6
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Perilaku Hidup Bersih dan Sehat Perilaku Hidup Bersih Dan Sehat Menurut Hendrik L. Blum, derajat kesehatan dipengaruhi 4 faktor yaitu faktor lingkungan, perilaku masyarakat, pelayanan kesehatan, dan keturunan. Faktor lingkungan inilah yang paling besar menentukan status kesehatan. Yang kedua adalah pelayanan kesehatan diantaranya adalah sumber daya manusia yang kompoten dan siap siaga dalam melayani masyarakat. Ketersediaan tenaga dan tempat pelayanan yang memadai. Faktor ketiga adalah faktor perilaku dalam hal ini faktor yang paling berpengaruh adalah faktor pemahaman dan tingkat pengetahuan masyarakat terhadap kesehatan. Faktor terakhir adalah keturunan. Semua faktor saling berkaitan satu sama lain (Notoatmodjo, 2007). 1. Pengertian Perilaku hidup bersih dan sehat adalah semua perilaku kesehatan yang dilakukan atas kesadaran sehingga anggota keluarga atau keluarga dapat menolong dirinya sendiri dibidang kesehatan dan berperan aktif dalam kegiatan-kegiatan di masyarakat (Depkes, 2007).
7
2. Sasaran dan Ruang Lingkup Gerakan PHBS dapat dilaksanakan melalui perorangan, kelompok dan masyarakat yang dituju oleh program. Agar program lebih mengena, sasaran perlu dikenali secara lebih khusus, rinci dan jelas. Untuk itu, sasaran PHBS tersebut dikaitkan dalam tatanannya, yaitu di rumah tangga, di sekolah, di institusi kesehatan, di tempat umum dan tempat kerja (Dinkes Lumajang, 2013). 3. Program Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) Adalah upaya untuk memberikan pengalaman belajar atau menciptakan suatu kondisi bagi perorangan, keluarga, kelompok dan masyarakat, dengan membuka jalur komunikasi, memberikan informasi dan melakukan edukasi, untuk meningkatkan pengetahuan, sikap dan perilaku, melalui pendekatan pimpinan (Advokasi), bina suasana (Social Support) dan pemberdayaan masyarakat (Empowerment). Dengan demikian masyarakat dapat mengenali dan mengatasi masalahnya sendiri, terutama dalam tatanan masing-masing, dan masyarakat/dapat menerapkan cara-cara hidup sehat dengan menjaga, memelihara dan meningkatkan kesehatannya (Depkes, 2007).
Dengan demikian manajemen PHBS adalah penerapan keempat proses manajemen pada umumnya ke dalam model pengkajian dan penindaklanjutan.
8
a
Kualitas hidup adalah sasaran utama yang ingin dicapai di bidang Pembangunan sehingga kualitas hidup ini sejalan dengan tingkat sesejahteraan.
b
Derajat kesehatan adalah sesuatu yang ingin dicapai dalam bidang kesehatan, dengan adanya derajat kesehatan akan tergambarkan masalah kesehatan yang sedang dihadapi.
c
Faktor lingkungan adalah faktor fisik, biologis dan sosial budaya yang langsung/tidak mempengaruhi derajat kesehatan.
d
Faktor perilaku dan gaya hidup adalah suatu faktor yang timbul karena adanya
aksi
dan
reaksi
seseorang
atau
organisme
terhadap
lingkungannya.
B. Perilaku hidup bersih dan sehat di Pondok Pesantren 1. Pengertian Upaya membudayakan perilaku hidup bersih dan sehat masyarakat di pondok pesantren untuk mengenali masalah dan tingkat kesehatannya, serta mampu mengatasi, memelihara, meningkatkan dan melindungi kesehatannya sendiri (Dinkes Lumajang, 2013). 2. Tujuan Meningkatkan pengetahuan, perubahan sikap dan perilaku para santri, pengurus dan pengajar di pesantren khususnya terhadap program Kesehatan Lingkungan dan Gaya Hidup Sehat (Dinkes Lumajang, 2013).
9
3. Sasaran a. Sasaran primer
: Para santri dan pengunjung pesantren
b. Sasaran sekunder : Pengelola/pengurus, Pembina/pengaja c.
Sasaran Tersier
: Bupati/walikota, Ketua DPRD, Departemen Agama, LSM/LSOM
4. Indikator Perilaku Hidup Bersih Dan Sehat di Pondok Pesantren menurut Dinkes Lumajang (2013). a. Kebersihan perorangan (badan dan peralatan atau benda yang di pakai) b. Kebersihan lingkungan (penggunaan air bersih, kebersihan tempat wudhu, penggunakan jamban sehat, kebersihan asrama, Kebersihan ruang belajar, kebersihan halaman c. Adanya kader Poskestren/santri husada d. Adanya kader poskestren terlatih e. Kegiatan kader Poskestren f. Bak penampungan air bebas jentik g. Penggunaan garam beryodium h. Makanan bergizi seimbang i. Pemanfaatan sarana pelayanan kesehatan j. Gaya hidup tidak merokok k. Gaya hidup sadar AIDS l. Peserta JPKM atau asuransi kesehatan lainnya
10
Perilaku hidup bersih dan sehat yang di lakukan penelitian disini adalah kebersihan perorangan atau Personal hygiene adapun konsep teori sebagai berikut: Personal hygiene merupakan faktor intrinsik yang melekat pada host. Personal hygiene atau kebersihan diri adalah upaya seseorang dalam memelihara kebersihan dan kesehatan dirinya untuk memperoleh kesejahteraan fisik dan psikologis (Wartonah, 2010). Tujuan personal hygiene adalah untuk memelihara kebersihan diri, menciptakan keindahan, serta meningkatkan derajat kesehatan individu sehingga dapat mencegah timbulnya penyakit pada diri sendiri maupun orang lain. a. Budaya Sejumlah mitos yang berkembang di masyarakat menjelaskan bahwa saat individu sakit ia tidak boleh dimandikan karena dapat memperparah sakitnya. b. Status Sosial-Ekonomi Untuk melakukan personal hygiene yang baik dibutuhkan sarana dan prasarana yang memadai, seperti kamar mandi, peralatan mandi, serta perlengkapan mandi yang cukup (misalnya; sabun, sikat gigi, shampo, dan lain-lain). Hal tersebut membutuhkan biaya, dengan kata lain, sumber keuangan individu akan berpengaruh pada kemampuannya mempertahankan personal hygiene yang baik.
