BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Landasan Teori Pengawasan yang dilakukan oleh aparat pengawasan pemerintah daerah
dapat diklasifikasikan ke dalam tiga jenis yaitu audit keuangan, audit kinerja dan audit investigasi (Bastian, 2001). Agar kualitas hasil
pemeriksaan baik, maka
aparat pengawasan fungsional intern selaku auditor yang melaksanakan pemeriksaan pengelolaan keuangan dan kinerja operasional pemerintah daerah harus memiliki profesionalitas yang meliputi akuntabilitas, kompetensi dan independensi.
2.1.1
Kualitas Hasil Pemeriksaan Hasil pemeriksaan atas pelaksanaan pengelolaan keuangan daerah dikatakan
berkualitas
jika
hasil
pemeriksaan
tersebut
dapat
meningkatkan
bobot
pertanggungjawaban atau akuntabilitas, serta dapat memberikan informasi pembuktian ada tidaknya penyimpangan, kesalahan serta tindak pidana korupsi. Hal ini akan memberikan kontribusi bagi mutu akuntabilitas instansi pemerintah daerah yang bersih dan bebas korupsi. De Angelo (1981) mendefenisikan kualitas audit sebagai probabilitas seorang auditor dalam menemukan dan melaporkan tentang adanya suatu pelanggaran dalam sistem akuntansi kliennya.
8 Universitas Sumatera Utara
Standar Pemeriksaan Keuangan Negara menyatakan definisi kualitas hasil pemeriksaan yaitu: ”Laporan hasil pemeriksaan yang memuat adanya kelemahan dalam pengendalian intern, kecurangan, penyimpangan dari ketentuan peraturan perundang-undangan, dan ketidakpatutan, harus dilengkapi tanggapan dari pimpinan atau pejabat yang bertanggung jawab pada entitas yang diperiksa mengenai temuan dan rekomendasi serta tindakan koreksi yang direncanakan”. Dengan demikian kualitas hasil pemeriksaan akan dipengaruhi oleh akuntabilitas, kompetensi, dan independensi pemeriksa. Variabel-variabel ini merupakan bagian dari kualitas hasil pemeriksaan. Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor : PER/05/M.PAN/03/2008 tentang Standar Audit Aparat Pengawasan Intern Pemerintah menyatakan Laporan Hasil Pemeriksaan merupakan hasil akhir dari proses pemeriksaan yang berguna untuk mengkomunikasikan hasil pemeriksaan kepada auditi dan pihak lain yang berwenang berdasarkan peraturan perundangundangan, menghindari kesalahpahaman atas hasil audit, menjadi bahan untuk melakukan tindakan perbaikan bagi auditi dan instansi terkait dan memudahkan pemantauan tindak lanjut untuk menentukan pengaruh tindakan perbaikan yang semestinya telah dilakukan. Austin dan Langston (1981) ingin menggali dampak telaah dari rekan auditor terhadap pengendalian kualitas dan kinerja yang dilakukan oleh akuntan. Faktor pengendalian kualitas dan kinerja yang dipelajari adalah pengendalian kualitas, selfregulation, dan efektivitas biaya. Sampel penelitian ini adalah 133 orang akuntan dan 63 orang non-akuntan. Hasil penelitian ini menunjukkan 75% dari responden
Universitas Sumatera Utara
akuntan setuju bahwa telaah dari rekan auditor merupakan media yang bermanfaat untuk meningkatkan pengendalian kualitas firma auditor. Tawaf (1999) melihat kualitas hasil audit dari sisi supervisi. Menurut Tawaf (1999) agar audit yang dihasilkan berkualitas, supervisi harus dilakukan secara berkesinambungan dimulai dari awal hingga akhir penugasan audit. Cara yang paling efektif untuk menjamin bahwa suatu laporan hasil pemeriksaan telah dibuat secara wajar, lengkap, dan obyektif adalah dengan mendapatkan reviu dan tanggapan dari pejabat yang bertanggung jawab pada entitas yang diperiksa. Tanggapan atau pendapat dari pejabat yang bertanggung jawab tidak hanya mencakup kelemahan dalam pengendalian intern, kecurangan, penyimpangan terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan, atau tidak ketidakpatutan yang dilaporkan oleh pemeriksa, tetapi juga tindakan perbaikan yang direncanakan. Pemeriksa harus memuat komentar pejabat tersebut dalam laporan hasil pemeriksaannya. Pemeriksa harus meminta pejabat yang bertanggung jawab untuk memberikan tanggapan tertulis terhadap temuan, simpulan, dan rekomendasi, termasuk tindakan perbaikan yang direncanakan oleh manajemen entitas yang diperiksa. Tanggapan yang diperoleh harus dievaluasi secara seimbang dan obyektif. Tanggapan yang berupa suatu janji atau rencana untuk tindakan perbaikan tidak boleh diterima sebagai alasan untuk menghilangkan temuan yang signifikan atau rekomendasi yang berkaitan.
