BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Kayu Lapis Tsoumis (1991) mengemukakan bahwa, kayu lapis (plywood) adalah sebuah
produk panel yang terbuat dengan merekatkan sejumlah lembaran vinir atau merekatkan lembaran vinir pada kayu gergajian, dimana kayu gergajian sebagai intinya (core). Arah serat pada lembaran vinir untuk face dan back saling tegak lurus. Menurut Bowyer et al. (2003) Kayu lapis merupakan sebuah produk panel dari lembaran vinir yang direkatkan bersama-sama sehingga arah seratnya saling tegak lurus dari beberapa vinir kayu dan sejajar atau searah panel. Kayu lapis yang biasanya diproduksi menggunakan kempa panas berupa hydraulic presses. Ada dua metode pemuatan kempa panas yang biasa digunakan yaitu manual dan otomatis. Namun umunya yang paling sering digunakan di industri adalah sistem pemuatan otomatis (Tsoumis,1991). Menurut Heygreen dan Bowyer (1989) kayu lapis memiliki sejumlah keuntungan atas kayu gergajian, tetapi seperti yang sering dinyatakan, tidak lebih kuat. Kayu lapis memiliki kekuatan lengkung dalam kedua arah, karenaya akan berfungsi secara memuaskan untuk membuat lantai baik diletakan sejajar ataupun tegak lurus kasau-kasau lantai (gelagar) yang menyangganya. Berdasarkan penggunaan, kayu lapis dibedakan menjadi dua kelompok yaitu kayu lapis eksterior dan kayu lapis interior. Kayu lapis eksterior yaitu kayu lapis yang dibuat dengan menggunakan bahan perekat yang tahan terhadap pengaruh cuaca luar. Kayu lapis interior adalah kayu lapis yang dibuat dengan menggunakan perekat yang tahan terhadap pengaruh kelembaban tetapi tidak tahan terhadap pengaruh cuaca luar (Tsoumis 1991). 2.2
Bambu
2.2.1 Perngertian Umum Bambu yang termasuk ke dalam famili Gramineae, suku Bambuseae, dan subfamili Bambusoideae, memiliki karakteristik seperti kayu. Bambu terdiri dari batang, akar rhizoma, dan sistem percabangan yang kompleks serta tangkai daun yang menyelubungi batang. Kegunaan bambu yang paling signifikan di Asia
4
Tenggara yaitu sebagai bahan bangunan, berbagai jenis keranjang, dan sebagai makanan. Kegunaan lainnya yang tidak kalah penting yaitu sebabagi bahan baku pembuatan kertas, alat-alat musik, dan kerajinan tangan (Dransfield dan Widjaja 1995). Di Indonesia bambu terdiri atas 143 jenis. Di Jawa diperkirakan hanya ada 40 jenis bambu. Di antara jenis-jenis yang ada di Jawa, 16 jenis tumbuh juga di pulau-pulau lainnya ; 26 jenis merupakan jenis introduksi, namun 14 jenis di antaranya hanya tumbuh di Kebun Raya Bogor dan Cibodas (Widjaja 2001). 2.2.2 Kandungan Kimia Komponen kimia utama bambu terdiri dari selulosa, hemiselulosa, dan lignin serta sedikit zat kimia lainnya yaitu resin, tanin, lilin, garam. Kandungan kimia bambu ini menunjukkan bambu cocok untuk industri pulp dan kertas, bambu mengandung komponen kimia sebagai berikut (dihitung dalam persentase berat kering) holoselulose berkisar antara 61-71%; pentosan 16-21%; lignin 2030%; abu 1-9%; dan zat ekstraktif yang larut dalam alkohol benzena 5,3-7,8%. Silika merupakan komponen utama yang menyusun abu. Adanya silika menyebabkan pemasakan pulp lebih mahal dan pulp yang didapat lebih sedikit (Dransfield dan Widjaja 1995). 2.2.3 Sifat Anatomi Tanaman bambu memiliki ciri-ciri anatomi antara lain pertumbuhan primer yang sangat cepat tanpa diikuti pertumbuhan sekunder. Batang bambu terdiri dari ruas-ruas dan buku sehingga ada bagian batang yang disebut nodia dan internodia. Di dalam internodia sel-selnya berorientasi jearah sumbu aksial, sedang dalam nodia sel-selnya mengarah pada sumbu transversal. Di dalam internodia tidak ada elemen-elemen radial seperti jari-jari pada kayu (Ulfah 2006). Batang bambu terdiri dari parenkim jaringan dasar, berkas pengangkutan dan massa serat. Parenkim jaringan dasar tersusun dari sel pembuluh, pembuluh tapis dan sel pengiring. Secara keseluruhan batang bambu terdiri dari 50% parenkim, 40% serat dan 10% berkas pengangkutan (Ulfah 2006).
