BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1.
Sampah
2.1.1. Pengertian Menurut Undang-Undang nomor 18 tahun 2008 tentang pengelolaan sampah, sampah adalah sisa kegiatan sehari-hari manusia dan/atau proses alam yang berbentuk padat. Sampah adalah sesuatu yang tidak digunakan, tidak dipakai, tidak disenangi, atau sesuatu yang dibuang yang berasal dari kegiatan manusia yang tidak terjadi dengan sendirinya (WHO dalam Kustiawan, 2014). Sampah menurut hadiwiyoto (1983) memiliki ciri-ciri: merupakan bahan sisa, baik yang sudah tidak digunakan lagi (bekas) maupun yang sudah tidak diambil bagian utamanya; bahan yang sudah tidak ada harganya; bahan buangan yang tidak berguna dan banyak menimbulkan masalah pencemaran dan gangguan pada kelestarian lingkungan. 2.1.2. Klasifikasi Sampah Sampah memiliki banyak jenis berdasarkan sumber, sifat, zat penyusun, dll. Namun secara umum sampah dibedakan menjadi dua golongan yaitu sampah organik dan anorganik. Sampah organik adalah sampah yang mengandung senyawa-senyawa organik yang dapat terurai secara alami oleh mikroorganisme. Sampah anorganik adalah sampah yang mengandung bahan non organik, yang sangat sulit terurai oleh
8
9
mikroorganisme (Hadiwiyoto, 1983). Dalam Undang-Undang No. 18 tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah, jenis sampah yang diatur adalah: 1. Sampah rumah tangga Sampah berbentuk padat yang berasal dari sisa kegiatan sehari-hari di rumah tangga dan dari proses alam yang berasal dari lingkungan rumah tangga (tidak termasuk tinja dan sampah spesifik). 2. Sampah sejenis sampah rumah tangga Sampah rumah tangga yang berasal dari sumber lain seperti pasar, pusat perdagangan, kantor, sekolah, rumah sakit, rumah makan, hotel, terminal, pelabuhan, industri, taman kota, dan lainnya. 3. Sampah spesifik Sampah rumah tangga atau sampah sejenis rumah tangga yang karena sifat, konsentrasi dan/atau jumlahnya memerlukan penanganan khusus, seperti, sampah yang mengandung B3 dan limbah B3 (sampah medis), sampah akibat bencana, puing bongkaran, sampah yang secara teknologi belum dapat diolah, sampah yang timbul secara periode (sampah hasil kerja bakti). kategorisasi lain yang ditetapkan oleh WHO dalam Kustiawan 2014 membagi sampah berdasarkan sumbernya yaitu sampah rumah tangga (domestic wastes), sampah pasar (commercial wastes), sampah binatang dan pertanian (agricultural and animal wastes), dan sampah pertambangan (mining wastes).
10
2.1.3. Sumber Sampah Menurut Budiman & Suyono (2012) sampah yang terdapat dilingkungan dihasilkan dari berbagai sumber, antara lain berasal dari permukiman penduduk yang umumnya terdiri dari berbagai jenis sampah hasil kegiatan rumah tangga sehari-hari. Tempat umum dan perdagangan seperti bandara, hotel, tempat rekreasi, pasar, restauran, pertokoan, dll. Sarana pelayanan masyarakat milik pemerintah maupun swasta, sumber tersebut berasal dari perkantoran, tempat parkir, gedung pertemuan, GOR, Puskesmas, rumah sakit, dll. Perindustrian, sampah yang dihasilkan bergantung pada jenis industrinya. Sampah yang dimaksud mulai dari bahan baku, proses, produk jadi, hingga kegiatan operasional milik industri tersebut. Pertanian dan peternakan, yang perlu menjadi perhatian apabila penempatan sampah tersebut tidak memenuhi syarat dan akan menyebabkan pencemaran lingkungan. 2.1.4. Timbulan Sampah Timbulan sampah adalah sejumlah sampah yang dihasilkan oleh suatu aktifitas dalam kurun waktu tertentu; banyaknya sampah yang dihasilkan dalam satuan berat (kg) atau volume (l) (Tchobanoglous et.al., 1993). Timbulan sampah sangat dipengaruhi oleh jumlah penduduk, tingkat pendapatan suatu negara dan pola konsumtif masyarakatnya. (Pramono, 2004 dalam Pitoyo 2010).
