D3 JURUSAN TEKNIK SIPIL
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Umum
Jembatan adalah suatu bangunan buatan manusia yang digunakan untuk menghubungkan dua atau lebih daerah atau lokasi yang dipisahkan oleh berbagai bentang alami maupun bentang buatan seperti: sungai, jurang, jalan raya ataupun
jalan kereta api, danau, bahkan selat. Pemakaian jembatan telah lama digunakan manusia dan memiliki peranan penting dalam sejarah kehidupan manusia.
Jembatan itu sendiri telah mengalami berbagai perkembangan baik dari segi fisik, fungsi penggunaan, maupun bahan-bahan material yang digunakan dalam konstruksinya. Jenis jembatan bermacam-macam dilihat dari bentuk dan fungsi pemakaiannya, namun secara garis besar jenis jembatan dapat dibedakan atas : a. Klasifikasi jembatan menurut material yang digunakan dibedakan atas bahan yang dominan dipergunakan, terutama bahan sebagai stuktur utama bangunan atas (gelagar induk) yaitu: 1. Jembatan Kayu 2. Jembatan Pasangan Batu 3. Jembatan Baja 4. Jembatan Beton. b. Klasifikasi menurut kegunaan 1. Jembatan Jalan Raya 2. Jembatan Kereta Api 3. Jembatan Penyeberangan Orang c. Klasifikasi berdasarkan sistem struktur yang digunakan 1. Jembatan Balok Gelagar biasa 2. Jembatan Balok Pelat Girder 3. Jembatan Balok Monolit Beton Bertulang 4. Jembatan Gelagar Komposit 5. Jembatan Rangka Batang (Truss) 6. Jembatan Balok Beton Prategang (Pre Strees) FITRI.P, WHISNU.L, Perencanaan Dimensi Penampang...
II 1
D3 JURUSAN TEKNIK SIPIL
7. Jembatan Gantung d. Klasifikasi Jembatan menurut kelas muatan Bina Marga
Didasarkan pada prosentase muatan hidup yang dapat melewati jembatan
dibandingkan dengan kendaraan standar, yaitu terdiri atas :
1. Jembatan Kelas Standar (A/I) : Merupakan jembatan kelas standar dengan
lebar jembatan adalah (1,00 + 7,00 + 1,00) meter.
2. Jembatan Kelas Sub Standar (B/II) : Merupakan jembatan kelas standar
Dalam hal ini
lebar jembatan adalah ( 0,50 + 6,00 + 0,50 ) meter. 3. Jembatan Kelas Low Standar (C/III) : Merupakan jembatan kelas standar dengan peren Dalam hal ini lebar jembatan adalah (0,50 + 3,50 + 0,50) meter.
2.2 Jembatan Rangka Baja Jembatan rangka baja adalah salah satu jenis jembatan yang konstruksinya berupa rangka yang tersusun atas batang-batang baja disusun sedemikian rupa sehingga membentuk suatu rangkaian batang baja. Struktur jembatan rangka baja terdiri dari bagian-bagian struktur yang tersusun dari elemen-elemen batang yang berbentuk gelagar atau balok, batang tekan, batang tarik. Untuk keperluan batang elemen struktur jembatan baja tersebut digunakan batang baja berbentuk profil yang dijual dipasaran atau dipesan khusus yang disesuaikan dengan kebutuhan kekuatan terhadap beban kerja dan stabilitas batang.
FITRI.P, WHISNU.L, Perencanaan Dimensi Penampang...
II 2
D3 JURUSAN TEKNIK SIPIL
2.3 Tipe Pemodelan Jembatan Rangka Baja Tipe pemodelan jembatan rangka baja dapat dilihat pada Gambar 2.1 (a)
Gambar 2.1(c).
Gambar 2.1 (a) Model Rangka Warren
Gambar 2.1 (b) Model Modifikasi Rangka Warren
Gambar 2.1 (c) Model Rangka Pratt
2.4 Komponen-Komponen Jembatan Struktur jembatan terbagi atas konstruksi bangunan atas (superstructure) dan konstruksi bangunan bawah (substructure), yang terdiri atas bagian-bagian struktur sebagai berikut : 2.4.1 Struktur Atas Merupakan struktur yang langsung menerima semua beban termasuk beban hidup lalu-lintas dan berat sendiri struktur, bentuk struktur bangunan atas ini menggambarkan tipe atau jenis struktur jembatan. Bangunan atas terdiri dari bagian-bagian : FITRI.P, WHISNU.L, Perencanaan Dimensi Penampang...
II 3
D3 JURUSAN TEKNIK SIPIL
a Pelat lantai kendaraan b Lantai trotoar
c Tiang sandaran d Gelagar memanjang
e Gelagar melintang f Gelagar induk g Tumpuan jembatan
h Drainase
2.4.2 Struktur Bawah Merupakan struktur yang berhubungan langsung dengan tanah pendukung atau pondasi jembatan, yang berfungsi meneruskan beban dari seluruh bangunan atas lewat tumpuan jembatan yang diteruskan ke tanah pendukung /pondasi. Bangunan bawah ini terdis atas : a Abutment b Pilar jembatan c Pondasi
2.5 SNI T-02-2005 SNI T-02-2005 merupakan revisi dari SNI 03-1725-1989 sebagai dasar dalam menentukan aksi-aksi (beban, perpindahan dan aksi lainnya) yang terjadi pada setiap bagian jembatan. Penggunaan pedoman ini dimaksudkan untuk mencapai perencanaan ekonomis sesuai dengan kondisi setempat,
tingkat keperluan,
kemampuan pelaksanaan dan syarat teknis lainnya, sehingga proses perencanaan menjadi efektif. SNI T-02-2005 memberikan beberapa pembaharuan terhadap SNI 03-17251989 diantaranya : 1. Gaya
rem
dan
gaya
sentrifugal
yang
semula
mengikuti
Austroads,
dikembalikan ke Peraturan Nr. 12/1970 dan Tata Cara SNI 03-1725-1989 yang sesuai AASHTO.
FITRI.P, WHISNU.L, Perencanaan Dimensi Penampang...
II 4
D3 JURUSAN TEKNIK SIPIL
2. -1992 direduksi dari nilai 2 ke 1,8 untuk beban hidup yang sesuai AASHTO.
3. Kapasitas beban hidup keadaan batas ultimit (KBU) dipertahankan sama sehingga faktor beban 1,8 menimbulkan kenaikan kapasitas beban hidup
keadaan batas layan (KBL) sebesar 2/1,8 11,1 % . 4. Kenaikan beban hidup layan atau nominal (KBL) meliputi : a. .
b. Beban roda desain dari 10 ton menjadi 11,25 ton.
c.