Universitas Sumatera Utara
Apabila tanggapan dari entitas yang diperiksa bertentangan dengan temuan, simpulan, atau rekomendasi dalam laporan hasil pemeriksaan dan menurut pemeriksa, tanggapan tersebut tidak benar atau apabila rencana tindakan perbaikannya
tidak
sesuai
dengan
rekomendasi,
maka
pemeriksa
harus
menyampaikan ketidaksetujuannya atas tanggapan dan rencana tindakan perbaikan tersebut beserta alasannya. Ketidaksetujuan tersebut harus disampaikan secara seimbang dan obyektif. Sebaliknya, pemeriksa harus memperbaiki laporannya apabila pemeriksa berpendapat bahwa tanggapan tersebut benar.
2.1.2
Akuntabilitas Akuntabilitas menjelaskan peran dan tanggungjawab pemeriksa dalam
melaksanakan pemeriksaan dan kedisiplinan dalam melengkapi pekerjaan dan pelaporan. Kualitas dari hasil pekerjaan pemeriksa dapat dipengaruhi oleh rasa kebertanggungjawaban
(akuntabilitas)
yang
dimiliki
pemeriksa
dalam
menyelesaikan pekerjaan audit. Akuntabilitas merupakan dorongan psikologi sosial yang
dimiliki
seseorang
untuk
menyelesaikan
kewajibannya
yang
akan
dipertanggungjawabkan kepada lingkungannya. Ada banyak penelitian psikologi sosial yang membuktikan adanya hubungan dan
pengaruh
akuntabilitas
seseorang
terhadap
kualitas
pekerjaan.
Messier dan Quilliam (1992) mengungkapkan bahwa akuntabilitas yang dimiliki auditor dapat meningkatkan proses kognitif auditor dalam mengambil keputusan. Tetclock dan Kim (1987) juga mengkaji tentang permasalahan akuntabilitas auditor
Universitas Sumatera Utara
dalam menyelesaikan sebuah pekerjaan. Penelitian ini dilakukan dengan membagi subjek penelitian menjadi tiga kelompok: pertama, kelompok yang diberikan instruksi bahwa pekerjaan mereka tidak akan diperiksa oleh atasan (no accountability); kedua, kelompok yang diberikan instruksi diawal (sebelum melaksanakan pekerjaan) bahwa pekerjaan mereka akan diperiksa oleh atasan (preexposure accountability); ketiga, kelompok yang diberikan instruksi bahwa pekerjaan mereka akan diperiksa oleh atasan, tetapi instruksi ini baru disampaikan setelah mereka menyelesaikan pekerjaan (postexposure accountability). Dari hasil penelitian ini terbukti bahwa subjek penelitian dalam kelompok preexposure accountability menghasilkan pekerjaan yang lebih berkualitas dibandingkan dengan kelompok lainnya. Mereka melakukan proses kognitif yang lebih lengkap, respon yang lebih tepat dan melaporkan keputusan yang lebih dapat dipercaya dan realistis. Chaikan (1980) melakukan penelitian tentang akuntabilitas seseorang yang dikaitkan dengan sesuatu yang mereka senangi dan tidak disenangi. Dari hasil penelitian ini terbukti bahwa untuk subjek yang memiliki akuntabilitas tinggi, setiap mengambil tindakan lebih berdasarkan alasan-alasan yang rasional tidak hanya semata-mata berdasarkan sesuatu itu mereka senangi atau tidak. Cloyd (1997) meneliti interaksi akuntabilitas dengan pengetahuan untuk menentukan kualitas hasil kerja pada auditor yang menangani masalah perpajakan. Dari penelitian tersebut terbukti bahwa akuntabilitas dapat meningkatkan kualitas hasil kerja untuk subjek yang memiliki pengetahuan perpajakan yang tinggi. Dalam penelitian ini Cloyd (1997) membuat asumsi bahwa tingkat kerumitan tugas
