BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Manajemen Keuangan Dewasa ini manajer keuangan memegang peranan penting. Seorang manajer keuangan (Financial Manager) suatu perusahaaan harus tahu bagaimana mengelola segala unsur dan segi keuangan. Hal ini wajib dilakukan karena keuangan merupakan salah satu fungsi penting dalam mencapai tujuan perusahaan. Manajemen keuangan merupakan salah satu fungsi operasional perusahaan yang sangat penting disamping fungsi operasional lainnya, seperti manajemen pemasaran, manajemen operasional, dan lain sebagainya. Manajemen keuangan membicarakan pengelolaan keuangan yang pada dasarnya dapat dilakukan oleh individu, perusahaan maupun pemerintah. Manajemen keuangan terdiri dari dua kata yaitu manajemen dan keuangan. Pengertian ini akan dijelaskan lebih lanjut di bawah ini.
2.1.1
Pengertian Manajemen, Keuangan, dan Manajemen Keuangan Manajemen merupakan suatu proses yang menggunakan metode ilmu dan
seni yang menempatkan fungsi-fungsi perencanaan, pengorganisasian, pengarahan dan pengendalian pada kegiatan sekelompok manusia yang dilengkapi dengan sumber ekonomi dan factor produksi untuk mencapai tujuan yang telah dicapai sebelumnya. Berikut pendapat menurut para ahli mengenai manajemen.
Menurut Ernie Tisnawati dan Kurniawan Saefullah (2005:6): Manajemen adalah sebuah proses yang dilakukan untuk mewujudkan tujuan organisasi melalui rangkaian kegiatan berupa perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, dan pengendalian orang-orang serta sumber daya organisasi lainnya . Menurut Griffin (2004:2): Manajemen merupakan serangkaian (termasuk perencanaan dan pengambilan keputusan, pengorganisasian, kepemimpinan, dan pengendalian) yang diarahkan pada sumber-sumber daya organisasi (manusia, financial, fisik, dan informasi) untuk mencapai organisasi dengan cara yang efektif dan efisien . Menurut Robbins dan Coulter (2004:6): Manajemen adalah suatu pengkoordinasian kegiatan-kegiatan pekerjaan sehingga pekerjaan tersebut terselesaikan secara efisien dan efektif dengan dan melalui orang lain . Dari penjelasan para ahli di atas, maka dapat diambil kesimpulan bahwa manajemen
merupakan
suatu
aktivitas
perencanaan,
pengorganisasian,
pengaktualisasian, dan pengendalian anggota organisasi secara efektif dan efisien untuk mencapai tujuan perusahaan dengan memanfaatkan sumber daya yang ada pada perusahaan. Sedangkan keuangan didalam perusahaan sangat diperlukan untuk dapat memperlancar kegiatan operasinya. Menurut Ridwan S.Sundjaja dan Inge Barlian (2003:42) pengertian keuangan yaitu: Keuangan merupakan ilmu dan seni dalam mengelola uang yang memperngaruhi kehidupan setiap orang dan setiap organisasi. Keuangan berhubungan dengan proses, lembaga, pasar, dan instrumen yang terlibat dalam transfer uang diantara individu maupun antara bisnis dan pemerintah .
Dari pengertian manajemen dan keuangan diatas, maka dapat diketahui pengertian dari manajemen keuangan menurut beberapa pendapat dibawah ini. Menurut Dr. Darsono (2006:01) bahwa : Manajemen Keuangan ialah aktivitas pemilik dan manajemen perusahaan untuk memperoleh sumber modal yang semurahmurahnya dan menggunakannya seefektif, seefisien, dan seproduktif mungkin untuk menghasilkan laba .
Sedangkan Sutrisno (2003:03) mengemukakan bahwa: Manajemen keuangan dapat diartikan sebagai semua aktivitas perusahaan yang berhubungan dengan usaha-usaha mendapatkan dana perusahaan dengan biaya yang murah serta usaha untuk menggunakan dan mengalokasikan dana tersebut secara efisien .
Dilihat dari uraian di atas tentang menajemen keuangan, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa manajemen keuangan merupakan hal terpenting dalam usaha-usaha pengelolaan dana yang dialokasikan dan dikumpulkan untuk membiayai segala aktivitas yang dilakukan perusahaan untuk mencapai tujuan.
2.1.2
Fungsi-fungsi manajemen keuangan Kegiatan utama keuangan yaitu untuk mencari dana dan menggunakan
dana. Pengelompokan ini didasarkan pada banyaknya keputusan yang harus dilakukan oleh manajer keuangan. Menurut Van Horne dan Wachowich,Jr. (2005:3) bahwa fungsi manajemen keuangan dapat dibagi menjadi tiga area utama: investasi, pendanaan, dan manajemen aktiva.
1. Keputusan Investasi Keputusan investasi adalah hal yang paling penting dari ketiga keputusan di atas ketika perusahaan ingin menciptakan nilai. Hal tersebut dimulai dengan penetapan jumlah total aktiva yang perlu dimiliki oleh perusahaan. 2. Keputusan Pendanaan Dalam keputusan pendanaan, manajer berhubungan dengan perbaikan sisi kanan neraca. Keputusan dividen perusahaan juga harus dipandang sebagai bagian integral dari keputusan pendanaan perusahaan. Semakin banyak jumlah laba saat ini yang ditahan dalam perusahaan berarti semakin sedikit uang yang akan tersedia bagi pembayaran dividen saat ini. 3. Keputusan Manajemen Aktiva Ketika aktiva telah diperoleh dan pendanaan yang tepat telah tersedia, aktiva ini masih harus dikelola secara efisien. Tanggung jawab operasional atas berbagai aktiva yang ada, membuat manjer keuangan menjadi lebih memerhatikan manajemen aktiva lancar (current asset) daripada aktiva tetap (fixed asset).
