BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1
Auditing
2.1.1
Pengertian Auditing Menurut Arens et al (2012:24) definisi auditing adalah sebagai berikut: “Auditing is the accumulation and evaluation of evidence about information to determine and report on the degree of correspondence between the information and extablishedcriteria. Auditing should be done by a competent, independent person”. Maksud dari kutipan diatas, audit didefinisikan sebagai suatu proses
pengumpulan dan evaluasi bukti tentang informasi untuk menentukan dan melaporkan derajat kesesuaian antara informasi dan kriteria yang telah ditetapkan. Audit harus dilakukan oleh orang yang independen. Definisi menurut Agoes (2012:4) adalah: “Suatu pemeriksaan yang dilakukan secara kritis dan sistematis, oleh pihak yang independen, terhadap laporan keuangan yang telah disusun oleh manajemen, beserta catatan-catatan pembukuan dan bukti-bukti pendukungnya, dengan tujuan untuk dapat memberikan pendapat mengenai kewajaran laporan keuangan tersebut”. Audit harus dilakukan oleh orang yang independen dan berpengalaman.Auditor harus memiliki kualifikasi untuk memahami kriteria yang digunakan dan setidaknya harus berpengalaman untuk dapat mengevaluasi bukti serta menyampaikan hasilnya dengan baik. Auditor juga harus memiliki sikap mental indpenden yang berarti sikap mental yang bebas dari pengaruh, tidak dikendalikan oleh pihak lain, tidak tergantung pada orang lain (Mulyadi, 2010). Auditing adalah pengumpulan dan pengevaluasian bukti tentang informasi untuk menentukan dan melaporkan tingkat kesesuaian antara informasi itu dan kriteria yang telah ditetapkan.Auditing harus dilakukan oleh orang yang kompeten dan indpenden.(Islahuzzaman, 2012:47).
7
8
Pengertian auditing menurut Tuanakotta (2011:52) adalah: “Auditing is analytical, not contructive, it is critical, investigative, concerned with the basis for accounting measurements and assertions”. Dalam pengertian auditing yang bersifat analitikal, tidak bersifat menyusun atau membangun. Auditing lebih bersifat kritikal (mempertanyakan) akan keberadaan, ketepatan, kelengkapan, kebenaran, menilai atau mengalokasi, presentasi dan penyimpangan pada objek yang diaudit, investigatif (menyelidiki), berurusan dengan dasar-dasar pengukuran dan asersi accounting. Definisi auditing secara umum memiliki unsur-unsur penting yang diuraikan sebagai berikut: a. Suatu proses sistematik Merupakan suatu proses sistematik, yaitu berupa rangkaian langkah atau prosedur yang logis, berkerangka, dan teroganisir. b. Untuk memperoleh dan mengevaluasi bukti secara objektif Proses sistematik tersebut ditunjukan untuk memperoleh bukti yang mendasari pernyataan yang diuat oleh individu atau badan usaha, serta untuk mengvaluasi tanpa memihak atau berprasangka terhadap bukti-bukti tersebut. c. Pernyataan mengenai kegiatan dan kejadian ekonomi Yang dimaksud dengan pernyataan mengenai kegiatan dan kejadian ekonomi disini adalah hasil proses akuntansi. Akuntansi merupakan proses pengidentifikasian, pengukuran, dan penyampaian informasi ekonomi yang dinyatakan dalam satuan uang. Proses akuntansi inilah yang menghasilkan suatu pernyataan yang disajikan dalam laporan keuangan. d. Menetapkan tingkat kesesuaian Pengumpulan bukti mengenai persyaratan dan evaluasi terhadap hasil pengumpulan bukti tersebut dimaksudkan untuk menetapkan kesesuaian pernyataan tersebut dengan kriteria yang telah ditetapkan.Tingkat kesesuaian antara pernyataan dengan kriteria tersebut kemungkinan dapat dikuantifikasikan, kemungkinan pula bersifat kualitatif.
9
e. Kriteria yang telah ditetapkan Kriteria atau standar yang dipakai sebagai dasar untuk menilai pernyataan (yang berupa hasil proses akuntansi) dapat berupa: 1. Peraturan yang ditetapkan oleh suatu badan legislatif. 2. Anggaran atau ukuran prestasi lain yang ditetapkan oleh manajemen. 3. Prinsip akuntansi berterima umum di Indonesia (generally accepted accounting priciples). f. Penyampaian hasil Penyampaian
hasil
auditing
sering
disebut
dengan
atestasi
(attestation).Penyampaian hasil dilakukan secara tertulis dalam bentuk laporan audit (audit report).Atestasi dalam bentuk laporan tertulis ini dapat menaikan atau menurunkan tingkat kepercayaan pemakai informasi keuangan atas asersi yang dibuat oleh pihak yang diaudit. g. Pemakai yang berkepentingan Dalam dunia bisnis, pemakai yang berkepentingan terhadap laporan audit adalah para pemakai informasi keuangan seperti: pemegang saham, manajemen, kreditur, calon investor dan kreditur, organisasi buruh, dan kantor pelayanan pajak. 2.1.2
Jenis-jenis Auditor Menurut Islahuzzaman (2012), auditor (pemeriksa), yaitu orang yang
melakukan pemeriksaan terhadap kliennya. Pemeriksaan ini dilakukan dengan surat penugasan/perikatan/perjanjian/pemeriksaan dalam audit, pihak yang melakukan atau memberikan jasa audit adalah auditor dari Kantor Akuntan Publik (KAP). a. Auditor Independen atau Akuntan Publik Bersertifikat (Independent Auditor atau BAP-CPA) Akuntan publik bersertifikat berkerja di Kantor Akuntan Publik (KAP) melaksanakan audit bagi entitas keuangan baik yang bersifat komersial maupun non komersial. Akuntan publik yang melaksanakan penugasan
10
audit atas laporan keuangan historis atau laporan keuangan prospektif dan menyediakan jasa audit dan jasa lainnya atas dasar standar auditing yang tercantum dalam Standar Professional Akuntan Publik (SPAP). b. Auditor Intern (Internal Auditor) Auditor yang dipekerjakan oleh satu perusahaan untuk mengaudit bagi kepentingan direksi dan/atau komisaris. c. Auditor Pemerintah Auditor yang bekerja bagi pemerintah, bisa yang bekerja di BEPEKA, BPKP, atau Inspektorat Jendral. 2.1.3
Jenis Opini Auditor Di dalam penyajian laporan keuangan, salah satu hal terpenting yang
mempengaruhi kualitas dari laporan keuangan adalah pernyataan atau pendapat auditor mengenai simpulan dari sisi laporan keuangan tersebut dimana pendapat tersebut menggambarkan keadaan dan hasil-hasil yang diperoleh selama pelaksanaan audit berlangsung. Pernyataan atau pendapat auditor atas pelaksanaan dan hasil audit tertuang pada paragraf ketiga di dalam laporan audit yang diterbitkan oleh auditor yang bersangkutan. Opini auditor merupakan pendapat yang diberikan oleh auditor tentang kewajaran penyajian laporan keuangan lembaga/perusahaan tempat auditor melakukan audit (Sukrisno Aguoes, 2012:74). Menurut Mulyadi (2010) ada lima tipe pokok laporan audit yang diterbitkan oleh auditor: a. Pendapat Wajar Tanpa Pengecualian (Unqualified Opinion) Pendapat wajar tanpa pengecualian diberikan oleh auditor jika teradi pembatasan dalam lingkup audit dan tidak terdapat pengecualian yang signifikan mengenai kewajaran dan penerapan prinsip akuntansi berterima umum dalam penyusunan laporan keuangan, konsistensi penerapan prinsip akuntansi berterima umum tersebut, serta pengungkapan memadai dalam laporan keuangan. Laporan audit yang berisi pendapat wajar tanpa
11
pengecualian adalah laporan yang paling dibutuhkan oleh semua pihak, baik oleh klien, pemakai informasi keuangan, maupun oleh auditor. b. Laporan Yang Berisi Pendapat Wajar Tanpa Pengecualian dengan Bahasa Penjelasan (Unqualified Opinion Report With Explanatory Language) Jika terdapat hal-hal yang memerlukan bahasa penjelasan, namun laporan keuangan tetap menyajikan secara wajar posisi keuangan dan hasil usaha perusahaan klien, auditor dapat menerbitkan laporan audit baku ditambah dengan bahasa penjelasan. c. Pendapat wajar dengan pengecualian (qualified opinion) Jika auditor menjumpai kondisi-kondisi berikut ini, maka ia memberikan pendapat wajar dengan pengecualian dalam laporan audit. 1. Lingkup audit dibatasi oleh klien 2. Auditor tidak dapat melaksanakan prosedur audit penting atau tidak dapat memperoleh informasi penting karena kondisi-kondisi yang berada diluar kekuasaan klien maupun auditor. 3. Laporan keuangan tidak disusun sesuai dengan prinsip akuntansi berterima umum. 4. Prinsip akuntansi berterima umum yang digunakan dalam penyusunan laporan keuangan tidak diterapkan secara konsisten. d. Pendapat tidak wajar (adverse opinion) Pendapat tidak wajar merupakan kebalikan pendapat wajar tanpa pengecualian.Akuntan memberikan pendapat tidak wajar jika laporan keuangan klien tidak disusun berdasarkan prinsip akuntansi berterima umum sehingga tidak menyajikan secara wajar posisi keuangan, hasil usaha, perubahan ekuitas, dan arus kas perusahaan klien. Auditor memberikan pendapat tidak wajar jika ia tidak dibatasi lingkup auditnya, sehingga ia dapat mengumpulkan bukti kompeten yang cukup untuk mendukung pendapatnya. Jika laporan keuangan diberi pendapat tidak
12
wajar oleh auditor, maka informasi yang disajikan oleh klien dalam lapran keuangan sama sekali tidak dapat dipercaya, sehingga tidak dapat dipakai oleh pemakai informasi keuangan untuk pengambilan keputusan. e. Peryataan tidak memberikan pendapat (disclaimer of opinion) Jika auditor tidak menyatakan pendapat atas laporan keuangan auditan, maka laporan audit ini disebut dengan laporan tanpa pendapat (no opinion report).
