BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Pembangunan Ekonomi Daerah
2.1.1 Pengertian Untuk menaikkan taraf hidup suatu masyarakat serta mengurangi gap atau jurang perbedaan kemakmuran antara negara kaya dan negara miskin, daerah kaya dan daerah miskin, diperlukan pembangunan disegala bidang, terutama bidang ekonomi. Kemampuan daerah untuk bertumbuh akan sangat ditentukan oleh faktorfaktor ekonomi yang dimiliki daerah tersebut. Oleh karena itu, daerah harus mengetahui secara rinci sifat-sifat faktor tersebut agar dapat menentukan besar atau pengaruh faktor tersebut pada pertumbuhan ekonomi daerah. Simanjuntak (2003) mengatakan, perkembangan ekonomi suatu daerah selama proses pembangunan akan disertai dengan pertumbuhan ekonomi dan perubahan struktur ekonomi.
Meningkatnya pertumbuhan ekonomi akan
meningkatkan akumulasi dan alokasi dana, sehingga pada saatnya akan dapat meningkatkan produksi dan pendapatan masyarakat.
Daerah harus dapat
mempertahankan kesinambungan (kontuinitas) pertumbuhan ekonomi agar pembangunan di daerah tersebut juga dapat terus berlanjut. Namun menurut Kuncoro (2003) dalam Safi’i (2007:61), proses pembangunan daerah pada dasarnya bukanlah sekedar fenomena ekonomi semata. Pembangunan tidak sekedar ditujukan pada prestasi pertumbuhan ekonomi yang dicapai oleh suatu negara/daerah, namun yang lebih luas dari itu pembangunan
6 Universitas Sumatera Utara
memiliki perspektif yang luas terutama perubahan sosial. Dimensi sosial yang sering terabaikan dalam pendekatan pertumbuhan ekonomi, justru mendapat tempat strategis bagi proses pembangunan. Dalam proses pembangunan selain mempertimbangkan pertumbuhan dan pemerataan, juga dampak aktivitas ekonomi terhadap kehidupan sosial masyarakat. Lebih dari itu, dalam proses pembangunan dilakukan upaya yang bertujuan untuk mengubah struktur perekonomian kearah yang lebih baik. Todaro (2000) mendefenisikan pembangunan ekonomi sebagai proses multidimensional yang melibatkan perubahan besar dalam struktur sosial, sikapsikap mental yang sudah terbiasa dan lembaga nasional termasuk pula percepatan (akselerasi)
pertumbuhan
ekonomi,
pengurangan,
ketimpangan
dan
pemberantasan kemiskinan absolut. Pembangunan
ekonomi
itu
pada
dasarnya
diharapkan
mampu
menggambarkan perubahan seluruh keadaan yang terdapat dalam masyarakat serta membawa perubahan berbagai masalah yang dihadapi oleh anggota masyarakat baik secara individual maupun kelompok yang bernaung di dalam suatu sistem, yang bergerak maju dari kondisi yang serba kekurangan dan tidak memuaskan menuju kepada yang jauh lebih baik, material maupun spritual. Selanjutnya Todaro (2000) mengemukakan tiga sasaran pembangunan yaitu: 1.
Meningkatkan persediaan dan memperluas pembagian atau pemerataan bahan-bahan pokok yang dibutuhkan untuk bisa hidup, seperti makanan, perumahan, kesehatan dan perlindungan.
7 Universitas Sumatera Utara
2.
Meningkatkan taraf hidup termasuk menambah dan mempertinggi penghasilan, penyediaan lapangan kerja yang memadai, sarana pendidikan yang lebih baik dan perhatian yang lebih besar terhadap nilai-nilai budaya dan manusiawi.
3.
Memperluas jangkauan pilihan ekonomi dan sosial bagi seluruh individu dan nasional dengan cara membebaskan mereka dari sikap-sikap budak dan ketenagakerjaan. Berdasarkan keterangan diatas, dapatlah diambil suatu kesimpulan bahwa
pembangunan ekonomi adalah suatu proses dimana dengan proses tersebut akan terlihat adanya perubahan besar dalam struktur sosial, sikap-sikap mental yang sudah terbiasa.
Di samping itu pertumbuhan ekonomi serta pemberantasan
kemiskinan dan pengurangan ketimpangan-ketimpangan dalam pendapatan perkapita melalui perluasan lapangan kerja yang memadai, mutu pendidikan yang ditunjang oleh sarana yang lebih meningkat serta memberantas masyarakat dari ketergantungan, mengangkat kesadaran akan harga diri guna tercapainya tujuan pembangunan yaitu meningkatkan persediaan dan perluasan pembagian pemerataan bahan-bahan pokok yang dibutuhkan untuk hidup, meningkatkan taraf hidup melalui peningkatan penghasilan dan perluasan jangkauan pilihan ekonomi dan sosial bagi seluruh masyarakat. Selain itu, Arsyad (1999) mendefenisikan pembangunan ekonomi sebagai suatu proses yang menyebabkan pendapatan perkapita penduduk suatu negara meningkat dalam jangka panjang.
8 Universitas Sumatera Utara
Dari definisi di atas jelas bahwa pembangunan ekonomi mempunyai tiga sifat penting, yaitu: a.
Suatu proses yang berarti perubahan yang terjadi terus menerus,
b.
Usaha untuk menaikkan pendapatan per kapita, dan
c.
Kenaikan pendapatan per kapita itu harus terus berlangsung dalam jangka panjang. Djoyohadikusumo (1994) mengatakan pembangunan ekonomi adalah suatu
usaha memperbesar pendapatan perkapita dan menekan produktivitas perkapita dengan jalan menambah peralatan modal dan menambah skill, atau pembangunan ekonomi adalah menambah skill agar satu sama lainnya membawa pendapatan perkapita yang lebih tinggi. Mudrajat Kuncoro (2004:110), menekankan bahwa pembangunan ekonomi daerah adalah suatu proses dimana pemerintah daerah dan seluruh komponen masyarakat mengelola berbagai sumber daya yang ada dan membentuk suatu pola kemitraan untuk menciptakan suatu lapangan kerja baru dan merangsang pengembangan kegiatan ekonomi dalam daerah tersebut amat tergantung dari masalah fundamental yang dihadapi oleh daerah itu. Bagaimana daerah mengatasi masalah fundamental yang dihadapi ditentukan oleh strategi pembangunan yang dipilih. Dalam konteks ini pentingnya merumuskan visi dan misi, dan kemudian memilih strategi yang tepat. Lebih lanjut menurut Kuncoro (2004:112), ada 4 peran pemerintah dalam proses pembangunan ekonomi daerah, yaitu :
9 Universitas Sumatera Utara
1.
Wirausaha Sebagai
wirausaha,
pemerintah
daerah
bertanggung
jawab
untuk
menjalankan suatu usaha bisnis, misalnya BUMD. Pemerintah daerah dapat memanfaatkan potensi tanah dan bangunan untuk tujuan bisnis, seperti pengelolaan pasar tradisional, perusahaan daerah air minum atau menciptakan pusat hiburan rakyat yang dapat dimanfaatkan untuk menciptakan peluang kerja.
Namun, aset-aset pemerintah daerah harus
dapat dikelola dengan lebih baik sehingga lebih menguntungkan dan sebagai usaha peningkatan pendapatan asli daerah. 2.