2.2
Modal Kerja
2.2.1
Pengertian dan Konsep Modal Kerja Setiap perusahaan membutuhkan modal kerja untuk membelanjai
operasinya sehari-hari. Terdapat beberapa pengertian modal kerja sebagai berikut:
Gitman (2006:511) berpendapat: Working capital is current assets, which represent the portion of investment that circulates from one to another in the ordinary conduct of business . Yang artinya bahwa modal kerja adalah aktiva lancar, yang menghadirkan bagian investasi yang dari satu bentuk ke bentuk lain yang berhubungan dengan bisnis. Menurut Hilton (2003:708): Working capital is current assets minus current liabilities . Yang artinya bahwa modal kerja adalah harta lancar dikurangi kewajiban lancar. Sedangkan menurut Dr. Darsono (2006:115): Modal kerja adalah investasi dalam harta jangka pendek atau investasi dalam harta lancar (current assets) . Dari pendapat beberapa ahli diatas, dapat diambil kesimpulan bahwa modal kerja merupakan investasi perusahaan dalam bentuk aktiva lancar. Dalam praktik sehari-hari modal kerja atau lebih dikenal dengan modal kerja bersih juga dapat didefinisikan sebagai harta lancar dikurangi dengan kewajiban lancar, atau aktiva dikurangi pasiva lancar. Menurut Susan Irawati (2006:90) bahwa ada tiga macam modal kerja yang digunakan untuk analisis, yaitu: 1. Konsep Kuantitatif (Gross Concept of Working Capital) Konsep ini mendasarkan pada kuantitas dari dana yang tertanam dalam unsur-unsur aktiva lancar dimana aktiva ini merupakan aktiva yang sekali berputar kembali dalam bentuk semula atau aktiva dimulai dari yang tertanam di
dalamnya akan dapat bebas lagi dalam waktu yang pendek. Dengan demikian modal kerja dalam konsep ini adalah keseluruhan dari jumlah aktiva lancar. 2. Konsep Kualitatif (Net Concept of Working Capital) Dalam konsep ini pengertian modal kerja juga dikaitkan dengan besarnya jumlah utang lancar atau utang yang harus segera dibayar. Dengan demikian maka sebagian dari aktiva lancar itu harus disediakan untuk memenuhi kewajiban finansial yang harus segera dibayar dimana bagian aktiva lancar ini tidak boleh digunakan untuk membayar operasi perusahaan untuk menjaga likuiditasnya. Oleh karena itu modal kerja menurut konsep ini adalah sebagian dari aktiva lancar yang benar-benar dapat digunakan untuk membayar operasi perusahaan mampu mengganggu likuiditasnya yaitu yang merupakan kelebihan aktiva lancar diatas utang lancar. Modal kerja dalam pengertian ini sering disebut modal kerja memo (non working capital). 3. Konsep Fungsional (Functional Concept of Working Capital) Konsep ini mendasarkan pada fungsi dari dana dalam menghasilkan pendapatan. Setiap dana yang dikerjakan atau digunakan dalam perusahaan dimaksudkan untuk menghasilkan pendapatan. Pendapatan yang dimaksud adalah pendapatan dalam satu periode accounting (current income) bukan periode berikutnya (future income). Dari pengertian tersebut maka terdapat sejumlah dana yang tidak menghasilkan current income atau kalau menghasilkan tidak sesuai dengan misi perusahaan yaitu non working capital, sehingga besarnya modal kerja adalah:
a. Besarnya kas b. Besarnya persediaan c. Besarnya piutang (dikurangi bersarnya laba) d. Besarnya sebagian dana yang ditanamkan dalam aktiva tetap (besarnya adalah sejumlah dana yang berfungsi untuk menghasilkan current income tahun yang bersangkutan). Sedangkan bagian piutang yang merupakan keuntungan adalah tergolong dalam modal kerja potensial dan sebagian dana yang ditanamkan dalam aktiva tetap yang menghasilkan future income (pendapatan tahun-tahun sesudahnya) termasuk dalam non working capital.
2.2.2
Fungsi Modal Kerja Suatu dana yang digunakan oleh perusahaan dalam menjalankan
operasinya sehari-hari dapat masuk kembali ke dalam perusahaan dalam jangka waktu yang pendek yaitu dari hasil penjualan produknya. Akan tetapi, antara pengeluaran dan penerimaan tersebut terdapat tenggang waktu. Oleh karena itulah, selama tenggang waktu itulah modal kerja dibutuhkan untuk membiayai kegiatan sehari-hari perusahaan. Jadi, fungsi sebenarnya dari modal kerja yaitu untuk mengatur antara pengeluaran dana untuk operasi sehari-hari.
2.2.3
Jenis-Jenis Modal Kerja Terdapat pengelompokan mengenai modal kerja. Menurut Sutrisno
(2003:45) jenis-jenis modal kerja tersebut terdiri dari:
1. Modal Kerja Permanen (Permanent Working Capital) Merupakan modal kerja yang harus tetap ada pada perusahaan untuk dapat menjalankan fungsinya, atau dengan kata lain modal kerja yang secara terus menerus diperlukan untuk kelancaran usaha. a. Modal Kerja Primer (Primary Working Capital) Merupakan jumlah modal kerja minimum yang harus ada pada perusahaan untuk menjamin kontinuitas usahanya. b. Modal Kerja Normal (Normal Working Capital) Merupakan jumlah modal kerja yang digunakan untuk penyelenggaraan kas produksi yang normal yang merupakan kemampuan perusahaan untuk menghasilkan barang sebesar kapasitas normal perusahaan. 2. Modal kerja Variabel (Variable Working Capital) Merupakan modal kerja yang jumlahnya berubah-ubah sesuai dengan perubahan keadaan. a. Modal Kerja Musiman (Seasonal Working Capital) Merupakan modal kerja yang jumlahnya berbeda-beda disebabkan karena fluktuasi musim. b. Modal Kerja Siklis (Cyclical Working Capital) Merupakan modal kerja yang jumlahnya berbeda-beda disebabkan karena fluktuasi konjungtur. c. Modal Kerja Darurat (Emergency Working Capital) Merupakan modal kerja yang jumlahnya berubah-ubah karena adanya keadaan darurat yang tidak diketahui sebelumnya.
2.2.4
Unsur Modal Kerja Menurut Dwi Prastowo dan Rifka Julianty (2002:17) mengenai unsur-
unsur modal kerja: Unsur-unsur modal kerja yaitu pos-pos yang ada dalam aktiva yang manfaat ekonomisnya diharapkan akan diperoleh dalam waktu satu tahun atau kurang (atau siklus operasi normal), misalnya kas, surat berharga, persediaan piutang, dan persekot biaya-biaya .