Kondisi
yang
menyebabkan
auditor
menyatakan
tidak
memberikan pendapat adalah: 1. Pembatasan yang luar biasa sifatnya terhadap lingkup audit. 2. Auditor tidak independen dalam hubungannya dengan kliennya.
2.1.4
erumusan Opini Audit Berikut adalah kutipan ISA 700 yang relevan dengan perumusan opini audit,
yaitu: Tabel 2.1 ISA 700 – Perumusan Opini Auditor ISA
Pokok Bahasan
700.10
Sesuai Kerangka Pelaporan
700.11
Kesimpulan Untuk Merumuskan Opini
Penjelasan Auditor wajib merumuskan opini mengenai apakah laporan keuangan dibuat, dalam segala hal yang material, sesuai dengan kerangka pelaporan keuangan yang berlaku umum. Untuk merumuskan opini, auditor wajib menyimpulkan mengenai apakah auditor telah memperoleh asurans yang memadai/wajar tentang apakah laporan keuangan secara keseluruhan bebas dari salah saji material, apakah karena kecurangan atau kesalahan. Kesimpulan ini akan memperhitungkan: a) Kesimpulan auditor, sesuai ISA 330, apakah bukti audit yang cukup dan tepat telah diperoleh b) Kesimpulan auditor, sesuai ISA 450, apakah salah saji yang belum dikoreksi, secara terpisah atau tergabung, adalah material. c) Evaluasi atas laporan keuangan.
13
700.12
700.13
700.14
Evaluasi Atas Laporan Keuangan
Auditor wajib mengevaluasi apakah laporan keuangan dibuat, dalam segala hal yang material, sesuai dengan ketentuan/persyaratan kerangka pelaporan keuangan yang berlaku. Evaluasi ini harus meliputi pertimbangan mengenai aspek kualitatif dari praktik akuntansi entitas itu, termasuk indikator mengenai kemungkinan bias dalam pandangan dan pemikiran manajemen.
Secara khusus, auditor wajib mengevaluasi apakah, dengan mempertimbangkan persyaratan dalam kerangka pelaporan keuangan yang berlaku: a) Laporan keuangan cukup mengungkapkan kebijakan akuntansi yang signifikan yang dipilih dan diterapkan. b) Kebijakan akuntansi yang dipilih dan yang diterapkan Pertimbangan konsisten dengan kerangka pelaporan keuangan yang Persyaratan berlaku dan memang tepat. Dalam Kerangka c) Estimasi akuntansi yang dibuat manajemen adalah wajar. Pelaporan d) Informasi yang disajikan dalam laporan keuangan adalah Keuangan relevan, andal, dapat dibandingkan, dan dapat dipahami. e) Laporan keuangan memberikan cukup disclosures yang memungkinkan pemakai memahami dampak transaksi dan peristiwa yang material terhadap informasi yang disampaikan dalam laporan keuangan.\ f) Terminologi dalam laporan keuangan, termasuk judul setiap laporan keuangan, sudah tepat. Ketika laporan keuangan dibuat sesuai dengan kerangka penyajian yang wajar (fair presentation framework), evaluasi yang diwajibkan pada alinea 12-13 juga termasuk apakah laporan keuangan memenuhi syarat penyajian yang wajar. Apakah Laporan Evaluasi auditor mengenai apakah laporan keuangan memenuhi syarat penyajian yang wajar akan meliputi Keuangan Memenuhi Syarat pertimbangan mengenai: Penyajian Yang a) Presentasi, struktur, dan isi secara keseluruhan dari laporan keuangan. Wajar? b) Apakah laporan keuangan, termasuk catatan atas laporan keuangan mencerminkan transaksi dan peristiwa yang mendasarinya, dengan cara yang mencapai penyajian yang wajar.
14
700.15
700.16
700.17
700.18
700.19
2.1.5
Merujuk Kerangka Pelaporan Yang Berlaku?
Auditor wajib mnegevaluasi apakah laporan keuangan merujuk atau menjelaskan dengan cukup, kerangka pelaporan keuangan yang berlaku.
Auditor wajib memberikan opini yang tidak dimodifikasi (WTP) ketika auditor menyimpulkan bahwa laporan WTP keuangan dibuat, dalam segala hal yang material, sesuai dengan kerangka pelaporan keuangan yang berlaku. Jika auditor: a) Menyimpulkan, berdasarkan bukti audit yang diperoleh, laporan keuangan secara keseluruhan tidak bebas dari salah saji yang material; atau b) Tidak dapat memperoleh bukti audit yang cukup dan Bukan WTP tepat untuk menyimpulkan bahwa laporan keuangan secara keseluruhan bebas dari salah saji yang material; c) Auditor wajib memodifikasi opini (artinya memberikan opini yang bukan WTP) dalam laporan auditor sesuai dengan ISA 705. Jika laporan keuanga dibuat sesuai dengan kerangka penyajian yang wajar, tidak mencapai penyajian yang wajar, Perlu Modifikasi auditor wajib membahas hal ini dengan manajemen dan, Opini Sesuai ISA tergantung pada persyaratan kerangka pelaporan keuangan yang berlaku dan bagaimana masalah itu diselesaikan, 705 auditor wajib menentukan apakah perlu memodifikasi opini dalam laporan auditor sesuai ISA 705.
Laporan Keuangan Menyesatkan
Ketika laporan keuangan dibuat sesuai dengan kerangka kepatuhan (compliance framework), auditor tidak harus mengevaluasi apakah laporan keuangan mencapai penyajian yang wajar. Namun, jika dalam situasi yang sangat jarang, auditor wajib membahas hal ini dengan manajemen dan, tergantung pada bagaimana masalah itu diselesaikan, auditor wajib menentukan apakah dan bagaimana mengkomunikasikannya dalam laporan auditor.
Standar Auditing Standar auditing menurut Arens et al. (2010) yaitu: “auditing standards are general guidelines to aid auditors in fulfilling their professional responsibilities in the audit of historical financial statements”.
15
Dari pernyataan di atas dapat disimpulkan bahwa standar auditing merupakan pedoman umum untuk membantu auditor memenuhi tanggung jawab profesionalnya dalam audit atas laporan keuangan historis.Standar ini mencakup pertimbangan mengenai kualitas professional seperti kompetensi dan independensi, persyaratan pelaporan, dan bukti (Arens et al. 2012). Standar auditing berkaitan dengan kriteria atau ukuran kinerja auditor independen dan pertimbangan yang digunakan dalam pelaksanaan audit dan penyusunan laporan audit. Menurut Arens et al (2012) standar auditing yang berlaku umum dibagi menjadi tiga kategori, yaitu: a. Standar Umum 1. Audit harus dilakukan oleh orang yang sudah mengikuti pelatihan dan memiliki kecakapan teknis yang memadai sebagai seorang auditor. 2. Auditor harus mempertahankan sikap dan mental yang independen dalam semua hal yang berhubungan dengan audit 3. Auditor
harus
menerapkan
kemahiran
professional
dalam
melaksanakan audit dan menyusun lapran. b. Standar Pekerjaan Lapangan 1. Auditor harus merencanakan pekerjaan secara memadai dan mengawasi semua asisten sebagaimana mestinya. 2. Auditor harus memperoleh pemahaman yang cukup mengenai entitas serta lingkungannya. Termasuk pengendalian internal, untuk menilai risiko salah saji yang material dalam laporan keuangan karena kesalahan atau kecurangan, dan untuk merancang sifat, waktu, serta luas prosedur audit selanjutnya. 3. Auditor hanya memperoleh cukup bukti audit yang tepat dengan melakukan prosedur audit agar memiliki dasar yang layak untuk memberikan pendapat menyangkut laporan keuangan yang di audit.