11
c. Tingkat Pengetahuan atau Perkembangan Individu Kedewasaan seseorang akan memberi pengaruh tertentu pada kualitas diri orang tersebut, salah satunya adalah pengetahuan yang lebih baik. Pengetahuan penting dalam meningkatkan status kesehatan individu, sebagai contoh, agar terhindar dari penyakit kulit, maka harus mandi dengan bersih setiap hari. d. Perilaku Perulaku individu dalam menggunakan produk-produk atau benda tertentu dalam melakukan perawatan diri, misalnya menggunakan showers, sabun orang lain, pakaian atau handuk orang lain dapat menimbulkan penularan penyakit skabies. e. Cacat Jasmani/Mental Bawaan Kondisi cacat dan gangguan mental menghambat kemampuan individu untuk melakukan perawatan diri secara mandiri (Alimul, 2009).
C. Mitos Mitos (bahasa Yunani: μῦθος— mythos) atau mite (bahasa Belanda: mythe) adalah cerita prosa rakyat yang menceritakan kisah berlatar masa lampau, mengandung penafsiran tentang alam semesta dan keberadaan makhluk di dalamnya, serta dianggap benar-benar terjadi oleh yang empunya cerita atau penganutnya. Dalam pengertian yang lebih luas, mitos dapat mengacu kepada cerita tradisional. Pada umumnya mitos menceritakan terjadinya alam semesta, dunia dan para makhluk penghuninya, bentuk topografi, kisah para makhluk supranatural, dan sebagainya. Mitos dapat
12
timbul sebagai catatan peristiwa sejarah yang terlalu dilebih-lebihkan, sebagai alegori atau personifikasi bagi fenomena alam, atau sebagai suatu penjelasan tentang ritual. Mereka disebarkan untuk menyampaikan pengalaman religius atau ideal, untuk membentuk model sifat-sifat tertentu, dan sebagai bahan ajaran dalam suatu komunitas (Wikipedia, 2016). Klasifikasi mitos Yunani terawal oleh Euhemerus, Plato (Phaedrus), dan Sallustius dikembangkan oleh para neoplatonis dan dikaji kembali oleh para mitografer zaman Renaisans seperti dalam Theologia mythologica (1532). Mitologi perbandingan abad ke-19 menafsirkan kembali mitos sebagai evolusi menuju ilmu (E. B. Tylor), "penyakit bahasa" (Max Müller), atau penafsiran ritual magis yang keliru (James Frazer). Penafsiran selanjutnya menolak pertentangan antara mitos dan sains. Lebih lanjut lagi, mitopeia seperti novel fantasi, manga, dan legenda urban, dengan berbagai mitos buatan yang dikenal sebagai fiksi, mendukung gagasan mitos sebagai praktik sosial yang terus terjadi (Wikipedia, 2016). 1. Pengertian mitos yang dikemukakan oleh para ahli dalam Wikipedia (2016) sebagai berikut : a. Menurut William A. Haviland: mitos adalah cerita mengenai peristiwa-peristiwa semihistoris yang menerangkan masalah-masalah akhir kehidupan manusia. b. Menurut Cremers: mitos adalah cerita suci berbentuk simbolik yang mengisahkan serangkaian peristiwa nyata dan imajiner menyangkut
13
asal-usul dan perubahan-perubahan alam raya dan dunia, dewa-dewi, kekuatan-kekuatan atas kodrati manusia, pahlawan, dan masyarakat. c. Menurut Levi-Strauss: mitos adalah suatu warisan bentuk cerita tertentu dari tradisi lisan yang mengisahkan dewa-dewi, manusia pertama, binatang, dan sebagainya berdasarkan suatu skema logis yang terkandung di dalam mitos itu dan yang memungkinkan kita mengintegrasikan semua masalah yang perlu diselesaikan dalam suatu konstruksi sistematis. d. Menurut Ahimsa-Putra: mitos adalah cerita yang “aneh” yang seringkali sulit dipahami maknanya atau diterima kebenarannya karena kisah di dalamnya “tidak masuk akal” atau tidak sesuai dengan apa yang kita temui sehari-hari.
2. Mitos ini timbul disebabkan karena keterbatasan alat indra manusia, seperti : a. Alat penglihatan Banyak benda yang bergerak begitu cepat sehingga tak tampak oleh mata b. Alat pendengaran Pendengaran manusia terbatas pada getaran yang mempunyai frekuensi dari 30 sampai 30.000 perdetik. c. Alat pencium dan pengecap Bau dan rasa tidak dapat memastikan benda yang dicecap maupun yang diciumnya. Manusia hanya bisa membedakan empat jenis rasa, yaitu manis, masam, asin , dan pahit. d. Alat perasa Alat perasa pada kulit manusia dapat membedakan panas atau dingin, namun sangat relatif sehingga tidak bisa dipakai sebagai
14
alat observasi yang tepat. Pengulangan pengamatan dengan berbagai cara dapat mengurangi kesalahan pengamatan tersebut. Jadi, mitos itu dapat diterima oleh masyarakat pada masa itu karena : a. Keterbatasan pengetahuan yang disebabkan keterbatsan penginderaan baik langsung maupun dengan alat. b. Keterbatasan penalaran manusia pada masa itu. c. Hasrat ingin tahunya terpenuhi. 3. Mitos Unik Dalam Pondok Pesantren Pesantren adalah tempat dimana seseorang mendalami ilmu, khusunya ilmu agama. Ditempat ini manusia di gembleng dengan berbagai pelajaran ilmu dan akhlak, supaya ketika mereka terjun ke masyarakat kelak mereka dapat mengamalkan apa yang telah diperolehnya selama di pesantren (Kementrian Agama, 2012). Pesantren mempunyai lingkungan yang unik dimana peraturan ketat tertanam didalamnya. Setiap santri sangat dibatasi pergaulannya dengan dunia luar, dididik menjadi pribadi yang mandiri, dan disiplin. Dari lingkungan tersebut, tumbuhlah kebiasaan-kebiasaan dan keyakinan unik dalam pesantren yang hidup selama bertahun-tahun (Barizi, 2015) Berikut tiga mitos unik yang hidup dilingkungan Pesantren menurut Barizi (2015). a. Penyakit gatal dan Ilmu Hampir setiap santri pernah mengalami penyakit gatal, yang istilahnya di jawa adalah penyakit Gudik. Biasanya santri yang terjangkit penyakit ini adalah santri yang relatif baru. Penyakit Gudik
15
ini biasanya berupa kulit gatal dan merintis, bahkan sampai bernanah dan menyakitkan. Di lingkungan pesantren, dipercaya bahwa penyakit Gudik yang diderita santri adalah suatu pertanda bahwa ilmu yang diembannya selama dipesantren sudah masuk atau terserap. Sehingga santri tidak perlu terlalu risau atau kawatir atas penyakit yang dideritanya. Tentu saja kepercayaan tersebut tidak benar menurut medis. Bahwa kepercayaan itu dimaksudkan supaya santri beradaptasi dengan lingkungan pesantren dan dapat bertahan belajar lebih lama. b. Tirakat dan Kesaktian Tirakat adalah sebuah upaya untuk menahan nafsu yang berhubungan makanan. Dalam dunia pesantren, tirakat diwujudkan dengan perilaku berpuasa, makan seadanya (asal kenyang), bahkan menghindari rasa kenyang. Tujuan dari tirakat ini adalah ibadah yang diwujudkan dengan perilaku hidup sederhana. Beberapa santri melakukan tirakat dengan puasa Daud (sehari puasa, sehari tidak dan berturut-turut), memakan apapun yang bisa dimakan asalalkan halal, bahkan secara kestrim memakan nasi aking, nasi agak busuk, atau makanan yang busuk namun diolah menjadi makanan enak. Dipercaya hidup dengan cara makan seperti ini maka akan mendapat kedigdayaan atau kesaktian & tidak berpengaruh pada kesehatan tubuh.
