BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. TALAS Talas diklasifikasikan dalam tumbuhan berbiji (Spermatophyta) dengan biji tertutup (Angiospermae) berkeping satu (Monocotyledonae). Secara sistematika kedudukan talas dapat digambarkan sebagai berikut: Kelas/Classis
: Monocotyledonae (tumbuhan berkeping tunggal)
Ordo
: Arales
Suku/Familia
: Araceae
Marga/Genus
: Colocasia
Jenis/Species
: Colocasia esculenta (L.) Schott.
Gambar 1. Umbi Talas Talas merupakan tumbuhan asli daerah tropis yang bersifat perennial herbaceous, yaitu tanaman yang dapat tumbuh bertahun-tahun dan banyak mengandung air (Rukmana, 1998). Sentrum asal tanaman talas mungkin berasal dari daerah tropis antara Indonesia dan India (Matthew,2004) dan telah tumbuh selama beratus-ratus tahun di Pasific selatan (FAO,1992). Talas adalah tanaman yang tumbuh baik di daerah tropis maupun subtropis. Suhu optimum untuk tumbuh adalah sekitar 21-27ºC dengan curah hujan 1750 mm per tahun. Derajat keasaman tanah yang paling baik untuk tanaman ini berkisar antara 5,5-5,6 (Kay, 1973). Talas dapat tumbuh sepanjang tahun di daerah dataran rendah sampai dataran tinggi (Onwueme, 1978). Tanaman talas di Jawa Barat umumnya tumbuh pada ketinggian 400500 m dari permukaan laut. Menurut Rukmana (1998), umbi talas dapat
3
dipanen setelah berumur 6-9 bulan. Saat panen yang tepat ditandai dengan daun yang mulai menguning sampai kering. Jenis talas yang biasa dibudidayakan adalah talas Bogor yang memiliki banyak varietas, yaitu talas paris, talas loma, talas pandan, talas bentul, talas lampung, talas sutera, talas mentega dan talas ketan. Talas yang paling banyak dibudidayakan secara komersial adalah talas bentul karena hasilnya yang tinggi dan cocok bila digoreng ini pun dibuat keripik. Talas bentul mempunyai ciri batangnya berwarna hijau, umbi berbentuk bulat dengan ujung meruncing, rasa umbi enak dan pulen. Selain talas bentul, banyak pula ditanam talas loma (Colocasia esculenta L.Schoot). Bogor sebagai sentra utama produksi talas nasional belum terlihat berupaya untuk meningkatkan nilai tambah terhadap komoditi talas yang dimilikinya (Waluya, 2002). Umbi talas memiliki beragam bentuk, ukuran, tekstur dan warna daging serta rasanya. Ada umbi yang berbentuk hampir bulat, lonjong atau bulat lonjong, namun ada pula yang bercabang-cabang. Beratnya berkisar antara 0,25 dan 6 kg, tergantung kultivar, kesuburan tanah, umur panen dan cara pembudidayaannya. Warna daging umbinya ada yang putih, kuning, dengan atau tanpa serat-serat yang berwarna ungu. Rasanya bervariasi dari tidak enak dan gatal sampai kepada yang gurih, pulen, enak serta beraroma kuat dan khas (wangi) talas (Burdani, 2001). Secara keseluruhan dapat dikatakan bahwa kandungan gizi talas sebenarnya tidak terlalu banyak berbeda dengan ubi-ubian umumnya, misalnya dengan ubi kayu dan ubi jalar. Umbi talas berpotensi sebagai sumber karbohidrat dan protein yang cukup tinggi (20 g/kg) dibandingkan ubi kayu dan ubi jalar yang hanya separuhnya (Parkinson,1984). Umbi talas juga mengandung lemak, vitamin dan mineral dalam jumlah sedikit. Didalam umbi talas terkandung vitamin A, B1 (Thiamin) dan sedikit vitamin C. Umbi talas memiliki kandungan mineral Ca dan P yang cukup tinggi. Mineral-mineral ini penting bagi pembentukan tulang dan gigi yang kuat. Kandungan gizi talas dalam 100 gr umbi segar dapat dilihat pada Tabel 1.
4
Tabel 1. Kandungan Gizi Talas (dalam 100 gram) No.
Kandungan Gizi
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17.
Kalori (Cal.) Protein (g) Lemak (g) Karbohidrat (g) Serat (g) Abu (g) Kalsium (mg) Fosfor (mg) Zat besi (mg) Natrium (mg) Kalium (mg) Vitamin A (SI) Vitamin B1 (mg) Vitamin B2 (mg) Vitamin C (mg) Niacin (mg) Air (g) Bag. Yang dapat dimakan (%)
18.