16
c. Standar Pelaporan 1. Auditor harus menyatakan dalam laporan auditor apakah laporan keuangan telah disajikan sesuai dengan prinsip-prinsip akuntansi yang berlaku umum. 2. Auditor harus mengidentifikasi dalam laporan auditor mengenai keadaan dimana prinsip-prinsip tersebut tidak secara konsisten diikuti selama periode berjalan jika dikaitkan dengan periode sebelumnya. 3. Jika auditor menetapkan bahwa pengungkapan yang informative belum memadai, auditor harus menyatakannya dalam laporan auditor. 4. Auditor harus menyatakan pendapat mengenai laporan keuangan secara keseluruhan, atau menyatakan bahwa suatu pendapat tidak bias diberikan, dalam laporan auditor. Jika tidak dapat menyatakan satu pendapat secara keseluruhan, audit harus menyatakan alasan-alasan yang mendasarinya dalam laporan auditor. Dalam semua kasus, jika nama seorang dikaitkan dengan laporan keuangan, auditor itu harus jelas menunjukan sifat pekerjaan auditor, jika ada, serta tingkat tanggung jawab yang dipikul auditor, dalam laporan auditor. Karena Indonesia telah melakukan konvergensi terhadap IFRS (International Financial Reporting Standard) yang telah diterbitkan dengan nama SAK Juni 2013,dan dengan adanya penerbitan ISA (International Standard on Audit) tahun 2013 di Indonesia, maka auditor harus mengikuti Standar audit menurut ISA sebagai berikut:
17
Tabel 2.2 International Standards on Auditing ISA/IS QC 1 ISQC 1
Kontrol mutu untuk perusahaan yang melakukan audit dan review atas laporan keuangan dan jaminan lainnya dan jasa terkait.
200
Tujuan keseluruhan auditor independen dan pelaksanaan suatu audit berdasarkan standar audit
210
Persetujuan syarat-syarat perikatan audit
220
Pengendalian mutu untuk audit atas laporan keuangan
230
Dokumen audit
240
Tanggung jawab auditor terkait dengan kecurangan dalam suatu audit atas laporan keuangan
250
Pertimbangan atas peraturan perundang-undangan dalam audit laporan keuangan
260
Komunikasi dengan pihak yang bertangungjawab atas tata kelola
265
Pengomunikasian defisiensi dalam pengendalian internal kepada pihak yang bertanggungjawab atas tata kelola dan manajemen
300
Perencanaan suatu audit atas laporan keuangan
315
Pengidentifikasian dan penilaian risiko salah saji material melalui pemahaman atas entitas dan lingkungannya
320
Materialitas dalam tahap perencanaan dan pelaksanaan audit
330
Respons auditor terhadap risiko yang dinilai
402
Pertimbangan audit terkait dengan entitas yang menggunakan suatu organisasi jasa
450
Pengevaluasian atas kesalahan penyajian yang diidentifikasi selama audit
500
Bukti audit
18
501
Bukti audit – pertimbangan spesifik atas unsur pilihan
505
Konfirmasi eksternal
510
Perikatan audit tahun pertama – saldo awal
520
Prosedur analitis
530
Sampling audit
540
Audit atas estimasi akuntansi, termasuk estimasi akuntansi nilai wajar dan pengungkapan yang bersangkutan
550
Pihak relasi
560
Peristiwa kemudian
570
Kelangsungan usaha
580
Representasi tertulis
600
Pertimbangan khusus – audit atas laporan keuangan grup (termasuk pekerjaan auditor komponen)
610
Penggunaan pekerjaan auditor eksternal
620
Penggunaan pekerjaan seorang pakar auditor
700
Perumusan suatu opini dan pelaporan atas laporan keuangan
705
Modifikasi terhadap opini dalam laporan auditor independen
710
Informas kompratif – dalam laporan keuangan kompratif
720
Tanggung jawab auditor atas informasi lain dalam laporan auditor independen
800
Pertimbangan khusus – audit atas laporan keuangan yang disusun sesuai dengan kerangka bertujuan khusus
805
Pertimbangan khusus – audit atas laporan keuangan tunggal dan unsur, akun, atau pos spesifik dalam suatu laporan keuangan
810
Perikatan untuk melaporkan ikhtisar laporan keuangan
19
Standar-standar diatas dalam banyak hal saling berhubungan dan saling tergantung satu sama lain. Keadaan yang berhubungan erat dengan penentuan dipenuhi atau tidaknya suatu standar dapat berlaku juga untuk standar yang lain. 2.1.6
Prosedur Audit International Standards on Auditing (ISA) dalam Tuanakotta (2013)
menyebutkan ada tiga tahap dalam prosedur audit, yaitu: A. Tahap 1: Penilaian Risiko (Risk Assessment) a) Memutuskan untuk menerima (jika ini merupakan penugasan atau perikatan audit yang pertama), melanjutkan (jika ini merupakan penugasan atau perikatan audit ulangan), atau menolak penugasan atau perikatan audit. b) Merencanakan audit: menentukan materialitas, melakukan pertemuan dengan tim audit dalam rangka perencanaan, dan merumuskan strategi audit yang menyeluruh. c) Melaksanakan prosedur penilaian risiko, yang bertujuan untuk menilai risiko salah saji (karena kecurangan dan / atau kesalahan) ditingkat laporan keuangan dan tingkat asersi. Menentukan dan menilai risiko bawaan,
menentukan
dan
menilai
risiko
pengendalian,
dan
mengkomunikasikan kelemahan dan kekurangan yang ditemukan sebagai hasil pelaksanaan prosedur penilaian risiko. d) Dokumentasi temuan dan segala perubahan atas rencana audit semula. B. Tahap 2: Menanggapi Risiko (Risk Responses) Tahap ini bertujuan untuk memperoleh bukti audit yang cukup dan tepat mengenai risiko yang dinilai (assessed risk). Hal ini dapat dicapai dengan merancang dan mengimplementasi tanggapan yang tepat (appropriate responses) terhadap risiko salah saji material uang dinilai, pada tingkat lapran keuangan maupun tingkat asersi. Auditor dapat melakukannya dengan cara sebagai berikut:
20
a) Menangani setiap risiko yang dinilai, secara bergantian sesuai dengan sifatnya (misalnya : ketika perekonomian sedang menurun) dan dengan merancang tanggapan audit yang tepat dalam bentuk prosedur audit selanjutnya. b) Menangani setiap risiko yang dinilai, sesuai dengan materialitas dari area laporan keuangan atau disclosure yang terkena dampak risiko tersebut. Auditor kemudian merancang tanggapan dalam bentuk prosedur audit selanjutnya yang tepat. c) Memulai dengan daftar prosedur audit baku untuk setiap area laporan keuangan dan asersi yang material dan membuat penyesuaian (menambah, memodifikasi, dan mengeliminasi prosedur) untuk merancang tanggapan yang tepat terhadap risiko yang dinilai. Prosedur audit selanjutnya: prosedur substansif dapat dilaksanakan auditor untuk : 1. Mengumpulkan bukti tentang asersi yang menjadi dasar dan merupakan bagian yang tidak terpisahkan (embedded) dalam saldo akun danjenis transaksi. 2. Mendeteksi salah saji yang material. Prosedur substansif meliputi pemilihan sampel (saldo akun atau transaksi) yang representatif (artinya mewakili seluruh populasi) untuk : 1. Menghitung ulang (recalculate) angka-angka untuk memastikan ketelitian (accuracy). 2. Meminta konfirmasi saldo (piutang, rekening bank, investasi, dan lain-lain) 3. Memastikan transaksi dicatat dalam periode yang benar (cut-off test atau uji pisah batas). 4. Membandingkan
angka-angka
antar
periode
harapan/ekspektasi (analytical procedures)
atau
dengan
21
5. Menginspeksi dokumen pendukung (seperti invoices atau kontrak penjualan) 6. Mengamati eksistensi fisik dari aset yang dicatat (misalnya mengamati perhitungan persediaan) dan 7. Menelaah kecukupan penyisihan untuk penurunan nilai seperti piutang ragu-ragu atau persediaan yang usang (obsolete inventory). C. Tahap 3: Melaporkan (Reporting) Tahap terakhir proses audit ini terdiri atas dua bagian utama, yakni mengevaluasi bukti audit yang sudah dikumpulkan dan membuat laporan auditor. Mengevaluasi Bukti Audit: a) Selesaikan semua review yang harus dilakukan. b) Perhatikan salah saji yang ditemukan. c) Selesaikan semua masalah dengan manajemen. d) Komunikasikan semua temuan audit dengan TCWG (Those Charged With Governance, mereka yang bertanggungjawab atas pengawasan secara umum dan menyeluruh dalam entitas tersebut). Membuat laporan auditor: e) Selesaikan semua dokumentasi audit. f) Dokumentasikan keputusan-keputusan (audit) yang penting. g) Rumuskan pendapat/opini. h) Terbitkan laporan auditor.
2.2
Independensi Independensi (independence), bebas dari pengaruh, tidak dikendalikan oleh
pihak lain, tidak bergantung pada pihak lain. Auditor yang independen adalah auditor yang tidak dipengaruhi oleh berbagai kekuatan yang berasal dari luar diri auditor dalam mempertimbangkan fakta yang yang dijumpainya dalam audit.Independensi lebih banyak ditentukan oleh faktor di luar diri auditor. (Islahuzzaman 2012:179).