Koordinator Pemerintah daerah bertindak sebagai koordinator untuk menetapkan kebijakan
atau
mengusulkan
strategi-strategi
bagi
pembangunan
didaerahnya. Selain itu, dapat juga melibatkan kelompok masyarakat dalam mengumpulkan informasi dan mengevaluasi informasi seperti tingkat ketersediaan pekerjaan, angkatan kerja, pengangguran dan jumlah perusahaan. 3.
Fasilitator Pemerintah daerah dapat mempercepat pembangunan melalui perbaikan lingkungan perilaku didaerahnya. Peran ini meliputi pengefisieanan proses pembangunan, perbaikan prosedur perencanaan, dan penetapan peraturan.
4.
Stimulator Pemerintah daerah dapat menstimulasi penciptaan dan pengembangan usaha melalui tindakan-tindakan khusus yang akan mempengaruhi perusahaan-
10 Universitas Sumatera Utara
perusahaan untuk masuk ke daerah tersebut dan menjaga agar perusahaan yang ada tetap berada didaerah tersebut. Jhingan (2008) mengatakan bahwa sasaran utama dari pembangunan nasional adalah meningkatkan pertumbuhan ekonomi serta pemerataan hasilhasilnya demikian juga ditujukan bagi pemantapan stabilitas nasional.
Hal
tersebut sangat ditentukan keadaan pembangunan secara kedaerahan. Dengan demikian para perencana pembangunan nasional harus mempertimbangkan aktifitas pembangunan dalam konteks kedaerahan tersebut sebab masyarakat secara keseluruhan adalah bisnis dan bahkan merupakan faktor yang sangat menentukan bagi keberhasilan pembangunan nasional. Munir (2002) mengatakan bahwa dengan dilaksanakannya pembangunan wilayah bukanlah semata-mata terdorong oleh rendahnya tingkat hidup masyarakat melainkan merupakan keharusan dalam meletakkan dasar-dasar pertumbuhan ekonomi nasional yang sehat, untuk masa yang akan datang. Dengan dilaksanakannya pembangunan daerah diharapkan dapat menaikkan taraf hidup masyarakat sekaligus merupakan landasan pembangunan nasional akan berhasil apabila pembangunan masyarakat berhasil dengan baik. Pembangunan daerah merupakan pembangungan yang segala sesuatunya dipersiapkan dan dilaksanakan oleh daerah, mulai dari perencanaan, pembiayaan, pelaksanaan sampai dengan pertanggungjawabannya. Dalam kaitan ini daerah memiliki hak otonom. Sedangkan pembangunan wilayah merupakan kegiatan pembangunan yang perencanaan, pembiayaan, dan pertanggungjawabannya
11 Universitas Sumatera Utara
dilakukan oleh pusat, sedangkan pelaksanaannya bisa melibatkan daerah dimana tempat kegiatan tersebut berlangsung. Lebih lanjut, Munir (2002) menegaskan bahwa perbedaan kondisi daerah membawa implikasi bahwa corak pembangunan yang diterapkan di setiap daerah akan berbeda pula. Peniruan mentah-mentah terhadap pola kebijaksanaan yang pernah diterapkan dan berhasil pada suatu daerah, belum tentu memberi manfaat yang sama bagi daerah yang lain. Namun pembangunan ekonomi daerah menjadi persoalan mendasar karena hingga kini belum berhasil memuaskan. pembangunan tidak tepat sasaran
Saat ini, banyak proyek-proyek
dan tidak sesuai dengan kebutuhan
pengembangan kesejahteraan masyarakat daerah.
Hal ini berakibat adanya
inefisiensi pembiayaan pembangunan. Dampak kebijakan demikian memberikan kontribusi negatif pada keberhasilan pembangunan atau tidak terdapat hubungan signifikan
antara
peningkatan
biaya
pembangunan
dengan
keberhasilan
pembangunan yang ditandai dengan masih rendahnya pengurangan angka kemiskinan dan peningkatan kesejahteraan masyarakat. Sukardi
(2003)
dalam
upaya
untuk
mencapai
kesejahteraan
dan
kemakmuran suatu daerah, diperlukan pertumbuhan ekonomi yang tinggi. Secara umum dikatakan, perlu pendapatan yang tinggi untuk dapat mencapai kesejahteraan atau meningkatkan standar hidup. Pertumbuhan ekonomi tersebut dibutuhkan untuk meningkatkan standar hidup masyarakat yang jumlahnya juga meningkat. Setelah disadari bahwa pertumbuhan ekonomi adalah penting bagi pencapaian kesejahteraan maka pembicaraan beralih ke masalah dari mana bisa
12 Universitas Sumatera Utara
didapat pertumbuhan ekonomi tersebut. Secara aritmatika, sumber pertumbuhan dapat dibedakan menjadi pertumbuhan yang disebabkan oleh modal, tenaga kerja dan perubahan dalam produktivitas.
Perubahan dalam produktivitas ini
menjelaskan adanya perbedaan pertumbuhan antar daerah.
Sedangkan yang
mempengaruhi produktivitas adalah kemajuan teknologi (technological progress). Sebagai suatu proses, pembangunan ekonomi berhubungan dengan perubahan dalam komposisi dari input dan output dari ekonomi. Perubahanperubahan ini akan menyebabkan perubahan dalam segala perbaikan pada kondisi masyarakat. Tujuan utama dari pembangunan adalah inkorporasi dalam produksi dan memuaskan segala aktifitas dari masyarakat yang berpartisipasi. Kegiatan produktif ini memiliki bermacam fungsi seperti kegiatan menghasilkan pendapatan, merubah bahan mentah menjadi barang dan jasa yang siap untuk dikonsumsi (Saifan, 2011) Menurut Khusaini (2006) dalam Safi’i (2007:75), masalah pokok dalam pembangunan daerah terletak pada penekanan-penekanan terhadap kebijakankebijakan pembangunan didasarkan pada kekhasan daerah yang bersangkutan (endogenous development) dengan menggunakan potensi sumber daya manusia, sumber daya alam serta sumber daya buatan yang dimiliki oleh daerah yang bersangkutan.
Disini
APBD
menduduki
posisi
sentral
dalam
upaya
pengembangan kapabilitas dan efektivitas pemerintah daerah. APBD digunakan sebagai alat menetukan besarnya pendapatan dan pengeluaran, membantu pengambilan keputusan dan perencanaan pembangunan, otorisasi pengeluaran di masa-masa yang akan datang, sumber pengembangan
ukuran-ukuran standar
13 Universitas Sumatera Utara
evaluasi kinerja, alat untuk memotivasi para pegawai dan alat koordinasi bagi semua aktivitas dari berbagai unit. Krisnamurthi (1995) dalam Saifan (2011) mengatakan pembangunan ekonomi yang berhasil harus memiliki empat dimensi pokok, yaitu pertumbuhan ekonomi, pengurangan kemiskinan, perubahan atau transformasi struktur ekonomi dan kesinambungan pembangunan itu sendiri. Namun Fatah (2006) dalam Safi’i (2007:80) mengatakan bahwa ukuran keberhasilan pembangunan idealnya harus ditentukan berdasarkan dimensi pembangunan, yakni tergantung pada fokus dan orientasi pembangunan mana yang dilaksanakan dan dimensi mana yang lebih menjadi perhatian bersama baik decision maker dan para planner sebagai perencana dan perancang, para pelaksana pembangunan itu sendiri sebagai pihak yang menjalankan atau sering disebut juga sebagai agen pembangunan, maupun masyarakat pada umumnya sebagai sasaran pembangunan. Dimensi yang menjadi perhatian ini kemudian diberikan indikator.