16
Perilaku tersebut sangat bertentangan dengan Ilmu medis, bahwa manusia butuh memakan makanan yang bergizi dan bervitamin supaya tubuh dapat terhindar dari dari penyakit. Banyak orang yang melakukan tirakat ekstrim tersebut berakhir dengan kesehatan yang buruk dengan tubuh yang sakit-sakitan, bahkan tidak mendapatkan kesaktian sama sekali yang sebagaimana diyakininya. c. Kesaktian Kyai dan Santri Senior Umumnya banyak rumor berkembang di pesantren tentang kelebihan-kelebihan (kesaktian Kyai dan Santri Senior) yang mempunyai kesaktian laiknya kekuatan Super Hero. Kyai memang memang mempunyai amalan-amalan untuk keselamatan, dan santri senior pun umumnya juga memperoleh beberapa amalan dari sang Kyai. Tapi bukan berarti amalan-amalan tersebut dapat membuat sang Kyai dan Santri senior mempunya kekuatan Super Hero. Melainkan supaya Allah senantiasa memberikan perlindungan terhadap dirinya maupun orang lain. Kyai adalah manusia biasa yang mempunyai kelebihan penguasaan Ilmu agama. Pengabdian dan perjuangannya dalam menyiarkan ajaran agama sangat layak kita hormati. Mungkin bagi yang pernah mengenyam di Pondok Pesantren (terutama masa 20 Tahun keatas), tidak asing dengan rumor-rumor diatas. Namun seiring dengan perkembangan zaman khusunya di dunia digital saat ini rumor seperti itu sangat mungkin sedikit demi sedikit terkiris bahkan hilang sama sekali. Namun bagaimanapun
17
kesan kehidupan dunia pesantren akan selalu membawa kenangan saat kita sudah tidak lagi tinggal disana. D. Pengetahuan 1. Definisi Pengetahuan adalah merupakan hasil ” tau ”, dan ini terjadi setelah orang melakukan pengindraan terhadap suatu objek tertentu. Pengindraan terjadi melalui pancaindra manusia, yakni : indra penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa, dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga (Notoadmojo, 1993). Pengetahuan merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang (over behaviour). Dari pengalaman dan penelitian terbukti bahwa perilaku yang di sadari oleh pengetahuan akan lebih langgeng dari pada prilaku tanpa di sadari oleh pengetahuan (Notoatmodjo, 2003). 2. Cara memperoleh pengetahuan Menurut Notoatmodjo (2002) cara memperoleh pengetauan dapat dikelompokkan menjadi dua yaitu : a. Cara Tradisional atau Non – Ilmiah Cara ini dipakai orang untuk memperoleh pengetahuan sebelum ditemukanya metode ilmiah atau metode penemuan secara sistematis dan logis. Cara- cara penemuan pengetahuan pengetahuan secara tradisional antara lain :
18
a Coba – coba salah (Trial and Error) Cara ini telah dipakai orang sebelum adanya kebudayaan, bahkan mungkin sebelum ada peradaban. Pada waktu itu seseorang apabila menghadapi persoalan atau masalah, upaya pemecahanya dilakukan
dengan coba – coba saja. Cara coba – coba ini
dilakukan dengan menggunakan kemungkinan dalam pemecahan masalah, dan apabila kemungkinan tersebut tidak berhasil, dicoba kemungkinan yang lain. b Cara kekuasaan (otoritas) Para pemegang otoritas baik pemimpin pemerintah, tokoh agama, maupun ahli ilmu pengetahuan pada prinsipnya mempunyai mekanisme yang sama didalam penemuan pengetahuan. Prinsip ini adalah, orang lain menerima pendapat yag dikeemukakan oeh orag yang mempunyai otoritas, tanpa terlebih dahulu megkaji tau membuktkan kebenaranya. Halini disebabkan karena orang yang menerima pendapat tersebut menganggap apa yang dikemukakan sudah benar. c Berdasarkan pengalaman pribadi Pengalaman merupakan sumber pengetahuan atau merupakan suatu cara utuk memperoleh kebenaran pengetahuan. Dilakukan dengan cara mengulang kembali pengalaman yang diperoleh dalam memecahkan permasalahan yang ada pada masa lalu. Pengalaman pribadi dapat menuntun sseorang untuk menarik
19
kesimpulan dan pengalaman dengan benar diperlukan berpikir kritis dan logis. d Melalui jalan pikiran Dari sini manusia telah mampu menggunakan penalaranya dan memperoleh pengetahuan. Dengan kata lain, dalam memperoleh kebenaran
penetahuan
manusia
telah
menggunakan
jalan
pikiranya, baik melalui induksi maupun deduksi b. Cara Baru atau Modern Cara baru atau modern dalam memperoleh pengetahuan pada dewasa ini lebih sistematis, logis, dan ilmiah. Cara ini disebut metode penelitian ilmiah atau lebih popular disebut metodologi penelitian ilmiah atau lebih popular disebut metodologi penelitian (Reserch Methodology). 3. Tingkat Pengetahuan Menurut Notoatmodjo (2003) pegetahuan tercakup didalam domain kognitif mempunyai 6 tingkatan yaitu : a. Tahu (know) Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya. Ternyata kedalam tingkat ini adalah mengingat kembali (recall) sesuatu yang diterima spesifik dari seluruh badan yang di pelajari atau rangsangan yang telah diterima oleh sebab itu tahu ini merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah.