22
Menurut Standar Auditing Seksi 220.1 SPAP (2011) menyebutkan bahwa: “auditor harus bersikap independence, artinya tidak mudah dipengaruhi, karena ia melaksanakan pekerjaannya untuk kepentingan umum.” Dengan demikian ia tidak dibenarkan memihak kepada kepentingan siapapun, sebab bagaimanapun seumpamanya keahlian teknis yang ia miliki, ia akan kehilangan sikap tidak memihak, yang justru sangat penting untuk mempertimbangkan kebebasan pendapatnya. Menurut Arens et al. (2012:111) independensi dalam auditing adalah: “A member in public practice shall be independence in the performance a professional service as require by standards promulgated by bodies designated by a council.” Independensi berarti sikap mental yang bebas dari pengaruh, tidak dikendalikan oleh pihak lain, tidak tergantung pada orang lain. Independensi juga berarti adanya kejujuran dalam diri auditor dalam diri mempertimbangkan fakta dan adanya pertimbangan yang objektif tidak memihak dalam merumuskan dan menyatakan pendapatnya, maka audit yang dihasilkan akan sesuai dengan fakta tanpa ada pengaruh dari luar. International Standard on Auditing (ISA) (200, alinea 14) dalam Tuanakotta (2013) mengatakan: “auditor wajib mematuhi kewajiban etika yang relevan, termasuk yang berkenaan dengan independensi, sehubungan dengan penugasan audit atas laporan keuangan.” Tuanakotta (2013) Code of ethics mengklarifikasi ketentuan, kewajiban, dan persyaratan dan secara signifikan memperketat ketentuan mengenai independensi, sebagai berikut: 1. Memperluas ketentuan mengenai independensi untuk audit listed entities (perusahaan yang terdaftar di pasar modal) kesemua PIE (Public-Interest Entities atau entitas dengan kepentingan umum).
23
2. Mengharuskan adanya “periode pembekuan” (cooling-off period) sebelum “orang” tertendtu dalam KAP bergabung dengan public-interest audit clients dalam posisi tertentu. 3. Memperluas kewajiban partner-rotation untuk semua key audit partners. 4. Memperketat ketentuan mengenai pemberian jasa non-asurans kepada audit clients, seperti tax planning dan jasa konsultasi lain. Beberapa larangan berlaku untuk kasus-kasus non-public interest entities audits (audit untuk entitas dengan yang tidak ada kepentingan umum) untuk tax planning dan jasa konsultasi lain, maupun bantuan dalam penyelesaian masalah perpajakan (assistance in resolution of tax services). 5. Mewajibkan pre-or-post-issuance review jika total fees dari publicinterest clients audit melampaui 15% total fees dari KAP tersebut untuk dua tahun berturut-turut. 6. Melarang keyaudit partners dievaluasi kinerjanya terhadap (atau menerima imbalan untuk) menjual saham non-asurans kepada audit clients. 2.2.1
Klarifikasi Independensi Arens et al (2012:134) mengklarifikasikan independensi dalam dua aspek,
yaitu: 1. Independence in fact (Independensi dalam fakta) Artinya auditor harus mempunyai kejujuran yang tinggi dan keterkaitan yang erat dengan objektifitas.Independensi dalam fakta aka nada apabila kenyataanya auditor mampu mempertahankan sikap yang tidak memihak sepanjang pelaksanaan auditnya. 2. Independence in appearance (Independensi dalam penampilan)
24
Artinya pandangan pihak lain terhadap diri auditor sehubungan dengan pelaksanaan audit. Meskipun auditor telah menjalankan auditnya dengan baik secara independen dan objektif, pendapat yang dinyatakan melalui laporan audit tidak akan dipercaya oleh para pemakai jasa auditor independen bila ia tidak mampu mempertahankan independensi dalam penampilan sangat penting bagi perkembangan profesi auditor.
IFAC (2013) dalam Tuanakotta (2013) menggunakan istilah independensi yang
didefinisikan
dalam
IESBA
(International
Ethics
Standards
Board
ForAccountant) Code Of Ethics For Profesional Accountant sebagai berukut: 1. Independensi dalam pikiran (Independence of mind). Independensi dalam pikiran adalah hal-hal yang ada didalam pikiran (the state of mind) auditor yang memungkinnya memberikan pendapat (opinion)
tanpa
dipengaruhi
hal-hal
yang
mengompromikan
(compromise) kearifan profesioan atau profesional judgement, dan dengan demikian orang dapat bertindak dengan integrits penuh, tidakberpihak, dan melaksankan skeptisme profeisonal (profesional scepticism) 2. Independensi dalam penampilan (Indpendence in appearance). Independence dalam penampolan adalah penghindaran fakta dan kondisi yang sedemikian signifikan sehingga pihak ketiga yang paham dan berfikir rasional dengan memiliki pengetahuan akan semua informasi yang relevan, ternasuk pencegahan yang diterapkan akan tetap
dapat
menarik
kesimpulan
bahwa
skeptisme
profesional,objektivitas, dan integritas anggota firma, atau tim penjamin (assurance team) telah dikompromikan. Prinsip-prinsip fundamental etika tidak dapat dinegosiasikan atau dikompromikan bila seorang akuntan ingin menjaga citra profesinya yang luhur.
25
2.2.2
Ancaman terhadap independensi IFAC dalam Tuanakota (2013), menjelaskan tentang ancaman terhadap
independensi dapat terbentuk dari hal berikut: a. Kepentingan Diri (Self-Interest) Kepentingan
diri
(self-interest)
adalah
wujud
sifat
yang
lebih
mengutamakan pribadi atau keluarga dibandingkan dengan kepentingan publik yang lebih luas. Contoh langsung kepentingan diri untuk akuntan publik,antara lain: 1. Kepentingan keuangan dalam perusahaan klien, atau kepentingan keuangan bersama pada suatu perusahaan klien. 2. Kekhawatiran berlebihdan bila kehilangan suatu klien. b. Review Diri (Self-Review) Contoh ancaman review diri untuk akuntan publik antara lain: 1. Temuan kesalahan material saat dilakukan evaluasi ulang. 2. Pelaporan operasi sistem keuangan setelah terlibat dalam perancangan dan impelementasi sistem tersebut. c. Advokasi (Advocacy) Ancaman advokasi dapat timbuk bila akuntan profesional mendukung suatu posisi atau pendapat sampai titik dimana objektivitas dapat dikompromikan. Contoh langsung ancaman untuk akuntan publik antara lain: 1. Mempromosikan saham perusahaan publik dari klien, dimana perusahaan tersebur merupakan klien audit. 2. Bertindak sebagai
pengacara (penasihat
hukum) untuk klien
penjaminan dalam suatu litigasi atau perkara perselisihan dengan pihak ketiga.
26
d. Kekerabatan (Familiarity) Ancaman kekerabatan (familiarity) timbul dari kedekatan hubungan sehingga akuntan profesional menjadi terlalu bersimpati terhadap kepentingan orang lain yang mempunyai hubungan dekat dengan akuntan tersebut. Contoh langsung ancaman kekerabatan untuk akuntan publik, antara lain: 1. Anggota tim mempunyai hubungan keluarga dekat dengan seorang direktur atau pejabat perusahaan klien. 2. Anggota tim mempunyai hubungan dekat dengan seorang karyawan klien yang memiliki jabatan yang berpengaruh langsung dan signifikan terhadap pokok dari penugasan. e. Intimidasi (Intimidation) Ancaman intimidasi (intimidation) dapat timbul jika akuntan profesional dihalang
untuk
bertindak
objektif,
baik
secara
nyata
maupun
dipersepsikan. Contoh ancaman intimidasi untuk akuntan publik, antara lain: 1. Diancam dipecat atau diganti dalam hubungannya dengan penugasan klien. 2. Diancam dengan tuntutan hukum. 3. Ditekan secara tidak wajar untuk mengurangi ruang lingkup pekerjaan dengan maksud untuk mengurangi fee. 2.2.3
Pengaruh Independensi Auditor Terhadap Kualitas Audit Independensi murapakan sikap yang diharapkan dari seorang akuntan publik
untuk tidak mempunyai kepentingan pribadi dalam melaksanakan tugasnya yang bertentangan dengan prinsip integritas dan objektivitas.Oleh karena itu, cukuplah beralasan bahwa untuk menghasilkan audit yang berkualitas diperlukan sikap independen dari auditor. Karena jika auditor kehilangan independensinya maka laporan audit yang dihasilkan tidak sesuai dengan kenyataan yang ada sehingga tidak dapat digunakan sebagai dasar pengambilan keputusan. Kemudian dengan sikap
27
independensinya maka auditor dapat melaporkan dalam laporan auditan jika terjadi pelanggaran dalam laporan keuangan kliennya.Sehingga berdasarkan uraian tersebut, dapat dikatakan bahwa semakin tinggi independensi yang dimiliki auditor maka semakin tinggi pula kualiat audit yang dihasilkan. Alim et al. (2007) dan Christiawan (2002) menemukan bahwa independensi berpengaruh signifikan terhadap kualitas audit. Auditor harus dapat mengumpulkan setiap informasi yang dibutuhkan dalam pengambilan keputusan audit di mana hal tersebut harus didukung dengan sikap independen.