11
Tabel 2.1 Tingkat Timbulan Sampah di Negara-Negara Berkembang Negara China
India
Sri Lanka
Fhilipina
Indonesia
Kota
Tahun
Populasi
Beijing
1991
11.157.000
Generation Rate (Kg/kap/hari) 0.88
Shanghai
1991
8.206.000
0.6
Wuhan
1991
6.800.000
0.6
New delhi
1991
8.412.000
0.48
Bombay
1991
12.288.000
0.44
Calcutta
1991
9.643.000
0.38
Madras
1991
4.753.000
0.66
Colombo
1991
615.000
0.98
Kandy
1991
104.000
0.58
Galle
1991
109.000
0.65
Metro Manila
1991
9.452.000
0.53
Ligan
1991
273.000
0.38
Cagayan de Ora
1991
428.000
0.54
Jakarta
1991
9.160.000
0.66
Bandung
1991
2.368.000
0.71
Surabaya
1991
2.700.000
1.08
Sumber: Bank Dunia, 1999 dalam Pitoyo 2010. Dari data yang didapat dari Bank Dunia terlihat bahwa timbulan sampah negara maju lebih tinggi dibandingkan negara berkembang. Kondisi tersebut dikarenakan pendapatan masyarakat negara tersebut cukup tinggi dibandingkan dengan negara berkembang.
12
Tabel 2.2 Tingkat Timbulan Sampah di Negara-Negara Maju Negara
Kota
Tahun
Populasi
Tokyo
1993
8.022.000
Generation Rate (Kg/kap/hari) 1,5
Yokohama
1993
3.300.000
1,2
Nagoya
1993
2.153.000
1,16
Perancis
1992
58.100.000
1,29
Norwegia
1992
4.400.000
1,4
USA
1992
263.100.000
2
Swiss
1992
7.000.000
1,1
Jepang
Sumber: Bank Dunia, 1999 dalam Pitoyo 2010. Menurut Diktat Kuliah Teknik Lingkungan ITB (2010) data mengenai timbulan, komposisi, dan karakteristik sampah merupakan hal yang sangat menunjang dalam menyusun sistem pengelolaan persampahan di suatu wilayah. Sehingga dapat disusun suatu alternatif sistem pengelolaan sampah yang baik. Bagi negara berkembang dan beriklim tropis seperti Indonesia, faktor musim sangat besar pengaruhnya terhadap berat sampah. Selain itu, berat sampah juga sangat dipengaruhi oleh faktor sosial budaya lainnya. Oleh karenanya, sebaiknya evaluasi timbulan sampah dilakukan beberapa kali dalam satu tahun. Data mengenai besarnya timbulan sampah diperoleh dari pengukuran secara langsung dilapangan melalui sampling yang representatif. Tata cara pengukuran sampling terdapat pada SNI 19-3946-1994. Apabila tidak mungkin melakukan secara langsung, maka dapat menggunakan hasil penelitian sebagai berikut:
13
Tabel 2.3 Laju Timbulan Sampah Berdasarkan Komponen Utama No. 1.
Komponen sumber sampah Rumah permanen
2.
Satuan /orang/hari
Volume (Liter) 2,25 - 2,50
Berat (kg) 0,350 - 0,400
Rumah semi permanen
/orang/hari
2,00 - 2,25
0,300 - 0,350
3.
Rumah non-permanen
/orang/hari
1,75 - 2,00
0,250 - 0,300
4.
Kantor
/pegawai/hari
0,50 - 0,75
0,025 - 0,100
5.
Toko/ruko
/petugas/hari
2,50 - 3,00
0,150 - 0,350
6.
Sekolah
/murid/hari
0,10 - 0,15
0,010 - 0,020
7.
Jalan arteri sekunder
/m/hari
0,10 - 0,15
0,020 - 0,100
8.
Jalan kolektor sekunder
/m/hari
0,10 - 0,15
0,010 - 0,050
9.
Jalan lokal
/m/hari
0,05 - 0,10
0,005 - 0,025
10.
