BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Kanker Payudara 2.1.1
Pengertian Kanker Payudara Kanker payudara adalah karsinoma yang berasal dari epitel duktus atau
lobulus payudara (Suyatno & Pasaribu, 2014). Kanker adalah proses penyakit yang bermula ketika sel abnormal diubah oleh mutasi genetik dari DNA seluler. Sel abnormal ini membentuk klon dan mulai berpoliferasi secara abnormal, mengabaikan sinyal mengatur pertumbuhan dalam lingkungan sekitar sel tersebut (Smeltzer & Bare, 2002). Kanker payudara merupakan tumor malignan yang muncul di dalam sel pada payudara. Tumor malignan adalah sekelompok sel-sel kanker yang tumbuh di dalam (terinvasi) di seluruh jaringan atau menyebar (metastasis) di beberapa area pada tubuh (American Cancer Society, 2015). 2.1.2
Penyebab atau Faktor Risiko Kanker Payudara Penyebab kanker payudara secara pasti belum diketahui. Penyakit ini
adalah penyakit heterogen yang kemungkinan besar berkembang sebagai hasil dari banyak faktor (Newton et. al., 2009). Faktor risiko kanker payudara adalah: a.
Jenis kelamin wanita. Insiden kanker payudara pada wanita dibanding pria lebih dari 100:1. Secara umum 1 dari 9 wanita Amerika akan menderita kanker payudara sepanjang hidupnya.
b.
Usia menurut National Cancer Institute’s Surveillance Epidemiology and End Result Program, insiden kanker payudara meningkat cepat selama dekade ke-
10 Universitas Sumatera Utara
4 kehidupan. Setelah menopause insiden terus meningkat tapi lebih lambat, puncak insiden pada dekade kelima dan keenam dan level terendah pada dekade keenam dan ketujuh. Satu dari 8 penderita kanker payudara berusia kurang dari 45 tahun dan berkisar 2/3 penderita kanker payudara berusia lebih dari 55 tahun. c.
Riwayat keluarga: pasien dengan riwayat keluarga tingkat pertama (ibu dan saudara kandung) mempunyai resiko 4-6 kali dibanding wanita yang tidak mempunyai faktor risiko ini. Pasien dengan keluarga tingkat pertama pre menopause menderita bilateral breast cancer, mempunyai risiko 9 kali. Pasien dengan keluarga tingkat pertama post menopause menderita bilateral breast cancer mempunyai risiko 4-5,4 kali.
d.
Usia melahirkan anak pertama, jika usia 30 atau lebih risiko 2 kali dibanding wanita yang melahirkan usia kurang dari 20 tahun.
e.
Riwayat menderita kanker payudara, juga merupakan faktor risiko untuk payudara kontralateral. Risiko ini meningkat pada wanita usia muda.
f.
Predisposisi genetikal. Risiko ini berjumlah kurang dari 10% kanker payudara.
2.1.3
Klasifikasi Patologik Kanker payudara digunakan klasifikasi histologi berdasarkan WHO
Clasification of Breast Tumor. a.
Karsinoma noninvasive: karsinoma in situ duktal, karsinoma in situ lobular, karsinoma papiliform intraduktal, karsinoma papiliform intrakistik
b.
Karsinoma mikroinvasif
11 Universitas Sumatera Utara
c.
Karsinoma invasif: karsinoma lobular invasifdan karsinoma duktal invasif
d.
Karsinoma tubular
e.
Karsinoma kribriform invasif
f.
Karsinoma medular
g.
Karsinoma musinosa dan karsinoma kaya mukus lainnya: karsinoma musinosa, karsinoma adenoid kistik dan mukokarsinoma sel torak, karsinoma sel signet
h.
Karsinoma neuroendokin: karsinoma neuroendokin padat, atipikal, karsinoma sel kecil, karsinoma neuroendokin sel besar
i.
Karsinoma papilar invasif
j.
Karsinoma mikropapilar invasive
k.
Karsinoma apokrin
l.
Karsinoma dengan metaplasis: karsinoma metaplasis epitel, karsinoma metaplasia sel skuamosa, adenokarsinoma dengan metaplasia sel spindle, karsinoma
adenoskuamosa,
karsinoma
mukoepidermoid,
karsinoma
mesenkimal epithelial campuran m. Karsinoma lipoid n.
Karsinoma sekretorik
o.
Karsinoma onkositik
p.
Karsinoma kistik adenoid
q.
Karsinoma asinar
r.
Karsinoma sel jernih kaya glikogen
s.
Karsinoma seborea
12 Universitas Sumatera Utara
t.
Karsinoma mamae inflamatorik
u.
Penyakit paget papilla mamae
2.1.4
Manifestasi Kanker Payudara Menurut Otto (2005), gambaran klinis pada kanker payudara adalah:
a.
Gejala yang paling sering terjadi 1) Masa (terutama jika keras, irregular, tidak nyeri tekan) atau penebalan pada payudara atau daerah aksila 2) Rabas putting payudara unilateral, persisten, spontan yang mempunyai karakter serosanguinosa, mengandung darah, atau encer. 3) Retraksi atau inversi puting susu 4) Perubahan ukuran, bentuk atau tekstur payudara (asimetris) 5) Pengerutan atau pelekukan kulit disekitarnya 6) Kulit yang bersisik di sekeliling putting susu
b.
Gejala penyebaran lokal atau regional 1) Kemerahan, ulserasi, edema, atau pelebaran vena 2) Perubahan peau d’orange (seperti kulit jeruk) 3) Pembesaran kelenjar getah bening aksila
c.
Bukti metastesis 1) Pembesaran kelenjar gelenjar bening supraklavikula dan servikal 2) Hasil rontgen toraks abnormal dengan atau tanpa efusi pleura 3) Peningkatan alkali fosfatase, kalsium, pindal tulang positif , dan/atau nyeri tulang berkaitan dengan penyebaran ke tulang
13 Universitas Sumatera Utara
4) Tes fungsi hati abnormal 5) Nyeri kepala yang hebat, muntah proyektil, kesadaran menurun 6) Penurunan berat badan tanpa sebab yang jelas
2.1.5
Prosedur Diagnosis Prosedur diagnosis pada kanker payudara terdiri dari anamnesis,
pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang (Suyatno & Pasaribu, 2014). a.
Anamnesis
dan
Pemeriksaan
Fisik.
