6
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Landasan Teori
2.1.1 Anatomi dan Histologi Kulit
Kulit adalah suatu organ pembungkus seluruh permukaan luar tubuh yang merupakan organ terberat dan terbesar dari tubuh. Seluruh kulit beratnya sekitar 16 % berat tubuh, pada orang dewasa sekitar 2,7–3,6 kg dan luasnya sekitar 1,5–1,9 m2. Tebal kulit bervariasi mulai dari 0,5 mm sampai 6 mm tergantung dari letak, umur dan jenis kelamin. Kulit tipis terletak pada kelopak mata, penis, labium minus dan kulit bagian medial lengan atas. Kulit tebal terdapat pada telapak tangan, telapak kaki, punggung dan bahu. Secara embriologis kulit berasal dari dua lapisan yang berbeda, lapisan luar adalah epidermis yang merupakan lapisan epitel berasal dari ektoderm, sedangkan lapisan dalam yang berasal dari mesoderm adalah dermis atau korium yang merupakan suatu lapisan jaringan ikat (Perdanakusuma, 2007).
7
Kulit tersusun atas 3 lapisan, yaitu : 1. Lapisan Epidermis Lapisan epidermis adalah lapisan luar kulit yang tipis dan avaskuler. Terdiri dari epitel berlapis gepeng berkeratin, mengandung sel melanosit, sel Langerhans dan sel merkel. Tebal epidermis berbedabeda pada berbagai tempat di tubuh, paling tebal pada telapak tangan dan kaki. Ketebalan epidermis hanya sekitar 5% dari seluruh ketebalan kulit. Epidermis terdiri atas lima lapisan (dari lapisan yang paling atas sampai yang terdalam) (Mescher, 2011): a. Stratum Korneum (lapisan tanduk) Lapisan kulit yang paling luar dan terdiri dari beberapa sel gepeng yang mati, tidak berinti dan protoplasmanya telah berubah menjadi keratin (zat tanduk). b. Stratum Lusidum Terdapat langsung di bawah lapisan korneum. Lapisan ini terdiri dari sel-sel gepeng tanpa inti dengan protoplasma yang berubah menjadi protein yang disebut eleidin. Lapisan ini tampak lebih jelas pada kulit telapak kaki dan telapak tangan. c. Stratum Granulosum (lapisan keratohialin) Lapisan ini merupakan 2 atau 3 lapis sel-sel gepeng dengan sitoplasma berbutir kasar dan terdapat inti diantaranya. Butir kasar ini terdiri dari keratohialin (Djuanda, 2013).
8
d. Stratum Spinosum Lapisan ini terdiri atas sel-sel kuboid atau agak gepeng dengan inti di tengah dengan nukleolus dan sitoplasma yang aktif menyintesis filamen keratin. Filamen keratin membentuk berkas yang tampak secara mikroskopis disebut tonofibril. Terdapat sel Langerhans diantara sel-sel spinosum (Mescher, 2011). e. Stratum Basal (Stratum Germinativum) Lapisan ini terdiri atas sel-sel selapis kuboid atau kolumnar yang tersusun vertikal pada perbatasan antara epidermis dengan dermis yang tersusun seperti pagar (palisade). Lapisan ini terdiri atas 2 jenis sel: a)
Sel-sel berbentuk kolumnar dengan protoplasma basofilik inti lonjong dan besar yang dihubungkan oleh jembatan antar sel.
b)
Sel pembentuk melanin (melanosit) yang merupakan sel-sel berwarna muda, dengan sitoplasma basofilik dan inti gelap, dan mengandung butir pigmen (melanosome) (Djuanda, 2013).
2. Lapisan dermis Lapisan dermis adalah lapisan di bawah epidermis yang terdiri atas lapisan elastik dan fibrosa padat. Dermis terdiri dari 2 lapisan, yaitu: a. Pars Papilare Lapisan ini merupakan lapisan tipis yang menonjol ke epidermis, berisi ujung serabut saraf dan pembuluh darah (Djuanda, 2013). Lapisan ini terdiri dari jaringan ikat longgar, dengan fibroblas dan
9
sel jaringan ikat lainnya, seperti sel mast dan makrofag (Mescher, 2011) b. Pars Retikulare Lapisan ini merupakan lapisan tebal yang menonjol ke arah subkutan. Bagian ini terdiri atas serabut-serabut penunjang misalnya serabut kolagen, elastin, dan retikulin (Djuanda, 2013).