Pasar
/m2/hari
0,20 - 0,60
0,350 - 0,400
Sumber: Hasil Penelitian Puslitbangkim Dept PU dan LPM ITB 1989, dalam Ramandhani 2011. Karena penelitian dilakukan pada tahun 1989, maka perlu diperhatikan tahun berjalan, dengan cara mengalikan laju peningkatan 1%/tahun (untuk sampah permukiman) dan 2%/tahun (untuk sampah non permukiman) (Darmasetiawan, 2004 dalam Ramandhani, 2011). 2.1.5. Komposisi Sampah Pola hidup masyarakat, pertumbuhan ekonomi, dan sebagainya menyebabkan perubahan komposisi sampah. Perubahan tersebut dapat memberikan dampak terhadap strategi pengelolaan sampah. Jika komposisi sampah didominasi sampah organik maka pengelolaan berdasarkan sistem pengomposan, apabila sampah mengalami perubahan komposisi menjadi dominasi anorganik maka pengelolaan yang dilakukan berdasarkan sistem daur ulang.
14
Tchobanoglous et.al., 1993 menggolongkan komposisi sampah menjadi dua komponen utama yaitu: 1. Organik Sisa Makanan
Kain
Kertas
Kulit
Karbon
Kayu
2. Anorganik Abu dan Debu
Kaca Alumunium Kaleng Logam
Menurut Darmasetiawan dalam Ramandhani, 2011 pada umumnya negara berkembang memiliki komposisi sampah organik yang lebih tinggi daripada negara maju. Tabel 2.4 Komposisi Sampah dari Berbagai Negara No
1 2 3 4 5 6 7 8 9
Komposisi
Organik/ Sayuran Kertas Plastik Logam Kulit, Karet Tekstil Kayu Gelas/ Kaca Lain-lain Jumlah Sumber: Ramadhani 2011
Negara (Komposisi dalam %) Indonesia
Singapura
Hongkong
79, 49 7,97 3,67 1,37 0,47 2,4 3,65 0,5 0,48 100
48
41
6 3
6 2
9
10
1 32 100
10 31 100
15
Ciri khas suatu negara dapat menimbulkan komposisi sampah yang berbeda. Ciri khas tersebut dikarenakan tingkat ekonomi yang dimiliki oleh masing-masing negara tersebut. Menurut Spilsbury dalam Ramandhani 2011 penduduk negara maju menghasilkan sampah dengan dominasi jenis nonbiodegradable. Sedangkan penduduk negara berkembang memiliki laju konsumsi yang rendah, sehingga sampah yang dihasilkannya pun tidak terlalu banyak. Menurut suatu penelitian yang dilakukan menunjukkan adanya perbedaan komposisi sampah yang dihasilkan dari sumber perumahan dengan tingkat pendapatan tertentu. Terlihat jelas bahwa pemukiman dengan tingkat pendapatan tinggi memiliki komposisi sampah pemukiman yang lebih besar dibandingkan dengan tingkat pendapatan lainnya. Tabel 2.5 Tipikal Komposisi Sampah Pemukiman (% berat basah) Komposisi
Pemukiman Low Income 1-10
Pemukiman Middle Income 15-40
Pemukiman High Income 15-40
Kaca, Keramik
1-10
1-10
4-10
Logam
1-5
1-5
3-13
Plastik
1-5
2-6
2-10
Kulit, Karet
1-5
-
-
Kayu
1-5
-
-
Tekstil
1-5
2-10
2-10
Sisa Makanan
40-85
20-65
20-50
Lain-lain
1-40
1-30
1-20
Kertas
Sumber: Cointreau, 1982 dalam Ramadhani 2011
16
2.2.