Anamnesis
bertujuan
untuk
mengidentifikasi identitas, penderita, faktor risiko, perjalanan penyakit, tanda dan gejala kanker payudara, riwayat pengobatan dan riwayat penyakit yang pernah diderita. Pemeriksaan fisik ditujukan untuk menentukan karakter (nature) dan lokasi lesi. Inspeksi dilakukan pada kedua payudara, aksila dan sekitar klavikula yang bertujuan untuk identifikasi tanda dan gejala tumor primer dan kemungkinan metastasis ke kelenjar getah bening ataupun metastasis jauh. b.
Ultrasonografi Payudara melihat lesi hipoekoik dengan tepi tidak teratur (irregular) dan shadowing disertai orientasi vertikal kemungkinan merupakan lesi maligna. USG secara umum diterima untuk membedakan masa kistik dengan solid dan sebagai pengarah untuk biopsi serta pemeriksaan skrining pasien usia muda. Peran USG lain adalah untuk evaluasi metastasis ke organ visceral.
c.
Mamografi memegang peranan mayor dalam deteksi dini kanker payudara, sekitar 75% kanker terdeteksi paling tidak satu tahun sebelum ada gejala atau
14 Universitas Sumatera Utara
tanda. Tipe pemeriksaan mamografi adalah skrining dan diagnostik. Skrining mamografi dilakukan pada wanita yang asimptomatik. Skrining mamografi direkomendasikan setiap 1-2 tahun untuk usia 50 tahun atau lebih. Pada kondisi tertentu direkomendasikan sebelum usia 40 tahun (missal wanita yang keluarga tingkat pertama menderita kanker payudara). Mamografi diagnostik dilakukan pada wanita yang simptomatik, tipe ini lebih rumit dan digunakan untuk menentukan ukuran yang tepat, lokasi abnormalitas payudara, untuk evaluasi jaringan sekitar dan getah bening sekitar payudara. d.
MRI (Magnetic Resonance Imaging) merupakan instrumen yang sensitif untuk deteksi kekambuhan lokal pasca BCT atau augmentasi payudara dengan implant, deteksi multifocal cancer dan skrining pasien usia muda dengan densitas payudara yang padat yang memiliki risiko tinggi.
e.
Biopsi memberikan informasi sitologi atau histopatologi. FNAB (Fine needle Aspiration Biopsy) merupakan salah satu prosedur diagnostik awal dan merupakan biopsi yang memberikan informasi sitologi. Biopsi yang memberikan informasi histopatologi adalah Biopsi Core, biopsi insisi, biopsi eksisi, potong beku dan ABBI (advance breast biopsy instrument).
f.
Bone Scan, Foto toraks dan USG Abdomen. Bone scan bertujuan untuk evaluasi metastasis di tulang. Foto toraks dan USG abdomen rutin dilakukan untuk melihat adanya metastasis di paru, pleura, mediastinum, tulang-tulang dada dan organ visceral (terutama hepar).
g.
Pemeriksaan Laboratorium dan Marker yang dianjurkan adalah darah rutin, alkaline phosphatase, SGOT, SGPT dan tumor marker.
15 Universitas Sumatera Utara
2.1.6
Stadium Kanker Payudara Stadium kanker payudara ditentukan berdasarkan sistem TNM dari AJCC
(American Joint Committee on Cancer) terbaru. Klasifikasi cTNM klinis: a.
Tumor Primer T
: kanker primer
TX
: kanker primer tak dapat dinilai (missal telah direksesi)
T0
: tak ada bukti lesi primer
Tis
: karsinoma in situ.mencakup karsinoma in situ duktal atau karsinoma in situ lobular, penyakit Paget papila mamae tanpa nodul (penyakit Paget dengan nodul diklasifikasikan menurut ukuran nodul).
T1
: diameter tumor <= 2 cm
Tmic : infiltrasi mikro <= 0,1 cm T1a
: diameter terbesar > 0,1 cm, tapi <= 0,5 cm
T1b
: diameter terbesar > 0,5 cm, tapi <= 1 cm
T1c
: diameter terbesar > 1 cm, tapi <=2 cm
T2
: diameter tumor terbesar > 2 cm, tapi <= 5 cm
T3
: diameter tumor terbesar > 5 cm
T4
: berapapun ukuran tumor, menyebar langsung ke dinding toraks atau kulit (dinding toraks termasuk tulang iga, m.interkostales dan m. seratus anterior, tak termasuk m. pektorales).
T4a
: menyebar ke dinding toraks
T4b
: udem kulit mamae (termasuk peau d’orange) atau ulserasi, atau nodul satelit di mamae ipsilateral.
16 Universitas Sumatera Utara
b.
T4c
: terdapat 4a dan 4b sekaligus
T4d
: karsinoma mamae inflamatorik
Kelenjar getah bening regional N
: kelenjar limfe regional
NX
: kelenjar limfe regional tak dapat dinilai (missal sudah diangkat sebelumnya)
N0
: tak ada metastasis kelenjar limfe regional
N1
: di fosa aksilar ipsilateral terdapat metastasis kelenjar limfe mobil
N2
: kelenjar limfe metastatic fosa aksilar ipsilateral saling konfluen dan terfiksasi dengan jaringan lain; atau bukti klinis menunjukkan terdapat metastasis kelenjar limfe mamaria interna namun tanpa metastasis kelenjar limfe aksilar
N2a
: kelenjar limfe aksilar ipsilateral saling konfluen dan terfiksasi dengan jaringan lain
N2b : bukti klinis menunjukkan terdapat metastasis kelenjar limfe mamaria interna namun tanpa metastasis kelenjar limfe aksilar N3
: metastasis kelenjar limfe infraklavikular ipsilateral, atau bukti klinis menunjukkan terdapat metastasis kelenjar limfe mamaria interna dan metastasis kelenjar limfe aksilar, atau metastasis kelenjar limfe supraklavikular ipsilateral
N3a
: metastasis kelenjar limfe infraklavikular
N3b : bukti klinis menunjukkan terdapat metastasis kelenjar limfe mamaria interna dan metastasis kelenjar limfe aksilar
17 Universitas Sumatera Utara
N3c c.