2.3
Kompetensi Kompetensi menurut Gondodiyoto (2007:35) artinya yang bersangkutan
terlatih (melalui suatu pendidikan formal) untuk mengerjakan dan keterampilan tinggi. Mulyadi (2010) mengatakan bahwa: “kompetensi menunjukan terdapatnya pencapaian dan pemeliharaan suatu tingkatan pemahaman dan pengetahuan yang memungkinkan seorang anggota untuk memberikan jasa dengan kemudahan dan kecerdikan.” Berdasarkan pernyataan tersebut dapat diartikan bahwa kompetensi auditor adalah auditor yang dengan pengetahuan, pengalaman, pendidikan, dan pelatihan yang cukup dan eksplisit dapat melakukan audit secara objektif, cermat, dan seksama. Maka, audit yang dilaksanakan dengan objektif, cermat, dan seksama akan menghasilkan audit yang berkualitas tinggi. Standar umum pertama menurut SA seksi 201 SPAP (2011) menyebutkan bahwa audit harus dilaksanak oleh seorang atau lebih yang memiliki keahlian dan pelatihan teknis yang cukup sebagai auditor. Prinsip-prinsip fundamental IFAC menyebutkan bahwa: “seorang akuntan professional mempunyai kewajiban untuk memelihara pengetahuan dan keterampilan professional secara berkelanjutan pada tingkat
28
yang diperlukan untuk menjamin seorang klien atau atasan perkembangan praktik, legislasi, dan teknik.” Standar Akuntansi Pemerintah (SAP) (2000) mengemukakan bahwa kompetensi adalah sebagai kewenangan (kekuasaan) yang dimaksud dalam pengertian tersebut muncul karena akuntan tersebut memiliki kemampuan keahlian dan pengetahuan yang bersumber dari pendidikan formal dan pendidikan berkelanjutan, pengalaman yang memadai, serta di dukung dengan disiplin ilmu yang sesuai. 2.3.1
Jenis-jenis Kompetensi Menurut De Angelo (1981) dalam Tjun Tjun et al (2012) komptensi dapat
dilihat dari berbagai sudut pandang yakni sudut pandang auditor individual, audit tim dan Kantor Akuntan Publik (KAP). Masing-masing sudut pandang akan dibahas lebih mendetail berikut ini:
1. Kompetensi Auditor Individual Ada banyak factor yang mempengaruhi kemampuan auditor, antara lain pengetahuan dan pengalaman untuk melakukan tugas pengauditan, auditor memerlukan pengatahuan pengauditan (umum dan khusus) dan pengetahuan mengenai bidang pengauditan, akuntansi dan industry klien. Selain itu diperlukan juga pengalaman dalam melakukan audit.Seperti yang dikemukakan oleh Libby dan Frederick (1990) bahwa auditor yang berpengalaman mempunyai pengalaman yang lebih baik atas laporan keuangan sehingga keputusan yang diambil bisa lebih baik. 2. Kompetensi Audit Tim Standar pekerjaan lapangan yang kedua menyatakan bahwa jika pekerjaan menggunakan asisten maka harus disupervisi degan semestinya. Dalam suatu penugasan, satu tim audit biasanya terdisi dari auditor yunior, auditor senior, manajer dan partner. Tim audit ini dipandang sebagai factor yang lebih menentukan kualitas audit (Wooten, 2003). Kerjasama yang baik antar anggota tim, profesionalisme, presistensi, skeptisme, proses kendali mutu yang kuat, pengalaman dengan klien,
29
pengalaman insdustri yang baik akan menghasilkan tim audit yang berkualitas tinggi. Selain itu, adanya perhatian dari partner dan manajer pada penugasan ditemukan memiliki kaitan dengan kualitas audit. 3. Kompetensi dari sudut pandang KAP Besaran KAP menurut Deis & Giroux (1992) diukur dan jumlah klien dan persentase dari audit fee dalam usaha mempertahankan kliennya untuk tidak berpindah pada KAP yang lain. Berbagi penelitian menemukan hubungan positif antara besaran KAP dan kualitas audit. KAP yang besar menghasilkan kualitas audit yang lebih tinggi karena ada insentig untuk menjaga reputasi dipasar. Selain itu, KAP yang besar sudah mempunyai jaringan klien yang luas dan banyak sehingga mereka tidak tergantung atau tidak kehilangan klien.Selain itu KAP yang besar biasanya mempunyai sumber daya yang lebih banyak dan lebih baik untuk melatih auditor mereka, membiayai auditor ke berbagai pendeidikan profesi berkelanjutan, dan melakukan pengujian audit daripada KAP kecil. Berdasarkan uraian di atas, maka kompetensi dapat dilihat melalui berbagai sudut pandang. Namun dalam penelitian ini akan digunakan kompetensi dari sudut auditor individual, hal ini dikarenakan auditor adalah subyek yang melakukan audit secara langsung dan berhubungan langsung dalam proses audit sehingga berdasarkan konstruk yang dikemukakan oleh De Angelo (1981) dalam Tjun Tjunet al (2012), kompetensi diproksikan dalam dua hal yaitu pengetahuan dan pengalaman. 2.3.2
Indikator Kompetensi 1. Pengetahuan Standar Profesi Akuntan Publik (IAI ; 2011) tentang standar umum,
menjelaskan bahwa dalam melakukan audit, auditor harus memiliki keahlian dan struktur pengetahuan yang cukup. Pengetahuan diukur dari seberapa tinggi pendidikan seorang auditor karena dengan demikian auditor akan mempunyai semakin banyak pengetahuan (pandangan) mengenai bidang yang digelutinya
30
sehingga dapat mengetahui berbagai masalah secara lebih mendalam, selain itu auditor akan lebih mudah dalam mengikuti perkembangan yang semakin kompleks. Untuk melakukan tugas pengauditan, auditor memerlukan pengetahuan pengauditan (umum dan Khusus) dan pengetahuan mengenai bidang pengauditan, akuntansi dan perusahaan. Adapun secara umum ada 5 pengetahuan yang harus dimiliki oleh seorang auditor (Kusharyanti, 2003), yaitu: a. pengetahuan umum; b. pengetahuan area fungsional; c. pengetahuan mengenai isu-isu akuntansi yang paling baru; d. pengetahuan mengenai industri khusus; e. pengetahuan mengenai bisnis umum serta penyelesaian masalah. Penelitian yang dilakukan oleh Tjun, Indrawati dan Setiawan (2012) menyatakan bahwa pengetahuan berpengaruh signifikan terhadap kualitas audit. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Ilmiyati dan Suhardjo (2012) bahwa pengetahuan berpengaruh signifikan terhadap kualitas audit dengan arah koefisien positif. Hal ini merupakan harapan bahwa akuntan memiliki pengetahuan mengenai auditing yang lebih banyak menggambarkan tingginya tingkat kompetensi profesionalnya dan akan menghasilkan audit yang lebih berkualitas. 2. Pengalaman Pengalaman seseorang ditunjukan dengan telah dilakukannya berbagai pekerjaan atau lamanya seseorang dalam bekerja untuk mendapatkan ilmu yang sebenarnya selain dari pendidikan formal. Semakin lama masa kerja dan pengalaman yang dimiliki oleh auditor maka akan semakin baik dan meningkatkan kualitas audit yang dihasilkan. Auditor yang berpengalaman lebih memiliki ketelitian dan kemampuan yang aik dalam menyelesaikan pekerjaannya.