Materials Recovery Facilities (MRF)
2.2.1. Pengertian Material Recovery Facility (MRF) atau instalasi pengolahan sampah terpadu (IPST) merupakan fasilitas pengelolaan sampah yang bertujuan untuk mengolah sampah dan memanfaatkannya kembali dengan tujuan mereduksi jumlah sampah yang dihasilkan (Wibowo,2007). Tujuan dari MRF adalah memisahkan bahan yang tercampur sesuai jenis masing-masing dan mempersiapkannya untuk dijual kembali. Agar hemat biaya, MRF harus beroperasi secara efisien, memiliki residu minimal, dan menghasilkan bahan yang memenuhi spesifikasi pasar (Wrap, 2006). 2.2.2. Bagian-bagian MRF Menurut Dubanowitz, 2000 MRF merupakan suatu fasilitas pengelolaan daur ulang sampah yang cukup kompleks dan terdiri dari beberapa bagian, yaitu: 1. Conveyor Digunakan untuk mengangkut bahan ke dan dari peralatan mekanik menuju MRF. Conveyor belt merupakan jenis yang paling umum digunakan dalam fasilitas karena secara efektif dapat mengangkut bahan dan sangat serbaguna. 2. Pemisahan magnetik Pemisahan magnetik merupakan komponen yang pasti ada pada setiap MRF, baik secara manual atau mekanis. Pemisahan magnetik memisahkan besi dari daur ulang yang bercampur dengan sampah lain. 3. Screening Digunakan untuk bahan yang terpisah dengan ukuran yang berbeda menjadi dua atau lebih ukuran distribusi.
17
4. Klasifikasi udara Digunakan untuk memisahkan bahan ringan dari bahan yang lebih berat dengan menggunakan aliran udara yang dihembuskan secara zig zag kedalam sebuah drum yang berputar. Klasifikasi udara menguntungkan pada output dari unit pemisahan lainnya (Goodrich, 1901). 5. Pemisahan logam non besi Pemisahan logam non besi didasarkan pada konduktivitas, desain yang biasa digunakan pada fasilitas MRF adalah Rotating Disc Separator. Dapat digunakan untuk memisahkan berbagai logam tambahan yang memiliki nilai seperti timah, tembaga, perak, emas dan titanium. 6. Sistem deteksi dan rute Digunakan untuk memisahkan kaca, plastik dan karton dalam MRF. Kontaminasi dari bahan lain yang tidak termasuk objek yang teridentifikasi dalam sistem DAR harus sebisa mungkin ditiadakan. 7. Pengurangan ukuran Pengurangan ukuran adalah unit operasi untuk mengurangi ukuran bahan secara mekanis, dilakukan melalui pencacahan, pemotongan dan penggilingan. 8. Pemadatan dan penggulung Pemadatan digunakan untuk meningkatkan densitas bahan yang telah dipulihkan sehingga bahan dapat disimpan dan diangkut dengan efisiensi biaya. 2.2.3. Jenis MRF Secara umum MRF dapat dibedakan menjadi dua jenis yaitu MRF bersih dan MRF kotor. MRF bersih menerima bahan recycle yang telah dipisahkan dari
18
sumbernya. Ada dua macam jenis MRF bersih yang paling umum adalah aliran tunggal dimana semua bahan daur ulang dicampur, atau aliran MRF ganda, dimana bahan daur ulang yang telah dipisahkan dimasukkan dalam suatu wadah (biasanya kaca, logam besi, aluminium dan logam non-besi lainnya, PET dan HDPE plastik) dan aliran kertas campuran (termasuk OCC, ONP, OMG, sampah perkantoran, dll). MRF bersih biasanya didirikan di komunitas atau kota dimana tingkat pemisahan pada sumbernya sudah tinggi dan pemisahan antara biodegradables dan nonbiodegradables diimplementasikan. (Asian Development Bank, 2013). Sedangkan MRF kotor menerima sampah padat campuran (tidak dipisahkan dari sumbernya). Pada MRF jenis ini terdapat kombinasi dalam penyortiran sampah, selain menggunakan alat untuk menyortir, digunakan pula tenaga manusia untuk penyortiran secara manual. MRF kotor mampu mengembalikan nilai bahan yang bisa didaur ulang lebih tinggi dari MRF bersih. Namun, proses MRF kotor memerlukan banyak pekerja dan fasilitas yang menerima sampah tercampur biasanya lebih mahal dalam biaya operasionalnya (Finstein, et al, 2004). Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Rahmaniah pada tahun 2010 pada TPS di Kecamatan Mataram, menunjukkan bahwa rata-rata nilai recovery factor untuk jenis sampah plastik, kertas, kaca, dan logam masing-masing sebesar 40%, 11%, 49%, dan 83%. Nilai recovery factor berdasarkan jenis sampah terbesar yaitu sampah logam. Hal tersebut disebabkan karena sampah jenis logam memiliki nilai ekonomis dan harga jual yang tinggi dibandingkan dengan jenis sampah lainnya.