: metastasis kelenjar limfe supraklavikular
Patologi pT-
: tumor primer (sama dengan klasifikasi T, pada tepi irisan seputar
specimen harus tak terlihat tumor secara makroskopik, adanya lesi ganas yang hanya tampak secara microskopik pada tepi irisan tidak mempengaruhi klasifikasi) N-
: kelenjar limfe regional
pNx : kelenjar limfe regional tak dapat dinilai (misal sudah diangkat sebelumnya) pN0 : secara histologik tak ada metastasis kelenjar limfe, tapi tidak dilakukan pemeriksaan lebih lanjut untuk kelompok sel tumor terisolasi (ITC) pN0 (i-) :histologis tak ada metastasis kelenjar limfe, imunohistologi ITC positif pN0 (mol-) : histologist tak ada metastasis kelenjar limfe, pemeriksaan molekuler ITC negatif (RT-PCR) pN0 (mol+): histologist tak ada metastasis kelenjar limfe, pemeriksaan molekuler ITC negatif (RT-PCR) pN1mi : mikrometastasis (diameter terbesar >0,2 mm, tapi ≤2 mm). pN1 : di aksila ipsilateral terdapat 1-3 kelenjar limfe metastatic, atau dari diseksi kelenjar limfe sentinel secara mikroskopik ditemukan metastasis kelenjar limfe mamaria interna ipsilateral, tapi tanda bukti klinis
18 Universitas Sumatera Utara
pN1a : di aksila ipsilateral terdapat 1-3 kelenjar limfe metastatic, dan minimal satu kelenjar limfe metastatic berdiameter maksimal >2 mm. pN1b : dari diseksi kelenjar limfe sentinel secara mikroskopik ditemukan metastasis kelenjar limfe mamaria interna ipsilateral, tapi tanpa bukti klinis pN1c : pN1a disertai pN1b pN2 :di aksila ipsilateral terdapat 4-9 kelenjar limfe metastatik, atau bukti klinis menunjukkan metastasis kelenjar limfe mamaria interna ipsilateral tapi tanpa metastasis kelenjar limfe aksilar pN2a : di aksila terdapat 4-9 kelenjar limfe metastatic berdiameter maksimal >2 mm. pN2b : bukti klinis menunjukkan metastasis kelenjar limfe mamaria interna ipsilateral tapi tanpa metastasis kelenjar limfe aksilar. pN3 : di aksila ipsilateral terdapat 10 atau lebih kelenjar limfe matastatik; atau metastasis kelenjar limfe infraklavikular ipsilateral; atau bukti klinis menunjukkan matastasis kelenjar limfe mamaria interna disertai metastasis kelenjar limfe aksilar ipsilateral; atau secara klinis negative, dari diseksi kelenjar limfe sentinel secara mikroskopik ditemukan metastasis kelenjar limfe mamaria interna ipsilateral, tapi tanpa bukti klinis, namun terdapat lebih dari 3 kelenjar limfe aksilar metastatic kelenjar limfe supraklavikular ipsilateral.
19 Universitas Sumatera Utara
pN3a : di aksila terdapat 10 atau lebih kelenjar limfe metastatik, dan minimal satu kelenjar limfe metastatik berdiameter terbesar >2 mm, atau metastasis kelenjar limfe infraklavikular. pN3b : bukti klinis menunjukkan metastasis kelenjar limfe mamaria interna disertai metastasis kelenjar limfe aksilar ipsilateral, atau secara klinis negatif, dari diseksi kelenjar limfe sentinel secara mikroskopik ditemukan metastasis kelenjar limfe mamaria interna ipsilateral, tapi tanda bukti klinis, namun terdapat lebih dari 3 kelenjar limfe aksilar metastatic. pN3c : metastasis kelenjar limfe supraklavikular M – metastasis jauh Klafikasi stadium klinis: Stadium 0
: TisN0M0
Stadium 1
: T1N0M0
Stadium IIA
: T0N1M0, T1N1M0, T2N0M0
Stadium IIB
: T2N1M0, T3N0M0
Stadium IIIA
: T0N2M0, T1N2M0, T2N2M0, T3N1-2M0
Stadium IIIB
: T4, N apapun, M0; IIIC : T apapun, N3 M0
Stadium IV
: T apapun, N apapun, M1
2.1.7 Penatalaksanaan Modalitas terapi kanker payudara secara umum meliputi: operasi (pembedahan), kemoterapi, radioterapi, terapi hormonal dan terapi target (Suyatno & Pasaribu, 2014).
20 Universitas Sumatera Utara
a.
Operasi (pembedahan) merupakan modalitas utama untuk penatalaksanaan kanker payudara. Berbagai jenis operasi pada kanker payudara memiliki kerugian dan keuntungan yang berbeda-beda. 1) Classic Radical Mastectomy adalaah operasi pengangkatan seluruh jaringan payudara beserta tumor, nipple areola komplek, kulit diatas tumor, otot pektoralis mayor dan minor serta diseksi aksila level I-III. Operasi ini dilakukan bila ada metastasis jauh. 2) Modified Radical Mastectomy adalah operasi pengangkatan seluruh jaringan payudara beserta tumor, nipple areola komplek, kulit diatas tumor dan fasia pectoral serta diseksi aksila level I-II. Operasi ini dilakukan pada stadium dini dan lokal lanjut. 3) Skin Sparing Mastectomy adalah operasi pengangkatan seluruh jaringan payudara
beserta
tumor
dan
nipple
areola
komplek
dengan
mempertahankan kulit sebanyak mungkin serta diseksi aksila level I-II. Operasi ini harus disertai rekonstruksi payudara dan dilakukan pada tumor stadium dini dengan jarak tumor ke kulit jauh (>2 cm) atau stadium dini yang tidak memenuhi sarat untuk BCT. 4) Nipple Sparing Mastectomy adalah operasi pengangkatan seluruh jarungan payudara beserta tumor dengan mempertahankan nipple areola kompleks dan kulit serta diseksi aksila level I-II. Operasi ini juga harus disertai rekonstruksi payudara dan dilakukan pada tumor stadium dini dengan ukuran 2cm atau kurang, lokasi perifer dan potong beku sub areola: bebas tumor.
21 Universitas Sumatera Utara
5) Breast Concerving Treatment adalah terapi yang komponennya terdiri dari lumpektomi atau segmentektomi atau kuadrantektomi dan diseksi aksila serta radioterapi. b.
Kemoterapi Kemoterapi adalah penggunaan obat anti kanker (sitostatika) untuk
menghancurkan sel kanker. Regimen yang sering digunakan mengandung kombinasi siklofosfamid (C), metotreksat (M), dan 5-FU (F). Oleh karena doksorubisin merupakan salah satu zat tunggal yang paling aktif, zat ini sering digunakan dalam kombinasi tersebut.
c.