2. Lapisan Subkutis / Hipodermis Subkutis merupakan lapisan di bawah dermis atau hipodermis yang terdiri dari lapisan lemak. Lapisan ini terdapat jaringan ikat longgar yang menghubungkan kulit secara longgar dengan jaringan di bawahnya. Jumlah dan ukurannya berbeda-beda menurut daerah di tubuh dan keadaan nutrisi individu. Lapisan ini terdiri dari ujungujung saraf tepi, pembuluh darah, dan getah bening (Djuanda, 2013)
Gambar 1. Anatomi Kulit (Sumber: Mescher, 2011)
10
Gambar 2. Histologi Kulit (Sumber: Mescher, 2011)
2.1.2 Jenis-jenis Luka
Berdasarkan penyebabnya, jenis luka dibagi menjadi (Hoediyanto & Hariadi, 2010): 1. Luka akibat benda tajam, merupakan kelainan pada tubuh yang disebabkan persentuhan dengan benda atau alat bermata tajam sehingga kontinuitas jaringan rusak atau hilang. Contoh benda bermata tajam yaitu, pisau, silet, pedang, pecahan kaca, keris, dan lain-lain. Jenis luka akibat benda tajam yaitu: a. Luka iris/sayat (Incised Wound), terjadi karena teriris oleh benda yang tajam dengan suatu tekanan ringan atau goresan pada permukaan tubuh. b. Luka tusuk (Stab Wound), terjadi akibat adanya benda tajam yang masuk ke dalam permukaan tubuh dengan tekanan tegak lurus.
11
c. Luka bacok (Chop Wound), terjadi akibat benda berat bermata tajam yang terjadi dengan suatu ayunan disertai tenaga lebih besar.
2. Luka akibat benda tumpul a. Luka memar (Contusion Wound), terjadi kerusakan jaringan subkutan sehingga pembuluh-pembuluh darah rusak dan pecah meresap ke jaringan sekitarnya. b. Luka lecet (Abraded Wound), terjadi kerusakan yang mengenai lapisan epidermis akibat kekerasan dengan benda yang mempunyai permukaan kasar, sehingga epidermis menjadi tipis dan sebagian atau seluruh lapisannya hilang. c. Luka robek (Laseration Wound), terjadi kerusakan jaringan bawah kulit, sehingga epidermis terkoyak, folikel rambut, kelenjar keringat dan sebasea mengalami kerusakan.
3. Luka akibat tembakan senjata api (Mansjoer et al., 2000): a. Kelim lecet: bagian yang kehilangan kulit ari yang mengelilingi lubang akibat anak peluru menembus kulit. b. Kelim kesat: usapan zat yang melekat pada anak peluru pada tepi lubang. c. Kelim tatoo: butir mesiu yang tidak habis terbakar tertanam pada kulit sekitar kelim lecet. d. Kelim jelaga: penampilan asap pada permukaan kulit di sekitar luka tidak masuk.
12
e. Kelim api: daerah hiperemi atau jaringan yang terbakar terletak tepat di tepi lubang luka.
4. Luka akibat trauma fisika a. Luka bakar: terjadi akibat kontak kulit dengan benda bersuhu tinggi. b. Luka akibat trauma listrik: terjadi akibat kulit kontak dengan listrik tegangan tinggi.
2.1.3 Luka Sayat
Luka sayat adalah luka akibat benda atau alat yang bermata tajam yang terjadi dengan suatu tekanan ringan dan goresan pada permukaan tubuh (Hoediyanto & Hariadi, 2010). Luka sayat memiliki gambaran umum dengan tepi dan dinding luka yang rata, berbentuk garis, tidak terdapat jembatan jaringan dan dasar luka berbentuk garis atau titik. Kedua sudut luka lancip dan dalam luka tidak melebihi panjang luka. Sudut luka yang lancip dapat terjadi dua kali pada tempat yang berdekatan akibat pergeseran senjata saat ditarik atau akibat bergeraknya korban. Gerakan memutar dapat menghasilkan luka yang tidak selalu berupa garis (Budianto, 1997).
Bentuk luka sayat: 1.
Bila sejajar arah serat elastis/otot luka berbentuk celah
2.
Bila tegak lurus arah serat elastis/otot luka berbentuk menganga
3.
Bila miring terhadap serat elastis/otot luka berbentuk asimetris
13
Ciri-ciri luka sayat: 1.
Tepi dan permukaan luka rata
2.
Sudut luka lancip
3.
Tidak ada jembatan jaringan
4.
Rambut terpotong (Hoediyanto & Hariadi, 2010).