19
2.2.4. Langkah Mendesain MRF Menurut Tchobanoglous, Theisen dan Vigil, 1993, Tahapan yang dilakukan sebelum mendesain MRF, yaitu: 1. Analisa Kelayakan Analisa kelayakan dilakukan untuk menentukan layak atau tidaknya suatu lahan untuk dijadikan MRF yang berkaitan dengan studi analisis yang menyangkut rencana pengelolaan sampah, dan desain konsep yang menyangkut tipe MRF yang dibangun, jenis material yang akan diproses, besar kapasitas desain MRF, pertimbangan ekonomi (biaya operasi dan perawatan, perkiraan balik modal dari hasil MRF). 2. Perancangan Awal Meliputi pembuatan diagram alir material (identifikasi karakteristik sampah, jenisjenis sampah yang akan diproses, ketersediaan perlengkapan dan fasilitas yang sesuai). Perhitungan mass balance material (perhitungan dimulai dari input sampah sampai output yang dihasilkan dalam fasilitas daur ulang). Perhitungan loading rate untuk unit operasi untuk mengetahui beban sampah yang dapat diolah setiap jamnya . Loading rate (ton/jam) = waktu proses (jam/hari) berat sampah (ton/hari) dan yang terakhir adalah pembuatan layout dari komponen fisik MRF yang berisikan tata letak komponen fisik daur ulang dan fasilitas penunjang lainnya. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Rahmaniah pada tahun 2010 pada TPS di Kecamatan Mataram menunjukkan bahwa hasil analisis mass balance, apabila dilakukan kegiatan pengolahan sampah sebelum diangkut ke TPA, potensi sampah yang tereduksi di TPS Kecamatan Mataram sebesar 1.167,40 kg/hari atau 5% dari total
20
sampah. Sedangkan, total sampah residu yang akan dibuang ke TPA sebesar 822,75 kg/ hari atau sebesar 95% dari total sampah TPS Kecamatan Mataram. 3. Perancangan Akhir Perancangan akhir merupakan persiapan akhir dari MRF dan spesifikasi yang akan digunakan dalam pengoperasian serta perkiraan biaya akhir. Pada beberapa penelitian yang telah dilakukan sebelumnya mengenai keuntungan dan kelayakan dari proyek MRF, seperti penelitian yang dilakukan oleh Lina dan Yulinah, 2010, memperlihatkan keuntungan yang didapat dari fasilitas MRF Kecamatan Sukolilo sebesar Rp. 197.616.378,- per tahun. Hasil perhitungan untuk kelayakan MRF mempunyai Nilai NSB > 0 sehingga perencanaan MRF ini dapat direalisasikan. Potensi reduksi karbon yang mengacu pada perhitungan EPA untuk MRF prototipe skala kelurahan di Kecamatan Sukolilo dalam 1 tahun sebesar 347,79 MTCE. 2.3.