Radioterapi Mekanisme utama kematian sel karena radiasi adalah kerusakan DNA
dengan gangguan proses replikasi dan menurunkan risiko rekurensi lokal dan berpotensi untuk menurunkan mortalitas jangka panjang penderita kanker payudara. d.
Terapi hormonal Adjuvan hormonal terapi diindikasikan hanya pada payudara yang
menunjukkan ekspresi positif dari estrogen reseptor (ER) dana atau progesterone reseptor (PR) tanpa memandang usia, status menopause, status kgb aksila maupun ukuran tumor. e.
Terapi Target (Biologi)
22 Universitas Sumatera Utara
Terapi ini ditujukan untuk menghambat proses yang berperan dalam pertumbuhan sel-sel kanker. Terapi untuk kanker payudara adalah tra stuzumab (Herceptin), Bevacizumab (Avastin) dan Lapatinib ditosylate (Tykerb).
2.2 Kemoterapi 2.2.1 Prinsip Dasar Kemoterapi Kemoterapi adalah penggunaan obat anti kanker (sitostatika) untuk menghancurkan sel kanker. Obat ini umumnya bekerja dengan menghambat atau mengganggu sintesa DNA dalam siklus sel. Pengobatan kemoterapi bersifat sistemik, berbeda dengan pembedahan atau radiasi yang lebih bersifat lokal/setempat. Obat sitostotika dibawa melalui aliran darah atau diberikan langsung ke dalam tumor, jarang menembus blood-brain barrier sehingga obat ini sulit mencapai sistem saraf pusat (Suyatno & Pasaribu, 2014). Tujuan kemoterapi ditargetkan pada tiga area yaitu penyembuhan, pengontrolan dan paliatif. Penyembuhan adalah hasil yang ditujukan pada semua pasien, tetapi sering tergantung pada beberapa faktor pada saat diagnosis dan faktor-faktor lain selama terapi dilakukan. 2.2.2 Metode Dasar Pemberian Kemoterapi Kemoterapi bersifat sistemik dan berbeda dengan terapi lokal seperti pembedahan dan terapi radiasi. Menurut Otto (2001) terdapat empat cara penggunaan kemoterapi.
23 Universitas Sumatera Utara
a.
Terapi adjuvant diberikan sesudah pengobatan yang lain seperti pembedahan atau radiasi. Tujuan terapi adalah untuk memusnahkan sel-sel kanker yang masih tersisa atau metastase kecil yang ada (micro metastasis).
b.
Terapi neoadjuvan diberikan mendahului/ sebelum pengobatan/ tindakan yang lain seperti pembedahan atau penyinaran. Tujuannya adalah untuk mengecilkan massa tumor yang besar sehingga operasi atau radiasi akan lebih berhasil.
c.
Terapi primer sebagai pengobatan utama pada tumor ganas yang diberikan pada kanker yang bersifat kemosensitif. Biasanya diberikan terlebih dahulu sebelum pengobatan yang lain misalnya bedah atau radiasi.
d.
Terapi induksi ditujukan mengecilkan massa tumor atau jumlah sel kanker, contoh pada tomur ganas yang berukuran besar (Bulky Mass Tumor) atau pada keganasan darah seperti leukemia.
e.
Terapi kombinasi meliputi kombinasi dua atau lebih zat kemoterapi dalam terapi kanker, yang menyebabkan setiap pengobatan memperkuat aksi obat lainnya atau bertindak secara sinergis.
2.2.3 Klasifikasi Obat Obat-obat kemoterapi diklasifikasikan berdasarkan aktivitas farkologis dan pengaruhnya terhadap reproduksi sel. Kelompok dasar dan aksi potensial mereka adalah sebagai berikut (Otto, 2005). a.
Obat-obat spesifik fase siklus sel berpengaruh terhadap sel-sel yang sedang mengalami pembelahan; contohnya adalah antimetabolit, alkaloid tanaman vinca dan zat lainnya seperti asparaginase dan decarbazine.
24 Universitas Sumatera Utara
b.
Obat-obat fase siklus sel nonspesifik berpengaruh pada sel yang sedang membelah atau beristirahat; misalnya agens alkilasi, antibiotic antitumor, nitrourea, hormone dan steroid, serta agen lainnya seperti prokarbazin.
c.
Agens alkilasi bersifat nonspesifik pada fase siklus sel mempengaruhi duplikasi asam nukleat sehingga mencegah mitosis.
d.
Antibiotic (agens antitumor) bersifat nonspesifik, yang mengganggu transkripsi DNA dan menghambat sintesis DNA
e.
Hormon-hormon
bersifat
nonspesifik
memanipulasi
kadar
hormon,
pertumbuhan tumor dapat ditekan. f.
Agens antihormonal menunjukkan kemampuan antineoplastiknya dengan kemampuan untuk menetralkan atau menghambat produksi hormon alami yang digunakan oleh tumor yang bergantung pada hormon.
g.
Nitrourea bersifat non spesifik, dengan kemampuan untuk melewati sawar darah otak.
h.
Kortikosteroid memberikan efek antiinflamasi pada jaringan tubuh
i.
Alkaloid tanaman vinca bersifat spesifik menyebabkan terhentinya mitosis.
j.
Agens lainnya dapat bersifat spesifik atau nonspesifik dengan cara kerja yang beragam.
2.2.4
Faktor-faktor Pemilihan Obat
a.
Jenis Kanker: Kanker hemopoitik dan limphoitik dan kanker padat (solid)
b.
Sensitivitas kanker: sensitif (sebagian besar tumor solid), responsive (tumor kecil) dan resistens (tumor besar)
25 Universitas Sumatera Utara
c.
Populasi sel kanker dalam tumor: Fraksi klonogen (dapat tumbuh), fraksi non klonogen (tidak mempunyai kemampuan tumbuh).
d.
Persentase sel yang terbunuh. Implikasi klinis dari besar beban sel kanker dan hipotesis sel yang mati secara logaritmik ialah: untuk dapat membunuh sel kanker sebanyak mungkin pengobatan harus diulang beberapa kali, untuk memperbesar daya bunuh obat anti kanker perlu dipakai kombinasi obat bersamaan (polifanna), lebih baik mulai pengobatan waktu tumor masih kecil atau setelah mengecilkan dulu masa tumor dengan radiasi atau operasi
e.