!
8 kPa menjadi 9 kPa.
d. " # " ! $% & $% . b. Beban mati ultimit (KBU) diambil pada tingkat nominal (faktor beban = 1) dalam pengecekan stabilitas geser dan guling dari pondasi langsung. Aksi yang bekerja pada jembatan berdasarkan SNI T-02-2005 dikelompokkan menjadi : 1. Aksi dan Beban Tetap 2. Beban Lalu Lintas 3. Aksi Lingkungan 4. Aksi lainnya Aksi dan beban tetap yang dimaksud dalam SNI T-02-2005 meliputi berat sendiri, beban mati tambahan, dan pengaruh penyusutan dan rangka. Menurut SNI T-02-2005 beban lalu lintas untuk perencanaan jembatan terdiri '
Selain memperhitungkan aksi dan beban tetap, serta beban lalu lintas di dalam perencanaan jembatan juga harus memperhitungkan aksi lingkungan yang akan terjadi selama umur rencana jembatan tersebut. Menurut SNI T-02-2005 aksi lingkungan yang harus diperhatikan di dalam perencanaan adalah penurunan, pengaruh temperatur, tekanan hidrostatis, aliran air, beban angin dan pengaruh gempa. Aksi lainnya menurut SNI T-02-2005 meliputi gaya gesekan, beban pelaksanaan, dan kombinasi beban.
FITRI.P, WHISNU.L, Perencanaan Dimensi Penampang...
II 5
D3 JURUSAN TEKNIK SIPIL
Semua Peraturan dan Pedoman Standar tersebut diterbitkan oleh Departemen
Pekerjaan Umum Republik Indonesia dan diberlakukan sebagai peraturan standar resmi.
2.6 Sistem Pembebanan Analisis pembebanan dalam perhitungan struktur jembatan pada Tugas Akhir ini seluruh ketentuan dan besaran pembebanannya disesuaikan dengan Peraturan Pembebanan Jembatan
SNI T-02-2005. Peraturan ini membahas masalah beban
dan aksi-aksi lainnya yang akan digunakan dalam perencanaan pembebanan
jembatan jalan raya yang termasuk juga pejalan kaki. Dalam analisis pembebanan aksi-aksi beban perpindahan dan pengaruh lain dikelompokkan dalam : a Beban Mati b Beban Hidup c Beban Lalu Lintas d Beban Angin e Beban Gempa
2.6.1 Beban Mati Beban mati yang diperhitungkan dalam perencanaan jembatan merupakan beban dengan jangka waktu tetap dari semua berat bagian-bagian struktur jembatan dan elemen non struktur yang membebani masing-masing bagian struktur yang dihitung. Berat masing-masing bagian struktur dan elemen non struktur dihitung sebesar berat per satuan volume bagian struktur dan elemen non struktur yang ditetapkan
dalam
SNI-T-02-2005
dikalikan
dengan
besar
volume
yang
membebaninya, semua beban mati harus dikalikan dengan faktor beban (Ri) masing- masing seperti yang terdapat dalam ketetapan SNI T-02-2005.
FITRI.P, WHISNU.L, Perencanaan Dimensi Penampang...
II 6
D3 JURUSAN TEKNIK SIPIL
2.6.2 Beban Hidup Beban hidup adalah beban bergerak yang diperhitungkan besar beban dari
pengaruh lalu-lintas yang melewati jembatan,
termasuk
pejalan kaki yang
melintas jembatan tersebut.
2.6.3 Beban lalu lintas Beban lalu lintas untuk perencanaan jembatan terdiri atas beban lajur "D"
dan beban truk "T". Beban jalur adalah beban jalur lalu-lintas, yang dikerjakan pada elemen struktur pendukung (gelagar induk, gelagar melintang dan
gelagar memanjang). Beban yang diperhitungkan terdiri dari Beban Jalur Merata (UDL) dan Beban Jalur (KEL) yang bekerja bersamaan dengan arah sejajar bentang jembatan seperti pada Gambar 2.2. Beban truk "T" adalah satu kendaraan berat dengan 3 as yang ditempatkan pada beberapa posisi dalam lajur lalu lintas rencana. Tiap as terdiri dari dua bidang kontak pembebanan yang dimaksud sebagai simulasi pengaruh roda kendaraan berat. Secara umum, beban "D" akan menjadi beban penentu dalam perhitungan jembatan yang mempunyai bentang sedang sampai panjang, sedangkan beban "T" digunakan untuk bentang pendek dan lantai kendaraan. BebanGaris (KEL) kN/m
Beban merata (UDL) kpa
Gambar. 2.2.
Dimana beban merata jalur (UDL) mempunyai intensitas q = kpa, dengan besar q yang tergantung dari bentang bagian struktur yang dibebani seperti berikut: Untuk L 30 m
q = 9 kpa
(2.1)
Untuk L > 30 m
q = 9 [ 0,5 + 15/L] kpa
(2.2)
FITRI.P, WHISNU.L, Perencanaan Dimensi Penampang...
II 7
D3 JURUSAN TEKNIK SIPIL
Sedangkan besar beban jalur Garis (KEL) dengan intensitas P KN/m adalah sebesar P = 49,0 KN/m.
Besarnya beban merata jalur UDL untuk berbagai bentang dapat ditetapkan dari Grafik beban UDL Gambar 2.3.
10
Besar UDL (kN/m2 )
9
8
7 6
5 4 3 2
2
1 10
20
30 40 50 60 70 80 Bentang bagian struktur yang ditinjau (m)
90
100
110
Gambar. 2.3 Grafik besar UDL dengan bentang struktur
Beban tekanan as roda yang ditempatkan pada beberapa posisi dalam jalur lalu lintas rencana yang diperlihatkan pada Gambar 2.4.
Gambar 2.4 Pembebanan Truk T
FITRI.P, WHISNU.L, Perencanaan Dimensi Penampang...