2.1.4 Proses Penyembuhan Luka
Penyembuhan luka adalah suatu bentuk proses untuk memperbaiki kerusakan yang terjadi. Penyembuhan luka secara alami akan mengalami fase-fase seperti dibawah ini (Perdanakusuma, 2007): 1. Fase inflamasi Fase inflamasi terjadi pada hari 0–5 proses penyembuhan luka. Luka karena trauma atau luka karena pembedahan menimbulkan kerusakan jaringan dan mengakibatkan perdarahan. Darah akan mengisi daerah cedera dan paparan terhadap kolagen menimbulkan degranulasi trombosit. Agregat trombosit akan mengeluarkan mediator inflamasi Transforming Growth Factor beta 1 (TGF β1) yang juga dikeluarkan oleh makrofag. Transforming Growth Factor beta 1 (TGF β1) akan mengaktivasi fibroblas untuk mensintesis kolagen (Perdanakusuma, 2007). Trombosit mengeluarkan prostaglandin, tromboksan, bahan kimia dan asam amino tertentu yang mempengaruhi pembekuan darah, mengatur tonus dinding pembuluh darah dan kemotaksis terhadap leukosit, kemudian terjadi vasokonstriksi dan proses penghentian darah (Triyono, 2005).
14
Pembekuan darah atau koagulasi memicu munculnya mediator inflamasi seperti histamin, prostaglandin dan serotonin yang akan berikatan dengan fibrinogen. Fibrinogen akan berubah menjadi benang fibrin oleh trombin yang akan membentuk bekuan pada luka di kulit (Kumar,
2007).
Prostaglandin
menyebabkan
vasodilatasi
dan
peningkatan permeabilitas pembuluh darah di daerah luka. Hal tersebut menimbulkan edema dan nyeri pada awal terjadinya luka (Triyono, 2005). Leukosit, neutrofil, dan monosit akan menuju bagian luka pada kulit yang telah terjadi bekuan fibrin. Polimorfonuklear (PMN) adalah sel pertama yang menuju tempat terjadinya luka. Neutrofil akan mengeluarkan sitokin sebagai sinyal untuk menarik sel-sel leukosit lain agar berpindah ke bagian luka untuk mencegah infeksi. Monosit akan berubah menjadi makrofag untuk membersihkan debris pada luka (Kumar, 2007).
2. Fase proliferasi Fase ini disebut fibroplasi karena pada masa ini fibroblas sangat menonjol perannya. Fibroblas mengalami proliferasi dan mensintesis kolagen. Serat kolagen yang terbentuk menyebabkan adanya kekuatan untuk bertautnya tepi luka. Pada fase ini mulai terjadi granulasi, kontraksi luka dan epitelialisasi (Perdanakusuma, 2007).
Fase ini terjadi pada hari ke 3–14. Fase inflamasi berlangsung pendek apabila tidak ada kontaminasi atau infeksi yang bermakna. Fase proliferasi dimulai setelah luka berhasil dibersihkan dari jaringan mati
15
dan sisa material yang tidak berguna. Fase proliferasi ditandai dengan pembentukan jaringan granulasi pada luka. Jaringan granulasi merupakan kombinasi dari elemen seluler termasuk fibroblas dan sel inflamasi, yang bersamaan dengan timbulnya kapiler baru tertanam dalam jaringan longgar ekstraseluler dari matriks kolagen, fibronektin dan asam hialuronik (Triyono, 2005).
Fibroblas muncul pertama kali secara bermakna pada hari ke 3 dan mencapai puncak pada hari ke 7. Peningkatan jumlah fibroblas pada daerah luka merupakan kombinasi dari proliferasi dan migrasi. Fibroblas ini berasal dari sel-sel mesenkimal lokal, terutama yang berhubungan dengan lapisan adventisia, pertumbuhannya disebabkan oleh sitokin yang diproduksi oleh makrofag dan limfosit. Fibroblas merupakan elemen utama pada proses perbaikan untuk pembentukan protein struktural yang berperan dalam pembentukan jaringan (Triyono, 2005). Fibroblas menghasilkan mukopolisakarid dan serat kolagen yang terdiri dari asam-asam amino glisin, prolin dan hidroksiprolin. Mukopolisekarid mengatur deposisi serat-serat kolagen yang akan mempertautkan tepi luka. Serat-serat baru dibentuk, diatur, yang
tidak
diperlukan
dihancurkan,
dengan
demikian
luka
mengkerut/mengecil. Pada fase ini luka diisi oleh sel-sel radang, fibroblas, serat-serat kolagen, kapiler-kapiler baru membentuk jaringan kemerahan dengan permukaan tidak rata disebut jaringan granulasi (Farmitalia, 2012).