Berikut merupakan yang termasuk dalam unsur-unsur modal kerja: 1. Kas atau uang tunai yang dapat digunakan untuk membiayai operasi perusahaan, cek yang diterima dari para langganan dengan simpanan perusahaan di bank dalam bentuk giro atau demand deposit yaitu simpanan di bank yang dapat diambil kembali setiap kali dibutuhkan perusahaan. 2. Investasi jangka pendek yaitu investasi yang bersifat sementara untuk memanfaatkan uang kas yang sementara masih belum dibutuhkan dalam operasi perusahaan. Syaratnya harus bersifat marketable yaitu dapat segera dijual dengan harga pasti setiap saat perusahaan membutuhkan uang. 3. Piutang
dagang
yaitu
tagihan
perusahaan
kepada
pihak
lain
(kreditur/langganan) sebagai akibat adanya penjualan barang dagangan secara kredit. 4. Persediaan barang dagangan (bagi perusahaan dagang) yaitu bahan mentah, barang dalam proses, dan barang jadi. 5. Hutang lancar yaitu suatu kewajiban yang akan jatuh tempo dalam waktu dekat (biasanya dalam 1 tahun atau kurang) dan yang akan dibayar dari aktiva lancar.
2.2.5
Faktor Yang Mempengaruhi Kebutuhan Modal Kerja Kebutuhan perusahaan akan modal tergantung pada faktor-faktor sebagai
berikut (Ridwan D.Sundjaja dan Inge Barlian 2003:189) : 1. Besar kecilnya skala usaha perusahaan Kebutuhan modal kerja pada perusahaan besar berbeda dengan perusahaan kecil dikarenakan perusahaan besar mempunyai keuntungan akibat luasnya sumber pembiayaan yang tersedia dibandingkan dengan perusahaan kecil yang hanya tergantung pada beberapa sumber saja. Pada perusahaan kecil, tidak tertagihnya
beberapa
piutang
dari
beberapa
langganan
dapat
sangat
mempengaruhi unsur-unsur modal kerja lainnya seperti kas dan persediaan. 2. Aktivitas perusahaan Perusahaan yang bergerak dalam bidang jasa tidak mempunyai persediaan barang dagangan, sedangkan perusahaan yang menjual persediaannya secara tunai tidak memiliki piutang dagang. Hal tersebut akan memperngaruhi tingkat perputaran dan jumlah modal kerja suatu perusahaan. Demikian juga dengan syarat pembelian dan waktu yang dibutuhkan untuk memproduksi atau memperoleh barang yang akan dijual. 3. Volume penjualan Merupakan faktor yang sangat penting dalam modal kerja. Bila tingkat penjualan naik, maka kebutuhan modal kerja pun akan ikut naik, demikian sebaliknya.
4. Perkembangan teknologi Khususnya
yang
berhubungan
dengan
proses
produksi
akan
mempengaruhi kebutuhan modal kerja. Otomatisasi yang mengakibatkan proses produksi yang lebih cepat membutuhkan persediaan bahan baku yang lebih banyak agar kapasitas maksimum dapat dicapai, selain itu akan membuat perusahaan mempunyai persediaan barang jadi dalam jumlah lebih banyak bila tidak diimbangi dengan pertambahan penjualan yang besar. 5. Sikap perusahaan terhadap likuiditas dan profitabilitas Adanya biaya dari semua yang digunakan perusahaan mengakibatkan jumlah modal kerja yang relatif besar mempunyai kecenderungan untuk mengurangi laba perusahaan, tetapi dengan menahan uang kas dan persediaan barang yang lebih besar akan membuat perusahaan lebih mampu untuk membayar transaksi yang dilakukan dan resiko kehilangan pelanggan tidak terjadi karena perusahaan mempunyai persediaan barang yang cukup.
2.2.6
Sumber Modal Kerja Sumber-sumber dana perlu dipisahkan terhadap kebutuhan modal kerja
permanen dan kebutuhan modal kerja variabel. Kebutuhan modal kerja variabel dimana modal kerja tersebut hanya dibutuhkan beberapa saat saja (beberapa bulan saja) dan tidak dibutuhkan secara terus menerus (biasanya kebutuhan pada saat volume penjualan puncak), maka harus dibelanjai dengan sumber dana jangka pendek selama atau pada saat modal kerja tersebut dibutuhkan.
Menurut Drs.M.Manullang (2005:16), sumber modal kerja suatu perusahaan dapat berasal dari: 1. Working capital provided by current operations. 2. Profit on the sale of marketable securities. 3. Sale of fixed assets, long term investments and other non current assets. 4. Federal income tax refunds and other similar extra ordinary gain items. 5. Sales of bonds and capital stock and contributions of funds by owner. 6. Bank and other short term loans. 7. Trade creditor (accounts, trade acceptances and notes payable). 8. Whether the sales are uniform through out the year or are seasonal 9. Credit rating of company Menurut S. Munawir (2004: 120) sumber modal kerja suatu perusahaan dapat berasal dari: a.
Hasil operasi perusahaan adalah jumlah net income yang nampak dalam perhitungan rugi laba ditambah dengan depresiasi dan amortisasi, jumlah ini menunjukkan jumlah modal kerja yang berasal dari hasil operasi perusahaan. Jumlah modal kerja yang berasal dari hasil operasi perusahaan dapat dihitung dengan menganalisa laporan perhitungan rugi laba perusahaan tersebut. Dengan adanya keuntungan atau laba dari usaha perusahaan, dan apabila laba tersebut tidak diambil oleh pemilik perusahaan maka laba tersebut akan menambah modal perusahaan yang bersangkutan.
b.