Siklus pertumbuhan kanker: semua siklus, pada siklus pertumbuhan tertentu, pada semua fasa, pada siklus pertumbuhan tertentu, pada fase tertentu.
f.
Imunitas tubuh: diperkirakan kemampuan tubuh untuk mengatasi sel kanker terbatas sampai sejumlah 105 sel.
2.2.5 Indikasi dan Kontra Indikasi Pemberian Kemoterapi Tidak semua kanker memerlukan obat sitostatika. Pemberian sitostatika harus dengan hati-hati dan sesuai indikasi (Sukadja, 2000). a.
Indikasi kemoterapi: Menyembuhkan kanker,memperpanjang hidup dan remisi, memperpanjang interval bebas kanker, menghentikan progresi kanker, paliasi simptom, mengecilkan volume kanker.
b.
Kontra Indikasi kemoterapi penggunaan kemoterapi, yakni kontraindikasi mutlak yaitu penyakit stadium terminal, hamil trimester pertama, septicemia dan koma dan relatif yaitu usia lanjut terutama untuk tumor yang tumbuhnya lambat dan sensitifivitasnya rendah, status penampilan yang sangat jelek, ada gangguan fungsi organ vital yang berat seperti hati, ginjal, jantung dan
26 Universitas Sumatera Utara
sumsum tulang, dementia, penderita tidak dapat mengunjungi klinik secara teratur, tidak ada kooperasi dari penderita, tumor resisten terhadap obat, tidak ada fasilitas penunjang yang memadai (Rasdiji, 2013). 2.2.6
Efek samping Kemoterapi Efek toksik jangka panjang terdiri atas efek toksik jangka pendek dan
jangka panjang (Fujin, 2011). a.
Efek toksik jangka pendek 1) Depresi sumsum tulang merupakan hambatan terbesar kemoterapi. Kebanyakan obat antitumor, kecuali hormon, bleomisin, L-asparaginase, semuanya menimbulkan leucopenia, trombositopenia dan anemia dengan derajat yang bervariasi. Depresi sumsum tulang yang parah dapat menyebabkan timbulnya infeksi, septicemia dan hemoragi visera. 2) Reaksi gastrointestinal yaitu sering menimbulkan mual, muntah dengan derajat bervariasi. Di antaranya dosis tinggi DDP, DTIC, HN2, Ara-C, CTX, BCNU menimbulkan mual muntah yang hebat. Pemberian penyekat reseptor 5-hidroksitriptamin 3 (5-HT3), seperti ondansentron, granisetron, tropisetron, ramosetron, azasetron, dan lainnya dapat mencegah dan mengurangi kejadian mual, muntah. 5FU, MTX, bleomisin, adriamisin dapat menimbulkan ulserasi mukosa mulut, selama kemoterapi harus meningkatkan perawatan hygiene oral. Obat sejenis 5FU dan CPT-11 kadang kala menimbulkan diare serius gangguan keseimbangan air dan elektrolit yang terjadi harus dikoreksi segera. Diare tertunda akibat CPT11 harus segera diterapi dengan loperamid.
27 Universitas Sumatera Utara
3) Rudapaksa fungsi hati: MTX, 6MP, 5FU, DTIC, VP-16, asparaginase dan lainnya
dapat
menimbulkan
rudapaksa
hati.
Obat
kemoterapi
menyebabkan infeksi virus hepatitis laten yang memburuk tiba-tiba, menimbulkan nekrosis hati akut atau subakut (hepatitis berat). 4) Rudapaksa fungsi ginjal: dosis tinggi siklofosfamid, ifosfamid dapat menimbulkan sistem hemoragik, penggunaan bersama merkaptoetan sulfonat (mesna) dapat menghambat pembentukan metabolit aktifnya, akriladehid, mencegah terjaidinya sistitis hemoragik. Dosis tinggi MTX yang disekresi lewat urin dapat menyumbat duktuli renalis hinggga timbul oliguri, uremia. 5) Kardiotoksisitas: Adriamisin, daunorubisin, taksol dan herseptin dapat menimbulkan efek kardiotoksik. 6) Pulmotoksisitas: penggunaan jangka panjang bleomisin, busulfan dapat menimbulkan fibrosis kronis paru. 7) Neurotoksisitas: vinkristin, eisplatin, oksaliplatin, taksol dan lainnya dapat menimbulkan perineuritis. Sewaktu terapi hindari minum air dingin dan mencuci tangan dengan air dingin. 8) Reaksi
alergi:
Bleomisin,
asparaginase,
taksol,
taksotere
dapat
menimbulkan menggigil, demam, syok anafilaktik, udem. 9) Reaksi lainnya: obat sejenis adriamisin, taksol, VP-16, CTX dapat menimbulkan alopesia, melanosis dengan derajat bervariasi, biasanya dapat pulih spontan setelah obat dihentikan. Infus kontinu 5-FU, xeloda peropral dapat menimbulkan sindroma tangan kaki (eritroderma plantar-
28 Universitas Sumatera Utara
plantar) dengan manifestasi telapak tangan dan kaki nyeri, bercak merah, bengkak, eksudasi, deskuamasi, ulserasi dan lainnya. b.