Indikator-indikator dari berbagai dimensi pembangunan
inilah yang kemudian menjadi tolak ukur atau ukuran keberhasilan pelaksanaan pembangunan. Pengukuran keberhasilan pembangunan dalam menurut Fatah (2006) dalam Safi’i (2007:81) harus melewati dua tahap, yaitu : 1.
Tahapan identifikasi target pembangunan Tahap ini diperlukan diperlukan agar dapat menentukan secara jelas siapa yang akan menikmati hasil pembangunan dan bagaimana upaya-upaya yang
14 Universitas Sumatera Utara
dapat dilakukan agar hasil pembangunan tersebut benar-benar dinikmati oleh mereka yang berhak. 2.
Tahapan agregasi karakteristik target pembangunan Pada tahap ini diperlukan untuk menjaga agar ketika skala kegiatan pembangunan diperluas, target yang dituju tetap memenuhi karakteristik dan kriteria yang ditetapkan pada tahap identifikasi. Ukuran keberhasilan pembangunan lainnya adalah dengan pendekatan
pengentasan kemiskinan, yakni bahwa keberhasilan pembangunan diukur dengan seberapa jauh upaya-upaya pembangunan dapat mengentaskan kemiskinan. Ukuran kemiskinan ini sendiri cukup bervariasi, namun pada umumnya semua dilandaskan pada kerangka berfikir bahwa ada tingkat atau level tertentu yang harus dipenuhi bagi seseorang untuk hidup layak, dan untuk dapat beraktivitas memperbaiki taraf kehidupannya secara bebas dan mandiri tanpa ketergantungan yang berlebihan kepada pihak lain. 2.2.1. Hambatan Pembangunan Ekonomi Daerah Menurut M.L Jhingan (2008), pembangunan ekonomi tidak dapat dicapai semata-mata dengan menyingkirkan hambatan yang menghalangi kemajuan ekonomi. Syarat utama bagi pembangunan ekonomi ialah proses pertumbuhannya harus bertumpu pada kemampuan perekonomian di dalam negeri.
Beberapa
hambatan pembangunan ekonomi daerah menurut M.L Jhingan (2008:33-40) adalah sebagai berikut :
15 Universitas Sumatera Utara
1.
Perkembangan penduduk dan tingkat pendidikan yang rendah Perkembangan
penduduk
menjadi
pendorong
maupun
penghambat
pembangunan. Perkembangan penduduk yang cepat tidak selalu menjadi penghambat dalam pembangunan ekonomi jika penduduk tersebut mempunyai kapasitas untuk menyerap dan menghasilkan produk yang dihasilkan. Namun perkembangan penduduk yang begitu cepat di negaranegara berkembang belum menjadi modal dasar yang positif. jumlah
penduduk
yang
banyak
seringkali
menjadi
Bahkan
penghambat
pembangunan. 2.
Perekonomian yang bersifat dualistik Perekonomian yang bersifat dualistik merupakan hambatan karena menyebabkan produktivitas berbagai kegiatan produktif sangat rendah dan usaha-usaha untuk mengadakan perubahan sangat terbatas sekali. Yang paling rawan adalah hambatan berupa dualisme sosial dan teknologi yang sangat berpengaruh terhadap mekanisme pasar sehingga sumber daya yang tersedia tidak digunakan secara efektif dan efisien.
3.
Tingkat pembentukan modal yang rendah Tingkat pembentukan modal yang rendah merupakan hambatan utama bagi pembangunan ekonomi. Pembentukan modal di negara-negara yang sedang berkembang
“Vicious
Cycle”
(lingkaran
tak
berujung
pangkal).
Produktivitas yang sangat rendah mengakibatkan rendahnya pendapatan riil. Pendapatan yang rendah mengakibatkan low saving dan low investment, dan rendahnya pembentukan modal.
16 Universitas Sumatera Utara
Pendapatan yang rendah mengakibatkan tabungan rendah pula. Tabungan yang rendah akan melemahkan pembentukan modal yang pada akhirnya kekurangan modal, masyarakat terbelakang, kekayaan alam belum dapat diolah dan seterusnya sehingga merupakan lingkaran yang tidak berujung. 4.
Struktur ekspor berupa bahan mentah Sektor ekspor negara sedang berkembang belum merupakan “engine of growth” karena bersifat industri yang mendorong ekonomi dualisme yang kurang mendorong perkembangan ekonomi lebih lanjut. Publis dan Singer berpendapat bahwa dalam jangka panjang daya tukar barang-barang yang diperdagangkan oleh negara sedang berkembang dengan negara maju akan bertambah buruk dan merugikan negara sedang berkembang.
5.
Proses sebab-akibat kumulatif Sebab-akibat kumulatif sirkuler adalah penghambat pembangunan di daerah miskin sebagai akibat pembangunan di daerah maju sehingga timbul gap antara daerah maju dengan daerah miskin. Keadaan-keadaan yang menghambat pembangunan disebut back wash
effect. Faktor yang menimbulkan back wash effect yaitu: 1.
Perpindahan penduduk dari daerah miskin ke daerah yang lebih maju,
2.
Corak pengaliran modal yang beraksi,
3.
Pola perdagangan dan kegiatan perdagangan terutama didominasi oleh industri-industri di daerah yang lebih maju. Hal ini menyebabkan daerah miskin mengalami kesukaran untuk mengembangkan pasar hasil industrinya dan memperlambat perkembangan di daerah miskin.
17 Universitas Sumatera Utara
Akhirnya keadaan yang menimbulkan back wash effect adalah keadaan jaringan pengangkutan yang jauh lebih baik di daerah yang lebih maju sehingga menyebabkan kegiatan produksi dan perdagangan dapat dilaksanakan lebih efisien di daerah tersebut. 2.2
Otonomi Daerah dan Pemekaran Wilayah
2.2.1 Konsep Dasar Otonomi Daerah Di era reformasi ini sangat dibutuhkan sistem pemerintahan yang memungkinkan cepatnya penyaluran aspirasi rakyat, namun tetap berada dibawah pengawasan pemerintah pusat.