Keuntungan dari penjualan surat-surat berharga (investasi jangka pendek). Surat berharga yang dimiliki perusahaan untuk jangka pendek (marketable securities atau efek) adalah salah satu elemen aktiva lancar yang segera dapat dijual dan akan menimbulkan keuntungan bagi perusahaan. Dengan adanya penjualan surat berharga menyebabkan terjadinya perubahan dalam unsur modal kerja yaitu dari bentuk surat berharga berubah menjadi uang kas. Keuntungan yang diperoleh dari penjualan surat berharga ini merupakan suatu sumber untuk bertumbuhnya modal kerja; sebaliknya, apabila
dalam
penjualan
tersebut
terjadi
kemajuan
maka
akan
menyebabkan berkurangnya modal kerja. Apabila efek atau investasi jangka pendek ini dijual dengan harga jual yang sama dengan harga perolehannya (tanpa laba maupun rugi), maka penjualan efek-efek tersebut tidak akan mempengaruhi besarnya modal kerja (modal kerja tidak bertambah maupun berkurang). Diadakan menganalisa sumber-sumber modal kerja maka sumber yang berasal dari keuntungan penjualan suratsurat berharga harus dipisahkan dengan modal kerja yang berasal dari hasil usaha pokok perusahaan. c.
Penjualan aktiva tidak lancar. Sumber lain yang dapat menambah modal kerja adalah hasil penjualan aktiva tetap, investai jangka panjang dan aktiva tidak lancar lainnya yang tidak diperlukan lagi oleh perusahaan. Perubahan dari aktiva ini menjadi kas atau piutang akan menyebabkan bertambahnya modal kerja sebesar
hasil penjualan tersebut. Apabila dari hasil penjualan aktiva tetap atau aktiva tidak lancar lainnya ini tidak segera digunakan untuk mengganti aktiva yang bersangkutan akan menyebabkan keadaan aktiva lancar sedemikian besarnya sehingga melebihi jumlah modal kerja yang dibutuhkan (adanya modal kerja yang berlebih-lebihan). d.
Penjualan saham atau obligasi Untuk menambah dana atau modal kerja yang dibutuhkan perusahaan dapat pula mengadakan emisi saham baru atau meminta kepada para pemilik
perusahaan
untuk
menambah
modalnya.
Disamping
ini
perusahaan dapat juga mengeluarkan obligasi atau bentuk hutang jangka panjang lainnya guna memahami modal kerja. Penjualan obligasi ini mempunyai konsekuensi bahwa perusahaan harus membayar bunga tetap, oleh karena itu dalam mengeluarkan hutang dalam bentuk obligasi ini harus disesuaikan dengan kebutuhan perusahaan penjualan obligasi yang tidak sesuai dengan kebutuhan (terlalu besar) disamping menimbulkan beban bunga yang besar, juga akan mengakibatkan keadaan aktiva lancar yang besar sehingga melebihi jumlah modal kerja yang dibutuhkan. Disamping keempat sumber diatas masih ada lagi sumber lain yang dapat diperoleh perusahaan untuk menambah aktiva lancarnya misalnya dana pinjaman/kredit dari bank dan pinjaman jangka pendek lainnya serta hutang dagang yang diperoleh dari para penjual atau supplier. Disini bertambahnya aktiva lancar diimbangi atau dibarengi dengan bertambahnya hutang lancar, sehingga modal kerja (dalam arti net working capital) tidak berubah.
2.2.7
Manajemen Modal Kerja Manajemen modal kerja diperlukan didalam pengambilan keputusan
dalam berinvestasi dalam modal kerja. Menurut Muhamad Muslich (2003:143): Manajemen modal kerja adalah manajemen aktiva lancar dan pasiva lancar . Menurut Dr.Darsono (2006:116) yang mengutip dari Weston dan Brigham: Manajemen modal kerja adalah investasi perusahaan dalam jangka pendek: kas, surat-surat berharga (efek),piutang dan persediaan . Sedangkan menurut Dr.Darsono (2006:116) dalam buku Manajemen keuangan Pendekatan Praktis: Manajemen modal kerja meliputi administrasi harta lancar dan utang lancar, mempunyai fungsi utama yakni: (1) menyesuaikan tingkat volume penjualan dan penjualan musiman; dimana siklus volume penjualan jangka pendek ini merupakan syarat untuk prospek jangka panjang yang menguntungkan, (2) Membantu perusahaan memaksimumkan nilainya dengan cara menurunkan biaya modal dan menaikkan laba .
Dari pengertian-pengertian tentang manajemen modal kerja diatas, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa manajemen modal kerja bertujuan mengelola aktiva lancar, dan hutang lancar supaya terjamin modal kerja yang layak diterima, dan dapat menjamin tingkat likuiditas perusahaan.
2.2.8
Pentingnya Modal Kerja Manajemen modal kerja sangat penting bagi perusahaan khususnya
perusahaan kecil karena mereka sulit memperoleh sumber pembiayaan baik dari pasar uang maupun pasar modal. Menurut Dr.Darsono (2006:120) bahwa modal
kerja adalah ruh atau energi internal yang menggerakkan perusahaan. Perusahaan yang tidak memiliki kecukupan modal kerja akan sulit untuk menjalankan kegiatannya, atau akan macet operasinya. Tanpa modal kerja yang cukup, suatu perusahaan akan kehilangan kesempatan untuk meningkatkan kuantitas dan kualitas produk yang dihasilkan. Besarnya modal kerja tergantung pada jenis bisnis, tetapi pada umumnya nilai modal kerja suatu perusahaan kira-kira lebih dari 50% dari jumlah harta. Menurut Van Horne dan Wachowitcz, Jr. (2005:309) manajemen modal kerja adalah hal yang paling penting, jika tidak ada hal lainnya daripada proporsi waktu manajer keuangan yang harus didedikasikan untuk hal tersebut. Akan tetapi, yang paling penting adalah pengaruh keputusan modal kerja atas resiko, pengembalian, dan harga saham perusahaan.
2.2.9
Manfaat Modal Kerja Ada berbagai manfaat dari modal kerja (Drs.M.Manullang 2005:15),
antara lain: 1. Melindungi perusahaan terhadap penurunan nilai aktiva lancar. 2. Memungkinkan untuk membayar semua kewajiban tepat pada waktunya. 3. Menjamin perusahaan untuk memiliki credit standing yang semakin besar sehingga perusahaan selalu siap dalam menghadapi bahaya-bahaya yang mungkin terjadi. 4. Memungkinkan untuk memilki persediaan barang dalam jumlah yang cukup untuk melayani konsumen.
5. Memungkinkan bagi perusahaan untuk memberikan syarat-syarat kredit yang lebih menguntungkan bagi pelanggan. 6. Memungkinkan perusahaan untuk dapat beroperasi dengan lebih efisien karena tidak ada kesulitan untuk memperoleh barang atau jasa yang dibutuhkan.