16
Revaskularisasi dari luka terjadi secara bersamaan dengan fibroplasia. Tunas-tunas kapiler tumbuh dari pembuluh darah yang berdekatan dengan luka. Faktor-faktor terlarut yang menyebabkan angiogenesis ini masih belum diketahui. Proses ini diduga terjadi dari kombinasi proliferasi dan migrasi. Mediator pertumbuhan sel endotelial ini dan kemotaksis termasuk sitokin yang dihasilkan trombosit, makrofag dan limfosit pada luka. Sitokin merupakan stimulan potensial untuk pembentukan formasi baru pembuluh darah termasuk basic fibroblast growth faktor ( bFGF), asidic FGF (aFGF), transforming growth factor αß (TGF αß) dan epidermal growth factor (eFGF). Fibroblast growth faktor (FGF) pada percobaan invivo merupakan substansi poten dalam neovaskularisasi. Proses tersebut terjadi dalam luka, sementara itu pada permukaan luka juga terjadi restorasi intregritas epitel (Triyono, 2005).
Reepitelisasi terjadi beberapa jam setelah luka. Sel epitel tumbuh dari tepi luka, bermigrasi ke jaringan ikat yang masih hidup. Epidermis segera mendekati tepi luka dan menebal dalam 24 jam setelah luka. Sel basal marginal pada tepi luka menjadi longgar ikatannya dari dermis di dekatnya, membesar dan bermigrasi ke permukaan luka yang sudah mulai terisi matriks sebelumnya. Sel basal pada daerah dekat luka mengalami pembelahan yang cepat dan bermigrasi dengan pergerakan menyilang satu dengan yang lain sampai defek yang terjadi tertutup semua. Sel epitel yang bermigrasi berubah bentuk menjadi lebih kolumner dan meningkat aktivitas mitotiknya apabila sudah terbentuk
17
jembatan. Proses reepitelisasi sempurna kurang dari 48 jam pada luka sayat yang tepinya saling berdekatan dan memerlukan waktu lebih panjang pada luka dengan defek lebar (Triyono, 2005).
3. Fase maturasi Fase ini berlangsung berlangsung dari hari ke 7 sampai 1 tahun. Reorganisasi dimulai setelah matriks ekstrasel terbentuk. Fase ini merupakan fase terpanjang penyembuhan luka, yaitu pematangan proses yang meliputi perbaikan yang sedang berlangsung pada jaringan granulasi yang membentuk lapisan epitel yang baru dan meningkatkan tegangan pada luka (Ueno et al., 2006). Remodeling meliputi deposit dari matriks (Li et al., 2007) dan deposit kolagen pada tempatnya (Broughton et al., 2006). Pada fase remodeling kekuatan peregangan jaringan ditingkatkan karena cross-linking intermolekular dari kolagen melalui hidroksilasi yang membutuhkan vitamin C (Reddy et al., 2012).
Salah satu ciri dari fase ini adalah perubahan matriks ekstraseluler. Kolagen tipe III muncul pertama kali sesudah 48–72 jam dan maksimal disekresi antara 5–7 hari. Jumlah kolagen total meningkat pada awal perbaikan, mencapai maksimum antara 2 sampai 3 minggu sesudah cedera (Li et al., 2007). Kolagen tipe III yang diproduksi oleh fibroblas selama fase proliferasi akan diganti oleh kolagen tipe I selama beberapa bulan berikutnya melalui proses yang lambat dari kolagen tipe III (Gurtner, 2007). Selama periode 1 tahun atau lebih,
18
dermis secara bertahap kembali kepada fenotip yang stabil seperti sebelum cedera dan komposisi terbanyak adalah kolagen tipe I. Kekuatan regangan yang merupakan penilaian dari fungsi kolagen, meningkat 40% kekuatannya dalam jangka waktu 1 bulan dan terus meningkat sampai 1 tahun, mencapai lebih dari 70% kekuatannya dari normal pada akhir fase remodeling (Li et al., 2007).