31
Pada waktu menentukan kompetensi auditor, auditor harus memperoleh atau memutakhirkan informasi dari audit tahun sebelumnya mengenai faktor-faktor berikut:
a. Tingkat pendeidikan dan pengalaman profesional auditor. b. Ijazah profesional dan pendidikan profesional berkelanjutan. c. Kebijakan, program, dan prosedur audit. d. Praktik yang bersangkutan dengan penugasan auditor. e. Supervise dan riview terhadap aktivitas auditor. f. Mutu dokumentasi dalam kertas kerja, laporan, dan rekomendasi. g. Penilaian atas kinerja auditor Menurut
Indah
(2010)
pengalaman
dalam
melaksanakan
audit
berpengaruh positif terhadap kualitas audit, sehingga semakin berpengalaman seorang auditormaka akan semakin baik kualitas audt yang dilakukannya. Berbeda dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Singgih, Muliani dan Bawono (2010), bahwa pengalaman tidak berpengaruh terhadap kualitas audit mungkin disebabkan karena sebagian besar responden dalam penelitiannya adalah auditor yang menjabat sebagai junior dan masa kerjanya tidak lebih dari 3 tahun sehingga respon para responden untuk menjawab pertanyaan berkaitan dengan variabel pengalaman cenderung menghasilkan jawaban tidak bernilai positif. 3. Keahlian khusus Keahlian berasal dari kata ahli yang artinya dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah orang yang mahir, paham sekali di suatu ilmu sedangkan khusus memiliki arti tidak umum.Jadi keahlian khusus merupakan kemahiran seseorang dalam suatu ilmu dalam bidang tertentu/tidak umum. Di dalam SPAP seksi 210 PSA No.04 (2001:210.1) yang tercantum dalam standar umum pertama berbunyi : “audit harus dilaksanakan oleh seorang atau lebih
32
yang memiliki keahlian dan pelatihan teknis yang cukup sebagai auditor”. Standar umum pertama ini menegaskan bahwa betapapun kemampuan seseorang dalam bidang-bidang lain, termasuk dalam bidang bisnis dan keuangan, ia tidak dapat memenuhi persyaratan yang dimaksudkan dalam standar auditing ini, jika tidak memiliki pendidikan serta pengalaman memadai dalam bidang auditing. 2.3.3
Pengaruh Kompetensi Auditor Terhadap Kualitas Audit Kompetensi auditor adalah auditor dengan pengetahuan dan pengalamannya
yang cukup dan eksplisit dapat melakukan audit secara objektif, cermat dan seksama. Kualitas audit merupakan segala kemungkinan (probability) dimana auditor pada saat mengaudit laporan keuangan klien dapat menemukan pelanggaran yang terjadi dalam sistem akuntansi klian dan melaporkannya dalam laporan keuangan klien, dimana dalam melaksanakan tugasnya tersebut auditor berpedoman pada standar auditing dan kode etik akuntan publik yang relevan. Oleh karena itu, dapat dipahami bahwa seorang auditor yang memiliki pengetahuan dan pengalman yang memadai akan lebih memahami dan mengetahui berbagai masalah secara lebih mendalam dan lebih mudah dalam mengikuti perkembangan peraturan yang telah ditetapkan oleh pemerintah. Semakin tinggi kompetensi yang dimiliki auditor maka semakin tinggi pula kualitas audit yang dihasilkan. Kompetensi yang dibutuhkan dalam melakukan audit yaitu pengetahuan dan kemampuan. Auditor harus memiliki pengetahuan untuk memahami entitas yang diaudit kemudian auditor harus memiliki kemampuan untuk bekerja sama dalam tim serta kemampuan dalam menganalisis permasalahan. Alim et al (2007) dan Christiawan (2002) menyatakan bahwa semakin tinggi kompetensi auditor akan semakin baik kualitas hasil pemeriksanya.
2.4
Kualitas Audit Berdasarkan Standar Professional Akuntan Publik (SPAP) (IAI,2011), audit
yang dilaksanakan oleh seorang auditor dapat dikatakan berkualitas jika memenuhi ketentuan atau standar auditing yang berlaku umum (Generally Accepted Auditing
33
Standards = GAAS) dan standar pengendalian mutu. Standar auditing tersebut dijadikan acuan auditor dalam memenuhi tanggung jawab profesionalnya dalam melaksanakan audit atas laporan keuangan. Dalam Financial Reporting Council (2006), menyatakan definisi kualitas audit sebagai: “memberikan pendapat yang professional yang didukung oleh bukti audit dan keputusan yang dihasilkan bersifat objektif. Sehingga pada akhirnya auditor dapat memeberikan pelayanan yang berkualitas kepada pemegang saham jika para akuntan publik menyediakan laporan audit yang independen, dapat diandalkan dan didukung oleh bukti audit yang memadai.” Ikatan Akuntan Indoneisa (IAI) menyatakan bahwa audit yang dilakukan auditor dikatakan berkualitas, jika memenuhi standar auditing dan standar pengendalian mutu. Menurut De Angelo (1981) dalam Tjun Tjun et al (2012) mendefinisakan kulitas audit sebagai kemungkinan (probability) dimana auditorakan menemukan dan melaporkan pelanggaran yang ada dalam sistem akuntansi klien. Adapaun kemampuan untuk menemukan salah saji yang material dalam laporan keuangan perusahaan tergantung dari kompetensi auditor sedangkan kemauan untuk melaporkan temuan salah saji tersebut tergantung pada independensinya. Akuntan publik atau auditor independen dalam menjalankan tugasnya harus memegang prinsip-prinsip profesi. Menurut Simamora (2002:47) dalam Tjun Tjunet al (2012) ada 8 prinsip yang harus dipatuhi akuntan publik yaitu: 1. Tanggungjawab profesi Setiap anggota harus menggunakan pertimbangan moral dan professional dalam semua kegiatan yang dilakukannya. 2
Kepentingan publik Setiap anggota berkewajiban untuk senantiasa bertindak dalam kerangka pelayanan kepada publik, menghormati kepercayaan publik dan menunjukan komitmen atas profesionalisme.
3. Integritas
34
Setiap anggota harus memenuhi tanggung jawab profesionalnya dengan integritas setinggi mungkin
4. Objektivitas Setiap anggota harus menjaga objektivitasnya dan bebeas dari benturan kepentingan dalam pemenuhan kewajiban profesionalnya. 5. Kompetensi dan kehati-hatian professional Setiap anggota harus melaksanakan jasa profesionalnya dengan hati-hati, kompetensi
dan
ketekunan
serta
mempunyai
kewajiban
untuk
mempertahankan pengetahuan dan keterampilan professional. 6. Kerahasiaan setiap anggota harus menghormati kerahasiaan informasi yang diperoleh selama melakukan jasa professional dan tidak boleh memakai atau mengungkapkan informasi tersebut tanpa persetujuan. 7. Perilaku professional. Setiap anggota harus berprilaku yang konsisten dengan reputasi profesi yang baik dan menjauhi tindakan yang dapat mendiskreditkan profesi. 8. Standar teknis Setiap anggota harus melaksanakan jasa profesionalnya pada standar teknis dan standar profeional yang relevan. Selain itu akuntan publik juga harus berpedoman pada Standar Professional Akuntan Publik (SPAP) yang ditetapkan oleh Ikatan Akuntan Publik (IAI) dalam hal ini adalah standar auditing. Menurut Singgih dkk (2010) auditor yang kompeten adalah auditor yang “mampu” menemukan adanya pelanggaran sedangkan auditor yang independen adalah auditor yang “mau” mengungkapkan pelanggaran tersebut.
35
Auditor harus memiliki kualitas audit yang memadai sehingga dapat mengurangi ketidakselarasan yang terjadi antara manajemen dengan pemegang saham, karena pengguna laporan keunagan terutama pemegang saham akan mengambil keputusan berdasarkan pada laporan yang telah diaudit oleh auditor. Dari pengertian tentang kualitas audit diatas maka dapat disimpulkan bahwa kualitas audit merupakan kemungkinan auditor menemukan pelanggaran dalam sistem akuntansi dan pencatatannya pada laporan keuangan yang disajikan oleh pihak manajemen. Dan auditor mampu mengungkapkan atas pelanggaran tersebut dalam laporan keuangan auditan demi
mempertahankan indpendensinya, dalam hal ini
auditor berpedoman kepada standar auditing dankode etik akuntan publik yang relevan. Kualitas audit ditentukan oleh dua hal yaitu kompetensi dan independensi. Kompetensi berkaitan dengan pengetahuan dan pengalaman yang dimiliki oleh akuntan publik secara memadai dibidang auditing dan akuntansi.Sedangkan, independensi suatu prinsip etika yang harus dijaga dan diterapkan oleh akuntan publik. Independen berarti tidak memihak siapapun, tidak mudah dipengaruhi, tetapi mengungkapkan kejujuran sesuai dengan fakta, karena ia dalam melaksanakan pekerjaannya demi kepentingan umum. 2.4.1
Unsur-unsur Kualitas Audit Kualitas audit dipengaruh oleh beberapa faktor. Menurut Wooten (2003) dan
SPAP (2011), factor-faktor tersebut antara lain: 1. Deteksi salah saji “detecting material misstatement is influenced by how well the audit team performs the audit, wich in turn is influenced by the quality control system and management resources of the audit firm. Many studies have used firm size as a surrogate for these audit firm and audit team factors, and their findings have been controversial”(Wooten,2003).
