BAB II TINJAUAN PUSTAKA
1. Konsep Halusinasi 1.1 Pengertian Halusinasi Halusinasi adalah persepsi atau tanggapan dari pancaindera tanpa adanya rangsangan (stimulus) eksternal (Stuart & Laraia, 2001). Halusinasi merupakan gangguan persepsi dimana pasien mempersepsikan sesuatu yang sebenarnya tidak terjadi. Suatu pencerapan panca indera tanpa ada rangsangan dari luar. Suatu penghayatan yang dialami seperti suatu persepsi melalui pancaindera tanpa stimulus eksternal; persepsi palsu. Berbeda dengan ilusi dimana pasien mengalami persepsi yang salah terhadap stimulus, salah persepsi pada halusinasi terjadi tanpa adanya stimulus eksternal yang terjadi. Stimulus internal dipersepsikan sebagai sesuatu yang nyata oleh pasien. 1.2 Etiologi Menurut Stuart (2007), faktor penyebab terjadinya halusinasi adalah: 1.2.1 Faktor Predisposisi 1) Biologis Abnormalitas perkembangan sistem saraf yang berhubungan dengan respon neurobiologis yang maladaptif baru mulai dipahami. Ini ditunjukkan oleh penelitian-penelitian yang berikut
Universitas Sumatera Utara
a) Penelitian pencitraan otak sudah menunjukkan keterlibatan otak yang lebih luas dalam perkembangan skizofrenia. Lesi pada daerah frontal, temporal dan limbik berhubungan dengan perilaku psikotik. b) Beberapa zat kimia di otak seperti dopamin neurotransmitter yang berlebihan dan masalah-masalah pada sistem reseptor dopamin dikaitkan dengan terjadinya skizofrenia. c) Pembesaran ventrikel dan penurunan massa kortikal menunjukkan terjadinya atropi yang signifikan pada otak manusia. Pada anatomi otak klien dengan skizofrenia kronis, ditemukan pelebaran lateral ventrikel, atropi korteks bagian depan dan atropi otak kecil (cerebellum). Temuan kelainan anatomi otak tersebut didukung oleh otopsi (post-mortem). 2) Psikologis Keluarga, pengasuh dan lingkungan klien sangat mempengaruhi respon dan kondisi psikologis klien. Salah satu sikap atau keadaan yang dapat mempengaruhi gangguan orientasi realitas adalah penolakan atau tindakan kekerasan dalam rentang hidup klien. 3) Sosial Budaya Kondisi sosial budaya mempengaruhi gangguan orientasi realita seperti: kemiskinan, konflik sosial budaya (perang, kerusuhan, bencana alam) dan kehidupan yang terisolasi disertai stres.
1.2.2. Faktor Prespitasi
Universitas Sumatera Utara
Secara umum klien dengan gangguan halusinasi timbul gangguan setelah adanya hubungan yang bermusuhan, tekanan, isolasi, perasaan tidak berguna, putus asa dan tidak berdaya. Penilaian individu terhadap stresor dan masalah koping dapat mengindikasikan kemungkinan kekambuhan (Keliat, 2006). Menurut Stuart (2007), faktor presipitasi terjadinya gangguan halusinasi adalah: 1) Biologis Gangguan dalam komunikasi dan putaran balik otak, yang mengatur proses informasi serta abnormalitas pada mekanisme pintu masuk dalam otak yang mengakibatkan ketidakmampuan untuk secara selektif menanggapi stimulus yang diterima oleh otak untuk diinterpretasikan. 2) Stres Lingkungan Ambang toleransi terhadap stres yang berinteraksi terhadap stresor lingkungan untuk menentukan terjadinya gangguan perilaku. 3) Sumber Koping Sumber koping mempengaruhi respon individu dalam menanggapi stresor. 1.3. Rentang Respon Halusinasi Halusinasi merupakan salah satu respon maladaptif individu yang berada dalam rentang respon neurobiologist (Stuart & Laraia, 2001). Ini merupakan respon persepsi paling maladaptif. Jika individu yang sehat persepsinya akurat, mampu
mengidentifikasi
dan
menginterprestasikan
stimulus
berdasarkan
informasi yang diterima melalui panca indera (pendengaran, penglihatan, penghidu, pengecapan, dan perabaan), pasien dengan halusinasi mempersepsikan suatu stimulus panca indera walaupun sebenarnya stimulus tersebut tidak ada.