2.2.10 Menentukan Kebutuhan Modal Kerja Modal kerja yang baik harus dapat membiayai pengeluaran perusahaan sehari-hari, karena modal kerja yang cukup akan dapat menguntungkan perusahaan. Menurut Susan Irawati (2006:93) bahwa untuk menentukan besarnya modal kerja, bisa digunakan beberapa metode, diantaranya: 1. Metode Keterikatan Dana Faktor-faktor yang mempengaruhi keterikatan dana pada modal kerja, adalah: a. Periode terikatnya modal kerja yang merupakan waktu yang diperlukan, mulai dari kas yang ditanamkan pada komponen modal kerja sampai kas kembali. b. Proyeksi kebutuhan kas rata-rata per hari yang merupakan jumlah pengeluaran kas setiap hari untuk keperluan pembelian bahan baku, bahan penolong, dan upah karyawan.
2. Metode Perputaran Modal Kerja Besarnya modal kerja ditentukan dengan cara menghitung perputaran unsur-unsur pembentuk modal kerja seperti perputaran kas, piutang, dan persediaan. Metode ini mengakui dua hal penting (Suad Husnan 2004:168), yaitu: a. Untuk mendanai kebutuhan akan modal kerja mungkin saja telah disediakan (sebagian) oleh pihak lain dalam bentuk pendanaan spontan. b. Dana yang diperlukan untuk membiayai piutang seharusnya tidak dimasukkan unsur laba.
2.2.11 Perputaran modal kerja Modal kerja selalu berputar selama usaha masih berjalan. Perputaran tersebut secara sederhana merupakan peralihan modal kerja perusahaan yang berulang dari kas ke persediaan, lalu ke piutang, dan kembali ke kas. Rasio ini menunjukkan banyaknya penjualan (dalam rupiah) yang dapat diperoleh perusahaan untuk tiap rupiah modal kerja. Makin tinggi Working Capital Turnover (WCT), makin rendah atau sedikit modal kerja yang dibutuhkan dalam inventory dan receivables. Sebaliknya, Working Capital Turnover (WCT) mungkin juga menunjukkan keanehan net working capital dalam perputaran inventory dan receivables yang rendah akibat kelebihan hutang lancar.
Formulasi dari Working Capital Turnover (WCT) adalah sebagai berikut :
(M.Manullang,2005: 19)
2.3
Likuiditas Perusahaan
2.3.1
Pengertian Likuiditas Likuiditas menurut Van Horne dan Wachowich,Jr. (2005:206): Merupakan kemampuan aktiva untuk diubah ke dalam bentuk tunai tanpa adanya konsesi harga yang signifikan .
Sedangkan menurut Gitman (2006:52): Liquidity is a firm s ability to satisfy is short-term obligations as they come due . Yang artinya likuiditas adalah kekuatan suatu perusahaan untuk kepuasan obligasi jangka pendek sebagai waktu jatuh temponya. Likuiditas menurut Susan Irawati (2006:27) adalah: Kemampuan perusahaan untuk membayar semua kewajiban jangka pendek pada saat jatuh tempo . Sehingga dapat disimpulkan bahwa likuiditas adalah kemampuan perusahaan untuk memenuhi kewajiban keuangan jangka pendeknya yang segera harus dipenuhi.
2.3.2
Pengukuran Likuiditas Untuk menilai likuiditas perusahaan terdapat beberapa rasio yang dapat
digunakan sebagai alat untuk menganalisa dan menilai posisi likuiditas perusahaan, yaitu: 1.
Current Ratio Current Ratio menunjukkan kemampuan perusahaan untuk membayar
kewajiban jangka pendeknya dengan menggunakan aktiva lancarnya. (Van Horne 2005:206). Semakin tinggi rasio lancar, maka akan semakin besar kemampuan perusahaan untuk membayar berbagai tagihannya, akan tetapi rasio ini harus dianggap sebagai ukuran kasar karena tidak akan memperhitungkan likuiditas (liquidity) dari setiap komponen aktiva lancar. Perusahaan yang mempunyai aktiva lancar sebagian besar terdiri dari kas dan piutang yang belum jatuh tempo, umumnya akan dianggap sebagai likuid daripada perusahaan yang aktiva lancarnya terutama terdiri dari persediaan. Aktiva lancar pada umumnya meliputi kas, sekuritas, piutang usaha, dan persediaan. Kewajiban lancar terdiri atas utang usaha, wesel tagihan ljangka pendek, utang jatuh tempo yang kurang dari satu tahun, akrual pajak, dan bebanbeban akrual lainnya (terutama gaji). Jika sebuah perusahaan mengalami kesulitan keuangan, perusahaan akan mulai membayar tagihan-tagihannya (hutang usaha) secara lebih lambat, meminjam dari bank, dan seterusnya. Jika kewajiban lancar meningkat lebih cepat dari aktiva lancar, rasio lancar akan turun, dan hal ini pertanda adanya masalah. Karena rasio lancar merupakan indikator tunggal terbaik dari sampai sejauh mana
klaim dari kreditor jangka pendek telah ditutup oleh aktiva-aktiva yang diharapkan dapat diubah menjadi kas dengan cukup cepat, rasio ini merupakan ukuran solvabilitas jangka pendek yang paling sering digunakan (Brigham & Houston, 2006:96). Adapun formulasi dari current ratio (CR) adalah sebagai berikut :
(Van Horne,2005: 206) 2.
Quick Ratio Rasio ini disebut juga sebagai acid test ratio, yaitu perbandingkan antara
aktiva lancar dikurangi persediaan, dan dibagi dengan kewajiban jangka panjang. Rasio ini menunjukkan kemampuan perusahaan untuk memenuhi kewajiban jangka pendek dengan aktiva yang paling likuid atau cepat (Van Horne 2005:207). Rasio ini berfungsi sebagai pelengkap rasio lancar dalam menganalisis likuiditas. Sama dengan rasio lancar, hanya saja rasio tersebut tidak meliputi persediaan yang diasumsikan bagian aktiva lancar yang paling tidak likuid sebagai angka yang dibagi. Rasio ini lebih tajam dari pada current ratio karena hanya membandingkan aktiva yang sangat likuid dan ada hubungannnya dengan berbagai obligasi jangka pendek seperti kas, sekuritas yang diperjualbelikan, dan pitang. Jika current ratio tinggi tapi quick ratio rendah, hal ini menunjukkan adanya investasi yang sangat besar dalam persediaan.