Hal tersebut sangat diperlukan karena mulai
munculnya ancaman-ancaman terhadap keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia, hal tersebut ditandai dengan banyaknya daerah-daerah yang ingin memisahkan diri dari Negara Kesatuan Republik Indonesia. Menurut Anwar (2000) dalam Malia (2009:10) terjadinya negara kesatuan yang sentralistik ternyata banyak menimbulkan dampak negatif yang tidak mengarah pada peningkatan kesejahteraan masyarakat secara berkelanjutan. Sentralisasi kekuasaan tidak memberikan insentif kepada daerah-daerah untuk meningkatkan produktivitasnya, maupun dalam memelihara sumber daya dasar wilayah kearah berkelanjutan. Oleh karena itu adanya wacana desentralisasi, kekuatan pusat yang dilimpahkan kepada daerah-daerah otonom diharapkan akan memperbaiki kinerja ekonomi secara lebih produktif dan berkelanjutan dimasa depan. Sesuai Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, otonomi daerah adalah hak, wewenang dan kewajiban daerah otonom
18 Universitas Sumatera Utara
untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Undang-
Undang Nomor 32 Tahun 2004 juga mendefenisikan daerah otonom, selanjutnya disebut daerah, adalah kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas-batas wilayah yang berwenang mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia. Kaho (1998) dalam Safi’i (2007:11) mengemukakan bahwa yang dimaksud dengan otonomi daerah adalah hak dan wewenang untuk mengatur dan mengurus tangganya sendiri. Urusan rumah tangga sendiri ialah urusan yang lahir atas adanya prakarsa daerah, dilaksanakan oleh aparatur daerah dan dibiayai dengan pendapatan daerah yang bersangkutan. Dalam defenisi umum otonomi daerah adalah dimilikinya kewenangan daerah otonom dalam rangka mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Agusniar (2006) dalam Malia (2009:14) mengatakan otonomi daerah di Indonesia bukan merupakan konsep baru, karena sejak republik ini berdiri, otonomi daerah sudah menjadi bahan pemikiran para founding fathers kita. Hal ini terbukti dengan dituangkannya masalah otonomi daerah dalam UUD 1945, yang ditindaklanjuti dengan berbagai UU sejak tahun 1958 hingga tahun 1999 dengan UU No. 22 tentang Pemerintah Daerah secara nyata direvisi menjadi UU No.32 Tahun 2004. Namun dalam implementasinya selama ini kita tidak pernah mampu melaksanakan otonomi daerah secara nyata, lebih lanjut diterangkan
19 Universitas Sumatera Utara
bahwa ada beberapa permasalahan yang perlu dipahami dalam penerapan otonomi, yaitu : 1.
Kita harus memahami bahwa otonomi daerah adalah suatu sistem pemerintahan dalam sistem ketatanegaraan secara utuh. Ini berarti bahwa otonomi adalah subsistem dalam sistem ketatanegaraan dan merupakan sistem yang utuh dalam pemerintahan. Artinya, seluas apapun otonomi daerah diterapkan tidak akan pernah lepas dari kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia.
2.
Perlu dipahami pula bahwa untuk dapat melaksanakan otonomi secara baik dan benar diperlukan adanya political will (kemauan politik) dari semua pihak, baik pemerintah pusat, masyarakat maupun pemerintah daerah. Kemauan politik ini sangat penting, karena diyakini dapat mempersatukan berbagai kepentingan yang berbeda kedalam suatu wadah pemahaman yang berorientasi pada satu tujuan. Dengan kemauan politik ini pula diharapkan pemikiran-pemikiran parsial, primordial, rasial (etnosentris) dan separatism dapat terbendung, bahkan dapat diakomodasikan secara optimal menjadi suatu kekuatan yang besar bagi proses pembangunan.
3.
Perlu adanya komitmen bersama untuk melaksanakan otonomi
daerah
sesuai dengan aturan yang berlaku guna mencapai tujuan yang diharapkan. Banyak kesalahan interpretasi terhadap pengertian otonomi daerah. Dengan otonomi daerah, dikira daerah merdeka dan bahkan melepaskan diri dari Negara Kesatuan Republik Indonesia. Timbul juga pemikiran ekstrim, bahwa dengan otonomi daerah, masing-masing daerah akan menutup diri. Orang yang berasal
20 Universitas Sumatera Utara
dari luar daerah tertentu tidak akan diperkenankan untuk mendapatkan pekerjaan atau sumber penghidupan di daerah tersebut, hanya orang asli daerah tersebut saja yang boleh mendapatkan sumber kehidupan di daerah tersebut. Ini semua adalah keliru. Justru dengan otonomi daerah, hubungan daerah yang satu dengan yang lain harus semakin erat untuk saling mengisi dan saling tolong-menolong. Dalam kehidupan modern, tidak mungkin suatu daerah menutup diri dan dapat memenuhi semua kebutuhan daerahnya sendiri. Perekonomian daerah itu bersifat terbuka, sehingga hubungan perdagangan dan komunikasi akan memenuhi kebutuhan penduduknya baik barang maupun jasa. Menurut Suparmoko (2002:19), ada beberapa keuntungan dan kerugian dalam penerapan otonomi daerah di Indonesia. Keuntungan dari sistem otonomi daerah adalah : 1.
Pemerintah daerah akan bekerja lebih efisien daripada pemerintah pusat. Namun harus hati-hati dalam menentukan kegiatan apa yang harus dikelola pemerintah pusat dan kegiatan yang seyogyanya diserahkan pada pemerintah daerah.
2.
Pemerintah daerah akan lebih mampu menyediakan jasa pelayanan publik yang bervariasi sesuai dengan preferensi (keinginan) masing-masing masyarakat.
3.
Penduduk akan bebas berpindah tempat tinggal ke daerah yang sesuai dengan keinginannya.
4.
Proses politik akan cepat, sederhana dan efisien.
21 Universitas Sumatera Utara
5.
Dapat lebih banyak eksperimen dan inovasi dalam bidang administrasi dan ekonomi. Lebih lanjut, Suparmoko juga menguraikan beberapa kerugian otonomi
daerah, yaitu : 1.
Tidak semua penyediaan jasa publik disediakan secara efisien oleh pemerintah daerah. Misalnya dalam hal pertahanan dan keamanan, apabila diserahkan kepada pemerintah daerah, maka setiap daerah akan bertanggung jawab terhadap daerahnya masing-masing dalam menghadapi serangan dari luar. Tentunya seluruh masyarakat Indonesia sebagai suatu bangsa yang harus mempertahankan kesatuannya menghadapi serangan luar.
2.
Dalam hal redistribusi pendapatan, pemerintah daerah juga tidak efisien dalam mengusahakannya.
3.
Dalam kaitannya dengna tujuan ekonomi makro, jelas pemerintah daerah tidak akan dapat melaksanakannya, khususnya yang berkaitan dengan kebijakan moneter. Rasyid (2002) dalam Safi’i (2007:12) mengemukakan sejumlah argumentasi
mengapa dalam sistem pemerintahan Indonesia sebaiknya menggunakan prinsipprinsip desentralisasi, diantaranya adalah sebagai berikut : 1.
Efektifitas dan efisiensi penyelenggaraan pemerintah. Pemerintah negara mengelola berbagai dimensi kehidupan, misalnya kesejahteraan masyarakat, pelayanan sosial, ekonomi, politik dan urusan lainnya.
22 Universitas Sumatera Utara
2.
Pendidikan politik. Banyak kalangan ilmu politik berargumentasi bahwa pemerintah daerah merupakan kancah pelatihan (training ground) dan pengembangan demokrasi suatu negara.
3.
Pemerintahan daerah sebagai persiapan untuk karir politik lanjutan. Keberadaan intitusi lokal, yakni sebagai eksekutif dan legislatif daerah merupakan wahana yang sangat tepat untuk memajukan karir politik di tingkat nasional.
4.
Stabilitas nasional. Sharpe (1981) menyatakan bahwa stabilitas politik nasional berawal dari stabilitas politik di tingkat lokal. Artinya apabila stabilitas politik di tingkat lokal berada pada kondisi yang berbahaya, maka demikian pula stabilitas politik di tingkat nasional.
5.
Kesetaraan politik.