20
b. Memahami (comprehension) Aplikasi diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentag benar tentang objek yang diketaui, dan dapat mengintepretasikan materi tersebut secara benar. c. Aplikasi (aplication) Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi real (sebenarnya). Aplikasi disini dapat diartikan sebagai aplikasi atau penggunaan hukum – hukum, rumus, metode, prinsip, dan sebagainya dalam konteks atau situasi yang lain. d. Analisis (analysis) Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabakan materi atau suatu subyek kedalam komponen – komponen, tetapi masih didalam satu organisasi, dan masih ada kaitanya satu sama lain. e. Sintesis (syntesis) Sintesis menunjuk kepada suatu kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan bagian – bagian didalam suatu bentuk keseluruhan yang baru. Dengan kata lain adalah suatu kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari formulasi yang ada. f. Evaluasi (evaluation) Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan jutifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau objek. Penilaian –
21
penilaian itu di dasarkan pada suatu kriteria yang ditentukan sendiri, atau menggunakan kriteria - kriteria yang telah ada. 4. Pengetahuan dan kognitif dalam membentuk tindakan Penelitian
Rogers
(1974)
dalam
Notoatmodjo
(2003)
mengugkapkan bahwa sebelum orang mengadopsi perilaku baru (berperilaku baru), didalam diri orang tersebut terjadi proses yang berurutan, yakni a. Awareness (kesadaran), dimana orang tersebut menyadari dalam arti mengetahui terlebih dahulu terhadap stimulus (objek) b. Interest (merasa tertarik) terhadap stimulus atau objek tersebut. Disini sikap subjek sudah mulai timbul c. Evalution (menimbang – nimbang) terhadap baik dan tidaknya stimulus tersebut bagi dirinya. Hal ini berarti sikap responden sudah lebih baik lagi d. Trial, dimana subjek mulai mencoba melakukan sesuatu sesuai dengan apa yang dikehendaki oleh stimulus e. Adoption, dimana subjek telah berperilaku baru sesuai dengan pengetahuan, kesadaran, dan sikapnya terhadap stimulus. Namun
demikian
dari
penelitian
selanjutnya
Rogers
menyimpulkan bahwa perubahan perilaku tidak selalu melewati tahap – tahap tersebut diatas.
22
Apabila penerimaan perilaku baru atau adopsi perilaku melalui proses seperti tersebut, dimana didasari oleh pengetahuan, kesadaran dan sikap yang positif, maka perilaku tersebut akan bersifat langgeng (long lasting). Sebaliknya apabila perilaku itu tidak didasari oleh pengetauan dan kesadaran akan tidak berlangsung lama. 5. Faktor – faktor yang Mempengaruhi Pengetahuan Pengetahuan
seseorang
termasuk
pengetahuan
mengenahi
kesehatan dipengaruhi oleh beberapa factor. Menurut Notoatmodjo (2003) faktor – faktor tersebut meliputi : a.
Pendidikan Tingkat pendidikan seseorang akan bepengaruh dalam memberi respon terhadap suatu yang dating dari luar. Penndidikan merupakan variabel masukan (input) yag memiliki detminan kuat terhadap kualitas manusia (individu) dan penduduk (sosial). Pendidikan meliputi pendidikan formal dan pendidikan non formal. Tingkat pendidikan seseorang di anggap sebagai modal untuk memahami informasi yang diperoleh, semakin tinggi pendidikan masyarakat maka akan mempengaruhi prilaku.
b.
Paparan media masa Melalui berbagai media baik cetak maupun elektronik maka berbagai informasi dapat diterima oleh masyatrakat, sehingga seseorang yang lebih dan dapat mempengaruhi tingkat pengetahuan yang dimiliki seseorang.
23
c.
Ekonomi Dalam memenuhi kebutuhan pokok (primer) maupun kebutuhan sekunder, keluarga dengan status ekonomi baik akan lebih midah tercukupi di banding keluarga dengan status ekonomi rendah. Hal ini akan
mempengaruhi
pemenuhan
kebutuhan
akan
informasi
pendidikan yang termasuk kebutuhan sekunder d.
Hubungan sosial faktor hubungan sosial mempengaruhi kemampuan individu sebagai komunikan untuk menerima pesan menurut komunikasi media semakin cukup umur, tingkat kematangan dan kekeuatan seseorang akan lebih matang dalam berfikir, bekerja, berinteraksi dengan sekitarnya.
e.
Pengalaman Pengalaman seseorang individu tentang berbagai hal biasanya diperoleh dari lingkungan kehidupan dalam proses perkembangan, misal sering mengikuti kegiatan – kegiatan yang mendidik misalnya seminar.
f.
Akses layanan kesehatan Mudah atau sulit mengakses layanan kesehatan tentunya akan berpengaruh terhadap pengetahuan dalam hal kesetaraan.
6. Cara Mengukur Pengetahuan Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan cara wawancara atau angket yang menanyakan tentang isi materi yang ingin diukur dari
24
subjek penelitian atau responden. Kedalaman pengetahuan yang ingin kita ketahui atau kita ukur dapat disesuaikan dengan tingkatan tersebut (Notoatmodjo, 2003).