II 8
D3 JURUSAN TEKNIK SIPIL
2.6.4 Beban Angin Beban angin adalah beban yang diperhitungkan pada gelagar induk,
merupakan tekanan dari tiupan angin yang bekerja tegak lurus bidang struktur dan bidang lalu-lintas sepanjang bentang jembatan. Luas ekuivalen diambil sebagai
luas pada bidang pengaruh dari pada jembatan dalam elevasi proyeksi tegak lurus. Untuk jembatan rangka batang diambil 30% dari luas yang dibatasi unsur rangka terluar. Akibat dari beban angin, bagian struktur jembatan akan menerima susunan
beban seperti Gambar 2.5. W LL 2m
WR
WG Gambar.2.5 Susunan beban angin
WLL = Beban angin pada bid kendaraan seluas (2m*L) WR = Beban angin pada bid Gelagar Rangka seluas 30% Bid Rangka WG = Beban angin pada bid L = Panjang total jembatan
2.6.5 Beban Gempa Pengaruh gempa pada struktur sederhana masih dapat disimulasi oleh suatu beban statik ekuivalen. Untuk struktur jembatan besar dengan tingkat kerumitan yang tinggi, penentuan besar beban pengaruh gempa harus dilakukan dengan analisa dinamis yang lengkap seperti yang ditetapkan dalam
perencanaan beban
gempa untuk jembatan (Pd.T.04.2004.B). Pengaruh gempa rencana hanya ditinjau pada keadaan batas ultimit saja. Beban rencana minimum diperoleh dari rumus berikut: T*EQ = Kh / WT
(2.3)
Dimana Kh = C S
(2.4)
Keterangan : T*EQ = Gaya geser dasar total dalam arah yang ditinjau (KN) Kh
= Koefisien beban gempa horizontal
FITRI.P, WHISNU.L, Perencanaan Dimensi Penampang...
II 9
D3 JURUSAN TEKNIK SIPIL
C I
= Koefisien geser dasar untuk daerah, waktu dan kondisi setempat sesuai
= Faktor kepentingan
S
= Faktor tipe bangunan
WT
= Berat total nominal bangunan yang mempengaruhi percepatan gempa, diambil sebagai beban mati ditambah beban mati tambahan (KN)
2.6.6 Kombinasi Beban Kombinasi
pembebanan
adalah
penjumlahan
dari
besarnya
mati,beban hidup,beban angin dan beban lain-lain yang diambil
beban
pada kondisi
yang paling besar yang menyebabkan struktur mengalami beban maksimum. Kombinasi pembebanan ini
ditetapkan dalam SNI T-02-2005, dengan susunan
kombinasi pembebanan terfaktor sebagai berikut : Kombinasi I
: 1,4DL
Kombinasi II : 1,2DL + 1,6LL + 0,5La Kombinasi III : 1,2DL + 1,6La + 1,0WL Kombinasi IV : 1,2DL + 1,3WL + 0,5La Kombinasi V : 1,2DL + 1,0EL + 1,0LL Kombinasi VI : 0,9DL (1,3WL atau 1,0EL) Dimana : LD
= Akibat beban mati
LL
= Akibat beban hidup
WL
= Akibat beben angin
EL
= Akibat beban gempa
La
= Akibat beban tambahan seperti beban rem, beban salju, beban hujan, beban pengaruh suhu.
Pada Tugas Akhir ini tidak meninjau beban gempa, sehingga kombinasi yang digunakan yaitu kombinasi I,II,III,IV dan V.
FITRI.P, WHISNU.L, Perencanaan Dimensi Penampang...
II 10
D3 JURUSAN TEKNIK SIPIL
2.7 SNI T-03-2005 SNI T-03-2005 merupakan pedoman untuk perencanaan struktur baja untuk
jembatan hasil penyempurnaan encanaan Teknik Jembatan Bagian 7-Perencanaan Baja Struktural (BMS- Penggunaan
pedoman
ini
dimaksudkan
untuk
mencapai
persyaratan
minimum
untuk
perencanaan, fabrikasi, pemasangan dan modifikasi pekerjaan baja pada jembatan dan struktur komposit, dengan tujuan untuk menghasilkan struktur baja yang
memenuhi syarat keamanan, kelayanan dan keawetan. Cara
perencanaan
komponen
struktur
yang
digunakan
berdasarkan
Perencanaan Beban dan Kekuatan Terfaktor (PBKT). SNI T-03-2005 ini digunakan untuk merencanakan jembatan jalan raya dan jembatan pejalan kaki di Indonesia, yang menggunakan bahan baja dengan panjang bentang tidak lebih dari 100 meter. Semua Peraturan dan Pedoman Standar tersebut diterbitkan oleh Departemen
Pekerjaan
Umum
Republik
Indonesia
dan
diberlakukan sebagai
peraturan standar resmi.
2.8 Perencanaan Penampang Batang terhadap Beban Axial Penggunaan baja struktur yang paling efisien adalah sebagai batang tarik, yaitu komponen struktur yang memikul/mentransfer gaya tarik antara dua titik pada struktur. Seluruh kekuatan batang dapat dimobilisasikan secara optimal hingga mencapai keruntuhan. Komponen struktur yang memikul gaya aksial tarik terfaktor, N u, harus memenuhi syarat : Nu Ø. Nn
(2.5)
Kuat tarik rencana, .N n ditentukan oleh dua kondisi batas yang mungkin dialami batang tarik, yaitu dengan mengambil harga terkecil di antara: a. Kondisi leleh sepanjang batang: Ø . Nn = ØAg.fy
(2. 6)
b. Kondisi fraktur pada daerah sambungan: Ø. Nn = ØAe.fu
FITRI.P, WHISNU.L, Perencanaan Dimensi Penampang...
(2.7)
II 11
D3 JURUSAN TEKNIK SIPIL
dimana: Nu = Kuat nominal aksial
Nn = Kuat perlu komponen struktur Ag = Luas penampang kotor
Ae = Luas efektif penampang fy = Tegangan leleh yang digunakan dalam desain fu = Kekuatan (batas) tarik yang digunakan dalam desain
Diperhitungkanya penampang efektif (Ae),
karena pada daerah sambungan terjadi
perlemahan elemen tarik akibat dari :
a. Shear lag sehingga luas efektif harus direduksi dengan koefesien U b. Pengurangan luas penampang karena pelubangan sehingga yang dipakai pada daerah ini adalah luas bersih An Maka besar luas penampang efektif ditentukan Ae = A.U
(2.8)
dimana: U = 0,9 (menurut SNI T-03-2005) U = 1 bila seluruh ujung penampang di las Sebenarnya harga U dibatasi sebesar 0,9; namun dapat diambil lebih besar dari nilai ini apabila dapat dibuktikan dengan kriteria yang dapat diterima dengan rumus U = 1
x' 0,9 L
U
: Koefisien reduksi
: Eksentrisitas sambungan
L
(2.9)
: Panjang sambungan dalam arah gaya, yaitu jarak terjauh antara dua baut pada sambungan.
