BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. PAJAK 1. Pengertian Pajak Menurut Undang-Undang No. 27 Tahun 2007, pajak adalah kontribusi wajib kepada Negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan
Negara
bagi
sebesar-besarnya
kemakmuran
rakyat.
(Sumarsan,2013) Sedangkan menurut Prof. Dr. P. J. A. Andriani, pajak adalah iuran masyarakat kepada Negara (yang dapat dipaksakan) yang terutang oleh yang wajib membayarnya menurut peraturan-peraturan umum (Undang-Undang) dengan tidak mendapat prestasi kembali yang langsung dapat ditunjuk dan yang gunanya untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran umum berhubung tugas Negara untuk menyelenggarakan pemerintahan. (Mardiasmo,2016) Berdasarkan definisi pajak di atas, maka dapat disimpulkan bahwa ciri-ciri pajak yaitu dipungut berdasarkan Undang-Undang, dapat dipaksakan, tidak mendapat prestasi/imbalan langsung, merupakan peralihan kekayaan orang/badan ke kas Negara, digunakan untuk membiayai keperluan Negara untuk kemakmuran rakyat.
6
7
2. Fungsi Pajak Pajak mempunyai peranan yang sangat penting dalam kehidupan bernegara khususnya di dalam pelaksanaan pembangunan karena pajak merupakan sumber pendapatan Negara untuk membiayai semua pengeluaran termasuk pengeluaran pembangunan. Berdasarkan hal diatas maka pajak mempunyai beberapa fungsi yaitu : (Sumarsan, 2013:5) a. Fungsi Penerima (Budgetair) Pajak berfungsi untuk menghimpun dana dari masyarakat bagi kas Negara,
yang
diperuntukkan
bagi
pembiayaan
pengeluaran-
pengeluaran pemerintah. Untuk meningkatkan pembangunan Negara, diperlukan biaya yang besar. Biaya ini dapat diperoleh dari penerimaan pajak. Penerimaan pajak ini digunakan untuk pembiayaan rutin seperti belanja pegawai, belanja barang, pemeliharaan dan lain sebagainya. Untuk membiayai pembangunan menggunakan tabungan pemerintah, yaitu penerimaan pajak dalam Negeri dikurangi pengeluaran rutin. Tabungan Negara ini diharapkan dapat terus meningkat sesuai kebutuhan pembiayaan pembangunan yang juga terus meningkat dari tahun ke tahun. b. Fungsi Mengatur (Regulered) Pajak berfungsi sebagai alat untuk mengatur struktur pendapatan di tengah masyarakat dan struktur kekayaan antara para pelaku ekonomi.
8
Fungsi ini mengatur sistem perpajakan agar tidak terjadi pertentangan dengan kebijaksanaan Negara dalam bidang ekonomi dan sosial, selain itu juga menjadi alat untuk mencapai tujuan tertentu diluar bidang keuangan, terutama terhadap sektor swasta. 3. Hukum Pajak Menurut
Sumarsan
(2013:10-11),
Hukum
pajak
mengatur
hubungan antara pemerintah selaku pemungut pajak dengan Wajib pajak. Hukum Pajak dibedakan menjadi: a. Hukum pajak meteriil, memuat norma-norma yang menerangkan keadaan, perbuatan, peristiwa hukum yang dikenakan pajak (objek pajak), siapa yang dikenakan pajak (subjek), berapa besar pajak yang dikenakan, segala sesuatu tentang timbul dan hapusnya utang pajak, dan hubungan hukum antara pemerintah dan Wajib pajak. b. Hukum pajak formal, memuat bentuk atau tata cara yang mewujudkan hukum materiil menjadi kenyataan. Di Indonesia hukum pajak formal ini telah diwujudkan dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2007 tentang perubahan ketiga atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan. 4. Azas Pengenaan Pajak Berikut ini beberapa azas yang sering digunakan oleh
negara
sebagai landasan untuk pengenaan pajak yaitu (Sumarsan,2013:11-12):
9
a. Azas Domisili atau Azas Kependudukan Berdasarkan azas ini negara akan mengenakan pajak penghasilan yang diterima atau diperoleh oleh orang pribadi atau badan yang merupakan penduduk dan berdomisili di negara itu. Dalam azas ini tidak mempermasalahkan darimana penghasilan yang dikenakan pajak tersebut berasal, oleh karena itu bagi negara yang menganut azas ini dalam sistem pengenaan pajaknya akan menggabungkan azas domisili dengan konsep pengenaan pajak atas penghasilan tersebut baik yang diperoleh dari negara itu sendiri maupun diperoleh di luar negeri. b. Azas Sumber Azas ini mengenakan pajak atas suatu penghasilan yang diterima atau diperoleh orang pribadi atau badan yang penghasilan tersebut berasal dari sumber-sumber yang berada di negara itu. Azas ini tidak mempersoalkan mengenai siapa dan status dari orang atau badan yang memperoleh penghasilan tersebut melainkan objek pajak yang timbul atau berasal dari negara itu. c. Azas Kebangsaan atau Azas Nasionalitas atau disebut juga Azas Kewarganegaraan Landasan azas ini adalah status kewarganegaraan dari orang atau badan yang memperoleh penghasilan. Sistem pengenaan azas ini dilakukan dengan cara menggabungkan azas nasionalitas dengan konsep penggenaan pajak seperti azas domisili.