E. Status Ekonomi 1. Pengertian Status Ekonomi Status sosial ekonomi adalah kedudukan atau posisi seseorang dalam masyarakat, status sosial ekonomi adalah gambaran tentang keadaan seseorang atau suatu masyarakat yang ditinjau dari segi sosial ekonomi, gambaran itu seperti tingkat pendidikan, pendapatan dan sebagainya. Status ekonomi kemungkinan besar merupakan pembentuk gaya hidup keluarga. Pendapatan keluarga memadai akan menunjang tumbuh kembang anak. Karena orang tua dapat menyediakan semua kebutuhan anak baik primer maupun skunder (Soetjiningsih, 2004). Status ekonomi adalah kedudukan seseorang atau keluarga di masyarakat berdasarkan pendapatan per bulan. Status ekonomi dapat dilihat dari pendapatan yang disesuaikan dengan harga barang pokok (Kartono, 2006). 2. Tingkat Ekonomi Geimar dan Lasorte (1964) dalam Friedman (2004) membagi keluarga terdiri dari 4 tingkat ekonomi:
25
a. Adekuat Adekuat menyatakan uang yang dibelanjakan atas dasar suatu permohonan bahwa pembiayaan adalah tanggung jawab kedua orang tua. Keluarga menganggarkan dan mengatur biaya secara ralisitis. b. Marginal Pada tingkat marginal sering terjadi ketidaksepakatan dan perselisihan siapa yang seharusnya mengontrol pendapatan dan pengeluaran c. Miskin Keluarga tidak bisa hidup dengan caranya sendiri, pengaturan keuangan
yang
buruk
akan
menyebabkan
didahulukannya
kemewahan. d. Sangat Miskin Menejemen keuangan yang sangat jelek, termasuk pengeluaran saja dan berhutang terlalu banyak, serta kurang tersedianya kebutuhan
3. Faktor yang Mempengaruhi Status Ekonomi Menurut friedman (2004) faktor yang mempengaruhi status ekonomi seseorang yaitu: a. Pendidikan Pendidikan berarti bimbingan yang diberikan oleh seseorang terhadap perkembangan orang lain menuju ke arah suatu cita-cita tertentu. Makin tinggi tingkat pendidikan seseorang maka makin mudah dalam memperoleh pekerjaan, sehingga semakin banyak pula penghasilan
26
yang diperoleh. Sebaliknya pendidikan yang kurang akan menghambat perkembangan sikap seseorang terhadap nilai-nilai yang baru dikenal. b. Pekerjaan Pekerjaan adalah simbol status seseorang dimasyarakat. Pekerjaan jembatan untuk memperoleh uang dalam rangka memenuhi kebutuhan hidup dan untuk mendapatkan tempat pelayanan kesehatan yang diinginkan. c. Keadaan Ekonomi Kondisi ekonomi keluarga yang rendah mendorong untuk tidak berperilaku sehat d. Latar Belakang Budaya Cultur universal adalah unsur kebudayaan yang bersifat universal, ada di dalam semua kebudayaan di dunia, seperti pengetahuan bahasa dan khasanah dasar, cara pergaulan sosial, adat-istiadat, penilaian umum. Tanpa disadari, kebudayaan telah menanamkan garis pengaruh sikap terhadap berbagai masalah. Kebudayaan telah mewarnai sikap anggota masyarakatnya, karena kebudayaan pulalah yang memberi corak pengalaman individu-individu yang menjadi anggota kelompok masyarakat asuhannya. Hanya kepercayaan individu yang telah mapan dan kuatlah yang dapat memudarkan dominasi kebudayaan dalam pembentukan sikap individual
27
e. Pendapatan Pendapatan adalah hasil yang diperoleh dari kerja atau usaha yang telah dilakukan. Pendapatan akan mempengaruhi gaya hidup seseorang. Orang atau keluarga yang mempunyai status ekonomi atau pendapatan tinggi akan mempraktikkan gaya hidup yang mewah misalnya lebih komsumtif karena mereka mampu untuk membeli semua yang dibutuhkan bila dibandingkan dengan keluarga yang kelas ekonominya kebawah. 4. Biaya Hidup di Lingkungan Pondok Salah satu aspek psikologis yang menggerakkan mahluk hidup dalam aktivitas-aktivitasnya dan menjadi dasar (alasan) bagi setiap individu untuk berusaha. Pada dasarnya, manusia bekerja mempunyai tujuan tertentu, yaitu memenuhi kebutuhan. Kebutuhan tidak terlepas dari kehidupan sehari-hari. Selama hidup manusia membutuhkan bermacammacam kebutuhan. Seperti: makanan, pakaian, perumahan, pendidikan, keamanan, dan kesehatan. Kebutuhan dipengaruhi oleh kebudayaan, lingkungan, waktu, dan agama. Semakin tinggi tingkat kebudayaan suatu masyarakat, semakin tinggi / banyak pula macam kebutuhan yang harus dipenuhi.
28
Tabel di bawah ini bisa dijadikan pedoman berapakah perkiraan keuangan yang dibutuhkan para santri
Tabel di atas adalah prakiraan biaya hidup di pondok, sedangkan para santri bersekolah pada jenjang yang berbeda. Hal inilah yang perlu dipertimbangkan kembali karena jenjang sekolah yang berbeda akan berbeda pula kebutuhannya
F. Skabies 1. Pengertian Penyakit skabies merupakan penyakit kulit menular yang di sebabkan oleh tungau Sarcoptes scabiei. Dengan keluhan gatal terutama pada malam hari yang di tandai dengan adanya kelainan pada kulit yang berupa papula, vesikula, urtikaria, dan krista. Faktor yang berperan dalam penularan penyakit ini adalah sosial ekonomi yang rendah, hygine perorangan yang jelek, lingkungan yang tidak bersih, perilaku yang tidak mendukung kesehatan serta kepadatan penduduk atau hunia tempat tinggal. Faktor
29
yang dominan adalah kemiskinan dan higinitas perorangan yang banyak terjadi jelek di negara berkembang, dan hala tersebut merupakan kelompok masyarakat yang paling banyak menderita penyakit ini (Carruthers, 1978 ; Kabulrachman, 1992). Sarcoptes scabiei termasuk filum Arthopoda, kelas Arachimida, orto Ackrarima, super family Sarcoptes. Pada manusia disebut Sarcoptes scabiei (Handoko, 2007).
2. Etiologi Tungau Sarcoptes scabiei termasuk famili sarcoptidaedari kelas Arachnida, berbentuk lonjong, punggungnya cembung, dan bagian perutnya rata. Besar tungau ini sangat bervariasi, yang betina berukuran kira-kira 0,4 mmx 0,3 mm sedangkan yang jantan ukurannya lebih kecil 0,2 mm x 0,15mm. Tungau ini translusen dan bewarna putih kotor, pada bagian dorsal terdapat bulu-bulu dan duri serta mempunyai 4 pasang kaki, bagian anterior 2 pasang sebagai alat untuk melekat sedangkan 2 pasang sebagi alat untuk melekat sedangkan 2 pasang kaki terakhir pada betina berakhir dengan rambut. Pada yang jantan pasangan kaki yang ketiga berakhir dengan rambut dan yang keempat berakhir dengan alat perekat (Handoko, 2009).