Dengan dibentuknya pemerintahan daerah, maka
kesetaraan politik diantara berbagai komponen akan terwujud. Masyarakat di tingkat lokal sebagaimana yang ada di tingkat nasional akan mempunyai kesempatan untuk menyalurkan aspirasi politiknya secara langsung melalui lembaga perwakilan yang ada. 6.
Akuntabilitas publik. Demokrasi politik akan menciptakan kebebasan bagi warga masyarakat. Salah satu faktor yang tidak bisa dinafikan dalam hal demokrasi dan sistem desentralisasi adalah adanya akuntabilitas publik. Para pemegang jabatan publik harus mampu mempertanggungjawabkan segala tindakan atau kebijakan yang dijalankannya kepada masyarakat lokal.
23 Universitas Sumatera Utara
2.2.2 Konsep Desentralisasi Menurut UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah, desentralisasi bermakna penyerahan wewenang pemerintahan oleh pemerintah kepada daerah otonom dalam rangka Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Kewenangan
tersebut mencakup semua kewenangan semua bidang pemerintahan, kecuali kewenangan politik luar negeri, pertahanan dan keamanan, peradilan, moneter dan fiskal, agama serta kewenangan bidang lainnya yang akan ditetapkan melalui peraturan pemerintah. Rondinelli dalam Safi’i (2007:1) menyatakan bahwa desentralisasi dalam arti luas mencakup setiap penyerahan kewenangan dari pemerintah pusat baik kepada pemerintah daerah maupun kepada pejabat pemerintah pusat yang ditugaskan didaerah. Desentralisasi dapat dipilah dalam 3 pemahaman besar yaitu dekonsentrasi, delegasi dan devolusi. Dekonsentrasi merupakan bentuk desentralisasi yang hanya merupakan penyerahan tanggung jawab kepada daerah. merupakan
kewenangan
pembuatan
keputusan
Sedangkan delegasi hanya dan
manajemen
menjalankan fungsi-fungsi politik tertentu pada organisasi tertentu.
untuk Apabila
dalam hal kewenangan tersebut diserahkan kepada pemerintah daerah, konsep tersebut dikenal dengan devolusi. Desentralisasi adalah suatu sistem dimana bagian dari tugas-tugas negara diserahkan penyelenggataannya kepada daerah atau institusi yang akan mandiri. Institusi ini berkewajiban untuk melaksanakan wewenang sesuai dengan inisiatifnya sendiri. Dengan kata lain desentralisasi adalah pelimpahan wewenang
24 Universitas Sumatera Utara
dari pemerintah pusat kepada satuan-satuan pemerintah untuk menyelenggarakan kepentingan-kepentingan setempat dari sekelompok penduduk yang mendiami wilayah tertentu. Selanjutnya satuan-satuan organisasi pemerintah ini disebut daerah otonom, sedangkan wewenang untuk menyelenggarakan kepentingan daerah yang diterima dari pemerintah pusat disebut otonomi. Adapun tujuan dari desentralisasi adalah upaya untuk menciptakan kemampuan unit pemerintah secara mandiri dan independen. Pemerintah pusat harus rela melepaskan fungsi-fungsi tertentu untuk menciptakan unit-unit pemerintahan baru yang otonom dan berada diluar kontrol langsung pemerintah pusat.
Dengan kewenangan pemerintah pusat yang sangat kecil dan hanya
berhubungan dengan hal-hal tertentu saja, maka pemerintah pusat hanya berfungsi memainkan peran pengawasan dan koordinasi. Chemma dan Rondinelli (1983) dalam Safi’i (2007:6) mengemukakan alasan desentralisasi sebagai pilihan terbaik dalam rangka mempercepat pembangunan, yakni : 1.
Ditempuh untuk mengatasi keterbatasan karena perencanaan pembangunan yang bersifat sentralistik.
2.
Dapat memotong jalur birokrasi yang rumit serta prosedur yang terstruktur dari pemerintah pusat.
3.
Memberikan fungsi yang dapat meningkatkan pemahaman pejabat daerah atas pelayanan publik.
25 Universitas Sumatera Utara
4.
Dapat mengakibatkan terjadinya penetrasi yang lebih baik dari pemerintah pusat bagi daerah terpencil, dimana sering rencana pemerintah tidak dipahami masyarakat setempat atau dihambat oleh elit lokal.
5.
Representasi yang lebih luas dari berbagai kelompok politik, etnis, keagamaan dalam perencanaan pembangunan.
6.
Dapat meningkatkan kemampuan maupun kapasitas pemerintahan serta lembaga privat di daerah.
7.
Dapat meningkatkan efisiensi pemerintahan di pusat dengan tidak lagi mereka menjalankan tugas rutin.
8.
Dapat menyediakan struktur dimana berbagai departemen di pusat dapat berkoordinasi secara efektif bersama dengan pejabat daerah dan sejumlah NGOs (Non Government Organization)
9.
Digunakan untuk melembagakan partisipasi masyarakat dalam perencanaan dan implementasi program.
10.
Dapat meningkatkan pengaruh atau pengawasan berbagai aktifitas yang dilakukan elit lokal yang kerap tak simpatik dengan program pembangunan.
11.
Dapat mengantarkan pada administrasi pemerintahan yang mudah disesuaikan, inovatif dan kreatif.
12.
Adanya perencanaan dan fungsi manajemen
memungkinkan pemimpin
daerah menetapkan pelayanan secara efektif ditengah masyarakat terisolasi. 13.
Dapat memantapkan stabilitas politik dan kesatuan nasional dengan memberikan peluang kepada berbagai kelompok masyarakat di daerah.
26 Universitas Sumatera Utara
14.
Dapat meningkatkan penyediaan barang dan jasa di tingkat lokal dengan biaya yang lebih rendah. Secara umum, tujuan desentralisasi adalah mencapai efisiensi dan
efektivitas dalam pelayanan kepada masyarakat.
Dampak positifnya adalah
pemerintah daerah akan mendapatkan kesempatan untuk menampilkan identitas lokal yang ada di masyarakat. Berkurangnya wewenang dan kendali pemerintah pusat mendapatkan respon tinggi dari pemerintah daerah dalam menghadapi masalah yang berada didaerahnya sendiri. Bahkan dana yang diperoleh lebih banyak daripada yang didapatkan melalui jalur birokrasi dari pemerintah pusat. Dana tersebut memungkinkan pemerintah lokal mendorong pembangunan daerah serta membangun program promosi kebudayaan dan juga pariwisata. Dengan melakukan desentralisasi maka kebijakan-kebijakan pemerintah akan lebih tepat sasaran, hal ini berdasarkan asumsi bahwa pemerintah kabupaten dan kota memiliki pemahaman yang lebih baik mengenai kebutuhan dan aspirasi masyarakat setempat daripada pemerintah pusat. Dengan begitu, pemerintah akan lebih cepat mengambil kebijakan-kebijakan yang dianggap perlu saat itu, tanpa harus melewati prosedur di tingkat pusat. Terkait upaya penerapan konsep desentralisasi didalam pengelolaan pemerintahan negara, Anwar (2000) dalam Malia (2009:12) memetakan kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman (analisis SWOT) dari konsep desentralisasi sebagai berikut : a.
Kekuatan :
Kekuatan sumber daya alam yang melimpah.
27 Universitas Sumatera Utara
Kemauan pemerintah daerah dan menyatakan untuk membangun daerahnya sendiri.