Adapun formulasi dari quick ratio adalah sebagai berikut :
(Van Horne,2005: 207)
2.4
Rasio Aktivitas Adalah rasio yang digunakan untuk mengukur seberapa besar efektivitas
perusahaan dalam memanfaatkan sumber dananya (Susan Irawati 2006:52). Rasio ini dinyatakan sebagai perbandingan penjualan dengan berbagai elemen aktiva. Semakin efektif dalam memanfaatkan dan semakin cepat perputaran dana tersebut. Dalam mengukur keefektifan perusahaan tersebut, maka peneliti hanya akan menggunakan satu variabel dari rasio aktivitas ini yaitu Total Assets Turnover.
2.4.1
Pengertian Total Assets Turnover Menurut Lawrence J.Gitman (2006:55): Total asset turnover is indicates the efficiency with which the firm uses its assets to generate sales . Yang berarti berarti
bahwa total
assets
turnover
menunjukkan
keefisiensian perusahaan dalam menggunakan aktivanya untuk menghasilkan penjualan. Menurut Ridwan D.Sundjaja dan Inge Barlian (2003:189): Perputaran total aktiva, menunjukkan efisien efisiensi dimana perusahaan menggunakan seluruh aktivanya untuk menghasilkan penjualan
Menurut Susan Irawati (2006:52) Total Assets Turnover adalah: Rasio yang digunakan untuk mengukur seberapa besar efektivitas pemanfaatan aktiva dalam menghasilkan penjualan suatu perusahaan . Semakin besar perputaran aktiva semakin efektif perusahaan dalam mengelola aktivanya. Dengan kata lain, Total Assets Turnover merupakan kecepatan perputaran operating assets atau aktiva usaha dalam suatu periode tertentu, dengan melihat assets turnover yang dimaksudkan untuk mengetahui efisiensi perusahaan dengan melihat pula kecepatan perputaran operating assets atau aktiva usaha dalam suatu periode tertentu.
3.4.2
Pengukuran Total Assets Turnover Berikut formula untuk menentukan Total Assets Turnover :
(Van Horne,2005:221)
2.5
Leverage Ratio
2.5.1
Pengertian Leverage Ratio Rasio Leverage atau sebagian orang menyebutnya sebagai rasio
solvabilitas, memiliki beberapa arti menurut para ahli sebagai berikut: Menurut Gitman (2006:438): Leverage is a results from the use of fixed-cost assets or funds to magnify returns to the firm s owners .
Yang berarti bahwa leverage adalah hasil dari penggunaan biaya aktiva tetap atau dana untuk diperbesar kembali ke pemilik perusahaan. Menurut Brigham dan Houston (2006:101): Leverage Keuangan merupakan penggunaan pendanaan melalui hutang . Sedangkan menurut Suad Husnan (2004:70) Rasio solvabilitas berarti mengukur kemampuan perusahaan memenuhi kewajiban keuangannya . Sehingga dapat diambil kesimpulan bahwa rasio leverage menunjukkan seberapa besar kebutuhan dana perusahaan yang dibelanjai atau didanai dengan pinjaman. Menurut Susan Irawati (2006:42), apabila perusahaan tidak menggunakan leverage dalam struktur modalnya, maka perusahaan dalam operasi sepenuhnya menggunakan modal sendiri, sehingga resiko perusahaan menjadi kecil. Jadi, semakin besar tingkat leverage perusahaan, maka akan semakin besar jumlah pinjaman yang digunakan, sehingga resiko keuangan yang dihadapi perusahaan semakin besar.
2.5.2
Pengukuran Leverage Ratio Terdapat 2 prosedur yang digunakan para analis untuk memeriksa utang
perusahaan: (1) memeriksa neraca untuk menentukan proporsi dari total dana yang dicerminkan oleh utang, dan (2) meninjau laporan laba rugi untuk melihat seberapa baik beban-beban tetap tertutupi oleh keuntungan operasi (Brigham dan Houston, 2006:103). Ukuran rasio leverage menurut Van Horne (2005:209) dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut:
a. Total Debt to Total Assets Ratio Adalah rasio yang digunakan untuk mengukur persentase besarnya dana atau modal yang berasal dari pinjaman. Rasio ini menekankan pada peran penting pendanaan utang bagi perusahaan dengan menunjukkan persentase aktiva perusahaan yang didukung oleh pendanaan utang. Semakin tinggi rasio Debt to Total Asset, maka semakin besar risiko keuangannya; semakin rendah rasio ini, maka akan semakin rendah risiko keuangannya (Van Horne, 2005:210). Formula untuk rasio ini:
b. Total Debt to Total Equity Ratio Adalah rasio yang digunakan untuk mengukur perimbangan antara kewajiban yang dimiliki perusahaan dengan modal sendiri. Semakin rendah rasio ini, maka semakin tinggi tingkat pendanaan perusahaan yang disediakan oleh pemegang saham, dan semakin besar perlindungan bagi kreditor (margin perlindungan) jika terjadi penyusutan nilai aktiva atau kerugian besar (Van Horne, 2005:209). Perbandingan rasio Debt to Equity untuk suatu perusahaan dengan perusahaan lainnya yang hampir sama, memberi kita indikasi umum tentang nilai kredit dan risiko keuangan dari perusahaan itu sendiri. Formula untuk rasio ini:
c. Time Interest Earned Ratio Adalah rasio yang digunakan untuk mengukur kemampuan perusahaan untuk memenuhi beban tetapnya berupa bunga dengan laba yang diperolehnya. Formula untuk rasio ini:
d. Fixed Charge Coverage Ratio Adalah rasio yang digunakan untuk mengukur kesanggupan perusahaan dalam memenuhi beban tetapnya berupa bunga beserta angsuran pokok pinjaman, pembayaran dividen saham preferen, dan sewa dengan laba yang diperolehnya. Formula untuk rasio ini:
e. Debt Service Coverage Ratio Adalah rasio yang digunakan untuk mengukur kesanggupan suatu perusahaan dalam memenuhi beban tetapnya termasuk angsuran pokok pinjamannya dengan laba yang diperolehnya. Formula untuk rasio ini:
2.6
Profitabilitas Pada perusahaan yang bersifat profit oriental tentunya akan berusaha
menggunakan setiap asset yang dimilikinya untuk menghasilkan laba. Pengukuran terhadap profitabilitas akan memungkinkan bagi perusahaan, dalam hal ini
manajemen untuk mengevaluasi tingkat earning dalam hubungannya dengan volume penjualan, jumlah aktiva dan investasi tertentu dari pemilik perusahaan. Profitabilitas dinilai sangat penting karena untuk kelangsungan hidup perusahaan, haruslah dalam keadaan yang menguntungkan.