30
Gambar 2.1 Tungau sarcoptes scabiei (Sumber: Simon, 2014) 3. Siklus Hidup Siklus hidup tungau Sarcoptes scabiei setelah kopulasi (perkawinan) yang terjadi di atas kulit, yang jantan akan mati, kadang - kadang masih dapat hidup beberapa hari dalam terowongan yang digali oleh betina. Tungau betina yang telah dibuahi mempunyai kemampuan untuk membuat terowongan pada kulit sampai di perbatasan stratumm korneum dan startum granulosum dengan kecepatan 0,5-5 mm per hari. Di dalam terowongan ini tungau betina akan bertelur sebanyak 2-3 butir setiap hari. Seekor tungau betina akan bertelur sebanyak 40 50 butir semasa siklus hidupnya yang berlangsung kurang lebih 30 hari. Telur ini akan menetas dalam waktu 3-4 hari dan menjadi larva kemudian berubah menjadi nimfa dengan 4 pasang kaki dan selanjutnya menjadi tungau dewasa. Siklus hidup tungau mulai dari telur sampai dewasa memerlukan waktu selama 8-12 hari (Handoko, 2009).
31
Gambar 2.2 Siklus hidup tungau sarcoptes scabiei (Sumber: CDC, 2010)
4. Epidemilogi Skabies merupakan merupakan penyakit endemi pada banyak masyarakat. Penyakit ini dapat mengenai semua ras dan golongan di seluruh dunia. Penyakit ini banyak sekali dijumpai pada anak dan orang dewasa muda, tetapi dapat mengenai semua umur. Insidens sama pria dan wanita. Insidens skabies di negara berkembang menunjukkan siklus fluktuasi yang sampai saat ini belum dapat dijelaskan. Interval antara akhir dari suatu
32
epidemi dan permulaan epidemi berikutnya kurang lebih 10-15 tahun (Harahap, 2000). Banyak faktor yang menunjang perkembangan penyakit ini, antara lain: sosial ekonomi yang rendah, higiene yang buruk, hubungan seksual yang sifatnya promiskuitas, kesalahan diagnosis, dan perkembangan demografik serta ekologik. Penyakit ini dapat dimasukkan dalam PMS (Penyakit Menular Seksual). Cara penularan (Transmisi) : a. Kontak langsung (kontak dengan kulit), misalnya berjabat tangan, tidur bersama dan hubungan seksual. b. Kontak tak langsung (melalui benda), misalnya pakaian, handuk, sprei, bantal, dan lain – lain. Penularan biasanya oleh Sarcoptes scabiei betina yang sudah dibuahi atau kadang oleh bentuk larva. Dikenal pula Sarcoptes scabiei varanimalis yang kadang-kadang dapat menulari manusia, terutama pada mereka yang banyak memelihara binatang peliharaan misalnya kucing, anjing (Handoko, 2007).
Penyebab dan proses terjadinya penyakit skabies berkembang dari rantai sebab akibat ke suatu proses kejadian penyakit, yakni proses interaksi antara manusia (pejamu) dengan berbagai sifatnya (biologis, fisiologis, psikologis, sosiologis dan antropologis) dengan penyebab (agent) serta dengan lingkungan (environment).
33
Host
Environment
Agent
Gambar 2.3 Hubungan interaksi Host, Agent dan Environment (Sumber : Noor, 2008)
Dalam teori keseimbangan, interaksi antara ketiga unsur tersebut harus dipertahankan keseimbangannya. Menurut Noor (2008) bila terjadi gangguan keseimbangan antara ketiganya, akan menyebabkan timbulnya penyakit tertentu, termasuk penyakit kulit skabies. a. Unsur penyebab (Agent) Pada umumnya, kejadian setiap penyakit sangat dipengaruhi oleh berbagai unsur yang berinteraksi dengan unsur penyebab dan ikut dalam proses sebab akibat. Faktor yang terinteraksi dalam proses kejadian penyakit dalam epidemiologi digolongkan dalam faktor risiko. Dalam hal ini yang menjadi faktor penyebab dalam terjadinya penyakit skabies adalah seekor tungau yang bernama sarcoptes scabiei. b. Unsur pejamu (Host) Unsur pejamu terutama pejamu manusia dapat dibagi dalam dua kelompok sifat utama, yakni: pertama, sifat yang erat hubungannya dengan manusia sebagai makhluk biologis dan kedua, sifat manusia sebagai makhluk sosial. Manusia sebagai makhluk biologis memiliki
34
sifat biologis tertentu, seperti: umur, jenis kelamin, keadaan imunitas dan reaksi tubuh terhadap berbagai unsur dari luar maupun dari dalam tubuh sendiri. Sedangkan manusia sebagai makhluk sosial mempunyai berbagai sifat khusus seperti: kelompok etnik termasuk adat, kebiasaan, agama, kebiasaan hidup dan kehidupan sehari-hari termasuk kebiasaan hidup sehat. Keseluruhan unsur tersebut di atas merupakan sifat karakteristik individu sebagai pejamu akan ikut memegang peranan dalam proses kejadian penyakit, termasuk penyakit kulit skabies yang dapat berfungsi sebagai faktor resiko. c. Unsur lingkungan (Environment) Lingkungan memegang peranan yang cukup penting dalam menentukan terjadinya proses penyakit. Secara garis besarnya, maka unsur lingkungan dapat di bagi dalam tiga bagian utama, yakni: lingkungan fisik, lingkungan biologis dan lingkungan sosial. 5. Patogenesis Kelainan kulit dapat disebabkan tidak hanya oleh tungau skabies, tetapi juga oleh penderita sendiri akibat garukan. Gatal yang terjadi disebabkan oleh sensitasi terhadap skreta dan eksreta tungau yang memerlukan waktu kira-kira sebulan setelah infestasi. Pada saat itu kelainan kulit menyerupai dermatitis dengan ditemukannya papul, vasikel, urtika, dan lain-lain. Dengan garukan dapat timbul erosi, ekskrosi, krusta, infeksi sekunder. Masa inkubasi skabies bervariasi, ada yang beberapa minggu bahkan berbulan-bulan tanpa menunjukkan gejala. Menunjukkan gejala dimulai 2-
35
4 minggu setelah penyakit dimulai dari orang yang sebelumnya pernah menderita skabies maka gejala akan muncul 1 sampai 4 hari setelah infeksi ulang (Harahap, 2000). 6. Gambaran klinik penyakit skabies dapat dilihat dari tanda- tanda menurut Sungkar (1992) adalah sebagai berikut: a. Tanda Kardinal, yaitu: 1) Adanya terowongan yang sedikit meninggi, berbentuk garis lurus atau berkelok-kelok, panjangnya beberapa milimeter sampai 1 cm, dan pada ujungnya tampak vesikula, papula, atau pustula. 2) Tempat predileksi yang khas adalah sela jari, pergelangan tangan bagian vola, siku, lipat ketiak bagian depan, areola mamae, sekitar umbilikus, abdomen bagian bawah, genetalia eksterna pria. Pada orang dewasa jarang terdapat di muka dankepala, kecuali pada penderita imunosupresif, sedangkan pada bayi, lesi dapat terjadi diseluruh permukaan kulit. 3) Penyakit ini menyerang manusia secara berkelompok,misalnya dalam sebuah keluarga biasanya seluruh anggota keluarga terkena infeksi. Begitu pula dalam sebuah perkampungan yang padat penduduknya, sebagian besar tetangga yang berdekatan akan diserang oleh tungau tersebut. Dikenal keadaan hiposensitasasi yang seluruh anggota keluarganya terkena. Walaupun mengalami infestasi tungau, tetapi tidak memberikan gejala. Penderita ini bersifat sebagai pembawa (carrier).