Universitas Sumatera Utara
Diantara kedua respon tersebut adalah respon individu yang karena sesuatu hal mengalami kelainan persepsi yaitu salah mempersepsikan stimulus yang diterimanya yang disebut sebagai ilusi. Pasien mengalami ilusi jika interpretasi yang dilakukannya terhadap stimulus panca indera tidak akurat sesuai stimulus yang diterima. Rentang respon halusinasi dapat dilihat pada gambar dibawah ini.
Adaptif
Maladaptif
Pikiran logis Kadang pikiran terganggu Gangguan proses pikir/ delusi. Persepsi akurat Ilusi Halusinasi Emosi konsisten Emosi berlebihan atau kurang Tidak mampu mengalami Dengan pengalaman Emosi Perilaku sesuai Perilaku yang tidak biasa Perilaku tidak terorganisir Hubungan Positif Menarik Diri Isolasi sosial (Stuart dan Sundeen, 1998 dalam Purba 2009). 1.4. Tahapan, Karakteristik, dan Perilaku yang ditampilkan TAHAP Tahap I Memberi rasa nyaman tingkat ansietas sedang secara umum halusinasi merupakan suatu kesenangan.
a)
b)
c)
Tahap II Menyalahkan, tingkat kecemasan berat secara umum halusinasi menyebabkan rasa antipati
a) b) c) d) e)
Tahap III Mengontrol tingkat
a)
KARAKTERISTIK Mengalami ansietas, kesepian, rasa bersalah dan ketakutan. Mencoba berfokus pada pikiran yang dapat menghilangkan ansietas. Pikiran dan pengalaman sensori masih ada dalam kontrol kesadaran (jika kecemasan dikontrol) Pengalaman sensori menakutkan Mulai merasa kehilangan kontrol Merasa dilecehkan oleh pengalaman sensori tersebut Menarik diri dari orang lain Non Psikotik
Pasien menyerah dan menerima pengalaman
PERILAKU PASIEN a) Tersenyum, tertawa sendiri b) Menggerakkan bibir tanpa suara c) Pergerakan mata yang cepat d) Respon verbal yang lambat e) Diam dan berkonsentrasi.
a)
Peningkatan SSO, tandatanda ansietas, peningkatan denyut jantung, pernafasan dan tekanan darah b) Rentang perhatian menyempit c) Konsentrasi dengan pengalaman sensori d) Kehilangan kemampuan membedakan halusinasi dan realita. a) Perintah halusinasi ditaati b) Sulit berhubungan dengan
Universitas Sumatera Utara
kecemasan berat sensorinya. pengalaman sensori tidak b) Isi halusinasi menjadi dapat ditolak lagi antraktif c) Kesepian bila sensori berakhir d) Psikotik Tahap IV a) Pengalaman sensori menjadi ancaman Menguasai tingkat b) Halusinasi dapat berlangsung kecemasan panik secara selama beberapa jam atau umum diatur dan hari (jika tidak diintervensi) dipengaruhi oleh waham c) Psikotik
orang lain Rentang perhatian hanya beberapa detik/ menit d) Gejala sisa ansietas berat, berkeringat, tremor, tidak mampu mengikuti perintah a) Perilaku panik b) Potensial tinggi untuk bunuh diri atau membunuh. c) Tindakan kekerasan, agitasi menarik diri atau ketakutan d) Tidak mampu berespon terhadap perintah yang kompleks e) Tidak mampu berespon terhadap lebih dari satu orang. c)
(Purba, Wahyuni, Nasution, Daulay, 2009). 1.5. Penatalaksanaan Medis pada Halusinasi Penatalaksanaan pasien skizofrenia adalah dengan pemberian obat-obatan dan tindakan lain, yaitu : 1)
Psikofarmakologis Obat-obatan yang lazim digunakan pada gejala halusinasi pendengaran yang merupakan gejala psikosis pada pasien skizofrenia adalah obatobatan anti-psikosis.