Kadar A 85,00 2,50 0,20 19,10 0,40 0,80 32,00 64,00 0,80 700 514,00 0,18 0,04 10,00 0,90 77,50
B 98,00 1,90 0,20 23,79 28,00 61,00 1,00 20,00 0,13 4,00 73,00
81,00
85,00
Sumber : a. Food and Nutrition Res. Center. Handbook I,Manila (1964) dalam Rukmana (1998) b. Direktorat Gizi Depkes RI (1981) dalam Rukmana (1998) c. a dan b dikutip dari Burdani (2001) Talas mengandung banyak senyawa kimia yang dihasilkan dari metabolisme sekunder seperti alkaloid, glikosida, saponin, essensial oil, resin, gula dan asam-asam organik. Umbi talas mengandung pati yang mudah dicerna kira-kira sebanyak 18,2% dan sukrosa serta gula pereduksinya 1,42%. Pati talas mengandung 17-28% amilosa, dan sisanya adalah amilopektin. Amilosa memiliki 490 unit glukosa per molekul dan amilopektin memiliki 22 unit glukosa per molekul. Granula pati talas berukuran antara 1-4 µm (Onwueme, 1978). Pati talas tersimpan dalam granula yang berdiameter 3-4 µm dan mengandung amilosa sekitar 7-10%. Komposisi karbohidarat pati umbi talas dapat dilihat pada Tabel 2.
5
Tabel 2. Komposisi Karbohidrat pada Umbi Talas (dalam 100 gram) Komponen
Komposisi (%)
Pati
77.9
Pentosan
2.6
Serat Kasar
1.4
Dekstrin
0.5
Gula pereduksi
0.5
Sukrosa
0.1
Sumber: Onwueme,1978. B. OKSALAT Kebanyakan jenis talas memiliki rasa gatal yang dapat menyebabkan iritasi pada bibir, mulut dan kerongkongan jika kita memakan umbi mentah dari talas tersebut (Bradbury & Nixon,1998). Rasa gatal yang merangsang rongga mulut dan kulit disebabkan oleh adanya kristal kecil berbentuk jarum halus yang tersusun atas kalsium oksalat yang disebut raphide (Bradbury & Nixon, 1998). Raphid tersebut terkurung dalam kapsul yang dikelilingi lendir. Kapsul-kapsul itu terletak dalam daerah diantara dua vakuola. Ujung dari dua kapsul menyembul ke dalam perbatasan vakuola-vakuola pada dinding sel. Vakuola-vakuola itu berisi air, sehingga jika diberi perlakuan mekanis maka air akan masuk ke dalam kapsul melalui dinding sel. Tekanan air terhadap dinding sel meningkat sehingga kristal kalsium oksalat yang berbentuk jarum terdesak keluar (Payne et al.,1941). Oksalat (C2O42+) di dalam talas terdapat dalam bentuk yang larut air (asam oksalat) dan tidak larut air (biasanya dalam bentuk kalsium oksalat atau garam oksalat). Kalsium oksalat adalah persenyawaan garam antara ion kalsium dengan ion oksalat. Senyawa ini terdapat dalam bentuk kristal padat non volatil, bersifat tidak larut dalam air namun larut dalam asam kuat (Schumm,1978). Secara umum terdapat 5 jenis bentuk dasar kalsium oksalat yang terdapat dalam berbagai tanaman, diantaranya berbentuk jarum (raphide), rectangular dan bentuk pinsil, bulat (druse), prisma (prism), dan
6
parallelogram (rhomboid) (Horner and Wagner,1995). Bentuk umum kristal kalsium oksalat yang banyak ditemukan pada tumbuhan berkeping satu dapat dilihat pada Gambar 2 berikut ini:
Gambar 2. Bentuk kristal kalsium oksalat: a. bentuk jarum (raphide), (skala garis 10 µm); b. rectangular dan bentuk pinsil, (skala garis 20 µm); dan c. bulat (druse), (skala garis 20 µm). Raphide dan kristal kalsium oksalat lainnya merupakan mineral yang relatif stabil dan sedikit larut dalam air (Graustein et al.1977:199; Webb 1999:752), tidak larut dalam keadaan netral atau pH alkali, dan dapat dengan bebas dipecahkan dalam asam (Noonan & Savage, 1999). Fungsi kalsium oksalat pada tumbuhan ini diduga kuat sebagai perlindungan dan pengaturan tumbuhan melawan hewan pemakan tumbuhan (Franceschi, et al., 2005). C. REDUKSI OKSALAT Metode fisis yang paling sering digunakan untuk mengurangi atau menghilangkan rasa gatal akibat kandungan kalsium oksalat adalah dengan pemanasan (Smith, 1997). Pemanasan dilakukan melalui penjemuran, pemasakan (Lee, 1999); perebusan, perendaman dalam air
hangat,
pemanggangan (Iwuoha dan Klau, 1994); dan pengeringan (Nur, 1986). Pemanasan menyebabkan ikatan ion antar karbon kalsium oksalat terputus dan bagian organik terdekomposisi sebelum titik leleh tercapai (Schumm, 1978), Perendaman umbi dalam air hangat (38-48°C) selama kurang dari 4 jam diklaim dapat menurunkan kadar