36
4) Adanya gatal hebat pada malam hari. Bila lebih dari satu anggota keluarga menderita gatal, harus dicurigai adanya skabies. Gatal pada malam hari disebabkan oleh temperatur tubuh menjadi lebih tinggi sehingga akivitas kutu meningkat. b. Bentuk-bentuk khusus skabies, yaitu : 1) Skabies pada bayi dan anak Lesi skabies pada anak dapat mengenai seluruh tubuh, termasuk seluruh kepala, leher, telapak tangan, telapak kaki, dan sering terjadi infeksi sekunder berupa empitigo, ektima sehingga terowongan jarang ditemukan. Pada bayi, lesi terdapat dimuka. 2) Skabies yang ditularkan oleh hewan Sarcoptes scabiei varian canis dapat menyerang manusia yang pekerjaannya berhubungan erat dengan hewan tersebut. Misalnya peternak dan gembala. Gejal ringan, rasa gatal kurang, tidak timbul terowongan, lesi terutama terdapat pada tempattempat kontak. Dan akan sembuh sendiri bila menjauhi hewan tersebut dan mandi bersih. 3) Skabies Noduler Nodul terjadi akibat reaksi hipersensitivitas. Tempat yang sering terjadi adalah genetalia pria, lipat paha, dan aksila. Lesi ini dapat menetap beberapa minggu hingga beberapa bulan, bahkan satu tahun walaupun telah mendapatkan pengobatan anti skabies.
37
4) Skabies Inkognito Obat steroid tropikal atau sistemik dapat menyamarkan gejala dan tanda skabies, sementara infestasi tetap ada. Sebaliknya, pengobatan dengan steroid topikal yang lama dapat pula menyebabkan lesi bertambah hebat. 5) Skabies terbaring ditempat tidur (bed-ridden) Penderita penyakit kronis dan orang tua yang terpaksa harus tinggal ditempat tidur dapat menderita skabies yang lesinya terbatas. 6) Skabies Krustosa (Norwegian scabies) Lesinya berupa gambaran eritrodemi, yang disertai skuamageneralisata, eritema, dan distrofi kuku. Krusta terdapat banyak sekali. Krusta ini yang melindungi Sarcotes scabiei dibawahnya. Bentuk ini sering salah didiagnosis, malah kadang diagnosisnya baru dapat ditegakkan setelah penderita menularkan penyakitnya ke orang banyak. Sering terdapat pada orang tua dan orang yang menderita retardasi mental (Down’s syndrome), sensasi kulit yang rendah (lepra, syringomelia dan tabes dorsalis), penderita penyakit sistemik yang berat (leukimia dan diabetes), dan penderita imunosupresif (misalnya pada penderita AIDS atau setelah pengobatan glukokortikoid atau sitotoksik jangka panjang).
38
7. Diagnosis Menurut Handoko (2007) diagnosis ditegakkan jika terdapat setidaknya dua dari empat tanda kardinal skabies yaitu: a. Pruritus nokturna, yaitu gatal pada malam hari yang disebabkan karena aktivitas tungau ini lebih tinggi pada suhu yang lebih lembab dan panas. b. Penyakit ini menyerang manusia secara berkelompok. c. Adanya terowongan pada tempat- tempat predileksi yang berwarna putih atau keabu- abuan, berbentuk lurus atau berkelok, rata- rata panjang 1cm, dan pada ujung terowongan itu ditemukan papul atau vesikel. Tempat predileksinya adalah tempat-tempat dengan stratum korneum yang tipis seperti jari-jari tangan, pergelangan tangan bagian volar, umbilikus, genetalia pria dan perut bagian bawah. 8. Cara
menemukan tungau menurut Sungkar (1992), dapat dilakukan
dengan beberapa cara, antara lain: a. Kerokan kulit Papul atau terowongan yang baru dibentuk dan utuh ditetesi minyak mineral/ KOH, kemudian dikerok dengan scalpel steril untuk mengangkat atap papul atau terowongan. Hasil kerokan diletakkan di gelas obyek dan ditutup dengan lensa mantap, lalu diperiksa di bawah mikroskop.
39
b. Mengambil tungau dengan jarum Jarum ditusukkan pada terowongan di bagian yang gelap dan digerakkan tangensial. Tungau akan memegang ujung jarum dan dapat diangkat keluar. c. Epidermal shave biopsy Papul atau terowongan yang dicurigai diangkat dengan ibu jari dan telunjuk lalu diiris dengan scalpel no. 15 sejajar dengan permukaan kulit. Biopsi dilakukan sangat superfisial sehingga perdarahan tidak terjadi dan tidak perlu anestesi. d. Burrow ink test Papul skabies dilapisi tinta cina dengan menggunakan pena lalu dibiarkan selama dua menit kemudian dihapus dengan alkohol. Tes dinyatakan positif bila tinta masuk ke dalam terowongan dan membentuk gambaran khas berupa garis zig- zag. e. Swab kulit Kulit dibersihkan dengan eter lalu dilekatkan selotip dan diangkat dengan cepat. Selotip dilekatkan pada gelas obyek kemudian diperiksa dengan mikroskop. f. Uji tetrasiklin Tetrasiklin dioleskan pada daerah yang dicurigai ada terowongan, kemudian dibersihkan dan diperiksa dengan lampu Wood. Tetrasiklin dalam terowongan akan menunjukkan fluoresens
40
G. Pondok Pesantren 1. Pengertian Pesantren menurut pengertian dasarnya tempat belajar para santri, sedangkan pondok berarti rumah atau tempat tinggal sederhana terbuat dari bambu. Disamping itu, kata pondok mungkin berasal dari Bahasa Arab Funduq yang berarti asrama atau hotel (Kementrian Agama, 2012). Menurut Dhofier (1982) secara umum Pondok Pesantren didefinisikan sebagai lembaga pendidikan yang memiliki 5 elemen pokok yaitu a.