10
5. Pembagiaan Pajak a. Pembagiaan pajak menurut golongan, sebagai berikut (Sudirman dan Amiruddin,2013:11-12) : 1) Pajak langsung, adalah pajak yang dipungut pemerintah kepada wajib pajak dan tidak dilimpahkan orang lain. 2) Pajak tidak langsung, adalah pajak yang dipungut oleh pemerintah kepada wajib pajak secara tidak langsung dan dapat dilimpahkan kepada orang lain. b. Pembagian
pajak
menurut
sifatnya,
sebagai
berikut
(Sumarsan,2013:12) : 1) Pajak subjektif, adalah pajak yang berdasakan subjeknya yang selanjutnya dicari syarat objektifnya, dalam arti memperhatikan keadaan diri Wajib Pajak. 2) Pajak objektif, adalah pajak yang berdasarkan pada objeknya tanpa memperhatikan keadaan diri Wajib Pajak. c. Pembagian
pajak
menurut
pemungutan,
sebagai
berikut
(Sumarsan,2013:13) : 1) Pajak pusat, adalah pajak yang dipungut pemerintah pusat dan digunakan untuk membiayai rumah tangga negara. 2) Pajak daerah, adalah pajak yang dipungut pemerintah daerah dan digunakan untuk membiayai rumah tangga daerah.
11
6. Tata Cara Pemungutan Pajak Menurut
Mardiasmo
(2016:8-9),
pemungutan
pajak
dapat
dilakukan berdasarkan 3 stelsel : a. Stelsel Nyata Pemungutan pajak didasarkan pada objek (penghasian yang nyata), sehingga pemungutannya baru dapat dilakukan pada akhir tahun pajak,
yakni
setelah
penghasilan
sesungguhnya
diketahui.
Kelebihan stelsel ini adalah pajak yang dikenakan lebih realitis. Sedangkan kelemahannya adalah pajak baru dapat dikenakan pada akhir periode. b. Stelsel Anggapan Pemungutan pajak didasarkan pada suatu anggapan yang diatur oleh Undang-Undang. Misalnya, penghasilan suatu tahun dianggap sama dengan tahun sebelumnya, hingga pada awal tahun pajak sudah dapat ditetapkan besarnya pajak yang terutang untuk tahun pajak berjalan. Kebaikan stelsel ini adalah pajak dapat dibayar selama tahun berjalanm tanpa harus menunggu pada akhir tahun. Sedangkan kelemahannya adalah pajak yang dibayar tidak berdasarkan pada keadaan yang sesungguhnya. c. Stelsel Campuran Stelsel ini merupakan kombinasi antara stelsel nyata dan stelsel anggapan. Pada awal tahun, besarnya pajak dihitung berdsarkan suatu anggapan, kemudian pada akhir tahun besarnya pajak
12
disesuaikan dengan keadaan yang sebenarnya. Bila besarnya pajak menurut kenyataan lebih besar daripada pajak menurut anggapan, maka Wajib Pajak harus menambah. Sebaliknya, jika lebih kecil kelebihannya dapat diminta kembali. 7. Sistem Pemungutan Pajak Sistem
pemungutan
pajak
dapat
dibagi
menjadi
(Sumarsan,2013:14) : a. Official Assessment System Adalah suatu sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada pemerintah untuk menentukan besarnya pajak yang terutang. b. Self Assessment System Adalah sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang, kepercayaan, tanggung jawab kepada Wajib Pajak untuk menghitung, memperhitungkan, membayar, dan melaporkan sendiri besarnya pajak yang harus dibayar. c. Withbolding System Adalah suatu sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada pihak ketiga untuk memotong atau memungut besarnya pajak yang terutang oleh Wajib pajak.