komponen penyebab
gatal tanpa
menyebabkan gelatinisasi pati (Huang dan Hollyer, 1995). 7
Perebusan dapat mengurangi kadar oksalat larut air jika air perebus dibuang. Menurunnya kadar oksalat dengan perebusan disebabkan oleh pelarutan dan degradasi panas (Iwuoha dan Kalu, 1995). Kadar oksalat yang tidak larut tidak berubah dengan pemasakan (Noonan dan Savage, 1999). Perebusan dapat menurunkan kadar oksalat total talas dari Jepang hingga 77%, sedangkan pemanggangan meningkatkan kadar oksalat hingga dua kali lipat (Catherwood et al., 2007). Perlakuan tertentu yang didasarkan kepada sifat kimiawi kalsium oksalat juga dapat menjadi alternatif untuk menghilangkan kalsium oksalat. Perlakuan tersebut yaitu melarutkan kalsium oksalat dalam asam kuat sehingga mendekomposisi kalsium oksalat menjadi asam oksalat (Schumm, 1978). Salah satu asam kuat yang dapat melarutkan kalsium oksalat adalah asam klorida (Kurdi,2002). Reaksi antara asam klorida dengan kalsium oksalat akan menghasilkan endapan kalsium klorida dan asam oksalat, yang dapat dinyatakan dengan persamaan reaksi: 2HCl(l) + CaC2O4 (s)
CaCl2 (s) + H2C2O4 (l)
Reaksi tersebut tergolong reaksi metatesis, yaitu reaksi yang berlangsung antara asam dan garam. Reaksi metatesis ditandai dengan terbentuknya endapan, gas atau zat yang langsung terurai menjadi gas (Suharso, 1997). Sampai saat ini teknologi pengurangan senyawa kalsium oksalat umbi talas yang sudah diketahui pasti yaitu dengan teknik perendaman irisan umbi talas di dalam pelarut yaitu konsentrasi larutan asam khlorida 0,25% dan konsentrasi asam sitrat 0,15%. Perendaman dilakukan selama empat menit (Waluya, 2002). Perendaman dalam larutan garam (NaCl) banyak dilakukan untuk mengurangi rasa gatal pada talas. Di dalam air, NaCl akan terionisasi menjadi ion Na+ dan Cl- yang akan berikatan dengan kalsium oksalat membentuk natrium oksalat yang larut dalam air dan endapan kalsium diklorida dengan reaksi sebagai berikut: CaC2O4 + 2 NaCl ® Na2C2O4 + CaCl2
8
Perendaman dalam larutan garam 1% selama 20 menit dilaporkan dapat menurunkan kadar oksalat secara maksimal (Anonymous, 2008). Perendaman dalam larutan garam dikombinasikan dengan blanching dapat menurunkan kadar oksalat (dalam bentuk asam oksalat) hingga 37.2% (Dahal dan Swamylingappa, 2006). D. TEPUNG TALAS Tepung adalah bentuk hasil pengolahan bahan dengan cara penggilingan atau penepungan. Menurut Winarno (1997) tepung merupakan produk yang memiliki kadar air rendah. Kadar air yang rendah berperan penting dalam menjaga keawetan suatu bahan pangan. Jumlah air yang terkandung dalam bahan pangan dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain sifat dan jenis/asal bahan, perlakuan yang telah dialami bahan pangan kelembaban udara tempat penyimpanan dan jenis pengemasan. Cara yang paling umum dilakukan untuk menurunkan kadar air adalah dengan pengeringan, baik dengan penjemuran atau dengan alat pengering biasa. Menurut Lingga (1986) bahwa proses pembuatan tepung dapat dilakukan dengan berbagai cara tergantung dari jenis umbi-umbian itu sendiri. Proses pembuatan tepung talas diawali dengan pencucian dan pengupasan umbi segar, yang kemudian diiris. Pengirisan dimaksudkan untuk mempercepat proses pengeringan. Setelah itu dilakukan perendaman dengan air. Perendaman juga merupakan proses pencucian karena secara tidak langsung mempunyai efek membersihkan. Kemudian dilakukan pengeringan pada suhu sekitar 50-60oC yaitu pada saat kadar air mencapai 12%. Pengeringan dilakukan selama 6 jam dan biasanya umbi yang dikeringkan tersebut dibolakbalik agar keringnya merata. Hasil dari pengeringan adalah berupa keripik talas yang kemudian digiling untuk menghasilkan talas yang seragam dilakukan pengayakan. Bagan alir pembuatan tepung talas dapat dilihat pada Gambar 3 berikut ini.