Universitas Sumatera Utara
Adapun kelompok obat-obatan umum yang digunakan adalah : KELAS KIMIA Fenotiazin
NAMA GENERIK (DAGANG) Asetofenazin (Tidal) Klopromazin (Thorazine) Flufenazine (Prolixine, Permiti) Mesoridazin (Serentil) Perfenazin (Trilafon) Proklorperazin (Compazine) Promazin (Sparine) Tiodazin (Mellaril) Trifluoperazin (Stelazine) Trifluopromazine (Vesprin) Tioksanten Kloprotiksen (Tarctan) Tiotiksen (Navane) Butirofenon Haloperidol (Haldol) Dibenzondiazepin Klozapin (Clorazil) Dibenzokasazepin Loksapin (Loxitane) Dihidroindolon Molindone (Moban)
DOSIS HARIAN 60-120 mg 30-800 mg 1-40 mg 30-400 mg 12-64 mg 15-150 mg 40-1200 mg 150-800 mg 2-40 mg 60-150 mg 75-600 mg 8-30 mg 1-100 mg 300-900 mg 20-150 mg 15-225 mg
2) Terapi kejang listrik atau Elektro Compulcive Therapy (ECT) 3) Terapi Aktivitas Kelompok (TAK) (Purba, Wahyuni, Nasution, Daulay, 2009).
2. Standar Asuhan Keperawatan Halusinasi Tindakan Keperawatan pada pasien halusinasi dengan cara melakukan asuhan keperawatan sesuai dengan standar asuhan keperawatan halusinasi. Penerapan standar asuhan keperawatan halusinasi yang dilakukan oleh Carolina (2008) dalam Wahyuni (2010) menunjukan bahwa dapat meningkatkan kemampuan pasien dalam mengontrol halusinasi dan juga menurunkan tanda dan gejala halusinasi. Standar asuhan keperawatan meliputi proses:
Universitas Sumatera Utara
2.1 Pengkajian a. Mengkaji Jenis Halusinasi Ada beberapa jenis halusinasi pada pasien gangguan jiwa. Kira-kira 70% halusinasi yang dialami oleh pasien gangguan jiwa adalah halusinasi dengar atau suara, 20% halusinasi penglihatan, dan 10% halusinasi penghidu, pengecap, perabaan, senestik dan kinestik. Mengkaji halusinasi dapat dilakukan dengan mengevaluasi perilaku pasien dan menanyakan secara verbal apa yang sedang dialami oleh pasien. b. Mengkaji Isi Halusinasi Ini dapat dikaji dengan menanyakan suara siapa yang didengar, berkata apabila halusinasi yang dialami adalah halusinasi dengar. Atau apa bentuk bayangan yang dilihat oleh pasien, bila jenis halusinasinya adalah halusinasi penglihatan, bau apa yang tercium untuk halusinasi penghidu, rasa apa yang dikecap untuk halusinasi pengecapan, atau merasakan apa dipermukaan tubuh bila halusinasi perabaan. c. Mengkaji Waktu, Frekuensi, dan Situasi Munculnya Halusinasi Perawat juga perlu mengkaji waktu, frekuensi, dan situasi munculnya halusinasi yang dialami oleh pasien. Hal ini dilakukan untuk menentukan intervensi khusus pada waktu terjadinya halusinasi, menghindari situasi yang menyebabkan munculnya halusinasi. Sehingga pasien tidak larut dengan halusinasinya. Dengan mengetahui frekuensi terjadinya halusinasi dapat direncanakan frekuensi tindakan untuk pencegahan terjadinya halusinasi. Informasi ini penting untuk mengidentifikasi pencetus
Universitas Sumatera Utara
halusinasi dan menentukan jika pasien perlu diperhatikan saat mengalami halusinasi. Ini dapat dikaji dengan menanyakan kepada pasien kapan pengalaman halusinasi muncul, berapa kali sehari, seminggu. Bila mungkin pasien diminta menjelaskan kapan persisnya waktu terjadi halusinasi tersebut. d. Mengkaji Respon Terhadap Halusinasi Untuk menentukan sejauh mana halusinasi telah mempengaruhi pasien dapat dikaji dengan menanyakan apa yang dilakukan oleh pasien saat mengalami
pengalaman
halusinasi.