Kebijakan pemerintah pusat tentang otonomi khusus daerah dan perimbangan keuangan antara pusat-daerah (UU No. 22 Tahun 1999 dan UU No. 25 Tahun 1999).
b.
Kelemahan :
Relatif rendahnya kualitas.
Kurangnya dukungan sarana dan prasarana.
Lemahnya dukungan institusional, yaitu sistem organisasi dan manajemen dibawah satu kepemimpinan yang kuat dan bijaksana.
c.
Kondisi geografis.
Kesempatan :
Kewenangan daerah yang lebih besar untuk mengatur rumah tangga sendiri guna meningkatkan pelayanan dan pemberdayaan.
d.
Terbentuknya peluang investasi yang lebih besar.
Terbukanya peluang mengusahakan, sendiri pinjaman dari luar.
Terbukanya pasaran ekspor (liberisasi perdagangan bebas).
Ancaman :
Kompetisi yang semakin sulit dengan isu globalisasi.
Semakin menipisnya dukungan sumber daya alam dan terjadinya pencemaran lingkungan.
28 Universitas Sumatera Utara
Tuntunan masyarakat untuk memilih merdeka daripada otonomi khusus sehubungan dengan pudarnya kepercayaan masyarakat pada pemerintah pusat.
Ancaman
konflik
horizontal
maupun
vertikal
yang dapat
menyebabkan gangguan keamanan. 2.3
Pemekaran Wilayah Pemekaran daerah di Indonesia adalah pembentukan wilayah administratif
baru di tingkat provinsi maupun kota dan kabupaten dari induknya. Landasan hukum terbaru untuk pemekaran daerah di Indonesia adalah Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Dalam rangka pemerataan pembangunan daerah dan pengembangan wilayah yang diarahkan pada peningkatan kualitas sumber daya manusia dan pengadaan sarana kebutuhan masyarakat. Pada dasarnya, pemekaran wilayah merupakan salah satu bentuk otonomi daerah dan merupakan salah satu hal yang perlu diperhatikan karena dengan adanya pemekaran wilayah diharapkan dapat lebih memaksimalkan pemerataan pembangunan daerah dan pengembangan wilayah. Otonomi daerah itu sendiri didalam penyelenggaraannya dipandang perlu lebih menekankan pada prinsip demokrasi, peran serta masyarakat, pemerataan dan keadilan, serta memperhatikan potensi dan keragaman daerah. Banyak faktor yang mempengaruhi perkembangan suatu wilayah, diantaranya faktor-faktor geografis yang mencakup potensi daerah (sumber daya alam), luas daerah, jumlah penduduk, dan kondisi fasilitas-fasilitas masyarakat umum, serta hal-hal lain yang
29 Universitas Sumatera Utara
menjadi pertimbangan untuk terselenggarakannya otonomi daerah, dalam hal ini pemekaran wilayah. Berkembangnya
wacana
pemekaran
daerah,
tidak
terlepas
dari
pemberlakuan prinsip-prinsip otonomi daerah. Didalam Undang-Undang otonomi daerah tahun 1999, memang telah dengan jelas diamanatkan bahwa pada prinsipnya otonomi daerah adalah sebagai media atau jalan untuk menjawab tiga persoalan mendasar dalam tata pemerintahan dan pelayanan terhadap publik : Pertama, otonomi daerah haruslah merupakan jalan atau upaya untuk mendekatkan pemerintah kepada rakyat. Kedua, melalui otonomi daerah juga harus tercipta akuntabilitas yang terjaga dengan baik. Ketiga, bagaimana otonomi daerah diformulasikan menjadi langkah untuk mengupayakan responsiveness, dimana publik berpartisipasi aktif dalam pengambilan kebijakan di tingkat lokal. Apabila ditelusuri lebih jauh, urgensi pembentukan daerah otonom tidak hanya ditentukan oleh persyaratan-persyaratan teknis seperti kemampuan ekonomi, karakteristik dan potensi daerah, jumlah penduduk, dan luas daerah, disamping dimensi administrasi terdapat pula dimensi politik. Pembatasan wilayah untuk tujuan desentralisasi pemerintahan dan administrasi jauh dari hanya sekedar teknis pelaksanaan belaka (Smith, 1985; 56). Malia (2009:91) mengatakan meningkatnya aktifitas pemerintah dan perekonomian telah meningkatkan pendapatan, kesempatan kerja dan berusaha sebagian masyarakat, hanya masyarakat berpendidikan baik yang mampu
30 Universitas Sumatera Utara
menangkap peluang tersebut.
Harus ada perubahan, agar pemekaran dapat
dinikmati semua lapisan masyarakat. Pemekaran telah mendekatkan pemerintah kepada masyarakat, hal ini dilihat dari meningkatnya pelayanan kepada masyarakat dan mulai terbukanya kesempatan masyarakat untuk berpartisipasi dalam pembangunan.
Pelayanan
administrasi kependudukan dan perizinan usaha menjadi lebih mudah. Selain letak kantor pemda yang lebih dekat, pemda juga berusaha meningkatkan pelayanan kepada masyarakat. Kesempatan berpartisipasi baru terealisasi dalam usulan pembangunan kelurahan. Pemekaran yang baru berusia tujuh tahun, masih sibuk berbenah dalam pembangunan sarana dan prasana. Sehingga program pendidikan, kesehatan dan pengentasan kemiskinan belum banyak dilakukan. 2.4
Kesejahteraan Masyarakat Dikaitkan dengan Pembangunan Tingkat kesejahteraan masyarakat dapat dilihat dari berbagai komponen
yang dapat menggambarkan apakah masyarakat tersebut sudah berada pada kehidupan yang sejahtera atau belum. Komponen yang dapat dilihat antara lain tingkat pendidikan, kesehatan dan pengeluaran riil perkapita.
Badan Pusat
Statistik (2000) dalam Saifan (2012:25) menyatakan bahwa komponen kesejahteraan yang dapat dipakai sebagai indikator kesejahteraan masyarakat adalah kependudukan, tingkat kesehatan dan gizi masyarakat, tingkat pendapatan, pendidikan, ketenagakerjaan, taraf dan pola konsumsi masyarakat, keadaan perumahan dan lingkungan, dan keadaan sosial budaya. Lebih
lanjut,
masyarakat merupakan
kinerja
pembangunan
gambaran
dan
pada
aspek
hasil dari
kesejahteraan pelaksanaan
31 Universitas Sumatera Utara
pembangunan selama periode tertentu terhadap kondisi kesejahteraan masyarakat yang mencakup kesejahteraan dan pemerataan ekonomi serta kesejahteraan sosial. Berbagai indikator mengenai kesejahteraan telah dikembangkan sebagai dasar dalam mengamati pola kesenjangan kesejahteraan masyarakat antar daerah. Pada mulanya dalam mengukur kesenjangan
kesejahteraan antar daerah
menggunakan indikator output ekonomi rata-rata perkapita. Namun, ada beberapa hal yang seperti ketidaktentuan atau ketidakpastian hubungan antara output ekonomi suatu wilayah dengan tingkat kesejahteraan masyarakat di wilayah tersebut. Bila kondisi-kondisi yang telah disebutkan di atas tidak terpenuhi, maka akan terjadi ketidakmerataan terutama dalam tingkat pendapatan sebab kondisi di atas dapat dipenuhi jika pendapatan yang diperoleh mampu memenuhi kebutuhan tersebut.