5
2.2.4 Sifat Fisis 2.2.4.1 Kadar Air Kadar air dalam batang bambu dapat mempengaruhi sifat mekanisnya. Kadar air pada batang bambu yang telah dewasa berkisar antara 50-90%. Dan pada batang yang belum dewasa sekitar 80-150%, sedangkan untuk bambu yang telah dikeringkan bervariasi antara 12-18%. Kadar air pada batang meningkat dari usia 1-3 tahun; batang mengalami penurunan kadar air setelah usianya tiga tahun. Hal ini dapat lebih tinggi disaat musim hujan dibandingkan dengan musim kemarau (Dransfield dan Widjaja 1995). 2.2.4.2 Berat Jenis Menurut Haygreen dan Bowyer (1989) Berat jenis kayu adalah suatu sifat fisika kayu yang paling penting. Kebanyakan sifat mekanis kayu yang sangat berhubungan dengan berat jenis dan kerapatan. Berat jenis bambu bervariasi dari 0,5 – 0,8 g/cm3, bagian luar dari batang mempunyai berat jenis lebih besar daripada bagian dalamnya. Berat jenis akan meningkat di dalam batang dari bagian bawah sampai bagian atas (Dewi 2009). 2.2.4.3 Pengembangan Dan Penyusutan Berbeda dengan kayu, penyusutan bambu dimulai secara langsung setelah panen, tetapi tidak berlangsung seragam. Penyusutan dapat mempengaruhi baik ketebalan dinding maupun diameter batang. Pengeringan bambu dewasa untuk sekitar 20% kadar air, menyebabkan penyusutan 4-14% dalam ketebalan dinding dan 3-12% untuk diameter. Penyusutan arah radial lebih besar daripada penyusutan tangensial dengan perbandingannya 7% berbanding 5%, sedangkan penyusunan arah longitudinal tidak lebih dari 0,5% (Dransfield dan Widjaja 1995). 2.2.5 Sifat Mekanis Sifat mekanis pada bambu umumya menyerupai sifat mekanis pada kayu. Semua nilai untuk kekuatan sifat mekanis meningkat seiring dengan penurunan kadar airnya dan berbanding lurus dengan berat jenis (Dransfield dan Widjaja 1995).