Universitas Sumatera Utara
(kompleksitas kerja) yang ditangani petugas perpajakan tersebut adalah sama yaitu memiliki kompleksitas tinggi. Penelitian Cloyd (1997) ini dikembangkan oleh Tan dan Alison (1999), yang membagi kualitas hasil pekerjaan berdasarkan tingkat kompleksitasnya, yaitu kualitas hasil kerja untuk jenis pekerjaan dengan kompleksitas rendah, sedang dan tinggi serta menambahkan variabel kemampuan pemecahan masalah sebagai salah satu variabel yang juga mempengaruhi interaksi akuntabilitas individu dengan kualitas hasil pekerjaanya. Subjek dari penelitian ini adalah akuntan publik. Dari penelitian tersebut diperoleh hasil bahwa untuk kompleksitas kerja yang rendah, akuntabilitas tidak mempengaruhi kualitas hasil pekerjaan individu. Untuk kompleksitas kerja yang menengah (lebih rumit), akuntabilitas dapat meningkatkan kualitas hasil pekerjaan jika didukung dengan pengetahuan yang tinggi. Sedangkan untuk kompleksitas kerja yang sangat tinggi, akuntabilitas dapat meningkatkan kualitas hasil pekerjaan jika didukung dengan pengetahuan dan kemampuan memecahkan masalah yang tinggi. Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Cloyd (1997) serta Tan dan Alison (1999) di atas, dapat disimpulkan bahwa akuntabilitas, pengetahuan dan kompleksitas kerja mempunyai pengaruh terhadap kualitas hasil kerja. Cloyd (1997) serta Tan dan Alison (1999) melihat ada tiga indikator yang dapat digunakan untuk mengukur akuntabilitas individu. Pertama, seberapa besar motivasi mereka untuk meyelesaikan pekerjaan tesebut. Motivasi secara umum adalah keadaan dalam diri seseorang yang mendorong keinginan individu untuk
Universitas Sumatera Utara
melakukan kegiatan-kegiatan tertentu untuk mencapai tujuan. Menurut Libby dan Luft (1993), dalam kaitannya dengan akuntabilitas seseorang, orang dengan akuntabilitas tinggi juga memiliki motivasi tinggi dalam mengerjakan sesuatu. Kedua, seberapa besar usaha (daya pikir) yang diberikan untuk menyelesaikan sebuah pekerjaan. Orang dengan akuntabilitas tinggi mencurahkan usaha (daya pikir) yang lebih besar dibanding orang dengan akuntabilitas rendah ketika menyelesaikan pekerjaan (Cloyd, 1997) dan ketiga, seberapa yakin mereka bahwa pekerjaan mereka akan diperiksa oleh atasan. Keyakinan bahwa sebuah pekerjaan akan diperiksa atau dinilai orang lain dapat meningkatkan keinginan dan usaha seseorang untuk menghasilkan pekerjaan yang lebih berkualitas.