13
B. SURAT PEMBERITAHUAN (SPT) 1. Pengertian SPT Surat pemberitahuan (SPT) adalah surat yang oleh wajib pajak digunakan untuk melaporkan penghitungan dan/atau pembayaran pajak, objek pajak dan/atau bukan objek pajak, dan/atau harta dan kewajiaban sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan (Mardiasmo,2016:35). Menurut Sumarsan (2013:35), SPT dapat dibedakan menjadi dua yaitu : a. Surat Pemberitahuan Masa, adalah Surat Pemberitahuan untuk suatu Masa Pajak; b. Surat Pemberitahuan Tahunan, adalah Surat Pemberitahuan untuk suatu Tahunan Pajak atau Bagian Tahun Pajak. 2. Fungsi SPT Fungsi Surat Pemberitahuan bagi Wajib Pajak Pajak Penghasilan adalah
sebagai
sarana
untuk
melaporkan
dan
mempertanggungjawabkan perhitungan jumlah pajak yang sebenarnya terutang dan untuk melaporkan tentang (Mardiasmo, 2016:35-36) : a. Pembayaran atau pelunasan pajak yang telah dilaksanakan sendiri dan/atau melalui pemotongan atau pemungutan pihak lain dalam 1 (satu) Tahun Pajak atau Bagian Tahun Pajak; b. Penghasilan yang merupakan objek pajak dan/atau bukan objek pajak; c. Harta dan kewajiban;
14
d. Pembayaran
dari
pemotongan
atau
pemungutan
tentang
pemotongan atau pemungutan pajak orang pribadi atau badan lain dalam 1 (satu) Masa Pajak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. Bagi Pengusaha Kena Pajak, fungsi Surat Pemberitahuan adalah sebagai sarana untuk melaporkan dan mempertanggungjawabkan perhitungan jumlah Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah
yang sebenarnya terutang dan untuk melaporkan
tentang (Sumarsan;2013;38) : a. Pengkreditan Pajak Masukan terhadap Pajak Keluaran; dan b. Pembayaran atau pelunasan pajak yang telah dilaksanakan sendiri oleh Pengusaha Kena Pajak dan/atau melalui pihak lain dalam satu Masa Pajak sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Bagi pemotong atau pemungut pajak, fungsi Surat Pemberitahuan adalah
sebagai
sarana
untuk
melaporkan
dan
mempertanggungjawabkan pajak yang dipotong atau dipungut dan disetorkannya (Sumarsan,2013;28). 3. Batas Waktu Penyampaian SPT Menurut Mardiasmo (2016:39), batas waktu penyampaian Surat Pemberitahuan adalah :
15
a. Untuk Surat Pemberitahuan Masa, paling lama 20 (dua puluh) hari setelah akhir Masa Pajak. Khusus untuk Surat Pemberitahuan Masa Pertambahan Nilai disampaikan paling lama akhir bulan berikutnya setelah berakhirnya Masa Pajak. b. Untuk Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan Wajib Pajak orang pribadi, paling lama 3 (tiga) bulan setelah akhir Tahun Pajak; atau c. Untuk Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan Wajib Pajak badan, paling lama 4 (empat) bulan setelah akhir Tahun Pajak. 4. Penyampaian SPT secara Elektronik (E-SPT) Penyampaian
SPT
melalui
Elektronik
(e-SPT)
:
(Sumarsan,2013:46) a. Wajib Pajak daapat menyampaikan Surat Pemberitahuan secara elektronik (e-SPT) melalui perusahaan penyedia jasa aplikasi yang ditunjuk oleh Direktur Jenderal Pajak. b. Wajip Pajak yang telah menyampaikan Surat Pemberitahuan secara elektronik
(e-Filling),
wajib
menyampaikan
induk
Surat
Pemberitahuan yang memuat tanda tangan basah dan Surat Setoran Pajak (bila ada) serta bukti penerimaan secara elektronik ke Kantor Pelayanan Pajak Wajib Pajak terdaftar melalui Kantor Pos secara tercatat atau disampaikan langsung, paling lambat 14 hari sejak tanggal penyampaian Surat Pemberitahuan secara elektronik.