A
: Harga luas penampang yang ditentukan menurut kondisi elemen tarik yang disambung.
Batasan kelangsingan untuk batang tarik dianjurkan dalam peraturan berdasarkan pengalaman, engineering judgment dan kondisi-kondisi praktis seperti :
FITRI.P, WHISNU.L, Perencanaan Dimensi Penampang...
II 12
D3 JURUSAN TEKNIK SIPIL
a. Menghindari kesulitan handling dan meminimalkan kerusakan dalam fabrikasi, transportasi dan tahap konstruksi
b. Menghindari kendor (sag yang berlebih) akibat berat sendiri batang c. Menghindari getaran.
Batasan kelangsingan (), ditentukan sebagai berikut:
a. < 240, untuk komponen utama b. < 300, untuk komponen sekunder
dimana :
L
= L/rmin = Panjang batang tarik
rmin =
I A
Penggunaan dibandingkan
(2.10) profil
struktural
dengan
tunggal
profil tersusun.
pada
batang
Penggunaan
tarik
lebih
profil tersusun
ekonomis mungkin
diperlukan bila : c. Kapasitas tarik dari batang tunggal tidak mencukupi. d. Rasio kelangsingan yang merupakan rasio dari panjang tanpa topangan (L) dengan radius girasi minimum (r) tidak memberikan rigiditas yang cukup. e. Efek lentur yang dikombinasikan dengan perilaku tegangan membutuhkan kekauan lateral yang lebih besar. f. Masalah estetika. Penggunaan Profil tersusun pada batang tarik harus menggunakan penghubung antara elemen penampang yang berupa terali atau pelat kopel dengan persyaratan yang ditentukan.
FITRI.P, WHISNU.L, Perencanaan Dimensi Penampang...
II 13
D3 JURUSAN TEKNIK SIPIL
2.9 Perencanaan Batang Tekan Suatu elemen direncanakan hanya memikul gaya tekan apabila kekakuan
tekuknya dapat dipertanggungjawabkan pada berbagai kondisi tekuk. Kekuatan komponen struktur yang memikul gaya tekan ditentukan oleh berbagai tekan
faktor diantaranya adalah tegangan leleh (fy ), tegangan sisa (fr), modulus elastis (E), penampang, panjang komponen, kondisi ujung dan penopang. Selain itu kondisi batas komponen struktur yang memikul gaya tekan ditentukan oleh
tercapainya batas kekuatan dan batas kestabilan. Faktor panjang tekuk ditentukan tidak kurang dari panjang teoritisnya dari as-ke
as sambungan dengan komponen struktur lainnya. Dengan panjang tekuk: Lk = Kc .l > l
(2.11)
Dimana : Lk = Panjang tekuk komponen tekan Kc = Faktor panjang tekuk untuk komponen struktur rangka batang dapat dilihat pada gambar 2.6 l = Panjang teoritis kolom Sendi Bebas
Sendi
Lk
Sendi
Kc = 1
Jepit
Lk
Lk
Jepit
Kc = 0,7
Bebas
Lk
Jepit
Jepit
Kc = 0,5
Kc = 2
Gambar 2.6 Faktor panjang tekuk
Batas kelangsingan batang komponen struktur tekan dibatasi pada angka kelangsingan yang ditetapkan menurut teori perencanaan dan SNI T-03-2005 yang digunakan seperti berikut :
FITRI.P, WHISNU.L, Perencanaan Dimensi Penampang...
II 14
D3 JURUSAN TEKNIK SIPIL
Lk r
140
(2.12)
Kemungkinan terjadinya tekuk akibat gaya aksial tekan yang menyebabkan
batang tidak stabil lagi adalah :
2.7.1 Tekuk Lokal Terjadi apabila pada komponen struktur akibat gaya tekan terjadi: 1. Apabila tegangan pada elemen-elemen penampang mencapai tegangan
kritis
plat. 2. Tegangan
kritis
plat tergantung dari perbandingan tebal dengan lebar,
perbandingan panjang dan tebal, kondisi tumpuan dan sifat material. 3. Perencanaan dapat disederhanakan dengan memilih perbandingan tebal dan lebar elemen penampang yang menjamin tekuk lokal tidak akan terjadi sebelum tekuk lentur. Hal ini diatur dalam peraturan dengan membatasi kelangsingan elemen penampang komponen struktur tekan b/tf r
(2.13)
Untuk profil IWF b/2tf r
(2.14)
Besarnya r ditentukan dalam SNI T-03-2005 sebagai berikut :
r
370 f y fr
(2.15)
dimana : r
= Kelangsingan elemen penampang
b = Lebar elemen tekan t = Tebal elemen tekan fy = Tegangan leleh yang digunakan dalam desain fr = Tegangan redusial pada pelat sayap 2.7.2 Tekuk Lentur Tekuk lentur yang diperhitungkan pada komponen struktur akibat gaya dengan syarat : Nu Ø.Nn dengan Ø = 0,85
(2.16)
2
Ag.fy c Dimana : Nn (0,66)
FITRI.P, WHISNU.L, Perencanaan Dimensi Penampang...
(2.17)
II 15
D3 JURUSAN TEKNIK SIPIL
Nn
(0,66)
c
Dengan
dimana : Ag
2
Ag.fy c
Lk
fy
rmin.
E
(2.18)
(2.19)
= Luas penampang kotor
fy
= Tegangan kritis penampang
E
= Modulus elastisitas baja
c
= Parameter kelangsingan
Lk
= Panjang tekuk komponen tekan
rmin = Jari-jari girasi minimal 2.10 Balok Perencanaan balok baja didasarkan pada teori elastis. Beban maksimum yang dapat
dipikul
oleh
suatu
struktur
mencapai
tegangan
lelehnya.
Elemen
direncanakan sedemikian rupa sehingga tegangan lentur akibat beban layan (servis) tidak melampaui tegangan leleh dibagi dengan faktor keamanan (misalnya 1, atau 2,0).
2.10.1 Kondisi Elastis fy
C
h
2/3 h
M nel
T b
fy Gambar 2.6 Diagram tegangan kondisi elastis
Karena simetris maka:
FITRI.P, WHISNU.L, Perencanaan Dimensi Penampang...