2.1.3
Kompetensi Berdasarkan Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor :
PER/05/M.PAN/03/2008 tentang Standar Audit Aparat Pengawasan Intern Pemerintah menyatakan kompetensi teknis yang harus dimiliki oleh pemeriksa adalah auditing, akuntansi, administrasi dan komunikasi. Disamping wajib memiliki keahlian tentang standar audit, kebijakan, prosedur dan praktik-praktik audit, auditor harus memiliki keahlian yang memadai tentang lingkungan pemerintahan sesuai dengan tupoksi unit yang dilayani oleh APIP. Dalam Peraturan Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia
No. 01
Tahun 2007 tentang Standar Pemeriksaan Keuangan dinyatakan bahwa dalam pelaksanaan pemeriksaan serta penyusunan laporan hasil pemeriksaan, pemeriksa
Universitas Sumatera Utara
wajib menggunakan kemahiran profesionalnya secara cermat dan seksama. Selanjutnya dalam Standar Profesi Audit Internal (1200;9) dinyatakan bahwa auditor internal harus memiliki pengetahuan, keterampilan, dan kompetensi yang dibutuhkan untuk melaksanakan tanggung jawab perorangan. Guna melaksanakan fungsinya, audit internal secara kolektif harus memiliki atau memperoleh pengetahuan, keterampilan, dan kompetensi yang dibutuhkan untuk melaksanakan tanggung jawabnya. Kompetensi didefinisikan sebagai aspek-aspek pribadi dari seorang pekerja yang memungkinkan dia untuk mencapai kinerja superior. Aspek-aspek pribadi ini mencakup sifat, motif-motif, sistem nilai, sikap, pengetahuan dan ketrampilan di mana kompetensi akan mengarahkan tingkah laku, sedangkan tingkah laku akan menghasilkan kinerja. Susanto (2000) menyatakan bahwa definisi tentang kompetensi yang sering dipakai adalah karakteristik-karakteristik yang mendasari individu untuk mencapai kinerja superior. Kompetensi juga merupakan pengetahuan, ketrampilan, dan kemampuan yang berhubungan dengan pekerjaan, serta kemampuan yang dibutuhkan untuk pekerjaan-pekerjaan non-rutin. Definisi kompetensi dalam bidang auditing juga sering diukur dengan pengalaman (Mayangsari, 2003). Ashton (1991) menunjukkan bahwa pengetahuan spesifik dan lama pengalaman bekerja sebagai faktor penting untuk meningkatkan kompetensi. Ia juga menjelaskan bahwa ukuran kompetensi tidak cukup hanya pengalaman tetapi diperlukan pertimbangan-pertimbangan lain dalam pembuatan keputusan yang baik
Universitas Sumatera Utara
karena pada dasarnya manusia memiliki sejumlah unsur lain selain pengalaman. Pendapat ini didukung oleh Schmidt (1988) yang memberikan bukti empiris bahwa terdapat hubungan antara pengalaman bekerja dengan kinerja yang
dimoderasi
dengan lama pengalaman dan kompleksitas tugas. Selain itu, penelitian yang dilakukan Bonner (1990) menunjukkan bahwa pengetahuan mengenai spesifikasi tugas dapat meningkatkan kinerja auditor berpengalaman, walaupun hanya dalam penetapan risiko analitis. Hal ini menunjukkan bahwa pendapat auditor yang baik akan tergantung pada kompetensi dan prosedur audit yang dilakukan oleh auditor (Hogarth, 1991). Choo dan Trotman (1991) memberikan bukti empiris bahwa auditor berpengalaman lebih banyak menemukan item-item yang tidak umum (atypical) dibandingkan auditor yang kurang berpengalaman, tetapi antara auditor yang berpengalaman dengan yang kurang berpengalaman tidak berbeda dalam menemukan item-item yang umum (typical). Penelitian serupa dilakukan oleh Tubbs (1992) yang menunjukkan bahwa subyek yang mempunyai pengalaman audit lebih banyak, maka akan menemukan kesalahan yang lebih banyak dan item-item kesalahannya lebih besar dibandingkan auditor yang pengalaman auditnya lebih sedikit. Abdolmohammadi dan Wright (1987) memberikan bukti empiris bahwa dampak
pengalaman
auditor
akan
signifikan
ketika
kompleksitas
tugas
dipertimbangkan. Yudhi dan Meifida (2005) meneliti pengaruh pengalaman auditor terhadap penggunaan bukti tidak relevan dalam auditor judgment. Penelitian ini
Universitas Sumatera Utara
mengungkapkan bahwa auditor berpengalaman tidak terpengaruh oleh adanya informasi tidak relevan dalam membuat going concern judgment Hasil penelitian yang dilakukan oleh Murtanto (1998) dalam Mayangsari (2003) menunjukkan bahwa komponen kompetensi untuk auditor di Indonesia terdiri atas: 1.