Apakah
pasien
masih
dapat
mengontrol stimulus halusinasi atau sudah tidak berdaya lagi terhadap halusinasi. 2.2 Tindakan Keperawatan pada Pasien Halusinasi 2.2.1 Tujuan tindakan untuk pasien meliputi : a. Pasien mengenali halusinasi yang dialaminya. b. Pasien dapat mengontrol halusinasinya c. Pasien mengikuti program pengobatan secara optimal. 2.2.2 Tindakan Keperawatan a. Membantu Pasien Mengenali Halusinasi Untuk membantu pasien mengenali halusinasi, perawat dapat melakukannya cara berdiskusi dengan pasien tentang ini halusinasi (apa yang didengar atau dilihat), waktu terjadinya halusinasi, frekuensi terjadinya halusinasi, situasi yang menyebabkan halusinasi muncul dan perasaan pasien saat halusinasi muncul.
Universitas Sumatera Utara
b. Melatih Pasien Mengontrol Halusinasi. Untuk membantu pasien agar mampu mengontrol halusinasi perawat dapat melatih pasien empat cara yang sudah terbukti dapat mengendalikan halusinasi. Keempat cara tersebut meliputi : 1) Melatih Pasien Menghardik Halusinasi Menghardik halusinasi adalah upaya mengendalikan diri terhadap halusinasi dengan cara menolak halusinasi yang muncul. Pasien dilatih untuk mengatakan tidak terhadap halusinasi yang muncul atau tidak memerdulikan halusinasinya. Kalau ini bisa dilakukan, pasien akan mampu mengendalikan diri dan tidak mengikuti halusinasi yang muncul. Mungkin halusinasi tetap ada namun dengan kemampuan ini pasien tidak akan larut untuk menuruti apa yang ada dalam halusinasinya. Tahapan tindakan meliputi : a) Menjelaskan cara menghardik halusinasi b) Memperagakan cara menghardik c) Meminta pasien memperagakan ulang d) Memantau penerapan cara ini, menguatkan perilaku pasien. 2) Melatih Bercakap-cakap dengan Orang Lain Untuk mengontrol halusinasi dapat juga dengan bercakap-cakap dengan orang lain. Ketika pasien bercakap-cakap dengan orang lain maka terjadi distraksi, fokus perhatian pasien akan beralih dari halusinasi ke percakapan yang dilakukan dengan orang lain tersebut.
Universitas Sumatera Utara
Sehingga salah satu cara yang efektif untuk mengontrol halusinasi adalah dengan bercakap-cakap dengan orang lain. 3) Melatih Pasien Beraktivitas Secara Terjadwal Untuk mengurangi resiko halusinasi muncul lagi adalah dengan menyibukkan diri dengan aktivitas yang teratur. Dengan beraktivitas secara terjadwal, pasien tidak akan mengalami banyak waktu luang sendiri yang seringkali mencetuskan halusinasi. Untuk itu pasien yang mengalami halusinasi bisa membantu untuk mengatasi halusinasinya dengan cara beraktivitas secara teratur dari bangun pagi sampai tidur malam, tujuh hari dalam seminggu. Tahapan intervensi sebagai berikut : a) Menjelaskan pentingnya aktivitas yang teratur untuk mengatasi halusinasi b) Mendiskusikan aktivitas yang bisa dilakukan oleh pasien. c) Melatih pasien melakukan aktivitas d) Menyusun jadwal aktivitas sehari-hari sesuai dengan aktivitas yang telah dilatih. Upayakan pasien mempunyai aktivitas dari bangun pagi sampai tidur malam, tujuh hari dalam seminggu. e) Memantau
pelaksanaan
jadwal
kegiatan,
memberi
penguatan terhadap perilaku pasien yang positif.