(2.20) (2.21) II 16
D3 JURUSAN TEKNIK SIPIL
(2.22)
(2.23)
(2.24)
dimana : Mnel = Momen nominal elastis b
= Lebar penampang
h
= Tinggi penampang
Sx
= Modulus elastisitas penampang
fy
= Tegangan leleh
2.10.2 Kondisi Plastis fy C h
1/2 h
M pl
T b
fy Gambar 2.7 Diagram tegangan kondisi plastis
Karena simetris maka: y
(2.25) (2.26) (2.27) (2.28)
dimana : C = T = Mnpl = Momen nominal plastis b
= Lebar penampang
h
= Tinggi penampang
Zy
= Modulus plastisitas penampang
fy
= Tegangan leleh
FITRI.P, WHISNU.L, Perencanaan Dimensi Penampang...
II 17
D3 JURUSAN TEKNIK SIPIL
2.10.3 Perencanaan Balok Akibat Momen Lentur Pada balok dengan tumpuan sederhana dengan bentang yang cukup
panjang maka balok tersebut akan melentur kebawah, dengan bagian atas tertekan dan bagian bawah tertarik serta diagram tegangan yang dapat dilihat pada Gambar
2.8.
X
Gambar 2.8 Balok akibat momen lentur
1. Pradimensi Proses ini merupakan proses pemilihan dimensi dari balok yang akan digunakan. Momen yang digunakan adalah momen dalam kondisi plastis. Syarat Mu = Mn
(2.29)
Mn = Mnpl = fy . Zx
(2.30)
Untuk profil I.WF Zx = 1,12 Sx
(2.31)
Sehingga Mu = 1,12 Sx fy Sx =
(2.32) (2.33)
Dimana: Mu = Momen lentur perlu Mn = Mnpl = Kuat lentur nominal Zx = Modulus plastisitas penampang Sx = Modulus elastisitas penampang fy = Tegangan leleh yang digunakan dalam desain
= Koefisien reduksi
FITRI.P, WHISNU.L, Perencanaan Dimensi Penampang...
II 18
D3 JURUSAN TEKNIK SIPIL
2. Kontrol Kekuatan Kontrol kekuatan profil perlu dihitung dengan memperhatikan syarat sebagai
berikut: a. Bila Penampang Kompak Syarat p
Maka Mn = Mp = fy . Zx
(2.34)
b. Bila Penampang Tidak Kompak
Syarat p < r
Maka Mn = My =Mp - (Mp - Mr )
(2.35)
Bila Penampang Langsing Syarat r 2 Maka Mn = Mr
(2.36)
Besarnya nilai , p , r ditetapkan sebagai berikut: = = p r
= =
(untuk =
(untuk profil IWF dan kanal)
(untuk plat badan) !"
#$ %!" #$&'
dimana : Mn = Kuat lentur nominal balok My = Mp = Momen lentur yang menyebabkan seluruh penampang mengalami tegangan leleh Mr = Momen batas tekuk (
Kelangsingan atau kekakuan
p
= Batas maksimum untuk penampang kompak
)
= Batas maksimum untuk penampang tak kompak
tw = Tebal pelat badan
FITRI.P, WHISNU.L, Perencanaan Dimensi Penampang...
II 19
D3 JURUSAN TEKNIK SIPIL
3. Kontrol Stabilitas Kontrol stabilitas perlu dilakukan dengan memperhatikan syarat sebagai
berikut: a. Bila Penampang termasuk Bentang Pendek (zona I) Syarat L p
Maka Mn = Mp = fy . Zx
(2.37)
b. Bila Penampang termasuk Bentang Menengah (zona II)
Syarat Lp L Lr
Maka Mn Cb Mp Mp Mr
Lr L Lr Lp
(2.38)
Bila Penampang termasuk Bentang Panjang (zona III) Syarat Lb > Lr
2
.E Iy .Iw Maka M n M cr C b E . I y . G . J Lb Lb
Cb
2,5 . M max
12,5. M max 2,3
3. M A 4 . M B 3. M C
(2.39)
Mmax adalah momen terbesar dalam segmen tanpa sokongan suatu balok, sedangkan MA, MB dan MC masing-masing adalah momen pada jarak ¼, ½, dan ¾ segmen. Dimana : Cb
= Koefisien pengali momen tekuk torsi lateral
G
= Modulus geser elastis baja
= 80.000 Mpa
E
= Modulus Elastis
= 200.000 Mpa
J
= Konstanta puntir torsi (mm4 )
Iw
= Konstanta puntir lengkung (mm4 )
Iy
= Momen inersia sebuah elemen pada komponen struktur tersusun terhadap sumbu Y-Y
Lp
= Panjang bentang maksimum
Lb
= Panjang bentang antara dua pengekang lateral
Lr
= Panjang bentang minimum
FITRI.P, WHISNU.L, Perencanaan Dimensi Penampang...
II 20
D3 JURUSAN TEKNIK SIPIL
Dalam Gambar 2.9 diperlihatkan kurva yang menghubungkan besar momen tekuk atau momen tahanan nominal balok
terhadap panjang jarak sokongan
lateral.
Mp
My
Mcr
Plastis
Inelastis
Elastis
Zona I
Zona II
Zona III
L < Lp
Lp < L < Lr
L > Lr
Gambar 2.9 Grafik hubungan antara jarak sokong dengan besar momen nominal
Dari Gambar 2.9. momen nominal sebagai fungsi dari panjang tanpa sokongan pada flens tekan terlihat bahwa balok mempunyai tiga daerah tekuk tergantung pada kondisi sokongan lateral yang diberikan. Jika pada balok diberikan sokongan lateral menerus atau pada jarak yang pendek, maka balok akan menekuk secara plastis dan termasuk dalam tekuk Zona 1. Dengan bertambahnya jarak sokongan lateral, balok akan runtuh secara inelastis pada momen yang lebih kecil dan termasuk dalam tekuk Zona 2, demikian seterusnya bila jarak sokong lateral ditambah terus, balok kan runtuh secara elastis dan termasuk dalam tekuk Zona 3. Besar batasan jarak sokong lateral Lp dan Lr ditentukan pada Tabel 8 SNI T032005 dengan rumus : a. Untuk Profil I.WF dan kanal : Lp = 1,76 ry
FITRI.P, WHISNU.L, Perencanaan Dimensi Penampang...