36
Audit yang berkualitas adalah audit yang dapat menemukan salah saji yang material pada laporan keuangan. Mendeteksi salah saji material dipengaruhi ileh seberapa baik tim audit melakukan audit, yang dipengaruhi oleh system pengendalian kualitas dan sumber daya manajemen KAP. 2. Berpedoman pada standar Anggita KAP yang melaksanakan penugasan jasa auditing, atestasi, review, komplikasi, konsultasi manajemen, perpajakan atau jasa professional lainnya wajib mematuhi standar yang dikeluarkan oleh badan pengatur standar yang telah ditetapkan oleh IAI (Ikatan Akuntan Indonesia). 3. Komitmten yang kuat terhadap jasa audit yang diberikan kepada klien Klien membutuhkan jasa audit dari auditor, sebagai auditor maka harus mampu dan dapat memenuhi kebutuhan jasa untuk klien. Komitmen yang kuat dari auditor terhadap jasa audit yang diberikan direspon dengan baik oleh klien. 4. Prinsip kehati-hatian Para ahli mengindikasikan integritas individual yang ditugaskan dalam perikatan sebagai factor dalam mendeteksi salah saji material. Auditor sebaiknya memberikan perhatian dan berhati-hati kepada semua aspek dari audit, termasuk evaluasi risiko audit, formulasi dan tuhuan audit, menetapkan scope atau luas dan tanggung jawab audit, seleksi uji audit, dan evaluasi hasil audit.sehingga auditor perlu bersikap hati-hati dan mengacu pada standar professional. Apabila auditor menerapkan prinsip kehati-hatian dalam semua aspek audit maka hal ini akan mengingkatkan hasil audit. 5. Review dan pengendalian oleh supervisor “panels og expert also associate high quality with a firm has strong controls in place over its audit process. GAAS reqires a fitm to maintain a quality-control system and requires auditors to adequately plan their audits. There is match leeway, however, in determining how formal and perspective these systems need to be. Firms with a more rigorous qualitycontrol systems need to be. Firms with a more systematic audit
37
methodology process are less likely to have material misstatement go undetected by their audit procedures”(Wooten,2003) para ahli juga mengaitkan kualitas tinggi dengan perusahaan yang memiliki control yang kuat di tempat selama proses audit. SPAP mensyaratkan perusahaan untuk memperthankan perusahaan untuk mempertahankan kualitas system pengendalian dan membutuhkan auditor untuk merencanakan audit yang memadai. Perusahaan dengan kualitas system pengendalian yang lebih baik dan proses metodologi audit yang lebih sistematis cenderung memiliki salah saji material yang tidak terdeteksi oleh prosedur audit mereka. 6. Perhatian yang diberikan oleh manajer dan partner “the expert reported that partner and manager attention to tje engagement is associated with audit quaility. GAAS requres that audits be properly supervised and assigned. He availability during filedwork of the seasoned judgement of an experienced auditor provides authoriative respones to technical and procedural questions”(Wooten, 2003) Para ahli melaporkan bahwa perhatian manajer dan partner untuk keterlibatan yang terkait dengan kualitas audit. SPAP mensyaratkan bahwa audit harus disupervisi dengan cukup. Perhatian manajer dan partner yang memadai mulai saat perencanaan audit sampai dengan pelaporan audit akan memberikan jaminan bahwa semua aspek-aspek harus dilakukan dalam mencapai audit yang berkualitas akan dipenuhi oleh auditor. Kualitas audit dapat ditingkatkan jika akuntan publik atau auditor independen dalam menjalankan tugasnya memegang prinsip profesi. Prinsip etika menurut Mulyadi (2010) meliputi: 1. Tanggung jawab profesi dalam melaksanakan tangung jawabnya sebagai profesional, setiap anggota harus senantiasa mengunakan pertimbangan moral dan profesional dalam semua kegiatan yang dilakukannya. 2. Kepentingan publik
38
Setiap anggota berkewajiban untuk senantiasa bertindak dalam kerangka pelayanan kepada publik, menghormati kepercayaan publik, dan menunjukan komitmen atas profesionalisme. 3. Integritas Untuk memelihara dan meningkatkan kepercayaan publik, setiap anggota harus memenuhi tanggung jawab profesionalnya dengan integritas setinggi mungkin. 4. Obyektivitas Setiap anggota harus menjaga obyektivitas dan bebas dari benturan kepentingan dalam pemenuhan kewajiban profesinalnya. 5. Kompetensi dan kehati-hatian profesional Setiap anggota harus melaksanakan jasa profesionalnya dengan kehatihatian, kompetensi dan ketekunan, serta mempunyai kewajiban untuk mempertahankan pengetahuan dan keterampilan profesional pada tingkat yang diperlukan untuk memastikan bahwa klien atau pemberi kerja memperoleh manfaat dari jasa profesional yang kompeten berdasarkan perkembangan praktik, legislasi dan teknik yang paling mutakhir. 6. Kerahasiaan Setiap anggota harus menghormati kerahasiaan informasi yang diperoleh selama melakukan jasa profesionalnya dan tidak boleh memakai atau mengungkapkan informasi tersebut tanpa persetujuan, kecuali bila ada hak atau kewajiban profesional atau hukum untuk mengungkapkannya. 7. Perilaku profesional Setiap angggota harus berprilaku yang konsisten dengan reputasi profesi yang baik dan menjauhi tindakan yang dapat mendiskreditkan profesi. 8. Standar teknis
39
Setiap anggota harus melaksanakan jasa profesionalnya sesuai dengan standar teknis dan standar profesionalnya yang relevan.Sesuai dengan keahliannya dan dengan berhati-hati, anggota mempunyai kewajiban untuk melaksanakan penugasan dari penerima jasa selama penugasan tersebut sejalan dengan prinsip ingtegritas dan objektivitas. Kualitas auditor memliki peranan yang sangat penting dalam menghasilkan audit yang berkualitas sehingga dapat mengurangi penyimpangan yang dilakukan. Menurut Alim dkk. (2007). Pada dasarnya, tidak ada definisi yang pasti mengenai bagaimana dan apa kualitas audit itu. Hal itu menyebabkan tidak terdapatnya pemahaman secara umum mengenai faktor-faktor dalam penyusunan kualitas audit dan sering terjadi konflik peran antara berbagai pengguna laporan audit. Menurut Irahandayani (2003) dalam skripsi Rahmatia Kamba (2009), kualitas hasil audit dapat dikelompokkan menjadi dua yaitu: 1. Kesesuaian pemeriksaan dengan standar audit Auditor melaksanakan pemeriksaan sesuai dengan SA dan mematuhi kode etik yang telah ditetapkan dan melaksanakanrangkaian proses dan prosedur yang bersifat logis terstruktur dan terorganisir untuk menghimpun bukti-bukti yang mendasari asersi-asersi yang dibuat oleh individu maupun entitas. 2. Kualitas laporan hasil pemeriksaan audit Auditor mampu menemukan, mengungkapkan dan melaporkan apabila terjadi pelanggaran yang dilakukan klien.
2.4.2
Pengaruh Independensidan Kompetensi Auditor Terhadap Kualitas Audit Ketika melaksanakan proses audit, auditor membutuhkan pengetahaun dan
pengalaman yang baik kaena dengan keuda hal tersebut auditor menjadi lebih mampu memahami kondisi keuangan dan laporan keuangan kliennya. Kemudian dengan
40
sikap independensinya maka auditor dapat melaporkan dalam laopran auditan jika terjadi pelanggaran dalam laporan keuangan kliennya.Maka kompetensi dan independensi memiliki pengaruh dakam menghasilkan audit yang berkualitas baik itu proses maupun output-nya. Independensi
berarti
adanya
kejujuran
dalam
diri
akuntan
dalam
mempertimbangkan fakta-fakta dan adanya pertimbangan yang objektif, tidak memihak
dalam
diri
akuntan
dalam
meurumuskan
dan
mengungkapkan
pendapatnya.Sedangkan kompetensi dalam praktik akuntan publik menyangkut masalah kualitas teknik dari anggota dan stafnya serta kemampuan untuk mengawasi dan menilai mutu tugas yang telah dikerjakan. Dalam menjalankan praktiknya seharihari, auditor independen menghadapi berbagai situasi dan kondisi yang berbeda dalam mengaudit kliennya, karena kemungkinan ada manajemn perusahaan yang memberikan data yang tidak sebenarnya terjadi, karena itu auditor diminta untuk melakukan audit dan memberikan kualitas audit yang baik terhadap perusahaan klien yang
diauditnya
karena
melalui
:pendidikan;
pelatihan;
pengalaman;
dan
profesionalnya auditor menjadi orang yang ahli dalam bidang akuntansi dan auditing, serta memiliki kemampuan untuk menilai secara objektif dan menggunakan pertimbangan yang tidak memihak terhadap informasi yang diungkapkan melalui auditnya. Adanya konflik kepentingan antara pihak internal dan eksternal perusahaan menuntut akuntan publik untuk menghasilkan laporan auditan yang berkualitas yang dapat digunakan oleh pihak-pihak tersebut. Selain itu, dengan menjamurnya skandal keuangan baik domestik maupun manca negara, sebagaian besar bertolak dari laporan keuangan yang pernah dipublikasikan oleh perusahaan ke laporan keuangan yang sudah diaudit oleh akuntan publik dikarenakan laporan yang sudah diaudit akan menghasilkan laporan audit yang akurat dan dapat dipercaya. Berbagai penelitian tentang kualitas audit sudah pernah dilakukan dan menghasilkan temuan yang berbeda mengenai faktor pembentuk kualitas audit. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa untuk menghasilkan audit yang berkualitas, seorang akuntan