2.1.5 Fibroblas
Terdapat beberapa sel yang berperan pada fase proliferasi dalam penyembuhan luka, yaitu sel epitel, sel endotel, limfosit, makrofag, keratinosit dan fibrolas. Limfosit dan makrofag berperan dalam proliferasi dan migrasi sel epitel, sel endotel dan sel fibroblas. Proliferasi fibroblas menyebabkan jumlah sel keratinosit, sel endotel dan faktor pertumbuhan meningkat. Pada fase proliferasi, sel fibroblas merupakan sel yang memiliki peranan penting dalam fase ini. Fibroblas berasal dari sel mesenkim yang tidak berdiferensiasi dan menghabiskan hidupnya di jaringan ikat. Pertumbuhan fibroblas disebabkan oleh sitokin yang diproduksi oleh makrofag dan limfosit. Fibroblas menyintesis kolagen, elastin, glikosaminoglikan, proteoglikan, dan glikoprotein multiadhesif. Fibroblas merupakan elemen utama pada proses perbaikan untuk pembentukan protein struktural yang berperan dalam pembentukan jaringan (Triyono, 2005). Fibroblas merupakan sel yang paling banyak terdapat di jaringan ikat dan bertugas menyintesis komponen matriks ekstrasel. Pada sel-sel tersebut
19
terdapat aktivitas aktif dan tenang, istilah fibroblas untuk menyebut sel yang aktif dan fibrosit untuk sel yang tenang. Fibroblas aktif memiliki banyak percabangan sitoplasma yang ireguler. Intinya lonjong, besar, terpulas pucat, dengan kromatin halus dan anak inti yang nyata. Sitoplasmanya banyak mengandung retikulum endoplasma (RE) kasar dan aparatus golgi yang berkembang baik. Fibrosit atau fibroblas tenang lebih kecil dari fibroblas aktif dan berbentuk gelondong. Prosessusnya lebih sedikit, intinya lebih kecil, gelap, panjang dan sitoplasmanya lebih asidofilik dengan lebih sedikit RE kasar. Fibroblas merupakan target berbagai faktor pertumbuhan yang mempengaruhi pertumbuhan dan diferensiasi sel. Pada orang dewasa, fibroblas dalam jaringan ikat jarang membelah, mitosis akan berlanjut bila organisme tersebut memerlukan tambahan fibroblas seperti pada penyembuhan luka (Mescher, 2011).
20
Fibroblas Transkripsi Translasi Intrasel
Rantai alpha-1 dan alpha-2 (Preprocollagen) Prolin dan lisin asam amino Hidroksilasi Struktur helix triple 2 rantai alpha-1 dan 1 alpha-2 (Procollagen) Procollagen peptidase Tropocollagen
Ekstrasel
Ikatan silang oleh lysyl oksidase Kolagen fibril Serat kolagen
Gambar 3. Proses Sintesis Kolagen (Sumber: Sharma, 2007)
2.1.6 Povidone Iodine
Povidone iodine ialah suatu iodovor dengan polivinil pirolidon berwarna coklat gelap dan timbul bau yang tidak menguntungkan (Ganiswara, 2003). Povidone iodine merupakan agen antimikroba yang efektif dalam desinfeksi dan pembersihan kulit baik pra- maupun pascaoperasi, dalam penatalaksanaan luka traumatik (Morison, 2003).
Povidone iodine bersifat bakteriostatik dengan kadar 640 µg/ml dan bersifat bakterisidal pada kadar 960 µg/ml. 10% povidone iodine mengandung 1% iodium yang dapat membunuh bakteri dalam 1 menit.
21
Mekanisme kerja povidone iodine dimulai setelah kontak langsung dengan jaringan dengan melepaskan elemen iodine yang akan menghambat
metabolisme
enzim
bakteri
sehingga
mengganggu
multiplikasi bakteri yang mengakibatkan bakteri menjadi lemah. Penggunaan iodine berlebih dapat menghambat proses granulasi luka (Gunawan, 2007).
2.1.7 Terminalia catappa L
2.1.7.1 Taksonomi dan Morfologi Menurut Jagessar dan Alleyne (2011), Terminalia catappa L adalah pohon
tropis
yang
besar
dalam
keluarga
pohon
Leadwood,
Combretaceae. Memiliki tinggi 35 m (115 ft), berdiri tegak dengan mahkota simetris dan cabang horizontal. Taksonomi dari tanaman ketapang sebagai berikut : Kingdom : Plantae Divisio
: Magnoliophyta
Subdivisio : Magnoliophytina Kelas
: Magnoliopsida
Subkelas : Myrtales Family
: Combretaceae
Genus
: Terminalia
Spesies
: Terminalia catappa L
22
Lemmens dan Soetjipto (1999), mendeskripsikan Tanaman Ketapang (Terminalia catappa L) sebagai berikut : Batang
: Batangnya memiliki diameter sampai 1,5 m, cabang panjang dan mendatar.