(2.40)
(2.41)
II 21
D3 JURUSAN TEKNIK SIPIL
Dimana : fL f y f r fr 0,7fy
X1
Zx Iy
ry
A
Iw = J
E.G.J.A 2
=
Zx X 2 4 G.J
2 I w Iy
adalah jari - jari girasi terhadap sumbu lemah
x (hw)3 x tw = Konstanta puntir lengkung {(h x tf3 ) + (2 x b x tw3 )} = Konstanta puntir torsi
b. Untuk profil kotak pejal atau berongga : Lp = 0,31.E.ry Lr = 2.E.ry
(2.42) (2.43)
dimana: Lp = Panjang bentang maksimum Lr = Panjang bentang minimum ry = Jari-jari girasi terhadap sumbu lemah J
= Konstanta puntir torsi
E = Modulus elastisitas baja A = Luas penampang Mr = Momen panjang tekuk Mp = Momen lentur yang menyebabkan seluruh penampang mengalami tegangan leleh
FITRI.P, WHISNU.L, Perencanaan Dimensi Penampang...
II 22
D3 JURUSAN TEKNIK SIPIL
2.11 Perencanaan Struktur Sambungan dengan Baut Dalam struktur jembatan baja, untuk menyambung satu bagian konstruksi
dengan bagian konstruksi yang lain, diperlukan konstruksi sambungan dan alat sambung yang sesuai dengan strukturnya dan dapat menerima beban yang bekerja
serta mentransfer beban tersebut dari bagian konstruksi yang lain. Berdasarkan perilaku struktur yang direncanakan, sambungan pada struktur baja dibedakan menjadi :
a. Sambungan kaku adalah sambungan yang memilki kekakuan yang cukup untuk mempertahankan sudut-sudut antara elemen yang disambung terhadap beban
kerja. b. Sambungan semi kaku adalah sambungan yang tidak memilki kekakuan cukup untuk mempertahankan sudut-sudut antara elemen yang disambung terhadap beban kerja. Tetapi memilki kapasitas yang cukup untuk memberikan kekangan yang dapat diukur terhadap besarnya perubahan sudut-sudut antara elemen struktur. c. Sambungan sederhana adalah sambungan yang tidak memilki kekakuan untuk mempertahankan perubahan sudut-sudut elemen struktur. Sambungan yang demikian ini tidak bisa menerima momen. Pada dasarnya suatu struktur sambungan terdiri dari : a. Komponen struktur yang disambung, berupa balok, kolom, ataupun batang tekan dan batang tarik. b. Alat Penyambung dapat berupa Pengencang (fastener), Baut Biasa (ordinary Bolts), Baut Mutu Tinggi (high streength bolts), sambungan dengan las (weld) serta yang sudah jarang digunakan Paku keling (rivet). c. Elemen Penyambung berupa pelat buhul atau pelat/profil penyambung.
FITRI.P, WHISNU.L, Perencanaan Dimensi Penampang...
II 23
D3 JURUSAN TEKNIK SIPIL
2.11.1 Analisa Kekuatan Baut Ada dua jenis baut yang sering digunakan yaitu baut biasa dan baut hitam
(baut mutu tinggi). Untuk kekuatan sambungan baut harus ditinjau terhadap tiga kemungkinan kerusakan yaitu:
1. Pada baut putus, kekuatan sambungan dihitung terhadap kekuatan geser penampang baut. ( Pada kekuatan ini sambungan dibagi dua tipe geser, yaitu ; Geser Tungal dengan luas bidang geser (m) sama dengan satu luas penampang
baut dan Geser Ganda dengan luas bidang geser (m) kali luas penampang baut). 2. Pada pelat rusak, kekuatan baut dihitung terhadap kekuatan tumpu bagian
tertipis dari pelat yang disambung 3. Pada pelat putus, sudah diperhitungkan pada perencanaan dimensi batang, sehingga pada kekuatan sambungan tidak perlu ditinjau. Sambungan baut dinyatakan aman bila terpenuhi syarat besar beban terfaktor Ru harus lebih kecil dari besar kekuatan nominal baut Rn tereduksi, yang dinyatakan dengan Rumus : R u R n .
(2.44)
Kekuatan Nominal Baut dihitung harga terkecil dari : 1. Kekuatan geser nominal baut ,Rnf, dari baut dihitung sebagai berikut: Rnf = Abaut x 0,62 fub
(2.45)
Untuk sambungan geser tunggal Rnf = db2 x 0,62 fub
(2.46)
Untuk sambungan geser tunggal Rnf = 2 x db2 x 0,62 fub
(2.47)
2. Kekuatan tarik nominal baut, Rnt, dihitung sebagai berikut: Rnt = At fuf
(2.48)
3. Kekuatan tumpuan nominal pelat lapis, Rnb, dihitung sebagai berikut: Rnb = 3,2 df tp fup
FITRI.P, WHISNU.L, Perencanaan Dimensi Penampang...
(2.49)
II 24
D3 JURUSAN TEKNIK SIPIL
2.11.2 Analisa Kebutuhan Baut dan Kekuatan Sambungan Analisa kebutuhan baut dan kekuatan sambungan adalah menentukan
jumlah baut yang diperlukan dan susunan letak baut pada sambungan agar didapatkan jumlah baut yang efisien dan susunan letak baut yang efektif
berdasarkan besar dan sifat beben yang bekerja 2.11.2.1 Sambungan Baut yang Menahan Beban Sentris Sambungan baut dimana garis kerja beban bekerja melalui titik berat
susunan baut, sehingga susunan baut dapat diperhitungkan adanya beban yang diterima secara merata pada setiap baut.
Jumlah kebutuhan baut yang diperlukan dapat dihitung langsung dengan asumsi seluruh jumlah baut yang ada menerima beban yang bekerja sama rata, dengan rumus :
n Dimana : N u
Nu Nn.
(2.50)
= Beban kerja terfaktor
N n = Kekuatan nominal minimal baut
= Faktor reduksi kekuatan
n
= Jumlah baut yang dibutuhkan
2.11.2.2 Sambungan Baut yang Menahan Beban Eksentris Apabila garis bekerja pada suatu garis kerja yang tidak melewati titik berat suatu pola baut disebut gaya eksentris. Jenis sambungan ini dibedakan menjadi dua yaitu: 1. Sambungan Eksentris Menahan Geser dan Lentur Jenis sambungan ini sering disebut dengan sambungan konsol, P bekerja sejauh (e) dari bidang sambungan, sehingga pada susunan penampang baut timbul beban. Mu = P. e.
FITRI.P, WHISNU.L, Perencanaan Dimensi Penampang...
(2.51)
II 25
D3 JURUSAN TEKNIK SIPIL
Akibat beban kerja (P) dan momen (M), penampang baut tergeser dan bekerja gaya tarik (T).