2.6.1
Pengertian Profitabilitas Setiap perusahaan dalam menjalankan bisnisnya akan berusaha untuk
menghasilkan laba. Menurut Gitman (2006:512), profitabilitas adalah: The relationship between revenues and costs generated by using the firm s assets-both current and fixed-in productive activities . Yang artinya profitabilitas adalah hubungan antara pendapatan dan biaya-biaya yang dihasilkan dengan penggunaan aset perusahaan yang lancar dan tetap dalam aktivitas produktif. Sedangkan menurut Sartono (2001:130) dalam Jurnal Ekonomi & Bisnis Indonesia (vol.23, no.23, Juli 2008): Profitabilitas merupakan kemampuan perusahaan memperoleh laba dalam hubungannya dengan penjualan, total aktiva maupun modal sendiri . Perusahaan
yang
memiliki
profitabilitas
yang
rendah
cenderung
melakukan perataan laba (Archibalt 1967). Berdasarkan pendapat diatas, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa profitabilitas adalah kemampuan perusahaan dalam memperoleh keuntungan untuk mengukur efektivitas manajemen yang didasarkan pada hasil pengembalian volume penjualan, total aktiva, dan modal sendiri.
2.6.2
Pengukuran Profitabilitas Pengukuran tingkat profitabilitas dapat dilakukan dengan berbagai cara.
Penilaian profitabilitas yang dimaksud adalah dengan menghubungkan antara keuntungan dengan tingkat penjualan yang dicapai oleh suatu perusahaan dalam satu periode tertentu. Berikut ini adalah beberapa rasio yang digunakan untuk mengukur profitabilitas adalah sebagai berikut : 1. Gross Profit Margin Rasio gross profit margin atau margin keuntungan kotor berguna untuk mengetahui keuntungan kotor perusahaan dari setiap barang yang dijual. Gross profit margin sangat dipengaruhi oleh harga pokok penjualan. Apabila harga pokok penjualan meningkat maka gross profit margin akan menurun, begitu pula sebaliknya. Dengan kata lain, rasio ini mengukur efisiensi pengendalian harga pokok atau biaya produksinya, mengindikasikan kemampuan perusahaan untuk berproduksi secara efisien. Formulasi dari gross profit margin atau GPM adalah sebagai berikut:
(Van Horne,2005: 222) 2. Net Profit Margin Net Profit Margin (NPM) menggambarkan besarnya laba bersih yang diperoleh perusahaan pada setiap penjualan yang dilakukan. Dengan kata lain rasio ini mengukur laba bersih setelah pajak terhadap penjualan. Formulasi dari net profit margin adalah sebagai berikut:
(Van Horne,2005: 223) 3. Return on Investment Return on Investment atau return on assets menunjukkan kemampuan perusahaan menghasilkan laba dari aktiva yang dipergunakan. Dengan mengetahui rasio ini, akan dapat diketahui apakah perusahaan efisien dalam memanfaatkan aktivanya dalam kegiatan operasional perusahaan. Rasio ini juga memberikan ukuran yang lebih baik atas profitabilitas perusahaan karena menunjukkan
efektifitas
manajemen
dalam
menggunakan
aktiva
untuk
memperoleh pendapatan. Formulasi dari return on investment atau ROI adalah sebagai berikut:
(Van Horne,2005: 224) 4. Return on Equity Return on equity atau return on net worth mengukur kemampuan perusahaan memperoleh laba yang tersedia bagi pemegang saham perusahaan atau untuk mengetahui besarnya kembalian yang diberikan oleh perusahaan untuk setiap rupiah modal dari pemilik. ROE menunjukkan daya untuk menghasilkan laba atas investasi berdasarkan nilai buku para pemegang saham, dan sering kali digunakan dalam membandingkan dua atau lebih perusahaan dalam sebuah industri yang sama. Oleh karena itulah penulis mengambil rasio ini untuk mengukur profitabilitas perusahaan.
Rasio ini dipengaruhi oleh besar kecilnya utang perusahaan, apabila proporsi utang makin besar maka rasio ini juga akan makin besar. ROE yang tinggi sering kali mencerminkan penerimaan perusahaan atas peluang investasi yang baik dan manajemen biaya yang efektif. Akan tetapi, jika perusahaan tersebut telah memilih untuk menerapkan tingkat utang yang tinggi berdasarkan standar industri ROE yang tinggi hanyalah merupakan hasil dari asumsi risiko keuangan yang berlebihan. Formulasi dari return on equity atau ROE adalah sebagai berikut:
(Van Horne,2005: 225) Faktor-faktor lain yang dapat mempengaruhi profitabilitas : 1. Profit margin, yaitu perbandingan antara Net operating income dengan Net Sales . 2. Turnover of operating assets (tingkat perputaran aktiva usaha), yaitu kecepatan berputarnya operating assets dalam suatu periode tertentu.