Komponen pengetahuan, yang merupakan komponen penting dalam suatu kompetensi. Komponen ini meliputi pengetahuan terhadap fakta-fakta, prosedur-prosedur dan pengalaman. Kanfer dan Ackerman (1989) juga mengatakan bahwa pengalaman akan memberikan hasil dalam menghimpun dan memberikan kemajuan bagi pengetahuan.
2.
Ciri-ciri psikologi, seperti kemampuan berkomunikasi, kreativitas, kemampuan bekerja sama dengan orang lain. Gibbin’s dan Larocque’s (1990) juga menunjukkan bahwa kepercayaan, komunikasi, dan kemampuan untuk bekerja sama adalah unsur penting bagi kompetensi audit. Untuk meningkatkan kualitas pemeriksanya, Inspektorat Kota Medan dalam
Rencana Kerja dan Aggaran untuk tahun 2009 telah meningkatkan anggaran untuk pengembangan sumber daya manusia. Hal ini dimaksudkan agar staf Inspektorat Kota Medan dapat mengikuti berbagai macam pendidikan dan pelatihan dalam rangka meningkatkan kompetensi staf Inspektorat Kota Medan.
Universitas Sumatera Utara
2.1.4
Independensi Pemeriksa Dalam semua hal yang berkaitan dengan audit, APIP harus independen dan
para auditornya harus obyektif dalam pelaksanaan tugasnya. Independensi APIP serta obyektifitas auditor diperlukan agar kredibilitas hasil pekerjaan APIP meningkat. Posisi APIP ditempatkan secara tepat sehingga bebas dari intervensi dan memperoleh dukungan yang memadai dari pimpinan tertinggi organisasi sehingga dapat bekerjasama dengan auditi dan melaksanakan pekerjaan dengan leluasa (PER/05/M.PAN/03/2008). Independensi merupakan standar umum nomor dua dari tiga standar auditing yang ditetapkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) yang menyatakan bahwa dalam semua yang berhubungan dengan perikatan, independensi dan sikap mental harus dipertahankan oleh auditor.
Kode Etik Pejabat Pengawas Pemerintah
mengatur tentang independensi auditor internal. Kode etik dimaksudkan untuk memberikan pengertian dan penjabaran mengenai aturan perilaku sebagai pejabat pengawas pemerintah yang profesional dan sebagai pedoman bagi aparat pengawas dalam berhubungan dengan lembaga organisasinya, sesama pejabat pengawas pemerintah, pihak yang diawasi, pihak lain yang terkait dan masyarakat, agar terpenuhi prinsip-prinsip kerja yang sehat dan terlaksananya pengendalian pengawasan. Dengan demikian dapat terwujud kinerja yang tinggi dalam mempertahankan profesionalisme, integritas, obyektivitas dan independensi serta memelihara citra organisasi dan masyarakat.
Universitas Sumatera Utara
Dalam norma pelaksanaan pemeriksaan pejabat pengawas pemerintah diwajibkan mengungkapkan permasalahan yang terjadi di daerah secara kronologis, obyektif, cermat dan independen. 1.
