aspek Amdal Aspek ini berkaitan dengan dampak lingkungan dimana proyek tersebut berada. Proyek tersebut apakah menimbulkan pencemaran lingkungan atau ramah terhadap lingkungan dapat diketahui dengan adanya analisis terhadap aspek lingkungan ini. 3.
Tahap keputusan kredit (credit decision) Keputusan atas permohonan kredit adalah setiap tindakan pejabat yang
berdasarkan wewenangnya berhak mengambil keputusan menolak atau menyetujui atau mengusulkan permohonan fasilitas kredit kepada pejabat yang lebih tinggi. Wewenang pengambilan keputusan diantaranya: a. Wewenang Kepala Bagian Kredit (Cabang) Sampai sejumlah yang diperkenankan oleh pusat, apabila diluar batas wewenangnya maka harus minta persetujuan dari kantor pusat. b. Wewenang Direksi/Kantor Pusat i. Memberikan keputusan atas permohonan kredit yang diajukan oleh kantor pusat. ii. Memberikan keputusan atas permohonan kredit yang diajukan oleh kantor cabang. c. Wewenang Direksi atau Kantor Pusat dengan Bank Indonesia Mengenai
jenis-jenis
kredit
yang
menurut
ketentuan
memerlukan
persetujuan dari Bank Indonesia, terlebih dahulu kantor pusat akan meneruskan permohonan kredit yang diterima pada Bank Indonesia.
4.
Tahap Pelaksanaan dan Administrasi Kredit (credit realization and credit administration) a. Tahap Pelaksanaan Kredit Setelah calon debitur mempelajari dan menyetujui isi keputusan kredit serta bank telah menerima dan meneliti semua persyaratan kredit calon debitur maka kedua belah pihak menandatangai perjanjian kredit serta syarat-syarat umum pemberian kredit, beserta lampiran-lampirannya. b. Tahap Administrasi / Tata Usaha Kredit Dalam tahap ini, kredit yang telah direalisasi baik yang telah ditarik oleh debitur maupun yang belum segera dibukukan dengan mengacu kepada Pedoman Akuntansi Perbankan Indonesia (PAPI) yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia bekerjasama dengan Ikatan Akuntan Indonesia (IAI). Pada tahap ini juga dilaksanakan pengarsipan (filing) pelaporan, pencatatan data / informasi dan lain-lain sesuai dengan pedoman yang berlaku pada bank yang bersangkutan.
5.
Tahap Supervisi Kredit dan Pembinaan Debitur (credit supervision and follow up) Supervisi/pengawasan/pengendalian kredit dan pembinaan debitur pada
dasarnya adalah upaya pengamanan kredit yang telah diberikan oleh bank dengan jalan terus memantau/memonitor dan mengikuti aktivitas perusahaan, serta memberikan saran/nasihat dan konsultasi agar perusahaan/debitur berjalan dengan baik sesuai dengan rencana, sehingga pengembalian kredit akan berjalan dengan baik pula. Tahap ini merupakan tahap terakhir dari siklus kredit dan sekaligus pula merupakan tahap yang paling kritis dan sulit apalagi jika keadaan usaha debitur kurang menggembirakan. Dikatakan tahap paling sulit atau kritis, karena pada tahap-
tahap sebelumnya bank belum melibatkan uang dalam pembiayaan usaha debitur, sedangkan pada tahap ini bank telah melepaskan sejumlah uang untuk diputar dalam perusahaan debitur. Adapun batas tahapan supervisi ini pada umumnya dimulai dari pencarian kredit (disbursement) dan berakhir setelah sebuah kewajiban pada bank dilunasi oleh debitur. Supervisi dan pembinaan kredit hendaknya dilakukan secara simultan melalui dua cara yaitu: a. Supervisi dan Pembinaan secara Aktif Dilakukan
dengan
kunjungan-kunjungan
langsung
ke
lokasi
usaha/proyek debitur dan mengadakan penilaian berdasakan data fisik dan administratif/catatan-catatan yang ada pada nasabah serta mengadakan pembicaraan dan diskusi langsung dengan nasabah. b. Supervisi dan Pembinaan secara Pasif Dilakukan dengan cara mempelajari dan menganalisis informasiinformasi dan data yang ada pada bank, misalnya dari neraca dan perhitungan laba-rugi, dapat terlihat berapa keuntungan yang didapat atau kerugian yang diderita pada suatu saat. Bagaimana pula perkembangan perusahaan tersebut, akan terlihat jika bank hendak membandingkan dengan neraca/perhitungan laba rugi sebelumnya. Supervisi dan pembinaan debitur hanyalah suatu upaya meminimalisasikan kredit-kredit yang kurang lancar, diragukan atau macet, sebab bagaimanapun ketatnya upaya tersebut dalam kenyataannya hampir tidak mungkin bahwa segalanya akan berjalan dengan baik sesuai yang dikehendaki. Risiko yang mungkin terjadi dalam pemberian kredit adalah adanya kredit macet yang kemiudian diperlukan pengendalian internal untuk mengatasinya. Kasmir (2003) kemacetan kredit dapat disebabkan oleh unsur-unsur sebagai berikut:
a. Dari pihak perbankan Artinya dalam melakukan analisis kredit, pihak analisis kurang teliti, sehingga hasil yang dicapai tidak sesuai dengan prediksi sebelumnya. b. Dari pihak nasabah i. Adanya unsur kesengajaan ii. Adanya unsur ketidaksengajaan dimana debitur tidak mau membayar tetapi tidak tidak mampu akibat suatu musibah, dan sebagainya. Berdasarkan uraian yang telah dijelaskan mengenai kredit, dapat disimpulkan bahwa terdapat beberapa indikator efektivitas pemberian kredit, yang merupakan tujuan dari efektivitas pemberian kredit, yaitu meliputi adanya: a.