6
Modulus of Elasticity (MOR) menunjukkan rasio antara tegangan lentur suatu bahan dengan perubahan bentuk yang diakibatkan tegangan itu sendiri. MOE merupakan ukuran kekakuan, sehingga nilai yang lebih tinggi menunjukkan bahan yang lebih kaku. Nilai MOE batang bambu yng telah dikeringkan berkisar antara 17.000 – 20.000 sedangkan pada batang yang masih segar 9000 – 10.100 N/mm2 (Dransfield dan Widjaja 1995). Modulus of Rapture (MOR) merupakan tegangan yang terjadi pada serat ketika beban mencapai maksimum dan mengindikasikan terjadinya kerusakan pada bahan tersebut. Pada bambu tanpa buku nilai MOR berkisar antara 79 – 94 N/mm2 dan 82 – 120 N/mm2 pada bambu dengan buku (Dransfield dan Widjaja 1995). 2.3
Bambu Tali (Gigantochloa apus) Bambu tali (Gigantochloa apus [J. A dan J. H Schultes] Kurz) berasal dari
Burma (Myanmar) dan Selatan Thailand. Kemudian diperkenalkan di Pulau Jawa seiring dengan perpindahan penduduk. Bambu tali biasa disebut pring tali, pring apus (Jawa), dan awi tali (Sunda). Di Pulau Jawa bambu tali banyak ditanam, sedangkan habitat alaminya banyak berada di Gunung Salak (Jawa Barat) dan Blambangan (Jawa Timur) (Dransfield dan Widjaja 1995). Di Indonesia bambu tali banyak digunakan sebagai bahan baku pembuatan peralatan dapur, peralatan memancing, funitur, tali dan macam-macam keranjang. Batangnya dapat tahan lama dan digunakan sebagai bahan bangunan seperti atap, dinding, dan jembatan. Dengan tidak memperhatikan jenis yang lebih sesuai, G. apus kadang kala digunakan untuk membuat alat musik, walaupun kualitas nada yang dihasilkan tidak terlalu baik. G. apus tidak cocok untuk dibuat sumpit dan tusuk gigi secara mekanis, karena memiliki serat yang saling tindih. Bambu tali termasuk tanaman bambu simpodial, berdiri tegak, tinggi batang 8-30 m dengan diameter buluh 4-13 cm tebalnya bisa mencapai 1,5 cm. Berwarna hijau terang sampai kuning. Panjang ruas 20-60 cm, buku sedikit membengkok pada bagian luar. Panjang serat sekitar 0,9-5,5 mm. Bambu tali mempunyai panjang serat sebesar 0,9-5,5 mm, dengan diameter dinding serat 5,3 µm, tebal dinding sel 1-3 µm. Kadar air rata-rata batang bambu segar adalah 54,3% dan batang bambu kering 15,1%. Komponen-komponen kimia dari batang bambu tali
7
di antaranya holloselulosa 52,1-54,7%, pentosan 19,1-19,3%, lignin 24,8-25,8%, kadar abu 2,7-2,9%, silika 1,8-5,2%. Kelarutan dalam air dingin 5,2%, air panas 5,4-6,45%, alkohol benzena 1,4-3,2% dan NaOH 21,2-25,1%. Kadar pati berfluktuasi antara 0,24-0,71%, tergantung pada musim (Dransfield dan Widjaja 1995). Sifat mekanis batang bambu tali yeng berumur 3 tahun memiliki nilai MOR 102,0 N/mm2 (segar, dengan buku); 71.5 N/mm2 (kering, tanpa buku); 87,5 N/mm2 (kering, dengan buku); dan 74,9 N/mm2 (kering , tanpa buku). Kekuatan geser 7,68 N/mm2 (segar, dengan buku); 5,99 N/mm2 (segar tanpa buku); 7,47 N/mm2 (kering dengan buku); dan 7,65 N/mm2 (kering, tanpa buku) (Dransfield dan Widjaja 1995). 2.4
Perekat Menurut Blomquist et al.(1983) dalam Ruhendi (2007) perekat adalah suatu