16
c. Penyampaian Surat Pemberitahuan secara elektronik dapat dilakukan
selama
24
hari
dan
7
hari seminggu,
Surat
Pemberitahuan yang disampaikan pada akhir batas waktu yang jatuh pada hari libur dianggap disampaikan tepat waktu. 5. Sanksi Terlambat atau Tidak Menyampaikan SPT Apabila Surat Pemberitahuan tidak disampaikan dalam jangka waktu yang telah ditentukan atau batas waktu perpanjangan Surat Pemberitahuan, dikenai sanksi administrasi berupa denda sebesar (Mardiasmo,2016:36) : a. Rp 500.000,- (lima ratus ribu rupiah) untuk Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai, b. Rp 100.000,- (seratus ribu rupiah) untuk Surat Pemberitahuan Masa lainnya, c. Rp 1.000.000,- (satu juta rupiah) untuk Surat Pemberithuan Tahunan Pajak Penghasilan Wajib Pajak badan, d. Rp 100.000,- (seratus ribu rupiah) untuk Surat Pemberitahunan Tahunan Pajak Penghasilan Wajib Pajak oang pribadi. 6. Pembetulan SPT Sesuai dengan UU No.28 Wajib Pajak mempunyai hak untuk membetulkan sendiri SPT nya dengan ketentuan sebagai berikut : (Sumarsan,2013:51) a. Wajib Pajak membetulkan sendiri Surat Pemberitahuan Tahunan yang mengakibatkan utang pajak menjadi lebih besar, kepadanya
17
dikenai sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2% (dua persen) per bulan atas jumlah pajak yang kurang dibayar, dihitung sejak sampai Surat Pemberitahunan berakhir sampai dengan tanggal pembayaran, dan bagian dari bulan dihitung penuh 1 (satu) bulan. b. Wajib Pajak membetulkan sendiri Surat Pemberitahuan Masa yang mengakibatkan utang pajak menjadi lebih besar, kepadanya dikenai sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2% (dua persen) per bulan atas jumlah pajak yang kurang dibayar, dihitung sejak jatuh tempo pembayaran sampai dengan tanggal pembayaran, dan bagian dari bulan dihitung penuh 1 (satu) bulan. c. Wajib Pajak yang sedang dilakukan pemeriksaan tetapi dengan kesadaran sendiri dapat mengungkapkan dalam laporan tersendiri tentang ketidakbenaran Pengisian Surat Pemberitahuan dengan syarat Direktur Jenderal Pajak belum menerbitkan surat ketetapan pajak dan pengungkapan ini tidak menghalangi/menghentikan proses pemeriksaan, yang dapat mengakibatkan : 1) Pajak-pajak yang masih harus dibayar menjadi lebih besar atau lebih kecil; 2) Rugi berdasarkan ketentuan perpajakan menjadi lebih kecil atau lebih besar; 3) Jumlah harta menjadi lebih besar atau lebih kecil; atau 4) Jumlah modal menjadi lebi besar atau lebih kecil.
18
C. KELOLA PAJAK Secara umum, di negara manapun masyarakat atau Wajib Pajak sudah mempunyai kecederungan untuk membayar pajak seminimal mungkin. Secara realistis hal yang diinginkan masyarakat adalah jumlah pajak yang paling rendah dengan tidak melanggar ketentuan pajak. Jika melanggar ketentuan, maka dari hasil penelitian atau pengawasan atau pemeriksaan pajak yang dilakukan oleh Direktorat Jenderal Pajak (DJP) dapat mengeluarkan himbauan yang menyatakan bahwa Wajib Pajak selain membayar pokok pajak juga ditambah dengan sanksi perpajakan, diantaranya berupa sanksi administrasi brupa bunga sebesar 2% per bulan sehingga total pajak yang dibayar akan menjadi lebih besar dibandingkan dengan yang tidak melanggar ketentuan pajak. (Pandiangan,2013:47) 1. Pengertian Kelola Pajak Kelola pajak adalah pengelolaan pajak yang dilakukan Wajib Pajak dengan baik, benar, efektif dan efisien mulai dari perencanaan, implementasi, pengendalian, serta evaluasi sesuai ketetuan perundangundangan perpajakan, sehingga pembayaran pajaknya minimal dan keptuhan perpajakannya baik. (Pandiangan,2013:48) 2. Tujuan Kelola Pajak a. Dapat menetapkan peraturan perpajakan dengan baik, tepat, dan benar dalam setiap kegiatan serta aspek perpajakan