Universitas Sumatera Utara
4) Melatih Pasien Menggunakan Obat Secara Teratur Untuk mampu mengontrol halusinasi pasien juga harus dilatih untuk menggunakan obat secara teratur sesuai dengan program. Pasien gangguan jiwa yang dirawat di rumah sakit seringkali mengalami putus obat sehingga akibatnya pasien mengalami kekambuhan. Bila kekambuhan terjadi maka untuk mencapai kondisi seperti semula akan lebih sulit. Untuk itu pasien perlu dilatih menggunakan obat sesuai program dan berkelanjutan. Berikut ini tindakan keperawatan agar pasien patuh menggunakan obat: a) Jelaskan pentingnya penggunaan obat pada gangguan jiwa b) Jelaskan akibat bila obat tidak digunakan sesuai program c) Jelaskan akibat bila putus obat d) Jelaskan cara mendapatkanm obat/ berobat e) Jelaskan cara menggunakan obat dengan prinsip 5B (benar obat, benar pasien, benar cara, benar waktu, dan benar dosis). 2.3 Evaluasi Evaluasi keberhasilan tindakan keperawatan yang sudah Perawat lakukan untuk pasien halusinasi adalah sebagai berikut : 2.3.1 Pasien Mempercayai Perawatnya sebagai terapis, ditandai dengan: a. Pasien mau menerima perawat sebagai perawatnya
Universitas Sumatera Utara
b. Pasien mau menceritakan masalah yang dia hadapai kepada perawatnya, bahkan hal-hal yang selama ini dianggap rahasia untuk orang lain. c. Pasien mau bekerja sama dengan perawat, setiap program yang perawat tawarkan ditaati oleh pasien. 2.3.2 Pasien menyadari bahwa yang dialaminya tidak ada obyeknya dan merupakan masalah yang harus diatasi, ditandai dengan: a
Pasien mengungkapkan isi halusinasinya yang dialaminya.
b
Pasien menjelaskan waktu, dan frekuensi halusinasi yang dialaminya.
c
Pasien menjelaskan situasi yang mencetuskan halusinasi.
d
Pasien menjelaskan perasaannya ketika mengalami halusinasi
e
Pasien menjelaskan bahwa ia akan berusaha mengatasi halusinasi yang dialaminya
2.3.3 Pasien dapat Mengontrol Halusinasi, ditandai dengan: a. Pasien mampu memperagakan empat cara mengontrol halusinasi b. Pasien menerapkan empat cara mengontrol halusinasi: 1) Menghardik halusinasi. 2) Berbicara dengan orang lain disekitarnya bila timbul halusinasi. 3) Menyusun jadwal kegiatan dari bangun tidur di pagi hari sampai mau tidur pada malam hari selama tujuh hari dalam seminggu dan melaksanakan jadwal tersebut secara mandiri. 4) Mematuhi program pengobatan. 2.3.4 Keluarga mampu merawat pasien dirumah, ditandai dengan:
Universitas Sumatera Utara
a. Keluarga mampu menjelaskan masalah halusinasi yang dialami oleh pasien. b. Keluarga mampu menjelaskan cara merawat pasien dirumah. c. Keluarga mampu memperagakan cara bersikap terhadap pasien. d. Keluarga mampu menjelaskan fasilitas kesehatan yang dapat digunakan untuk mengatasi masalah pasien. e. Keluarga melaporkan keberhasilan merawat pasien (Purba, Wahyuni, Nasution, Daulay, 2009).
Universitas Sumatera Utara