Analisis Ekonomi
2.3.1. Pengertian Istilah analisis ekonomi mengindikasikan perbandingan yang sistematis dari besarnya biaya dan manfaat pada sebuah investasi guna menilai/ meramalkan keuntungan ekonomi (Woodhall, 2004). 2.3.2. Tujuan dan Manfaat Cost Benefit Analysis Analisis ekonomi bertujuan untuk menetukan atau mengukur apakah suatu proyek, program atau kegiatan merupakan suatu investasi yang baik atau tidak. Serta memberikan dasar dalam membandingkan suatu proyek. Termasuk membandingkan biaya total yang diharapkan dari setiap pilihan dengan total keuntungan yang
21
diharapkan, untuk mengetahui apakah keuntungan melampaui biaya atau tidak serta berapa banyaknya (Boardman, 2006). Sedangkan manfaat analisis ekonomi yaitu sebagai dasar yang kuat guna mempengaruhi suatu keputusan atau sumber dana dan meyakinkan untuk menginvestasikan dana dalam berbagai proyek (Keen dalam Shofa, et al, 2003). 2.3.3. Prinsip Analisis Ekonomi Menurut Boardman, 2006 dalam menerapkan analisis ekonomi diperlukan beberapa prinsip. Pertama, mencapai keuntungan yang maksimal dengan biaya yang minimal. Kedua, meningkatkan keuntungan dan mengurangi biaya yang terkait dengan serangkaian tindakan dalam suatu periode tertentu (membutuhkan ukuran khusus, biasanya adalah uang). Ketiga, pareto improvement, sebuah proyek dikatakan pareto improvement jika proyek tersebut meningkatkan kualitas hidup dari beberapa orang, tetapi tidak membuat orang lain rugi. Sebuah proyek atau kebijakan dikatakan menciptakan pareto improvement yang potensial jika masyarakat yang mendapatkan keuntungan lebih banyak daripada yang rugi. 2.3.4. Langkah-langkah Melakukan Cost Benefit Analysis Untuk dapat melakukan analisis ekonomi ada beberapa langkah yang harus dilakukan, sebagai berikut: (Stephanie & James, 2010) 1. Buat framework untuk analisis program yang akan dilakukan Analisis ekonomi berguna dalam mempertimbangkan apakah program harus dilakukan atau tidak dan membandingkan program alternatif yang ada. Analisis ini dapat dilakukan kapan saja, selama program tersebut berlangsung, setelah, maupun sebagai perencanaan. Menurut United Kingdom Government, 2014, jika analisis
22
dilakukan pada awal implementasi maka menggunakan analisis ex-ante. Hasil dari analisis ini dapat digunakan untuk pengambilan keputusan apakah program tersebut dapat dijalankan ataukah harus ditolak dan mencari alternatif lain. Apabila dilakukan di beberapa titik selama implementasi, maka menggunakan analisis medias res (analisis snapshot). Analisis tersebut memberikan data apakah keuntungan yang didapat setara dengan biaya yang dikeluarkan untuk program. Ex post (retrospektif) analisis digunakan untuk pengambilan keputusan dengan menganalisis biaya total program dan manfaat setelah program tersebut selesai dilaksanakan, guna mengevaluasi keberhasilan keseluruhan program. 2. Tentukan biaya dan manfaat dari tiap program Hampir setiap kebijakan atau program melibatkan berbagai pemangku kepentingan dan setiap biaya atau manfaat pada akhirnya akan mempengaruhi sekelompok orang tertentu. Analisis ekonomi bertujuan untuk menilai dampak dari kebijakan terhadap masyarakat secara keseluruhan. Sehingga dalam penentuan biaya dan manfaatnya harus mempertimbangkan aspek sosial (dampak). 3. Mengidentifikasi dan mengelompokkan biaya dan manfaat Meskipun semua biaya dan manfaat tidak bisa diketahui secara pasti, identifikasi terhadap masyarakat yang akan menerima dampak dari program harus dilakukan. Pengelompokan dilakukan dengan mengidentifikasi dampak positif dan negatif yang mungkin terdapat dalam program. 4. Tentukan biaya dan manfaat selama masa program (jika ada) Langkah ini memerlukan pemikiran tentang kerangka waktu untuk menganalisis bagaimana biaya dan manfaat yang akan berubah dari waktu ke waktu (diukur dalam
23
tahun). Untuk perhitungan tahun pertama program biasanya dilakukan dengan menganalisis biaya dan manfaat yang diperoleh pada tahun itu. Untuk analisis ex ante, dilakukan dengan memprediksi dampak selama masa proyek. Apakah biaya atau manfaat dari masing-masing program akan tetap sama setiap tahun atau akan meningkat, menurun, atau hilang. Untuk analisis ex post, banyak informasi yang dapat diketahui, khususnya jika biaya dan hasil telah dilaporkan setiap tahun akan membantu untuk mempertimbangkan pengambilan keputusan terhadap suatu program. 5. Monetize Cost (konversi kedalam nilai mata uang) Untuk setiap biaya atau manfaat yang akan dikonversi, penting dengan jelas mengetahui sifatnya, bagaimana mengukurnya, dan setiap asumsi yang dibuat dalam perhitungan. Asumsi tersebut harus dijelaskan kepada pengambil keputusan dan dilakukan analisis sensitivitas untuk menentukan sejauh mana hasil analisis dipengaruhi oleh asumsi yang dibuat. 6. Monetize Benefit Analisis manfaat sangat sulit untuk dikonversikan dalam bentuk uang. Berikut adalah beberapa teknik yang biasa digunakan dalam Monetize Benefit: a) Nonmarket Goods and Services Banyak manfaat sosial yang tidak tercermin atau mudah diperkirakan dengan menggunakan harga pasar atau anggaran. Harga pasar adalah ukuran yang biasa digunakan untuk mengkonversikan jasa/ manfaat sosial kedalam bentuk uang.