Daun
: Berbentuk bundar telur atau menjorong.
Bunga
: Berukuran sangat kecil, berwarna putih dan tidak bermahkota.
Buah
: Berbentuk bulat telur, waktu muda berwarna hijau dan setelah matang berwarna merah.
Gambar 4. Daun Ketapang (Terminalia catappa L) (Sumber: Thomson & Evans, 2006)
23
2.1.7.2 Manfaat
Daun ketapang (Terminalia catappa L) diketahui mengandung senyawa obat seperti flavonoid (kaempferol atau quercetin), beberapa tanin (punicalin, punicalagin atau tercatin), saponin dan pitosterol (Jagessar & Alleyne, 2011), triterpenoid (Gao et al., 2004), alkaloid (Mandasari, 2006), steroid (Babayi et al., 2004) dan asam lemak (Jaziroh, 2008).
Pauly (2001), dalam US Patent menyatakan bahwa ekstrak daun ketapang memiliki berbagai khasiat, antara lain : 1. Sebagai obat luar, ekstrak daun ketapang berkhasiat mengobati sakit pinggang, keseleo, salah urat, kudis, kista, gatal-gatal, kulit yang terkelupas dan luka bernanah. 2. Sebagai obat dalam, ekstrak daun ketapang berkhasiat mengobati diare, gangguan pada saluran pencernaan, gangguan pernapasan, menurunkan tekanan darah tinggi, insomnia dan kencing darah. 3. Selain itu ekstrak daun ketapang digunakan dalam bidang kosmetik karena memiliki aktivitas anti UV dan antioksidan.
Ekstrak daun ketapang (Terminalia catappa L) dapat digunakan secara topikal untuk kulit sebagai anti inflamasi. Sediaan yang digunakan dapat berupa cair, pasta, atau kering (Pauly, 2001). Kandungan daun ketapang (Terminalia
catappa
L)
yang
diduga
memiliki
efek
terhadap
penyembuhan luka adalah saponin, flavonoid, dan tanin. Tanin dapat mempengaruhi sikatrik pada luka melalui beberapa mekanisme seluler, yaitu mempengaruhi kontraksi luka, dan meningkatkan pembentukan
24
pembuluh kapiler dan fibroblas (Li K, 2011). Saponin memiliki mekanisme aktivasi TGF-β pathway melalui peningkatan ekspresi dari reseptor TGF-β. Peningkatan ekspresi reseptor TGF-β tipe I dan II oleh saponin selanjutnya dapat mempercepat sintesis fibroblas. Hal ini akan mempercepat pembentukan kolagen (Kanzaki et al., 1998).
Gambar 5. Struktur Kimia Senyawa Tanin (Sumber: Sa’adah, 2010)
Gambar 6. Struktur Kimia Senyawa Saponin (Sumber: Singh, 2002)
25
Gambar 7. TGF β pathway (Sumber: Rifa’i, 2009)
Flavonoid berperan dalam meningkatkan vaskuler, meningkatkan sintesis kolagen, merangsang Platelet Derived Growth Factor (PDGF) yang berperan dalam merangsang dan mengatur migrasi fibroblas, sel otot polos dan sel endotel (Fitzpatrick, 2009).
26
2.2 Kerangka Teori
Trauma benda tajam
Povidone iodine Infeksi mikroorganisme
Luka
Kerusakan jaringan, perdarahan
Agregasi trombosit Ekstrak daun ketapang (Terminalia catappa L)
Pelepasan TGF β1
Sintesis fibroblas
Sintesis kolagen
Penyembuhan luka
Gambar 8. Kerangka Teori Keterangan : = Mempengaruhi = Menghambat
2.3 Kerangka Konsep
Luka sayat mencit
Ekstrak daun ketapang (Terminalia catappa L) dosis 25%, 50%, dan 100%
Variabel independen Gambar 9. Kerangka Konsep
Gambaran histopatologi jumlah fibroblas kulit yang mengalami luka
Variabel dependen
27
2.4 Hipotesis 1. Terdapat pengaruh pemberian ekstrak daun ketapang (Terminalia catappa L) terhadap jumlah fibroblas pada penyembuhan luka sayat mencit (Mus musculus). 2. Terdapat peningkatan jumlah fibroblas pada penyembuhan luka sayat mencit (Mus musculus) setelah pemberian ekstrak daun katapang (Terminalia catappa L).