41
publik yang bekerja dalam suatu tim audit dituntut untuk memiliki kompetensi yang cukup dan independensi yang tinggi. 2.5
Penelitian Terdahulu Penelitian terdahulu tentang kualitas audit adalah sebagai berikut: 1. Nur Samsi (2013), pada penelitian ini peneliti meneliti Pengaruh Pengalaman Kerja, Independensi, dan Kompetensi Terhadap Kualitas Audit: Etika Auditor Sebagai Variabel Pemoderasi. Penelitian ini menghasilkan bahwa pengalaman kerja, independensi, dan kompetensi terhadap kualitas audit baik secara simultan maupun parsial. 2. Indra Agustia Saputra (2013) penelitian ini meneliti mengenai Pengaruh Pengalaman dan Etika Profesi Auditor Terhadap Kualitas Audit. Secara garis besar berdasarkan penelitian yang dilakukan ditarik kesimpulan bahwa adanya pengaruh positif secara simultan antara pengalaman etika profesi auditor terhadap kualitas audit. 3. Tjun Tjun et al (2012) melakukan penelitian yang berjudul “Pengaruh Kompetensi dan Independens Auditor Terhadap Kualitas Audit”. Penelitian ini mengambil sampel para auditor kantor akuntan publik (KAP) di Jakarta pusat. Dalam penelitian ini, peneliti menguji kompetensi dimana diproksikan dengan 2 sub variabel yaitu pengalaman dan pengetahuan. Dan pada independensi diproaksikan 4 sub variabel yaitu lama hubungan dengan klien, tekanan dari klien, telaah dari rekan auditor, jasa non audit. Kesimpulan dari penelitian ini bahwa, kompetensi auditor berpengaruh secara signifikan terhadap kualitas audit, sedangkan independensi auditor tidak berpengaruh secara signifikan terhadap kualitas audit, dan kompetensi dan independensi auditor berpengaruh terhadap kualitas audit. Hal ini dilihat dari hasil pengujian regresi. 4. Ilmiyati dan Suhardjo (2012)Mengangkat judul “Pengaruh Akuntanbilitas dan Kompetensi Auditor Terhadap Kualitas Audit (Studi Empiris Pada Kantor Akuntan Publik di Bandung)”. Dalam penelitiannya sampel yang
42
digunakan untuk penyebaran kuisioner ke 52 responden dan berdasarkan analisis penelitiannya dapat disimpulkan bahwa akuntanbilitas dan kompetensi auditor berpengaruh positif terhadap kualitas audit. Motivasi dan implementasi pertanggungjawaban sosial dalam diri auditor yang lebih besar serta kompetensi yang terdri dari pengalaman dan pengetahuan seorang auditor berpengaruh positif terhadap kualitas audit yang dihasilkan. 5. Sari (2012) judul penelitianyaitu “Pengaruh Kompetensi dan Independensi Auditor Terhadap Kualitas Audit”. Populasi dalam penelitannya adalah auditor yang bekerja di kantor akuntan publik di semarang, dengan sampel penelitian menggunakan teknik purposive sampling sebganyak 42 auditor dan alat uji hipotesisnya adalah regresi berganda. Hasil kesimpulan dari penelitiannya bahwa kompetensi dan independensi auditor berpengaruh terhadap kualitas audit. Tabel 2.3 Penelitian Terdahulu No
Nama Peneliti
1
Nur Samsi (2013)
2.
Indra Agustia Saputra (2013)
Judul Penelitian Pengaruh Pengalaman Kerja, Independensi, Dan Kompetensi Terhadap Kualitas Audit: Etika Auditor Sebagai Variabel Pemoderisasi
Pengaruh Pengalaman Dan Etika Profesi Auditor Terhadap Kualitas Audit
Variabel Penelitian Variabel independen: pengalaman kerja, independensi, dan kompetensi. Variabel dependen: kualitas audit
Variabel independen: pengalaman, etika profesi. Variabel dependen: kualitas audit.
Hasil Penelitian Pengalaman kerja, independensi, dan kompetensi berpengaruh terhadap kualitas audit baik secara simultan maupun parsial. Pengalaman dan etika profesi auditor terhadap kualitas audit secara simultan berpengaruh positif dan signifikan terhadap kualitas audit.
43
3.
4.
5.
Tjun Tjun et al (2012)
Pengaruh Kompetensi Dan Independensi Auditor Terhadap Kualitas Audit
Ilmiyati dan Suhardjo (2012)
Pengaruh Akuntanbilitas Dan Kompetensi Auditor Terhadap Kualitas Audit
Sari (2012)
Pengaruh Kompetensi Dan Independensi Auditor Terhadap Kualitas Audit
Variabel independen: kompetensi yang diproksikan dalam 2 sub variabel: pengetahuan dan pengalaman, sedangkan independensi diproksikan dalam 4 sub variabel: lama hubungan dengan klien, tekanan dari klien, telaah dari rekan auditor, jasa non audit. Variabel dependen: kualitas audit
Pelaksanaan tugas audit memang harus senantiasa meningkatkan pengetahuan yang telah dimiliki dan pengalaman yang cukup agar penerapannya dapat maksimal dalam praktiknya. Independensi tidak mempunyai hubungan dengan kualitas audit, disebbkan ketika mengukur independensi auditor tidak diturunkan dari sikap auditor.
Semakin tinggi Variabel independen: motivasi yang akuntan bilitas yang dimiliki auditor dan diproksikan dalam 2 kewajiban sosial sub variabel: motivasi maka akan semakin dan kewajiban sosial, baik kualitas audit dan kompetensi yang dihasilkannya. diproksikan dalam 2 Dan semakin dalam sub variabel yaitu: pengetahuan auditor pengetahuan dan dan juga pelaman kerja. berpengalaman Variabel dependen: maka akan semakin kualitas audit baik kualitas audit yang dihasilkan. Variabel independensi: Kompetensi dan kompetensi dan independensi auditor independensi. berpengaruh Variabel dependen: terhadap kualitas kualitas audit audit
44
2.6
kerangka Pemikiran Kualitas audit sangat dipengaruhi oleh pengalaman auditor. Auditor harus
memiliki kualiifikasi untuk memahami kriteria yang digunakan dan harus kompenten untuk mengetahui jenis serta jumlah bukti yang akan dikumpulkan guna mencapai kesimpulan yang tepat setelah memeriksa bukti itu (Arens, 2011) kualitas audit yang baik pada prinsipnya dapat dicapai jika auditor menerapkan standar-standar dan prinsip-prinsip audit, bersikap bebas tanpa memihak (independen),
patuh kepada hukum serta mentaati kode etik profesi. Standar
Profeional Akuntan Publik (SPAP) adalah pedoman yang mengatur standar umum pemeriksaan akuntan publik. Manfaat dari jasa akuntan publik adalah memberikan informasi yang akurat dan dapat dipercaya untuk pengambilan keputusan.Laporan keuangan yang telah diaudit oleh akuntan publik kewajarannya lebih dapat dipercaya dibandingkan laporan keuangan yang tidak atau belum diaudit.Audit harus dilakukan oleh orang yang kompeten dan independen (Arens et al, 2012). Independensi munurut Mulyadi (2010) dapat diartikan sikap mental yang bebas dari pengaruh, tidak dikendalikan oleh pihak lain, tidak tergantung pada orang lain. Sedangkan kompetensi menurut Tuanakotta (2011) yaitu keahlian seorang auditor diperoleh dari pengetahuan, pengalaman, pelatihan.Setiap auditor wajib memenuhi persyaratan tertentu untuk menjadi auditor. Dengan mempertanyakan dan selalu melakukan evaluasi secara kritis terhadap bukti audit, hasil audit yang dihasilkan pun akan lebih bisa di pertanggung jawabkan karena semua keputusan yang diambil dipertimbangkan berdasarkan data dan bukti audit yang ditemukan sehingga auditor dapat menghasilkan laporan audit yang berkualitas tinggi. Untuk mengukur kualitas audit maka diperlukan suatu kriteria. Standar auditing merupakan salah satu ukuran ukuran kualitas audit. Standar ini dapat diterapkan tanpa memandang besar kecilnya usaha klien, bentuk organisasi bisnis, jenis industri maupun sifat organisasi.
45
Dalam melaksanakan proses audit, auditor membutuhkan sikap independensi karena dengan sikao tersebut auditor dapat terbebas dari pengaruh eksternal saat kegiatan audit berlangsung. Kemudian dengan kompentesi auditor akan lebih mampu mendeteksi kesalahan maupun kecurangan yang terjadi. Sehingga berdasarkan logika diatas maka independensi auditor, dan kompetensi auditor memilik pengaruh terhadap kualitas audit dan dirumuskan kerangka pemikiran sebagai berikut: Gambar 2.1 Kerangka pemikiran INDEPENDENSI 1. 2. 3. 4. 5.
Intimdasi Advokasi Kekerabatan Riview diri Kepentingan diri
KOMPETENSI
KUALITAS AUDIT
H1
1. Kesesuaian pemeriksaan dengan standar audit 2. Kualitas Laporan hasil pemeriksaan audit
H2
1. Pengetahuan 2. Pengalaman 3. Keahlian Khusus
H3 Keteragan: : hubungan parsial : hubungan simultan Berdassarkan kerangka pemikiran di atas. Maka penulis merumuskan hipotesis penelitian sebagai berikut: H1
: independensi secara parsial berpengaruh terhadap kualitas audit
46
H2
: kompetensi secara parsial berpengaruh terhadap kualitas audit
H3
: independensi dan kompetensi secara simultan berpengaruh terhadap kualitas audit.