24
b) Cost Avoidance Adalah sebuah program analisis yang digunakan untuk menghindari kerugian. Diukur dengan jumlah uang/ manfaat yang bisa dihemat. c) Time Saved Waktu yang dapat dihemat adalah salah satu manfaat nyata, namun sangat subjektif. Sebuah metode untuk memperkirakan nilai waktu adalah dengan menggunakan teori labor - leisure trade - offs. d) Increased Productivity Peningkatan produktivitas merupakan tujuan umum dari banyak program investasi pemerintah baik investasi modal, dan investasi sumber daya manusia. Manfaat ini dapat diukur dengan peningkatan keuntungan atau upah. e) Property Values Peningkatan nilai properti bisa menjadi atau tidak menjadi manfaat, tergantung pada lingkup geografis dari analisis. Semakin sempit ruang lingkup, semakin besar kemungkinan bahwa nilai properti akan meningkat menjadi manfaat nyata dari proyek. f) Taxes. Pajak dianggap sebagai keuntungan, dari fiskal dan anggaran yang penting terutama jika program atau proyek dirancang untuk menghasilkan pendapatan sebesar pengeluaran. g) Value of the Environment. Banyak proyek yang bertema lingkungan. Dalam hal ini nilai wisata harus dihitung. Nilai ini biasanya berdasarkan konsep kesediaan untuk membayar. Teknik
25
survei ini, dikenal sebagai contingent evaluation. Teknik kedua adalah untuk memperkirakan berapa biaya pengunjung untuk melakukan perjalanan ke tempat wisata. h) Chain Reaction Problem. Sebuah kesalahan umum yang sering dilakukan dalam analisis ekonomi adalah menghitung manfaat tidak langsung tetapi mengabaikan biaya tidak langsung. Harvey Rosen, 2001 menyebut permasalahan reaksi berantai adalah jika suatu efek tidak langsung yang ditambahkan ke sisi manfaat mencukupi jumlahnya, maka nilai positif bersih yang didapat sekarang akan didapatkan pula pada semua proyek. 7. Diskon biaya dan manfaat untuk mendapatkan present value Social discount rate dimaksudkan sebagai gambaran tingkat konsumsi masyarakat sekarang
dan
masa
depan.
Dalam
menghitung
manfaat
tentunya
harus
mempertimbangkan discount rate bila manfaat akan diperoleh untuk periode waktu kedepan. Discount rate (DR) adalah suatu angka yang menggambarkan nilai uang pada tahun tertentu dengan nilai uang yang sama pada tahun berikutnya atau tahun sebelumnya DR disesuaikan dengan interest rate (suku bunga) yang berlaku dalam peminjaman uang. Discount factor : keterangan:
1 ( 1+𝑖 )𝑡
i = Inflasi t = tahun
Menghitung present value of costs (PVC) dapat dilakukan dengan memasukkan rumus:
26
8. Hitung net present value , B/C rasio, PP Setelah menghitung PVC/ PV maka langkah selanjutnya adalah menghitung NPV yaitu selisih antara nilai sekarang dari arus kas masuk dengan arus kas keluar. NPV digunakan dalam penganggaran modal untuk menganalisis profitabilitas investasi atau proyek.
Keterangan:
Ct = Arus kas masuk bersih selama periode tertentu Co= investasi awal r = suku bunga bank yang berlaku t = jumlah periode waktu
Manfaat rasio BC berguna dalam dua hal. Pertama, membuat lebih mudah untuk membandingkan program serupa. Kedua, pembuat keputusan dapat memutuskan apakah manfaat tertentu yang diperoleh per dolar dari biaya cukup untuk diberikan terhadap investasi lain atau anggaran alternatif. Sebuah proyek akan menghasilkan keuntungan jika B/C >1. B/C >1 maka dikatakan program atau investasi tersebut layak, sedangkan B/C < 1 maka dikatakan program atau investasi tidak layak.