19
b. Dapat menghitung dan menetpkan besarnya pajak terutang dengan benar serta minimal. c. Terhindar dari pengenaan sanksi perpajakan di kemudian hari. d. Tercipta kepatuhan perpajakan yang baik dalam administrasi pemerintahan ( Direktoat Jenderal Pajak). 3. Prinsip-Prinsip Kelola Pajak Ada 4 prinsip yang sebaiknya dipegang Wajip Pajak, prinsip ini mengacu pada good corporate goverment dalam pengelolaan perusahaan (WP) dan pajaknya, yaitu (Pandiangan,2013:48) : a. Prinsip niat yang baik, yaitu dalam mengelola pajak haruslah di dasarkan pada niat baik dengan kepedulian dan penuh tanggung jawab sebagai warga negara yang baik terhadap negara, selain itu juga sebagai bagianpelaksanaan good corporate goverment. b. Prinsip kewajiban, yaitu harus didasari bahwa pajak merupakan kewajiaban kewarganegaraan dan kewajiabn konstitutional yang harus dilaksanakan atau ditunaikan masyarakat atau Wajib Pajak kepada Negara. c. Prinsip dokumen yang benar, yaitu dokumen perpajakan yang ada dan digunakan dalam proses perpajakan harus benar, yakni berdasarkan
sesuai
dengan
transaksi
riil
yang dilakukan,
jumlah/volume, dan nilai uang. d. Prinsip peraturan, yaitu WP harus mengacu dan menerapkan peraturan perundang-undangan pepajakn sebagai mestinya.
20
4. Fungsi Kelola Pajak Menurut Pandiangan (2013:48-50), terdapat fungsi-fungsi yang harus dilakukan dalam kelola pajak, yaitu : a. Perencanaan Pajak, adalah kegiatan yang dilakukan Wajib Pajak terhadap upaya mengenai pelaksanaan hak dan pemenuhan kewajiban perpajakan secara benar, baik, efektif, efisien, serta petuh. b. Pengorganisasian Pajak, adalah kegatan yang dilakukan Wajib Pajak untuk mengorganisir dan mengelola perpajakan secara komprehensif dengan baik, efektif, dan efisien serta patuh dalam perpajakannya. c. Pelaksanaan Pajak, adalah kegiatan yang dilakukan Wajib Pajak dalam rangka pelaksanaan hak perpajakan dan pemenuhan kewajiban
perpajakan
sesuai
perencanaan
pajak
serta
pengorganisasian pajak yang telah ditetapkan. d. Pengawasan atau Pengendalian Pajak, adalah kegiatan penilaian dan evaluasi yang dilakukan Wajib Pajak terhadap perencanaan, pengorganisasian,
serta
pelaksanaan
perpajakan,
sehingga
pelaksanaannya selalu dapat berjalandengan baik, benar, efektif, efisien,
dan
perpajakan.
patuh
sesuai
ketentuan
perundang-undangan
21
D. PENGURANGAN ATAU PENGHAPUSAN SANKSI ADMINISTRASI (PPSA) 1. Pengertian PPSA PPSA atau PMK-91 adalah Peraturan Menteri Keuangan Nomor 91/PMK.03/2015
yang
memuat
tentang
Pengurangan
atau
Penghapusan Sanksi Administrasi atas Keterlambatan Penyampaian Surat
Pemberitahuan,
Pembetulan
Surat
Pemberitahuan
dan
Keterlambatan Pembanyaran atau Penyetoran Pajak. (ortax.org) 2. Dasar Hukum PPSA Peraturan Menteri Keuangan Nomor 91/PMK.03/2015 memuat dasar hukum PPSA yaitu : a. Pasal 36 Undang-Undang KUP Nomor 16 tahun 2009 1) Ayat (1) huruf a yang menyebutkan Direktur jenderal Pajak atas permohonan
Wajiib
Pajak
dapat
mengurangkan
atau
menghapuskan sanksi administrasi berupa bunga, denda, dan kenaikan yang terutang
sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan perpajakan dalam hal sanksi tersebut dikenakan karena kekhilafan Wajib Pajak atau bukan karena kesalahannya. 2) Ayat (2), dinyatakan bahwa ketentuan pelaksanaan penghapusan sanksi administrasi diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan.