Besar tegangan geser dan gaya tarik
(T) dihitung sebagai
berikut :
a. Akibat Gaya P (Ditinjau Kekuatan Geser)
Pada seluruh penampang baut yang ada terjadi tegangan geser sebesar :
fuv
Pu n.A Baut
(2.52)
dimana : fuv
= Tegangang geser terjadi
Pu
= Besar beban terfaktor
n
= Jumlah baut
Abaut = Luas penampang baut Besar tegangan tersebut adalah besar tegangan yang terjadi di setiap satu baut. Tegangan ijin geser baut adalah : fdv 0,5. r .f ub .m
(2.53)
dimana : fdv = Tegangan ijin geser baut Ør = Faktor reduksi fub = Tegangan ultimate baut m = Jumlah bidang geser b. Akibat Beban M (Ditinjau Kekuatan Tarik) Pada penampang baut terjadi momen lentur
dengan titik netral yang
terletak sejauh (a) dari ujung pelat tertekan, sehingga terjadi diagram tegangan seperti pada Gambar 2.10 dan Gambar 2.11 (pada kondisi elastis atau pada kondisi plastis), pada baut menerima tegangan tarik (Ti) sebesar: 1. Pada Kondisi Elastis Baut menerima tegangan tarik tidak merata, yang paling kritis adalah baut yang paling atas. Besar jarak (a) diasumsikan (misal 0 < a letak baut yang paling bawah = y).
FITRI.P, WHISNU.L, Perencanaan Dimensi Penampang...
II 26
D3 JURUSAN TEKNIK SIPIL
T3
y3 y1
a
y2
Y
b
Gambar 2.10 Diagram tegangan tarik kondisi plastis
Dengan melakukan statis momen terhadap serat atas , diperoleh :
a 2 .b 2 1 2 a yi .2. . . d b 2 4 i 1 (a
a
y1) (a y 2) (a y3) 2 .2. .d b b
(2.54)
Bila : a y {maka asumsi letak garis netral (a) OKE}, bila a y maka asumsi letak (a) dipindah ke antara
baut paling bawah
dengan baut
diatasnya. Demikian seterusnya sampai didapat letak (a) yang benar. Setelah didapat posisi (a) yang benar maka
untuk menghitung besar gaya
tarik T3 :
T3
Mu.Y3 .Ab Ib
(2.55)
a 3 .b 4 2 Ib ni.Ab.y i 3 i 2 (2.56) Kuat Ijin Tarik satu baut dihitung : 1 Rn 0,5.f ub .0,75. b 2 4
(2.57)
Sambungan dikatakan kuat / aman terhadap beban kerja bila dipenuhi syarat: fuv fdv
dan
T3 Rn
FITRI.P, WHISNU.L, Perencanaan Dimensi Penampang...
II 27
D3 JURUSAN TEKNIK SIPIL
2. Pada Kondisi Plastis
Pada kondisi ini
kekuatan baut dihitung sampai pada kekuatan batas
yaitu seluruh bauat yang ada menerima tegangan tarik yang sama rata ditetapkan sebesar Rn seperti pada gambar 2.11. Seperti pada kondisi elastis, untuk menentukan besar jarak (a) yang sebenarnya diasumsikan (
misal 0 < a letak baut yang paling bawah = y)
Rn y3
y1 Y
y2
a
b Gambar 2.11 Diagram tegangan tarik kondisi plastis
Gaya nominal tarik baut dihitung : Rn ni . ft . 0,75. Ab Dengan melakukan statis momen terhadap serat atas , diperoleh :
. fy . a . b ni . ft . 0,75 .
1 . . d 2b . ni 4
2
a
ni.ft.0,75.1/4. b .ni
(2.58)
fy . b
Bila : a y maka asumsi letak garis netral (a) OKE, bila a y maka asumsi letak (a) dipindah ke antara
baut paling bawah
dengan baut
diatasnya. Demikian seterusnya sampai didapat letak (a) yang benar. Setelah didapat posisi (a) yang benar maka untuk menghitung
besarnya
Momen nominal sambungan (Mn) : a Mn r . ft . 0,75 . Ab. y1 y2 y3 fy . a . b y 2
(2.59)
Sambungan dikatakan kuat / aman terhadap beban kerja bila dipenuhi syarat : fuv fdv
dan
Mu Mn
FITRI.P, WHISNU.L, Perencanaan Dimensi Penampang...
II 28
D3 JURUSAN TEKNIK SIPIL
2. Sambungan Eksentrsis Menahan Geser Murni Untuk
dapat
memikul
beban-beban
pikul baut
maka
gaya
eksentris
dipindahkan ke titik berat pola baut sehingga menjadi momen kopel. Oleh karena gaya (P) terpusat dan momen kopel (M) yang bekerja pada kelompok
baut maka gaya pikul baut ditinjau akibat: a. Pengaruh akibat P Akibat beban P sambungan akan longsor ke bawah,seluruh baut menerima
gaya geser merata sebesar. Kp
Pu n
(2.60)
b. Pengaruh akibat M
Gambar 2.12 Sambungan yang menahan beban eksentris geser murni
Pada Gambar 2.12 , akibat beban M yang bekerja di titik Z maka pada titik-titik penampang baut terjadi kaya kopel (Ki), seperti pada contoh gambar di atas, dapat diuraikan sebagai berikut: M = K1 . r1 + K2 . r2 n . rn Dimana besar r1 , r2 , r3 , r4 adalah sama
FITRI.P, WHISNU.L, Perencanaan Dimensi Penampang...
II 29
D3 JURUSAN TEKNIK SIPIL
Maka:
K1 r1
K3 r3
K2 r2
Kn rn
Didapat :
K1 = r1 (Kn /rn ), K 2 = r2 (K n /rn ), K 3 = r3 (Kn /rn ), K 4 = r4 (Kn /rn Jadi : M = (K n /rn ) (r1 2 + r2 2 + r3 2 + r4 2 ) = (K n /rn ) ri2
Maka :
Kn
M .rn
jadi : Kn
n
2
ri i 1
Bila :
2
M .rn (r12 r22 r62 )
2
x 1 y1 ,
ri =
didapat
M .rn
(2.60)
r12
ri2 = x1 2 + y1 2
Selanjutnya K n dapat diuraikan menjadi K mx dan K my
K mx
K my
M . yi 2
(x i
(2.61)
2
yi )
M.xi 2
(x i y i
2
)
(2.62)
Untuk mempermudah perhitungan mencari K iX dan K iy dapat dilakukan dengan menggunakan tabel sebagai berikut: Tabel 2.1 Perhitungan gaya yang bekerja pada baut akibat Beban Momen dan Gaya (P)
No. Baut
Xi
Yi
Gaya yang bekerja pada baut Akibat Beban Momen Xi2 Yi2 Kx
Ky
Akibat P Kp
1 2 3 n Jumlah FITRI.P, WHISNU.L, Perencanaan Dimensi Penampang...