Menurut Atkinson dalam Saifan (2011) bahwa ketidakmerataan
pendapatan sebagai perbedaan, persebaran, atau pemusatan pendapatan, yang keseluruhannya berpangkal pada ketidaksamaan dilihat secara kumulatif. Pemerataan hasil-hasil pembangunan biasanya dikaitkan dengan masalah ketimpangan, kesenjangan, dan kemiskinan. Secara logika, jurang pemisah (gap) yang semakin besar antara kelompok penduduk kaya dan miskin berarti kemiskinan semakin meluas. Dengan demikian, orientasi pemerataan merupakan upaya untuk memerangi kemiskinan. Hasil evaluasi pelaksanaan pembangunan pada aspek kesejahteraan masyarakat selama periode tertentu dapat dilihat dari beberapa variabel antara lain :
32 Universitas Sumatera Utara
1.
Ekonomi Kinerja pemerataan dan pembangunan ekonomi selama periode tertentu dapat dilihat dari indikator pertumbuhan yaitu : a.
PDRB Pertumbuhan PDRB merupakan indikator untuk mengetahui kondisi perekonomian secara makro yang mencakup tingkat pertumbuhan sektor-sektor ekonomi dan tingkat pertumbuhan ekonomi pada suatu daerah.
b.
Laju Inflasi Laju
inflasi
merupakan
ukuran
yang
dapat
menggambarkan
kenaikan/penurunan harga dari sekelompok barang dan jasa yang berpengaruh terhadap kemampuan daya beli masyarakat. c.
PDRB per kapita Peningkatan Laju Pertumbuhan PDRB, diikuti dengan kenaikan pendapatan per kapita.
2.
Kesejahteraan Sosial Pembangunan pada fokus kejahteraan sosial meliputi indikator : a.
Pendidikan Pembangunan pendidikan pada dasarnya ditujukan untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia. Sasarannya adalah menciptakan sumber daya manusia yang berkualitas melalui peningkatan mutu pendidikan, perluasan dan pemerataan kesempatan memperoleh pendidikan bagi semua
masyarakat,
tercapainya
efektifitas
dan
efisiensi
33 Universitas Sumatera Utara
penyelenggaraan pendidikan, serta tercukupinya sarana dan prasarana pendidikan. b.
Kesehatan Selama kurun waktu tertentu, kondisi pembangunan kesehatan harus menunjukkan perubahan yang fluktuatif, hal ini dapat dilihat dari beberapa indikator bidang kesehatan seperti angka kelangsungan hidup bayi, peningkatan angka kelangsungan hidup dan penurunan angka gizi buruk.
c.
Kemiskinan Penurunan jumlah dan rasio penduduk miskin harus diupayakan dengan berbagai program penanggulangan kemiskinan yang tepat sasaran untuk menyentuh masyarakat miskin. Ketepatan tersebut didukung oleh adanya identifikasi dan verifikasi berdasarkan indikator dan kriteria kemiskinan yang disusun sesuai dengan kondisi lokalitas daerah yang semakin mendekati kenyataan.
2.5
Indeks Pembangunan Manusia Indeks Pembangunan Manusia (IPM) / Human Development Index (HDI)
adalah pengukuran perbandingan dari harapan hidup, melek huruf, pendidikan dan standar hidup untuk semua negara seluruh dunia. IPM digunakan untuk mengklasifikasikan apakah sebuah negara adalah negara maju, negara berkembang atau negara terbelakang dan juga untuk mengukur pengaruh dari kebijaksanaan ekonomi terhadap kualitas hidup.(wikipedia)
34 Universitas Sumatera Utara
United
Nation
Development
Programme
(UNDP)
mendefenisikan
pembangunan manusia sebagai suatu proses untuk memperluas pilihan-pilihan penduduk. Dalam konsep tersebut penduduk ditempatkan sebagai tujuan akhir sedangkan upaya pembangunan dipandang sebagai sarana untuk mencapai tujuan itu. Untuk menjamin tercapainya tujuan pembangunan manusia, empat hal pokok yang perlu diperhatikan adalah produktivitas, pemerataan, kesinambungan, dan pemberdayaan (UNDP, 1995). Secara ringkas empat hal pokok tersebut mengandung prinsip-prinsip sebagai berikut : 1.
Produktivitas Penduduk harus diberdayakan untuk meningkatkan produktivitas dan untuk berpartisipasi penuh dalam proses penciptaan pendapatan dan lapangan pekerjaan. Pembangunan ekonomi yang demikian merupakan himpunan bagian dari modal pembangunan manusia.
2.
Pemerataan Penduduk harus memiliki kesempatan yang sama untuk mendapatkan aksesakses terhadap semua sumber daya ekonomi dan sosial. Semua hambatan yang memperkecil kesempatan untuk memperoleh akses tersebut harus diminimalisir, sehingga mereka dapat mengambil manfaat dari kesempatan yang ada dan berpartisipasi dalam kegiatan produktif yang dapat meningkatkan kualitas hidup.
35 Universitas Sumatera Utara
3.
Kesinambungan Akses terhadap sumber daya ekonomi dan sosial harus dipastikan tidak hanya untuk generasi yang akan datang. Semua sumber daya fisik, manusia dan lingkungan harus selalu diperbaharui.
4.
Pemberdayaan Penduduk harus berpartisipasi penuh dalam keputusan dan proses yang akan menentukan kehidupan mereka, serta untuk berpartisipasi dan mengambil manfaat dari proses pembangunan. Konsep pembangunan manusia dalam pengertian di atas jauh lebih daripada
teori pembangunan ekonomi yang konvensional termasuk model pertumbuhan ekonomi, pembangunan sumber daya manusia, pendekatan kesejahteraan dan pendekatan kebutuhan dasar manusia. Model pertumbuhan ekonomi ini berkaitan dengan peningkatan pendapatan dan produksi nasional. Pertumbuhan ekonomi secara umum dapat ditunjukkan oleh angka Produk Domestik Ragional Bruto (PDRB), investasi, inflasi, pajak, retribusi, pinjaman dan pelayanan bidang ekonomi. Khusus untuk nilai Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) secara nyata mampu memberikan gambaran mengenai nilai tambah bruto yang dihasilkan unit-unit produksi pada suatu daerah dalam periode tertentu. Lebih jauh, perkembangan besaran nilai PDRB merupakan salah satu indikator yang dapat dijadikan ukuran untuk menilai keberhasilan pembangunan suatu daerah, atau dengan kata lain pertumbuhan ekonomi suatu daerah dapat tercermin melalui pertumbuhan nilai PDRB.