Pengungkapan permasalahan secara kronologis yaitu menguraikan latar belakang permasalahan, penanggungjawab kegiatan, pelaku/ pelaksana kegiatan yang terlibat, permasalahan yang terjadi dan dibuktikan dengan fakta/data secara akurat, lengkap dan sah sampai dengan kondisi nyata pada saat dilakukan pemeriksaan;
2.
Pengungkapan permasalahan secara obyektif menempatkan pejabat pengawas pemerintah untuk bersikap dan bertindak berdasarkan alat bukti yang ditemukan;
3.
Pengungkapan permasalahan secara cermat mengharuskan pejabat pengawas pemerintah harus selalu waspada menghadapi suatu kondisi, situasi, transaksi, kegiatan
yang
ketidakwajaran,
mengandung pemborosan
indikasi atau
penyimpangan,
ketidakhematan
penyelewengan,
dalam
penggunaan
sumberdaya yang ada; dan 4.
Pengungkapan permasalahan secara independen mengharuskan pejabat pengawas pemerintah dan/atau pejabat yang diawasi untuk mempertahankan independensinya sehingga tidak memihak kepada suatu kepentingan tertentu. Independensi menurut E.B. Wilcox (1952) merupakan suatu standar auditing
yang penting karena opini akuntan independen bertujuan untuk menambah kredibilitas laporan keuangan yang disajikan oleh manajemen. Jika akuntan tersebut
Universitas Sumatera Utara
tidak independen terhadap kliennya, maka opininya tidak akan memberikan tambahan apapun (Mautz dan Sharaf, 1993). Kode Etik Akuntan tahun 1994 menyebutkan bahwa independensi adalah sikap yang diharapkan dari seorang akuntan publik untuk tidak mempunyai kepentingan pribadi dalam pelaksanaan tugasnya, yang bertentangan dengan prinsip integritas dan obyektivitas. Penelitian yang dilakukan oleh Lavin (1976) menunjukkan bahwa pembuatan pembukuan perusahaan atau pelaksanaan fungsi pengolahan data oleh auditor tidak akan berpengaruh terhadap teknik-teknik yang digunakan auditor untuk mengaudit. Selain itu penggunaan komputer klien untuk hubungan bisnis dianggap juga tidak merusak independensi auditor. Hasil penelitian Pany dan Reckers (1980) ini menunjukkan bahwa hadiah meskipun jumlahnya sedikit berpengaruh signifikan terhadap independensi auditor, sedangkan ukuran klien tidak berpengaruh secara signifikan. Penelitian oleh Knapp (1985) menunjukkan bahwa subyektivitas terbesar dalam teknik standar mengurangi kemampuan auditor untuk bertahan dalam tekanan klien dan posisi keuangan yang sehat mempunyai kemampuan untuk menghasilkan konflik audit. Mayangsari (2003) menemukan bahwa hasil pengujian hipotesis pertama dengan menggunakan alat analisis ANOVA diperoleh hasil bahwa auditor yang memiliki keahlian dan independen memberikan pendapat tentang kelangsungan hidup perusahaan yang cenderung benar dibandingkan auditor yang hanya memiliki salah satu karakteristik atau sama sekali tidak memiliki keduanya. Hasil pengujian
Universitas Sumatera Utara
hipotesis kedua dengan menggunakan uji Simple Factorial Analysis of Variance diperoleh hasil bahwa auditor yang ahli lebih banyak mengingat informasi yang atypical sedangkan auditor yang tidak ahli lebih banyak mengingat informasi yang typical. Menurut Taylor (1997), ada dua aspek independensi, yaitu: 1. Independensi sikap mental (independence of mind/independence of mental attitude), independensi sikap mental ditentukan oleh pikiran akuntan publik untuk bertindak dan bersikap independen. 2. Independensi penampilan (image projected to the public/appearance of independence), independensi penampilan ditentukan oleh kesan masyarakat terhadap independensi akuntan publik. Penelitian Bamber (2000) menguji pengaruh dari independensi terhadap integritas laporan keuangan yang dinyatakan melalui berapa besar fee audit yang dibayarkan klien kepada auditor. Jika KAP menerima fee audit yang tinggi, maka KAP akan menghadapi tekanan ekonomis untuk memberikan opini yang bersih (dalam hal ini wajar tanpa pengecualian) dan dilain sisi juga dalam rangka mempertahankan klien itu sendiri sehingga tidak berpindah pada KAP atau auditor lain. Dalam Standar Pemeriksaan Keuangan Negara dinyatakan dalam semua hal yang berkaitan dengan pekerjaan pemeriksaan, organisasi pemeriksa dan pemeriksa harus bebas dalam sikap mental dan penampilan dari gangguan pribadi, ekstern, dan organisasi yang dapat mempengaruhi independensinya.