Pemberian kredit sesuai dengan prinsip-prinsip yang tetapkan dan prosedur-prosedur serta ketentuan yang telah ditetapkan oleh bank.
b.
Adanya keamanan kredit
c.
Adanya keuntungan bank dalam bentuk bunga
d.
Penggunaan kredit sesuai dengan rencana yang telah diajukan
e.
Pemberian kredit yang selektif berdasarkan ketentuan yang telah ditetapkan oleh bank
f.
2.5
Pengembalian kredit sesuai dengan jadwal yang telah ditentukan
Peranan Audit Internal dalam Menunjang Efektivitas Pemberian Kredit Modal Kerja Efektivitas pemberian kredit modal kerja memerlukan laporan untuk
menganalisis jumlah kredit yang diberikan serta ketepatan jangka waktu pengembaliannya sehingga menguntungkan bagi pihak-pihak sebagai kreditur. laporan tersebut juga harus mengungkapkan perkembangan yang tidak diinginkan atau penyimpangan-penyimpangan dari tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya. Fungsi audit internal meliputi penilaian, pemeriksaan kelayakan dan mengevaluasi pengendalian internal. Selanjutnya fungsi audit internal akan mengambil cara yang tepat untuk memungkinkan tindakan korektif dalam bentuk
pemberian analisis-analisis, penilaian-penilaian, dan rekomendasi dalam rangka meminimumkan usaha-usaha penyalahgunan kredit. Audit internal yang dapat meningkatkan efektivitas pemberian kredit diyakini telah memadai apabila memenuhi persyaratan berikut ini: 1. Adanya kualifikasi audit internal (independensi, objektivitas serta profesionalisme auditor internal). 2. Adanya struktur organisasi serta uraian tugas, wewenang dan tanggung jawab dari bagian audit internal. 3. Adanya program audit internal yang disusun dengan baik sehingga dapat mencapai tujuan pemeriksaan. 4. Tersedianya personalia bagian audit internal yang menunjukkan apa yang telah dicapai manajemen bank dalam operasional pemberian kredit serta saran perbaikan jika diperlukan. 5. Adanya tindak lanjut atas laporan hasil audit internal. Untuk mengatasi keterbatasan-keterbatasan pada pemberian kredit modal kerja, maka auditor internal dan manajemen terus-menerus mengevaluasi dan menilai pelaksanaan pemberian kredit pada bank sehingga tujuan perusahaan tercapai. Agar tujuan audit internal tercapai maka kegiatan audit internal yang dijalankan pada dasarnya harus mencakup verifikasi, compliance, dan evaluasi. Fungsi-fungsi audit internal diatas dapat dibahas sebagai berikut: 1. Verifikasi Verifikasi mendorong kebenaran informasi karena verifikasi dilakukan untuk memeriksa kewajaran dokumen, catatan, dan laporan yang dihasilkan. Yang merupakan sumber informasi bagi pimpinan cabang, sehingga dengan dilakukan verifikasi diharapkan informasi yang diterima oleh pimpinan cabang adalah benar dan akurat.
2. Compliance Audit yang dilakukan untuk menilai ketaatan atau kepatuhan terhadap prosedur dan kebijakan yang ada pada PT Bank Mega, Tbk. Audit ketaatan yang dilakukan sehubungan dengan pemberian kredit yang mencakup pemeriksaan terhadap pelaksanaan pemberian kredit. Seperti syarat-syarat perkreditan apakah telah dipenuhi oleh debitur, prosedur perkreditan, dan memeriksa perhitungan besar kecilnya kredit yang diberikan. 3. Evaluasi Kegiatan ini merupakan tanggung jawab auditor internal yang paling sulit dan yang paling penting diukur hasilnya. Evaluasi mencakup dua fungsi penilaian terhadap pelaksanaan dari berbagai tingkat manajemen dan penilaian terhadap pemberian kredit yang sedang berjalan diperusahaan. Evaluasi ini meliputi penemuan kelemahan-kelemahan yang ada pada objek yang diaudit yang kemudian menghasilkan rekomendasi. Adanya keterbatasan-keterbatasan pengendalian intern seperti kelemahan manusia dalam penerapan kebijakan dan prosedur, terjadinya persekongkolan dan dilanggarnya kebijakan prosedur yang ada, dengan mengabaikan faktor-faktor lain yang dapat mempengaruhi pemberian kredit dan pengabulan pengajuan kredit. Maka apabila audit internal dapat dilaksanakan secara memadai akan dapat menunjang efektivitas pemberian kredit modal kerja.