2.7 Peranan Modal Kerja, Likuiditas, Total Assets Turnover Dan Leverage Ratio Dalam Mengoptimalkan Profitabilitas Perusahaan 2.7.1
Peranan
Modal
Kerja
dalam
Mengoptimalkan
Profitabilitas
Perusahaan Suatu investasi dikatakan menguntungkan (profitable) kalau investasi tersebut bisa membuat pemodal menjadi lebih kaya. Investasi dalam modal kerja dapat berpengaruh terhadap profitabilitas. Seperti yang dikemukakan oleh Van
Horne (2005:309), bahwa manajemen modal kerja yang baik didasarkan pada dua isu keputusan mendasar bagi perusahaan, yaitu: a. Tingkat investasi aktiva lancar optimal b. Bauran yang tepat atas pendanaan jangka pendek dan jangka panjang yang digunakan untuk mendukung investasi dalam aktiva lancar ini. Dalam hal ini pendanaan jangka pendek yang nyata lebih sedikit daripada pendanaan jangka menengah dan jangka panjang, semakin besar proporsi utang jangka pendek jika dibandingkan dengan total utangnya, semakin tinggi profitabilitas perusahaan. Begitu pula yang dikemukakan oleh Gitman (2006:629) sebagai berikut: Too much investment in current assets reduced profitability, where as too little investment increase the risk or not being able to pay debts at they come due . Yang berarti bahwa investasi dalam aktiva lancar yang berlebih akan menurunkan
profitabilitas,
padahal
investasi
yang
terlalu
sedikit
akan
meningkatkan resiko ketidakmampuan membayar utang pada saat jatuh tempo. Dari penjelasan di atas, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa investasi modal kerja merupakan investasi yang sangat penting yang menuntut manajer keuangan dapat memprediksi dan menentukan kebutuhan modal kerja yang baik sehingga dapat membiayai kegiatan operasi perusahaan yang berjalan.
2.7.2
Peranan Likuiditas dalam Mengoptimalkan Profitabilitas Perusahaan Menurut Van Horne (2005:161): Dalam penentuan kebijakan modal kerja yang efisien, perusahaan dihadapkan pada masalah adanya pertukaran (trade off) antara faktor likuiditas dan profitabilitas . Dalam menentukan jumlah, tingkat, aktiva lancar yang sesuai, manajemen
harus mempertimbangkan antara profitabilitas dan risiko. Jika perusahaan memutuskan menetapkan modal kerja dalam jumlah yang besar, kemungkinan tingkat likuiditas akan terjaga namun kesempatan untuk memperoleh laba yang besar akan menurun yang pada akhirnya berdampak pada menurunnya profitabilitas. Sebaliknya jika perusahaan ingin memaksimalkan profitabilitas, kemungkinan dapat mempengaruhi tingkat likuiditas perusahaan. Makin tinggi likuiditas, maka makin baiklah posisi perusahaan di mata kreditur. Oleh karena terdapat kemungkinan yang lebih besar bahwa perusahaan akan dapat membayar kewajibannya tepat pada waktunya. Semakin besar tingkat aktiva lancar, semakin besar pula likuiditas perusahaan, jika hal-hal lainnya sama. Dengan likuiditas yang besar, risiko semakin kecil, namun profitabilitas juga semakin kecil (Van Horne dan Wachowicz,Jr. 2005:323).
2.7.3
Peranan Total Assets Turnover dalam Mengoptimalkan Profitabilitas Perusahaan Keefektivitasan pemanfaatan aktiva dalam menghasilkan penjualan suatu
perusahaan sangat penting untuk menghasilkan pofitabilitas bagi perusahaan. Menurut Susan Irawati (2006:52):
Semakin besar perputaran aktiva, maka semakin efektif perusahaan dalam mengelola aktivanya . Kecepatan perputaran operating assets atau aktiva usaha dalam suatu periode tertentu tersebut, dengan melihat assets turnover dimaksudkan untuk mengetahui efisiensi perusahaan dengan melihat pula kecepatan perputaran operating assets atau aktiva usaha dalam suatu periode tertentu Penggunaan variabel ini oleh peneliti, dikarenakan variabel ini mempunyai hubungan yang kuat dalam memprediksi profitabilitas yang optimal pada perusahaan. Dalam Total Asset Turnover dapat diketahui dengan jelas berapa dana yang tertanam dalam keseluruhan aktiva rata-rata daam satu tahun atau dapat diketahui jumlah pendapatan dakan tiap rupiah aktiva yang dikelola dalam setahun. Sehingga tujuan perusahaan untuk dapat mengoptimalkan profit akan dapat terpenuhi dengan menganalisis variabel ini.
2.7.4
Peranan Leverage Ratio dalam Mengoptimalkan Profitabilitas Perusahaan Perusahaan juga dihadapkan pada masalah penentuan sumber dana. Jika
perusahaan menggunakan lebih banyak hutang dibanding modal sendiri maka tingkat solvabilitas akan menurun karena beban bunga yang harus di tanggung juga meningkat. Hal ini akan berdampak terhadap menurunnya profitabilitas. Pada dasarnya, jika perusahaan meningkatkan jumlah hutang sebagai sumber dananya hal tersebut dapat meningkatkan risiko keuangan. Jika perusahaan tidak dapat mengelola dana yang diperoleh dari hutang secara produktif, hal tersebut dapat memberikan pengaruh yang negatif dan
berdampak terhadap menurunnya profitabilitas perusahaan. Sebaliknya jika hutang tersebut dapat dikelola dengan baik dan digunakan untuk proyek investasi yang produktif, hal tersebut dapat memberikan pengaruh yang positif dan berdampak terhadap peningkatan profitabilitas perusahaan. Rasio solvabilitas yang digunakan dalam penelitian ini adalah debt to total equity ratio. Rasio ini menunjukkan berapa bagian dari aktiva yang digunakan untuk menjamin utang. Kreditur lebih menyukai rasio utang yang rendah karena semakin rendah rasio ini, maka semakin besar perlindungan terhadap kerugian kreditur dalam peristiwa likuidasi. Di sisi lain, pemegang saham akan menginginkan leverage yang lebih besar karena akan dapat meningkatkan laba yang diharapkan.
Dari uraian tersebut di atas dapat diambil kesimpulan bahwa modal kerja, likuiditas, total assets turnover, dan leverage ratio mempunyai peranan dalam mengoptimalkan profitabilitas perusahaan. Dimana pada penambahan modal kerja, total assets turnover yang maksimal dan pengelolaan leverage ratio yang baik akan meningkatkan keutungan. Sedangkan dengan terjadinya peningkatan profitabilitas pada perusahaan akan meningkatkan likuiditas perusahaan pula. Dengan begitu, untuk dapat meningkatkan keuntungan atau profitabilitas tentunya perusahaan harus menjalankan operasinya secara efektif dan efisien.