Efek toksik jangka panjang: karsinogenisitas dan infertilitas
2.3 Masalah Nutrisi pada Pasien Kanker Malnutrisi adalah hal yang hampir selalu ditemukan pada pasien kanker, bahkan dipandang sebagai salah satu tanda penting kanker. Setiap ada penurunan berat badan yang mencolok penyakit yang perlu diingat adalah kanker. Defisiensi gizi yang paling sering ditemukan adalah defisiensi protein dan kalori dengan manifestasi mengecilnya massa otot. Pengobatan dengan statistika dan radioterapi akan mengurangi nafsu makan, bila tidak ditanggulangi dengan baik, gizi pasien akan menjadi lebih buruk lagi selama pengobatan. Penyebab kurang gizi pada pasien kanker dapat dibagi atas tiga kelompok, yaitu: rendahnya nutrisi yang dikonsumsi pasien, konsumsi bahan nutrisi oleh sel kanker dan gangguan metabolisme akibat kanker (Reksodiputro et. al., 2009). Mengonsumsi makanan untuk memenuhi kebutuhan zat gizi khususnya pada penderita kanker bertujuan untuk menghambat penurunan berat badan secara berlebihan dan mencapai serta mempertahankan status gizi yang optimal. Diet merupakan bagian yang penting dari terapi pada kanker. Mengkonsumsi makanan yang baik sebelum, selama dan setelah terapi dapat membantu pasien merasa lebih baik dan bertahan lebih kuat. Dari setiap terapi pada kanker memiliki efek samping masing–masing yang dapat menyebabkan masalah makan. Pada umumnya terapi pada kanker menimbulkan efek samping yang menimbulkan
29 Universitas Sumatera Utara
beberapa gangguan yang berhubungan dengan makan, antara lain : mual, muntah, diare, perubahan pengecapan, tidak nafsu makan dan malabsorpsi zat gizi. Cara— cara untuk mengatasi masalah makan: 1. Kurang nafsu makan Kurang nafsu makan dapat diatasi dengan cara : a. Mengkonsumsi makanan padat yang tinggi energi dan protein b. Menyediakan makanan dalam porsi kecil c. Mengkonsumsi makanan lebih sering dari biasanya. Makanlah dalam 1– 2 jam sekali d. Menyediakan selalu makanan favorit untuk menggugah selera e. Hindari bau makan yang menyengat f. Tambahkan bahan yang mengandung energi dan protein tinggi ke dalam makanan, seperti susu, mentega, telur g. Mengolah makanan dengan bentuk yang menarik h. Tekankan pada diri bahwa makan adalah bagian yang penting dalam program pengobatan i. Ciptakan suasana makan yang menyenangkan 2. Perubahan indera kecap Perubahan biasanya di sebabkan karena efek samping terapi radiasi dan kemoterapi. Biasanya pasien menjadi tiba – tiba tidak suka terhadap makanan yang biasanya disukai, sehingga makanan yang dikonsumsi menjadi berkurang. Cara mengatasinya adalah : a. Bilas mulut dengan air sebelum makan
30 Universitas Sumatera Utara
b. Konsumsi jus atau makanan selingan berbahan buah-buahan yang segar c. Campurkan makanan dengan rasa manis, seperti gula dan madu d. Gunakan bumbu yang dapat meningkatkan selera dari segi aroma maupun rasa e. Berkumur dengan air soda 5 g + air putih 500 ml 3. Mual dan Muntah Gangguan ini sangat mempengaruhi asupan makanan pada pasien kanker dan dapat diatasi dengan cara : a. Makan makanan yang kering b. Porsi makanan kecil dengan frekuensi 6-8 kali/hari, diantaranya 3 kali porsi besar c. Hindari makanan yang berbau merangsang d. Hindari makanan yang berlemak tinggi karena akan merangsang rasa mual e. Makan dan minum perlahan-lahan f. Hindari makanan dan minuman terlalu manis g. Batasi cairan pada saat makan h. Tidak tiduran setelah makan ± 1 jam setelah makan i. Apabila muntah, minumlah banyak air untuk mengahindari terjadinya dehidrasi 4. Diare
31 Universitas Sumatera Utara
Pada kondisi ini selain karena efek terapi juga dapat disebabkan karena faktor stres. Apabila terjadi diare dapat diatasi dengan : a. Minumlah banyak air. Air diminum dalam suhu kamar b. Mengkonsumsi makanan dalam porsi kecil 6 - 8 kali/hari c. Hindari makanan terlalu manis. d. Hindari susu penuh selama diare e. Berikan makanan sumber serat larut air f. Hindari makanan yang mengandung gas
2.4 Mual dan Muntah 2.4.1 Fisiologi Mual dan Muntah Bahan kimia termasuk obat atau bahan berbahaya yang memicu mual dan muntah dengan bekerja pada bagian atas saluran cerna atau dengan merangsang kemoreseptor di chemoreseptor trigger zone khusus di samping pusat muntah. Obat kemoterapi yang digunakan untuk mengobati kanker sering menyebabkan muntah dengan bekerja pada chemoreseptor trigger zone (Sherwood, 2011). 2.4.2 Tingkat keparahan mual dan muntah National Cancer Institute (2008) menyatakan bahwa mual dan muntah pada pasien kanker dapat dibedakan menjadi 5 tingkat seperti pada tabel 2.2 sebagai berikut.
32 Universitas Sumatera Utara
Tabel 2.2 Tingkat Keparahan Mual dan Muntah Tingkat 1 Tingkat 2
Tingkat 3
Mual
Hilang selera makan, kebiasaa n makan tidak berubah
Asupan Menganca kalori m dan cairan nyawa oral tak memadai; Cairan i.v. tube feeding atau TPN perlu ≥24 jam
Munta h
1episode dalam 24jam
Asupan makan berkurang tanpa penuruna n BB bermakna ; Cairan i.v. atau TPN perlu ≥24 jam 2-5 episode/ 24jam Cairan i.v. perlu <24 jam
Tingkat 4
≥6episode/2 Menganca 4 m jam nyawa Cairan i.v. atau TPN perlu ≥24 jam
Tingkat 5 Kematia n
Kematia n
2.4.3 Klasifikasi Mual dan Muntah Newton et. al (2009) mengklasifikasikan mual muntah dalam 4 tipe yaitu: a.
Mual muntah akut Mual muntah terjadi dalam 24 jam pertama setelah pemberian kemoterapi. Obat sitostatika dengan potensi mual muntah sedang sampai berat diperkirakan dapat menyebabkan mual muntah yang berulang tanpa pengobatan antiemetik.
b.
Mual muntah lambat
33 Universitas Sumatera Utara
Mual muntah terjadi setelah lebih dari 24 jam pemberian kemoterapi. Mual muntah tipe ini berhubungan dengan pemberian kemoterapi cisplatin dan cyclophosphamide. c.
Antisipatori mual muntah Mual muntah terjadi pada awal siklus kemoterapi sebagai respon dari bau, pandangan dan suara dari ruang kemoterapi. Ini terjadi pada pasien yang sudah merasa mual atau rasa tidak enak diperut dan cemas, walaupun obat sitostatika belum diberikan.
d.
Mual muntah kronik Mual muntah yang bersifat kronik pada pasien kanker stadium lanjut berhubungan dengan berbagai faktor seperti gangguan persyarafan otak, pengaruh obat (morfin), atau toksikasi kemoterapi.