Universitas Sumatera Utara
Menurut Harahap (1991), auditor harus bebas dari segala kepentingan terhadap perusahaan dan laporan yang dibuatnya. Kebebasan itu mencakup : Bebas secara nyata (Independent infact) yaitu ia benar-benar tidak mempunyai kepentingan ekonomis dalam perusahaan yang dilihat dari keadaan yang sebenarnya dan Bebas secara penampilan (Independent in appearance) yaitu kebebasan yang dituntut bukan secara fakta, tetapi juga harus bebas dari kepentingan yang kelihatannya cenderung dimilikinya dalam perusahaan tersebut. Auditor independen tidak hanya memberikan jasa untuk menguji laporan keuangan (audit), tetapi juga melakukan jasa lain selain audit. Pemberian jasa selain audit ini merupakan ancaman potensial bagi independensi auditor, karena manajemen dapat meningkatkan tekanan agar auditor bersedia untuk mengeluarkan laporan yang dikehendaki oleh manajemen, yaitu wajar tanpa syarat (Barkess dan Simnett, 1994; Knapp, 1985). Pemberian jasa selain audit berarti auditor telah terlibat dalam aktivitas manajemen klien. Jika pada saat dilakukan pengujian pelaporan keuangan klien ditemukan kesalahan yang terkait dengan jasa yang diberikan auditor tersebut, maka auditor sukar untuk melaporkan kesalahan tersebut. Auditor tidak mau reputasinya buruk karena dianggap memberikan alternatif yang tidak baik bagi kliennya. Hendro dan Aida (2005) di Kota Malang, Jawa Timur dengan judul pengaruh profesionalisme auditor terhadap tingkat materialitas dalam pemeriksaan laporan keuangan, yang menjelaskan profesionalisme merupakan syarat utama bagi seorang auditor, baik auditor intern maupun ekstern. Sebab dengan profesionalisme yang
Universitas Sumatera Utara
tinggi maka kebebasan auditor akan semakin terjamin. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa pengabdian pada profesi, kemandirian, kepercayaan pada profesi, hubungan dengan sesama rekan seprofesi mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap tingkat materialitas sedangkan kewajiban sosial tidak mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap tingkat materialitas. Susiana dan Arleen (2003) menganalisis pengaruh independensi, mekanisme corporate governance dan kualitas audit terhadap integritas laporan keuangan. Hasil penelitiannya membuktikan bahwa independensi memiliki pengaruh yang signifikan terhadap integritas laporan keuangan sedangkan mekanisme corporate governance dan kualitas audit tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap integritas laporan keuangan. Independensi pada Inspektorat Kota Medan sangat berbeda dengan Independensi yang dimiliki oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) atau Akuntan Publik. Inspektorat Kota Medan merupakan bagian dari Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) pada Pemko Medan yang bertanggungjawab kepada Kepala Daerah. Hasil pemeriksaan yang dilakukan oleh Inspektorat Kota Medan hanya sebatas memberikan saran kepada Kepala Daerah melalui Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) untuk memberikan sanksi dari temuan penyalahgunaan wewenang pada Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) yang diperiksa. Tindakan pemberian sanksi yang dilakukan merupakan hak mutlak Kepala Daerah. Berbeda dengan pemeriksaan yang dilakukan oleh BPK sebagai external auditor, lembaga ini berhak melakukan
Universitas Sumatera Utara
ekspose kepada pusat atas hasil pemeriksaan yang telah dilakukan. Perbedaan ini menyebabkan masih kurangnya independensi Inspektorat Kota Medan.