zat atau bahan yang memiliki kemampuan untuk mengikat dua benda melalui ikatan permukaan. Dilihat dari reaksi perekat terhadap panas perekat dibedakan atas perekat thermosetting merupakan perekat yang dapat mengeras bila terkena panas atau reaksi kimia dengan bantuan katalisator atau hardener dan bersifat irreversible. Perekat jenis ini jika sudah mengeras tidak dapat lagi menjadi lunak. Contoh perekat yang termasuk jenis thermosetting adalah phenol formaldehida, urea formaldehida, melamine formaldehida, isocyanate, resorsinol formaldehida. Perekat thermoplastic adalah perekat yang dapat melunak jika terkena panas dan mengeras kembali apabila suhunya telah rendah. Contoh perekat yang termasuk jenis ini adalah polyvynil adhesive, cellulose adhesive, dan acrylic resin adhesive (Pizzi 1994). Menurut Pizzi (1983) PVAc memiliki kelebihan yang jarang dimiliki oleh perekat lainnya yaitu harganya murah, ramah lingkungan, tidak mudah terbakar, dan mudah dalam pengerjaannya. Selain itu tidak dibutuhkan panas pada saat pengerjaanya dan perekat ini cocok digunakan pada permukaan berselulosa seperti kayu dan kertas. Menurut M. Fadli (2006), PVAc memiliki resistensi yang rendah terhadap cuaca dan kelembaban. Resistensi terhadap kebanyakan pelarut buruk sehingga
8
perekat ini dapat larut dalam minyak, lemak, dan bahan bakar cair. Film perekat yang telah matang dapat melunak jika mencapai suhu 45ºC. Menurut Skiest (1962) Epoxy memiliki kelebihan khusus diantara perekat yang lain yaitu, memiliki daya rekat yang tinggi, memiliki kepaduan yang baik, seutuhnya padat, penyusutannya rendah, tahan terhadap kelembapan dan pelarut, serta mudah dimodifikasi. Masih menurut Skiest (1962) kerena memiliki kekuatan yang tinggi dan mudah dalam penggunaanya, epoxy banyak digunakan oleh industry pesawat terbang. Perekat Epoxy banyak digunakan untuk aplikasi tertentu atau khusus dibanding dengan penggunaan perekat untuk tujuan umum. Berdasarkan pada kekuatan yang tinggi yang dapat dicapai dan tingkat biaya yang cukup tinggi biasanya epoxy digunakan untuk memproduksi produk struktural baik dari bahan yang jenisnya sama dan untuk menyatukan logam. Epoxy mempunyai sifat elektrik yang baik berdasarkan rendahnya pengembangan dan keawetan sehingga menjadikan epoxy cocok untuk potting dan encapsulating. PVAc dan perekat formaldehida mempunyai keunggulan dalam hal rendahnya harga serta menyajikan penampilan yang menarik pada hasil rekat. Tetapi epoxy mempunyai beberapa keunggulan yang lebih dalam beberapa hal, yaitu masa tunggu rekat yang waktunya dapat disesuaikan, ikatan rekat yang lebih kuat pada spesies yang susah direkatkan, seperti kayu yang mempunyai kandungan minyak tinggi dengan campuran yang pas, serta epoxy juga dapat digunakan untuk merekatkan kayu dengan benda lain seperti logam (Pizzi 1994). 2.5
Bambu Lapis Teknologi pembuatan bambu lapis pada prinsipnya sama dengan teknologi
kayu lapis, perbedaannya hanya pada bahan penyusunnya. Pada bambu lapis, lapisan penyusunnya terdiri dari anyaman bambu atau susunan sayatan bambu. Sedangkan pada kayu lapis terdiri dari vinir kayu. Bambu lapis adalah suatu produk yang diperoleh dengan cara menyusun bersilangan tegak lurus beberapa vinir bambu yang diikat dengan perekat. (Sulistyaningsih et al. 2005). Bambu
lapis
dapat
seluruhnya
tebuat
dari
bahan
bambu
atau
dikombinasikan dengan bahan lain misalnya vinir kayu meranti merah. Pembuatan kayu lapis dari bahan bambu memiliki beberapa keuntungan, antara
9
lain karena mempunyai ukuran panjang yang besar sehingga dapat menghasilkan bambu lapis yang panjang pula (Kliwon 1997). Penggunaan bambu lapis antara lain untuk rangka balok, dinding, lantai, pintu, lemari, meja, kursi, dan peti kemas (Iskandar 2007). Jumlah industri bambu lapis sampai tahun 2008 ada lima industri dengan produksi 22.400 m3 setiap tahunnya, semua produknya di ekspor ke Jepang dan Amerika dengan nilai ekspor US $ 28 juta (Karmidi 2009).