Pondok atau Asrama adalah tempat tinggal bagi para santri. Pondok inilah yang menjadi ciri khas dan tradisi pondok pesantren dan membedakannya dengan sistem pendidikan lain yang berkembang di Indonesia
b. Masjid merupakan tempat untuk mendidik para santri terutama dalam praktek seperti shalat, pengajian kitab klasik, pengkaderan kyai. c.
Pengajaran kitab-kitab klasik merupakan tujuan utama pendidikan di pondok pesantren
d. Santri merupakan sebutan untuk siswa atau murid yang belajar di pondok pesantren.
41
e.
Kyai merupakan pimpinan pondok pesantren. Kata kyai sendiri adalah gelar yang diberikan masyarakat kepada seorang ahli agama Islam yang menjadi pimpinan pesantren dan mengajarkan kitab-kitab klasik
2. Tujuan Kementrian Agama (2012) didirikannnya pendidikan pesantren pada dasarnya terbagi dua yaitu: a. Tujuan Khusus Yaitu mempersiapkan para santri untuk menjadi orang ‘alim dalam ilmu agama yang diajarkan oleh Kyai yang bersangkutan serta mengamalkannya dalam masyarakat. b. Tujuan Umum Yakni membimbing anak didik agar menjadi manusia yang berkepribadian Islam yang sanggup dengan ilmu agamanya menjadi mubaligh Islam dalam masyarakat sekitar dan melalui ilmu dan amalnya 3. Sistem Pendidikan Pondok Pesantren Dalam keputusan Musyawarah Lokakarya intensifikasi pengembangan Pondok diberikan batasan sebagai berikut: Pondok Pesantren adalah lembaga pendidikan Islam yang minimal terdiri dari tiga unsur. a. Kyai, Syekh, Ustadz yang mendidik serta mengajar b. Santri dengan asramanya c. Masjid.
42
H. Penelitian Yang Relevan Penelitian Hilma dan Ghazali (2014) bertujuan untuk mengetahui tingkat pengetahuan, frekuensi kontak tidak langsung, tingkat higinitas dan kepadatan hunian dengan kejadian skabies, penelitian ini dilakukan dengan metode teknik total sampling sehingga seluruh anggota populasi diikutkan dalam penelitian. Hasil penelitian menunjukkan terdapat hubungan yang bermakna antara tingkat pengetahuan dan frekuensi kontak tidak langsung terhadap kejadian skabies, tetapi tidak terdapat hubungan yang bermakna antara tingkat higienitas dan kepadatan hunian dengan kejadian skabies. Fatmasari et al. 2013) melakukan penelitian bertujuan untuk mengetahui hubungan higiene perorangan dengan kejadian skabies. Populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah seluruh santri di Pondok Pesantren Rudhotul Muttaqin Mijen Semarang. Penentuan sampel yang digunakan dalam penelitian ini yaitu dengan teknik probability sampling dengan metode pengambilan sampel secara Random Sampling. Hasil penelitian menunjukkan tidak adanya hubungan anatar higine perorangaan dengan kejadian skabies. Kuspriyanto
(2013)
melakukan
penelitian
yang
bertujuan
mengetahui pengaruh sanitasi lingkungan dan perilaku sehat santri terhadap kejadian skabies. Metode penelitian yang di gunakan dalam penelitian ini adalah menggunakan cara acak bertahap (multi stage random sampling). Sedangkan penentuan sakit skabies melalui keluhan santri berupa gejalagejala khas awal dari skabies dan diperkuat adanya pemeriksaan kanal
43
(terowongan) pada kulit penderita oleh dokter. Uji yang digunakan adalah regresi
logistik
sederhana
dan regresi logistik ganda. Dengan hasil
penelitian ada pengaruh sanitasi lingkungan dan perilaku sehat santri terhadap kejadian skabies Audhah 2012 tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor risiko terjadinya skabies. Metode yang digunakan observasional analitik, menggunakan rancangan kasus pembanding. Variabel yang diukur adalah kepadatan hunian, perilaku kebersihan diri, ada kontak dengan penderita dan cara pengobatan. Hasil penelitian menunjukan dari empat variabel yang diteliti mempunyai hubungan yang bermakna secara statistik adalah kepadatan hunian dan ada
kontak dengan penderita sedangkan
perilaku kebersihan diri, dan cara pengobatan secara statistik tidak bermakna. Dari keempat penelitian relevan tersebut mempunyai perbedaan ditinjau dari metodologi penelitian dan jenis variabel dengan penelitian yang sedang dilakukan oleh peneliti saat ini.
44
I.
Kerangka Berpikir Berikut ini (Gambar 2.4) adalah gambar kerangka berpikir penelitian faktor – faktor yang berhubungan dengan kejadian penyakit skabies. Tingkat Pengetahuan
Keyakinan dan Budaya Masyarakat
Mitos Kesehatan
Kondisi Ekonomi (uang saku santri)
Perilaku kesehatan kesehatan Kontak dengan penderita
Sanitasi Lingkungan
Skabies
Keterangan : : Variabel yang diteliti : Variabel tidak diteliti Gambar 2.4 Kerangka berpikir J. Hipotesis a. Ada hubungan positif antara mitos santri dengan kejadian penyakit skabies di Pondok Pesantren. b. Ada hubungan negatif antara tingkat pengetahuan santri dengan kejadian penyakit skabies di Pondok Pesantren.
45
c. Ada hubungan
negatif
antara kondisi ekonomi (uang saku santri)
dengan kejadian penyakit skabies di Pondok Pesantren d. Ada hubungan negatif antara perilaku kesehatan penyakit skabies di Pondok Pesantren
dengan kejadian