II 30
D3 JURUSAN TEKNIK SIPIL
Dengan demikian maka besarnya gaya yang bekerja (K R) adalah merupakan Resultant dari gaya-gaya K mx , Kmy dan K p , dapat dihitung sebesar :
KR
2
2
K mx K my K p
(2.63)
Sambungan dinyatakan kuat menerima beban kerja bila K R < Rn
FITRI.P, WHISNU.L, Perencanaan Dimensi Penampang...
II 31
D3 JURUSAN TEKNIK SIPIL
2.12 Microsoft Excel 2010 Microsoft Excel atau biasa disebut excel saja adalah sebuah program buatan
Microsoft yang sangat terkenal di lingkungan windows atau dikenal sebagai general
purpose
electronic
spreadsheet
yang
dapat
digunakan
untuk
mengorganisir, menghitung, menyediakan, maupun menganalisa data-data dan mempresentasikannya ke dalam bentuk grafik/diagram. Adapun bentuk lembar kerja dari Microsoft Excel terlihat pada Gambar 2.13.
Gambar 2.13 Lembar kerja excel
Elemen-elemen Excel yang perlu diketahui adalah : title bar, yang terletak di atas, berisi judul program dan nama file yang dibuka. Pada Gambar 2.14 ditampilkan nama program Microsoft Excel dan nama file software yang terdiri atas : 1. File tab, berisikan menu-menu Excel seperti save, save as, print, new, close, open dan lain sebagainya. 2. Ribbon tab, semacam toolbar yang 3. Format Toolbar, berisikan ikon-ikon yang mengubah tampilan format data, seperti tampilan jenis huruf (Arial), ukuran/size huruf (10) cetak tebal (B), miring (I), garis bawah (U), lambang keuangan ($), prosentase (%), menambah atau mengurangi tampilan desimal dan lain-lain.
FITRI.P, WHISNU.L, Perencanaan Dimensi Penampang...
II 32
D3 JURUSAN TEKNIK SIPIL
4. Lajur
Rumus,
menginformasikan
terdiri
atas
dua
sel
yang
aktif,
bagian
yaitu
sementara
yang di
disebelah
sebelah
kiri
kanannya,
menampilkan isi pada sel yang aktif tersebut. 5. Area lembar kerja (worksheet) adalah bidang dimana kita menuliskan input dan
sekaligus melihat outputnya. Area ini terdiri atas beberapa kolom yang ditandai dengan huruf A, B, C dan seterusnya, lalu beberapa baris yang ditandai dengan angka 1, 2, 3 dan seterusnya, perpotongan antara kolom dan baris disebut juga
sel (cell pointer), baris penggulung vertical, dan baris penggulung horizontal.
Gambar 2.14 Elemen-elemen MS.Excel 2010
Dalam menggunakan rumus atau fungsi diharuskan menulis atau memberi tanda = (sama dengan) di awal rumus yang akan digunakan pada jalur rumus. Tanda tersebut mempunyai arti bahwa rangkaian teks yang kita tulis adalah berbentuk rumus bukan berbentuknaskah teks biasa. Beberapa fungsi yang digunakan dalam Tugas Akhir ini yaitu:
FITRI.P, WHISNU.L, Perencanaan Dimensi Penampang...
II 33
D3 JURUSAN TEKNIK SIPIL
1. Fungsi Matematika a. Sum : Untuk menjumlahkan isi dari range sel
contoh penggunaan fungsi sum
pada Gambar 2.15 yaitu menjumlahkan
range sel dari E34 sampai E37. Penulisan fungsinya yaitu =SUM(E34:E37).
Gambar 2.15 Contoh penggunaan fungsi sum
2. Fungsi Statistik a. Max : Untuk mencari nilai maksimum dari range sel. Bentuk fungsi :
atau =max(
). Seperti pada
Gambar 2.16 untuk mencari nilai K max pada perhitungan sambungan ekesentris penulisan fungsinya =MAX(K4:K23).
FITRI.P, WHISNU.L, Perencanaan Dimensi Penampang...
II 34
D3 JURUSAN TEKNIK SIPIL
Gambar 2.16 Contoh penggunaan fungsi max
b. Min : Untuk mencari nilai minimum dari range sel. Bentuk fungsi :
atau =min(). Pada Gambar
2.17 fungsi min digunakan untuk mencari nilai terkecil Rn terhadap geser tau Rn terhadap tumpu pada perhitungan sambungan sentris dengan penulisan fungsinya =MIN(G98:K98).
Gambar 2.17 Contoh penggunaan fungsi min
FITRI.P, WHISNU.L, Perencanaan Dimensi Penampang...
II 35
D3 JURUSAN TEKNIK SIPIL
3. Fungsi Logika a. If : Menentukan nilai dengan membandingkan yang didasarkanpada kondisi
tertentu. Bentuk fungsi : = if(logical_test, value_if_true, value_if_false)
Contoh penggunaan fungsi if dapat dilihat pada Gambar 2.18. Jika nilai di
sel E8 adalah A/I maka nilai di sel E60 dikalikan 100 % dan jika nilai di sel
E8 adalah B/II maka nilai di sel E60 dikalikan 70%.
Maka
fungsi
if
yang
harus
ditulis
adalah
=IF($E$8="A/I",E119*100%,IF($E$8="B/II",E119*70%).
Gambar 2.18 Contoh penggunaan fungsi if
FITRI.P, WHISNU.L, Perencanaan Dimensi Penampang...
II 36
D3 JURUSAN TEKNIK SIPIL
4. Fungsi Lookup a. Vlookup : menentukan suatu nilai tertentu berdasarkan kondisi dimana data
diambil dari tabel sumber secara vertical. Seperti pada Gambar 2.19 dengan
bentuk fungsi : =vlookup(lookup_value, table_array, col_index_num)
=VLOOKUP($E$6,'Data Base'!$D$6:$Q$82,COLUMN()-9,FALSE)
Gambar 2.19 Contoh penggunaan fungsi Vlookup
FITRI.P, WHISNU.L, Perencanaan Dimensi Penampang...
II 37