2.4.4 Potensi Muntah Berdasarkan Jenis Kemoterapi American Society of Clinical Oncology membuat klasifikasi kemoterapi berdasarkan risiko terjadinya muntah akut dan lambat. Risiko Berat (Terjadi pada lebih dari 90% pasien)
Obat Sitostatika • cisplatin (Platinol) • mechlorethamine (Mustargen) • streptozotocin (Zanosar) • cyclophosphamide (Cytoxan), 1,500 mg/m2 • carmustine (BiCNU) • dacarbazine (DTIC-Dome) • dactinomycin • carboplatin (Paraplatin) • cyclophosphamide (Cytoxan) • daunorubicin (DaunoXome) • mitoxantrone (Novantrone) • paclitaxel (Taxol) • docetaxel (Taxotere) • mitomycin (Mutamycin)
Sedang (Terjadi pada 30 sampai 90 % pasien) Ringan (Terjadi pada 10% sampai 30 % pasien)
34 Universitas Sumatera Utara
• topotecan (Hycamtin) • gemcitabine (Gemzar) • etoposide (Vepesid) • pemetrexed (Alimta) • methotrexate (Rheumatrex) • cytarabine (Cytosar), less than 1,000 mg/m2 • vinorelbine (Navelbine) • bevacizumab (Avastin)
Sangat ringan (Terjadi pada kurang dari 10 % pasien) Sangat ringan (Terjadi pada kurang dari 10 % pasien)
• bleomycin (Blenoxane) • vinblastine (Velban) • vincristine (Oncovin) • busulphan (Myleran) • fludarabine (Fludara) 2-chlorodeoxyadenosine (Leustatin)
2.5 Relaksasi Otot Progresif (PMR) 2.5.1 Pengertian Terapi relaksasi otot progresif atau progressif muscle relaxation merupakan suatu prosedur untuk mendapatkan relaksasi pada otot melalui dua langkah. Langkah pertama dengan memberikan tegangan pada suatu kelompok otot, dan kedua dengan menghentikan tegangan tersebut kemudian memusatkan perhatian terhadap bagaimana otot tersebut menjadi relaks, merasakan sensasi relaks secara sisik dan tegangannya menghilang (Robert, 2007). 2.5.2 Manfaat Terapi Relaksasi Otot Progresif (PMR) Manfaat PMR secara umum dapat dikatakan sama dengan manfaat relaksasi lainnya. Relaksasi progresif dipelopori oleh ahli fisiologis dan psikologis Edmund Jacobson pada tahun 1930-an, relaksasi progresif adalah cara yang efektif untuk relaksasi dan mengurangi kecemasan. Jacobson mengatakan ketika
35 Universitas Sumatera Utara
belajar mengistirahatkan otot-otot melalui suatu cara yang tepat, maka hal ini akan diikuti dengan relaksasi mental dan pikiran. Teknik yang digunakan Jacobson terdiri dari penegangan dan pengenduran berbagai kelompok otot di seluruh tubuh dalam sekuen yang teratur. Relaksasi ini telah digunakan untuk mengatasi berbagai keluhan yang berhubungan dengan stress seperti tukak lambung, hipertensi, kecemasan dan insomnia. Efektivitas relaksasi progresif adalah berdasarkan hubungan antara ketegangan otot dengan ketegangan emosi. Ketika merasa secara emosional amburadul, secara otomatis kita menegangkan otot-otot, dalam kaitan dengan respon melawan atau lari (fight or flight) (Vitahealth, 2004) Respon relaksasi terjadi melalui penurunan yang bermakna dari kebutuhan zat asam (oksigen) oleh tubuh. Tubuh menjadi rileks karena ia bekerja ringan. Metabolismenya
berkurang,
pertukaran
komponen-komponen
kehidupan
berlangsung dalam suasana tanpa paksaan (Pasiak, 2008). Hasil studi yang dilakukan oleh Molassiotis et al (2001), menunjukan sebanyak 38 pasien dari kelompok intervensi dengan PMR mengalami penurunan mual muntah paska kemoterapi
secara
signifikan
dibandingkan
dengan
kelompok
kontrol.
Berdasarkan hasil studi yang dilakukan oleh Maryani (2009), PMR dapat menurunkan mual muntah serta kecemasan setelah kemoterapi. Hasil praktek keperawatan berbasis pembuktian yang dilakukan oleh Rahmawati (2011) tentang efektifitas relaksasi otot progresif dalam mengatasi mual muntah pasien yang menjalani kemoterapi menunjukkan bahwa mual muntah masih dirasakan pasien saat menjalani kemoterapi tetapi intensitas, frekuensi, dan durasinya lebih rendah dibandingkan kemoterapi sebelum dilakukan PMR.
36 Universitas Sumatera Utara
2.5.3 Pelaksanaan Terapi Relaksasi Otot Progresif Relaksasi otot progresif melibatkan kontraksi dan relaksasi berbagi kelompok otot. Selama melakukan latihan, pasien berfokus pada ketegangan dan relaksasi kelompok otot pada wajah, leher, bahu, dada, tangan, lengan, punggung, perut dan kaki. Meregangkan otot secara progresif dimulai dengan menegangkan dan meregangkan kumpulan otot utama tubuh, dengan cara ini maka akan disadari dimana otot itu berada dan hal ini akan meningkatkan kesadaran terhadap respon otot tubuh (Vitahealth, 2004). Pelaksanaan terapi ini harus memperhatikan elemen penting yang diperlukan untuk rileks yaitu lingkungan yang tenang, posisi yang nyaman, sikap yang baik. Lingkungan yang tenang diperlukan sehingga pasien dapat berkonsentrasi pada relaksasi termasuk membatasi gangguan, suara-suara dan pencahayaan. Posisi yang nyaman memberikan dukungan bagi tubuh untuk berbaring di tempat tidur pada posisi yang nyaman. Pelaksanaan PMR untuk hasil yang maksimal dianjurkan dilakukan 2 kali sehari dan dilakukan 2 jam setelah makan untuk mencegah rasa mengantuk setelah makan. Jadwal latihan biasanya memerlukan waktu satu minggu untuk hasil yang lebih maksimal (Mckay & Dinkmeyer, 2002). 2.5.4 Langkah-langkah Terapi Relaksasi Otot Progresif Pelaksanaan PMR dilakukan dalam 4 sesi dengan 14 gerakan (Modifikasi Alini, 2012; Supriati, 2010 dalam Tobing, 2012). 14 gerakan yang dilakukan dalam 4 sesi akan memudahkan klien untuk mengingat gerakan-gerakan yang telah dilatih. Sesi-sesi dalam latihan PMR yaitu:
37 Universitas Sumatera Utara
a.