22
b. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 91/PMK.03/2015 yang memuat
tentang
Administrasi
Pengurangan
atas
Pemberitahuan,
atau
Keterlambatan
Pembetulan
Surat
Penghapusan
Sanksi
Penyampaian
Surat
Pemberitahuan
dan
Keterlambatan Pembanyaran atau Penyetoran Pajak. 3. Ruang Lingkup PPSA Beberapa ruang lingkup yang ada di dalam PPSA, yaitu : (ortax.org) a. Keterlambatan penyampaian SPT Tahunan Pajak Penghasilan untuk Tahun pajak 2014 dan sebelumnya dan/atau SPT Masa untuk Masa Pajak Desember 2014 dan sebelumnya. b. Keterlambatan pembayaran atau penyetoran atas kekurangan pembayaran pajak yang terutang berdasarkan SPT Tahunan Pajak Penghasilan untuk Tahun Pajak yang terutang berdasarkan SPT Tahunan. c.
Keterlambatan pembayaran atau penyetoran pajak yang terutang untuk suatu saat atau Masa Pajak sebagaimana tercantum dalam SPT Masa untuk Masa Pajak Desember 2014 dan sebelumnya.
d. Pembetulan yang dilakukan oleh Wajib Pajak dengan kemauan sendiri atas SPT Tahunan Pajak Penghasilan untuk tahun Pajak 2014 dan sebelumnya dan/atau SPT Masa untuk Masa Pajak Desember 2014 dan sebelumnya yang mengakibatkan utang pajak menjadi lebih besar yang dilakukan pada tahun 2015.
23
4. Sanksi yang bisa Dihapuskan / Dikurangkan Bunga atau denda dalam Undang-Undang KUP Nomor 16 tahun 2009: a. Sanksi Denda Pasal 7 [Keterlambatan penyampaian SPT]
Rp500.000,00 untuk SPT Masa PPN
Rp100.000,00 untuk SPT Masa lainnya
Rp1.000.000,00 untuk SPT Tahunan PPh badan
Rp100.000,00 untuk SPT Tahunan PPh Orang Pribadi
b. Pasal 9 ayat (2a) & (2b) [keterlambatan pembayaran penyetoran]
Bunga 2 % per bulan, dihitung dari tanggal jatuh tempo pembayaran SPT Masa penyampaian SPT Tahunan PPh sampai dengan tanggal pembayaran.
c. Pasal 8 ayat (2) & (2a) [pembetulan SPT]
Sanksi bunga 2 % per bulan dari jumlah pajak yang kurang dibayar, dihitung sejak jatuh tempo pembayaran SPT Masa penyampaian SPT Tahunan PPh sampai dengan tanggal pembayaran.
d. Pasal 14 ayat (4) [Pengusaha Kena Pajak tidak membuat Faktur Pajak]
Sanksi Denda 2 % dari dasar pengenaan pajak
5. Tata Cara Pengajuan PPSA Peraturan Menteri Keuangan Nomor 91/PMK.03/2015 untuk mendapatkan fasilitas PPSA, Wajib Pajak harus mengajukan surat permohonan ke kantor pajak dengan menyampaikan :
24
a. 1 permohonan untuk 1 STP b. Tertulis dalam bahasa Indonesia c. Ditandatangani langsung Wajib Pajak (tidak dapat dikuasakan) d. Disampaikan ke KPP terdaftar Lampiran yang perlu disiapkan bersama Permohonan : a. Surat pernyataan yang ditandatangani Wajib pajak di atas materai Rp6.000,- dan tidak dapat dikuasakan b. Fotokopi SPT atau SPT pembetulan atau print-out SPT atau SPT pembetulan berbentuk dokumen elektronik. c. Fotokupi bukti penerimaan atau bukti pengiriman surat sebagai bukti penerimaan penyampaian SPT atau SPT pembetulan. d. Fotokopi SSP atau sarana administrasi lain sebagai bukti pelunasan kurang bayar dalam SPT atau SPT pembetulan, dan e. Fotocopy STP Jika atas permohonan sudah memenuhi ketentuan, maka DJP melalui
kanwil
akan
menerbitkan
Surat
Keputusan
(SK)
Pengurangan atau Penghapusan Sanksi Administrasi dalam jangka waktu paling lama 6 bulan sejak permohona diterima. Atau jika dalam jangka waktu paling lama 6 bulan sejak permohonan diterima Wajib Pajak tidak mendapat jawaban maka permohonan penghapusan dianggap diterima.
25
Jika permohonan belum memenuhi persyaratan maka berkas akan dikembalikan oleh KPP untuk diperbaiki dan mendapat kesempatan paling banyak 2x (dua kali) untuk pengajuan serupa.