36 Universitas Sumatera Utara
Sehingga selain PDRB ada indikator lain
untuk mengukur tingkat
kesejahteraan umum dan PDRB menjadi bagian dari ukuran ini. Ukuran ini menjelaskan perbagai indikator yang ada, ukuran itu adalah Indeks Pembangunan Manusia (IPM) paling tepat dipakai untuk mengukur profil kesejahteraan umum. Indeks pembangunan Manusia (IPM) adalah Indeks yang digunakan untuk menggambarkan capaian disektor kesejahteraan masyarakat secara agregat, karena indeks ini menangkap perkembangan di sektor ekonomi dan sektor sosial sekaligus. Di dalam indeks ini, kesejahteraan tidak hanya ditilik melalui perspektif ekonomi semata sebagaimana lazim terekam dalam Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) per kapita, tetapi juga diteropong via capaian disektor sosial, yakni pendidikan dan kesehatan. Dalam hal yang terakhir, Tingkat Melek huruf (TMH) dan Tingkat Harapan Hidup (THH) adalah dua indikator yang lazim termaktub dalam konstruksi IPM. Sebagai Pemerintah baik pusat maupun daerah dalam rangka ingin mencapai peningkatan IPM (Indeks pembangunan Manusia) ini telah membuat fokus-fokus pekerjaan sehingga berbagai macam program dan kegiatan bisa dibuat dan dilaksanakan. Fokus-fokus itu adalah : Pertama, fokus kesejahteraan dan pemerataan ekonomi yang memiliki Indikator : Pertumbuhan Ekonomi, Pengendalian Inflasi, PDRB Perkapita, Indeks Gini yang rendah, Pemerataan Pendapatan, Penurunan penduduk miskin dan kriminalitas yang semakin menurun. Kesemua indikator ini memiliki ukurannya
37 Universitas Sumatera Utara
masing-masing dan bisa dijadikan sarana evaluasi apakah pemerintah sukses atau gagal dalam mengurus rakyatnya. Kedua adalah fokus kesejahteraan masyarakat. Fokus ini memiliki indikator yaitu angka melek huruf, angka rata-rata lama sekolah, angka partisipasi kasar, angka pendidikan yang ditamatkan dana angka partisipasi murni. Indikator ini tergabung dalam fokus kesejahteraan masyarakat dalam bidang pendidikan. Selanjutnya fokus kesejahteraan masyarakat di bidang kesehatan memiliki indikator angka kelangsungan hidup bayi, angka usia harapan hidup dan persentase balita gizi buruk. 2.5.1 Komponen dan Indikator IPM Adapun komponen IPM adalah usia hidup (longevity), pengetahuan (knowledge), dan standar hidup layak (decent living). 2.5.1.1 Usia Hidup Usia hidup diukur dengan angka harapan hidup atau e0 yang dihitung menggunakan metode tidak langsung (metode Brass, varian Trussel) berdasarkan variabel rata-rata anak lahir hidup dan rata-rata anak yang masih hidup. Usia hidup sangat berkaitan dengan tingkat kesehatan seseorang. Upaya untuk meningkatkan kesehatan masyarakat sudah banyak dilakukan oleh pemerintah seperti penyediaan berbagai fasilitas kesehatan umum (misalnya puskesmas dan posyandu), serta penyediaan fasilitas yang telah tersedia dalam menunjang peningkatan kualitas kesehatan. Faktor terpenting dalam upaya peningkatan derajat kesehatan ada pada manusianya sebagai subjek dan sekaligus sebagai objek dari upaya tersebut yang
38 Universitas Sumatera Utara
dilakukan dengan peningkatan partisipasi masyarakat terutama golongan masyarakat yang berpenghasilan. 2.5.1.2 Pengetahuan Undang-Undang Dasar Tahun 1945 menyatakan bahwa pendidikan merupakan hak setiap warga negara yang bertujuan untuk mencerdaskan kehidupan bangsa. Salah satu faktor utama keberhasilan pembangunan di suatu daerah adalah ketersediaan yang cukup sumber daya manusia yang berkualitas, maka
melalui
jalur
pendidikan
meningkatkan SDM penduduk.
pemerintah
secara
konsisten
berupaya
Program wajib belajar 6 tahun dan 9 tahun,
gerakan nasional orangtua asuh (GNOTA) dan berbagai program pendukung lainnya adalah bagian dari upaya pemerintah mempercepat peningkatan kualitas SDM, yang pada akhirnya akan menciptakan SDM yang tangguh yang siap bersaing di era globalisasi. Peningkatan SDM saat ini lebih difokuskan pada pemberian kesempatan seluas-luasnya kepada penduduk untuk mengecap pendidikan, terutama penduduk kelompok usia sekolah (7-24 tahun). ( Analisis IPM Kabupaten Humbang Hasundutan, 2009) Komponen pengetahuan diukur dengan angka melek huruf dan rata-rata lama sekolah yang dihitung berdasarkan data Susenas Kor. Sebagai catatan, UNDP dalam publikasi tahunan HDR sejak 1995 menggunakan indikator partisipasi sekolah dasar, menengah, dan tinggi sebagai pengganti rata-rata lama sekolah karena sulitnya memperoleh data rata-rata lama sekolah secara global. Indikator angka melek huruf diperoleh dari variabel kemampuan membaca dan menulis,
sedangkan
indikator
rata-rata
lama
sekolah
dihitung
dengan
39 Universitas Sumatera Utara
menggunakan dua variabel secara simultan yaitu tingkat/kelas yang sedang/pernah dijalani dan jenjang pendidikan tertinggi yang ditamatkan. 2.5.1.3 Standar Hidup Layak Komponen standar hidup layak diukur dengan indikator rata-rata konsumsi riil yang telah disesuaikan. Sebagai catatan, UNDP menggunakan indikator PDB per kapita riil yang telah disesuaikan (adjusted real GDP per capita) sebagai ukuran komponen tersebut karena tidak tersedia indikator lain yang lebih baik untuk keperluan perbandingan antar negara. Standar hidup layak berkaitan dengan tingkat konsumsi/pengeluaran penduduk. Pengeluaran rata-rata perkapita per bulan merupakan rata-rata biaya yang dikeluarkan rumah tangga selama sebulan untuk konsumsi baik untuk konsumsi makanan maupun konsumsi bukan makanan semua anggota rumah tangga dibagi dengan banyaknya anggota rumah tangga. 2.6
Hipotesis Hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap permasalahan penelitian
yang kebenarannya masih harus di uji secara empiris.
Berdasarkan masalah
diatas, maka penulis membuat hipotesis, yaitu 1.
Pemekaran wilayah kabupaten Humbang Hasundutan berpengaruh terhadap kesejahteraan masyarakat di kabupaten Humbang Hasundutan.
2.
Terdapat perbedaan kesejahteraan masyarakat di kabupaten Humbang Hasundutan antara sebelum dan sesudah pemekaran wilayah di kabupaten Humbang Hasundutan.
40 Universitas Sumatera Utara
2.7
Kerangka Konseptual Adapun gambaran secara ringkas dari penelitian ini dapat dijelaskan melalui
kerangka konseptual di bawah ini adalah: TINGKAT KESEJAHTERAAN MASYARAKAT (IPM)
Angka Harapan Hidup ( Y1 )
Angka Melek Huruf ( Y2 )
Sebelum Pemekaran
Pengeluaran Riil Perkapita ( Y3 )
Sesudah Pemekaran
Analisis Nonparametic Wilcoxon Match Pairs Test
Pengaruh Pemekaran Wilayah (X) Terhadap Kesejahteraan Masyarakat (Y) Kabupaten Humbang Hasundutan
Gambar 2.1 Kerangka Konseptual Dari kerangka konseptual diatas dapat dijelaskan bagaimana pengaruh tingkat kesejahteraan masyarakat Kabupaten Humbang Hasundutan sebelum dan sesudah pemekaran. Kesejahteraan masyarakat dijelaskan dari angka harapan hidup, angka melek huruf dan pengeluaran perkapita yang merupakan indikator dari indeks pembangunan manusia.
41 Universitas Sumatera Utara