Sesi satu : pelaksanaan teknik relaksasi yang meliputi dahi, mata, rahang, mulut, leher, dimana masing-masing gerakan dilakukan sebanyak 2 kali. Pelaksaan PMR yaitu: 1) Gerakan pertama ditunjukkan untuk otot dahi yang dilakukan dengan cara mengerutkan dahi dan alis sekencang-kencangnya hingga
kulit
terasa
mengkerut kemudian dilemaskan perlahan-lahan hingga sepuluh detik kemudian lakukan satu kali lagi. 2) Gerakan kedua merupakan gerakan yang ditunjukan untuk mengendurkan otot-otot mata yang diawali dengan memejamkan sekuat-kuatnya hingga ketegangan otot-otot di daerah mata dirasakan menegang. Lemaskan perlahan-lahan hingga 10 detik dan ualangi kembali sekali lagi. 3) Gerakan ketiga bertujuan untuk merelaksasikan ketegangan otot-otot rahang dengan mengatupkan mulut sambil kuatnya sehingga klien merasakan
merapatkan
ketegangan
gigi
disekitar
sekuatotot-otot
rahang. Lemaskan perlahan- lahan selama 10 detik dan ulangi sekali lagi. 4) Gerakan keempat dilakukan untuk mengendurkan otot-otot sekitar muly. Moncongkan bibir sekuat-kuatnya ke depan hingga terasa ketegangan di otot-otot daerah bibir. Lemaskan mulut dan bibir perlahan-lahan selama 10 detik kemudian lakukan sekali lagi. 5) Gerakan kelima ditunjukkan untuk otot-otot leher belakang klien di minta menekankan kepala kearah punggung sedemikian rupasehingga terasa tegang pada otot leher bagian belakang. Lemeskan leher perlahan-lahan selama 10 detik lakukan sekali lagi.
38 Universitas Sumatera Utara
6) Gerakan keenam bertujuan melatih otot leher bagian depan. Gerakan ini dilakukan dengan cara menekukkan atau turunkan dagu menyentuh dada hingga merasakan ketegangan bagian depan. Lemaskan perlahan-lahan
hingga
otot di daerah leher
hingga
10
detik
lakukan
kembali sekali lagi. 7) Gerakan ketujuh: gerakan ketujuh ditujukan untuk melatih otot-otot bahu. Relaksasi untuk mengendurkan bagian otot-otot bahu dapat dilakukan dengan cara mengangkat kedua bahu ke arah setinggi telinga. Lemaskan atau turunkan kedua bahu secara perlahan hingga 10 detik. b.
Sesi dua : Pelaksanaan teknik relaksasi meliputi tangan, lengan, dan bahu punggung, dada, perut, tungkai dan kaki serta masing-masing gerakan dilakukan sebanyak dua kali. Pelaksanaan latihan PMR terdiri dari: 1) Gerakan kedelapan dianjurkan untuk melatih otot tangan yang dilakukan dengan cara menggenggam tangan kiri sambil membuat suatu kepalan. Selanjutnya minta klien untuk mengepalkan sekuat–kuatnya otot–otot tangan
hingga
merasakan
ketegangan
otot–otot
daerah
tangan.
Relaksasikan otot dengan cara membuka perlahan–lahan kepalan tangan selama 10 detik. Lakukan sebanyak dua kali pada masing–masing tangan. 2) Gerakan kesembilan adalah gerakan yang ditujuan untuk melatih otot–otot tangan bagian belakang. Gerakan dilakukan dengan cara menekuk kedua pergelangan tangan ke belakang secara perlahan–lahan hingga terasa ketegangan pada otot- otot tangan bagian belakang dan lengan bagian
39 Universitas Sumatera Utara
bawah menegang, jari–jari menghadap ke langit–langit. Lemaskan perlahan–lahan hingga 10 detik dan lakukan sekali lagi. 3) Gerakan kesepuluh adalah gerakan untuk melatih otot–otot lengan atau biseps. Gerakan ini diawali dengan menggenggam kedua tangan hingga menjadi kepalan dan membawa kepalan tersebut ke pundak sehingga otototot lengan bagian dalam menegang. Lemaskan perlahan–lahan selama 10 detik dan lakukan sekali lagi. 4) Gerakan kesebelas bertujuan untuk melatih otot–otot punggung. Gerakan ini dapat dilakukan dengan cara mengangkat tubuh dari sandaran kursi, lalu busungkan dada dan pertahankan selama 10 detik lalu lemaskan perlahan–lahan. Lakukan gerakan sekali lagi. 5) Gerakan keduabelas ditujukan untuk melatih otot–otot dada. Gerakan ini dilakukan dengan cara menerik nafas sedalam–dalamnya dan tahan beberapa saat sambil merasakan ketegangan pada bagian dada dan daerah perut. Hembuskan nafas perlahan–lahan melalui bibir. Lakukan gerakan ini sekali lagi. 6) Gerakan ketigabelas ditujukan untuk melatih otot–otot perut. Gerakan ini dilakukan dengan menarik perut kearah dalam sekuat–kuatnya.
Tahan
selama 10 menit hingga perut terasa kencang dan tegang. Lemaskan perlahan–lahan hingga 10 detik dan lakukan sekali lagi. 7)
Gerakan
keempatbelas
adalah
gerakan
yang
ditunjukan
untuk
merelaksasikan otot–otot kaki. Gerakan ini dilakukan dengan meluruskan kedua telapak kaki selama 10 detik hingga terasa tegang pada daerah paha.
40 Universitas Sumatera Utara
Lemeskan kedua kaki secara perlahan hingga 10 detik, lakukan sekali lagi. Kemudian gerakan selanjutnya dengan cara menarik kedua telapak kearah dalam keuat-kuatnya hingga klien merasakan ketegangan di kedua betis selama 10 detik. Lemaskan kedua kaki secara perlahan-lahan hingga 10 detik lakukan kembali. c.
Sesi tiga merupakan sesi evaluasi kemampuan klien melakukan latihan relaksasi progresif gerakan pertama hingga ke empatbelas yang meliputi dahi, mata, rahang, mulut, leher, tangan, telapak tangan, bahu, punggung, dada, perut, tungkai dan kaki.
41 Universitas Sumatera Utara