9
Umbi talas
Pengupasan kulit
Pencucian dengan air
Pengirisan dengan ketebalan 5 mm
Perendaman 1 jam, 1:2
Pengeringan 50-60oC, 6-12 jam
Keripik
Penggilingan 100 mesh
Tepung Gambar 3. Bagan Alir Pembuatan Tepung (Lingga, 1986) Tepung talas memiliki kandungan gizi yang baik dibandingkan dengan tepung umbi yang lainnya. Tepung talas mengandung serat yang sangat berguna membantu pencernaan makanan dalam tubuh. Sehingga dapat mencegah seseorang terserang penyakit wasir (Anonim,1996). Pemanfaatan lebih lanjut dari tepung talas dapat digunakan sebagai bahan industri makanan seperti biskuit dan makanan serpihan (weaning food). Selain itu tepung talas dapat juga dimanfaatkan dalam pembuatan makanan bagi orang sakit dan orang tua yang merupakan campuran tepung talas dan
10
susu skim. Tepung talas dapat menghasilkan produk yang lebih awet karena daya
mengikat
airnya
tinggi
(Greenwell,1947;
Payne
et
al.,1941;
Winarno,1997). Komposisi tepung talas dibandingkan dengan tepung lainnya adalah seperti pada Tabel 3. Tabel 3. Komposisi Tepung Sagu, Tepung Talas, Tepung Tapioka, Tepung Beras (dalam 100 gram) Kandungan Air (g) Karbohidrat (g) Protein (g) Serat kasar (g) Abu (g) Lemak (g) Pospor (g) Fe (g) Ca (g) Thiamin (mg) Riboflavin (mg) Nikotinamid (mg) HCN (mg)
A 14 84 0.7 0.1-0.5 0.1-0.8 0.2 0.013 1.5x10-3 0.011 -
B 7.86 84 4.69 2.69 1.16 0.5 0.061 0.028 0.04 -
C 13.01 84 1.5 1.5 2.5 1.25 2x10 -3 5.5x10-3 0.04 0.04 0.08 29.04
D 10.1 81.3 7.3 0.2 0.4 0.34 9x10 -3 6x10 -3 0.07 0.03 -
Keterangan: A. Tepung Sagu (Radley,1976)
C. Tepung Tapioka (Onwueme,1978)
B. Tepung Talas (Payne,et al,1941)
D. Tepung Beras (Hawtorn, 1981)
E. GELATINISASI PATI Sifat amilografi berkaitan dengan pengukuran viskositas tepung dengan konsentrasi tertentu selama pemanasan dan pengadukan. Pengukuran dilakukan secara kontinyu dengan menggunakan alat Brabender amylograph. Pengukuran sifat amilografi meliputi pengukuran suhu gelatinisasi, laju peningkatan viskositas pemanasan, suhu granula pecah, viskositas maksimum, viskositas jatuh, laju peningkatan viskositas pendinginan dan viskositas balik. Suhu awal gelatinisasi adalah suhu pada saat pertama kali viskositas mulai naik, yang merupakan suatu fenomena sifat fisik pati yang kompleks, yang dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain oleh ukuran molekul amilosa dan amilopektin serta keadaan media pemanasan (Collison, 1968).
11
Suhu gelatinisasi ini diukur berdasarkan peningkatan viskositas pasta pati pada proses pemanasan. Peningkatan viskositas ini disebabkan oleh terjadinya pembengkakan granula pati yang irreversible di dalam air, dimana energi kinetik molekul-molekul air lebih kuat daripada daya tarik molekul pati di dalam granula. Hal ini mengakibatkan air dapat masuk ke dalam granula pati (Winarno,1997). Waktu gelatinisasi adalah jumlah menit yang dibutuhkan untuk mencapai puncak viskositas mulai dari saat pertama kali viskositas mulai naik (Hallick dan Kelly,1959).
12