Keterangan : B/C i
= Benefit-Cost Rasio = tahun pelaksanaan proyek
27
Benefitsi Costsi
r
= keuntungan dari proyek yang diperoleh pada tahun i = biaya dari proyek yang diperoleh pada tahun i. Investasi awal diasumsikan terjadi pada tahun 0 program = suku bunga bank yang berlaku
Alternatif perhitungan lainnya adalah return on investment. Organisasi internasional biasa menggunakan internal rate of return (IRR) atau economic rate of return (ERR) yaitu tingkat bunga di mana NPV dari semua arus kas (baik positif maupun negatif) dari suatu proyek atau investasi sama dengan nol. 9. Lakukan analisis sensitivitas Terdapat dua pendekatan utama dalam melakukan analisis sensitivitas, yaitu Partial Sensitivity Analysis, pendekatan ini bervariasi satu asumsi (atau satu parameter atau nomor) pada suatu waktu tertentu. Extreme Case Sensitivity Analysis, pendekatan ini bervariasi berdasarkan semua parameter yang tidak pasti secara bersamaan, dengan memilih nilai-nilai untuk setiap parameter yang menghasilkan asumsi terbaik atau terburuk. Jika proyek terlihat baik meskipun berada di bawah asumsi terburuk, akan memperkuat keyakinan bahwa proyek tersebut dapat terus berjalan. Demikian pula, jika proyek terlihat meragukan dalam asumsi terbaik, maka proyek tersebut tidak mungkin berhasil. 10. Membuat rekomendasi yang tepat Langkah terakhir adalah membuat rekomendasi kebijakan. Dalam ANALISIS EKONOMI, jika suatu program memiliki net present value positif (terutama setelah asumsi terburuk analisis sensitivitas), kebijakan harus diterapkan untuk meningkatkan kesejahteraan sosial. Jika program memiliki net present value negatif, maka proyek harus ditolak.
28
2.4.
Potensi Nilai Ekonomi Dalam sistem pengelolaan sampah terpadu keluwesan dalam merancang
diperlukan agar sistem dapat beroperasi dengan baik dengan memenuhi aspek sosial, ekonomi dan kondisi lingkungan yang ada. Potensi manfaat sampah yang berasal dari bahan daur ulang (materials recycling) sangat tergantung dari permintaan pasar. Sedangkan potensi kualitas dan kuantitas bahan daur ulang sangat dipengerahui oleh komposisi dan karakteristik dari sampah yang ada (Suprapto, 2010). Berdasarkan dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Oswari, et.al, 2006 diproyeksikan nilai ekonomis sampah tahun 2020 akan menambah pendapatan daerah sebesar Rp. 187.951.800 apabila semua sampah dapat dimanfaatkan dengan baik dengan perkiraan residu 5% dari total sampah. Hal ini juga serupa dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Sharadvita, 2012 pada unit pengolahan sampah Kampung Limo, Depok, bahwa sampah memiliki potensi nilai ekonomi yang cukup baik yaitu sebesar Rp. 551.179 per harinya. Harga sampah yang digunakan dalam perhitungan nilai ekonomi didapatkan dengan mensurvey harga pada beberapa Bank Sampah yaitu Bank Sampah milik Pusat Penelitian Lingkungan Hidup Bali (PPLH Bali), Bank Sampah Depo Cemara, dan Bank Sampah Dudus Jaya Mandiri. Daftar harga sampah dapat dilihat pada tabel berikut: Tabel 2.6 Daftar Harga Barang Bank Sampah PPLH Bali No Jenis Harga 1 Botol Plastik Rp. 2.500/ kg 2 Kantong Plastik Rp. 250/ kg 3 Besi tipis Rp. 2.000/ kg 4 Kertas Rp. 1.200/ kg 5 Botol Kaca Rp. 150/ btl Sumber: Hasil survey Bank Sampah PPLH, Depo Cemara, dan Dudus Jaya Mandiri.