2.2
Review Penelitian Terdahulu Sebagai acuan dari penelitian ini dapat disebutkan beberapa hasil penelitian
yang telah dilakukan di beberapa daerah di Indonesia. Di Indonesia penelitian masalah kualitas hasil audit dilakukan oleh Sugiarto dan Restianto (2009), Diani dan Ria (2006) di Pekan Baru, Kualitas hasil audit dalam penelitian tersebut dilihat dari akuntabilitas dan pengetahuan auditor. Penelitian oleh Nizarul dan Trisni (2006) di Jawa Timur tentang pengaruh kompetensi dan independensi terhadap kualitas audit dengan etika auditor sebagai variabel moderasi. Diani dan Ria (2006) meneliti pengaruh akuntabilitas dan pengetahuan terhadap kualitas hasil kerja auditor. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa untuk kompleksitas pekerjaan rendah, baik aspek akuntabilitas dan interaksi akuntabilitas dengan pengetahuan memiliki pengaruh signifikan terhadap kualitas hasil kerja auditor, sedangkan untuk kompleksitas pekerjaan tinggi, kualitas hasil kerja auditor dapat ditingkatkan dengan akuntabilitas tinggi yang didukung oleh pengetahuan audit yang tinggi. Penelitian yang dilakukan oleh Nizarul dan Trisni (2006) menguji pengaruh kompetensi dan independensi terhadap kualitas audit dengan etika auditor sebagai variabel moderasi. Hasil penelitian ini berhasil membuktikan bahwa kompetensi dan independensi berpengaruh signifikan terhadap kualitas audit.
Universitas Sumatera Utara
Sedangkan penelitian ini mencoba membahas faktor-faktor yang menyebabkan rendahnya kualitas hasil pemeriksaan melalui akuntabilitas, kompetensi, dan independensi pemeriksa pada Inspektorat Kota Medan. Tabel 2.1 Review Penelitian Terdahulu Tahun 2006
Nama Peneliti Diani dan Ria
Judul Penelitian Pengaruh Akuntabilitas dan Pengetahuan Terhadap Kualitas Hasil Kerja Auditor
Variabel Penelitian
Hasil Penelitian
Variabel Independen: Akuntabilitas Variabel Dependen: Kualitas Hasil Kerja Auditor
Untuk kompleksitas pekerjaan rendah, baik aspek akuntabilitas dan interaksi akuntabilitas dengan pengetahuan memiliki pengaruh signifikan terhadap kualitas hasil kerja auditor. Sedangkan untuk kompleksitas pekerjaan tinggi, kualitas hasil kerja auditor dapat ditingkatkan dengan akuntabilitas tinggi yang didukung oleh pengetahuan audit yang tinggi.
2006
Nizarul dan Trisni
Pengaruh Kompetensi dan Independensi Terhadap
Variabel Independen: Kompetensi dan Independensi
Kompetensi dan Independensi berpengaruh signifikan terhadap Kualitas
Universitas Sumatera Utara
Lanjutan Tabel 2.1
Kualitas Audit dengan Etika Auditor Sebagai Variabel Moderasi
2009
Sugiarto dan Restianto
Pengaruh Profesionalisme Auditor Terhadap Kualitas Audit Laporan Keuangan Pemerintah
Audit Variabel Dependen: Kualitas Audit
Variabel Independen: Profesionalisme Variabel Dependen: Kualitas Audit Laporan Keuangan Pemerintah
Profesionalisme yang diukur dengan kompetensi, independensi berpengaruh terhadap kualitas audit laporan keuangan pemerintah.
Universitas Sumatera Utara